Anda di halaman 1dari 22

1

MASAILUL ALFIQIYAH ALHADIST HA

KELUARGA BERENCANA(KB) STERILISASI DAN


ABORTUS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3

1.KASMAWATI
2.MUTIA HANDAYANI
3.FITRI ARYANI
4.UTAMA WATI

DOSEN PEMBIMB

MERTA ANTONI M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BATURAJA

FAKULTAS TARBIYAH ISLAMIYAH

OGAN KOMERING ULU 2020


2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG MASALAH

Banyak permasalahan baru muncul pada saat ini, yang mana hukumnya
masih membuat bingung masyarakat akan hal itu. Diantara permasalahan yang
baru muncul adalah Keluarga Berencana (KB), Aborsi, dan Telat Bulan
(Menstrual reagulation). Banyak dari masyarakat yang bertanya-tanya bagaimana
hukum KB, Aborsi, dan Telat Bulan. Bahkan banyak dari mereka yang tidak
mengerti apa yang dimaksud dengan KB, Aborsi, ataupun Telat Bulan.

KB, aborsi dan telat bulan semuanya merupakan cara untuk mencegah
kehamilan. Akan tetapi aborsi dan telat bulan dilakukan saat si wanita terlanjur
hamil dan ingin menggugurkan kehamilannya. Sedangkan KB dilakukan hanya
untuk mencegah kehamilan saja dan akibatnya tidak akan terlalu fatal bagi
pelakunya.

1.2.RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana, dan bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap Keluarga Berencana?
2. Apa yang dimaksud dengan Aborsi, dan bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Aborsi?
3. Apa yang dimaksud dengan Sterilisasi, dan bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Sterilisasi?

1.3.TUJUAN PENULISAN
3

Sebagaimana rumusan yang telah dirumuskan, maka tujuan penulisan


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana dan


pandangan islam terhadap Keluarga Berencana
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Aborsi dan pandangan
islam terhadap Aborsi
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Steril dan pandangan islam
terhadap Steril.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KELUARGA BERENCANA (KB)


2.1.1. PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA (KB)

Istilah Keluarga Berencana (KB), merupakan terjemahan dari Bahasa


Inggris “Family Planning” yang dalam pelaksanaannya di Negara Barat mencakup
dua macam metode (cara), yaitu :
a. Planning Parenthood
Yaitu suatu perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan
lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur. Adapun
dalam istilah Bahasa Arab yaitu
‫(ﺗَ ْﻨ ِﻈ ُﻢ اﻟﻨﱠ ْﺴ ِﻞ‬mengatur keturunan)
b. Birth Control
Penerapan metode ini menekankan jumlah anak, atau menjarangkan
kelahiran, sesuai dengan situsi dan kondisi suami istri. Hal ini lebih mirip dengan
istilah Bahasa Arab : ‫(ﺗَﺤْ ِﺪ ْﯾ ُﺪ اﻟﻨﱠ ْﺴ ِﻞ‬membatasi keturunan).
Menurut Muhammad Syaltut, jika program KB itu dimaksudkan sebagai usaha
pembatasan anak dalam jumlah tertentu, misalnya hanya 3 anak untuk setiap
keluarga dalam segala situasi dan kondisi tanpa kecuali, maka hal tersebut
bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam, dan hikmah Allah menciptakan
manusia agar berkembang biak dan dapat memanfaatkan karunia Allah untuk
kesejahteraan hidupnya.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak
keturunan,yang diharapkan kebermanfaatannya, bukan juntru malah mengacaukan
dan memperburuk wajah Islam dan umat Islam. Seperti banyak umat Islam yang
berada pada kebodohan, kemiskinan dan kemelaratan. Diantara penyebabnya
adalah jumlah populasi manusia yang semakin banyak tanpa diiringi kualitas.
5

Sehingga Negara tidak mampu memberikan fasilitas kehidupan yang layak bagi
pendidikan, pekerjaan dan kesehatan masyarakat.
Islam pada hakikatnya menghendaki umatnya memiliki keturunan yang
baik secara fisik maupun psikis. Pendidikan, kesehatan dan ekonomi anak-anak
terjamin sampai hari tuanya.

2.1.2. HUKUM KELUARGA BERENCANA (KB)


Pelaksanaan KB dibolehkan dalam ajaran Islam karena pertimbangan
ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Artinya dibolehkan bagi orang-orang yang
tidak sanggup membiayai kehidupan anak, kesehatan dan pendidikannya. Bahkan
menjadi dosa baginya, jikalau ia melahirkan anak yang tidak terurusi masa
depannya, yang akhirnya menjadi beban yang berat bagi masyarakat, karena orang
tuanya tidak menyanggupi biaya hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Hal ini
berdasarkan pada sebuah ayat al-Quran Surat An-Nisa ayat 9, yang berbunyi:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa : 9)
Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya
kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak, akibat kekurangan
makanan yang bergizi, menjadi tanggung jawab orang tuanya. Maka disinilah
peranan KB untuk membantu orang-orang yang tidak mampu menyanggupi hal
tersebut, agar tidak berdosa dikemudian hari bila meninggalkan keturunannya.
Rasulullah saw bersabda, yang berbunyi:
(‫ﻚ أَ ْﻏﺜِﯿَﺎ َء َﺧ ْﯿ ٌﺮﻣِﻦْ أَنْ ﺗَ َﺬ َرھُ ْﻢ ﻋَﺎﻟَﺔً ﯾَﺘَ َﻜﻔﱠﻔُﻮْ نَ اﻟﻨﱠﺎسَ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ‬
َ َ‫ﻚ أَنْ ﺗَ َﺬ َر َو َرﺛَﺘ‬
َ ‫إِﻧﱠ‬
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
kecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang
banyak” (H.R. al-Bukhari dan Muslim dari Saad bin Abi Waqqash r.a.)
Hadits ini memberi petunjuk bahwa faktor kemampuan suami istri untuk
memenuhi kebutuhan anak-anaknya hendaknya dijadikan pertimbangan mereka
yang ingin menambah jumlah anaknya.
6

KB juga diperbolehkan dalam rangka menyiapkan generasi-generasi yang


kuat iman, fisik dan psikisnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
ِ‫ﻀ ِﻌﯿْﻒ‬
‫اَ ْﻟﻤُﺆْ ﻣِﻦُ ا ْﻟﻘَﻮِيﱡ َﺧ ْﯿ ٌﺮ َوأَﺣَﺐﱡ إِﻟَﻰﷲ ﻣِﻦَ ا ْﻟﻤُﺆْ ِﻣ ِﻦ اﻟ ﱠ‬
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai Allah daripada orang
mukmin yang lemah” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Hadits ini memberi petunjuk/peringatan kepada kita, bahwa Islam lebih
menghargai kualitas daripada kuantitas. Dan yang dimaksud dengan orang
mukmin yang kuat disini ialah orang mukmin yang mempunyai kekuatan mental
maupun fisik, moral maupun materiil, sehingga dapat benar-benar mencerminkan
kekuatan Islam sendiri.
Hukum asal menggunakan alat kontrasepsi KB adalah mubah, karena
tidak ada nash sharih yang melarang ataupun memerintahkannya. Hal ini sesuai
dengan kaidah hukum Islam yang berbunyi:
‫ﺖ َو ْاﻷَﺣْ َﻮا ِل‬
ِ َ‫ﺗَ َﻐﯿﱡ َﺮ ْاﻷَﺣْ ﻜَﻢِ ﺑِﺘَ َﻐﯿﱡ ِﺮ ْاﻷَزْ ِﻣﻨَ ِﺔ َو ْاﻷَ ْﻣ ِﻜﻨ‬
“Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan
keadaan”
Hukum ber-KB bisa menjadi boleh kalau seorang Muslim melaksanakan KB
dengan motivasi yang hanya bersifat pribadi (individual motivation), misalnya
untuk menjarangkan kehamilan atau untuk menjaga kesehatan. Tetapi kalau
seorang ber-KB disamping punya motivasi yang bersifat pribadi, juga ia punya
motivasi yang bersifat kolektif dan nasional, seperti untuk kesejahteraan
masyarakat/Negara, maka hukumnya bisa sunnah atau wajib, tergantung pada
keadaan masyarakat dan Negara, misalnya mengenai kependudukannya, apakah
sudah benar-benar overpopulated (terlalu padat penduduknya), atau mengenai
wilayahnya untuk tanah pemukiman, tanah pertanian/industry/pendidikan dan
sebagainya sudah benar-benar overloaded (terlalu sarat/penuh dan berat), sehingga
wilayah yang bersangkutan itu tidak mampu mendukung kebutuhan hidup
penduduknya secara normal.
Tetapi hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri yang tidak
menghendaki kehamilan si istri, padahal suami istri tersebut tidak ada
hambatan/kelainan untuk mempunyai keturunan. Sebab hal yang demikian itu
7

bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni untuk menciptakan


rumah tangga yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang sah yang
diharapkan menjadi anak yang shaleh sebagai generasi penerus.
Hukum ber-KB akan menjadi haram (berdosa), apabila orang
melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya
dengan cara vasektomi (sterilisasi suami) dan abortus (pengguguran).
Dasar hadits yang memperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi adalah hadits
yang bersumber dari jabir
(‫ ﻛُﻨﺎﻧ َ ْﻌﺰِلُ ََﲆ َﻋﻬْ ِﺪ رَﺳُ ﻮْلِ اﷲ ص م وَاﻟْﻘُﺮْ اۤنُ ﯾ َْﲋِلُ )ﻣ ﻔﻖ ﻠﯿﻪ‬,َ‫ﻋَﻦْ َ ﺎ ِ ٍﺮ ﻗَﺎل‬
Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata, “Kami melakukan azal (coitus interuptus)
di masa Rasulullah pada waktu ayat-ayat al-Quran masih diturunkan dan tidak ada
satu ayatpun yang melarangnya”. (Hadits Riwayat al-Bukhari dan Muslim), dan
menurut lafal Muslim, “Kami melakukan azal di masa Rasulullah dan hal ini
diketahui Nabi, dan Nabi tidak melarangnya”
Pandangan ulama yang membolehkan ber-KB
1. Imam Ghazali, KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti untuk
menjaga kesehatan si Ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karena banyak
anak, dan untuk menjaga kecantikan si Ibu
2. Syekh al-Hariri (Mufti besar Mesir), KB diperbolehkan yaitu untuk
menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk
menghindari kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan, untuk menjaga
kesehatan si Ibu.
3. Syekh Mahmud Syaltut, dibolehkan KB dengan motif bukan pembatasan
kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
Sedangkan ulama yang mengharamkan KB adalah:
1. Abu A’la al-Maududi
Menurut pendapatnya, pada hakikatnya KB adalah untuk menghindari dari
keturunan kehamilan dan kelahiran seorang anak manusia. Larangan ini
didasarkan kepada firman Allah swt:
8

“… dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,


Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka” (QS: al-An’am : 151)

2.1.3. Macam-Macam Alat Kontrasepsi


Ada beberapa alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana
(KB) yang dikenal di Indonesia pada saat ini, yaitu:
2.1.3.1. Alat Kontrasepsi yang dibolehkan
a. Untuk wanita, seperti:
1. Pil, berupa tablet yang berisi bahan progestin dan progenteron yang bekerja
pada tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan
pada endomestrium.
2. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh wanita yang dikenal
dengan cairan devofropeta, netden, dan noristerat. Kontra indikasi tidak
disuntikan kepada wanita yang sedang hamil, mengidap tumor ganas, berpenyakit
jantung, paru-paru, liver, hipertensi dan diabetes.
3. Susuk KB, yaitu berupa lepemorgestrel, yang terdiri dari enam kapsul yang
diinsersikan dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira 6 sampai 10 cm dari
lipatan siku.
4. IUD (Intra Uterine Device)/AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), terdiri
dari livesslov (spiral), multiload dan cover terbuat dari plastic halus dengan
tembaga tipis.
5. Cara-cara tradisional dan metode sederhana; misalnya minum jamu dan
metode klender.
Semua alat tersebut digunakan oleh perempuan (istri) dan dibolehkan karena
sifatnya yang permanen, jika tidak lagi menggunakan alat tersebut, seorang istri
dapat kembali hamil dan melahirkan seperti semula.
b. Untuk pria, seperti:
1. Kondom
2. Coitus interrptus (azal)
(‫ ﻛُﻨﺎﻧ َ ْﻌﺰِلُ ََﲆ َﻋﻬْ ِﺪ رَﺳُ ﻮْلِ اﷲ ص م وَاﻟْﻘُﺮْ اۤنُ ﯾ َْﲋِلُ )ﻣ ﻔﻖ ﻠﯿﻪ‬,َ‫ﻋَﻦْ َ ﺎ ِ ٍﺮ ﻗَﺎل‬
9

“Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata, “Kami melakukan azal (coitus interuptus)
di masa Rasulullah pada waktu ayat-ayat al-Quran masih diturunkan dan tidak ada
satu ayatpun yang melarangnya”. (Hadits Riwayat al-Bukhari dan Muslim), dan
menurut lafal Muslim, “Kami melakukan azal di masa Rasulullah dan hal ini
diketahui Nabi, dan Nabi tidak melarangnya”.
Hadits ini menerangkan bahwa boleh melakukan cara kontrasepsi berupa coitus
interruptus, karena tidak ada ayat yang melarangnya, padahal ketika Sahabat
melakukannya, al-Quran masih selalu turun. Karena itu, seandainya perbuatan itu
dilarang oleh Allah, maka pasti ada ayat yang turun untuk mencegah perbuatan
itu. Begitu juga halnya sikap Nabi ketika mengetahui, banyak diantara Sahabat
yang melakukan hal tersebut, maka beliaupun tidak melarangnya, pertanda bahwa
melakukan azal (coitus interruptus) dibolehkan dalam Islam untuk ber-KB.
2.1.3.2. Alat kontrasepsi yang haram, yaitu;
a. Untuk wanita
1. Ligasi tuba, yaitu mengikat saluran kantong ovum
2. Tubektomi, yaitu mengangkat tempat ovum
b. Untuk pria
1. Vasektomi, yaitu mengikat atau memutuskan saluran sperma dari buah zakar.
Ketiga cara diatas disebut dengan sterilisasi atau pengakhiran kesuburan. Hukum
sterilisasi ini adalah haram karena mengakibatkan seseorang tidak dapat
mempunyai anak lagi (pemandulan selama-lamanya).
Tetapi kalau kondisi kesehatan istri atau suami yang terpaksa, seperti untuk
menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang
bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi,
maka sterilisasi dibolehkan oleh Islam karena dianggap darurat. Hal ini
diisyaratkan dalam kaidah:
‫اﴐورةﺗ ﺢ اﶈﻈﻮرات‬
“keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama”
10

2.2. ABORTUS
2.2.1. PENGERTIAN ABORSI/ABORTUS

Istilah abortus dalam bahasa Arab disebut “Ijhadh”, yang memiliki


beberapa sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah
(melempar) dan imlash (menyingkirkan).
Sedangkan istilah abortus dalam bidang kesehatan yaitu berakhirnya suatu
kehamilan (oleh akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut mencapai
usia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar
kandungan.
Abortus terbagi dua, yaitu: (1) Abortus Spontan yaitu abortus yang terjadi secara
alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut yang
biasanya disebut dengan keguguran; (2) Abortus buatan yakni abortus yang terjadi
akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan yang
biasa disebut juga dengan pengguguran, aborsi atau abortus provokatus.
Dalam hukum pidana Islam, aborsi yang dikenal sebagai suatu tindak pidana atas
janin atau pengguguran kandungan terjadi apabila terdapat suatu perbuatan
maksiat yang mengakibatkan terpisahnya janin dari ibunya.
Definisi aborsi secara etimologi dan terminologi, yakni :
1. Adapun secara etimologi : Aborsi adalah menggugurkan anak, sehingga dia
tidak hidup.
2. Adapun secara terminologi : Aborsi adalah praktek seorang wanita yang
menggugurkan janinnya, baik dilakukan sendiri ataupun orang lain.
Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-
akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar
kandungan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua jenis aborsi merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan moral dan kemanusiaan dengan kata lain
tidak semua aborsi merupakan kejahatan. Aborsi yang terjadi secara spontan –
keguguran – akibat kelainan fisik pada perempuan atau akibat penyakit biomedis
internal, yang dalam hal ini tidak terjadi kontroversi di masyarakat atau di
11

kalangan fuqaha, sebab terjadinya keguguran bukan atas dasar kesengajaan, dan
merupakan kehendak diluar kemampuan manusia. Aborsi yang dilakukan sengaja
termasuk pada pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia jelas merupakan
suatu dosa besar.
Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yaitu:

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Q.S Al-Maidah : 32).

2.2.2. ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Aborsi menurut pandangan agama-agama sebelum Islam termasuk


tindakan yang diharamkan. Dalam agam Yahudi aborsi dianggap haram, tidak
diperbolehkan dan pelakunya mendapatkan hukuman. Akan tetapi hukumannya
tidaklah ditetapkan.
Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam
Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau
sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yakni
setelah 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama fiqih sepakat akan
keharamannya. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai praktek borsi
yang dilakukan sebelum 4 bulan masa kehamilan. Sebagian membolehkan dan
sebagian lain mengharamkannya.
Diantara ulama yang membolehkan praktek aborsi sebelum peniupan ruh,
antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan
12

alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya
makruh, denganalasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Adapun
salah satu ulama yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain
Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya
Ihya` Ulumuddin.
Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman al-Bahgdadi mengungkapkan
bahwa pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40
hari atau 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pemebentukan
janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum
keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran
kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya sama dengan
hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (Jaiz). Pendapat ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat 42 malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulang belulang. Lalu
malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Yaa Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?” maka Allah kemudian memberi
keputusan...”(HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud ra).
Alasan dibolehkannya aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40
hari, maka hukumnya boleh dikarenakan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam masa tahapan sebagai nutfah, belum
sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri sebagai manusia. Selain
itu, penguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azal yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Walaupun begitu, pendapat ini tidak boleh dijadikan alasan bagi para
wanita yang diakibatkan pergaulan bebas, mereka mengetahui tanda-tanda
kehamilan dengan telat bulan dan kemudian mengkonsumsi obat telat bulan.
Dengan tujuan tidak terjadi kehamilan di luar nikah. Tetapi harus memperhatikan
hukum keharaman aborsi ini dalam firman Allah Swt:
13

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.


Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk.”(QS.Al-Isra, 31-32)
‫وَ َﻻ ﺗَ ْﻘ ُﻠُﻮا وْ َﻻدَﰼُ ْ ﻣِﻦْ ا ﻣ َْﻼقٍ ﳓَ ْﻦُ َﺮْ زُ ﻗ ُ ُْﲂ‬
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami
akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”(Q.S. al-An’am : 151).
Abu Fadl mengatakan bahwa janin dibawah 4 bulan dalam Islam
mempunyai hak-hak yang harus diberikan oleh orangtuanya. Sehingga aborsi
sebelum 4 bulan tetap diharamkan. Lebih lanjut beliau mengungkapkan hak-hak
yang harus diberikan kepada janin:
1. Hak untuk hidup
2. Hak untuk mendapat waris
3. Dan penguburan bayi
Dengan demikian, seluruh ulama sepakat bahwa pengguguran kandungan sesudah
janin diberi nyawa, hukumnya haram dan suatu tindakan kriminal. Karena
perbuatan tersebut dianggap sebagai pembunuhan terhadap orang hidup yang
wujudnya telah sempurna. Para ulama juga berpendapat apabila menurut medis
janin yang ada di dalam rahim ibu akan membahayakan keselamatan si ibu maka
syariat islam memerintahkan untuk mengambil salah satu tindakan darurat seperti
aborsi.
Dalam keputusan fatwa MUI tanggal 29 Juli 2000 menetapkan bahwa:
1. Aborsi sesudah nafk al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan
secara medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
2. Aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh,
hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang
dibenarkan oleh syarat islam
14

3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan


praktik aborsi.
Keputusan ini didasarkan bahwa janin adalah makhluk yang telah
memiliki kehidupan yang harus dihormati; menggugurkannya berarti
menghentikan (menghilangkan) kehidupan yang telah ada; dan ini hukumnya
haram, berdasarkan sejumlah dalil, antara lain:
‫ق ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧَﺮْ ُزﻗُ ُﻜ ْﻢ‬
ٍ ‫و ََﻻ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮا أَوْ َﻻ َد ُﻛ ْﻢ ﻣِﻦْ إِ ْﻣ َﻼ‬
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami
akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”(Q.S. al-An’am : 151)
‫ﻖ‬
َ ‫ﻚ ﯾَ ْﻠ‬
َ ِ‫ﻖ و ََﻻ ﯾَﺰْ ﻧُﻮنَ َوﻣَﻦْ ﯾَ ْﻔﻌَﻞْ َذﻟ‬
‫ﷲُ إ ﱠِﻻ ﺑِﺎ ْﻟ َﺤ ﱢ‬
‫ﷲِ إِﻟَﮭًﺎ آ َﺧ َﺮ و ََﻻ ﯾَ ْﻘﺘُﻠُﻮنَ اﻟﻨﱠﻔْﺲَ اﻟﱠﺘِﻲ َﺣ ﱠﺮ َم ﱠ‬
‫َواﻟﱠﺬِﯾﻦَ َﻻ ﯾَ ْﺪﻋُﻮنَ َﻣ َﻊ ﱠ‬
﴾٦٨ : ‫أَﺛَﺎﻣًﺎ ﴿ﺳﻮرة اﻟﻔﺮﻗﺎن‬
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya
dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)”. (Q.S. al-Furqan : 68)
Menurut Imam al-Ghazali dari kalangan Syafi’i, jika nutfah (sperma) telah
bercampur dengan ovum dan siap menerima kehidupan, maka merusanya
dipandang sebagai tindak pidana yang artinya haram melakukannya.
Membolehkan aborsi sebelum nafkh al-ruh dapat menimbulkan banyak dampak
negatif, di samping dampak positif, seperti dalam kaidah fiqih:
“Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada mendatangkan
kemaslahatan.”

2.2.3. DAMPAK ABORSI BAGI KESEHATAN

Ada dua macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Brain Clowes dalam bukunya Facts of life menyebutkan beberapa resiko yang
akan dihadapi oleh wanita yang melakukan aborsi, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendaharan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
15

c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan


d. Rahim yang sobek
e. Kerusakan leher rahim yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
f. Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon ostrogen pada wanita
g. Kanker indung telur
h. Kanker leher rahim/ kanker cervic
i. Kanker hati
j. Kelainan pada placenta/ ari-ari yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/ tidak mampu memiliki keturunan lagi
l. Infeksi rongga panggul
m. Infeksi pada lapisan rahim
2. Resiko gangguan psikologis
Resiko aborsi bukan saja pada aspek fisik tetapi juga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam
dunia psikologi sebagai “post-abortion syndrome” (sindrom paksa aborsi).
Seperti:
a. Kehilangan harga diri (82%)
b. Berteriak-teriak histeris (51%)
c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obatan terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)[20]

2.3. STERILISASI

Sterilisasi adalah memandulkan lelaki atau perempuan dengan jalan


operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Dengan
demikian sterilisasi berbeda dengan cara atau alat kontrasepsi yang pada
umumnya hanya bertujuan menghindari atau menjarangkan kehamilan untuk
sementara waktu saja.
16

Berdasarkan teori orang yang disterilisasikanmasih bisa dipulihkan lagi


(reversable), tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan akan tipis sekali untuk
bisa berhasil.
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau vas ligation, yaitu operasi
pemutusan atau pengikatan saluran atau pembuluh yang menghubungkan testis
(pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma), sehingga sperma tidak
dapat mengalir keluar penis (uretra). Sterilisasi pada lelaki termasuk operasi
ringan, tidak memerlukan perawatan rumah sakit dan tidak mengganggu
kehidupan seksualnya bahkan tidak akan kehilangan sifat kelakilakiannya.
Sedangkan sterilisasi pada perempuan disebut tubektomi atau tuba
ligation, yaitu pemutusan hubungan saluran atau pembuluh sel telur (tuba falopii)
yang menyalurkan ovum dan menutup kedua ujungnya, sehingga sel telur tidak
dapat keluar dan memasuki rongga rahim, sementara itu sel sperma yang masuk
kedalam vagina wanita itu tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak terjadi
kehamilan walaupun coitus tetap normal tanpa gangguan apapun.
Sterilisasi untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi)
sama dengan abortus bisa mengakibatkan kemandulan sehingga yang
bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Karena itu, international planned
parenthood federation (IPPF) tidak menganjurkan Negara-negara anggotanya
untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat atau cara kontrasepsi. IPPF hanya
menyarankan kepada Negara-negara anggotanya untuk memilih cara kontrasepsi
yang dianggap cocok dan baik untuk masing-masing. Dalam hal ini pemerintah
Indonesia secara resmi tidak pernah menganjurkan rakyatnya untuk melaksanakan
sterilisasi sebagai cara kontrasepsi dalam program keluarga berencana, karena
melihat akibat sterilisasi yaitu kemandulan selamanya dan menghormati aspirasi
ummat islam di Indonesia.
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun perempuan (tubektomi)
menurut islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang
principal:
a. Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat kemandulan tetap
17

Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut islam, yakni lelaki
dan perempuan selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri
dalam hidupnya di dunia maupun akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan
yang sah dan diharapkan menjadi anak yang shaleh sebagai penerus cita-citanya.
Walaupun dari segi teori masih mungkin menghasilkan keturunan bila ikatan itu
dilepas kembali.
b. Mengubah ciptaan Allah SWT dengan jalan memotong dan menghilangkan
sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
c. Melihat aurat orang lain. Pada prinsipnya islam melarang orang melihat aurat
orang lain.
Tetapi walaupun melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan medis,
maka sudah tentu islam akan membolehkan, karena keadaan semacam itu sudah
sampai ketingkat darurat, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis
dan melihat sekedarnya saja (seminimal mungkin). Hal ini berdasarkan kaidah
hokum islam yang menyatakan:

‫ﻣﺎ اﺑﻴﺢ ﻟﻠﻀﺮورة ﺑﻘﺪر ﺗﻌﺬرﻫﺎ‬


“sesuatu yang dibolehkan karena terpaksa adalah menurut kadar dan
halangannya”.
Tetapi apabila suami istri dalam keadaan terpaksa bahkan darurat, seperti
untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak atau ibu terhadap anak
keturunannya yang bakal lahir, atau terancam jiwa, maka sterilisasi dibolehkan
dalam islam. Hal ini berdasarkan kaidah hokum islam yang menyatakan:

‫اﻟﻀﺮورة ﺗﺒﻴﺢ اﶈﻀﻮرات‬


“keadaan darurat itu memperbolehkan hal-hal yang dilarang”.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa agama islam tidak
membenarkan KB dengan cara sterilisasi (vasektomi/tubektomi) karena hal itu
berarti telah merusak organ tubuh, dan juga dapat mengakibatkan kemandulan
selamanya sehingga yang bersangkutan tidak dapat memperoleh keturunan.
Kecuali jika keadaan darurat, misalnya karena dikhawatirkan menurunnya
18

penyakit yang diderita oleh ibu maupun ayah dari janin tersebut, atau mengancam
jiwa si ibu bila mengandung atau melahirkan bayi
Sterilisasi lelaki (vasektomi) harus dibedakan hukumnya dengan khitan
lelaki dimana sebagian dari tubuhnya adapula yang dipotong dan dihilangkan,
ialah kulup (qulfah dalam bahasa arab,praepuium dalam bahasa latin), Karena
kalau kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong
dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral diseases).
Karena itu, khitan untuk anak lakilaki itu justru disunatkan.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/perempuan, karena semata-
mata alasan medis.Selain medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat
dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat
kontrasepsi yang di ijinkan oleh islam, seperti,oral pill, vaginal tablet, vaginal
pasta, dan sebagainya yang sesuai dengan kaidah hukum islam.

‫اﳊﻜﻢ ﻳﺪور ﻣﻊ اﻟﻌﻠﺔ وﺟﻮدا و ﻋﺪﻣﺎ‬


Hukum itu berputar bersama illat-nya (alasan yang menyebabkan adanya
hukum ada atau tidaknya, dan:

‫ﺗﻐﲑ اﻻﺣﻜﺎم ﺑﺘﻐﲑ اﻻﳕﻨﺔ و اﻻﻣﻜﻨﺔ و اﻻﺣﻮال‬


Hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat dan keadaan.

2. CARA STERILISASI

a. Tubektomi adalah menghalangi telur melewati saluran telur sehingga tidak terjadi
konsepsi dengan sperma. Tubektomi dilakukan dengan cara mengikat kedua
saluran telur,dapat melalui ligasi langsung pada saluran, elektrokoagulasi tuba,
pemasangan cincin tuba, pemasangan klip pada tuba (ketiga cara terakhir
dilakukan dengan laparoskopi).
Kemudian minilaparotomy adalah tekhnik dengan sayatan sebesar 3cm diatas
pubis anda, untuk kemudian dilakukan ligasi tuba. Minilaparotomy dapat
dilakukan dokter, hanya saja parut luka yang dihasilkan cukup besar. Sedangkan
19

laparoskopi harus dilakukan spesialis kebidanan, tetapi luka parut yang dihasilkan
kecil bahkan nyaris tak terlihat dan penyembuhan lebih cepat.
b. Vaksetomi artinya adalah pemotongan sebagian (0,5cm-1cm) saluran benih
sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran
benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu/tersumbat.
3. Berikut adalah pendapat para ahli yang berkaitan dengan penggunaan alat
kontrasepsi dan sterilisasi:
a. Kontrasepsi
1) Imam Ghazali
KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti untuk menjaga kesehatan si
ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karna banyak anak dan untuk menjaga
kecantikan si ibu.
2) Syekh al-Hariri (mufti besar mesir)
Sama halnya dengan imam ghazali, syekh al-hariri juga memberikan alasan-alasan
dibolehkan KB, yaitu: menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila
ia mengandung, untuk menghindari kemudhorotan bila ia mengandung dan
melahirkan dapat membawa kematiannya, untuk menjaga kesehatan si ibu, karna
setiap hamil selalu menderita suatu penyakit dan untuk menghindari anak dari
cacat fisik bila suami atau istri menginap penyakit kotor.
3) Syekh Mahmud Syaltut
Dibolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur
kelahiran.
Sedangkan para ahli yang mengharamkan:
1) Abu A’la al-Maududi
Pada hakikatnya KB adalah untuk menghindari dari ketentuan kehamilan dan
kelahiran seorang anak manusia.
2) Prof. Dr. M.S. Madkour guru besar hokum islam pada fak.hukum, dalam
tulisannya “Islam and Family Planning” bahwa beliau tidak menyetujui KB jika
20

tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu. Beliau berpegang kepada
prinsip “hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”.
b. Sterilisasi:
1) Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi wanita atau pria
dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat kemandulan tetap”
2) Masjfuk zuhdi sterilisasi dibolehkan karena tidak membuat kemandulan selama-
lamanya. Karena teknologi kedokteran semakin canggih dapat melakukan operasi
penyambungan saluran telur wanita atau saluran pria yang telah disterilkan.
4. Menurut pendapat kelompok kami mengenai kontrasepsi dan sterilisasi:
a) Kontrasepsi:
Kami sependapat dengan Syekh Mahmud Syaltut yang membolehkan KB dengan
motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
b) Sterilisasi:
Kami sependapat dengan Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram)
sterilisasi wanita atau pria dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat
kemandulan tetap”.
21

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

KB dibolehkan dengan tujuan bukan untuk pembatasan keturunan tetapi


pengaturan jarak kelahiran, kesehatan dan pendidikan. dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang sifatnya sementara seperti: pil, suntik, susuk, IUD, kondom, dan
azal, sedangkan Islam mengharamkan alat kontrasepsi yang sifatnya pemandulan
selama-lamanya atau sterilisasi, seperti ligase tuba, tubektomi, dan vasektomi.
Tapi sterilisasi dibolehkan bila semata-mata kerena alasan medis.
Aborsi atau abortus yaitu mengakhiri masa kehamilan baik dengan sengaja
ataupun dengan tidak disengaja. Aborsi yang tidak disengaja atau dengan alamiah
biasa disebut dengan keguguran. Sedangkan aborsi yang disengaja memiliki dua
hukum. Aborsi yang dilakukan karena alasan medis seperti bayi akan terlahir
cacat atau tidak akan selamat maka boleh melakukan aborsi. Akan tetapi jika
aborsi yang dilakukan karena alasan malu atau tidak mau bertanggung jawab atas
kehamilannya maka aborsi ini diharamkan.
Agama islam tidak membenarkan KB dengan cara sterilisasi
(vasektomi/tubektomi) karena hal itu berarti telah merusak organ tubuh, dan juga
dapat mengakibatkan kemandulan selamanya sehingga yang bersangkutan tidak
dapat memperoleh keturunan. Kecuali jika keadaan darurat, misalnya karena
dikhawatirkan menurunnya penyakit yang diderita oleh ibu maupun ayah dari
janin tersebut, atau mengancam jiwa si ibu bila mengandung atau melahirkan bayi
22

DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal cetakan ke-6.
2006. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Hasbiyyallah. 2009. “Masail Fiqhiyyah”. Jakarta: Depag.
Mahjuddin. 2014. “Masail Al-Fiqh”. Jakarta: Kalam Mulia
Maslani dan Hasbiyallah. 2009. “Masail Fiqhiyah Al-Hadisyah”. Bandung: Sega
Arsy
Zuhdi, Masjfuk. 1997. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: PT Toko Gunung Agung

Anda mungkin juga menyukai