Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI PADA ANAK

Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Keperawatan Anak Semester IV

Dosen Pengampu : Sofiyati,M.Kep

Disusun oleh Tingkat 2C Kelompok 12 :

1. Dodi Yudistira
2. Dea Wulandari
3. Nindi Dwi Yuliana

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjakan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Difteri Pada Anak’’. Penyusunan makalah
ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Keperawatan Anak yang
nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah wawasan dan
pengetahuannya.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses prnyusunan makalah ini


masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunanya.
Namun demikian, penyusun telah berupaya dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang sifatya untuk perbaikan
dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Cirebon, 26 Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ... ....................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Tujuan . ...................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI .................................................................... 3

2.1 Definisi Difteri ............................................................................ 3


2.2 Etiologi ....................................................................................... 3
2.3 Tanda dan Gejala......................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ................................................................................ 5
2.5 Penatalaksanaan .......................................................................... 5
2.6 Komplikasi Difteri ...................................................................... 8
2.7 Pencegahan .................................................................................. 9
2.8 Asuhan Keperawatan .................................................................. 9

BAB 3 PENUTUP .................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 11


3.2 Saran .... ....................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious


disease).Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian
tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring.
Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang
tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan
kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan
penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga
dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh
karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam
menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan
penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus),
penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada
anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang
penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih
rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ penyakit difteri pada anak”.
2. Tujuan Khusus
Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :
a. Definisi difteri
b. Etiologi
c. Tanda dan Gejala
d. Patofisiologi
e. Penatalaksanaan Medis
f. Komplikasi
g. Pencegahan
h. Asuhan Keperawatan

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ilmiah tentang materi penyakit difteri pada
anak ini terdiri dari 3 BAB, masing-masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan
yaitu :
1. BAB I Pendahuan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode, dan sistematika
penulisan.
2. BAB II Tinjauan Teori
Terdiri dari definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
penatalaksanaan medis, komplikasi, pencegahan dan asuhan keperawatan.
3. BAB III Penutup
Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Difteri


Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular,
disebabkan oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan
paling sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan
adanya imunisasi aktif pada masa anak-anak dini. (Merensien kapian
Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering
diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”. (Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)
Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari
corynebacterium diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian
atas murosasaluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat
dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya
membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian saluran pernafasan.
(www.podnova.com)
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tansil,
faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta
kadang-kadang konjungtiva atau vagina.(www.padnova.com)

2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda
maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri
berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini

3
menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada jantung dan otak.

2.3 Tanda dan Gejala


Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi
dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal.
Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria,
virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin)
Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-
faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-
penyakit pada daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-
6 hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari
menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta
gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
a. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai
gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous
dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas.
Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari
timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup
tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal
ke laring dan trachea.
c. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
gejala obstruksi saluran nafas atas.
d. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi
pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva

4
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.

2.4 Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan
menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau
mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage
menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian
penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel
kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine
Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang
rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis
jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi
toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat
fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu
sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan
membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya
menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara
lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan
EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan
minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan
pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
 ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut
dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.

5
 Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari
bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
 Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari
selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat
dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri
terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita
difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan
setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus
menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia
adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin (DAT)
tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program
imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam
kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST; Senin – Jum’at dengan
menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan pada
waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-
2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara
bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin
test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 –
100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus
berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika
tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM)
diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2
juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis.
Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari
maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan
dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4
dosis per hari atau penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali

6
sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan adanya strain yang resisten
terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide
generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk
strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal
penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2
juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin
oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak
dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

2.5.2 Penatalaksanaan keperawatan


Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas
harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap
pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai
malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek
tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam
alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia. Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di
rumah sakit karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan
jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang
dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
Sumbatan jalan napas, kelainan ini terjadi karena adanya edema
pada laring dan trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan
adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak
napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang)

7
2.6 Komplikasi Difteri
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya:
1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus.
Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi
tumpangan dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan
atelektasis.
3. Sistemik
a. Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi
pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis
adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi komplikasi jantung.
Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada
minggu keenam.
b. Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan
komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
 Timbul setelah masa laten
 Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari
pada sensorik
 Biasanya sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai
sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:
 Paralysis palatum molle
 Manifestasi saraf yang paling sering

8
 Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan
regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada
minggu 1-2
 Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
 Ocular palsy
 Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralysis
dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Otot yang kena ialah m. rectus externus.
 Paralysis diafragma
 Dapat terjadi pada minus 5-7
 Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi
penderita akan meninggal.
 Paralysis anggota gerak
 Dapat terjadi pada minggu 6-10
 Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang,
cairan cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip
dengan sindrom guillian barre.

2.7 Pencegahan
a. Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak.
Pada umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita
terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
b. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.

2.8 Asuhan Keperawatan


2.8.1 Pengkajian
 Kaji tanda dan gejala umum: apabila terdapat demam tidak terlalu tinggi,
lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak sangat
lemah.
 Kaji tanda dan gejala lokal: nyeri menelan, bengkak pada leher.

9
 Kaji gejala akibat eksotoksin misalnya mengenai otot jantung terjadi
miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.
 Kaji bila terdapat komplikasi.
 Pemeriksaan diagnostik: pada pemeriksaan darah terdapat penurunan
kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah
eritrosit, dan kadar albumin, pada urin terdapat albuminuria ringan.

2.8.2 Diagnosa keperawatan


 Resiko terjadinya komplikasi obstruksi jalan nafas, miokarditis.
 Gangguan masukan nutrisi.
 Gangguan rasa aman dan nyaman
 Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit difteri.
 Gangguan hiperterm

2.8.3 Intervensi
 Pantau dan cegah adanya komplikasi.
 Dorong dan dukung asupan dan status nutrisi yang sesuai.
 Pantau adanya nyeri
 Berikan dorongan emosional pada anak dan keluarga

2.8.4 Implementasi Keperawatan


Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang
telah anda lakukan tidakan pada pasien.

2.8.5 Evaluasi Keperawatan


 Anak tidak menunjukan tanda dan gejala adanya komplikasi / infeksi
 Fungsi pernafasan anak membaik
 Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Difteri sangat rentan pada usia bayi dan anak. Seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya bahayanya baik anak dan desa, proses penularannya oleh
infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, Penularan difteri dapat melalui kontak
hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita
yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan
saya berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk
menyempurnakan makalah ini.terima kasih

11
DAFTAR PUSTAKA

Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005
http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/
download/ fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id .
Diakses tanggal 07Juni 2009.
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/05/13/116
4/2/Bahaya-Tetanus-dan-Cara-Pencegahannya Diakses tanggal 09 Juni 2009
http://medicastore.com/penyakit/91/Difteri.html Diakses tanggal 11 Juni 2009
Brook, I., 2002. Pediatric Anaerobic Infections : Diagnosis and Management
3th edition, Marcell-Dekker, Inc. : New York, p. 531-544

12

Anda mungkin juga menyukai