Anda di halaman 1dari 23

PANDANGAN ISLAM

TENTANG IMUNISASI
KELOMPOK II
RIZKA PUSPA AMELIA
RENALDI PAIRI
AISYAH SAIFUL BAHRI
DEFENISI IMUNISASI
Secara literal, imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal terhadap suatu penyakit. Dengan demikian
imunisasi berarti pengebalan terhadap suatu penyakit.
Prosedur pengebalan tubuh terhadap penyakit
melalui teknik vaksinasi. Kata vaksin itu sendiri berarti
senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan
imunitas atau sistem kekebalan tubuh terhadap virus. Itulah
sebabnya imunisasi identik dengan vaksinasi. Vaksin terbuat
dari virus yang telah dilemahkan dengan menggunakan
bahan tambahan seperti formaldehid dan thyrmorosal.
JENIS JENIS VAKSIN
Di antara jenis vaksin adalah: hepatitis (untuk mengusahakan
kekebalan hati terhindar dari penyakit), polio (untuk
mengusahakan atropi otot sehingga kebal dari penyakit dan jika
kebal manfaatnya antara lain bentuk kaki lurus atau normal
tidak seperti huruf O atau huruf X, dan kelumpuhan), rubella
(supaya kebal dari serangan campak), BCG [Bacillus Calmitte
Guerine] untuk mencegah serangan TBC [Tuber Culocis], DPT
[Dipteri Portucis Tetanus] mencegah timbulnya penyakit gomen
atau sariawan dan batuk rejan serta tetanus, MMR [Measless
Mumps Rubella]. Di Indonesia, praktik vaksinasi-imunisasi
terhadap balita [bayi di bawah umur lima tahun] antara lain:
hepatitis B, BCG, polio, MMR, IPV, dan DPT. Vaksinasi-imunisasi
bahkan telah deprogramkan secara internasional oleh WHO
[World Health Organization].
BAHAN BAHAN VAKSIN
BAHAN ALAM
Enzim yang berasal dari babi
seline janin bayi
organ bagian tubuh seperti: paru-paru, kulit, otot,
ginjal, hati, thyroid, thymus, dan hati yang diperoleh
dari aborsi janin.

Vaksin polio terbuat dari babi; atau campuran dari


ginjal kera, sel kanker manusia, dan cairan tubuh
hewan tertentu antara lain serum dari sapi atau nanah
dari cacar sapi, bayi kuda atau darah kuda dan babi,
dan ekstrak mentah lambung babi, jaringan ginjal
anjing, sel ginjal kera, embrio ayam, dan jaringan otak
kelinci
BAHAN BAHAN VAKSIN
BAHAN YANG BERASAL DARI UNSUR KIMIA
Merkuri
Formaldehid
Aluminium
Fosfat
Sodium
Neomioin
Fenol
Aseton.
EFEK VAKSINASI
BERBAHAYA
Conggres Amerika Serikat (AS) membentuk The
National Chilhoodvaccib injury act berkesimpulan
vaksinasi menyebabkan luka dan kematian. Dr. Wiliam
Hay berkomentar, tidak masuk akal memikirkan
bahwa anda menyuntikkan nanah ke dalam tubuh
anak kecil dan dengan proses tertentu akan
meningkatkan kesehatannya. WHO [World Health
Organization], yaitu organisasi kesehatan dunia
menemukan bahwa anak yang divaksinasi campak
memiliki peluang 15 kali lebih besar unuk diserang
campak.
Banyak penelitian medis mencatat kegagalan vaksinasi.
Campak, gabag, polio, gondong juga terjadi di
pemukiman penduduk yang diimunisasi
EFEK VAKSINASI
BERMANFAAT
Disimpulkan bahwa imunisasi merupakan sebab utama
penurunan jumlah penyakit. Dicatat oleh The Brithis
Association for the Advancement of Science
menemukan bahwa di Amerika Serikat dan Enggris
mengalami penurunan penyakit sebanyak 80 % hingga
90 %. Umumnya di Indonesia seperti kita alami, dulu
ketika masih kecil yang bekas-bekasnya masih jelas
hingga sekarang, benar adanya menjadikan ada
imunitas dalam tubuh kita. Jadi secara real (nyata),
imunisasi ada menfaatnya bagi kesehatan.
Disebutkan pula bahwa secara umum vaksinasi-
imunisasi cukup aman karena keuntungan
perlindungan jauh lebih besar dari pada efek samping
yang mungkin ditimbulkan.
PANDANGAN ISLAM TENTANG
VAKSINASI IMUNISASI
WASIAT RASULULLAH SHALLAHU ALAIHI
WASALLAM
Sebelum Rasulullah wafat, tepatnya ketika beliau
khutbah pada haji wada, haji terakhir beliau atau
dikenal sebagai haji perpisahan beliau dengan
umat Islam, sempat berwasiat:
yang artinya:
Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Kamu
tidak akan tersesat selamanya selagi berpegang
teguh keduanya, yaitu kitabullah (Alquran) dan
Sunnah Rasulnya al-Hadis; Iwan Gayo, 2008:
36).
LANJUTAN
Oleh karena masalah vaksinasi-imunisasi
belum terjadi pada masa Rasulullah, maka
belum ada petunjuk sedikitpun tentang
imunisasi. Terhadap masalah yang bersifat
kontemporer menjadi lapangan dan lahan
bagi para ulama untuk melakukan ijtihad
menemukan solusi hukum perkara tersebut
haram atau halal, baik atau buruk, bermanfaat
atau berbahaya bagi kesehatan.
Para ulama dalam berijtihad untuk menetapkan
hukum terhadap masalah-masalah kontemporer
pasti tidak pernah menghasilkan keputusan
ijmayyah amiyyah (kesepakatan umum),
melainkan khlafiyyah (perbedaan pendapat
diantara mereka). Bentuk khilafiyyah yang paling
ekstrim adalah halal atau haram. Tidak terkecuali
mengenai vaksinasi-imunisasi. Dalam Ilmu Fikih
memang terdapat adagium Man laa yalamu
khilaafiyyatan laa yalamu raaihatal fiqhi
(Barang siapa tidak mengenal perbedaan
pendapat, sesungguhnya ia tidak mengenal
baunya Fikih). Baunya saja tidak mengetahui,
apalagi ilmu fikihnya itu sendiri.
HARAM Vs HALAL TENTANG
IMUNISASI
HARAM
Para ulama, pemikir, mujtahid ada yang
menghukumi haram terhadap tindakan vaksinasi-
imunisasi. Argumen yang diajukan antara lain
memasukkan barang najis dan racun ke dalam
tubuh manusia. Manusia iu merupakan
khaifatullah fi al-ard} dan asyraf al-makhlu>qa>t
(maskhluk yang paling mulia) dan memiliki
kemampuan alami melawan semua mikroba,
virus, serta bakteri asing dan berbahaya.Berbeda
dengan orang kafir yang berpendirian manusia
sebagai makluk lemah sehingga perlu vaksinasi
untuk meningkatkatkan imunitas pada manusia.
LANJUTAN
HALAL
Kelompok kedua mengatakan bahwa vaksinasi-imunisasi
adalah halal. Pada prinsipnya vaksinasi-imunisasi adalah
boleh alias halal karena; (1) vaksinasi-imunisasi sangat
dibutuhkan sebagaimana penelitian-penelitian di bidang
ilmu kedokteran, (2) belum ditemukan bahan lainnya yang
mubah, (3) termasuk dalam keadaan darurat,(4) sesuai
dengan prinsip kemudahan syariat di saat ada kesempitan
atau kesulitan. Ayat tersebut menjelaskan prinsip
kemudahan dalam pelaksanaan syariat Islam yang tertera
pada QS albaqarah ayat 172
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS al-Baqarah/2 : 172).
Berkenaan dengan benda najis ini, perlu disampaikan pula di sini
tentang vaksinasi-imunisasi meningitis bagi para calon jamaah haji.
Pemerintah Arab Saudi hanya memperbolehkan jamaah haji asal
non Arabia jika telah memiliki sertifikasi vaksinasi-imunisasi
meningitis. Sementara itu, vaksin ini mengandung unsur babi.
Untuk jamaah dari Indonesia, vaksin yang harus disuntikkan ke
dalam tubuh calon jamaah haji adalah jenis meningitis tetravalent
atau quadrivalernt karena berasal dari bakteri N yang lazim disebut
ACWY dan diproduksi oleh Glaxo Smith Kline, Belgia. Sebenarnya,
dalam formula akhir, barang jadi siap pakai, vaksin meningitis ini
telah steril dari enzim babi. Enzim babi ini hanya digunakan dalam
proses pembuatan formula vaksin (Majlis Tarjih Jateng, 2010 : 6).
Namun demikian tetap ada yang keberatan menggunakannya, lebih
baik tidak ibadah haji dari pada memasukkan benda najis
mughalad}ah ke dalam tubuh yang tidak bisa disucikan secara
syariat. Jika pendirian ini menjadi kebijakan resmi kaum
muslimin tentu tida ada orang Islam melakukan ibadah haji yang
berasal dari non Arab. Oleh karena itu, agar setiap orang Islam
dapat melakukan ibadah haji, asal mampu, maka keharusan
menggunakan vaksin meningitis sebagaimana disyaratkan oleh
pemerintah Saudi Arabia harus kita terima sebagai seseuatu yang
darurat. Selanjutnya prinsip keadaan darurat diberlakukan, bahwa
setiap keadaan darurat diperbolehkan yang semula dilarang
PERTIMBANGAN PERTIMBANGAN UMUM
KEHALALAN VAKSINASI IMUNISASI
Istih}a>lah
Istih}a>lah adalah berubahnya benda najis atau
haram menjadi benda lain yang berbeda nama
maupun sifatnya. Contoh (1) adalah khamer
menjadi cuka. Khamer haram hukumnya dan
sifatnya memabukkan, setelah menjadi cuka halal
hukumnya dan tidak memabukkan sifatnya.
Khamer memang berasal dari benda-benbda suci
seperti anggur, kurma, singkong, beras ketan, dan
aneka buah-buahan seperti nanas dan
dunrian. Contoh (2) adalah kulit bangkai ketika
disamak menjadi suci (al-Hadis). Dari kedua
benda ini, yaitu cuka dan kulit yang telah
disamak, ternyata tidak ada hukum yang
menyatakan najis dan haram.
LANJUTAN
Atas dasar prinsip ini, cairan vaksin atau vaksin
dalam arti bentuk produk yang sudah jadi yang
sudah berubah dari bentuk, bau dan sifatnya dari
bahan asalnya, kemudian dimasukkan ke dalam
tubuh manusia berproses secara alami atau
kimiawi, atau senyawa yang akhirnya hilang
substansi dan sifat vaksin menyatu dengan
seluruh organisme dalam tubuh. Selanjutnya
difusi makro itu berubah menjadi zat anti bodi,
yaitu sistem kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit.
LPERTIMBANGAN PERTIMBANGAN UMUM
KEHALALAN VAKSINASI IMUNISASI
Istihla
Istihla adalah bercampunya benda haram atau najis
dengan benda lainnya yang suci dan halal yang lebih
banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan
keharamannya karena benda najis dan haram tersebut
telah hilang rasa, bau, maupun warna. Relefan dengan
kasus ini adalah sabda Nabi Saw.:
Apabila air telah mencapai dua qullah maka tidak
kotor. Dalam suatu riwayat tidak najis. HR. Empat
orang [at-Turmuzi, Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu
Majah. Ibnu Khuzaimah menshahihkannya Ibnu Hajar
a-Asqalanbi, 2000: 28).
LANJUTAN
Atas dasar prinsip ini, cairan vaksin yang begitu sedikit dalam
ukuran cc dimasukkan ke dalam tubuh bercampur dengan darah
atau cairan lain, (unsur cairan dalam tubuh mencapi 80 %) yang
sekian ratus ribu kali jauh lebih banyak kemudian melaui proses-
proses yang terjadi di dalam tubuh hilanglah sifat, warna, maupun
baunya dari materi vaksin asli (sebelum dimasukkan). Harap
diingat pula materi vaksin itu telah berbeda sama sekali dengan
bahan-bahan aslinya ketika masing-masingnya belum
disenyawakan. Prinsip istihla sejalan dengan prinsip istihsan.
Melalui prinsip ini, najis yang terlalu sedikit yang menempel dalam
tubuh tidak menjadi halangan untuk melakukan salat selama
belum hadas. Contohnya adalah jika seseorang melakukan salat.
Pada saat itu ada seekor nyamuk hinggap di tangan. Nyamuk itu
kemudian menggigit dan menyedot darah dalam tubuh. Akibatnya
si mushalli merasa gatal, kemudian nyamuk itu dipencet (dalam
bahasa Jawa dipithes) sehingga ia mati dan ada darahnya di
tempat itu. Keadaan ini tidak membatalkan salat karena terdapat
barang najis, yaitu darah yang tertumpah. Darah yag terlalu sedikit
ini tidak dihitung sebagai najis, dikenal mafu (diampuni atau
dimaklumi).
PERTIMBANGAN PERTIMBANGAN UMUM
KEHALALAN VAKSINASI IMUNISASI
KEMUDAHAN DALAM KESEMPITAN
Imam asy-Syatibi, ulama dari Andalusia, Spanyol, sekurun dan
sekelas Imam Syafii, mengatakan bahwa dalil-dalil tentang
kemudahan bagi umat Islam telah mencapai derajat yang pasti. Di
antara dalil itu berbunyi; (1) ad-Di>nu yusrun. Ah}abbu ad-di>ni
ila-lla>hi as-samh}atu al-hani>fatu (Agama itu mudah. Agama
yang disenangi Allah adalah agama mudah dan ringan al-Hadis).
(2) Imam Syafii sendiri mengatakan bahwa kaidah syariat itu
dibangun di atas fondasi segala sesuatu apabila sempit maka
menjadi luas. (3) Allah berfirman sebagai berikut:
Artinya: Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang
yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut
berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-
Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang
berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih.(QS. Al-
Fath/48 : 17).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam beragama tidak perlu
bersulit-sulit. Selain itu, dalam berbagai peristiwa, secara tekstual
hingga 10 kali Allah memberikan kebebasan sebagai peringanan
karena tidak bisa melaksanakan perintah-Nya. Intinya, umat Islam
dalam menjalankan keberagamaannya jangan sampai menyulitkan
diri, tetapi juga jangan melecehkannya, menganggap ringan, atau
seenaknya sendiri. Melaksanakan perintah sejauh kemampuannya.
Allah mengingatkan kepada umat Islam melalui firmannya sebagai
berikut:
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan)
yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum
kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa
yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.(QS. Al-Baqarah/2
: 286).
PERTIMBANGAN PERTIMBANGAN UMUM
KEHALALAN VAKSINASI IMUNISASI
Berobat dengan yang Haram secara prinsip itu boleh
menurut imam syafii, Imam Hanafi, dan Ibnu Hazm
Kalau keadaannya terpaksa dengan mengajukan ayat
Alquran sebagai berikut:
Artinya:Mengapa kamu tidak mau memakan
(binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah
ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-
Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari
manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang
lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS.
Al-Anam/6 : 119).
PERTIMBANGAN PERTIMBANGAN UMUM
KEHALALAN VAKSINASI IMUNISASI
Fatwa Majlis Eropa lil Iftaa wa al-Buhuts
Lembaga fatwa dalam merespon kehebohan vaksinasi-
imunisasi bagi anak-anak muslim memberikan dua
macam pertimbangan, (1) Mempertimbangkan
manfaat vaksin sebagaimana diketahui dari ilmu
kedokteran dan menghindari bahaya yang lebih besar,
selama belum ada yang lain yang halal, maka
hukumnya boleh berimunisasi untuk anak-anak karena
masalah ini termasuk keadaan darurat. (2)
Memberikan wasiat kepada para pemimpin umat
Islam agar tidak terlalu keras dalam masalah
ijtihadiyah seperti ini yang membawa maslahat yang
lebih besar bagi anak-anak muslim selagi tidak
bertentangan dengan dalil-dalil yang jelas.
KONKLUSI DAN IMPLIKASI
Atas dasar lima pertimbangan umum di atas dinyatakan
bahwa vaksinasi-imunisasi yang bertujuan untuk
mengusahakan kesehatan manusia itu boleh atau halal
selagi belum ada bahan vaksinasi-imunisasi yang halaalan
thayyiban. Untuk itu, tenaga medis: dokter, perawat, dan
bidan bisa menyuntikkan vaksin (DPT, BCG, MMR, IPV, dan
meningitis) untuk mengusahakan kekebalan tubuh manusia
inklusif balita dari serangan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, kuman, dan virus yang berbahaya bagi kesehatan.
Akan sangat bagus kalau para sarjana kesehatan (apoteker,
analis kesehatan, dokter, Farmakolog, mungkin juga
termasuk herbalis) segera memproduk vaksin yang
seluruhnya terbuat dari bahan atau sintetisnya yang
sepenuhnya secara material halal).
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai