Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR DAN TIKUS

Tentang
Pengendalian Tikus di Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan

Disusun Oleh :

Kelompok 7
1. Alghifari Syaputra (211110003)
2. Aviqi Elsa Azzahra (211110004)
3. Julia Zahra Awaliyah (211110011)
4. Sakila Rahma Hanim (211110030)
5. Syakilla Wahyuni (211110035)

Dosen Pembimbing :

Aidil Onasis, SKM, M.Kes


Dr. Wijayantono, SKM, M.Kes
sLindawati, SKM, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PADANG


PRODI D3 SANITASI
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Pengendalian Vektor dan Tikus yang berjudul
“Pengendalian Tikus Diwilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan” dengan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengendalian Vektor dan Tikus. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan bagi pembaca dan juga peulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pengendalian Vektor dan
Tikus . Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 10 Agustus 2022

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................................. ii


Daftar Isi ............................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas..................................................... 3
B. Penyakit yang ditularkan tikus ................................................................................................ 4
C. Kerugian yang disebabkan oleh tikus ..................................................................................... 4
D. Tata cara pemberantasan tikus dipelabuhan ........................................................................... 5
E. Perbaikan sanitasi lingkungan................................................................................................. 6
F. Pengamatan pinjal ................................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 10
B. Saran ...................................................................................................................................... 10
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Cara pengendalian vektor antara lain usaha
pencegahan (prevention), usaha penekanan (suppression), dan usaha pembasmian (eradication).
Upaya pengendalian vektor perlu ditingkatkan karena penyakit yang ditularkan melalui vektor
merupakan penyakit endemis yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat bahkan
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor di
Indonesia antara lain kondisi geografi dan demografi, belum teridentifikasinya spesies vektor
pada semua wilayah endemis, peningkatan populasi vektor yang resisten terhadap insektisida
tertentu, keterbatasan sumber daya serta kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Berdasarkan peraturan Internasional Health Regulation (IHR) 2005, semua alat angkut
harus bebas dari binatang vektor, dan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2013 mengatakan bahwa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai
penanggung jawab terhadap keberadaan binatang vektor sepeti tikus dan atau serangga pada alat
angkut yang berada dipelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat. Jika ditemukan faktor
risiko kesehatan berupa tanda-tanda kehidupan binatang vektor maka wajib melakukan tindakan
hapus tikus dan hapus serangga

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas ?
2. Apa saja penyakit yang ditularkan tikus ?
3. Apa saja kerugian yang disebabkan oleh tikus ?
4. Bagaimana tata cara pemberantasan tikus dipelabuhan ?
5. Bagaimana perbaikan sanitasi lingkungan ?
6. Bagaimana cara pengamatan pinjal ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas.
2. Untuk mengetahui Apa saja penyakit yang ditularkan tikus
3. Untuk mengetahui Apa saja kerugian yang disebabkan oleh tikus
4. Untuk mengetahui Bagaimana tata cara pemberantasan tikus dipelabuhan
5. Untuk mengetahui Bagaimana perbaikan sanitasi lingkungan
6. Untuk mengetahui Bagaimana cara pengamatan pinjal

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas


Pelabuhan dan Bandara sebagai pintu masuk lalu lintas dari orang-orang dan barang antar
negara. Hal ini tentu berdampak pada ekonomi, gaya hidup dan kesehatan pada masyarakat
setempat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap pola penularan penyakit.Salah satunya
yaitu meningkatnya kasus penyakit menular yang berpotensi sebagai Public Health Emergency
of International Concern (PHEIC).
Tikus merupakan satwa liar yang seringkali berhubungan dengan kehidupan manusia.
Tingginya populasi tikus akan berdampak pada kerugian di berbagai bidang kehidupan manusia.
Tikus juga memberikan dampak yang besar di bidang kesehatan yaitu tikus dapat menjadi
reservoir untuk beberapa patogen penyebab penyakit pada seseorang, urin dan air liur dari tikus
dapat menyebabkan penyakit Leptospirosis sedangkan gigitan pinjal yang ada pada tubuh tikus,
dapat mengakibatkan penyakit pes. Tikus juga dapat menularkan berbagai penyakit lain
seperti Murine typhus, Salmonellosis, Richettsial pox, Rabies, dan Trichinosis.
Keberadaan tikus dan ektoparasitnya di wilayah pelabuhan merupakan faktor risiko
terjadinya penularan penyakit terutama yang bersumber dari binatang pembawa
penyakit sehingga diperlukan upaya pengendalian tikus yang efektif. Pengamatan tikus
dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian dalam rangka kewaspadaan dini terhadap
penyakit menular terutama penyakit yang ditularkan oleh tikus sebagai reservoir di pelabuhan.
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan tikus dan ektoparasitnya serta umpan
yang efektif dalam penangkapan tikus. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji
keberadaan tikus, ektoparasit serta umpan yang efektif untuk tikus di pelabuhan Laut Soekarno-
Hatta. Hasil pengamatan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk
pencegahan dan pengendalian penyakit tular rodent dan tular vektor melalui ektoparasit
khususnya di daerah pelabuhan.
Ektoparasit pada tikus diketahui dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang
biasanya menular ke tikus ketika sedang makan ataupun (sesekali) buang air besar (Hopla,
Durden and Keirans, 1994). Tikus dan ektoparasit merupakan jembatan penularan penyakit dari
antar hewan maupun manusia. Berbagai jenis ektoparasit dikenal sebagai vektor zoonosis yang

3
dapat mengakibatkan kematian bagi manusia. Ektoparasit pada tikus meliputi pinjal, kutu, caplak
dan tungau. Salah satu penyakit yang ditularkan melalui perantaraan ektoparasit pada tikus
adalah penyakit Pes, disebabkan oleh Yersinia pestis dan dibawa oleh pinjal yang hidup pada
bagian luar tubuh tikus. Penyakit ini pernah menjadi wabah di Eropa pada tahun 1400 dan
menelan sebanyak 25 juta jiwa sedangkan di Indonesia sendiri pernah terjadi Kejadian luar Biasa
(KLB) di Kabupaten Boyolali, Sleman, Bandung dan terakhir Pasuruan pada tahun 2007.

B. Penyakit Yang Ditularkan Tikus


Tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit, pinjal, kutu, bakteri
dan parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber beberapa penyakit zoonosis. Beberapa jenis
penyakit yang ditularkan oleh tikus antara lain Pes/Plaque, Leptospirosis, Scub Typhus, Murine Thypus, Rat Bite
Fever, Salmonellosis, Lymphatic Chorionmeningitis, Hantavirus Pulmonary Syndrome dan Lassa
Fever. Penyakit-penyakit tersebut ditularkan tikus melalui cara bervariasi mulai dari gigitan tikus, kencing tikus,
kotoran tikus, maupun yang ditularkan secara tak langsung melalui hewan lain yang tertular penyakit dari tikus
maupun makanan/minuman, air, atau benda yang terkontaminasi..

C. Kerugian Yang Disebabkan Oleh Tikus


Selain menimbulkan berbagai penyakit, banyak kerugian yang ditimbulkan oleh tikus khususnya di
lingkungan Pelabuhan/Bandara. Kerugian itu antara lain mengurangi/menyusutkan komoditas terutama makanan
baik makanan mentah maupun makanan jadi. Tikus juga dapat menimbulkan bau tidak sedap, lingkungan terlihat
jorok, dan tentu saja dapat merusak pemandangan sehingga dapat berdampak pada menurunnya image suatu
Pelabuhan/Bandara dan wilayah sekitarnya di mata wisatawan baik asing maupun domestik yang berpotensi
menurunkan kunjungan wisata suatu daerah. Tikus juga dapat merusak alat-alat, sarana dan prasarana yang ada di
Pelabuhan/Bandara. Dan yang lebih bahaya lagi, tikus mempunyai kebiasaan menggigit benda-benda keras apa
saja yang ada disekitarnya, termasuk kabel-kabel listrik. Bisa dibayangkan, apabila di Kapal, Pesawat, Pelabuhan,
Bandara, maupun di rumah-rumah disekitarnya banyak dihuni tikus, maka sangat berpotensi menimbulkan
korsleting yang dapat menimbulkan kebakaran maupun rusaknya sistem keamanan dan navigasi di
Kapal/Pesawat. Dan yang pasti, dengan adanya keberadaan tikus, dapat menjadi indikator buruknya sanitasi di
suatu tempat dan identik dengan lingkungan yang tidak sehat yang penuh dengan bibit penyakit.

4
Pemeriksaan Sanitasi Kapal oleh Petugas KKP

Persiapan Fumigasi Kapal di Pelabuhan Tanjung Emas

D. Tata Pelaksana Pemberantasan Tikus


Pemberantasan Tikus di Wilayah Pelabuhan dilaksanakan di daerah perimeter pel abuhan
dengan teknik pemasangan perangkap, baik perangkap hidup ( cage trap), maupun perangkap
mati (back break trap), dengan memelihara predator, memberikan poisoning (rodentisida), dan
lokal fumigasi (dengan Posphine). Pemberantasan Tikus di Kapal dan di Pesawat di kapal,
dilakukan dengan fumigasi menggunakan fumigant yang direkomendasikan yaitu SO2 dan HCN
(WHO, 1972), namun di Indonesia sesuai dengan SK DirJen PPM&PLP No. 716-I/PD.03.04.EI
tanggal 19 Nopember 1990, tentang fumigan yang digunakan untuk fumigasi kapal dalam rangka
penerbitan SKHT bagi kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2. Pada tahun 1998/1999 telah
diterbitkan 42 sertifikat DC/SKHT dan 1.217 DEC/SKBHT ( Anonimus, 1999).
Pemberantasan tikus di pelabuhan bertujuan untuk menurunkan populasi tikus dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya penyakit pes pada tikus setempat
melalui pengamatan indeks pinjal dan pemeriksaan serologis darah tikus. Pada dasarnya
membebaskan suatu daerah dari infestasi tikus dilakukan dengan cara :

5
1. Menciptakan suatu lingkungan yang tidak memungkinkan pemukiman tikus, dengan jalan
memperbaiki sanitasi lingkungan dan melaksanakan rat-proofing terhadap semua
bangunan.
2. Memberantas tikus-tikus yang ada dengan cara :
a. pemasangan perangkap
b. penggunaan racun tikus (rodentisida)
c. penggasan atau fumigasi
d. biological control, misalnya dengan melepaskan musuh -musuh tikus, tetapi hasilnya
kurang memuaskan (WHO, 1999).

E. Pemberantasan Tikus Di Pelabuhan


Mengenali Tanda Kehidupan Tikus Keberadaan tikus dapat dideteksi dengan beberapa
cara, yang paling umum adalah adanya kerusakan barang atau alat. Tandatanda berikut
merupakan penilaian adanya kehidupan tikus yaitu (Ehler and Steel, 1950) :
1. Gnawing (bekas gigitan)
2. Burrows (galian /lubang tanah)
3. Dropping (kotoran tikus)
4. Runways (jalan tikus)
5. Foot print (bekas telapak kaki)
6. Tanda lain : Adanya bau tikus, bekas urine dan kotoran tikus, suara, bangkai tikus (WHO,
1972)

F. Perbaikan Sanitasi Lingkungan


Tujuan dari perbaikan sanitasi lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang tidak
favourable untuk kehidupan tikus. Dalam pelaksanaannya dapat ditempuh dengan (Ehlers et.al,
1950) :
1. Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan rapi di tempat yang kedap
tikus.
2. Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang
kuat, kedap air, mudah dibersihkan, bertutup rapi dan terpelihara dengan baik.

6
3. Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas fondasi beton atau semen, rak atau
tonggak.
4. Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.
5. Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat se hingga tidak dapat
dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.

1. Rat Proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus dalam ruangan
serta mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut. Upaya rat proofing dapat ditempuh dengan
jalan (Ristiyanto dan Hadi, 1992) :
a) Membuat fondasi, lantai dan dinding bangunan terbu at dari bahan yang kuat, dan tidak
ditembus oleh tikus.
b) Lantai hendaknya terbuat dari bahan beton minimal 10 cm.
c) Dinding dari batu bata atau beton dengan tidak ada keretakan atau celah yang dapat
dilalui oleh tikus.
d) Semua pintu dan dinding yang dapat ditem bus oleh tikus (dengan gigitannya), dilapisi
plat logam hingga sekurang -kurangnya 30 cm dari lantai. Celah antara pintu dan lantai
maksimal 6 mm.
e) Semua lubang atau celah yang ukurannya lebih dari 6 mm, harus ditutup dengan adukan
semen.
f) Lubang ventilasi hendaknya ditutup dengan kawat kasa yang kuat dengan ukuran lubang
maksimal 6 mm.

2. Pemasangan perangkap (trapping)


Macam perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah jenis snap/guillotine dan cage
trap. Jenis cage trap digunakan untuk mendapatkan tikus hidup, guna diteliti pinjalnya. Biasanya
perangkap diletakkan di tempat jalan tikus atau di tepi bangunan. Pemasangan perangkap lebih
efektif digunakan setelah dilakukan poisoning, dimana tikus yang tidak mati karena poisoning,
dapat ditangkap dengan perangkap (Ehler et.al, 1950).

7
3. Peracunan (Poisoning)
Pada umumnya peracunan dapat dilakukan apabila tidak membahayakan manusia
ataupun binatang peliharaan. Racun tikus terbagi menjadi dua golongan, yaitu single dose poison
dan multiple dose poison. Racun tikus yang biasa digunakan adalah arsen, strychnine, phospor,
zinkphosphide, redsquill, barium karbonat, atau senyawa yang mengandung salah satu atau lebih
dari yang tersebut di atas. Termasuk didalamnya rodentisida yang relatif lebih baru yaitu 1080
(ten eighty), Antu, Warfarin, dan Pival.

a) Warfarin dan Pival.


Merupakan umpan padat dengan warficida dan/atau pivalin yang berupa cairan,
mempunyai pengaruh keracunan yang khas pada tikus. Sifat racun ini adalah anti coagulants,
apabila ditelan dengan interval waktu beberapa hari, menyebabkan perdarahan dalam dan
mengakibatkan kematian. Biasanya tikus mati dalam 4 sampai 7 hari setelah makan racun
dengan dosis yang adekuat. Efek toksik lebih lambat dibandingkan 1080, Antu, Redsquill , dan
racun tikus lainnya. Dengan cara kerja yang lambat ini, tidak terjadi penolakan terhadap bahan
oleh tikus, sehingga tikus akan memakan bahan ini hingga habis sampai mereka mati. Walaupun
cara kerja anti koagulan dari Warfarin dan Pival juga berlaku untuk binatang berdarah panas
termasuk manusia, tetapi racun ini dianggap tidak berbahaya seperti racun lainnya karena tersedi
a antidotenya, yaitu vitamin D yang mudah didapat. Dosis yang dipakai biasanya 0,5% dengan
umpan tepung jagung, havermout, tepung roti, tepung kacang, gula, jagung, dan minyak kacang.

b) Red Squill
Racun ini relatif aman terhadap manusia, kucing dan anjing. Bahan red squill adalah "a
natural emetic" yang bila termakan oleh sebagian besar binatang berdarah panas atau manusia,
mengakibatkan muntah yang segera dan pengos ongan bahan racun. Kerja emetic dari red squill
ini menjadikan racun khusus bagi tikus jenis Norway (Ratus Norvegicus) berhubung jenis tikus
ini tidak bisa muntah. Umpan red squill terasa pahit, dan kelemahannya adalah menimbulkan
penolakan diantara tikus dan beberapa jenis tikus selalu menghindari umpan yang berisi red
squill, terutama apabila mereka tahu pengaruh racun red squill terhadap tikus lainnya.
c) 1080 (Ten Eighty)

8
1080 adalah nama umum untuk Natrium Fluoro Acetat, merupakan racun tikus yang
sangat efektif. Kelemahannya adalah terlalu beracun terhadap manusia dan binatang pel iharaan
serta tidak adanya antidotenya. Oleh karenanya hanya direkomendasikan khusus bagi pekerja
yang terlatih dan bertanggung jawab. Racun ini dilarang dipergunakan di daerah
perumahan/pemukiman karena efek racunnya yang sangat toksik.

d) Antu (Alpha Naphthyl Thio Urea)


Nama kimia dari Antu adalah Alpha Naphthyl Thio Urea merupakan racun yang efektif
untuk Norway rats, tetapi tidak dianjurkan untuk jenis tikus lainnya. Kele mahan dari Antu
adalah cepatnya terjadi toleransi oleh tikus yang makan kurang dari dosis yang adekuat. Oleh
karenanya Antu tidak dapat digunakan untuk interval kurang dari 4 sampai 6 bulan di tempat
yang sama.

G. Pengamatan Tikus dan Pinjal


Dalam rangka kewaspadaan terhadap kemungkinan suatu epizootic plague, maka semua
tikus yang tertangkap hidup dengan cage traps atau yang kedapatan mati tanpa suatu sebab
kematian yang nyata, maka tikus tersebut perlu diperiksa secara visual apakah ada tanda
tersangka penyakit pes dan bila perlu diperiksa secara pathologis organ-organ tertentu antara
lain, paru, getah bening , dan lympha dan kemudian dihitung pinjalnya (Xenopsylla spp.)
(WHO,1999).

9
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Upaya pengendalian vektor perlu
ditingkatkan karena penyakit yang ditularkan melalui vektor merupakan penyakit endemis yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat bahkan wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Pelabuhan dan Bandara sebagai pintu masuk lalu lintas dari orang-orang dan barang antar
negara. Hal ini tentu berdampak pada ekonomi, gaya hidup dan kesehatan pada masyarakat
setempat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap pola penularan . Keberadaan tikus dan
ektoparasitnya di wilayah pelabuhan merupakan faktor risiko terjadinya penularan penyakit
terutama yang bersumber dari binatang pembawa penyakit sehingga diperlukan upaya
pengendalian tikus yang efektif. Pengamatan tikus dilakukan sebagai bagian dari upaya
pengendalian dalam rangka kewaspadaan dini terhadap penyakit menular terutama penyakit yang
ditularkan oleh tikus sebagai reservoir di pelabuhan.

B. Saran
1. Diharapakan kepada petugas kesehatan di Pelabuhan agar lebih
meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap pengendalian tikus secara
menyeluruh dan sercara terus menerus terutama kegiatan yang lebih meningkatkan
pengetahuan tentang pengendalian tikus di kapal yang baik dan memenuhi syarat.
2. Diharapkan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk meningkatkan kegiatan promosi
kesehatan terutama kegiatan penyuluhan tentang pengendalian tikus di pelabuhan agar
lebih meningkatkan pengetahuan
3. Diharapkan kepada seluruh petugas di pelabuhan untuk mematuhi peraturan dan
meningkatkan kesadaran tentang pengendalian tikus di kapal yang sudah ditetapkan agar
menciptakan suasana kapal yang bersih dan terhindar dari penularan penyakit.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://kkpmakassar.com/news/detail/208
https://kespelsemarang.id/bacaberita.php?milihndi=45
https://media.neliti.com/media/publications/3949-ID-pengendalian-rodent-suatu
tindakan-karantina.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai