Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

PANDANGAN ISLAM DALAM PENERAPAN PROGRAM KESEHATAN

Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Islam dan
Ilmu Pengetahuan Semester IV

Dosen Pengampu : Agus Kh,SKM.,MKM.

Disusun oleh Tingkat 2C Kelompok 4 :

1. Intan Puspitasari
2. Kiki Rijani
3. Mutiara Khairunnisa
4. Nindi Dwi Yuliana
5. Nony Nabila Purnama
6. Muhammad Hisyam Hanan

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON


Jl.Walet No.21 Kertawangun, Kedawung, Cirebon, Jawa Barat 45153

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjakan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pandangan Islam dalam Penerapan Program Kesehatan’’.
Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Islam dan
Ilmu Pengetahuan yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk
menambah wawasan dan pengetahuannya.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini


masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunanya.
Namun demikian, penyusun telah berupaya dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang sifatya untuk perbaikan
dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Cirebon, 20 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ... ....................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan . ....................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................... 3

2.1 Pandangan Islam dalam Program Pencegahan Penyakit ............. 3


2.2 Pandangan Islam dalam pengobatan Penyakit ............................ 9
2.3 Prinsip Pengobatan Penyakit ....................................................... 10
2.4 Sumber – sumber Pengobatan ..................................................... 12

BAB 3 PENUTUP .................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Indonesia sehat adalah masyarakat, bangsa dan negara yang
ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan prilaku sehat . Prilaku
masyarakat sehat Indonesia adalah prilaku proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri
dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat. Upaya kesehatan masih kurang mengutamakan pendekatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit, dan
kurang didukung oleh sumber dana yang memadai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan
“pengebalan” (terhadap penyakit). Kalau dalam istilah kesehatan, imunisasi
diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Imunisasi: pemindahan atau transfer antibodi [bahasa awam: daya tahan tubuh]
secara pasif. Antibodi diperoleh dari komponen plasma donor yang sudah
sembuh dari penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara
disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun).
Vaksin adalah bibit penyakit (misal cacar) yang sudah dilemahkan, digunakan
untuk vaksinasi. -Vaksinasi: pemberian vaksin [antigen dari virus/bakteri] yang
dapat merangsang imunitas [antibodi] dari sistem imun di dalam tubuh,
semacam memberi “infeksi ringan”.
Indonesia adalah penganut Islam terbesar di Indonesia. Ada sekitar 85,2
% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Sehingga
memang walau bukan Negara yang berasaskan Islam, namun nilai-nilai Islam
tidak bisa dilepaskan begitu saja dari Indonesia. Seorang Muslim meyakini
bahwa Islam adalah suatu agama yang membawa petunjuk demi kebahagiaan
pribadi dan masyarakat. Petunjuk kesehatan adalah sangat penting bagi seorang
muslim, karena kesehatan itu sendiri adalah seperti sebuah kendaraan ketika
menjalani kehidupan. Tapi kenyataannya, anjuran-anjuran yang diberikan

1
Islam hanyalah sebatas pengakuan atau keyakinan, tidak sampai kepada
pengamalan dan perbuatan. Masalah kesehatan sendiri, Al-quran dan juga hadis
bahkan kehidupan Rasulullah SAW telah mengajarkan banyak umat muslim
untuk memelihara kesehatannya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pandangan islam dalam program pencegahan penyakit dan
imunisasi?
b. Bagaimana pengobatan islam dalam pengobatan penyakit?

1.3 Tujuan
a. Untuk pandangan islam dalam program pencegahan penyakit dan imunisasi
b. Untuk pandangan islam dalam pengobatan penyakit

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Islam dalam Program Pencegahan Penyakit dan Imunisasi


Secara literal, imunisasi berasal dari kata ‘imun’ yang berarti kebal
terhadap suatu penyakit. Dengan demikian ‘imunisasi’ berarti pengebalan
terhadap suatu penyakit. Prosedur pengebalan tubuh terhadap penyakit
melalui teknik vaksinasi. Kata ‘vaksin’ itu sendiri berarti senyawa antigen yang
berfungsi untuk meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan tubuh terhadap
virus. Itulah sebabnya imunisasi identik dengan vaksinasi. Vaksin terbuat dari
virus yang telah dilemahkan dengan menggunakan bahan tambahan seperti
formaldehid dan thyrmorosal.
2.1.1 Pandangan Islam Tentang Vaksinasi-Imunisasi
1. Wasiat Rasulullah

Sebelum Rasulullah wafat, tepatnya ketika beliau khutbah pada


haji wada’, haji terakhir beliau atau dikenal sebagai haji perpisahan beliau
dengan umat Islam, sempat berwasiat: “Taraktu fiikum amraini. Lan
tad}illu> abada> ma> intamassaktum bihima> kitaba-lla>hi wa sunnata
Rasu>lihi

‫تركت فيكم امرين لن تضلوا ابدا ما ان تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة رسوله‬.

Artinya:

“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Kamu tidak akan tersesat


selamanya selagi berpegang teguh keduanya, yaitu kitabullah (Alquran) dan
Sunnah Rasulnya – al-Hadis; Iwan Gayo, 2008: 36).

Oleh karena masalah vaksinasi-imunisasi belum terjadi pada masa


Rasulullah, maka belum ada petunjuk sedikitpun tentang imunisasi.
Terhadap masalah yang bersifat kontemporer menjadi lapangan dan lahan

3
bagi para ulama untuk melakukan ijtihad menemukan solusi hukum perkara
tersebut haram atau halal, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya bagi
kesehatan.

Para ulama dalam berijtihad untuk menetapkan hukum terhadap


masalah-masalah kontemporer pasti tidak pernah menghasilkan keputusan
ijma’yyah ‘amiyyah (kesepakatan umum), melainkan khlafiyyah (perbedaan
pendapat diantara mereka). Bentuk khilafiyyah yang paling ekstrim adalah
halal atau haram. Tidak terkecuali mengenai vaksinasi-imunisasi. Dalam
Ilmu Fikih memang terdapat adagium “Man laa ya’lamu khilaafiyyatan laa
ya’lamu raaihatal fiqhi” (Barang siapa tidak mengenal perbedaan pendapat,
sesungguhnya ia tidak mengenal baunya Fikih”). Baunya saja tidak
mengetahui, apalagi ilmu fikihnya itu sendiri.

2. Pro Versus Kontra: Haram versus Halal Tentang Vaksinasi-Imunisasi


a. Haram

Para ulama, pemikir, mujtahid ada yang menghukumi haram


terhadap tindakan vaksinasi-imunisasi. Argumen yang diajukan antara
lain memasukkan barang najis dan racun ke dalam tubuh manusia.
Manusia iu merupakan khaifatullah fi al-ard} dan asyraf al-
makhlu>qa>t (maskhluk yang paling mulia) dan memiliki kemampuan
alami melawan semua mikroba, virus, serta bakteri asing dan
berbahaya.Berbeda dengan orang kafir yang berpendirian manusia
sebagai makluk lemah sehingga perlu vaksinasi untuk
meningkatkatkan imunitas pada manusia.

Para filosof Barat dari aliran Eksistensialisme kiri, seperti Jean


Paul Sartre menyatakan bahwa manusia hanyalah sampah yang
terbuang dan tak berarti. Ia berkata: My original fall is the existence of
the Other. I grasp the Other’s look ad the very center of my act as the
solidificatiom and alineatiom of my own possibilities (Asal mula
kejatuhanku karena keberadaan orang lain. Aku mengerti tatapan orang
lain tertuju benar-benar kepada setiap tindakanku sebagai sesuatu yang

4
padat dan mengasingkan kemungkinan-kemungkinanku yang aku
punyai; Jen Paul Sartre: 1948: 263).

Yang ia maksud dengan istilah ‘kejatuhan’ adalah


ketidakmaknaan keberadaannya. Jadi manusia tak ubahnya bagaikan
sampah. Ia menambahkan bahwa kejatuhannya itu adalah permanen “is
the permanent structure of my being for the Other” (ibid). Hanya
karena manusia diperhatikan orang lain dimaknai dimakan orang lain
hingga kepribadiannya hancur tak bermakna. Dari sinilah ia juga
mengatakan manusia sebagai homo homini lopus (manusia adalah
binatang yang saling memangsa). Paham ini kemudian masuk ke
Indonesia antara lain melalui sajak Chairil Anwar tentang ‘Aku’.
Dalam sajak ini disebutkan bahwa manusia hanyalah binatang jalang
dari kumpulan yang terbuang. Lebih dari itu, pendapat manusia
sebagai binatang telah berakar sejak zaman filsafat Yunani purba.
Aristoteles menyatakan bahwa manusia hanyalah binatang yang
berpikir. Esensi pendapat ini adalah menyatakan bahwa manusia
hanyalah binatang. Jadi tidak bermasalah sama sekali jika di dalam
tubuhnya dimasukkan sesuatu yang menurut syariat adalah benda-
benda najis karena ‘manusia’-nya sendiri adalah sesuatu yang identik
dengan ‘najis’.

Solusi yang diajukan untuk meningkatkan kekebalan balita


adalah menghindari tindakan vaksinasi-imunisasi pada balita maupun
manusia pada umumnya, selanjutnya menerapkan syariat tahnik
kepada balita, yaitu memasukkan kurma yang telah dikunyah lembut
atau madu ke dalam rongga mulut si bayi ketika melaksanakan uapaca
‘aqiqah pada hari ke tujuh dari kelahiran anak. Tahnik dipandang
sebagai vaksinasi-imunisasi. Perlu ditambahkan bahwa pada zaman
Nabi tidak ada anak yang divaksinasi dan kenyataannya juga sehat-
sehat dan banyak yang berumur panjang. Artinya umur harapan hidup
rata-rata sejak zaman Rasulullah dan zaman sekarang kurang lebih
sama.

5
Segera diingatkan di sini bahwa, jika seseorang melakukan
tahniq terhadap balita, terutama ayahnya, jangan mengikuti praktik
Nabi, yaitu mengunyah kurma, setelah lembut kemudian dimasukkan
ke mulut anak. Praktik Nabi ini harus dipandang kasus ekstrim atau
istimewa. Ada sesuatu yang berada di luar nalar. Sebut saja karamah
beliau. Abu Hurairah diludahi mulutnya oleh Rasulullah, bukan ludah
kebencian, menyebabkan Abu Hurairah sangat fasih dan merupakan
sahabat yang paling banyak menghafal hadis (al-muktsiru>na fil
h}adis; Abd al-Baqi, 2007:902), padahal sahabat ini hanya bersama
dengan belaiau kurang lebih dua tahun setengah masa akhir-akhir hidup
Rasul. Sahabat ini memang masuk Islam belakangan, setelah Futuh}
Makah, pelaklukan kota Makah oleh Rasulullah beserta pasukannya
dari Madinah. (Iwan Gayo,2008: 61). Jika seseorang melakukan tahnik
persis seperti praktik Rasulullah, dikhawatirkan sekali banyak
mengandung virus pada air liur pengunyah kurma. Sementara itu, si
bayi yang baru berumur tujuh hari belum memiliki sistem kekebalan
yang sempurna. Untuk itu, dalam melakukan tahniq hendaklah
menggunakan madu berkualitas bagus atau sari kurma. Sekarang telah
banyak tersedia di toko-toko obat, apotik, bahkan took-toko swalayan
seperti mall yang menyediakan sari kurma berbentuk cairan. Kedua
bahan ini lebih hygine dan insya Allah steril dari kuman, bakteri, jamur,
maupun virus yang membahayakan bagi kesehatan bayi karena
diproses menurut teknologi modern dan sehat.

MUI [Mejlis Ulama Indonesia] menghukumi haram


menggunakan obat, termasuk vaksinasi-imuniasi, yang najis.
Pemberian vaksinasi IPV [Infection of Pneumococus vaction,
selanjutnya cukup disebut IPV] terhadap anak yang menderita
imunocompromisme saat ini boleh sepanjang belum ada jenis IPV lain
yang halal. Manfaat yang diharapkan dari vaksin ini antara lain juga
untuk mengusahakan kekebalan paru-paru dari serangan penyakit.

b. Halal

6
Kelompok kedua mengatakan bahwa vaksinasi-imunisasi
adalah halal. Pada prinsipnya vaksinasi-imunisasi adalah boleh alias
halal karena; (1) vaksinasi-imunisasi sangat dibutuhkan sebagaimana
penelitian-penelitian di bidang ilmu kedokteran, (2) belum ditemukan
bahan lainnya yang mubah, (3) termasuk dalam keadaan darurat,(4)
sesuai dengan prinsip kemudahan syariat di saat ada kesempitan atau
kesulitan. Ayat tersebut menjelaskan prinsip kemudahan dalam
pelaksanaan syariat Islam:

Artinya:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS al-Baqarah/2 : 172)

Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa memakan yang


mestinya haram seperti memakan daging babi yang telah dimasak
menjadi halal ketika memang tidak ada makanan selain itu, selagi ia
memakannya secukupnya, yaitu untuk menyambung hidup, bukan
dalam arti memakan daging babi dalam berbagai olahan kuliner
sehingga mendatangkan aneka macam aroma, rasa, dan citarasa untuk
berpestaria dalam hal makan-memakan. Harap diingat bahwa ada saja
seorang muslim yang tampaknya hidup di perkotaan, tinggal di asrama
mewah tetapi ia dalam keadaan darurat terus menerus, yaitu makanan
harian selalu mengandung unsur babi dan alkohol sarana mabuk. Dia
itu seperti seorang muslim studi di luar negeri di negara sekuler yang
jauh dari suasana Islam. Dalam keadaan demikian, ia boleh saja makan
harian sebagaimana mereka dari penduduk asli non muslim makan.
Setelah ia selesai studi dan pulang ke kampung halaman, keadaan
menjadi normal, ia harus kembali hanya makan yang halal. Dengan

7
demikian, secara analogis vaksinasi-imunisasi yang bahan-bahan
alaminya najis boleh dilakukan terhadap keluarga muslim lantaran
belum ada faksin yang sepenuhnya dari benda-benda halal dan suci,
dari najis.

Berkenaan dengan benda najis ini, perlu disampaikan pula di


sini tentang vaksinasi-imunisasi meningitis bagi para calon jamaah
haji. Pemerintah Arab Saudi hanya memperbolehkan jamaah haji asal
non Arabia jika telah memiliki sertifikasi vaksinasi-imunisasi
meningitis. Sementara itu, vaksin ini mengandung unsur babi. Untuk
jamaah dari Indonesia, vaksin yang harus disuntikkan ke dalam tubuh
calon jamaah haji adalah jenis meningitis tetravalent atau quadrivalernt
karena berasal dari bakteri N yang lazim disebut ACWY dan diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline, Belgia. Sebenarnya, dalam formula akhir,
barang jadi siap pakai, vaksin meningitis ini telah steril dari enzim
babi. Enzim babi ini hanya digunakan dalam proses pembuatan formula
vaksin (Majlis Tarjih Jateng, 2010 : 6). Namun demikian tetap ada yang
keberatan menggunakannya, lebih baik tidak ibadah haji dari pada
memasukkan benda najis mughalad}ah ke dalam tubuh yang tidak bisa
disucikan secara syariat. Jika pendirian ini menjadi kebijakan resmi
kaum muslimin tentu tida ada orang Islam melakukan ibadah haji yang
berasal dari non Arab. Oleh karena itu, agar setiap orang Islam dapat
melakukan ibadah haji, asal mampu, maka keharusan menggunakan
vaksin meningitis sebagaimana disyaratkan oleh pemerintah Saudi
Arabia harus kita terima sebagai seseuatu yang darurat. Selanjutnya
prinsip keadaan darurat diberlakukan, bahwa setiap keadaan darurat
diperbolehkan yang semula dilarang.

Vaksin meningitis ini memang amat membahayakan bagi


keselamatan jiwa manusia. Pada tahun 2001 WHO [World Health
Organization] mencatat terdapat 1,2 juta kasus terinveksi virus N
ACWY, 135.000 diantaranya meninggal dunia. Di Nigeria, dari 4164
kasus dalam satu minggu meninggal 171 jiwa (Majlis Tarjih

8
Muhammadiyah Jateng, 2010 : 3). Virus ini bisa menjadi epidemi. Jadi
amat membahayakan bagi keselamatan jiwa, khususnya kurang lebih 5
juta, jamaah haji dari berbagai penjuru di dunia. Jika dalam waktu
singkat terjadi wabah di Arab Saudi pada pelaksanaan haji, kemudian
mereka terjangkit virus ini, selanjutnya mereka pulang ke negara
masing-masing sambil membawa virus maut ini, tentu dalam waktu
singkat dunia akan terjangkit epidemi. Orang akan begitu mudah
mengutuk Islam dan orang Islam, bahwa ibadah haji dan umat Islam
adalah pembabawa petaka dunia. Maka kemungkinan ini harus dicegah
dengan cara kita tetap menggunakan vaksin meningitis ini selama
belum ada produk alternatif yang halal.

2.2 Pandangan Islam dalam Pengobatan Penyakit Petunjuk Al-Qur’an Tentang


Pengobatan
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang pengobatan
karena Al-Qur’an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi
orang-orang mukmin. “Dan kami menurunkan Al-Qur’an sebagai penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang mukmin”.(QS Al-Isra’: 82).
Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al-Qur’an yaitu
“Asysyifa” yang artinya secara terminologi adalah obat penyembuh. “Hai
manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu
dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman”.(QS Yunus:57)
Disamping Al-Qur’an mengisyaratkan tentang pengobatan juga
menceritakan tentang keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sumber
dari pembuat obat-obatan. “Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan
tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, kurma, anggur dan segala macam
buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah)bagi orang-orang yang berfikir.(QS An-Nahl:11).
“Kemudian makanlah dari segala(macam)buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhan-muyang telah (dimudahkan bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat

9
yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir”.(QS An-
Nahl:69)

2.3 Prinsip-prinsip Pengobatan

Di dalam penyembuhan penyakit ala Rasulullah SAW., diterapkan tertentu


sebagai pedoman yang perlu diketahui dan dilaksanakan.

1. Meyakini bahwa Allah SWT. yang Maha Menyembuhkan segala penyakit

Rasulullah SAW. menyajarkan bahwa Allah SWT. adalah dzat yang


Maha Penyembuh. Allah SWT. berfirman “Dan apabila aku sakit, maka
Dia-lah yang menyembuhkan aku.” (QS. asy-Syu’ara (26): 80).

Jika memerhatikan pengobatan masa sekarang yang serba modern


ternyata kebalikan dengan pengobatan jaman Rasulullah. Banyak orang
yang menggantungkan penyembuhan dengan obat. Padahal, keyakinan
semacam itu mendekati perbuatan syirik. Yang memberikan kesembuhan
bukanlah obat itu, tapi Allah SWT.

Jika kita merasa yakin, insya Allah akan diberi kesembuhan dengan
cepat. Rasulullah SAW. mengajarkan agar orang yang sakit senantiasa
berdoa kepada Allah SWT. Salah satunya doa nabi Yunus: “Laa illaha illa
anta subhanaka inni kuntu minal dhalimiin.”

2. Menggunakan obat yang halal dan baik

Rasulullah mangajarkan supaya obat yang dikonsumsi penderita


harus halal dan baik. Allah SWT. yang menurunkan penyakit kepada
seseorang, maka Dia-lah yang menyembuhkannya. Jika kita menginginkan
kesembuhan dari Allah, maka obat yang digunakan juga harus baik dan
diridhai Allah SWT. karena Allah melarang memasukan barang yang haram
dan merusak ke dalam tubuh kita.Allah berfirman:

10
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
direzekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.” (QS. al-Maidah (5): 88)

Rasulullah SAW. bersabda, “Setiap daging (jaringan tubuh) yang


tumbuh dari makanan haram, maka api nerakalah baginya.” (HR. at-
Tirmidzi)

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan


setiap penyakit pasti ada obatnya. Maka berobatlah kalian, tapi jangan
dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud) Menggunakan obat yang halal,
selain mendatangkan ridha Allah juga akan menjaga supaya badan tetap
sehat.

3. Tidak menimbulkan madharat

Dalam menyembuhkan penyakit, harus diperhatikan mengenai dengan


kemudharatan obat. Seorang dokter muslim akan selalu mempertimbangkan
penggunaan obat sesuai dengan penyakitnya.

4. Pengobatan tidak bersifat TBC (tahayul, bid’ah, churafat)

Pengobatan yang disyariatkan dalam Islam adalah pengobatan yang bisa


diteliti secara ilmiah. Pengobatan dalam Islam tidak boleh berbau syirik
(pergi ke dukun, kuburan, dsb.).

5. Selalu ikhtiar dan tawakal

Islam mengajarkan bahwa dalam berobat hendaklan mencari obat


atau dokter yang lebih baik. Dalam kedokteran Islam diajarkan bila ada dua
obat yang kualitasnya sama maka pertimbangan kedua yang harus diambil
adalah yang lebih efektif dan tidak memiliki efek rusak bagi pasien. Itulah
sebabnya Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat pada ahlinya. Sabda
beliau,

11
Abu Dawud, An Nasai, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis
‘Amr Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya; katanya, “Telah berkata
Rasulullah SAW., ‘Barangsiapa yang melakukan pengobatan, sedang
pengobatannya tidak diikenal sebelum itu, maka dia bertanggung jawab
(atas perbuatannya).”

2.4 Sumber-sumber Pengobatan

Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Syahid bin Jubair, dari Ibnu
Abbas, dari Nabi SAW., “Ksembuhan itu ada 3, dengan meminumkan madu
(bisyurbata ‘asala), sayatan pisau bekam (syurthota mihjam), dan dengan besi
panas (kayta naar) dan aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan
besi panas.”

“Gunakan dua penyembuhan; al-Qur’an dan madu.” (HR ath-Thabrani dari


Abu Hurairah)

Berdasarkan hadist di atas dapat kita ketahui bahwa sumber pengobatan


Rasulullah SAW. adalah;

a. al-Qur’an,
b. madu (obat alamiah), dan
c. gabungan al-Qur’an dan obat alamiah.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

12
Setelah keterangan singkat di atas, kami menyimpulan tentang hukum
imunisasi dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Imunisasi untuk kepentingan kesehatan sangat dianjurkan, bahkan dapat
dikatakan wajib jika berpegang kepada sadudzdzari’ah
2. Imunisasi dengan dugaan adanya campuran bahan haram, dan vaksin
tersebut sudah dicuci dengan bahan kimiawi, maka hukumnya menjadi
halal (suci)., hal ini dengan dasar istihlak
3. Jika ada indikasi keharaman, maka hukumnya tetap boleh dengan alasan
a. Darurat
b. Mengambil madharat yang lebih ringan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

13
Abdul Baqi’, Ahmad Fuad, 2007, al-Lu’lu> u wa al-Marja>n, (terj.) Salim
Bahreisy, Surabaya: Bina Ilmu.

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, al-Furqa>n, Edisi 05,Th.ke –


8,1429H/2008M.

Asy-syathibi, [t.th.], al-Muwa>faqa>t li Ahka>m asy-Syari>’ah, Beirut: Dar al-


Fikr.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 2000, Bulu>gh al-Mara>m (terj.) Achmad Sunarto,


Jakarta: Pustaka Amani.

Gayo, M.Iwan, 2008, Buku Pintar Haji dan Umrah, Jakarta: Grasindo.

Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia

Ibnu Baz, Majmu>’ Fata>wa wa al-maqa>la>t, 6 ; 25

Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, 2006, Prophetic Medicine, (terj.) Ahmad Asnawi.


Jakarta: Diglosia Media.

Ibnu Taimiyyah, al-Fata>wa al-Kubra, I : 43

“Majlis Tarjih dan Tajdid (MT-T), 2010, Musyawarah Wilayah Tarjih ke 8,


Kendal: Pondok Modern Darul Arqam.

Sartre, Jean Paul, 1948, Existensialism and Humanism (trans.) Mairet, PH,
London: Methuin Co &LTD.

Qadawi ‘Azzat al-Ghananim, [t.th.], al-Istihaalah wa Ahkamuha fi al-Fiqh al-


Islami.

Website Majlis Eropa Lil Ifta’ wal Buhuts/www/.e-cfr

http://permataonline.wordpress.com/2009/03/27/kurma dalam Al-Qur’an dan As-


sunah

14
http://resepherbal.e-salim.com/2008/05/kurma-dalam-al-Qur’an-Al karim.

Buku “Kupas Tuntas Khasiat Kurma” oleh Zaki Rakhmawan

http://izzati-store.com/makanan penuh hikmah-banyak disebut dalam Al-Qur’an


dan hadist

http://www.harunyahya.com/indo/buku/keindahan5.htm

alami-herbal.blogspot.com/2009/01/kurma-dalam-al-quran.html

http://yenceu.multiply.com/photos/album/802/Ada_Macam-Macam_Kurma

http://abusyafwan.blogspot.com/2007/11/oleh-oleh-khas-tanah-suci-1.html

http://cahayasunnah.wordpress.com/2007/09/16/manfaat-buah-kurma-menurut-
sudut-pandang-medis-modern/

http://alisyar.multiply.com/journal/item/28

http://www.dtjakarta.or.id/content/view/52/33/

http://mediaislam.oaseadwan.info/

15

Anda mungkin juga menyukai