Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR – B

PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DI RUMAH SAKIT

Disusun oleh :
1. Adinda melinia Prasasti P07133118035
2. Islah Insani P07133118036
3. Yetty Dwi Kurniawati P07133118037
4. Muflihatur Rohmah Dyah Suharti P07133118038
5. Hani An mari A P07133118039

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Jl. Tata Bumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta,
55293
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatakan kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 4 Mei 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3
A. Sanitasi Rumah Sakit..........................................................................................3
B. Pengertian Pengendalian Vektor.........................................................................3
C. Taksonomi Aedes Aegypti...................................................................................4
D. Morfologi Aedes aegypti.....................................................................................4
E. Kebiasaan Hidup/Bionomik Nyamuk Aedes aegypti.............................................6
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................7
A. Cara Pengendalian Nyamuk Aedes sp secara umum...........................................7
B. Macam Pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti di Rumah Sakit.............11
BAB IV PENUTUP....................................................................................................13
A. Kesimpulan.......................................................................................................13
B. Saran..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................14

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat bukan hanya di Indonesia tetapi juga didunia. Menurut
WHO (2002), rata-rata 23.000 orang penderita mesti dirawat karena DBD
dengan kematian mencapai 15.231 orang selama 30 tahun sejak tahun 1968.
Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan vektor telah dilakukan
pemerintah untuk menurunkan prevalensi DBD hingga menjadi kurang dari
52/100.000 penduduk sesuai target dalam RPJMN dan RENSTRA
Kementerian Kesehatan 2010-2014. Berbagai program diimplementasi
berdasarkan Kebijakan Nasional program pengendalian penyakit DBD sesuai
Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992, tentang pemberantasan penyakit
demam berdarah dengue.
Pengendalian vektor merupakan pendekatan pengendalian vektor
menggunakan prinsip dasar manajemen dan pertimbangan terhadap penularan
dan pengendalian penyakit. Tujuan pengendalian vektor adalah untuk
mengurangi habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan vektor,
menghambat proses penularan penyakit, mengurangi kontak manusia dengan
vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dikendalikan secara
lebih rasional, efektif dan efisien.
Organisasi sosial dan kesehatan yang mempunyai fungsi sebagai
pelayanan kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
kepada masyarakat disebut Rumah Sakit. Rumah sakit sendiri juga bisa beralih
fungsi menjadi pusat pelatihan untuk tenaga kesehatan dan pusat penelitian
medis. Rumah sakit dimaksud sebagai institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna berupa
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat, hal tersebut tertulis
berdasarkan Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Sanitasi
lingkungan (environmental health) menurut WHO adalah sebuah upaya
pengendalian semua faktor lingkungan manusia yang mungkin saja dapat
menimbulkan dan bahkan merugikan bagi perkembangan fisik, kimiawi dan
biologi di rumah sakit yang dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap

1
kesehatan petugas, penderita, pengunjung, maupun masyarakat yang berada di
sekitar rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti secara
umum?
2. Apa saja macam pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti yang sudah
dilakukan di rumah sakit?

C. Tujuan
1. Mengetahui macam pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti secara
umum
2. Mengetahui macam pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti yang
sudah dilakukan di rumah sakit

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sanitasi Rumah Sakit


Sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya  pengendalian
semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat
menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan
daya tahan hidup manusia. Dalam lingkup rumah sakit, sanitasi  berarti upaya
pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik  di rumah
sakit yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh  buruk
terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat di
sekitar rumah sakit.
Rumah sakit rentan akan penularan penyakit bahkan penularan pun mudah
terjadi jika tidak menjaga kebersihan lingkungan. Untuk mengurangi kejadian
penularan penyakit maka perlu dilakukan pengendalian vektor penyakit dan
binatang pengganggu. Sanitasi lingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi
syarat dapat berisiko menjadi faktor penyebab infeksi nosokomial, untuk itulah
penting untuk selalu memahami kondisi hiegine di lingkungan rumah sakit.
Menurut World Health Organization (WHO) pada rumah sakit berasal dari 14
negara berada di empat kawasan (regional) WHO, sekitar 8,7% penderita yang
dirawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit. Definisi
infeksi nosokomial menurut yang dituliskan oleh WHO yaitu suatu infeksi yang
tampak atau terlihat pada pasien ketika berada pada lingkup rumah sakit maupun
fasilitas kesehatan lain dimana infeksi tersebut tidak tampak atau terlihat pada
pasien yang diterima di rumah sakit. Infeksi nosokomial yang didapat di rumah
sakit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit.
B. Pengertian Pengendalian Vektor
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor disebutkan
“Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi
berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor sehingga penularan
penyakit tular vektor dapat dicegah”.

3
C. Taksonomi Aedes Aegypti
Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950
spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap
manusia dan binatang, baik di daerah tropik dan daerah beriklim lebih dingin.
Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Sub Family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Aedes Aegypti
D. Morfologi Aedes aegypti
1. Telur
Telur Aedes aegypti tidak mempunyai pelampung dan diletakkan satu
persatu di atas permukaan air, berwarna gelap, berbentuk oval biasanya telur
diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan menempel pada
dinding tempat perindukannya. Ukuran panjangnya 0,7 mm, dibungkus
dalam kulit yang berlapis tiga dan mempunyai saluran berupa corong untuk
masuknya spermatozoa.
Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering dapat tahan bertahun-tahun
lamanya. Telur berbentuk elips dan mempunyai permukaan yang polygonal.
Telurnya tidak akan menetas sebelum tanah digenangi air dan telur akan
menetas dalam waktu satu sampai tiga hari pada suhu 30°C tetapi
membutuhkan tujuh hari pada suhu 16°C.
2. Larva
Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dan tumbuh normal pada air
got yang didiamkan dan menjadi jernih, sedangkan pada air sumur dan PAM

4
ketahanan hidupnya sangat rendah dan tidak dapat tumbuh normal. Air
limbah sabun mandi tidak memungkinkan untuk hidup larva Ae aegypti.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Ada 4 tingkat (instar)
jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b. Instar II : 2,5-3,8 mm
c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
d. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk
menyerupai koma. Untuk menjadi nyamuk dewasa diperlukan waktu 2-3
hari. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal sekitar 27-30℃, tidak
memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pada stadium pupa ini akan
dibentuk alat-alat tubuh nyamuk seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan bagian
tubuh lainnya.
Ciri-ciri dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada
segmen terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki gigi pectin serta
sepasang rambut dan jumbai. Pada segmen abdomen tidak dijumpai adanya
rambut berbentuk kipas (palmate hairs). Pada setiap abdomen segmen
kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.
3. Pupa
Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan tetapi tetap aktif bergerak
dalam air terutama bila terganggu. Pupa akan berenang naik turun dari bagian
dasar ke permukaan air. Dalam waktu dua atau tiga hari perkembangan pupa
sudah sempurna, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa muda segera
keluar dan terbang.
4. Nyamuk Dewasa
Aedes aegypti juga disebut sebagai Tiger mosquito atau Black White
Mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri khas berupa adanya garis-garis
dan bercak bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam.
Aedes aegypti berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki
berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat
yang kotor, biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti
pot bunga, tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi matahari
dan tidak dibersihkan secara teratur. Bagi nyamuk Aedes aegypti, darah

5
manusia berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada saat
perkawinan.
E. Kebiasaan Hidup/Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
1. Ketahanan hidup
Cuaca memegang peranan penting dalam daur hidup nyamuk sebagai
vector demam berdarah. Faktor yang berpengaruh adalah curah hujan, suhu,
kelembaban dan kecepatan angin. Berkaitan dengan Climate change, semua
factor menjadi tidak dominan karena ketidak pastian cuaca memberikan
kombinasi yang beragam.
Perkembangan telur nyamuk tampak telah mengalami embrionisasi
lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperature udara 25-30℃ dan
dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
25- 27℃ dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali Bila suhu
kurang dari 10℃ atau lebih dari 40℃.Kalimantan merupakan daerah tropis,
suhu udara 25% merupakan suhu optimum untuk perkembangbiakan jentik.
2. Kebiasaan mengigit
Aktivitas mengigit mencapai puncak pada saat perubahan intensitas
cahaya tetapi bisa mengigit sepanjang hari dan tertinggi sebelum matahari
terbenam. Jarak terbang pendek yaitu 50-100 meter kecuali terbawa angin.
Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan
mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sebagai penular penyakit.
3. Perilaku istirahat
Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk apabila
sudah menghisap darah, sampai proses penyerapan darah untuk
perkembangan telur selesai. Nyamuk akan mencari tempat berair untuk
meletakan telurnya, kemudian bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai
mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya.
4. Kebiasaan berkembangbiak (Breeding Habit)
Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air seperti
bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat
menampung air hujan di daerah urban dan suburban.

6
BAB III PEMBAHASAN

A. Cara Pengendalian Nyamuk Aedes sp secara umum


Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang
bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi.
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai
pegangan sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam – macam cara pengendalian
agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan /
membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis
terhadap tata lingkungan hidup.
Pengendalian vector nyamuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Habitat Pengendalian
2. Mengurangi Kontak
3. Kontrol Kimia
4. Pengendalian biologis

Berikut merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik Aedes


yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis insektisida
misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic. Contohnya,
malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95%
EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-
10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak. Penyemprotan
dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan
pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk
infentif) dan nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan
agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi sebelum sempat
menularkan kepada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan
penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus

7
diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk
penular dapat tetap ditekan serendah-rendahnya.
b. Repelen
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat
mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari
hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat mencegah
nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi sensori
pada nyamuk.
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan
tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Cara
penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam
rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam
ruangan tergantung luas ruangan. Sementara, untuk penempatan diluar
rumah/pekarangan sebaiknya diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang
udara lainnya, sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam
ruangan. Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemui antara
lain : Tembelekan (Lantana camera L), Bunga Tahi Ayam atau Tahi
Kotok (Tagetes patula), Karanyam (Geranium spp).

2. Pemberantasan jentik
a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-
tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang pada
dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan :
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan
tempat air lain.
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-
kurangnya seminggu sekali.

8
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi
sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan
tanah.
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah.
7) Memelihara ikan.
b. Kimia
Dikenal sebagai larvasidasi atau larvasiding yakni cara memberantas
jentik nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi
jentik (larvasida). Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah
temephos yang berupa butiran – butiran (sand granules). Dosis yang
digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap
100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu
selama 3 bulan.
c. Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup, baik
dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan
vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit
atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk larva
nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus
(Gambusia affinis) dan ikan gupi lokal seperti ikan P.reticulata
(Gandahusada, 1998). Pengendalian vektor DBD Aedes aegypti dapat
menggunakan predator M.aspericornis lebih efisien daripada
menggunakan predator ikan cupang.
Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES No.
581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue, kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi :
a. meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap
P2DBD;
b. meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit
DBD;
c. meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD;
d. memantapkan kerjasama lintas sektor/lintasprogram; dan

9
e. pembangunan berwawasan lingkungan.
Beberapa strategi yang dirumuskan dalam program pemberantasan penyakit
DBD yaitu melalui:
a. Pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditempuh dengan meningkatkan
peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit DBD melalui KIE, pemasaran sosial, advokasi dan
berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya secara intensif dan
berkesinambungan
b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD.
Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh
sektor kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit
DBD sangat menentukan.
c. Peningkatan profesionalisme pengelola program Sumber Daya
Manusia yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan
program P2DBD. Pengetahuan mengenai bionomic vector, virologi,
dan faktor-faktor perubahan iklim, tata laksana kasus harus dikuasai
karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam penyusunan
kebijaksanaan program P2DBD. Pengembangan tenaga: Petugas
Lapangan PP & PL dan Juru Pemantau Jentik ( JUMANTIK ) untuk
memperkuat surveilans vektor.
d. Desentralisasi Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola
program pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Operasionalisasi
P2DBD sepenuhnya dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota dan
Puskesmas. Perlunya peningkatan kapasitas SDM di setiap tingkatan
melalui pelatihan, bimbingan teknis dan magang. Peran pusat dalam
hal surveilans epidemiologi, dukungan teknis dan pembuatan
pedoman-pedoman/standarisasi prosedur.
e. Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan Meningkatnya
mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit
DBD, karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat
dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga
populasi vektor sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang.
Orientasi, advokasi, sosialisasi, dan berbagai kegiatan KIE kepada

10
semua pihak terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat
memahami peran lingkungan dalam pemberantasan penyakit DBD.
Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia. Angka kesakitan
penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain di karenakan
perbedaan situasi dan kondisi wilayah. Oleh karena itu diperlukan model
pencegahan demam berdarah berupa pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
melalui peran serta masyarakat yang sesuai situasi budaya setempat, karena kunci
utama dari pengendalian penyakit DBD adalah pemutusan mata rantai penularan
melalui pengendalian pada vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
Program pokok pengendalian DBD meliputi surveilans epidemiologi,
penemuan dan tatalaksana kasus, pengendalian vektor, peningkatan peran serta
masyarakat, sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB,
penyuluhan, membangunkemitraan/jejaring kerja, peningkatan capacity building,
penelitian dan survei; dan monitoring dan evaluasi.

B. Macam Pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti di Rumah Sakit


Pengendalian yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit dalam
memberantas nyamuk Aedes aegypti salah satunya adalah sebagai berikut :
a. Metode Cold Fogging
Cold Fogging dilakukan di dalam ruangan dengan menggunakan alat
ULV. Mesin ini dioperasikan dengan cara dijinjing dan diangkat memutari
ruangan. Alat ini bekerja menggunakan komponen penghasil aerosol untuk
menyemprot di dalam ruangan. Tombol yang ada pada alat serta tuas
terpasang secara tetap pada mesin dan ada tanda yang jelas untuk tiap tombol
pengoperasiannya.
Fungsi dari cold fogging sendiri adalah untuk membasmi nyamuk dewasa
yang berada di dalam ruangan (indoor). Dalam sebulan minimal dilakukan 2-3
kali tergantung permintaan dari kepala unit di Rumah Sakit tersebut. Cold
fogging dilaksanakan satu kali yaitu di ruangan laundry (linen). Selama proses
penyemprotan seluruh linen ditutupi menggunakan plastik supaya bahan kimia
yang disemprotkan tidak menempel di kain yang sudah selesai dicuci. Untuk
proses pelaksanaan cold fogging sendiri dilakukan kurang lebih sekitar 20-25
menit setelah itu ruang laundry bisa digunakan kembali secara normal.

11
b. Metode Spraying (Penyemprotan)
Spraying dilaksanakan di tempat yang dapat penampungan air seperti
saluran pembuangan IPAL, taman, kolam, dan sebagainnya. Fungsinya untuk
membasmi nyamuk dewasa.
Alat yang digunakan berupa nozzle stick dengan tangki berisi zat kimia.
Alat tersebut terpasang pada rangka sehingga aman untuk digendong di bahu
belakang operator. Penyemprotan dilakukan tiga hari sekali dalam seminggu
yaitu setiap hari senin, rabu dan jumat. Untuk hari senin dilakukan di taman
bagian dalam, hari rabu dilakukan di bagian saluran IPAL dan hari jumat
dilakukan di halaman depan parkiran rumah sakit. Penyemprotan biasanya
dilakukan pukul 10.00 WIB dengan waktu penyemprotan sekitar 30 menit
hingga 1 jam.
c. Metode Thermal Fogging
Thermal Fogging dilaksanakan sebulan sekali setiap pertengahan bulan.
Thermal Fogging dilaksanakan sekitar pukul 05.00 WIB. Alat yang
digunakan berupa alat fogging yang menggunakan bahan bakar mesin.
Permukaan yang bisa menghasikan panas harus terlindungi secara benar, hal
tersebut dimaksudkan untuk mencegah atau bahkan mengurangi kejadian
luka bakar pada operator yang menggunakan alat.

12
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Cara Pengendalian Nyamuk Aedes sp secara umum yaitu dengan
pemberantasan nyamuk dewasa dan pemberantasan jentik.
2. Pengendalian yang sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit dalam
memberantas nyamuk Aedes aegypti yaitu Cold Fogging, Spraying Thermal
Fogging, dan Pemasangan Ovitrap.

B. Saran
1. Pihak rumah sakit harus selalu melaporkan vektor nyamuk Aedes aegypti rutin
setiap bulan
2. Melakukan pemberantasan nyamuk di tempat-tempat yang sulit terjangkau
seperti ruang rawat inap dan tempat yang padat
3. Alat-alat pengendalian vector yang digunakan di Rumah Sakit harus
memenuhi syarat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Atikasari, E., & Sulistyorini, L. (2019). PENGENDALIAN VEKTOR NYAMUK


AEDES AEGYPTI DI RUMAH SAKIT KOTA SURABAYA. The Indonesian
Journal of Public Health, 13(1), 73-84.
Massi, R. (2016). Implementasi Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Pusat Kesehatan Talise Kota Palu. Jurnal Katalogis, 1-13.

14

Anda mungkin juga menyukai