Tentang
Pengendalian Tikus di Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan
Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Alghifari Syaputra (211110003)
2. Aviqi Elsa Azzahra (211110004)
3. Julia Zahra Awaliyah (211110011)
4. Sakila Rahma Hanim (211110030)
5. Syakilla Wahyuni (211110035)
Dosen Pembimbing :
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Pengendalian Vektor dan Tikus yang berjudul
“Pengendalian Tikus Diwilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan” dengan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengendalian Vektor dan Tikus. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan bagi pembaca dan juga peulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pengendalian Vektor dan
Tikus . Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Cara pengendalian vektor antara lain usaha
pencegahan (prevention), usaha penekanan (suppression), dan usaha pembasmian (eradication).
Upaya pengendalian vektor perlu ditingkatkan karena penyakit yang ditularkan melalui vektor
merupakan penyakit endemis yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat bahkan
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor di
Indonesia antara lain kondisi geografi dan demografi, belum teridentifikasinya spesies vektor
pada semua wilayah endemis, peningkatan populasi vektor yang resisten terhadap insektisida
tertentu, keterbatasan sumber daya serta kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Berdasarkan peraturan Internasional Health Regulation (IHR) 2005, semua alat angkut
harus bebas dari binatang vektor, dan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2013 mengatakan bahwa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai
penanggung jawab terhadap keberadaan binatang vektor sepeti tikus dan atau serangga pada alat
angkut yang berada dipelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat. Jika ditemukan faktor
risiko kesehatan berupa tanda-tanda kehidupan binatang vektor maka wajib melakukan tindakan
hapus tikus dan hapus serangga
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas ?
2. Apa saja penyakit yang ditularkan tikus ?
3. Apa saja kerugian yang disebabkan oleh tikus ?
4. Bagaimana tata cara pemberantasan tikus dipelabuhan ?
5. Bagaimana perbaikan sanitasi lingkungan ?
6. Bagaimana cara pengamatan pinjal ?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Pelabuhan Dan Bandara Sebagai Pintu Masuk Lalu Lintas.
2. Untuk mengetahui Apa saja penyakit yang ditularkan tikus
3. Untuk mengetahui Apa saja kerugian yang disebabkan oleh tikus
4. Untuk mengetahui Bagaimana tata cara pemberantasan tikus dipelabuhan
5. Untuk mengetahui Bagaimana perbaikan sanitasi lingkungan
6. Untuk mengetahui Bagaimana cara pengamatan pinjal
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dapat mengakibatkan kematian bagi manusia. Ektoparasit pada tikus meliputi pinjal, kutu, caplak
dan tungau. Salah satu penyakit yang ditularkan melalui perantaraan ektoparasit pada tikus
adalah penyakit Pes, disebabkan oleh Yersinia pestis dan dibawa oleh pinjal yang hidup pada
bagian luar tubuh tikus. Penyakit ini pernah menjadi wabah di Eropa pada tahun 1400 dan
menelan sebanyak 25 juta jiwa sedangkan di Indonesia sendiri pernah terjadi Kejadian luar Biasa
(KLB) di Kabupaten Boyolali, Sleman, Bandung dan terakhir Pasuruan pada tahun 2007.
4
Pemeriksaan Sanitasi Kapal oleh Petugas KKP
5
1. Menciptakan suatu lingkungan yang tidak memungkinkan pemukiman tikus, dengan jalan
memperbaiki sanitasi lingkungan dan melaksanakan rat-proofing terhadap semua
bangunan.
2. Memberantas tikus-tikus yang ada dengan cara :
a. pemasangan perangkap
b. penggunaan racun tikus (rodentisida)
c. penggasan atau fumigasi
d. biological control, misalnya dengan melepaskan musuh -musuh tikus, tetapi hasilnya
kurang memuaskan (WHO, 1999).
6
3. Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas fondasi beton atau semen, rak atau
tonggak.
4. Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.
5. Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat se hingga tidak dapat
dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.
1. Rat Proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus dalam ruangan
serta mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut. Upaya rat proofing dapat ditempuh dengan
jalan (Ristiyanto dan Hadi, 1992) :
a) Membuat fondasi, lantai dan dinding bangunan terbu at dari bahan yang kuat, dan tidak
ditembus oleh tikus.
b) Lantai hendaknya terbuat dari bahan beton minimal 10 cm.
c) Dinding dari batu bata atau beton dengan tidak ada keretakan atau celah yang dapat
dilalui oleh tikus.
d) Semua pintu dan dinding yang dapat ditem bus oleh tikus (dengan gigitannya), dilapisi
plat logam hingga sekurang -kurangnya 30 cm dari lantai. Celah antara pintu dan lantai
maksimal 6 mm.
e) Semua lubang atau celah yang ukurannya lebih dari 6 mm, harus ditutup dengan adukan
semen.
f) Lubang ventilasi hendaknya ditutup dengan kawat kasa yang kuat dengan ukuran lubang
maksimal 6 mm.
7
3. Peracunan (Poisoning)
Pada umumnya peracunan dapat dilakukan apabila tidak membahayakan manusia
ataupun binatang peliharaan. Racun tikus terbagi menjadi dua golongan, yaitu single dose poison
dan multiple dose poison. Racun tikus yang biasa digunakan adalah arsen, strychnine, phospor,
zinkphosphide, redsquill, barium karbonat, atau senyawa yang mengandung salah satu atau lebih
dari yang tersebut di atas. Termasuk didalamnya rodentisida yang relatif lebih baru yaitu 1080
(ten eighty), Antu, Warfarin, dan Pival.
b) Red Squill
Racun ini relatif aman terhadap manusia, kucing dan anjing. Bahan red squill adalah "a
natural emetic" yang bila termakan oleh sebagian besar binatang berdarah panas atau manusia,
mengakibatkan muntah yang segera dan pengos ongan bahan racun. Kerja emetic dari red squill
ini menjadikan racun khusus bagi tikus jenis Norway (Ratus Norvegicus) berhubung jenis tikus
ini tidak bisa muntah. Umpan red squill terasa pahit, dan kelemahannya adalah menimbulkan
penolakan diantara tikus dan beberapa jenis tikus selalu menghindari umpan yang berisi red
squill, terutama apabila mereka tahu pengaruh racun red squill terhadap tikus lainnya.
c) 1080 (Ten Eighty)
8
1080 adalah nama umum untuk Natrium Fluoro Acetat, merupakan racun tikus yang
sangat efektif. Kelemahannya adalah terlalu beracun terhadap manusia dan binatang pel iharaan
serta tidak adanya antidotenya. Oleh karenanya hanya direkomendasikan khusus bagi pekerja
yang terlatih dan bertanggung jawab. Racun ini dilarang dipergunakan di daerah
perumahan/pemukiman karena efek racunnya yang sangat toksik.
9
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Upaya pengendalian vektor perlu
ditingkatkan karena penyakit yang ditularkan melalui vektor merupakan penyakit endemis yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat bahkan wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Pelabuhan dan Bandara sebagai pintu masuk lalu lintas dari orang-orang dan barang antar
negara. Hal ini tentu berdampak pada ekonomi, gaya hidup dan kesehatan pada masyarakat
setempat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap pola penularan . Keberadaan tikus dan
ektoparasitnya di wilayah pelabuhan merupakan faktor risiko terjadinya penularan penyakit
terutama yang bersumber dari binatang pembawa penyakit sehingga diperlukan upaya
pengendalian tikus yang efektif. Pengamatan tikus dilakukan sebagai bagian dari upaya
pengendalian dalam rangka kewaspadaan dini terhadap penyakit menular terutama penyakit yang
ditularkan oleh tikus sebagai reservoir di pelabuhan.
B. Saran
1. Diharapakan kepada petugas kesehatan di Pelabuhan agar lebih
meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap pengendalian tikus secara
menyeluruh dan sercara terus menerus terutama kegiatan yang lebih meningkatkan
pengetahuan tentang pengendalian tikus di kapal yang baik dan memenuhi syarat.
2. Diharapkan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk meningkatkan kegiatan promosi
kesehatan terutama kegiatan penyuluhan tentang pengendalian tikus di pelabuhan agar
lebih meningkatkan pengetahuan
3. Diharapkan kepada seluruh petugas di pelabuhan untuk mematuhi peraturan dan
meningkatkan kesadaran tentang pengendalian tikus di kapal yang sudah ditetapkan agar
menciptakan suasana kapal yang bersih dan terhindar dari penularan penyakit.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://kkpmakassar.com/news/detail/208
https://kespelsemarang.id/bacaberita.php?milihndi=45
https://media.neliti.com/media/publications/3949-ID-pengendalian-rodent-suatu
tindakan-karantina.pdf
11