1.KASMAWATI
2.MUTIA HANDAYANI
3.FITRI ARYANI
4.UTAMA WATI
DOSEN PEMBIMB
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak permasalahan baru muncul pada saat ini, yang mana hukumnya
masih membuat bingung masyarakat akan hal itu. Diantara permasalahan yang
baru muncul adalah Keluarga Berencana (KB), Aborsi, dan Telat Bulan
(Menstrual reagulation). Banyak dari masyarakat yang bertanya-tanya bagaimana
hukum KB, Aborsi, dan Telat Bulan. Bahkan banyak dari mereka yang tidak
mengerti apa yang dimaksud dengan KB, Aborsi, ataupun Telat Bulan.
KB, aborsi dan telat bulan semuanya merupakan cara untuk mencegah
kehamilan. Akan tetapi aborsi dan telat bulan dilakukan saat si wanita terlanjur
hamil dan ingin menggugurkan kehamilannya. Sedangkan KB dilakukan hanya
untuk mencegah kehamilan saja dan akibatnya tidak akan terlalu fatal bagi
pelakunya.
1.2.RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana, dan bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap Keluarga Berencana?
2. Apa yang dimaksud dengan Aborsi, dan bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Aborsi?
3. Apa yang dimaksud dengan Sterilisasi, dan bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Sterilisasi?
1.3.TUJUAN PENULISAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sehingga Negara tidak mampu memberikan fasilitas kehidupan yang layak bagi
pendidikan, pekerjaan dan kesehatan masyarakat.
Islam pada hakikatnya menghendaki umatnya memiliki keturunan yang
baik secara fisik maupun psikis. Pendidikan, kesehatan dan ekonomi anak-anak
terjamin sampai hari tuanya.
“Diriwayatkan dari Jabir ra, ia berkata, “Kami melakukan azal (coitus interuptus)
di masa Rasulullah pada waktu ayat-ayat al-Quran masih diturunkan dan tidak ada
satu ayatpun yang melarangnya”. (Hadits Riwayat al-Bukhari dan Muslim), dan
menurut lafal Muslim, “Kami melakukan azal di masa Rasulullah dan hal ini
diketahui Nabi, dan Nabi tidak melarangnya”.
Hadits ini menerangkan bahwa boleh melakukan cara kontrasepsi berupa coitus
interruptus, karena tidak ada ayat yang melarangnya, padahal ketika Sahabat
melakukannya, al-Quran masih selalu turun. Karena itu, seandainya perbuatan itu
dilarang oleh Allah, maka pasti ada ayat yang turun untuk mencegah perbuatan
itu. Begitu juga halnya sikap Nabi ketika mengetahui, banyak diantara Sahabat
yang melakukan hal tersebut, maka beliaupun tidak melarangnya, pertanda bahwa
melakukan azal (coitus interruptus) dibolehkan dalam Islam untuk ber-KB.
2.1.3.2. Alat kontrasepsi yang haram, yaitu;
a. Untuk wanita
1. Ligasi tuba, yaitu mengikat saluran kantong ovum
2. Tubektomi, yaitu mengangkat tempat ovum
b. Untuk pria
1. Vasektomi, yaitu mengikat atau memutuskan saluran sperma dari buah zakar.
Ketiga cara diatas disebut dengan sterilisasi atau pengakhiran kesuburan. Hukum
sterilisasi ini adalah haram karena mengakibatkan seseorang tidak dapat
mempunyai anak lagi (pemandulan selama-lamanya).
Tetapi kalau kondisi kesehatan istri atau suami yang terpaksa, seperti untuk
menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang
bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi,
maka sterilisasi dibolehkan oleh Islam karena dianggap darurat. Hal ini
diisyaratkan dalam kaidah:
اﴐورةﺗ ﺢ اﶈﻈﻮرات
“keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama”
10
2.2. ABORTUS
2.2.1. PENGERTIAN ABORSI/ABORTUS
kalangan fuqaha, sebab terjadinya keguguran bukan atas dasar kesengajaan, dan
merupakan kehendak diluar kemampuan manusia. Aborsi yang dilakukan sengaja
termasuk pada pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia jelas merupakan
suatu dosa besar.
Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yaitu:
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Q.S Al-Maidah : 32).
alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya
makruh, denganalasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Adapun
salah satu ulama yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain
Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya
Ihya` Ulumuddin.
Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman al-Bahgdadi mengungkapkan
bahwa pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40
hari atau 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pemebentukan
janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum
keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran
kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya sama dengan
hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (Jaiz). Pendapat ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat 42 malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya dan tulang belulang. Lalu
malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Yaa Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?” maka Allah kemudian memberi
keputusan...”(HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud ra).
Alasan dibolehkannya aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40
hari, maka hukumnya boleh dikarenakan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam masa tahapan sebagai nutfah, belum
sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri sebagai manusia. Selain
itu, penguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azal yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Walaupun begitu, pendapat ini tidak boleh dijadikan alasan bagi para
wanita yang diakibatkan pergaulan bebas, mereka mengetahui tanda-tanda
kehamilan dengan telat bulan dan kemudian mengkonsumsi obat telat bulan.
Dengan tujuan tidak terjadi kehamilan di luar nikah. Tetapi harus memperhatikan
hukum keharaman aborsi ini dalam firman Allah Swt:
13
Ada dua macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Brain Clowes dalam bukunya Facts of life menyebutkan beberapa resiko yang
akan dihadapi oleh wanita yang melakukan aborsi, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendaharan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
15
2.3. STERILISASI
Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut islam, yakni lelaki
dan perempuan selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri
dalam hidupnya di dunia maupun akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan
yang sah dan diharapkan menjadi anak yang shaleh sebagai penerus cita-citanya.
Walaupun dari segi teori masih mungkin menghasilkan keturunan bila ikatan itu
dilepas kembali.
b. Mengubah ciptaan Allah SWT dengan jalan memotong dan menghilangkan
sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
c. Melihat aurat orang lain. Pada prinsipnya islam melarang orang melihat aurat
orang lain.
Tetapi walaupun melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan medis,
maka sudah tentu islam akan membolehkan, karena keadaan semacam itu sudah
sampai ketingkat darurat, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis
dan melihat sekedarnya saja (seminimal mungkin). Hal ini berdasarkan kaidah
hokum islam yang menyatakan:
penyakit yang diderita oleh ibu maupun ayah dari janin tersebut, atau mengancam
jiwa si ibu bila mengandung atau melahirkan bayi
Sterilisasi lelaki (vasektomi) harus dibedakan hukumnya dengan khitan
lelaki dimana sebagian dari tubuhnya adapula yang dipotong dan dihilangkan,
ialah kulup (qulfah dalam bahasa arab,praepuium dalam bahasa latin), Karena
kalau kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong
dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral diseases).
Karena itu, khitan untuk anak lakilaki itu justru disunatkan.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/perempuan, karena semata-
mata alasan medis.Selain medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat
dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat
kontrasepsi yang di ijinkan oleh islam, seperti,oral pill, vaginal tablet, vaginal
pasta, dan sebagainya yang sesuai dengan kaidah hukum islam.
2. CARA STERILISASI
a. Tubektomi adalah menghalangi telur melewati saluran telur sehingga tidak terjadi
konsepsi dengan sperma. Tubektomi dilakukan dengan cara mengikat kedua
saluran telur,dapat melalui ligasi langsung pada saluran, elektrokoagulasi tuba,
pemasangan cincin tuba, pemasangan klip pada tuba (ketiga cara terakhir
dilakukan dengan laparoskopi).
Kemudian minilaparotomy adalah tekhnik dengan sayatan sebesar 3cm diatas
pubis anda, untuk kemudian dilakukan ligasi tuba. Minilaparotomy dapat
dilakukan dokter, hanya saja parut luka yang dihasilkan cukup besar. Sedangkan
19
laparoskopi harus dilakukan spesialis kebidanan, tetapi luka parut yang dihasilkan
kecil bahkan nyaris tak terlihat dan penyembuhan lebih cepat.
b. Vaksetomi artinya adalah pemotongan sebagian (0,5cm-1cm) saluran benih
sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran
benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu/tersumbat.
3. Berikut adalah pendapat para ahli yang berkaitan dengan penggunaan alat
kontrasepsi dan sterilisasi:
a. Kontrasepsi
1) Imam Ghazali
KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti untuk menjaga kesehatan si
ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karna banyak anak dan untuk menjaga
kecantikan si ibu.
2) Syekh al-Hariri (mufti besar mesir)
Sama halnya dengan imam ghazali, syekh al-hariri juga memberikan alasan-alasan
dibolehkan KB, yaitu: menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila
ia mengandung, untuk menghindari kemudhorotan bila ia mengandung dan
melahirkan dapat membawa kematiannya, untuk menjaga kesehatan si ibu, karna
setiap hamil selalu menderita suatu penyakit dan untuk menghindari anak dari
cacat fisik bila suami atau istri menginap penyakit kotor.
3) Syekh Mahmud Syaltut
Dibolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur
kelahiran.
Sedangkan para ahli yang mengharamkan:
1) Abu A’la al-Maududi
Pada hakikatnya KB adalah untuk menghindari dari ketentuan kehamilan dan
kelahiran seorang anak manusia.
2) Prof. Dr. M.S. Madkour guru besar hokum islam pada fak.hukum, dalam
tulisannya “Islam and Family Planning” bahwa beliau tidak menyetujui KB jika
20
tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu. Beliau berpegang kepada
prinsip “hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”.
b. Sterilisasi:
1) Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi wanita atau pria
dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat kemandulan tetap”
2) Masjfuk zuhdi sterilisasi dibolehkan karena tidak membuat kemandulan selama-
lamanya. Karena teknologi kedokteran semakin canggih dapat melakukan operasi
penyambungan saluran telur wanita atau saluran pria yang telah disterilkan.
4. Menurut pendapat kelompok kami mengenai kontrasepsi dan sterilisasi:
a) Kontrasepsi:
Kami sependapat dengan Syekh Mahmud Syaltut yang membolehkan KB dengan
motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
b) Sterilisasi:
Kami sependapat dengan Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram)
sterilisasi wanita atau pria dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat
kemandulan tetap”.
21
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal cetakan ke-6.
2006. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Hasbiyyallah. 2009. “Masail Fiqhiyyah”. Jakarta: Depag.
Mahjuddin. 2014. “Masail Al-Fiqh”. Jakarta: Kalam Mulia
Maslani dan Hasbiyallah. 2009. “Masail Fiqhiyah Al-Hadisyah”. Bandung: Sega
Arsy
Zuhdi, Masjfuk. 1997. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta: PT Toko Gunung Agung