ISU untuk
melumpuhkan
generasi
menolak vaksin,
KIPI, Sosialisasi
yang kurang
muslim menyeluruh
DEFINIS
I
Vaksinasi pemberian antigen dari virus atau
bakteri yang dapat merangsang daya tahan tubuh
(Antibodi)
Gagal memahami persoalan di atas atau menolak salah satunya akan membuat
seorang muslim bersikap ekstrim bahkan terjebak ke dalam dikotomi ilmu Islam
non-Islam, ilmu Allah dan ilmu manusia, dan seterusnya.
Adapun pendapat sebagian kelompok Islam yang mengatakan vaksinasi dilarang dalam Islam karena menggunakan
kuman yang di suntikan ke dalam tubuh sehingga berpotensi membahayakan tubuh, adalah pendapat yang tidak
berlandaskan ilmu.
Hanya berdasarkan zham atau prasangka belaka. Padahal Islam melarang umatnya untuk berprasangka, karena sebagian
prasangka adalah dosa
Enzim trpisin babi katalisator peptide dan asam amino bahan makanan kuman.
Kuman tersebut setelah dibiakkan fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin.
dilakukan proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.
Hasil akhir sama sekali tidak mengandung babi
Alasan – alasan yang digunakan untuk mengharamkan vaksin, diantara lain :
parahnya penyakit ataupun membuat semakin lamanya sakit, atau terpisahnya dengan rombongan
seperjalanan, atau khawatir melemahnya kemampuan berjalan atau mengendarai jika ia tidak makan.
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa
(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-Baqarah (2): 173)
"Katakanlah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang
ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor
atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak
melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-An'am (6): 145.)
Pembahasan darurat itu sangat terkait dengan pembahasan maslahat yang merupakan tujuan dalam menetapkan Syariah.
Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan, para Pakar Hukum Islam seperti Al- Syatibi membaginya ketiga macam,
yaitu: daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat
Jadi darurat adalah sesuatu yang tingkat keperluannya mencapai tingkat yang paling puncak dan keadaan yang paling sulit,
sehingga orang berada dalam bahaya yang mengancam jiwa, harta dan semisalnya. Dengan demikian kemaslahatan atau maslahat
lebih umum dari darurat karena maslahat mencakup tingkat daruriyah, hajiyah, dan tahsiniyah. Sedangkan darurat hanya terbatas
pada tingkat pertama yaitu daruriyah.
Harus ada penetapan mengenai batasan- batasan darurat ataupun syarat-syaratnya, sehingga hukum boleh dipegang dan boleh
melanggar kaidah-kaidah yang umum dalam menetapkan yang haram dan menetapkan yang wajib karena darurat tersebut
Batasan-batasan darurat
Darurat yang dimaksud harus sudah ada bukan masih ditunggu, maksudnya kekhawatiran atau kebinasaan betul-betul dalam
kenyataan dan hal itu diketahui melalui dugaan kuat berdasarkan pengalaman- pengalaman yang ada. Adapun kaidah nya
“Apabila kita dihadapkan kedua mafsadat, maka peliharalah yang terbesar mudaratnya dengan jalan memilih mudaratnya yang
teringan.
Orang yang terpaksa itu tidak mempunyai pilihan lain kecuali melanggar perintah-perintah atau larangan-larangan syara’, atau
tidak ada cara lain yang dibenarkan untuk menghindari kemudaratan selain melanggar hukum.
Kemudaratan itu memang memaksa sehingga ia sangat khawatir akan kehilangan jiwa atau anggota tubuh.
Orang yang terpaksa itu tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syara’ yang pokok seperti memelihara hak-hak orang lain,
menciptakan keadilan, menunaikan amanah, menghindari kemudaratan, serta memelihara prinsip keberagaman dan pokok-
pokok akidah Islam.
Dalam keadaan darurat berobat, hendaknya yang haram itu dipakai berdasarkan resep dokter yang adil dan dipercaya, baik
dalam masalah agama maupun ilmunya.
Harus berlalu satu hari atau satu malam bagi orang yang terpaksa dalam masalah makanan
menggunakan bahan atau prosedurnya secara halal sesuai syariat agama Islam.
FATWA MUI TERKAIT VAKSIN
Fatwa
MUI
lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam
di Indonesia untuk memimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin diseluruh
Indonesia
Fatwa MUI N0.04 tahun 2016 tentang Imunisasi MUBAH
“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci yang dapat
menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan keselamatan lebih diutamakan daripada
mashlahat menjauhi bedna najis”.
Adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak
ada vaksin yang halal
ASTRAZENECA memanfaatkan tripsin yang berasal dari haram, jika darurat menjadi mubah
babi