MAKALAH
Disusun Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentu penyusun tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafaatnya di akhirat nanti.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Imunisasi .............................................................................................. 3
B. Hukum dasar Imunisasi ........................................................................ 4
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu imunisasi ?
2. Bagaimana dasar hukum imunisasi?
3. Bagaimana pandangan ulama Lembaga fatwa terhadap imunisasi?
1
4. Hukum Imunisasi dalam tinjauan fiqih ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ap aitu imunisasi
2. Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum imunisasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama, Lembaga fatwa
terhadap imunisasi.
4. Untuk mengetahui hukum imunisasi dalam tinjauan fiqih.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Imunisasi
3
dibuat oleh tangan-tangan yang tidak peduli dengan hukum syari’at Islam,
padahal dalam waktu yang sama kaum muslimin ‘harus’ mengikuti
perkembangan zaman yang ada. Oleh karena itu, seringkali muncul
permasalahan dan pertanyaan di kalangan kaum muslimin di berbagai tempat
yang tentunya membutuhkan jawaban yang benar sesuai dengan hukum
agama Islam itu sendiri. permasalahan yang masih menyisakan tanda tanya,
diskusi hangat, dan polemik berkepanjangan adalah masalah imunisasi. Yang
secara khusus kami maksud di sini adalah imunisasi jenis vaksin polio khusus
(IPV) yang diinformasikan menggunakan enzim yang berasal dari babi.
“Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia terhindar
sehari itu dari racun dan sihir.” [HR. al-Bukhari: 5768 dan Muslim:4702]
1. Pendapat Imam Al-'Izz ibn 'Abd Al-Salam dalam Kitab “Qawa'id Al-
Ahkam" : "boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum
menemukan | benda suci yang dapat menggantikannya, karena
1
https://almanhaj.or.id/2536-kontroversi-hukum-imunisasi-polio.html
4
mashlahat kesehatan dan keselematan lebih diutamakan daripada
mashlahat menjauhi benda najis”
2. Pendapat Imam Al-'Izz ibn 'Abd Al-Salam dalam kitab "Qawa'idh Al-
Ahkam:
“Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi'i) berpendapat :
Sesungguhnya berobat dengan menggunakan benda najis dibolehkan
apabila belum menemukan benda suci yang dapat menggantikannya,
apabila telah didapatkan - obat dengan benda yang suci - maka haram
hukumnya berobat dengan benda-benda najis. Inilah maksud dari
hadist “ Sesungguhnya. Allah tidak menjadikan kesehatan kalian pada
sesuatu yang diharamkan atas kalian “, maka berobat dengan benda
najis menjadi haram apabila ada obat alternatif yang tidak
mengandung najis dan tidak haram apabila belum menemukan selain
benda najis tersebut. Sahabatsahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi'i)
berpendapat : Dibolehkannya berobat dengan benda najis apabila para
ahli kesehatan -farmakologimenyatakan bahwa belum ada obat kecuali
dengan benda najis itu, atau obat - dengan benda najis itu -
direkomendasikan oleh dokter muslim”.
5
Beliau menjawab,:
ال بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء
بسببها فال بأس بتعاطي الدواء لدفع البالء الذي يخشى منه لقول النبي صلى هللا عليه وسلم في
«من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر وال سم » وهذا:الحديث الصحيح
من باب دفع البالء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو
يعالج بالدواء المرض، كما يعالج المرض النازل،في أي مكان ال بأس بذلك من باب الدفاع
الذي يخشى منه
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika
dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-
sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak
atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang
artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi
hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
2
https://www.halalmui.org/images/stories/pdf/Fatwa-MUI-No.4-Tentang-Imunisasi.pdf
6
D. Hukum Imunisasi dalam Tinjauan Fiqih
Dalam ajaran Islam menjaga Kesehatan (hifdzu al-Nafs) atas diri sendiri dan
orang lain termasuk salah satu dari lima prinsip pokok (al-Dhoruriyat al-
khomsi).
Seperti halnya mengenai imunisasi jenis vaksin polio khusus (IPV) yang mana
memiliki kemudharatan apabila penyakit (virus) polio, tidak ditanggulangi,
maka akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang) pada mereka yang
menderitanya. Selain itu, jika bayi atau anak-anak yang menderita
immunocompromise tersebut tidak diimunisasi maka mereka akan menderita
penyakit polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber
penyebaran virus.
Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya dipakai sebagai
enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah
sel/protein).Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang merupakan unsur
7
turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami
proses pencucian, pemurnian, dan penyaringan3.
Hal ini dapat kita ketahui hukumnya setelah memahami kaidah dalam
ushul fiqih
1. Istihalah
Maksud Istihalah di sini adalah berubahnya suatu benda yang najis atau
haram menjadi benda lain yang berbeda nama dan sifatnya. Seperti khamr
berubah menjadi cuka, minyak menjadi sabun, dan sebagainya.
Apakah benda najis yang telah berubah nama dan sifatnya tadi bisa
menjadi suci? Masalah ini diperselisihkan ulama, hanya saya pendapat
yang kuat bahwa, perubahan tersebut bisa menjadikannya suci, dengan
dalil-dalil berikut :4
a) Ijma’ (kesepakatan) ahli ilmu bahwa khamr apabila berubah
menjadi cuka maka menjadi suci.
b) Pendapat mayoritas ulama bahwa kulit bangkai bisa suci dengan
disamak, berdasarkan sabda Nabi “ Kulit bangkai jika disamak
maka ia menjadi suci.”
c) Benda-benda baru tersebut – setelah perubahan – hukum asalnya
adalah suci dan halal, tidak ada dalil yang menajiskan dan
mengharamkannya.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan masalah istihalah,:
“Dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci dari benda yang najis
dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan bukan
pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda
tersebut (saat itu). Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah
hilang sifat dan berganti namanya.”
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah hilang
melalui proses pencucian, pemurnian, dan penyulingan sudah minimal
terkalahkan sifatnya. pendapat yang rojih (kuat) dalam masalah ini adalah
3
https://pwmu.co/127551/01/22/imunisasi-pro-kontra-dan-tinjauan-hukum-fikihnya/
4
https://fk.uii.ac.id/wp-content/uploads/IMUNISASI-FK-UII-14-10-20176952.pdf
8
yang menyatakan bahwa suatu zat yang najis yang berubah (dengan
istihalah) menjadi zat lain yang baru, dihukumi suci.
Di antara alasannya adalah karena hukum itu berputar pada ‘illah-nya
(alasan atau sebab). Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu ada. Jika sifat-sifat
najis telah hilang, maka hukum najis itu sudah tidak ada. Demikianlah
yang dijelaskan dalam kaedah ushuliyah,
“Hukum itu berputar pada ‘illahnya. Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu
ada. Begitu sebaliknya jika ‘illah itu tidak ada, maka hukum itu tidak ada.”5
2. Istihlak
Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya benda haram atau
najis dengan benda lainnya yang suci dan halal yang jumlahnya lebih
banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang
sebelumnya najis, baik rasa, warna dan baunya.
Apakah benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut menjadi
suci? Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci.
Alasannya adalah dua dalil berikut.
Hadits pertama: Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
5
https://rumaysho.com/3541-kaedah-fikih-memahami-hukum-vaksinasi.html
9
ش ْي ٌء ُ ور ََل يُن َِّج
َ ُ سه َ ْال َما ُء
ٌ ط ُه
“Air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.”
10
الضرورة تبيح المحظورات
“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang Namun kaidah ini harus
memenuhi dua persyaratan:
a) tidak ada pengganti lainya yang boleh (mubah/halal) dan
b) mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja. Oleh karena itu, al-
Izzu bin Abdus Salam mengatakan : “Seandainya seorang terdesak
untuk makan barang najis maka dia harus memakannya, sebab
kerusakan jiwa dan anggota badan lebih besar daripada kerusakan
makan barang najis.”
4. Hukum Berobat dengan sesuatu yang Haram,
hukum asalnya haram, tetapi Boleh dalam kondisi darurat. dalilnya
keumuman firman Allah :
“… Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya….” (QS. Al- An’am: 119). Kondisi darurat, yaitu apabila
penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Penyakit tersebut harus diobat
b) Yakin bahwa obat ini bisa mencegah dan mengobati penyakit
tersebut.
c) Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
5. Mengambil hukum yang ringan madharatnya
Berlandaskan pada kaidah fiqhiyah, إذا تعارض ضرران دفع أخفهما. ”Jika ada
dua madharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling
ringan.“
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari pandangan menurut ulama, dan melihat dari sisi
kaidah-kaidah ushul fiqih maka hukum imunisasi dengan alasan-alasan :
imunisasi untuk kepentingan Kesehatan sangat dianjurkan, bahkan dapat
dikatakan wajib jika berpegang pada Sadudzdzari’ah, selain itu, imunisasi
dengan dugaan adanya campuran bahan haram dan vaksin tersebut sudah
dicuci dengan bahan kimiawi maka hukumnya menjadi halal (suci) hal ini
dengan dasar istihlak. Jika ada indikasi keharaman, maka hukumnya tetap
boleh dengan alasan darurat dan mengambil madharat yang lebih ringan.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/2536-kontroversi-hukum-imunisasi-polio.html
https://www.halalmui.org/images/stories/pdf/Fatwa-MUI-No.4-Tentang-
Imunisasi.pdf
https://pwmu.co/127551/01/22/imunisasi-pro-kontra-dan-tinjauan-hukum-
fikihnya/
https://fk.uii.ac.id/wp-content/uploads/IMUNISASI-FK-UII-14-10-20176952.pdf
https://rumaysho.com/3541-kaedah-fikih-memahami-hukum-vaksinasi.html
13