Anda di halaman 1dari 19

VAKSINASI

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun oleh Kelompok 6 :


• Nurina
• Nurul Setyani
• Nofrina Dwi
PENDAHULUAN
Isu antivaksinasi melalui media sosial serta melalui berbagi forum, seperti
majlis ta’lim dan ceramah ceramah di masjid.

vaksin adalah Keraguan,


senjata yahudi Gerakan

ISU untuk
melumpuhkan
generasi
menolak vaksin,
KIPI, Sosialisasi
yang kurang
muslim menyeluruh
DEFINIS
I
Vaksinasi pemberian antigen dari virus atau
bakteri yang dapat merangsang daya tahan tubuh
(Antibodi)

Imunisasi pengebalan terhadap suatu penyakit


Beberapa vaksin yang telah
banyak digunakan :
Vaksin yang dalam proses penelitian dan
pengembangan
1. Vaksin Hepatitis A
2. Vaksin Hepatitis B 1. Vaksin HIV AIDs
3. Vaksin Demam Typhus 2. Vaksin Malaria
4. Vaksin Tetanus 3. Vaksin demam berdarah dengue
5. Vaksin Influenza 4. Vaksin untuk penyakit non infeksi
misal : vaksin untuk tumor otak
6. Vaksin Pneumonia
5. Vaksin untuk pengobatan penyakit
7. Vaksin BCG (Vaccine for Treatmet)
8. Vaksin Pertussis
9. Vaksin Meningitis, DLL
PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP VAKSINASI
Secara garis besar ilmu Allah ini diturunkan kepada manusia melalui dua jalur :
1. Jalur resmi (formal) yaitu ilmu yang diturunkan melalui para nabi dan rasul berupa
wahyu/firman Allah dan petunjuk nabi  ILMU QAULIYAH
2. Jalur non formal berupa ilham yang diberikan langsung kepada manusia yang
mengeksplorasi alam semesta ini sesuai pada anjuran ayat Alquran di atas.  ILMU
KAUNIYAH

Gagal memahami persoalan di atas atau menolak salah satunya akan membuat
seorang muslim bersikap ekstrim bahkan terjebak ke dalam dikotomi ilmu Islam
non-Islam, ilmu Allah dan ilmu manusia, dan seterusnya.
Adapun pendapat sebagian kelompok Islam yang mengatakan vaksinasi dilarang dalam Islam karena menggunakan
kuman yang di suntikan ke dalam tubuh sehingga berpotensi membahayakan tubuh, adalah pendapat yang tidak
berlandaskan ilmu.

Hanya berdasarkan zham atau prasangka belaka. Padahal Islam melarang umatnya untuk berprasangka, karena sebagian
prasangka adalah dosa

sebenarnya pembuatan vaksin di era modern ini sangat kompleks

Enzim trpisin babi  katalisator  peptide dan asam amino  bahan makanan kuman.
Kuman tersebut setelah dibiakkan  fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin.
dilakukan proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.
Hasil akhir  sama sekali tidak mengandung babi
Alasan – alasan yang digunakan untuk mengharamkan vaksin, diantara lain :

1. Menggunakan kandungan yang najis


2. Banyak efek samping
3. Lebih banyak madharatmya
4. Manusia memiliki kekebalan tubuh alami
5. Konspirasi yang terstruktur
6. Bisnis besar di baliknya
7. Menyingkirkan pengobatan Nabawi
8. Tidak adanya jaminan bagi yang sudah imunisasi
KEDARURATAN DALAM ISLAM

 Menurut ulama Syafi’iyah


darurat itu ialah rasa khawatir akan terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin

parahnya penyakit ataupun membuat semakin lamanya sakit, atau terpisahnya dengan rombongan
seperjalanan, atau khawatir melemahnya kemampuan berjalan atau mengendarai jika ia tidak makan.

 Menurut ulama Malikiyah


darurat adalah khawatir akan binasanya jiwa, baik pasti ataupun dalam perkiraan, atau khawatir akan
mengalami kematian. Tidak disyariatkan seseorang harus menunggu sampai datang kematian, tetapi
cukuplah dengan adanya kekhawatiran akan kebinasaan sekalipun dalam tingkat perkiraan.
Dasar hukum diperbolehkannya darurat ialah Al-Qur’an yang menjelaskan tentang darurat yaitu :

"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa
(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-Baqarah (2): 173)
"Katakanlah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang
ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor
atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak
melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-An'am (6): 145.)
Pembahasan darurat itu sangat terkait dengan pembahasan maslahat yang merupakan tujuan dalam menetapkan Syariah.

Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan, para Pakar Hukum Islam seperti Al- Syatibi membaginya ketiga macam,
yaitu: daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat

Jadi darurat adalah sesuatu yang tingkat keperluannya mencapai tingkat yang paling puncak dan keadaan yang paling sulit,
sehingga orang berada dalam bahaya yang mengancam jiwa, harta dan semisalnya. Dengan demikian kemaslahatan atau maslahat
lebih umum dari darurat karena maslahat mencakup tingkat daruriyah, hajiyah, dan tahsiniyah. Sedangkan darurat hanya terbatas
pada tingkat pertama yaitu daruriyah.

Harus ada penetapan mengenai batasan- batasan darurat ataupun syarat-syaratnya, sehingga hukum boleh dipegang dan boleh
melanggar kaidah-kaidah yang umum dalam menetapkan yang haram dan menetapkan yang wajib karena darurat tersebut
Batasan-batasan darurat
 Darurat yang dimaksud harus sudah ada bukan masih ditunggu, maksudnya kekhawatiran atau kebinasaan betul-betul dalam
kenyataan dan hal itu diketahui melalui dugaan kuat berdasarkan pengalaman- pengalaman yang ada. Adapun kaidah nya
“Apabila kita dihadapkan kedua mafsadat, maka peliharalah yang terbesar mudaratnya dengan jalan memilih mudaratnya yang
teringan.
 Orang yang terpaksa itu tidak mempunyai pilihan lain kecuali melanggar perintah-perintah atau larangan-larangan syara’, atau
tidak ada cara lain yang dibenarkan untuk menghindari kemudaratan selain melanggar hukum.
 Kemudaratan itu memang memaksa sehingga ia sangat khawatir akan kehilangan jiwa atau anggota tubuh.
 Orang yang terpaksa itu tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syara’ yang pokok seperti memelihara hak-hak orang lain,
menciptakan keadilan, menunaikan amanah, menghindari kemudaratan, serta memelihara prinsip keberagaman dan pokok-
pokok akidah Islam.
 Dalam keadaan darurat berobat, hendaknya yang haram itu dipakai berdasarkan resep dokter yang adil dan dipercaya, baik
dalam masalah agama maupun ilmunya.
 Harus berlalu satu hari atau satu malam bagi orang yang terpaksa dalam masalah makanan
 menggunakan bahan atau prosedurnya secara halal sesuai syariat agama Islam.
FATWA MUI TERKAIT VAKSIN
Fatwa

Definisi : sebuah keputusan, jawaban, ataupun pendapat seorang mufti dalam


menjawab sebuah permasalahan mengenai hukum Islam
Fungsi : sebagai pembimbing dalam menerangkan seputar ketentuan hukum Islam yang
berkenaan dengan kondisi hidup umat muslim

MUI

lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam
di Indonesia untuk memimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin diseluruh
Indonesia
Fatwa MUI N0.04 tahun 2016 tentang Imunisasi MUBAH

Imunisasi dengan vaksin haram dibolehkan jika :


 Digunakan pada kondisi al-darurat atau al-hajat
 Belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci
Pendapat Imam Al-‘Izz ‘Abd Al-Salam dalam Kitab “Qawa’id Al-Ahkam”

“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci yang dapat
menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan keselamatan lebih diutamakan daripada
mashlahat menjauhi bedna najis”.
Adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak
ada vaksin yang halal

“Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi’i) berpendapat : Sesungguhnya berobat dengan


menggunakan benda najis dibolehkan apabila belum menemukan benda suci yang dapat
menggantikannya, apabila telah didapatkan – obat dengan benda suci – maka haram hukumnya berobat
dengan benda-benda najis. Inilah maksud dari hadist : “ Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesehatan
kalian pada sesuatu yang diharamkan atas kalian”, maka berobat dengan benda najis menjadi haram
apabila ada obat alternatif yang tidak mengandung najis dan tidak haram apabila belum menemukan
selain benda najis tersebut. Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi’i) berpendapat : Dibolehkan
berobat dengan benda najis apabila para ahli kesehatan – farmakologi – menyatakan bahwa belum ada
obat kecuali dengan benda najis itu, atau obat – dengan benda najis itu – direkomendasikan oleh dokter
muslim”.
VAKSIN FATWA MUI
POLIO (OPV) Media jaringan ginjal kera mubah
POLIO (IPV) Enzim yang berasal dari porcine (babi) mubah
CAMPAK (MR) Kandungan babi haram
Saat ini : produksi dari Serum Institute mubah
of India

INFLUENZA - Dari Hualan Biological Bacterin Co. halal


LTD Xinxiang China
- tidak terpapar bahan dari babi

SINOVAC (COVID19) produksinya tidak memanfaatkan babi halal


atau bahan yang tercemar babi dan
turunannya, tidak memanfaatkan
anggota tubuh manusia

ASTRAZENECA memanfaatkan tripsin yang berasal dari haram, jika darurat menjadi mubah
babi

PFIZER, MODERNA sedang dikaji MUI dan dalam waktu


dekat segera akan difatwakan
Kesimpulan :

 Atas dasar pertimbangan umum di atas dinyatakan bahwa vaksinasi-


imunisasi yang bertujuan untuk mengusahakan kesehatan manusia itu boleh
atau halal selagi belum ada bahan vaksinasi-imunisasi yang halaalan
thayyiban.

 Semoga kegaulan masyarakat karena isu tidak bertanggungjawab dari para


pegiat antivaksinasi terlokalisir bila para dokter juga mampu berdiskusi
dengan lebih baik
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai