“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Fiqh Kontemporer”
Dosen Pengampu;
Oleh:
Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa tertuju
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan pada agama Islam sebagai
pedoman jalan kebenaran dalam kehidupan.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Terutama kepada Ustadz Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag selaku Dosen Pengampu
mata kuliah kajian Fiqih Kontemporer yang telah berkenan membagikan
keilmuannya.
Penulis hanya dapat menyampaikan ungkapan terima kasih serta
permohonan maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga penulis juga berkenan menerima saran dan kritik yang
membangun.
Penulis
5
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama Islam merupakan rahmatal lil ‘alamin, dengan adanya kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat di kalangan masyarakat, berpegang
teguh pada Sumber Hukum Islam yaitu Alquran dan Hadis. Masyarakat Islam
sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari dunia, tidak dapat melepaskan
diri dari persoalan-persoalan yang menyangkut kedudukan hukum suatu
persoalan. Persoalan-persoalan baru yang status hukumnya sudah jelas dan tegas
dinyatakan secara eksplisit dalam Alquran dan Hadis, yang diyakini tidak akan
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Islam. Akan tetapi, bagi
persoalan-persoalan yang belum jelas status hukumnya dalam kedua sumber
hukum Islam itu. Di sinilah ijtihad berperan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan hukum yang baru tersebut.
Setiap pasangan yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan
berkeluarga melalui pernikahan yang bertujuan untuk membentuk sebuah
keluarga bahagia, sejahtera lahir batin yang disebut dengan keluarga sakinah. Dari
keluarga yang seperti ini kelak akan mewujudkan keluarga yang rukun, damai,
adil dan makmur baik secara material maupun spiritual. Berbicara mengenai
pernikahan tentunya kurang lengkap apabila tidak ada keturunan karena salah satu
tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan. Islam sendiri sangat
suka terhadap banyaknya keturunan dan memberkati setiap anak, baik laki-laki
ataupun perempuan. Mengenai hal ini Rosulullah SAW telah menganjurkan agar
setiap laki-laki menikahi perempuan yang subur untuk melahirkan keturunan,
Namun dibalik itu Islam juga memberi kemudahan dan keringanan (rukhsoh) kepada
setiap muslim untuk mengatur keturunannya itu apabila didorong oleh alasan kuat. 1 Salah
satu cara untuk mengatur keturunan yaitu program Keluarga Berencana (KB), salah satu
mekanisme penciptaan keluarga sejahtera adalah perlu adanya perencanaan keluarga.
Dengan kata lain perencanaan keluarga disebut dengan Keluarga Berencana (KB).
Program keluarga berencana memang tidak akan pernah terlepas dari yang
namanya kontrasepsi yaitu pencegahan konsepsi (pembuahan), atau mencegah
1
Noor Faried Mahmud, Menuju keluarga sejahtera dan bahagia, (Bandung: Almaarif,1983), hlm.42.
2
A. Rahmat Rosyadi, Soeroso Dasar, Indonesia keluarga Berencana ditinjau dari Hukum Islam, (Bandung:
pustaka,1986).hlm.12
1
terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) dari wanita dengan sel mani
(sperma) dari pria saat bersetubuh sehingga tidak terjadi kehamilan. Sesuai
dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka teknik dari kontrasepsi
telah banyak jenisnya, sehingga bisa menjadi pilihan dan solusi bagi pasangan
suami istri yang akan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) ini.
Keluarga berencana merupakan salah satu persoalan yang sudah lama menjadi
pembicaraan dalam Islam, lalu bagaimana hukumnya dalam pandangan islam
dan perspektif para ulama.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah istilah resmi yang dipakai dalam lembaga-
lembaga Negara seperti BKKBN (Badan Koordinsi Keluarga Berencana Nasional).
Pengertian keluarga di sini adalah suatu kesatuan sosial terkecil di dalam masyarakat
yang diikat oleh jalinan pernikahan sah yang disebut dengan keluarga inti atau
nuclear family, yang terdiri dari suami istri dan anak anak, dan bukan extended
family atau keluarga besar yang mencakup keluarga lain terdekat. Keluarga
berencana memiliki istilah yang sama dengan istilah umum yang digunakan di dunia
internasional yaitu Family Planning.
Keluarga berencana atau Family Planning atau yang dalam bahasa arab
memiliki istilah tanzim al-nash (pengaturan keturunan atau kehamilan) memiliki arti
pasangan suami istri yang mempunyai rencana konkrit mengenai kapan anak-
anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya yang lahir disambut dengan bahagia
dan syukur.3 Keluarga berencana dititik beratkan kepada perencanaan, pengaturan,
dan pertanggung jawaban orang tua kepada anggota keluarganya, supaya secara
mudah dan sistematis dapat mewujudkan suatu keluarga yang sakinah, mawadah,
dan warahmah. Maka dari itu perlu dilakukan berbagai cara dan upaya supaya dalam
kegiatan hubungan suami istri tidak terjadi kehamilan.
Selanjutnya istilah Keluarga Berencana (KB), merupakan terjemahan dari Bahasa
Inggris “Family Planning” yang dalam pelaksanaannya di negara-negara Barat mencakup
dua macam (cara), yaitu:
a) Planning Parenthood
Pelaksanaan metode ini menitik beratkan tanggung jawab kedua orang tua untuk
membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, tentram, damai, sejahtera, dan bahagia.
Walaupun bukan dengan jalan membatasi jumlah anggota keluarga. Hal ini lebih
mendekati istilah Bahasa Arab “Tanzimunnasli” (mengatur keturunan).
b) Birth Control
Penerapan metode ini menekankan jumlah anak atau menjarangkan kelahiran, sesuai
dengan situasi dan kondisi suami-istri. Hal ini lebih mirip dengan istilah Bahasa Arab
)النسل تحديدmembatasi keturunan). Tetapi dalam praktiknya di negara Barat, cara ini juga
membolehkan pengguguran kandungan (abortus da menstrual regulation), pemandulan
(infertilitas) dan pembujangan (tabattul).
Adapun pengertian keluarga berencana dari beberapa golongan, yaitu :
a. Keluarga berencana adalah pengaturan penjarangan kehamilan untuk
kesejahteraan bukan sebagai pencegahan kehamilan untuk membatasi kelahiran,
yaitu dengan cara mengeluarkan sperma di luar lubang rahim yang tentunya ini sudah
menjadi kesepakatan antara suami dan istri.
b. Menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu.
2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
3
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah; Kapita Selecta Hukum Islam (Jakarta : PT Midas Surya Grafindo, 1997) 55.
3
4. Mengatur interval di antara kelahiran.
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.
6. Menentukan Jumalah anak dalam keluarga.4
c. Menurut Majlis Ulama Indonesia (MUI) keluarga berencana adalah suatu ikhtiar
atau usaha manusia dalam mengatur kehamilan dalam keluarga dengan cara tidak
melawan hukum agama, undang-undang Negara dan moral pancasila, demi untuk
mendapatkan kesejahteraan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. 5
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga berencana
adalah suatau pengaturan perencanaan kelahiran dengan melakukan alat atau
suatu cara yang dapat mencegah kehamilan untuk mencapai kesejahteraan,
kemakmuran dan kebahagiaan keluarga, dengan mempraktekkan program tersebut yang
potensial dan bahagia. Keluarga berencana bukanlah Birth Control atau tahdi>d al-
nas>l yang konotasinya pembatasan, yang mana banyak bertentangan dengan
tujuan pernikahan yaitu memiliki banyak keturunan.
Ada beberapa alat kontrasepsi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan KB, sesuai
dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan zaman sekarang, antara lain: 6
a. Alat Kontrasepsi untuk Suami
1) Condom
suatu alat kontrasepsi yang praktis dan murah, terbuat dari karet tipis
sekali, juga sangat efektif, asal betul pemakaiannya, dan harus dengan
persetujuan kedua suami isteri.
2) Coitus Interuptus (sanggama terputus)
Metode ini adalah cara yang paling sederhana dan paling kuno untuk
menghindari kehamilan.
b. Alat Kontrasepsi untuk isteri
1) Oral Pil
Alat kontrasepsi ini dpat mencegah masuknya sel telur (ovum) dari ovarius,
sehingga tidak ada sel telur yang masuk untuk dapat dibuahi.
2) Intra Uterine Device (IUD)
IUD ini dipasangkan pada wanita untuk menghalangi kehamilan dan
dipasang 2 atau 3 hari sesudah haid, dan tiga bulan setelah melahirkan.
Namun demikian banyak pula para ahli tidak setuju dengan pendapat
tersebut, seperti M. Djuwari yang menyatakan IUD dibolehkan, dan tidak
semacam pembunuhan dan pencegahan kehamilan. Menurut dokter Boyke
dalam bukunya menyebut ada beberapa macam alat kontrasepsi saat ini yang
bisa dijadikan referensi bagi ibu-ibu yang ingin mangatur jarak atau
mengecah kehamilan diantaranya:7 KB Implan, KB AKDR, Kontrasepsi
Suntikan, KB Vasektomi, KB Kondom, KB Tubektomi, Tubal Ligation.
Dalam literatur yang lain, metode kontrasepsi dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu :
4
Hanafi Hartanto, KB Dan Kontrasepsi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004) 26.
5
Tim Penyusun Majelis Ulama Indonesia, Kumpulan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI)
(Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984) 168.
6
Nazar Bakry, ProblematikaPelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), h.25-27
7
Boyke Nugraha, It’s All About SEX, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.150-155.
4
a. Metode alami, yang disebt juga sebagai Folk Methods. Metode ini terdiri
dari coitus interaptus, post coital douche, dan prolonged location.
b. Metode tradisional (traditional metods) yang terdiri dari pantang berkala,
kondom, diafragma vaginal, dan spermatisida.
c. Metode modern (modern methods) yang terdiri dari pil KB, suntik kb, dan
IUD.
d. Metode permanen operatif (permanent-operative methods) yang terdiri dari
vasektomi dan tubektomi.8
Kontrasepsi sebagai alat untuk mencegah kehamilan memiliki
beberapa syarat, di antaranya adalah :
a. Aman pemakaiannya dan dipercaya.
b. Tidak ada efek samping yang merugikan.
c. Tidak mengganggu waktu persetubuhan.
d. Tidak memerlukan bantuan medis atau control ketat selama pemakaiannya.
e. Cara penggunaannya sederhana dan tidak rumit.
f. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
g. Dapat diterima oleh pasangan suami istri.
8
Atika Proverawati et al, Panduan Memilih Kontrasepsi; Langkah Lengkap Dengan Panduan Praktik Pemasangan dan
Penggunaannya, (Yogyakarta : Nuha Medika, 2010).3
9
Haryono Suyono, Komunikasi Informasi dan Edukasi, (Jakarta: BKKBN, 1977), h.8-9.
5
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.”
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: “Ayat ini berkenaan
dengan seorang laki-laki yang meninggal, kemudian seseorang mendengar ia
memerintahkan wasiat yang membahayakan ahli warisnya, maka Allah Swt
memerintahkan orang yang mendengarnya untuk bertakwa kepada Allah Swt
serta membimbing dan mengarahkannya pada kebenaran. Maka hendaklah ia
berusaha menjaga ahli waris orang tersebut, sebagaimana ia senang
melakukannya kepada ahli warisnya sendiri apabila ia takut mereka disia-
siakan. Demikianlah pendapat Mujahid dan para ulama lainnya.10
b) Q. S. Al-Baqarah ayat 233
َّض•••ا َع ۚةَ َو َعلَى ۡٱل َم ۡولُ•••و ِد لَهۥُ ِر ۡزقُه َُّن َ ض••• ۡعنَ أَ ۡو ٰلَ••• َده َُّن َح••• ۡولَ ۡي ِن َك•••ا ِملَ ۡي ۖ ِن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱلر
ِ ت ي ُۡر ُ َو ۡٱل ٰ َولِ••• ٰ َد
ث ِ ار ۡ ٞ ُضٓا َّر ٰ َولِ َد ۢةُ بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ۡول
ِ ود لَّهۥُ بِ َولَ ِد ۚ ِهۦ َو َعلَى ٱل َو َ ُُوف اَل تُ َكلَّفُ ن َۡفسٌ إِاَّل ُو ۡس َعهَ ۚا اَل ت ِ ۚ َو ِك ۡس َوتُه َُّن بِ ۡٱل َم ۡعر
ض•ع ُٓو ْاِ اض ِّم ۡنهُ َم•ا َوت ََش•ا ُو ٖر فَاَل ُجنَ•ا َح َعلَ ۡي ِه َم ۗ•ا َوإِ ۡن أَ َردتُّمۡ أَن ت َۡست َۡر ٖ ص•ااًل عَن تَ• َر َ ِك فَ•إ ِ ۡن أَ َرادَا ف َ ۗ •ِِم ۡث• ُل ٰ َذل
صير ِ َٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ بِ َما ت َۡع َملُونَ ب ْ ُُوف َوٱتَّق
ۡ وا ٱهَّلل َ َو ِ ۗ َاح َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َسلَّمۡ تُم َّمٓا َءات َۡيتُم بِ ۡٱل َم ۡعر َ أَ ۡو ٰلَ َد ُكمۡ فَاَل ُجن
10
Lihat Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Labaabut Tafsir min Ibni Katsiir, Kairo, Mu-
assasah daar al-Hillal, cet. 1, 1994, diterj. M. Abdul Ghaffar, Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Pustaka Imam Syafi’I, h.241.
6
mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku". Beliau bersabda:
"Jangan". Aku katakan: "Setengahnya" Beliau bersabda: "Jangan".
Aku katakan lagi: "Sepertiganya". Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya
dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik
daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu
mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah
sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang
kamu masukkan ke dalam mulut istrimu. Dan semoga Allah
mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia
melalui dirimu atau memberikan madharat orangorang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak
perempuan.”11
Hadits ini menjelaskan bahwa suami istri harus mempertimbangkan
tentang kebutuhan rumah tangga ketika keduanya masih hidup, jangan
sampai anak-anak akan menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
َلى َع ْه ِد النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم ِ ع َْن َجابِ ِر قَ َل ٌكنَّا نَع
َ ْز ُل ع
14
Mustafa Kamal, Fiqh Islam (Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri, 2002) 293.
10
sebagai berikut:15
a. Ulama yang memperbolehkan yaitu Yusuf Qaradhawi, Imam Ghazali, Syaikh
al-Hariri, Syaikh Syalthut. Mereka berpendapat bahwa diperbolehkan
mengikuti program KB dengan adanya ketentuan antara lain: untuk menjaga
kesehatan ibu, menghindari kesulitan ibu, dan untuk menjarangkan anak.
Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan
pembunuhan, karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap
ketujuh dari penciptaan. Hal ini didasari dengan Q. S. Al-Mu’minun ayat 12,
13, 14.
b. Ulama yang melarang yaitu Madkhour, Abu A’la al-Maududi. Mereka
melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q. S. Al-Isra’ ayat 31. “Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan
memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar.”16
c. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2000 menyatakan bahwa;
(1) Pada dasarnya, Agama Islam memperbolehkan manusia melakukan
pengaturan kelahiran anak dengan tujuan yang positif seperti untuk menjaga
kesehatan ibu dan anak serta dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak
menimbulkan bahaya.
(2) Pemandulan dengan melakukan Vasektomi (pemotongan/penutupan saluran
air mani laki-laki) atau Tubektomi (pemotongan/penutupan saluran telur
pada wanita) dengan tujuan untuk membatasi kelahiran anak adalah
perbuatan haram.
(3) Tubektomi dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan medis dari dokter
yang profesional yang bersifat amanah, bahwa apabila yang bersangkutan
hamil atau melahirkan akan membahayakan jiwanya dan atau anaknya.
Dari beragam pemaparan diatas, jika kita mengetahui dan memahami
betul maksud dan hikmah Islam di balik pemberian keringanan atas
pelaksanaan hubungan pada berbagai kondisi darurat adalah karena terinspirasi
dari pemahaman yang sempurna bahwa seorang anak menjadi tanggung jawab
yang sangat besar, dan wajib dipelihara dengan pemeliharaan yang sempurna
dan kepedulian tinggi.
Dapat kami simpulkan, memperbolehkan menunda kehamilan dengan
cara KB dengan lebih mengarah kepada pengaturan keturunan (Tanzim al-
Nasl), pengaturan keturunan lebih menekankan kepada “mengatur jarak antara
keturunan yang satu dan keturunan yang selanjutnya”. Sedangkan pembatasan
keturunan (Tahdid al-Nasl) hukumnya haram karena lebih mengarah kepada
pemandulan dan aborsi. Dalam hal ini lebih cenderung kepada alat-alat yang
dapat mencegah kehamilan secara permanen.
15
Muhammad Hamdani, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV Trans Info Media, 2012), h.203.
16
Qs. al-Isra’, 17: 31.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelurga Berencan (KB) adalah pengaturan kehamilan untuk
kesejahteraan sebuah keluarga bukan sebagai pencegahan kehamilan
untuk membatasi. Agama Islam memperbolehkan melakukan pengaturan
kelahiran anak dengan tujuan yang positif seperti untuk menjaga
kesehatan ibu dan anak serta dilakukan dengan cara-cara yang baik,tidak
berbahaya dan tidak menentang syariat Agama Islam. lebih mengarah
kepada pengaturan keturunan (Tanzim al-Nasl) “mengatur jarak antara
keturunan yang satu dan keturunan yang selanjutnya”. bukan pembatasan
keturunan (Tahdid al-Nasl).
Dasar hukum KB Family Planning dalam hukum pandangan
Agama Islam yaitu pada zaman Rasulullah SAW tidak ada seruan luas
untuk mencegah kehamilan atau KB di tengah-tengah kaum muslimin.
Tidak ada upaya dan usaha yang serius untuk menjadikan al-’azl sebagai
amalan yang meluas dan tindakan yang populer di tengah-tengah
masyarakat .
Pandangan Ulama tentang KB sendiri, terdapat berbagai pendapat
yang berbeda, Ulama yang berpendapat diperbolehkannya Mereka
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB dengan adanya
ketentuan antara lain: untuk menjaga kesehatan ibu, menghindari kesulitan
ibu, dan untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa
perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan, karena
pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari
penciptaan. Hal ini didasari dengan Q. S. Al-Mu’minun ayat 12, 13, 14.
Sedangkan sebagaian para Ulama juga melarang mengikuti KB karena
perbuatan itu termasuk membunuh keturunan.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Muhammad, 2012. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV Trans Info Media
Zuhdi, Masjfuk, 1997 Masail Fiqiyah; Kapita Selecta Hukum Islam .Jakarta : PT Midas
Surya Grafindo
Rohim, Sabrur, 2016, “Argumen Program Keluarga Beencana Dalam Islam” Jurnal Ilmu
Syari’ah dan Hukum, Vol. 1 No. 2
Tim Penyusun Majelis Ulama Indonesia,1984. Kumpulan Fatwa Majlis Ulama Indonesia
(MUI) Jakarta : Pustaka Panjimas
13