1. Dodi Yudistira
2. Dea Wulandari
3. Nindi Dwi Yuliana
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjakan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Difteri Pada Anak’’. Penyusunan makalah
ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Keperawatan Anak yang
nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah wawasan dan
pengetahuannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ penyakit difteri pada anak”.
2. Tujuan Khusus
Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :
a. Definisi difteri
b. Etiologi
c. Tanda dan Gejala
d. Patofisiologi
e. Penatalaksanaan Medis
f. Komplikasi
g. Pencegahan
h. Asuhan Keperawatan
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda
maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri
berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini
3
menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada jantung dan otak.
4
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
2.4 Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan
menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau
mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage
menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian
penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel
kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine
Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang
rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis
jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi
toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat
fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu
sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan
membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya
menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara
lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan
EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan
minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan
pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut
dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
5
Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari
bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari
selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat
dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri
terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita
difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan
setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus
menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia
adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin (DAT)
tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program
imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam
kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST; Senin – Jum’at dengan
menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan pada
waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-
2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara
bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin
test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 –
100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus
berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika
tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM)
diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2
juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis.
Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari
maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan
dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4
dosis per hari atau penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali
6
sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan adanya strain yang resisten
terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide
generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk
strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal
penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2
juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin
oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak
dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.
7
2.6 Komplikasi Difteri
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya:
1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus.
Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi
tumpangan dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan
atelektasis.
3. Sistemik
a. Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi
pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis
adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi komplikasi jantung.
Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada
minggu keenam.
b. Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan
komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
Timbul setelah masa laten
Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari
pada sensorik
Biasanya sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai
sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:
Paralysis palatum molle
Manifestasi saraf yang paling sering
8
Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan
regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada
minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralysis
dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Otot yang kena ialah m. rectus externus.
Paralysis diafragma
Dapat terjadi pada minus 5-7
Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi
penderita akan meninggal.
Paralysis anggota gerak
Dapat terjadi pada minggu 6-10
Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang,
cairan cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip
dengan sindrom guillian barre.
2.7 Pencegahan
a. Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak.
Pada umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita
terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
b. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
9
Kaji gejala akibat eksotoksin misalnya mengenai otot jantung terjadi
miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.
Kaji bila terdapat komplikasi.
Pemeriksaan diagnostik: pada pemeriksaan darah terdapat penurunan
kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah
eritrosit, dan kadar albumin, pada urin terdapat albuminuria ringan.
2.8.3 Intervensi
Pantau dan cegah adanya komplikasi.
Dorong dan dukung asupan dan status nutrisi yang sesuai.
Pantau adanya nyeri
Berikan dorongan emosional pada anak dan keluarga
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Difteri sangat rentan pada usia bayi dan anak. Seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya bahayanya baik anak dan desa, proses penularannya oleh
infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, Penularan difteri dapat melalui kontak
hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita
yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan
saya berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk
menyempurnakan makalah ini.terima kasih
11
DAFTAR PUSTAKA
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005
http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/
download/ fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id .
Diakses tanggal 07Juni 2009.
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/05/13/116
4/2/Bahaya-Tetanus-dan-Cara-Pencegahannya Diakses tanggal 09 Juni 2009
http://medicastore.com/penyakit/91/Difteri.html Diakses tanggal 11 Juni 2009
Brook, I., 2002. Pediatric Anaerobic Infections : Diagnosis and Management
3th edition, Marcell-Dekker, Inc. : New York, p. 531-544
12