Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HUKUM AGAMA ISLAM TERHADAP PELAYANAN KEBIDANAN

Dosen Pengampu
Zulpiadi, S.Pd. I.MA

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Tevi Martina : 19999
2. Tiara Utami : 191000
3. Yayuk Ulansari Y : 191009

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA TIGA
AKADEMI KEBIDANAN SINGKAWANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan penyusun semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Hukum Agama
Islam Terhadap Pelayanan Kebidanan” tepat pada waktunya.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan secara materil, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu penyusun mengucapakan terima kasih kepada :
1. Bapak Zulpiadi, S.Pd. I.MA selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penyusun
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

Singkawang, 02 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................... 2

D. Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Imunisasi................................................................................................ 3

B. Aborsi ................................................................................................... 5

C. Pemberian Obat-Obatan........................................................................ 6

D. Transplantasi ........................................................................................ 8

E. Inseminasi/Bayi Tabung....................................................................... 10

G. Bedah Plastik........................................................................................ 12
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulann ......................................................................................... 14

B. Saran ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15

ii
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Islam menaruh perhatian yang besar terhadap dunia kesehatan.
Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan
melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar
setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi
Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu
sehat tidaknya seseorang. Sebagaimana Firman Allah yang terdapat dalam
Q.S. Al Baqarah : 168 yang artinya : “wahai sekalian manusia, makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-
orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang Kami rezekikan
kepadamu.” (Q.S.Al-Baqarah: 168).
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia,
sehat merupakan nikmat Allah SWT yang paling berharga dalam kehidupan
ini. Setiap orang mendambakan kesehatan baik sehat secara jasmani maupun
rohani, karena apabila manusia sedang sakit akan sangat berpengaruh pada
kehidupannya, selain sehat, merasakan sakit juga membuat manusia tidak
produktif lagi merasa kurang percaya diri. Orang sakit merasa telah menjadi
orang yang terbodoh, terlemah, dan termalang di dunia sehingga mengambil
keputusan yang sekecil-kecilnya menjadi ragu-ragu. (Mas Rahim
Salabi.2002).
Dalam perkembangannya ilmu kesehatan sampai pada pembahasan
masalah imunisasi, aborsi, pemberian obat-obatan, transplantasi,
inseminasi,bayi tabung, dan bedah plastik. Sehingga yang menjadi pertanyaan
penyusun bagaimana hukum dari masalah tersebut. Maka dari iku penyusun
membuat maklah ini yang bertujuan agar dapat menjawab dari pertanyaan
tersebut.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan diatas, maka dapat
simpulkan rumusan masalah yaitu bagaimana penjelaskan hukum islam
mengenai imunisasi, aborsi, pemberian obat-obatan, transplantasi,
inseminasi,bayi tabung, dan bedah plastik. Sehingga layak untuk disebut
halalan thoyyiban (halal dan baik)?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di sampaikan diatas, maka
dapat disimpulkan terdapat tujuan umum dan tujuan khusus pada makalah
yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Tujuan umum yaitu untuk menambah wawasan seputar tentang
hukum agama islam dalam pelayanan kesehatan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yaitu dapat mengetahui tentang hukum agama islam
dalam pelayanan kesehatan yaitu meliputi imunisasi, aborsi, pemberian
obat-obatan, transplantasi, inseminasi,bayi tabung, dan bedah plastik
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat yaitu berupa
pengalaman serta pengetahuan bagi penyusun dan pembaca tentang seputar
hukum agama islam dalam pelayanan kesehatan.
BAB II
Pembahasan

A. Hukum Islam Dalam Imunisasi


1. Vaksin
Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk
meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan pada tubuh terhadap virus.
Vaksinasi adalah suatu aktivitas yang bertujuan membentuk kekebalan
tubuh dan biasanya dilakukan pada bayi, balita, dan ibu hamil. Caranya
bisa dengan disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut tujuanya untuk
merangsang kekebalan tubuh penerima, namun harus diperhatikan bahwa
Imunisasi dapat menimbulkan KIPI. Tapi apakah selama ini kita
mengetahui dari bahan apa vaksin itu dibuat? Selama ini kita lebih sering
memperhatikan reaksi yang timbul setelah pemberian suatu vaksin ke
dalam tubuh kita. Sistem kekebalan dalam tubuh kita mengenali partikel
vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan “mengingat”-nya.
Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem
kekebalan telah siap untuk menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki
sel dan mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum
agen ini dapat berbiak.
Jenis vaksinasi yang ada antara lain vaksin hepatitis, polio, rubella,
BCG, DPT, Campak, Measles Mumps Rubella (MMR). Di Indonesia
sendiri praktik vaksinasi yang wajib dilakukan terutama pada bayi dan
balita kareana merupakan program dari pemerintah adalah hepatitis B,
BCG, Polio, DPT dan Campak. Selebihnya seperti vaksinasi MMR bersifat
tidak wajib.
2. Islam Dan Kesehatan Berdasarkan Al-Quran Dan Al-Hadist
a. Perintah berobat bagi yang sakit
“Berobatlah kamu, wahai hamba-hamba Allah, sebab sesungguhnya
Allah tidak membuat penyakit melainkan membuat pula obatnya,
selain satu penyakit, yaitu sakit tua” (HR. Ahmad)

3
4

b. “Diriwayatkan dari Jabir, dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau


bersabda: Setiap penyakit ada obatnya, maka penyakit telah dikenai
obat, semoga sembuh dengan izin Allah.” [HR. Muslim, Ahmad dan
an-Nasai]
c. “Diriwayatkan dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. dan
menjadikan bagi setiap penyakit akan obatnya. Maka hendaklah kamu
berobat, tetapi janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram.”
[HR. Abu Dawud]
Menghindarkan diri dari penyakit misalnya polio merupakan hajah
(kebutuhan), meskipun harus menggunakan vaksin yang me- manfaatkan
enzim tripsin dari babi. Hal ini sesuai dengan kaidah “Kebutuhan itu
menduduki tempat darurat.” Babi adalah mafsadah, polio juga mafsadah.
Menghadapi dua hal yang sama-sama mafsadah ini, harus
dipertimbangkan mana yang lebih besar madlaratnya dengan memilih yang
lebih ringan madlaratnya. Oleh karena itu, dalam rangka membentengi
penyakit polio dibolehkan menggunakan vaksin tersebut. Hal ini sesuai
dengan kaidah: “Apabila bertentangan dua mafsadah, maka perhatikan
mana yang lebih besar madlaratnya dengan dikerjakan yang lebih ringan
mafsadahnya.”.
Adapun untuk memperkuat materi ini yaitu Pada tahun 2016, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016
mengenai Imunisasi yang secara tegas menyatakan bahwa imunisasi
hukumnya mubah (dibolehkan) karena ada kondisi darurat atau
keterpaksaan dan belum ditemukan vaksin yang halal, terutama untuk
vaksin MR (Measles&Rubella). Pada tahun 2018, MUI juga mengeluarkan
Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 mengenai Penggunaan Vaksin MR
Produksi SII India untuk Imunisasi. Melalui kedua fatwa tersebut,
diharapkan masyarakat merasa lebih tenang dan merasa aman
dalammengimunisasikan anaknya karena tidak melanggar hukum agama
yang diyakininya.
5

B. Hukum Islam Dalam Aborsi


1. Aborsi
Pengertian aborsi Istilah aborsi secara bahasa berarti keguguran
kandungan, pengguguran kandungan, atau membuang janin. Dalam terminologi ,
aborsi berarti terhentinya kehamilan sebelum 28 (dua puluh delapan) minggu.
Dalam istilah hukum, berarti pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum
waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).Meskipun istilah ini tentunya
memerlukan penjelasan yang lebih terinci lagi, utamanya dalam relatifitas batas
terhentinya kehamilan dan terkait dengan proses yang melatarbelakangi
pengguguran atau keguguran kandungan, namun data dipastikan bahwa pada
umumnya memiliki substansi pemaknaan yang hampir sama.
2. Aborsi dalam hukum islam
Dalam menentukan hukum suatu persoalan, seorang mujtahid haruslah
menempuh beberapa hal. Tahapan-tahapan penelusuran hukum permasalahan
tertentu haruslah sesuai dengan runtutan atau urutan dasar hukum Islam. Hal ini
menjadi sebuahkeharusan bagi seorang mujtahid yang betul-betul ingin mengkaji
Alquran dengan tetap menjadikan Alquran dan Hadis sebagai acuan dan rujukan.
Sebab, sangatlah naif kiranya seorang yang ingin mengkaji dan menggali.
Redaksi ayat dalam QS. al-Isra’ (17): 31 dan 33, dikemukakan Artinya :
“ Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami
yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”
Hasil dari beberapa uraian dasar hukum yang telah dikemukakan,
menyimpulkan pandangan mengenai hukum aborsi sebagai berikut:
a. Aborsi tanpa sengaja, maka tidak dikenakan hukum. Dasar hukum yang
penulis jadikan rujukan adalah QS. al-Thagabun (64):11 bahwa segala
yang menimpa manusia itu adalah seizin Allah SWT. Artinya :
“ Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan
ijin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah”
b. Aborsi yang disengaja : Aborsi tanpa unsur sama sekali, haram hukumnya.
Apakah aborsi itu sebelum atau sesudah ditiupkannya roh pada janin.
Dasar hukum keharamannya adalah QS. al-Isra’ (17): 31 dan 33, serta QS.
al-An’am (6):151. Hal ini ditunjang pula oleh hadis Rasulullah SAW.,
6

sebagaimana telah disebutkan di atas. Selanjutnya, penulis pun beralasan


adalah dalam kondisi kekinian, aborsi sudah seharusnya dipertegas
keharamannya, karena hal yang sudah diharamkan saja masih sering
dilakukan, apatah lagi hal-hal yang masih ditolerir keharamannya. Aborsi
dalam keumuman makna lafal ayat tersebut berarti membunuh atau
menghilangkan nyawa orang lain secara sengaja, dan hal itu hukumnya
adalah haram.
c. Aborsi karena kondisi tertentu/darurat, hukumnya mubah. Rujukanya
adalah QS. al-Baqarah (2): 195 Artinya : Dan belanjakanlah (harta
bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik Maha mengetahui segala
sesuatu.
C. Hukum Islam Dalam Pemberian Obat-Obatan
Pengertian Pengobatan Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk
menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup. Kebudayaan tidak
saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh kepercayaan dan keyakinan,
karena manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia,
baik yang dapat dirasakan oleh panca indera maupun yang tidak dapat
dirasakan dan bersifat gaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh
kepercayaan atau agama yang dianut manusia. Secara umum di dalam dunia
pengobatan dikenal istilah medis dan non medis. Para ahli berbeda pendapat
tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis
menjadi tiga pendapat, yaitu:
1. Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi
tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya.
Pendapat ini dinisbatkan oleh para dokter klasik dan Ibnu Rusyd al-Hafidz.
2. Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia
untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari
kondisi sakit.
3. Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi
sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang
7

telah ada dan mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisinya


tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina.
Beberapa prinsip pengobatan menurut standar Islam, yaitu :
a. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan Nabi Muhammad saw.
Bersabda “Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang
diharamkan atas kamu”.
Prinsip ini menunjukkan bahwa berobat dengan menggunakan zat-
zat yang diharamkan sementara kondisinya tidak benar-benar darurat,
maka penggunaan zat tersebut diharamkan. Misal pengobatan (therapy)
dengan meminum air seninya sendiri, therapy hormon dengan
menggunakan lemak babi, atau mengobati gatal di tubuh dengan
memakan kadal, mengobati mata rabun dengan memakan kelelawar
dan seterusnya.
Paling populer pada saat ini, dan sering dilihat pada acara- acara
kuliner ekstrem adalah memakan daging ular kobra untuk mengobati
penyakit asma.
b. Berobat kepada ahlinya (ilmiah) Prinsip ini menunjukkan bahwa
pengobatan yang dilakukan harus ilmiah. Dalam arti dapat diukur.
Seorang dokter dalam mengembangkan pengobatannya dapat diukur
kebenaran metodologinya oleh dokter lainnya. Sementara seorang
dukun dalam mengobati pasiennya, tidak dapat diukur metode yang
digunakannya oleh dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat diukur
disebut tidak ilmiah dan tidak metodologis.
c. Tidak menggunakan mantra (sihir) Hal ini harus menjadi perhatian
besar dari orang-orang yang mendatangi pengobatan alternatif.
Memperhatikan dengan seksama, apakah pengobatan yang
dilakukannya itu menggunakan sihir atau tidak. Pengobatan yang
melibatkan unsur- unsur syirik adalah termasuk salah satu bentuk
kemusyrikan. Tiga prinsip inilah yang harus ditransformasikan kepada
masyarakat secara umum.
8

D. Hukum Islam Dalam Transplantasi


Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya
hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsi lagi dengan baik . pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan
organ tubuh kepada orang yang memerlukan, walaupun orang itu tidak
menjalani pengobatan, yaitu untuk orang yang buta. Hal ini khusus donor mata
bagi orang buta.Pencangkokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada
waktu ini adalah:Mata, Ginjal,dan jantung. Karena ketiga organ tubuh tersebut
sangat penting fungsinya untuk manusia, terutama sekali ginjal dan jantung.
Mengenai donor mata pada dasarnya dilakukan, karena ingin membagi
kebahagiaan kepada orang yang belum pernah melihat keinadahan alam
ciptaan Allah ini ataupun orang yang menjadi buta karena penyakit.
Dalil-Dalil Yang Digunakan Transplantasi Organ Tubuh (Fatwa MUI)
Penetapan dibolehkannya transplantasi (donor anggota tubuh) Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Tahun 2009 di Padang Panjang adalah:
1. Al-Quran
a. QS. al-Maidah: 2 yang artinya: Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya
(Indra Laksana, dkk, 2011, h. 106). Ayat tersebut menyuruh
berbuat baik kepada sesama manusia dan tolong menolong dalam
hal kebaikan. Termasuk didalamnya memberikan organ tubuh
kepada orang yang memerlukan merupakan suatu perbuatan tolong
menolong dalam kebaikan karena memberi manfaat bagi orang
lain.
b. QS. al-Hasyr: 9 yang artinya: “Dan orang-orang yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai'
orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka
(Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-
9

apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka


mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri,
Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”
(Indra Laksana, dkk, 2011, h. 546). Ayat di atas mengisyaratkan
berupa anjuran untuk mengutamakan memelihara orang lain yang
mengalami kesusahan atau kesulitan. Mendonorkan organ tubuh
kepada orang lain yang membutuhkan, merupakan salah satu upaya
menghilangkan kesusahan atau kesulitan yang dialami orang lain
tersebuat.
c. QS. al-Isra’: 70 yang artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan” (Indra Laksana, dkk, 2011, h.
289). Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia merupakan
makhluk yang dihormati dan dimuliakan Allah SWT. Kemuliaan
yang diberikan oleh Allah ini tidak berakhir dengan pisahnya
nyawa dari badan, walaupun jenazah juga tetap harus dihormati.
Pada dasarnya transplantasi dilarang oleh agama Islam karena
agama Islam memuliakan manusia baik masih hidup atau pun
sudah mati. Sebagaimana Albaqarah ayat 195 yang artinya: “Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (Indra Laksana, dkk, 2011, h. 30). Maksud ayat di
atas yaitu, Islam tidak membenarkan seseorang melakukan
tindakan yang dapat membawa kerusakan dirinya. Oleh sebab itu,
tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh sehingga
menimbulkan dharar (bahaya) bagi dirinya.
d.
10

E. Hukum Islam Dalam Inseminasi/bayi tabung


1. Inseminasi
Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial insemination.
Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari
kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial
insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan.Jadi, inseminasi
buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan
cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan
pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik,
penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan
bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses
pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan
bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan bayi tabung karena
benih laki-laki yang disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu
tabung.Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim,
perlu disediakan ovom (sel telur) dan sperma. Jika saat ovulasi (bebasnya
sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di
hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di
taruh dalam suatu tabung kimia, lalu di simpan dilaboratorium yang di beri
suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut
bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi.
2. Hukum dalam islam
Namun tidak semua pasangan memiliki kesempatan tersebut
dikarenakan faktor Infertilitas oleh karena itu upaya yang bisa dilakukan
yaitu dengan program bayi tabung hukumnya mubah (boleh). Lalu
bagaimana ketika dilaksanankan pada saat pasangan dalam hal ini suami
yang telah meninggal dunia. MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah
mengeluarkan fatwa tentang inseminasi buatan/bayi tabung, bahwasanya
bayi tabung dari sperma suami yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya haram. Hal ini pula menurut hukum syar’i akan
menimbulkan polemik yang panjang, meskipun secara lahiriyah anak yang
11

lahir merupakan anak biologis dari bapaknya yang telah meninggal, namun
disisi lain proses bayi tabung ini dilakukan ketika pasangan suami istri
tersebut tidak memiliki ikatan perkawinan lagi. Terkait pelaksanaan bayi
tabung setelah kematian suami sebagaimana yang difatwakan MUI ditinjau
menurut hukum Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:1.
Bagaimanakah Fatwa MUI tentang hukum bayi tabung setelah kematian
suami.
3. Bagaimanakah analisis hukum Islam terhadap fatwa MUI tentang bayi
tabung setelah kematian suami. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hukum pelaksanaan bayi tabung setelah kematian suami berdasarkan Fatwa
MUI, dan untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap Fatwa MUI
tentang bayi tabung setelah kematian suami. Penelitian ini termasuk jenis
penelitian studi kepustakaan (library reseach), yang bersifat deskriptif
analisis. Adapun dalam menganalisis data pada penelitian ini penulis
menggunakan analisis kualitatif dengan berfikir deduktif yaitu metode
menganalisis data dengan cara yang bermula dari data yang bersifat umum
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Berdasarkan penelitian
ini penulis menyimpulkan bahwa:
a) Isi dari fatwa yang berkenaan dengan bayi tabung adalah sebagai
berikut: bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri
yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hal ini termasuk ikhtiar
berdasarkan kaidah-kaidah agama. Keturunan merupakan salah satu
bentuk keperluan yang penting, hingga berlaku kaidah hukum: “Hajat
kebutuhan yang sangat penting diperlakukan seperti keadaan darurat.”
Sementara hukum bayi tabung setelah kematian suami berdasarkan
fatwa MUI, bayi tabung dari sperma yang dibekukakan dari suami yang
telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd adz-
Dzari’ah. Memperhatikan aspek kemaslahatan dan kemudharatan yang
ditimbulkan, yakni masalah yang pelik terhadap nasab hingga kewarisan
anak tersebut ketika telah lahir.
12

b) Menurut hukum Islam mengenai fatwa MUI, dengan pemanfaatan


sperma suami yang telah meninggal, dalam hal ini diqiyaskan ke dalam
sperma donor yang merupakan perbuatan zina (prostitusi) meski secara
tidak langsung karena adanya persamaan illat yaitu sama-sama
pelaksanaannya di luar ikatan perkawinan yang sah. maka hukumnya
haram, yang sejalan dengan fatwa MUI, sumber nash Al-Qur’an, Hadis
dan kaidah fikih. Karena akan mempengaruhi status anak, nasab, hingga
kewarisan anak tersebut.
F. Hukum Islam Dalam Bedah Plastik
1. Bedah plastik
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang bertujuan
untuk merekonstruksi atau memperbaiki bagian tubuh manusia melalui
operasi kedokteran. Bedah plastik, berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“plastikos” yang berarti “membentuk” atau “memberi bentuk”. Ilmu ini
sendiri merupakan cabang dari ilmu bedah yang bertujuan untuk
mengembalikan bentuk dan fungsi yang normal dan “menyempurnakan”
bentuk dengan proporsi yang “lebih baik”. Jenis bedah plastik secara
umum dibagi dua jenis: pembedahan untuk rekonstruksi dan pembedahan
untuk kosmetik (Estetik). Yang membedakan operasi Rekonstruksi dan
Estetik adalah dari tujuan prosedur pembedahan itu sendiri. Pada operasi
rekonstruksi diusahakan mengembalikan bentuk/penampilan serta fungsi
menjadi lebih baik atau lebih manusiawi setidaknya mendekati kondisi
normal. Pada operasi estetik, pembedahan dilakukan pada pasien-pasien
normal (sehat), namun menurut norma bentuk tubuh kurang harmonik
(misalnya, hidung pesek), maka diharapkan melalui operasi bedah plastik
estetik didapatkan bentuk tubuh yang mendekati sempurna.
2. Hukum Agama Bedah Plastik
Kalau bedah plastik yang sifatnya bedah rehabilitasi, maka itu justru
dianjurkan dalam Islam, sebab hal itu mutlak dibutuhkan. Misalnya bibir
sumbing, Sedangkan jika kasusnya merubah-rubah ciptaan Allah,hal itu
jelas telah melampaui batas kewajaran. Allah telah mengingatkan kita agar
13

jangan sampai melebihi batas. Seperti dalam firman berikut : Artinya :


“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, Maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi” (Al-Maidah : 32)
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang bertujuan
untuk merekonstruksi atau memperbaiki bagian tubuh manusia melalui
operasi kedokteran. Bedah plastik, berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“plastikos” yang berarti “membentuk” atau “memberi bentuk”. Ilmu ini
sendiri merupakan cabang dari ilmu bedah yang bertujuan untuk
mengembalikan bentuk dan fungsi yang normal dan “menyempurnakan”
bentuk dengan proporsi yang “lebih baik”. Jenis bedah plastik secara
umum dibagi dua jenis: pembedahan untuk rekonstruksi dan pembedahan
untuk kosmetik ( Estetik ).
Akhir-akhir ini sering sekali dijumpai maraknya praktik- praktik
bedah plastik ilegal. Baik yang dilakukan secara sembunyi ataupun secara
terang-terangan. Kasus ini sering kita temui di salon-salon yang
menawarkan jasa bedah plastik. Mirisnya pelaku pembedahan dilakukan
oleh pihak yang tidak profesional. Untuk itu kepada masyarakat
diharapkan agar tidak sembarangan dalam hal melakukan bedah plastik.
Karena hal ini dapat berakibat fatal bagi kita sendiri
BAB III
Penutupan

A. Kesimpulan
Islam menaruh perhatian yang besar terhadap dunia kesehatan.
Kesehata3rrrn merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan
melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar
setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi
Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat
tidaknya seseorang. Sebagaimana Firman Allah yang terdapat dalam Q.S. Al
Baqarah : 168 yang artinya : “wahai sekalian manusia, makanlah makanan
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang Kami rezekikan kepadamu.”
(Q.S.Al-Baqarah: 168).

B. Saran
Adapun saran dari penyusun yaitu bagi pembaca bisa memahami kembali
bahkan bisa menambahkan kritikan dan saran kepada penyusun agar
menambah wawasan mengenai matri yang telah penyusun sampaikan.
Daftar Pustaka

Majelis Ulama Indonesia, Hayyatan Thoyyibatan, Jakarta: MUI- UNICEF-


DEPAG, 1992.
Syaikh Saad Ali bin Wahf al-Qohthoni, Kumpulan Doa dalam al- Qur’an dan
Hadits, Jakarta: Departemen Urusan Islam, Wakaf dan Penyuluhan
Direktorat Urusan Masjid, Dakwah dan Penyuluhan Atase Agama
Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, 1996.
Al-Qur’anul Kariim
Thaha, Ahmadi. Kedokteran dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2009. Tim
Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2005. Tim Penyusun. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Oxford
University Press, 1983.
al-Qaththan, Manna’ Khalil. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an. cet. III; Mesir:
Mansyurat al-‘Ashr al-Hadis, 1973.
Mas Rahim Salabi. 2002. Mengatasi Kegoncangan Jiwa Perfektif Al-Qur’an dan
Sains. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2002. Hal 13.

Anda mungkin juga menyukai