Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN VEKTOR

DISUSUN OLEH:
FITRI WIJAYA (1811102414018)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

NAMA : FITRI WIJAYA

NIM : 1811102414018

Samarinda, 03 Januari 2020

Mengetahui,

Praktikan Asisten

Fitri Wijaya Ismail Saleh


NIM. 1811102414018 NIM. 171110241400005

Dosen Pengampu Dosen Pengampu

Andi Daramusseng, S.KM., M.Kes Reni Suhelmi, S.KM., M.Kes


NIDN. 1104069002 NIDN. 1109109202

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan penguasa


langit dan bumi, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga praktikan dapat
menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Pengendalian Vektor dengan
tepat waktu. Laporan akhir ini merupakan salah satu syarat pemenuhan
nilai mata kuliah Praktikum Pengendalian Vektor.

Samarinda, Januari 2020


Praktikan

Fitri Wijaya
DAFTAR ISI

iii
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
LAPORAN 1....................................................................................................................9
LAPORAN 2..................................................................................................................21
LAPORAN 3..................................................................................................................31
LAPORAN 4..................................................................................................................43
LAPORAN 5..................................................................................................................53
LAPORAN 6..................................................................................................................70
LAPORAN 7..................................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................99
LAMPIRAN..................................................................................................................102

iv
LAPORAN 1
PEMBUATAN OVITRAP

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyamuk adalah hewan yang termasuk dalam kelas serangga tergolong
dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus
untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan fakor resiko penularan berbagai
penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan malaria yang disebabkan
oleh nyamuk aedes aegypti,culex dan anopheles. Nyamuk ini udah menjadi
endemic di beberapa Negara yang menyebabkan tingkat kualitas kesehatan
masyarakat menurun.
Selama ini pengendalian serangga umumnya sering dilakukan
dengan pemberatasan nyamuk menggunakan pestisida sintetik.
Penggunaan pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi
ekonomi lebih menguntungkan dalam mengusir nyamuk. Namun demikian
penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan berulang-ulang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas
menggunakan pestisida tersebut. Pestisida sintetik mengandung bahan
kimia yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari
lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti lingkungan
udara, air dan tanah. (Yunita. E., dkk. 2015).
Ovitrap merupakan salah teknik yang sangat sensitif dan efisien dalam
mendeteksi dan memantau populasi Aedes aegypti bahkan di daerah
dengan kepadatan nyamuk yang rendah sekalipun (Santos, 2003). Selain
tidak berbahaya bagi lingkungan, alat ini juga tidak membutuhkan biaya
yang besar dalam pembuatannya. Ada beberapa faktor pendukung
keberhasilan pemanfaatan ovitap dalam mengendalikan vektor nyamuk,
seperti modifikasi ovitrap dengan menambahkan suatu zat atraktan kedalam
ovitrap. Peran serta anak sekolah sebagai kader Juru Pemantau Jentik

6
dapat digunakan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada usia dini, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan
perilakunya di masa yang akan datang (Kementerian Kesehatan, 2014).

B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan terampil dalam membuat ovitrap
2. Praktikan mampu menghitung ovitrap indeks

C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat membuat ovitrap secara terampil dan rapi
2. Mahasiswa dapat menghitung ovitrap indeks

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk


Nyamuk merupakan salah satu vektor yang menimbulkan penyakit yang
dapat di katakan berbahaya dikarenakan ada jenis nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit yang berdampakkan kematian pada manusia.
Nyamuk dapat berkembang biak di tempat-tempat air yang tergenang. Beda
tempat perkembangbiakannya beda pula jenis nyamuk yang ada. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembang biakannya. Telah
banyak penyakit-penyakit yang di temukan pada manusia yang di sebabkan
oleh nyamuk, beberapa di antaranya adalah demam berdarah, malaria dan
filarial. Bahkan telah mewabah pada saat musim hujan dan sangat
menggangu kesehatan manusia sendiri
Maka dari itu kita perlu untuk mengetahui jenis-jenis nyamuk yang ada
di pemukiman warga dengan mengidentifikasi nya dengan melihat ciri-ciri
yang ada pada bagian tubuh nyamuk tersebut, penyakit apa saja yang
dapat di bawanya terhadap manusia dan bagaimana siklus hidupnya serta
cara untuk mengendalikannya. (Junaidi, 2016)

B. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Culex


Nama lain nyamuk Culex quinquefasciatus adalah Culex pipiens
fatigans Wiedemann (Setiawati, 2000). Kepala Culex umumnya bulat atau
sferik dan memiliki sepasang mata, sepasang antena, sepasang palpi yang
terdiri atas 5 segmen dan 1 probosis antena yang terdiri atas 15 segmen.
Berbeda dengan Aedes, pada genus Culex tidak terdapat rambut pada
spiracular maupun pada post spiracular. Panjang palpus maxillaries nyamuk
jantan sama dengan proboscis.
Bagian toraks nyamuk terdiri atas 3 bagian yaitu protoraks, mesotoraks
dan metatoraks. Bagian metatoraks mengecil dan terdapat sepasang sayap
yang mengalami modifikasi menjadi halter. Abdomen terdiri atas 8 segmen
tanpa bintik putih di tiap segmen. Ciri lain dari nyamuk Culex adalah posisi
yang sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapi saat istirahat atau

8
saat menusuk dengan kaki belakang yang sedikit terangkat (Setiawati,
2000).
Genus Culex dikenali dengan struktur sketelumnya yang trilobus, ujung
abdomen yang tumpul dan badannya yang penuh dengan sisik-sisik. Selain
itu, struktur yang membedakan genus ini dengan genus yang lain adalah
struktur yang disebut pulvilus yang berdekatan dengan kuku diujung kaki
nyamuk (Setiawati, 2000). Nyamuk Culex quinquefasciatus berwarna coklat,
berukuran sedang, dengan bintik-bintik putih di bagian dorsal abdomen.
Sedangkan kaki dan proboscis berwarna hitam polos tanpa bintik-bintik
putih. Spesies ini sulit dibedakan dengan nyamuk genus Culex lainnya.

C. Tinjauan Umum tentang Filiriasis


Filariasis limfatik merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan di dunia. Filariasis limfatik disebabkan oleh
cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening serta ditularkan oleh berbagai
jenis nyamuk (Kemenkes RI, 2010). Penyakit ini tidak mematikan namun
menimbulkan sakit secara fisik yang bersifat kronis dan kecacatan yang
permanen sehingga menurunkan aktivitas, produktivitas penderita dan
menjadi beban sosial keluarga (Srimurni et al., 2008).

D. Tinjauan Umum tentang Ovitrap


Ovitrap (singkatan dari oviposition trap) adalah perangkat untuk
mendeteksi kehadiran Ae aegypti dan Ae albopictus pada keadaan densitas
populasi yang rendah dan survey larva dalam skala luas tidak produktif
(misalnya BI < 5), sebaik pada keadaan normal (WHO, 2005).
Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi infestasi nyamuk
ke area baru yang sebelumnya telah dieliminasi. Ovitrap standar berupa
gelas kecil bermulut lebar dicat hitam bagian luarnya dan dilengkapi dengan
bilah kayu atau bambu (pedel) yang dijepitkan vertikal pada dinding dalam.
Gelas diisi air setengahnya hingga ¾ bagian dan ditempatkan di dalam dan
di luar rumah yang diduga menjadi habitat nyamuk Aedes aegypti (Polson et
al. 2002).
Ovitrap memberikan hasil setiap minggu, namun temuan baru dapat
memberikan hasil tiap 24 jam. Pedel diperiksa untuk menemukan dan

9
menghitung jumlah telur yang terperangkap. Telur ditetaskan untuk
menentukan spesies nyamuk Aedes aegypti. Persentase ovitrap yang positif
menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp. Jumlah telur
digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al.
2005).
Cara Menghitung Ovitrap Index
Jumlah kertas dengan telur
Ovitrap Index= x 100 %
Jumlah kertas diperiksa
Menurut FEHD (2006) indeks ovitrap dikategorikan menjadi 4 kategori
yaitu:
a. Tingkat 1 jika IO <5% (sangat rendah)
b. Tingkat 2 jika IO 5%-<20% (rendah)
c. Tingkat 3 jika IO 20%-<40% (sedang)
d. Tingkat 4 jika IO >40% (tinggi)

10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
1. Waktu pembuatan ovitrap
Hari/tanggal : Senin, 28 Oktober 2019
Pukul : 07.30. WITA
Tempat : Gedung E UMKT
2. Waktu penaruhan ovitrap
Hari/tanggal : Senin, 28 Oktober 2019
Pukul : 13.00 WITA
Tempat : Rumah
3. Waktu penghitungan ovitrap indeks
Hari/tanggal : Senin, 4 November 2019
Pukul : 13.30 WITA
Tempat : Laboratorium Mikro dan Parasitologi UMKT

B. Materi Praktikum
1. Alat

NO ALAT JUMLAH

1. Gunting 1 Buah

2. Plastik hitam 2 Buah

3. Lakban 1 Buah

4. Kertas Saring 1 Buah

2. Bahan
NO BAHAN JUMLAH

1. Air hujan 1 botol

2. Botol plastik bekas 1 Buah

3. Prosedur
a. Siapkan botol air mineral bekas 1,5 lt yang sudah dibersihkan.
b. Potong botol air mineral menjadi 2 bagian, kemudian rapikan.

11
c. Bungkus botol bagian bawah menggunakan plastik hitam, kemudian
rekatkan dengan lakban hitam.
d. Masukan kertas saring/karton kedalam botol bagian bawah,
kemudian isi dengan media air hujan hingga ¾ bagian.
e. Ovitrap siap digunakan. Letakkan ditempat yang biasa menjadi
tempat persembunyian nyamuk seperti tempat gelap & lembab.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

N
HASIL KETERANGAN
O

1. Hasil pembuatan ovitrap

Media air hujan dimasukkan


2.
sampai ¾ bagian.

13
Kemudian ditutup dengan
3. bagian atas botol, ditutup
dengan cara terbalik

Ovitrap dieri label dan letakkan


4.
diluar rumah (garasi)

4. Kertas karton yang terdapat


telur nyamuk

14
Perhitungan :
JUMLAH OVITRAP DENGAN KERTAS
Index ovitrap ¿ X 100 %
JUMLAH KERTAS YANG DI PERIKSA
1
¿ X 100 %
11
= 9,09 %

B. Pembahasan
Pada saat proses pembutan ovitrap praktikan mampu membuat
tanpa adanya kendala. Penggunaan beberapa alat yang berwarna hitam
seperti plastik dan lakban sangat mempengaruhi tampilan luar ovitrap
sehingga vektor seperti nyamuk sangat tertarik.
Air hujan digunakan sebagai media perkembangbiakkan telur nyamuk
diantaranya nyamuk Anopheles, dan Culex yang memilki bionomik
meletakkan telur-telurnya di air yang keruh. Air dimasukkan sampai ¾
bagian agar ada ruang pergerakkan nyamuk untuk meletakkan telurnya.
Peletakkan tutup botol secara terbalik sangat direkomendasikan
karena dapat memerangkap nyamuk lebih banyak sehingga
memungkinkan jumlah telur juga banyak. Karena ovitrap diletakkan
didalam rumah, oleh sebab itu ovitrap diberi label agar meminimalisir
kemungkinan terbuang oleh pihak lain. Dapur dipilih sebagai tempat yang
dirasa menjadi sarang nyamuk karena minim pencahayaan. Dan pada
akhirnya ovitrap milik saya tidak terdapat adanya tanda-tanda keberadaan
telur nyamuk dikarenakan lokasi penaruhan ovitrapnya kurang menarik
perhatian kepada nyamuk membuat bebarapa jenis nyamuk tidak tertarik
untuk menaruh telur nya kedalam ovitrap yang telah saya buat sehingga
ovitrap yang saya buat berisi kosong.
Dari hasil penghitungan ovitrap index mendapatkan 1 kertas karton
yang terdapat telur nyamuk dengan hasil 9.09% dari 11 kertas karton
yang diperiksa. Nilai ini menunjukkan tingkat sedang berkisar dari 5%-
<20%.

15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini mahasiswa mampu melakukan pembuatan
ovitrap dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang diberikan serta
mahasiswa mampu memahami dalam menghitung ovitrap indek. Beberapa
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ovitrap ialah tampilan dari
warnanya dan lokasi peletakkan ovitrapnya.
Dari hasil yang diperoleh menunjukan ovitrap index berada ditingkat 2
sedang dengan nilai 9,09%.

B. Saran
Diharapkan pada praktikan lainnya dalam mebuat ovitrap harus sesuai
dengan prosedur yang telah diberikan. Perlunya peletakkan ovitrap ditempat
yang berbeda guna membantu menanggulangi banyaknya teur nyamuk
yang ditemukan.

16
LAPORAN 2
IDENTIFIKASI TELUR NYAMUK

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyamuk adalah hewan yang termasuk dalam kelas serangga tergolong
dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus
untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan fakor resiko penularan berbagai
penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan malaria yang disebabkan
oleh nyamuk aedes aegypti,culex dan anopheles. Nyamuk ini udah menjadi
endemic di beberapa Negara yang menyebabkan tingkat kualitas kesehatan
masyarakat menurun.
Selama ini pengendalian serangga umumnya sering dilakukan dengan
pemberatasan nyamuk menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi
lebih menguntungkan dalam mengusir nyamuk. Namun demikian
penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan berulang-ulang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas
menggunakan pestisida tersebut. Pestisida sintetik mengandung bahan
kimia yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari
lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti lingkungan
udara, air dan tanah. (Yunita. E., dkk. 2015).
Ovitrap merupakan salah teknik yang sangat sensitif dan efisien dalam
mendeteksi dan memantau populasi Aedes aegypti bahkan di daerah
dengan kepadatan nyamuk yang rendah sekalipun (Santos, 2003). Selain
tidak berbahaya bagi lingkungan, alat ini juga tidak membutuhkan biaya
yang besar dalam pembuatannya. Ada beberapa faktor pendukung
keberhasilan pemanfaatan ovitap dalam mengendalikan vektor nyamuk,
seperti modifikasi ovitrap dengan menambahkan suatu zat atraktan kedalam
ovitrap. Peran serta anak sekolah sebagai kader Juru Pemantau Jentik

18
dapat digunakan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada usia dini, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan
perilakunya di masa yang akan datang (Kementerian Kesehatan, 2014).

B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan terampil dalam mengidentifikasi telur nyamuk
2. Praktikan mampu Dapat menyebutkan, menggambarkan dan
menjelaskan morfologi teur nyamuk

C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi telur nyamuk secara terampil dan rapI
2. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi telur nyamuk

19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk


Nyamuk merupakan salah satu vektor yang menimbulkan penyakit yang
dapat di katakan berbahaya dikarenakan ada jenis nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit yang berdampakkan kematian pada manusia.
Nyamuk dapat berkembang biak di tempat-tempat air yang tergenang. Beda
tempat perkembangbiakannya beda pula jenis nyamuk yang ada. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembang biakannya. Telah
banyak penyakit-penyakit yang di temukan pada manusia yang di sebabkan
oleh nyamuk, beberapa di antaranya adalah demam berdarah, malaria dan
filarial. Bahkan telah mewabah pada saat musim hujan dan sangat
menggangu kesehatan manusia sendiri
Maka dari itu kita perlu untuk mengetahui jenis-jenis nyamuk yang ada
di pemukiman warga dengan mengidentifikasi nya dengan melihat ciri-ciri
yang ada pada bagian tubuh nyamuk tersebut, penyakit apa saja yang
dapat di bawanya terhadap manusia dan bagaimana siklus hidupnya serta
cara untuk mengendalikannya. (Junaidi, 2016)

B. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Aedes Aegypti

Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor


berbagai macam penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD).
Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai
vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam
penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.
Keberhasilan dalam upaya pemberantasan vektor penular penyakit
ditentukan oleh berbagai faktor , antara lain sarana, prasarana maupun
sumber daya manusia. Dalam hal upaya pengendalian Aedes aegypti , perlu
kiranya pemahaman ilmu entomologi diantaranya adalah taksonomi,
morfologi, ekologi dan siklus hidup dari vektor.

20
C. Tinjauan Umum tentang Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic
Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Salawati, 2010).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) hingga saat ini merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. (Supriyanto,
2011).
Kasus DBD banyak terjadi pada anak sekolah. Nyamuk Aedes aegypti
merupakan nyamuk vektor DBD, dimana aktifitas menggigit manusia terjadi
pada pagi dan sore hari, dimana pada jam tersebut merupakan jam aktifitas
anak sekolah (Krianto, 2009).

D. Tinjauan Umum tentang Ovitrap


Ovitrap (singkatan dari oviposition trap) adalah perangkat untuk
mendeteksi kehadiran Ae aegypti dan Ae albopictus pada keadaan densitas
populasi yang rendah dan survey larva dalam skala luas tidak produktif
(misalnya BI < 5), sebaik pada keadaan normal (WHO, 2005).
Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi infestasi nyamuk
ke area baru yang sebelumnya telah dieliminasi. Ovitrap standar berupa
gelas kecil bermulut lebar dicat hitam bagian luarnya dan dilengkapi dengan
bilah kayu atau bambu (pedel) yang dijepitkan vertikal pada dinding dalam.
Gelas diisi air setengahnya hingga ¾ bagian dan ditempatkan di dalam dan
di luar rumah yang diduga menjadi habitat nyamuk Aedes aegypti (Polson et
al. 2002).
Ovitrap memberikan hasil setiap minggu, namun temuan baru dapat
memberikan hasil tiap 24 jam. Pedel diperiksa untuk menemukan dan
menghitung jumlah telur yang terperangkap. Telur ditetaskan untuk
menentukan spesies nyamuk Aedes aegypti. Persentase ovitrap yang positif
menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp. Jumlah telur
digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al.
2005).

21
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
1. Waktu mengidentifikasi telur nyamuk
Hari/tanggal : Senin, 4 November 2019
Pukul : 13.30 WITA
2. Tempat pelaksanaan
Laboratorium Mikro dan Parasitologi Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur
B. Materi Praktikum
1. Alat

NO ALAT JUMLAH

1. Cover glass secukupnya

2. Objek glass Secukupnya

3. Mikroskop 1 Unit

4. Alat tulis Secukupnya

2. Bahan

NO BAHAN JUMLAH
1. Telur nyamuk 2 lembar kertas karton

3. Prosedur
a. Siapkan 1 kertas karton yang terdapat telur nyamuk untuk
diidentifikasi.
b. Amati secara visual menggunakan lup.
c. Ambil sedikit bagian kertas karton yang terdapat telur nyamuk.
d. Letakkan pada Slide glass, tutup menggunakan Cover glass.
e. Amati secara visual menggunakan mikroskop.

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

N
HASIL
O

1.

23
2.

3.

B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diidentifikasi pertama air
yang digunakan merupakan air hujan yang jernih, kemudian telur nyamuk
ini berbentuk elips atau oval memanjang, warna hitam,ukuran 0,5-0,8
mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung dan diletakkan
satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian

24
dalam tempat penampungan air. Dari proses identifikasi ini jenis telur
yang dimaksud ialah telur nyamuk Aedes.

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini mahasiswa mampu melakukan identifikasi telur
nyamuk secara visual dengan menggunakan lup dan mikroskop. Hasil
identifikasi yang diperoleh merupakan jenis telur nyamuk Aedes yaitu
dengan ciri-ciri telur nyamuk ini berbentuk elips atau oval memanjang,
warna hitam,ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat
pelampung dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung
atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air.
B. Saran
Diharapkan pada praktikan lainnya dalam mebuat ovitrap harus sesuai
dengan prosedur yang telah diberikan. Perlunya peletakkan ovitrap ditempat
yang berbeda guna membantu menanggulangi banyaknya teur nyamuk
yang ditemukan.

26
LAPORAN 3
IDENTIFIKASI JENTIK NYAMUK

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/202

27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyamuk adalah hewan yang termasuk dalam kelas serangga tergolong
dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus
untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan fakor resiko penularan berbagai
penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan malaria yang disebabkan
oleh nyamuk aedes aegypti,culex dan anopheles. Nyamuk ini udah menjadi
endemic di beberapa Negara yang menyebabkan tingkat kualitas kesehatan
masyarakat menurun.
Selama ini pengendalian serangga umumnya sering dilakukan dengan
pemberatasan nyamuk menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi
lebih menguntungkan dalam mengusir nyamuk. Namun demikian
penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan berulang-ulang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas
menggunakan pestisida tersebut. Pestisida sintetik mengandung bahan
kimia yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari
lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti lingkungan
udara, air dan tanah. (Yunita. E., dkk. 2015).
Ovitrap merupakan salah teknik yang sangat sensitif dan efisien dalam
mendeteksi dan memantau populasi Aedes aegypti bahkan di daerah
dengan kepadatan nyamuk yang rendah sekalipun (Santos, 2003). Selain
tidak berbahaya bagi lingkungan, alat ini juga tidak membutuhkan biaya
yang besar dalam pembuatannya. Ada beberapa faktor pendukung
keberhasilan pemanfaatan ovitap dalam mengendalikan vektor nyamuk,
seperti modifikasi ovitrap dengan menambahkan suatu zat atraktan kedalam
ovitrap. Peran serta anak sekolah sebagai kader Juru Pemantau Jentik

28
dapat digunakan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada usia dini, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan
perilakunya di masa yang akan datang (Kementerian Kesehatan, 2014).

B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan terampil dalam mengidentifikasi jentik nyamuk
2. Agar praktikan mampu mengidentifikasi jenis jentik nyamuk secara visual
dengan menggunakan mikroskop.
4. Praktikan mampu Dapat menyebutkan, menggambarkan dan
menjelaskan morfologi jentik nyamuk

C. Manfaat Praktikum
1. Praktikan dapat mengidentifikasi jentik nyamuk secara terampil dan rapi
2. Praktikan dapat mengetahui identifikasi jenis jentik nyamuk
menggunakan mikroskop.
3. Praktikan dapat mengetahui morfologi jentik nyamuk

29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk


Nyamuk merupakan salah satu vektor yang menimbulkan penyakit yang
dapat di katakan berbahaya dikarenakan ada jenis nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit yang berdampakkan kematian pada manusia.
Nyamuk dapat berkembang biak di tempat-tempat air yang tergenang. Beda
tempat perkembangbiakannya beda pula jenis nyamuk yang ada. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembang biakannya. Telah
banyak penyakit-penyakit yang di temukan pada manusia yang di sebabkan
oleh nyamuk, beberapa di antaranya adalah demam berdarah, malaria dan
filarial. Bahkan telah mewabah pada saat musim hujan dan sangat
menggangu kesehatan manusia sendiri
Maka dari itu kita perlu untuk mengetahui jenis-jenis nyamuk yang ada
di pemukiman warga dengan mengidentifikasi nya dengan melihat ciri-ciri
yang ada pada bagian tubuh nyamuk tersebut, penyakit apa saja yang
dapat di bawanya terhadap manusia dan bagaimana siklus hidupnya serta
cara untuk mengendalikannya. (Junaidi, 2016)

B. Tinjauan Umum tentang Jenis Jentik Nyamuk


1. Culex
Pada larva nyamuk culex sp mempunyai siphon yang mengandung
bulu-bulu siphon (siphonal tuft) dan pekten, sisir atau comb dengan gigi-
gigi sisir (comb teeth), segmen anal dengan pelana tertutup dan tampak
tergantung pada permukaan air.
Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
a. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari
setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas.
b. Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur
menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

30
c. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur
menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna
coklat kehitaman.
d. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah
telur menetas, dengan warna kepala.
2. Anopheles
Dalam keadaan diam (istirahat), jentik nyamuk Anopheles sejajar
dengan permukaan air dan ciri khasnya yaitu spirakel pada bagian
posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal
abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen.
Sebelum memasuki fase jentik, dimulai dengan fase telur. Pada fase
telur, telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan
bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak
pada sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di permukaan air.
Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi,
biasanya antara 100-150 butir. Pada fase jentik saat istirahat, posisinya
mengapung sejajar dengan permukaan air.
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air.
Telur Anopheles yang terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama
melebihi 92 jam akan gagal menetas.
Pada fase larva, larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai
habitat hidup di air. Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan
tampak mengapung sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu
kontak dengan udara luar. Sekali- sekali larva Anopheles mengadakan
gerakan-gerakan turun ke dalam atau bawah untuk menghindari musuh
alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-
gerakan dan lain-lain.
Perkembangan hidup larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan
yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri,
ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk
mulutnya.

Pada fase pupa, merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak
aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan

31
yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka pupa ini akan berada
mengapung pada permukaan air.. Pupa tidak menggunakan rambut dan
kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua
terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua
rambut panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen
(Santoso, 2002).
3. Aedes aegypti
Jentik Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan
bulu- bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris.
Pada fase telur nyamuk Aedes aegepty memiliki ciri-ciri yaitu telur
nyamuk Aedes aegepty berwarna hitam dengan ukuran +0,80 mm. Telur
ini di tempat yang kering dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu +2 hari setelah terendam air
Pada fase jentik memiliki ciri-ciri yaitu jentik kecil yang menetas dari
telur akan tumbuh menjadi besar, panjangnya 0-1 cm. Jentik nyamuk
Aedes aegepty selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang
dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali
ke bawah untuk mencari makanan dan seterusnya. Pada waktu istirahat,
posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air (bergantung dengan
membentuk posisi vertikal dengan permukaan air). Biasanya berada di
sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan
berkembang menjadi kepompong.
Larva Aedes aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu
sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan
dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan
larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV.
Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm,
duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong
pernafasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar,
ukuran 2,5 – 3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah
bewarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas
tubuh dapat di bagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan
perut (abdomen) (Soegijanto, 2006).

32
Jentik nyamuk Aedes aegepty banyak ditemukan di penampungan air
bersih seperti bak mandi, tempayan, ban bekas, kaleng bekas dan lain-
lain. Pada fase kepompong atau pupa memiliki ciri- ciri yaitu bentuk seperti
koma, gerakannya lamban, sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2
hari akan menjadi nyamuk baru.

33
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
1. Waktu pengambilan jentik nyamuk
Hari/tanggal : Senin, 11 November 2019
Pukul : 12.30 WITA
Tempat : Air baskom diluar rumah
2. Waktu mengidentifikasi jentik nyamuk
Hari/tanggal : Kamis, 14 November 2019
Pukul : 13.30 WITA
Tempat : Laboratorium Mikro dan Parasitologi Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur
B. Materi Praktikum
1. Alat

NO ALAT JUMLAH

1. Cover glass 1 Buah

2. Objek glass 1 Buah

3. Mikroskop 1 Unit

4. Cawan Petri 1 Buah


5. Alat tulis Secukupnya

6. Pipet ukur Secukupnya

2. Bahan
NO BAHAN JUMLAH

1. Chloroform 1 Tetes

2. Jentik nyamuk Secukupnya

3. Prosedur
a. Siapkan alat dan bahan
b. Tuangkan sampel jentik nyamuk ke dalam cawan petri, lalu tambahkan
air secukupnya.

34
c. Setelah itu tambahkan 3 tetes larutan chloroform ke dalam cawan petri
yang bertujuan untuk membunuh jentik nyamuk
d. Setelah itu tutup dengan tissu lalu tunggu selama 3 menit
e. Setelah jentik nyamuk mati, pindahkan ke object glass menggunakan
pipet ukur
f. Pastikan tidak terjadi kerusakan organ jentik
g. Letakan jentik di atas object glass dengan posisi tubuh lurus melintang
h. Periksa dengan mikroskop dan amati.

35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

N
HASIL KETERANGAN
O

Bagian kepala dan


1.
thorax jentik nyamuk

Bagian abdomen
2.
jentik nyamuk

36
Bagian sipon jentik
3.
nyamuk

B. Pembahasan
Pada tabel hasil pengamatan merupakan hasil identifikasi jentik nyamuk
dengan menggunakan mikroskop. Gambar pada tabel merupakan
pegamatan dengan menggunakan perbesaran 4 kali. Dalam identifikasi
tersebut dapat diketahui morfologi jentik dan juga jenis jentiknya. Morfologi
yang nampak jelas yaitu, kepala, toraks (dada), abdomen dan sipon sejajar
serta anal gills. Dan cara istirahatnya membentuk sudut sipon berada di atas
permukaan air. Dari morfologi yang didapatkan dari hasil identifikasi dapat
disimpulkan bahwa jentik yang terperangkap, merupakan jentik dari jenis
nyamuk Aedes aegypty. Yang tidak lain jenis nyamuk tersebut merupakan
jenis nyamuk endemik Kalimantan Timur yang dapat menimbulkan penyakit
demam berdarah dengue (DBD).

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini mahasiswa mampu melakukan identifikasi jentik
nyamuk secara secara langsung dengan melihat waktu isitrahatnya, dan
pengamatan secara visual menggunakan mikroskop guna mengetahui
anatominya. Hasil identifikasi yang diperoleh merupakan jenis jentik nyamuk
Aedes yaitu dengan Ciri-ciri yang dapat diamati ialah pada saat istirahat
hampir tegak lurus dengan permukaan air (bergantung dengan membentuk
posisi vertikal dengan permukaan air dan berada di sekitar dinding tempat
penampungan air. Bentuk shifon yang dimiliki jentik Aedes berbentuk pendek
dan lebih berisi dibandingkan dengan shifon jentik nyamuk Culex.
B. Saran
Diharapkan pada praktikan lainnya dalam mengindentifikasi jentik nyamuk
harus sesuai dengan prosedur yang telah diberikan. Dan memperhatikan
dengan jelas bagaimana ciri-dan anatomi nyamuk, sehingga lebih gampang
untuk mengklasifikasikannya.

38
LAPORAN 4
PENANGKAPAN NYAMUK DEWASA

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

39
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyamuk adalah hewan yang termasuk dalam kelas serangga tergolong
dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus
untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan fakor resiko penularan berbagai
penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan malaria yang disebabkan
oleh nyamuk aedes aegypti,culex dan anopheles. Nyamuk ini udah menjadi
endemic di beberapa Negara yang menyebabkan tingkat kualitas kesehatan
masyarakat menurun.
Selama ini pengendalian serangga umumnya sering dilakukan dengan
pemberatasan nyamuk menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi
lebih menguntungkan dalam mengusir nyamuk. Namun demikian
penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan berulang-ulang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas menggunakan
pestisida tersebut. Pestisida sintetik mengandung bahan kimia yang sulit
terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari lingkungan dan
dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti lingkungan udara, air dan
tanah. (Yunita. E., dkk. 2015).

B. Tujuan Praktikum
1. Agar praktikan dapat mengetahui umpan body
2. Agar praktikan mampu dan terampil dalam menangkap nyamuk dewasa
menggunakan aspirator

C. Manfaat
1. Praktikan bisa mengetahui cara menangkap nyamuk dengan umpan body
2. Praktikan mampu terampil menangkap nyamuk menggunakan aspirator

40
41
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk


Nyamuk merupakan salah satu vektor yang menimbulkan penyakit yang
dapat di katakan berbahaya dikarenakan ada jenis nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit yang berdampakkan kematian pada manusia.
Nyamuk dapat berkembang biak di tempat-tempat air yang tergenang. Beda
tempat perkembangbiakannya beda pula jenis nyamuk yang ada. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembang biakannya. Telah
banyak penyakit-penyakit yang di temukan pada manusia yang di sebabkan
oleh nyamuk, beberapa di antaranya adalah demam berdarah, malaria dan
filarial. Bahkan telah mewabah pada saat musim hujan dan sangat
menggangu kesehatan manusia sendiri
Nyamuk dewasa hidup diluar air, setelah dari larva dan hinggap di
tempat atau pada benda-benda tertentu dan dapat terbang. Besar tubuh 6
mm, bentuk mulut memanjang untuk menusuk dan menghisap disebut
moncong atau probocis. Disamping Probocis terdapat Palpi. Mempunyai
sepasang sayap pada dada tengah (Mesothorax) urat-urat sayap bersisik,
demikian pula pada tepi bawah sayap bersisik disebut jumbai. Pada dada
belakang (Metathorax) terdapat sepasang halter yaitu sayap yang tidak
berkembang (Rudimeter). Di dunia kesehatan nyamuk yang perlu di ketahui
adalah Tribus Culicini dan Anophelini. Tribus anophelini di antaranya yang
paling penting adalah genus anopheles sedangkan dari Tribud culaini yang
penting adalah Genus Aedes, Culex, dan Mansonia. Pada tiap ruas dada
terdapat sepasang kaki yang panjang. Ada 5 genera yang sering dijumpai di
Indonesia yaitu : Aedes, Anopheles, Mansonia, Culex, dan Armigeres.

B. Tinjauan Umum tentang Breedin Place (Berkembang Biak)


Dalam perkembangbiakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam
tempat yaitu berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan
umpan atau darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (reesting
places). Nyamuk memeiliki tipe breeding places yang berlainan seperti culex
dapat berkembang di sembarang tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat
berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah

42
langsung, mansonia senang berkembang biak di kolamkolam, rawarawa,
danau yang banyak tanaman airnya dan anopeheles bermacam breeding
places, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :
1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan anopheles vagus senang
berkembang biak di air payau.
2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk
anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak
3. Breeding places yang terlindungi dari sinar matahari disenangi anopheles
vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus,
indefenitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi
anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak
C. Tinjauan Umum tentang Resting Place (Tempat Beristirahat)

Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang atau hewan, nyamuk


tersebut akan beristirahat selam 23 hari, misalnya pada bagian dalam rumah
sedangkan di luar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna
gelap dan lainlain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
beristirahat.

D. Tinjauan Umum tentang Aspirator

Aspirator merupakan alat untuk mengumpulkan serangga-serangga


kecil dan tidak begitu aktif bergerak (seperti wereng). Alat ini dipakai untuk
mengumpulkan serangga dalam keadaan hidup. Bagian dari alat ini adalah
pipa besi pengisap, gabus penutup botol, dan pipa plastik yang diarahkan ke
serangga yang akan ditangkap, serta sebuah botol. Botol yang dipakai
sebagai penampung serangga yang akan diisap hendaknya terbuat dari
gelas yang transparan, agar kita dapat dengan mudah melihat serangga
yang tertangkap dari luar.
Cara menggunakan alat ini, yaitu: arahkan pipa besi penghisap ke
serangga yang akan dikoleksi kemudian hisap secara perlahan-lahan
dengan menggunakan pipa hisap yang berhubungan langsung dengan botol
koleksi. Setelah masuk dalam botol koleksi kemudian serangga segera
dimatikan dengan etil asetat.

43
E. Tinjauan Umum tentang Umpan Tubuh (Body)
Umpan body adalah salah satu cara yang dilakukan dengan
menggunakan bagian tubuh manusia (khususnya laki-laki )dan bagian
lengan dan kaki (khususnya wanita) umpan untuk kegiatan menangkap
nyamuk dewasa dengan menggunakan Kegiatan tersebut di tujukan untuk
semua jenis nyamuk dewasa baik nyamuk anopheles, mansonia, culex
maupun aedes aegipty untuk di lakukan pengukuran daya tahan nyamuk
terhadap insektisida.

44
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
a. Waktu pembuatan wadah nyamuk dewasa
Hari/Tanggal : Rabu, 20 November 2019
Pukul : 19:00 WITA
Tempat : Coworking Space UMKT
b. Waktu penangkapan nyamuk dewasa
Hari/Tanggal : Minggu, 20 November 2019
Pukul : 20:00 WITA
Tempat : Disekitar lingkungan taman cerdas
B. Materi Praktikum
1. Alat

N ALAT JUMLAH
O

1. Cup 1 buah

2. Kain kassa 1 buah

3. Karet 1 buah

4. Kapas 1 buah

5. Label 1 lembar

6. Senter 1 buah

7. Aspirator 2 buah

2. Bahan
NO BAHAN JUMLAH

1. Larutan Gula Secukupnya

3. Prosedur
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Buat wadah untuk menampung nyamuk dewasa yang akan ditangkap.
c. Ambil kain kassa yang telah dilubangi sedikit, lalu letakkan pada
bagian atas cup diikat menggunakan karet dan diberi label.
d. Ambil kapas secukupnya untuk menutupi lubang pada kain kassa.

45
e. Pasang umpan body ditempat feeding place dan resting place, tarik
perhatian nyamuk menggunakan senter.
f. Apabila nyamuk telah menghampiri umpan body, maka praktikan
dengan segera menghisapnya menggunakan aspirator.
g. Pindahkan nyamuk dari aspirator kedalam wadah yang telah
disiapkan sebelumnya.
h. Jaga kondisi nyamuk agar tetap bertahan hidup dengan mengganti kapas
yang telah diberi larutan gula.

46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

N
HASIL
O

1.

2.

47
3.

B. Pembahasan
Dalam praktikum kali ini praktikan melakukan penangkapan nyamuk
dewasa menggunakan umpan body dengan alat aspirator. Langkah
pertama dalam penangkapan nyamuk ialah membuat wadah
penyimpanannya dan menentukkan lokasi feeding place dan resting
place. Selama penangkapan nyamuk orang yang bertindak sebagai
umpan body tidak menggunakan lotion serta tidak banyak melakukan
aktivitas lain agar nyamuk tertarik menghampiri.
Didua tempat yang berbeda jumlah nyamuk yang diperoleh sebanyak
6 ekor, hal ini dirasa cukup banyak karena lokasi yang dipilih merupakan
lokasi feeding place dan resting placenya. Secara keseluruhan praktikan
mampu melakukan praktikum ini dengan baik, dimulai dari pembuatan
wadah penyimpanan nyamuk, penangkapan nyamuk menggunakan
aspirator, dan merawat kehidupan nyamuk dengan mengganti kapas
yang telah diberi larutan gula.

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini praktikkan mampu melakukan pembuatan
wadah penyimpanan nyamuk dewasa dengan memanfaatkan cup bekas,
penangkapan nyamuk dewasa dengan menggunakan umpan body dan tidak
menggunakan lotion serta tidak melakukan aktivitas lain. Untuk penggunaan
alat aspirator praktikan dapat melakukannya dengan baik. Praktikan juga
mampu merawat kehidupan nyamuk dewasa agar tidak mati dengan
mengganti kapas yang telah diberi larutan gula.
B. Saran
Diharapkan pada praktikan lainnya dalam melakukan penangkapan
nyamuk harus menentukan lokasi feeding place dan resting placenya
terlebih dahulu agar memudahkan dalam penangkapan nyamuk dewasa.
Orang yang bertindak sebagai umpan body disarankan tidak menggunakan
lotion dan melakukan aktivitas lain agar nyamuk lebih mudah tertarik.
Praktikan harus menjaga kondisi kehidupan nyamuk sampai pelaksanaan
praktikum identifikasi nyamuk dewasa.

49
LAPORAN 5
IDENTIFIKASI NYAMUK DEWASA

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

50
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyamuk adalah hewan yang termasuk dalam kelas serangga tergolong
dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora,
Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus
untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan fakor resiko penularan berbagai
penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD), filariasis, dan malaria yang disebabkan
oleh nyamuk aedes aegypti,culex dan anopheles. Nyamuk ini udah menjadi
endemic di beberapa Negara yang menyebabkan tingkat kualitas kesehatan
masyarakat menurun.
Selama ini pengendalian serangga umumnya sering dilakukan dengan
pemberatasan nyamuk menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi
lebih menguntungkan dalam mengusir nyamuk. Namun demikian
penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan berulang-ulang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas menggunakan
pestisida tersebut. Pestisida sintetik mengandung bahan kimia yang sulit
terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari lingkungan dan
dapat menurunkan kualitas lingkungan seperti lingkungan udara, air dan
tanah. (Yunita. E., dkk. 2015).

B. Tujuan Praktikum
1. Agar praktikan mampu mengidentifikasi nyamuk dewasa secara visual dengan
melihat pada saat meghisap darah dan istirahat secara langsung.
2. Agar praktikan mampu mengidentifikasi nyamuk dewasa secara visual
menggunakan mikroskop.
3. Agar praktikan mampu menjelaskan ciri-ciri nyamuk dewasa yang diidentifikasi.

51
C. Manfaat Praktikum
1. Praktikan dapat mengetahui identifikasi nya nyamuk dewasa secara
visual dengan melihat pada saat meghisap darah dan istirahat secara
langsung.
2. Praktikan dapat mengetahui identifikasi nyamuk dewasa menggunakan
mikroskop.
3. Praktikan dapat memahami morfologi dari jenis nyamuk dewasa yang
diidentifikasi.

52
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk


Nyamuk merupakan salah satu vektor yang menimbulkan penyakit yang
dapat di katakan berbahaya dikarenakan ada jenis nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit yang berdampakkan kematian pada manusia.
Nyamuk dapat berkembang biak di tempat-tempat air yang tergenang. Beda
tempat perkembangbiakannya beda pula jenis nyamuk yang ada. Nyamuk
mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembang biakannya. Telah
banyak penyakit-penyakit yang di temukan pada manusia yang di sebabkan
oleh nyamuk, beberapa di antaranya adalah demam berdarah, malaria dan
filarial. Bahkan telah mewabah pada saat musim hujan dan sangat
menggangu kesehatan manusia sendiri
Nyamuk dewasa hidup diluar air, setelah dari larva dan hinggap di
tempat atau pada benda-benda tertentu dan dapat terbang. Besar tubuh 6
mm, bentuk mulut memanjang untuk menusuk dan menghisap disebut
moncong atau probocis. Disamping Probocis terdapat Palpi. Mempunyai
sepasang sayap pada dada tengah (Mesothorax) urat-urat sayap bersisik,
demikian pula pada tepi bawah sayap bersisik disebut jumbai. Pada dada
belakang (Metathorax) terdapat sepasang halter yaitu sayap yang tidak
berkembang (Rudimeter). Di dunia kesehatan nyamuk yang perlu di ketahui
adalah Tribus Culicini dan Anophelini. Tribus anophelini di antaranya yang
paling penting adalah genus anopheles sedangkan dari Tribud culaini yang
penting adalah Genus Aedes, Culex, dan Mansonia. Pada tiap ruas dada
terdapat sepasang kaki yang panjang. Ada 5 genera yang sering dijumpai di
Indonesia yaitu : Aedes, Anopheles, Mansonia, Culex, dan Armigeres.

B. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Aedes Aegypti


Telur Aedes berukuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam, sepintas
lalu, tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval) menyerupai torpedo
dibawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak
adanya garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah.

53
Menurit Borror dkk (1996) di alam bebas telur nyamuk ini diletakan satu
per satu menempel pada dinding wadah / tempat perindukan terlihat sedikit
diatas permukaan air. Di dalam laboratorium, terlihat jelas telur telur ini
diletakan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air sampai
batas setinggi 2-4 cm diatas permukaan air. Telur yang diletakkan dalam air
menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 300 C tetapi membutuhkan 7 hari
pada suhu 160 C, telur Aedes aegypti tidak menetas sebelum digenangi air.
Perkembangan larva tergantung pada suhu, kepadatan populasi, dan
ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu 28oC sekitar 10 hari,
pada suhu air antara 30 - 40 oC larva akan berkembang menjadi pupa dalam
waktu 5 - 7 hari. Larva lebih menyukai air bersih, akan tetapi tetap dapat
hidup dalam air yang keruh baik bersifat asam atau basa. Larva beristirahat
di air membentuk sudut dengan permukaan dan menggantung hampir tegak
lurus. Larva akan berenang menuju dasar tempat atau wadah apabila
tersentuh dengan gerakan jungkir balik. Larva mengambil oksigen di udara
dengan berenang menuju permukaan dan menempelkan siphonnya diatas
permukaan air.
Larva Aedes aegypti memiliki empat tahapan perkembangan yang
disebut instar meliputi : instar I, II, III dan IV, dimana setiap pergantian instar
ditandai dengan pergantian kulit yang disebut ekdisis. Larva instar IV
mempunyai ciri siphon pendek, sangat gelap dan kontras dengan warna
tubuhnya. Gerakan larva instar IV lebih lincah dan sensitif terhadap
rangsangan cahaya. Dalam keadaan normal (cukup makan dan suhu air 25
– 27oC) perkembangan larva instar ini sekitar 6-8 hari .
Pada larva instar IV, telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh
dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut
(abdumen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk,
sepasang antena tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah
(chewing); Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang
simetris, perut tersusun atas 8 ruas, ruas perut ke-8 ada alat untuk bernafas
yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri,
berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu sikat (brush) dibagian ventral
dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1
baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini

54
tubuhnya langsing, dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif,
dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang
permukaan air.
Pada kondisi optimum, larva akan berkembang menjadi pupa dalam
waktu 4 hari Pupa nyamuk Aedes aegypti L bentuk tubuhnya bengkok
dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dihandingkan
dengan bagian perutnya, sehingga tampak sepeti tanda baca "koma". Pada
bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet.
Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk
berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7
pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan,
tampak gerakannya lebih lincah. Bila dibandingkan dengan larva. waktu
istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.
Pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Nyamuk Aedes
aegypti L tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut.
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang
berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-penghisap (piercing-
sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus),
sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu
menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan
tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose,
sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.
Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax mesothorax dan
metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur
(paha), tibia (betis). dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-
gelang putih. tetapi pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa
noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis
putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain

C. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Culex


Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu
ujungnya terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur
diletakkan di atas permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur

55
dilekatkan satu sama lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air
(Soebaktiningsih, 2015).
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti kulit
3x larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva memiliki
3 bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen. Bagian kepala
larva instar IV mengandung lapisan chitine yang lebih tebal daripada bagian
tubuh yang lain, kompleks dorso ventral dengan satu pasang antena
berbentuk seperti pasak, 1 pasang mata, 1 pasang mouth brush untuk
menyapu makanan masuk ke mandibula (chewing mouth part). Thorax terdiri
dari 3 segmen (prothorax, mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada
bagian lateral terdapat kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri
dari 9 segmen, dengan 7 segmen pertama sama besar. Larva Culex sp.
memiliki siphon pernapasan yang panjang dan langsing sehingga larva
memposisikan diri membentuk sudut dengan permukaan air. Siphon larva
Culex sp. memiliki beberapa pasang ventral hair tuft dan dua baris pectin
teeth. Pada segmen abdomen ke-8 terdapat 1 pasang spiracle pada
ujungnya yang berfungsi sebagai lubang pernapasan yang berhubungan
dengan trakea.
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan
thorax bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Pada
bagian dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti terompet
yang disebut breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa merupakan
stadium yang tidak makan namun bergerak aktif secara jerky movement.
Setelah 2-3 hari sebagai pupa, permukaan dorsal cephalothorax akan pecah
dan nyamuk dewasa muncul melalui slit yang berbentuk seperti huruf T.
Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan dan nyamuk betina kawin.
Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat oval
atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis nyamuk
Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla, dan labium.
Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic untuk nyamuk jantan dan
mata dichoptic untuk nyamuk betina serta 1 pasang antena yang terdiri dari
15 segmen. Antena nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan antena

56
nyamuk betina berambut jarang (pylose). Pada stadium dewasa palpus
nyamuk jantan setinggi proboscis dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk
betina mempunyai palpus yang lebih pendek darpada proboscis-nya.
Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut piercing and sucking.
Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan
metathorax. Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap
segmen kaki terdiri dari coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang terdiri
dari 5 segmen diakhiri dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih, 2015).
Bentuk scutelum sederhana seperti bulan sabit. Sepasang sayap keluar dari
mesothorax, yang ukurannya lebih besar dari segmen lainnya. Sepasang
sayap kedua berubah menjadi alat keseimbangan yang disebut halter keluar
dari mesothorax. Sayap merupakan pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri
dari bagian membraneus dan bagian yang mirip pipa yang berhubungan
dengan haemocoele dari thorax dan berisi haemolymph, trachea dan serat
saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-sisik sayap yang
berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih dengan
bagian ujung sisik sayap melengkung. Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap
segmen abdomen terdiri dari tergum dan sternum. Abdomen berisi traktus
sirkulatorius, traktus digestivus, traktus nervosus dan traktus reproduksi.

D. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Anopheles


Sebelum memasuki fase jentik, dimulai dengan fase telur. Pada fase
telur, telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan
bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak
pada sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di permukaan air.
Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi,
biasanya antara 100-150 butir. Pada fase jentik saat istirahat, posisinya
mengapung sejajar dengan permukaan air.
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air.
Telur Anopheles yang terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama
melebihi 92 jam akan gagal menetas.
Pada fase larva, larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai
habitat hidup di air. Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan
tampak mengapung sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu

57
kontak dengan udara luar. Sekali- sekali larva Anopheles mengadakan
gerakan-gerakan turun ke dalam atau bawah untuk menghindari musuh
alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-
gerakan dan lain-lain.
Perkembangan hidup larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan
yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri,
ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk
mulutnya.
Pada fase pupa, merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak
aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan
yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka pupa ini akan berada
mengapung pada permukaan air.. Pupa tidak menggunakan rambut dan kait
untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua
terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut
panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002).
Pada bagian kepala terdapat dua mata majemuk yang besar, dua
antenna dan mulut. Antenna pada nyamuk terdiri atas 15 segmen, yang
masing-masing mempunyai sekelompok rambut, dari rambut inilah dapat
dibedakan antara nyamuk jantan dan nyamuk betina apabila nyamuk betina
nyamuk jantan rambut pada bagian antenanya terlihat lebih tebal jika
dibandingkan dengan antena pada nyamuk betina (Gandahusada et al,
2006). Mulut terdiri atas proboscis berfungsi untuk menusuk menghisap,
bagian mulut lainnya tertutup labium kecuali palpus maxilaris yang terdapat
stylet didalamnya. Pada bagian proboscis juga berguna membedakan antara
genus Toxorhynchitus dengan Anopheles, dengan perbedaan proboscis
runcing dan melengkung kebawah pada genus Toxorhynchitus, dan
prosboscis tidak runcing dan lurus pada genus Anopheles.
Thoraks terdiri atas 3 bagaian yaitu, prothorax, mesothorax, dan
metathorax, yang masing-masing memiliki alat lokomotor berupa sepasang
kaki. Dan bagian mesothorax merupakan bagian yang paling besar dan
memiliki otototot yang kuat karena terdapat sepasang sayap. Pada bagian
metathorax bagian post dorsal terdapat scutellum yang menjadi penentu
identifikasi. Pada laboraturium referensi scutellum digunakan untuk
membedakan genus Toxorhynchitus, Anopheles (memiliki scutellum 3 lobi)

58
dengan genus Armigeres, Mansonia, Culex, Aedes yang memiliki 1 lobi pada
scutellum. Kaki dan sayapGambar 2. Anatomi Nyamuk15pada nyamuk
merupakan organ yang sangat penting diidentifikasi dan merupakan kunci
identifikasi menuju spesies pada genus Anopheles yaitu dengan melihat
perbedaan pada kakinya.
Abdomen terdiri atas 8 segmen yang tampak jelas dan segmen ke-9 dan
10 bentuknya berubah menjadi alat kelamin. Masing-masing segmen terdiri
atas lempeng atas atau dorsal yang disebut tergit dan lempeng bawah atau
ventral disebut strenit. Tergit dan sternit masing-masing segmen
berhubungan melalui membrane pleura dan segmen depan berhubungan
melalui membrane pleura depan dihubungkan dengan segmen belakangnya
oleh membrane intersegment (selaput antar segmen). Pada bagian kelamin
banyak dijadikan perbandingan untuk identifikasi seperti contoh spermatheca
pada nyamuk betina dapat membedakan antara sibling spesies.

59
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
1. Waktu pemeriksaan wadah nyamuk dewasa
Hari/Tanggal : Kamis, 21 November 2019
Pukul : 13:30 WITA
Tempat : Laboratorium Parisitologi UMKT
B. Materi Praktikum
1. Alat

NO ALAT JUMLAH

1. Cup 1 buah

2. Cawan Petri 1 buah

3. Pinset 1 buah

4. Kapas 1 buah

5. Label 1 lembar

6. Cover Glass 1 buah

7. Object Glass 1 buah

8. Mikroskop 1 Unit

9. Sterefoam 1 Buah

10. Jarum Pin 1 Buah

2. Bahan
NO BAHAN JUMLAH

1. Nyamuk Dewasa 5 Ekor

2. Cloroform Secukupnya

3. Kutek Kuku 1 buah

3. Prosedur
a. Siapkan alat dan bahan yang akan diperiksa.
b. Masukkan kapas pada larutan cloroform sampai meresap
menggunakan pinset dengan berhati-hati.

60
c. Ganti kapas yang terdapat pada wadah nyamuk dengan kapas yang
telah diberi larutan cloroform guna memfiksasi nyamuk.
d. Pindahkan semua nyamuk pada petridish sementara.
e. Ambil nyamuk yang telah mati menggunakan pinset letakkan pada
slide glass dengan berhati-hati agar anatominya tidak rusak, lalu tutup
dengan cover glass.
f. Amati preparat nyamuk dewasa dengan mikroskop.
g. Lakukan identifikasi dan letakan nyamuk dewasa yang telah
diidentifikasi pada sterofoam yang diberi label.

61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

N
HASIL
O

1.

62
2.

3.

63
4.

5.

B. Pembahasan
Dalam praktikum kali ini praktikan mengidentifikasi nyamuk dewasa
dengan cara langsung dan menggunakan mikroskop. Untuk pengamatan
secara langsung dapat dilihat dari tingkah laku dan aktivitas nyamuk pada
saat terbang misalnya Aedes aegypti aktif pada waktu siang hari, dan
Culex suka menghisap darah manusia dan hewan, terutama saat pada
malam hari di luar rumah. Dalam keadaan istirahat, bentuk dewasa Culex
dan Aedes aegypti hinggap dalam keadaan sejajar dengan permukaan,

64
Nyamuk yang aktif /menyukai darah manusia disebut antrofilik dan
nyamuk yang suka menghisap darah binatang disebut zoofilik.
Pengamatan dengan mikroskop diawali dengan perlakuan
memfiksasi nyamuk menggunakan larutan cloroform pada kapas.
Preparat diidentifikasi dengan melihat ujung abdomen dan rambut-rambut
diantena (Pulmose/Pilose) sebagai pembeda dengan nyamuk dewasa
lainnya. Untuk nyamuk Culex abdomennya berujung tumpul dan Pulmose
lebat untuk yang jantan dan Pilose renggang untuk yang betina. Untuk
nyamuk Aedes abdomennya berujung runcing dan Pulmose lebat untuk
yang jantan dan Pilose renggang untuk yang betina.
Dari hasil yang diperoleh nyamuk Aedes lebih banyak ditemui
dibandingkan dengan Culex. Hal ini bisa membuktikan bahwa Aedes
dapat aktif di malam dan siang hari terutama di dalam rumah maupun di
luar rumah.

65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini praktikkan mampu melakukan identifikasi
nyamuk dewasa secara langsung dengan melihat tingkah laku dan aktivitas
nyamuk pada saat terbang misalnya Aedes aegypti aktif pada waktu siang
hari, dan Culex suka menghisap darah manusia dan hewan, terutama saat
malam hari di luar rumah.
Pengamatan menggunakan mikroskop nyamuk Culex dapat dilihat dari
abdomennya berujung tumpul dan Pulmose lebat untuk yang jantan dan
Pilose renggang untuk yang betina. Untuk nyamuk Aedes abdomennya
berujung runcing dan Pulmose lebat untuk yang jantan dan Pilose renggang
untuk yang betina.
Pada praktikum kali ini juga praktikkan memahami bagaimana cara
pembuatan preparat, dimulai dari memfiksasi nyamuk dewasa sampai pada
proses identifikasi dilakukan sesuai prosedur yang diberikan tanpa ada
kendala.
B. Saran
Diharapkan pada praktikan lainnya dalam melakukan identifikasi
nyamuk dewasa harus mengetahui ciri-cirinya terlebih dahulu agar
memudahkan dalam melakukan identifikasi. Praktikkan juga harus berhati-
hati dengan bahan kimia (cloroform) yang bersifat asam, sebaiknya
praktikkan menggunakan APD sesuai dengan standar. Saat memindahkan
nyamuk yang telah mati ke slide glass praktikan harus berhati-hati agar
anatomi dari jentik nyamuk tidak rusak.

66
LAPORAN 6
MENGHITUNG KEPADATAN LALAT

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

67
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lalat merupakan spesies yang mempunyai peran penting bagi masalah
kesehatan masyarakat. Ancaman lalat terjadi bersama timbulnya masalah
sampah yang merupakan dampak negatif dari pertambahan penduduk.
Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hygiene dan sanitasi
menyebabkan lalat memiliki dampak negatif bagi kesehatan masyarakat
secara luas dari segi estetika sampai penularan penyakit.
Penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, typhus,
diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi buruk. Penularan
penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kaki lalat
yang kotor merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang
kemudian lalat tersebut hinggap pada makanan. Selain sebagai vektor
mekanik, kehadiran lalat disuatu area dapat dijadikan sebagai indikator
bahwa area tersebut tidak hygiene (Chandra B, 2007).
Lalat banyak terdapat di berbagai habitat, misalnya air, pasir, tumbuhan,
dibawah kulit kayu, batu dan binatang. Salah satu habitat lalat yang cukup
baik adalah di tempat pembuangan sampah. Hal ini berhubungan dengan
insting dan bionomik lalat memilih tempat-tempat yang kelak secara
langsung dijadikan sumber makanan bagi larva setelah menetas dari telur,
yang semuanya dapat ditemukan pada sampah.
Pentingnya melakukan kegiatan karena Lalat dapat mengancam
kesehatan manusia yaitu dengan cara memindahkan penyakit dan lalat
sebagai perantara penyakit tersebut. Aktivitas lalat dimana kegiatannya
terbang dan hinggap diberbagai tempat, termasuk ke tempat - tempat yang
kotor dan membawa patogen dari tempat tersebut, hinggap di makanan
manusia (penyebaran mekanis). Penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat
beberapa diantaranya adalah jenis food/waterborne seperti Vibrio Cholera,
Salmonella Thyphosa, dan Shygella Dysentriae (Hestiningsih R, 2002).
Keberadaan sampah dapat memberikan pengaruh kesehatan bagi
masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan
penyakit. Pengaruh sampah terhadap kesehatan secara tidak langsung

68
dapat berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam
sampah, sampah yang telah mengalami penimbunan dapat dimanfaatkan
oleh lalat sebagai sarang dalam proses perkembangbiakannya (Slamet
2011).
Pengendalian vektor penyakit merupakan tindakan pengendalian untuk
mengurangi atau melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh binatang
pembawa penyakit, seperti lalat. Saat ini, banyak sekali metode
pengendalian lalat yang telah dikenal dan dimanfaat kan oleh manusia.
Prinsip dari metode pengendalian lalat adalah  pengendalian itu dapat
mencegah perindukan lalat yang dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan manusia.

B. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan terampil cara pengukuran tingkat
kepadatan lalat.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui berapa jumlah rata – rata tingkat
kepadatan lalat yang ada di sekitar Tempat Pembuangan Sementara

69
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Lalat


Lalat merupakan serangga yang termasuk ordo diptera. Famili yang
terpenting dalam ordo diptera antara lain Famili Muscidae,
Famili Calliphoridae, dan Famili Oestrida. Musca domestica adalah spesies
yang paling merugikan ditinjau dari sudut kesehatan manusia, hal ini
disebabkan karena jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-
jenis lalat  rumah, karena fungsinya sebagai vektor transmisi mekanis dari
berbagai bibit penyakit dan berhubungan erat dengan lingkungan hidup
manusia (Adong Iskandar, 2016).
Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo
Diptera. Serangga dalam ordo Diptera memiliki dua sayap dan pada bagian
belakang terdapat sepasang halter yang digunakan sebagai alat
keseimbang. Lalat mempunyai sepasang antenna dan mata majemuk,
dengan mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain.
Tubuh lalat terbagi dalam 3 bagian, yaitu kepala dengan sepasang antenna,
toraks, dan abdomen. Lalat mempunyai metamorphosis yang sempurna,
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa (Mosokuli, 2001).
Ordo Diptera mempunyai genus dan spesies yang sangat besar, yaitu
berdasarkan katalog Diptera Australiana/Oceania ada 3.880 spesies lalat
yang ditemukan berdasarkan sebaran zoogeografisnya. Lalat bersifat
sinantropik karena sebagian besar makanan lalat berasal dari makanan
manusia dan penyebarannya secara kosmoplit atau tersebar secara
keseluruhan di berbagai tempat (Wahyudi, dkk, 2015).
Dengan begitu banyaknya spesies lalat, tidak semuanya berbahaya dan
memerlukan pengawasan yang khusus. Beberapa spesies lalat yang sering
mempunyai kontak dengan manusia adalah family Calliphoridae yang
terutama jenis lalat hijau atau Chrysomia megacephala dan family Muscidae
dengan jenis Musca domestica Linneaus atau lalat rumah, Calliphora
vomituria atau lalat biru, dan Fannia canicularis atau lalat rumah kecil
(Suraini, 2013).

70
Lalat dapat menularkan berbagai macam penyakit. Beberapa spesies
lalat rumah telah dapat berperan membawa telur cacing Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Enterobious vermicularis, Toxocara canis,
dan kista Strongyloides stercoralis (Onyenwe dkk, 2016).
a. Siklus Hidup Lalat
Telur lalat berukuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam, sepintas
lalu, tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval) menyerupai
torpedo dibawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk
ini, tampak adanya garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai
sarang lebah. Siklus hidup lalat berlangsung melalui metamorphose
sempurna dari mulai telur, larva, pupa dan akhirnya menjadi dewasa
(Wahyudi dkk, 2016).
1. Telur
Telur yang dihasilkan berbentuk oval, berwarna putih dan
berukuran 10 mm dan bisa mengelompok sebanyak 75 - 150 telur
setiap kelompoknya. Telur diletakkan pada bahan bahan organik yang
lembab (sampah, kotoran binatang dan lain-lain) pada tempat yang
tidak langsung kena sinar matahari dan biasanya telur menetas
setelah 12 jam, tergantung dari suhu sekitarnya.
2. Larva atau tempayak
Tingkat I : Telur yang baru menetas, disebut istar I berukuran
panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif
dan ganas terhadap makanan, setelah 1 - 4 hari melepas kulit keluar
istar II. Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali instar I, sesudah satu
sampai beberapa hari, kulit mengelupas keluar instar III. Tingkat III :
Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu sampai
3 sampai 9 hari. Larva diletakkan pada tempat yang disukai dengan
temperatur 30 - 35°C dan akan berubah menjadi kepompong dalam
waktu 4 - 7hari (Suriani, 2011).
3. Pupa atau kepompong.
Kepompong lalat berbentuk lonjong dan umumnya berwarna merah
atau coklat. Jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh
dewasa. Stadium ini berlangsung 3 - 9 hari dan temperatur yang

71
disukai ± 35°C, kalau stadium ini sudah selesai, melalui celah
lingkaran pada bagian anterior keluar lalat muda.
4. Lalat dewasa
Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan
setelah itu siap mengadakan perkawinan. Umur lalat dewasa dapat
mencapai 2 - 4 minggu.
b. Binomik Lalat
1. Kebiasaan Hidup
Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe
mulut menjilat, Lalat Musca domestica paling dominan banyak
ditemukan di timbunan sampah dan kandang ternak. Kebanyakan lalat
hijau adalah pemakan zat-zat organik yang membusuk dan
berkembangbiak di dalam bangkai, meletakkan telur pada tubuh
hewan yang mati dan larva makan dari jaringan-jaringan yang
membusuk (Susanti, 2011).
2. Tempat Perindukan
Kotoran binatang (kuda, sapi, ayam dan babi), kotoran manusia,
saluran air kotor, sampah, kotoran got yang membusuk, buah-buahan,
sayuran busuk dan biji-bijian busuk menjadi tempat yang disenangi
lalat.
3. Jarak Terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang
tersedia, rata-rata 6 - 9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19 - 20
km dari tempat berkembangbiak.
4. Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari dari makanan yang satu
ke makanan yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang
dimakan oleh manusia sehari-hari seperti gula, susu dan makanan
lainnya, kotoran manusia serta darah. Protein diperlukan untuk
bertelur. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan
dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan makanan
yang kering yang dibasahi atau dicairkan oleh ludahnya terlebih dahulu
baru dihisap. Makanan yang berbentuk padat dengan diameter lebih
besar dari 0,045 mm, sebelum dihisap dicairkan terlebih dahulu

72
dengan cara mengeluarkan cairan dari mulutnya yang mengandung
enzim seperti halnya butir-butir gula pasir yang dilarutkan dengan air
liurnya dan kemudian larutan gula dihisap (Kinanti, 2015).
5. Tempat Istirahat
Lalat beristirahat pada tempat-tempat tertentu, pada siang hari bila
lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding,
langitlangit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan lain-lain
serta sangat menyukai tempat-tempat dengan tepi tajam yang
permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak
berdekatan dengan tempat makanan atau tempat berbiak dan
biasanya terlindung dari angin, di rumah lalat beristirahat pada kawat
listrik, langit-langit, lantai, jemuran dan dinding serta tidak aktif pada
malam hari (Kurniawan, 2013).
6. Lama Hidup
Lama hidup lalat sangat tergantung pada makanan, air dan
temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2 - 4 minggu,
sedangkan pada musim dingin biasanya mencapai 70 hari.
7. Temperatur dan Kelembaban
Lalat mulai aktif beraktifitas pada temperatur 15°C dan aktifitas
optimumnya pada temperatur 21°C, lalat memerlukan suhu sekitar
35°C - 40°C untuk beristirahat, dan pada temperatur di bawah 10°C
lalat tidak aktif dan di atas 45°C terjadi kematian pada lalat.
Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat.
Kelembaban berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada
musih hujan lebih banyak dari pada musim panas. Lalat sangat sensitif
terhadap angin yang kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar
mencari makanan pada waktu kecepatan angin tinggi.
8. Sinar
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai
cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya
sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung pada temperatur dan
kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur
20ºC – 25ºC dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10ºC
atau > 49ºC serta kelembaban yang optimum 90%.

73
9. Karakteristik Lalat
Lalat Musca domestica mempunyai ciri-ciri antara lain tubuh
berwarna kelabu hitam, ukuran 6 - 7 mm, pada punggung terdapat
empat garis longitudional berwarna hitam. Permukaan scutellum
biasanya tanpa rambut-rambut lurus, umumnya mempunyai lebih dari
satu  rambut sternopleural, dapat ditemukan disemua tempat, berperan
penting sebagai hama, ada yang bertindak sebagai vektor penyakit.
Lalat kandang (stomoxys calcitrans) sangat mirip dengan lalat
rumah. Lalat ini berkembangbiak dalam tumpukan-tumpukan jerami
yang membusuk. Lalat hijau berukuran dengan ukuran lalat rumah
atau sedikit lebih besar, dan banyak yang berwarna biru atau hijau
metalik dan mempunyai arista sungut plumose pada ujung ujungnya.
Lalat daging (Sarcophaga) sangat mirip dengan beberapa lalat hijau
tetapi umumnya kelihatan dengan garis-garis toraks yang kelabu dan
mempunyai arista telanjang atau hanya separuh dasar yang plumosa.
Lalat hijau biasanya mempunyai dua rambut-rambut bulu notopleura
dan lalat daging biasanya mempunyai empat rambut-rambut bulu
notopleura.
10. Warna dan Aroma
Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih dan kuning,
lalat juga takut pada warna biru. Lalat tertarik pada bau atau aroma
tertentu, termasuk bau busuk dan esen buah. Bau sangat berpengaruh
pada alat indra penciuman, yang mana bau merupakan stimulus utama
yang menuntun serangga dalam mencari makanannya, terutama bau
yang menyengat. Organ komoreseptor terletak pada antena, maka
serangga dapat menemukan arah datangnya bau.

B. Tinjauan Umum tentang Jenis-Jenis Lalat


1. Lalat Rumah
Lalat rumah (Musca domestica) merupakan salah satu vektor penyakit
saluran pencernaan terutama diare. Jenis lalat lain yang banyak
merugikan manusia adalah lalat hijau (C.megacephala dan Lucilia sp),
lalat biru (Calliphora vomituria), dan lalat latrine (Fannia canicularis).
Infestasi lalat rumah dan lalat hijau berdampak negatif terhadap

74
kesehatan manusia di seluruh dunia. Lalat ini tersebar secara kosmopolit
dan bersifat sinantropik yang artinya lalat mempunyai ketergantungan
yang tinggi (berasosiasi) dengan kehidupan manusia karena sumber
pakan lalat sebagian besar ada pada makanan manusia (Wahyudi dkk,
2016).
Lalat ini berukuran sedang, panjang 6 - 8 mm. Yang mempunyai
warna hitam keabu-abuan yang mempunyai 4 garis memanjang yang
berwarna gelap di bagian dorsal toraks dan terdapat juga 1 garis hitam
pada abdomen dorsal. Mata pada betina memiliki celah yang lebih lebar
dari pada lalat jantan. Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling
besar berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu
pada bagian atas dan bawah. Bagian proboscis lalat disesuaikan dengan
fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan tidak
bisa untuk menusuk atau menggigit.
Pada waktu lalat sedang tidak mengkomsumsi suatu makanan, pada
saat itu separuh dari mulutnya ditarik dan dimasukkan dalam selubung,
akan tetapi pada saat lalat tersebut sedang makan, mulutnya tersebut
akan dijulurkan kearah bawah. Bagian ujung proboscis terdiri atas
sepasang labella berbentuk oval yang dilengkaoi dengan saluran halus
disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap. Lalat memili
sepasang sayap yang terdiri 4 vena yang melengkung kearah bagian
kosta yang sangat dekat dengan vena 3. Ketiga pasang kaki lalat ini
ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan disebut
pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Pada kaki lalat itulah terdapat
rambut yang membuat kotoran dapat melengket pada kaki lalat tersebut.
Musca domestica diklasifikasikan sebagai lalat penyebar penyakit
berdasarkan 5 kriteria, yaitu:
a. Konfirmasi atas hubungannya dengan patogen yang ditularkan
melalui makanan seperti Escherichia coli, Salmonella, dan Shigella.
b. Fakta bahwa Musca domestica secara ekologi terkait dengan
manusia (synanthropic).
c. Asosiasi Musca domestica dengan lingkungan sekitar rumah
(endophilic).

75
d. Keseimbangan antara ketertarikan terhadap tinja dan sumber
makanan manusia.
e. Perilaku komunikatif yang memungkinkan Musca domestica untuk
berpindah dengan gampang dari daerah yang terkontaminasi ke
daerah padat penduduk (Kinanti, 2015).
2. Lalat Pasir
Lalat pasir phlebotomine (Diptera: Psychodidae, Phlebotominae)
adalah vektor dari beberapa patogen infeksius menyebabkan
Leishmaniases, bartonellosis, dan infeksi arbovirus karena phleboviruses.
Di Eropa Barat, manusia dan leishmaniasis anjing dianggap sangat
endemik di beberapa bagian Portugal, Spanyol, Prancis, dan Italia, di
mana dalam beberapa tahun terakhir mereka telah menyebar ke daerah
utara , yang terdeteksi di wilayah yang dianggap non endemik untuk
penyakit dan terjadi peningkatan di daerah endemik. Kehadiran vektor
lalat pasir dianggap menjadi faktor risiko bagi munculnya leishmaniasis
dan infeksi Phlebovirus di Eropa.
Genus Phlebotomus berbeda dengan subfamily lainnya
(Psychodinae). Namun lalat yang pasir yang penting dalam dunia
kesehatan hanyalah satu genus yaitu Phlebomotus. Tempat-tempat
perkembiakkan lalat ini adalah di bawah butu-batu, kandang sapi,
kandang ayam, dasar hutan, di bawah daun-daun tumbuhan yang
lembab, dan lain-lain. Syarat habitatnya yang utama adalah lembab,
gelap, dan memiliki bahan organik sebagai makanan untuk larva (Medlock
dkk, 2014).
3. Lalat Buah
Karakteristik lalat buah terdapat 2 spesies yang berbeda, yaitu lalat
cuka dan lalat buah. Sampai saat ini, tercatat kurang lebih 5000 spesies
yang sudah dideskripsi yang terbagi ke dalam 500 genus. Dari sekian
banyaknya jenis lalat, ada beberapa lalat tersebut diklasifikasikan sebagai
hama, misalnya genus Bactrocera, dan ada juga yang berperan sebagai
“musuh alami”, misalnya genus Procecidochares sp. yang menyerang
Gulma Siam (Hasyim, 2018).
Lalat buah hama dapat menimbulkan kerusakan yang bersifat kualitatif
(berpengaruh pada mutu hasil panen) maupun kuantitatif (berpengaruh

76
pada jumlah panen). Lalat buah sangat senang dengan buah yang akan
membusuk, dan kemudian terjatuh dari pohonnya. Di negara-negara
tropik seperti di Indonesia, lalat buah memperoleh lingkungan yang pas,
terutama karena tersedia pakan yang melimpah dan didukung oleh iklim
yang ideal. Di Indonesia terdapat paling sedikit 62 spesies lalat buah, 26
spesies di antaranya ditemukan di Jawa (Kurniawan, 2013).
Dari spesies yang ada, hanya kurang dari lima spesies merupakan
hama yang merugikan, salah satu di antaranya adalah Dacus (Syn.
Bactrocerta) dorsalis (Hendel) yang banyak menimbulkan kerusakan pada
bebuahan seperti belimbing, mangga, jeruk dan cabai merah (Nismah,
2018).
pada beberapa spesies lalat buah (familia Tephritidae) sering
terbentuk kompleks spesies sebagai akibat terjadinya perubahan, secara
evolusi, pada perilaku ataupun sifatsifat ekologis yang tidak disertai
perubahan sifat morfologi yang jelas. Hal semacam ini diantarnya terjadi
pada Bactrocera dorsalis. Yang telah diidentifikasi ulang spesies tersebut
dan membaginya menjadi 52 sibling atau cryptic species. Dari antaranya,
dua spesies simpatrik yang terdapat di Indonesia adalah B. caraambolae
dan B. papayae, di Malaysia, disebut sebagai Bactrocera taxon A dan
Bactrocera taxon B (Bambang, 2019).
C. Tinjauan Umum tentang Fly grill
Fly grill merupakan salah satu alat sederhana yang banyakdigunakan
dalam mengukur kapadatan lalat. Alat ini memiliki cara kerja yang sederhana
dalam mengukur tingkat kepadatan lalat. Keunggulan fly grill ini adalah
terbuat dari bahan yang mudah ditemukan, cara membuatnya sederhana
dan murah.
Pengukuran kepadatan lalat menggunakan alat ini akan lebih akurat
karena dalam penghitungannya diperhatikan per blok grill. Selain itu, fly grill
ini dapat diwarnai dengan berbagai macam warna agar dalam pengukuran
kepadatan lalat dapat menggunakan fly grill dengan warna yang lebih baik
dan lebih akurat dalam mengukur kepadatan lalat (Husein, 2014).
Fly Grill adalah alat berupa potongan kayu yang disusun untuk melakukan
survei kepadatan lalat. Lalat merupakan salah satu jenis serangga
pengganggu dan dapat menyebarkan penyakit terhadap kesehatan manusia.

77
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
519/MENKES/SK/VI/2008 tentang pedoman penyelenggaraan pasar sehat
dalam bidang pengendalian vektor dan binatang penular penyakit yang
memerlukan adanya koordinasi pengendalian vektor salah satunya adalah
lalat (Tri dkk, 2019).
Pengukuran tingkat kepadatan lalat dapat dilakukan dengan cara
meletakkan alat fly grill pada tempat yang diperkirakan memiliki populasi lalat
yang tinggi, lalu lalat yang hinggap pada alat fly grill ditunggu selama 30
menit menggunakan alat stopwatch dan selama 30 menit tersebut hitung
jumlah lalat yang hinggap diatas alat fly grill. Setiap pengukuran dilakukan
hingga 10 kali perhitungan pada tiap titik setelah itu akan diambil 5 terbanyak
dan dirata-ratadan dikategorikan rata-rata (Husein, 2014).
Perhitungan 0 - 2 ekor lalat yang berarti menunjukkan rendah atau tidak
menjadi masalah, 3 - 5 ekor yang berarti menunjukkan sedang atau perlu
tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat, 6 - 20 ekor
yang berarti menunjukkan tinggi atau populasi cukup padat, perlu
pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian, ≥ 21 ekor yang berarti menunjukkan
sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat
perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat.

78
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan Praktikum
Hari/Tanggal : Minggu, 1 Desember 2019
Pukul : 14 : 50 WITA
Lokasi : Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Jl. Ir. Juanda (bawah flyover)
D. Alat & Bahan
1. Alat
a. Fly grill
b. Stopwatch
c. Formulir Pencatatan
d. Tally Counter
2. Bahan
Lalat
3. Prosedur
a. Letakkan fly grill pada tempat dan jarak di tentukan
b. Biarkan beberapa saat (untuk penyesuaian bagi lalat)
c. Hitung jumlah lalat yang hinggap pada fly grill selama 30 detik
sebanyak 10 kali.
d. Ambil sebanyak 5 kali perhitungan kepadatan lalat yang tertinggi
kemudian di rata-ratakan
e. Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per
blok grill

79
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tujuan praktikum ini untuk menghitung kepadatan lalat yang di laksanakan
pada tanggal 1 Desember 2019 yaitu di TPS, tepat nya di bawah Flyover.
Praktikum perhitungan kepadatan lalat diambil di empat titik di sekitar lokasi
TPS. Titik 1 tepat di belakang TPS, sedangkan titik 2 berada di tempat
sampah, adapun titik 3 berada di samping TPS dan titik 4 berada di depan
TPS. Hasil perhitungan kepadatan lalat dipaparkan pada tabel dibawah :

Tabel 1. Hasil Pengukuran Rata-Rata Kepadatan Lalat di Fly Over,


Jl. IR. Juanda Samarinda 2019

No Lokasi Pengukuran 30 detik ke Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Belakang 18 17 14 14 13 17 22 17 15 5 17,5
TPS

2. Tempat 16 22 20 23 31 33 24 31 21 18 26,6
Sampah

3. Samping 10 14 21 14 17 20 14 18 19 18 19
TPS

4. Depan TPS 10 19 21 13 12 17 15 19 20 17 19

Sumber, data primer 2019

X
Rumus rata-rata kepadatan lalat : T=
5

Tabel 2. Perhitungan Rata-rata Kepadatan lalat


a. Rata – rata kepadatan lalat titik 1 b. Rata – rata kepadatan lalat titik 2

80
X X
T= T=
5 5
22+ 18+17+15+14 33+31+24+23+ 22
T= T=
5 5
86 133
T= T=
5 5
T = 17,5 T = 26,6

c. Rata – rata kepadatan lalat titik 3 d. Rata – rata kepadatan lalat titik 4

X X
T= T=
5 5
21+ 20+19+18+17 21+ 20+19+18+17
T= T=
5 5
19 19
T= T=
5 5
T= 19 T= 19

B. Pembahasan
Praktikum ini bertempat di tempat pembuangan sampah (TPS) yang
terletak di Jalan Ir H. Juanda. Hasil perhitungan rata-rata yang didapatkan
termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi.
Tujuan praktikum adalah menghitung jumlah kepadatan lalat yang
terdapat di TPS dan bahan yang harus disiapkan adalah fly grill, stopwatch,
formulir pencatatan, dan tally counter. Prosedur kerja perhitung kepadatan
lalat dilakukan dengan meletakkan fly grill di tempat yang sudah ditentukan.
Perhitungan dilakukan selama 10 kali detiap 30 detik.
Pengukuran kepadatan lalat dilakukan di 4 titik yang berbeda. Titik
dibelakang TPS hasil rata-rata yang diperoleh ai lokasi yang pertama yaitu
17,5. Hasil yang diperoleh termasuk dalam kategori tinggi. Titik 2 diambil
tepat di tempat sampah. Hasil rata-rata yang diperoleh adalah 26,6. Hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata kepadatan lalat dalam kondisi
sangat tinggi. Hasan (2017) menjelaskan bahwa Dari 13 titik yang diamati,
terdapat dua titik dengan indeks kepadatan lalat yang rendah yaitu pada

81
TPS 9 dengan indeks sebesar 5,4 ekor lalat dan TPS 10 dengan indeks
kepadatan sebesar 7,8 ekor lalat. Lokasi kedua TPS tersebut berada paling
jauh dengan TPA Air Sebakul dibandingkan 11 titik pengamatan lainnya.
Titik ketiga yaitu di samping TPS, hasil rata - rata yang diperoleh yaitu
terdapat 19 termasuk kategori tinggi. Ttitk terakhir yaitu di depan TPS, hasil
rata-rata yang diperoleh yaitu 19 termasuk kategori tinggi.
Dari keempat hasil perhitungan kepadatan lalat, dapat diketahui bahwa
kepadatan lalat pada lokasi tempat sampah tersebut cukup tinggi dan dari
keempat lokasi yang telah ditentukan satu menunjukkan jumlah kepadatan
lalat sangat tinggi hal tersebut perlu adanya penanganan secara cepat dan
tepat.
Dampak bagi kesehatan yang bisa ditimbulkan oleh lalat yaitu adalah
penyakit demam Disentri, Diare, Typhoid dan Cholera.Salah satu penyakit
yang diakibat kan oleh lalat ialah diare ditandai adanya perubahan bentuk
dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari (Depkes RI, 2007). Penyakit diare pada bayi dan anak dapat
menimbulkan dampak yang negatif, yaitu dapat menghambat proses tumbuh
kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak
(Nida, 2014). Pengendalian yang harus dilakukan adalah
menghilangkan/mengurangi tempat perindukan lalat contohnya kandang
ternak, kotoran manusia, sampah basah atau sampah organik.

82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Praktikan memahami dan mengetahui cara pengukuran tingkat kepadatan
lalat dengan menggunakan fly grill.
2. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kepadatan lalat pada semua titik
termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi.
B. Saran
1. Bagi praktikan
Praktikan harus mengetahui alat, bahan, dan prosedur kerja fly gril .
2. Bagi mahasiswa
Mahasiswa sebaiknya menjaga lingkungan tetap bersih terutama tempat
sampah harus dalam kondisi tertutup agar tidak terdapat lalat.

83
LAPORAN 7
FOGGING (PENGASAPAN)

Oleh
Fitri Wijaya

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2019/2020

84
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemerebakan kasus demam berdarah dengue (DBD) menggugah minat
masyarakat untuk melindungi diri dan memerangi penyakit tersebut, karena
takut terhadap akibatnya yang fatal. Fogging (pengasapan) secara swadaya
marak di mana-mana. Namun bila hal ini tidak dikendalikan bisa memicu
ledakan masalah pada masa datang karena umumnya dikerjakan tanpa
dilandasi pengetahuan yang benar. Permintaan fogging swadaya meningkat
di berbagai tempat yang endemis DBD. Tingginya morbiditas penyakit itu
memaksa masyarakat bertindak: memberantas nyamuk Aedes aegypti
sebagai serangga yang menularkannya. Akhir-akhir ini, hampir setiap hari
Minggu terdengar dengung mesin fogging di kampung dan perumahan sejak
pagi hingga sore.
Fogging atau pengasapan merupakan salah satu kebijakan yang
ditetapkan pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan yang bertujuan
menekan angka kejadian DBD ( Demam Berdarah Dengue ) di beberapa
daerah-daerah di seluruh Indonesia. Pengasapan atau fogging yang
dimaksud bertujuan untuk menyebarkan pestisida ke udara/lingkungan
melalui asap, yang diharapkan dapat membunuh nyamuk dewasa (yang
infektif), sehingga rantai penularan DBD bisa diputuskan dan populasinya
secara keseluruhan akan menurun. Pengasapan dalam rangka
pengendalian nyamuk vektor DBD,lazimnya digunakan fog machine atau fog
generator dengan spesifikasi dan tertentu.
Mahalnya biaya perawatan penderita DBD di rumah sakit serta
kecemasan terjadinya akibat fatal, membuat masyarakat rela berkorban
biaya yang lebih kecil, serta bergotong-royong membeli insektisida,
menyewa perangkat dan operator fogging. Di balik sisi positifnya, sindroma
fogging secara swadaya menggoreskan keprihatinan akan bahaya besar
yang mengancam masyarakat di kelak kemudian hari, akibat aplikasinya
tidak sesuai ketentuan. Kekeliruan yang banyak terjadi adalah dosis
insektisida, waktu, dan cara pelaksanaan yang tidak mengikuti kaidah yang
benar. Dosis yang digunakan di bawah standar. Seharusnya, dosis

85
malathion 10 liter per hektare luas wilayah sasaran, namun kenyataan di
lapangan hanya setengah atau sepertiganya. Lebih tidak rasional lagi, dalam
campuran tersebut ditambahkan insektisida komersial berwujud cair (untuk
rumah tangga) merek tertentu, yang dapat dibeli dari minimarket. Dosis yang
tidak standar ini tidak efektif membunuh nyamuk, bahkan jika paparan
seperti ini berulang di daerah tersebut.

B. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menggunakan foging
2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiproses pencampuran melation dalam
bahan bakar foging.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara mengaplikasikan fogging dengan
baik dan benar.
C. Manfaat Praktikum
1. Praktikan dapat menjadi mahsiswa yang mandiri, dan mempunyai
keterampilan.
2. Praktikan terampil mengoperasikan sebuah alat raboratoriu (fogging)
3. Praktikan dapat mengembangkan pengalaman praktikum menjadi bahan
skripsi

86
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjaun Umum tentang Fogging


Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam
Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD
melalui penyemprotan insektisida daerah sekitar kasus DBD yang bertujuan
memutus rantai penularan penyakit. Sasaran fogging adalah rumah serta
bangunan dipinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi.
Fogging merupakan penanggulangan seperlunya sebagai upaya
membatasi penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di rumah
penderita/tersangka penyakit DBD dan lokasi sekitarnya serta di tempat
umum yang diperkirakan dapat 4 menjadi sumber penularan penyakit DBD
yang dilakukan sesudah ada kasus, sebelum musim penularan penyakit dan
dilakukan berdasar hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Angka Bebas
Jentik (ABJ) > 95%. Sedangkan rekomendasi terbaru dari WHO adalah
penyemprotan insektisida sebaiknya tidak digunakan kecuali dalam keadaan
genting selama terjadi KLB/wabah DBD (Depkes RI, 1992: 4).
Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa maupun
larva. Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara
penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena nyamuk Aedes
aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang
tergantung seperti kelambu pada kain tergantung.
Fogging dilaksanakan dalam bentuk yaitu :
1. Fogging Fokus
Adalah pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan
terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka / penderita
DBD.
2. Fogging Massal
Adalah kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada
saat terjadi KLB DBD.
B. Tinjauan Umum tentang Peralatan dan Bahan Fogging
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan fogging, yaitu :

87
1. Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV (Ultra
Low Volume) untuk perumahan.
2. Malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%
technical grade/ha). Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat
diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk Aedes Aegypti, culex, dan
anopheles di dalam dan diluar ruangan. Malathion termasuk golongan
organofosfat parasimpatometik, yang berkaitan irreversibel dengan enzim
kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya otot tubuh serangga
mengalami kejang, kemudian lumpuh dan akhirnya mati. Malathion
digunakan dengan cara pengasapan.
3. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan ke dalam kamar atau ruangan misalnya,
golongan Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.
Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan
kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan
kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan sel darah merah dan pada
sinapsisnya Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida
sintetik yang merupakan tiruan (analog) dari piretrium. Insektisida piretroid
7 merupakan racun yang mempengaruhi syaraf serangga (racun syaraf)
dengan berbagai macam cara kerja pada susunan syaraf sentral.

C. Tinjauan Umum tentang Tata Cara Fogging


1. Konsentrasi bahan fogging
Konsentasi bahan yang digunakan harus mengacu pada label, karena
bila dosis yang digunakan tidak tepat akan menimbulkan kerugian, tidak
hanya dari segi biaya dan efikasi pengendalian tetapi juga berpengaruh
terhadap keamanan manusia itu sendiri serta lingkungannya.
2. Arah dan kecepatan angin
Dalam melakukan fogging, arah angin harus diperhatikan. Kecepatan
akan berpengaruh terhadap pengasapan di luar ruangan. Untuk diluar
ruangan space spray berkisar 1-4 m/detik atau sekitar 3,6-15 km/jam.
Angin diperlukan untuk membawa asap masuk kedalam celah-celah

88
bangunan, namun jika terlalu kencang maka asap akan cepat hilang
terbawa angin. Pengasapan harus berjalan mundur melawan arah angin
sehingga asap tidak menganai petugas fogging.
3. Suhu
Suhu adalah keadaan udara yang akan mempengaruhi pengasapan.
Pengasapan diluar ruangan pada waktu tengah hari atau pada suhu tinggi
akan sia-sia karena asap akan menyebar keatas, bukan kesamping
sehingga pengasapan tidak maksimal. Oleh sebab itu fogging sebaiknya
dilakukan pada pagi hari atau sore hari.
4. Waktu
Waktu fogging harus disesuaikan dengan puncak aktivitas nyamuk Aedes
aegypti yang aktif mencari mangsa pada pagi hari sekitar pukul 07.00
-10.00, dan sore hari sekitar pukul 14.00 - 17.00.

89
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan
1. Waktu praktikum
Hari/Tanggal : Senin, 23 Desember 2019
Pukul : 15 : 30 WITA
Tempat : Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas 2
Jl, Lumba-lumba No. 01, Selili, Kec. Samarinda Ilir,

B. Materi Praktikum
1. Alat & Bahan
NO ALAT JUMLAH

1. Swingfogg 1 buah

2. Busi 1 buah

3. APD ( masker, handscoon, sepatu bot, 1 buah


kacamata, pelindung telingan untuk
mengurangi kebisingan)

4. Corong bersaring 1 buah

5. Jerigen 2 buah

6. Alat tulis 1 buah


7. Alat penakar 1 buah

8. Ember plastik 1 buah

NO BAHAN JUMLAH

1. Solar 10 liter

2. Bensin 5liter

3. pestisida 0,5 ml

5. Batu batrai 4 buah

90
6. Serbet 1 buah

2. Prosedur
a. Tahap persiapan
1)Tentukan lokasi untuk pengasapan dan ukur lokasi tersebut
2)Siapkan swingfogg
3) Siapkan bahan bakar bensin
4) Siapkan larutan pestisida
5) Siapkan solar
6) Siapkan masker
7) Periksa busi dan siapkan busi yang baru minimal 2 buah untuk 1
mesin
8) Siapkan batrai 4 buah untuk 1 mesin
9) Campurkan larutan pestisida 0,5 liter dengan 10 liter solar
10) Perhatikan arah mata angina
b. Tahap pengasapan
1) Masukan 4 buah batrai ke tempat di bagian bawag mesin
2) Masukan bahan bakar bensin
3) Masukan campuran larutan kea lam tangka larutan
4) Periksa kondisi busi
5) Pompa tuas hitam sebanyak 10 kali sampai dengan 15 kali dan
biarkan mesin dalam keadaan mati, jangan buka gas
6) Seteah itu baru buka gasnya agar sampai besar, kemudian tekan
tombol orange sampai mesin hidup
7) Perhatikan arah mata angin lalu lakukan pengasapan searah
dengan mata angin pengasapan mulai dari paling belakang sampai
paling depan
8) Lakukan pengasapan berulang sampai ke bagian paling depan
dengan aturan jangan lupa memakai masker
9) Setelh selesai pengasapan mesin di matikan dengan cara menutup gas
lalu buka tangki larutan dan tangka bahan bakar dan biarkan sampai mesin

91
dingin baru di angkat dan di kalibrasi lagi setelah itu di simpan di tempat
yang aman.

92
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Untuk melakukan fogging maka kita harus dapat mengetahui fungsi dari
setiap tombol yang ada pada fogging. Hal utama yang harus dilakukan
adalah memeriksa keamanan dari alat fogging. Hal ini untuk memastikan
agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada saat melakukan fogging.
Lalu isikan tangki masing-masing dengan bensin, solar dan juga insektisida.
Adapun cara fogging yang benar-benar adalah menyiapkan semua peralatan
yang diperlukan dan periksa lokasi yang akan di fogging, masukkan larutan
pestisida, bensin dan bateray sesuai dengan mesin kabut, pasang nozzle
yang sesuai, mulai mesin kabut dengan cara: Jika menggunakan mesin
swing fog tutup kran bensin dan pompa 5 kali. Setelah itu untuk memutarnya
yaitu dengan cara memutar kran ke kiri sampai penuh lalu pompa sampai
mesin menyala. Atur kran bensin dan katup udara hingga bunyi mesin
terdengar normal dan stabil. Lalu kalungkan tali swing fog dan angkat
dengan kedua tangan. Arahkan pada bagian yang akan di fogging lalu putar
kran solar untuk membuat mesin fogging dikeluarkan secepatnya.
Jika diterapkan pada penyemprotan dirumah warga maka hal yang
harus dilakukan yang paling utama adalah meminta pemilik rumah keluar
dari rumah berikut dengan hewan peliharaan. Jika masih ada makanan yang
disimpan di dalam rumah maka harus disetujui agar tidak ada efek dari
fogging. Fogging harus dilakukan dengan 2 orang yaitu 1 orang pemegang
fogging dan orang sebagai pemeriksa rumah dari warga yang mungkin
masih ada di dalam rumah.mulailah dengan mengabuti bagian rumah yang
paling dalam kemudian berjalan keluar sambil membuka semua rumah yang
sudah ditutupi dengan segera. Jika sudah tertutup semua maka pindahlah
kerumah berikutnya.

93
B. Pembahasan
Praktikum yang kami lakukan pada hari dan tanggal Senin, 23
Desember 2019, bertempat di kantor kesehatan pelabuhan kelas II Kota
Samarinda. Berdasarkan hasil yang didapatkan usai praktikum, bahan dan
perlengkapan yang  dipakai buat praktek tidak sesuai dengan teori yang
praktikan dapatkan, ini dikarenakan alat dan bahan praktek sangat minim
dan terbatas. Setelah semua disiapkan dan diberi pengarahan terlebih
dahulu. Maka mahasiswa diminta untuk mencoba menghidupkan mesin
fogging, tidak semua mahasiswa melakukan percobaan langsung, hanya
beberapa orang yang mempraktekanya. Hal ini disebabkan karena waktu
dan alat terbatas maka tidak semua mahasiswa mencobanya. Dari hasil
praktikum didapatkan bahwa Pengasapan atau fogging yang dimaksud
bertujuan untuk menyebarkan larutan insektisida ke udara/lingkungan
melalui asap, yang diharapkan dapat membunuh nyamuk dewasa (yang
infektif), sehingga rantai penularan DBD bisa diputuskan dan populasinya
secara keseluruhan akan menurun. Pengasapan dalam rangka
pengendalian nyamuk vektor DBD.
Kegiatan fogging bukanlah satu-satunya cara untuk menurunkan kasus
DBD, karena dengan fogging yang mati hanya nyamuk dewasa. Selama
jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk baru yang menetas
dari tempat perkembangbiakannya. Oleh karena itu penanggulangan kasus
DBD perlu dilakukan secara terpadu terutama pemberantasan jentiknya
dengan PSN. Antara lain kebijakan pemerintah melalui program 3M Plus,
yaitu menguras bak penampungan air, mengubur barang bekas, dan
menutup bak penampungan air, serta plusnya yaitu menaburkan bubuk
abate dan melakukan upaya-upaya lain sebagai langkah pencegahan
berkembang biaknya vektor penyakit (Wardana, 2012). Dalam melakukan
foging, hal-hal yang harus diperhatikan adalah waktu ketika melakukan
foging, dosis/takaran insektisida yang digunakan, dan lokasi foging. Waktu
yang tepat ketika melakukan foging adalah pada pagi hari ketika angin
belum terlalu kencang berhembus, matahari belum terlalu tinggi karena
dapat mempercepat penguapan insektisida ke awan dan tidak dapat tepat
sasaran.

94
Foging dilakukan ketika adanya kasus wabah yang terjadi di suatu
wilayah akibat nyamuk Aedes atau Anopheles seperti DBD dan Malaria dan
atau wilayah yang dekat dengan wilayah endemis Malaria/DBD dan
berpotensi terjadinya wabah. Pada umumnya, foging dilakukan oleh petugas
dari Dinas Kesehatan atau petugas puakemas .

95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada pratikum ini mahasiswa mampu melaksanakan Fogging dari
pencampuran isektisida sampai melakukan penyemprotan pestisida, yang
dilakukan pertama adalah untuk pencampuran insektisida dan solar dengan
ukuran 500ml isektisida dan 10L solar untuk luas 1 hectar dan mahasiswa
mampu untuk melakukan fogging dengan benar.
B. Saran
Diharapkan pada mahasiswa untuk menggunakan apd dengan benar dan
mengetahui cara untuk menyalakan alat fogging walaupun hanya sekedar
teori

96
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana IME. Pemberantasan Serangga Penyebar Penyakit Tanaman Liar dan
Penggunaan Pestisida, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga
Sanitasi PUSDIKNAKES. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1985.
Adong Iskandar, 2016. Pemberantasan Serangga dan Binatang Penganggu.
Jakarta, Depkes RI.

Agustin I., 2017, PERILAKU BERTELUR DAN SIKLUS HIDUP Aedes aegypti PADA
BERBAGAI MEDIA AIR, Volume 6 No 4, Hal. 71-81.
Azrul Azwar, 2017. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Mutiara
Sumber Widya.
Bambang Tri Rahardjo, Toto Himawan, dan Widodo Budi Utomo. 2019. Penyebaran
Jenis Lalat Buah (Diptera : Tephritidae) Dan Parasitoidnya DiKabupaten
Magetan. Agritek Vol. 17 no. 2
Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku kedokteran EGC;
2007.
Hadi, Upik K. dkk. 2006. Habitat Jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) pada Air
Terpolusi di Laboratorium. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Hasyim,A., Sudarmo., Nurhadi., M. Agus. 2018. Identifikasi, status dan pengelolaan
lalat buah di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(BPTP). J. Hortikultura. Surabaya. 63 hal.
Hestiningsih R. Survei Lalat Sinantropik dan Patogen Kontaminan Pada Beberapa
Tempat Pembuangan Sampah di Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada;
2002
Husain Elen Sri. 2014. Pengaruh Variasi Warna Fly Grillterhadap Kepadatan Lalat
Di Tempat Pelelangan Ikan (Tpi) Kota Gorontalo. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan. UniversitasNegeri Gorontalo.
Junaidi M., 2016, PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU
TENTANG IDENTIFIKASI NYAMUK DEWASA,
Kinanti, I. 2015. Escherechia Coli yang Terdapat di Bagian Luar Tubuh Lalat Rumah
(Musca Domestica) di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Supit
Urang. Universitas Muhammadiyah Malang.

97
Kurniawan Eni Alfa Habib. 2013. Studi Deskriptif Tingkat Kepadatan Lalat Di
Pemukiman Sekitar Rumah Pemotongan Unggas (Rpu) Penggaron
Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Krianto, Tri. 2009. Tidak Semua Anak Sekolah Mengerti Demam Berdarah. Jurnal
Makara Kesehatan Vol.13 No.2
LAWUYAN,S. 1996. Demam Berdarah Dengue di Kotamadya Surabaya. Seminar

Sehari Demam Berdarah Dengue. Tropical Disease Center, Universitas


Airlangga ,Surabaya 28 Oktober 1996.
Medlock, J. M., Hansford, K. M., Bortel, W. V., Zeller, H. & Alten, B. 2014. A
summary of the evidence for the change in European distribution of
phlebotomine sand flies (Diptera: Psychodidae) of public health importance.
Journal of Vector Ecology, 39, 72-77.
Mosokuli, Y.S. 2001. Lalat Tungau dan Caplak Sebagai Vektor. Laboratorium
Bioaktivitas dan Biologi Molekuler FMIPA UNIMA
Nismah, dan F. X. Susilo. 2018. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah
(Diptera: Tephritidae) pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan di Bukit
Rigis, Sumberjaya, Lampung Barat. J.HPT Tropika 8 (2): 82 – 89
Onyenwe, E., Okore, O.O., Ubiaru, P.C. and Abel, C. 2016. Housefly-Borne
Helminth Parasites Of Mouauand Its Public Helath Implication For The
University Community. Animal Research International. 13(1), pp.2352-
2358. Available from: Google Cendekia

Salawati, T., Rahayu, A., Nurdiana, H., 2010, Kejadian Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang
Nyamuk (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang), Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol.
6.
Slamet JS. Kesehatan Lingkungan. 8th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 2011. 178-185 p.

Soegijanto, S. 2004. “Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003”, Airlangga University Press.

98
Supriyanto, H. 2011, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Praktek Keluarga
Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota
Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suraini, 2013. Jenis-jenis Lalat(Diptera) dan Bakteri Enterobacteriaceae yang
Terdapat di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA).53(9), pp.1689-
1699. Available from: Google Cendekia
Susanti devi. 2011. Studi Tingkat Kepadatan Dan Jenis Lalat Di Pasar
Tumenggungan Kebumen. Progran Studi Diploma III Kesehatan
Lingkungan. Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
Wahyudi, P., Soviana, S. & Hadi, U. K. 2016. Keragaman Jenis dan Prevalensi Lalat
Pasar Tradisional di Kota Bogor (Diversity and Prevalence of Flies at
Traditional Markets in Bogor City). Jurnal Veteriner, 16, 474-482.
Wahyudi, P., Soviana, S. & Hadi, U. 2015. Keragaman Jenis dan Prevalensi Lalat
Pasar Tradisional di Kota Bogor Jurnal Veteriner. pISSN: 1411-8327 16(4),
pp.474-482. Available from: Google Cendekia

99
LAMPIRAN

Proses pembuatan Ovitrap Hasil pembuatan Ovitrap

Hasil pengamatan telur nyamuk Hasil pengamatan telur nyamuk

Hasil pengamatan jentik nyamuk bagian thorax Hasil pengamatan jentik


nyamuk bagian sipon

100
Proses pembuatan tempat nyamuk dewasa Proses pembuatan tempat nyamuk dewasa

Proses pengamatan nyamuk dewasa Proses pengamatan nyamuk dewasa

Proses mengukur kapadatan lalat Proses mengukur kepadatan lalat

Proses melakukan fogging (pengasapan)

101

Anda mungkin juga menyukai