Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

“CHIKUNGUNYA”

Disusun oleh :

1. Hilmiy Ilman Nafian (P17433212034)


2. Presilia Jesika (P17433212044)
3. Rihardini Okvitasari (P17433212048)

Kelas 2C

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KSEESHATAN LINGKUNGAN
2013/2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Penyakit
Berbasis Lingkungan ini dengan judul “Chikungunya”
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur mata
kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Asep Tata Gunawan, SKM, MKes yang telah memberikan tugas
dan materi penyakit berbasis lingkungan yang bermanfaat bagi
pembuatan makalah ini.
2. Bapak budi Utomo, SKM, Mkes yang telah memberikan materi penyakit
berbasis lingkungan yang bermanfaat bagi pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah masih terdapat kekurangan
baik dalam materi, teknik penulisan maupun sistematikanya. Oleh karena itu,
saran dan kritik pembaca untuk penyempurnaan sangat diharapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam menjaga kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat.

Penulis

Purwokerto, 19 Maret 2014

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................


Daftar Isi ................................................................................................... ii
I. Pendahuluan .................................................................................... 1
A. Latar belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
II. Pengertian ........................................................................................ 3
III. Agen Penyebab ................................................................................ 4
IV. Gejala ............................................................................................... 5
V. Masa Inkubasi ................................................................................. 8
VI. Riwayat Perjalanan Penyakit ........................................................ 9
VII. Epidemiologi .................................................................................... 10
A. Distribusi .................................................................................... 10
B. Frekuensi ..................................................................................... 12
C. Determinan ................................................................................. 12
VIII. Faktor Determinan ......................................................................... 13
A. Host ............................................................................................. 13
B. Agen ............................................................................................ 14
C. Lingkungan ................................................................................. 16
IX. Cara Pengendalian ............................................................................ 17
A. Simpul A ....................................................................................... 17
B. Simpul B ....................................................................................... 18
C. Simpul C ....................................................................................... 22
D. Simpul D ....................................................................................... 22
X. Simpulan ............................................................................................ 23

3
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Telah lama disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam
meningkatkan derajat kesehatan sangat besar. Sebagaimana dikemukakan
Blum (1974) dalam Planning for health, development and application of
social change teory, bahwa faktor lingkungan berperan sangat besar di
samping perilaku, daripada faktor pelayanan kesehatan dan keturunan.
Memang tidak selalu lingkungan sebagai penyebab, melainkan juga
sebagai media penunjang, media transmisi maupun memperberat
penyakit yang telah ada. (Anies, 2005:9-10)
Faktor sosial, tekhnologi, dan lingkungan terus memberikan efek
yang dramatis pada penyakit menular di berbagai belahan dunia.
Memfasilitasi kemunculan penyakit baru dan penyakit lama yang muncul
kembali, sering kali dalam bentuk patogen yang resisten terhadap
antibiotik. Kondisi ekologik dan demografi modern yang menunjang
penyebaran penyakit menular meliputi pertumbuhan populasi yang besar,
peningkatan angka kematian dan urbanisasi, makin meningkatnya
perjalanan melintasi batas negara yang dilakukan oleh wisatawan,
pekerja, imigran, dan pengungsi, perubahan habitat hewan dan
arthropoda yang dapat menularkan penyakit, peningkatan jumlah
individu yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, dan perubahan
didalam proses dan ditribusi makanan. (Kathleen, 2009: 1).
Munculnya berbagai bencana lingkungan bertubi-tubi yang diikuti
oleh berjangkitnya berbagai penyakit yang terkesan aneh telah
meresahkan masyarakat. Demikian pula munculnya kembali beberapa
penyakit lama (re-emerging desease). Baru-baru ini Indonesia juga
menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan, karena
meningkatnya beberapa penyakit menular (emerging diseases),
sementara penyakit tidak menular dan penyakit degenerative mulai
meningkat. Di samping itu timbul pula berbagai penyakit baru (new-
emerging diseases), seperti SARS, Avian Influenza dll. Salah satu

4
penyakit menular yang perlu menjadi perhatian adalah Chikungunya
yang jumlah kasusnya cenderung meningkat serta penyebarannya
semakin luas dan cenderung menimbulkan KLB, namun belum pernah
dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini. (Rita, 2012 )
Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18
seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan
Belanda. Saat itu infeksi virus ini menimbulkan penyakit yang dikenal
sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) yang kadangkala
disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Demam
Chikungunya termasuk salah satu penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB dengan penyebaran penyakit yang cepat. Sehingga dapat
mengakibatkan keresahan di masyarakat dan menyebabkan menurunnya
produktivitas pada orang yang terjangkit penyakit Chikungunya. (Rita,
2012)
Vektor penular penyakit ini adalah nyamuk Aedes spp, juga
sebagai vektor penular penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) yang
merupakan penyakit endemis di Indonesia. Dengan demikian Demam
Chikungunya ini sangat berpotensi menjangkiti suatu daerah dan bahkan
bisa menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Tiga faktor yang
memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya yaitu
Manusia,Virus dan Vektor perantara. (Tjandra, 2012)

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian penyakit chikungunya
b. Untuk mengetahui agen penyebab penyakitnya
c. Untuk mengetahui gejala-gejala penyakit chikungunya
d. Untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit chikungunya
e. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit chikungunya
f. Untuk mengetahui faktor determinan penyakit chikungunya
g. Untuk mengetahui pengendalian penyakit chikungunya

5
II. Pengertian
A. Menurut kementerian kesehatan Republik Indonesia (2012)
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk (Arthropod –borne virus/ mosquito-borne virus). Virus
Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae.
B. Menurut Akhsin (2010)
Chikungunya adalah demam yang disebabkan virus chikungunya
yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti (sebagai
vektor).
C. Menurut Widoyono (2008)
Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang
disebabkan oleh virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes africanus.
D. Definisi chikungunya (Powers and Logue, 2007) adalah:
Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan
melalui nyamuk dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun
1952. Nama chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa
Makonde yang bermaksud “membungkuk”, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).

Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus CHICKV


dari genus Alphavirus, famili Togaviridae, dan di tularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi oleh virus
tersebut. Chikungunya ditandai oleh adanya tiga gejala khas (trias) yaitu
demam, nyeri sendi (arthralgia) dan ruam kulit (rash). Chikungunya
merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk demam chikungunya. Upaya pengobatan
hanya bersifat simtomatis, oleh karena itu pengendalian vektor merupakan
usaha yang tepat pada pencegahan penyakit chikungunya.

6
III. Agen Penyebab
Penyebab penyakit chikungunya yaitu Virus Chikungunya (CHICKV
). CHICKV adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa
spesies nyamuk. Spesies nyamuk yang menjadi inang virus ini adalah Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji
Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A”
Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD
disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).
(kementerian kesehatan RI, 2012)
Virus ini berbentuk sperikal, berdiameter 65-70 nm, berhelai tunggal,
dan tergolong genom RNA positif (positive-sense RNA genome). Selain
menyerang manusia dalam berbagai umur (anak-anak dan orang dewasa),
juga dapat menyerang orang hutan, jenis mamalia lainnya, serta burung.
(Dantje, 2009:71).
Sebelum menyerang manusia, 200-300 tahun yang lalu, virus ini telah
menyerang primata di hutan dan padang savana di Afrika. Hewan primata
yang sering terjangkit adalah baboon (papio sp) dan Cercopithecus sp.
Meskipun belum ada penjelasan tentang perubahan siklus serangan dari
hewan primata ke nyamuk ke hewan primata menjadi manusia ke nyamuk ke
manusia, karena tidak semua virus hewan dapat mengalami perubahan
tersebut. Kemungkinan hal ini terjadi karena mutasi genetik pada virus.
(Widoyono, 2008:69).
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai
vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk betina ini lebih menyukai
darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah
sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut disebut dengan siklus gonotropik. (Kementerian kesehatan RI, 2012)

7
Gambar : 3.1. Siklus Gonotropik
Sumber : Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman
Pengendalian Demam Chikungunya,

IV. Gejala
Gejala utama terkena penyakit chikungunya adalah tiba-tiba tubuh
terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, dan rasa sakit pada tulang-tulang sehingga
ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. (Ririh, 2011)
Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah
endemis. Secara mendadak anak-anak yang menderita penyakit ini akan
mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga di kenal pula istilah
demam lima hari. Dengan tanpa atau sedikit sekali di jumpai perdarahan
maupun syok. Pada anak kecil ada manifestasi kulit kemerahan, ruam-ruam
merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda
seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar,
demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi
pembesaran kelenjar getah bening. (Akhsin, 2010).
Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan
sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan.
Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. (Ririh, 2011).
Sedangkan menurut kementerian kesehatan Republik Indonesia, gejala
klinis penyakit chikungunya (Kementerian kesehatan RI, 2012) adalah :

8
A. Demam tinggi (380C-400C)
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan
penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk
kurva “Sadle back fever” (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka
kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di
belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival
injection).
B. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama
muncul sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia)
sampai berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi – sendi
pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan
penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada kasus
berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan, kaku, dan
bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan kaki,
pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul. Pada posisi berbaring
biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha
mengurangi dan membatasi gerakan.
Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan
ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai
Rheumatoid Arthritis.
C. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan
anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar
sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
D. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk
makulo-papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota
gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi

9
pada hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5
demam. Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
E. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi
kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang
kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro
spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau jumlah sel.
F. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit
walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak
dari 70 anak yang diobservasi.
G. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps
pembuluh darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.

10
V. Masa Inkubasi

Gambar 5.1. Masa Inkubasi

Sumber : Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman


Pengendalian Demam Chikungunya,

Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai
timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah periode
sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi
orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut. Masa inkubasi intrinsik
Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).

11
VI. Riwayat Perjalanan Penyakit

Gambar 6.1. Mekanisme Penularan


Sumber: Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman
Pengendalian Demam Chikungunya,

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk


Aedes SPP. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang
berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
(kementerian kesehatan RI, 2012)
Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui
gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi. Transmisi melalui darah
berkemungkinan bisa terjadi dengan satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV
dikatakan tidak bisa ditularkan malalui ASI (Staples, J.E., Fischer, M. and
Powers, A. M , 2009).

12
VII. Epidemiologi
A. Distribusi
1. Orang
Demam chikungunya dapat menyerang semua usia, baik
anak-anak maupun dewasa. Di daerah endemis, seringkali
penderita secara mendadak akan mengalami demam tinggi selama
lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak
kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-
ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah
disertai tanda-tanda seperti flu. Pada anak yang lebih besar, demam
biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi
pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri
sendi dan otot sangat dominan, dan menimbulkan kelumpuhan
sementara karena rasa sakit bila berjalan. Namun demikian,
Chikungunya tidak menyebabkan kematian dan kelumpuhan.
(upik,2000)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kejadian chikungunya. Penyakit
chikungunya dapat menyerang semua jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan. Pada populasi yang rentan, attack rate
penyakit chikungunya dapat mencapai 40 sampai 85 persen.
(Fatmi, dkk, 2008)
2. Tempat
Lokasi penyebaran penyakit ini tidak berbeda jauh dengan
DBD karena vektor utamanya sama yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Di daerah endemis DBD, sangat mungkin juga terjadi endemis
chikungunya. Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis
yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara.
Di Afrika, Virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, Kongo,
Angola, Kenya dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserang
adalah Thailand pada tahun 1985; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka

13
dan India pada tahun 1964. Pada tahun 1973 chikungunya
dilaporkan menyerang di Philipina dan Indonesia. (Widoyono,
2008:68).
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada
daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat
perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan
kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di
Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya.
(Kementerian kesehatan RI, 2012)
3. Waktu
KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan serta
lebih sering terjadi didaerah sub urban. Kejadian Luar Biasa (KLB)
penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Tahun 1982
di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Yogyakarta.
Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan
adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak
dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim, tahun 2000 di
Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ), tahun
2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten,
tahun 2003 terjadi di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB,
Kalimantan Tengah. Secara epidemiologis, saat ini hampir seluruh
wilayah di Indonesia berpotensial untuk timbulnya KLB
Chikungunya. (Kementerian kesehatan RI, 2012)
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena
telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika
habitat perkembangbiakannya (TPA yang bukan merupakan
keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat
menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam
Chikungunya. (Kementerian kesehatan RI, 2012)

14
B. Frekuensi
Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Di Jakarta, penyakit
demam chikungunya pernah terdengar pada tahun 1973 bersama-sama
dengan Kota Samarinda. Sejak Januari hingga Februari 2003, kasus
chikungunya dilaporkan menyerang Bolaang Mongondow, Sulut (608
orang), Jember (154 orang), Bandung (208 orang) (Tapan. 2007) dan
pada tahun 2004, di laporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang
di Semarang . Jumlah kasus chikungunya yang terjadi sepanjang tahun
2001-2003 mencapai 3.918 kasus tanpa kematian.(Fatmi, dkk, 2008)
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB
Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI
Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB
Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB,
Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi
Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012
di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan
149.526 kasus tanpa kematian. (Kementerian kesehatan RI, 2012: 5)
C. Determinan
Terdapat tiga faktor (faktor risiko) yang memegang peranan dalam
penularan penyakit Chikungunya, (kementerian kesehatan RI, 2012)
yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya
adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi
lingkungan yang buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan
iklim dan cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat
penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu
perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.

15
VIII. Faktor Determinan
A. Host
Virus menyerang usia baik anak-anak maupun dewasa di daerah
endemis. Seseorang bisa menderita penyakit ini karena masuknya virus
CHIKV kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Pada saat itu telah terjadi perubahan antara agen, host dan lingkungan.
Dimana host rentan sehingga agen menjadi virulen dan menyerang host.
Sering terjadi seluruh anggota keluarga terserang virus chikungunya
yang diawali oleh satu anggota keluarga.
Penyakit chikungunya merupakan penyakit re-emerging desease
yaitu penyakit lama yang muncul kembali dimana hal tersebut dapat
terjadi karena :
1. pertumbuhan populasi manusia yang tidak pernah terjadi
sebelumnya,
2. urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali,
3. manajemen sampah dan penyediaan air yang tidak adekuat,
4. rendahnya derajat imunitas masyarakat,
5. kurang efektifnya pengendalian nyamuk, dan
6. memburuknya infrastruktur di bidang kesehatan masyarakat.
(Ririh, 2011)
Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan diikuti dengan
terbentuknya imunitas jangka panjang (long-lasting imunity) di dalam
tubuh penderita (WHO PAHO, 2011). Sampai saat ini hanya diketahui
satu serotipe Chikungunya. Terjadinya serangan kedua belum diketahui
dengan pasti. (kementerian kesehatan RI, 2012)

16
Gambar: 8.1. Penderita Chikungunya
Sumber : Static.republika.co.id
B. Agen
Agen penyebab penyakit chikungunya adalah Chikungunya virus
yang termasuk dalam genus Alphavirus dan masuk dalam familia
Togaviridae. Virus ini berbentuk sperikal, berdiameter 65-70 nm,
berhelai tunggal, dan tergolong genom RNA positif (positive-sense RNA
genome). Selain menyerang manusia dalam berbagai umur (anak-anak
dan orang dewasa), juga dapat menyerang orang hutan, jenis mamalia
lainnya, serta burung. (Dantje, 2009).
Virus tersebut dapat menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes albopictus dan Aedes aegypti yaitu nyamuk yang sama dengan
penyebab penyakit demam berdarah. Virus Chikungunya sebagai agen
akan menginfeksi manusia terutama apabila manusia dalam kondisi yang
rentan.
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang
dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-
tempat umum. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi
dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan
16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah
berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya

17
dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit.
Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk.
Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur
terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan. (Kementerian kesehatan RI, 2012)

Gambar : 8.2. Siklus hidup nyamuk Aedes spp


Sumber: Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman
Pengendalian Demam Chikungunya,

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat


yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan
habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu
proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan
telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan

18
air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina
dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut
kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat
menetas lebih cepat.
C. Lingkungan
Lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit ini adalah
lingkungan dengan sanitasi yang buruk sehingga menjadi tempat
perkembangbiakan vektor pembawa virus yang menyebabkan penyakit
chikungunya yaitu nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang
dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-
tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-
barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan
bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
(Kementerian kesehatan RI, 2012)

19
Gambar : 8.3. Lingkungan dengan sanitasi yang buruk
Sumber : Static.republika.co.id

IX. Cara Pengendalian

Sumber Ambient Manusia Dampak

Manusia Vektor Darah Klinis


sakit
Sehat

Simpul A Simpul B Simpul C Simpul D

A. Simpul A
Pengendalian penyakit chikungunya pada simpul A yaitu
menitikberatkan pada upaya pencegahan karena tidak ada pengobatan
spesifik dan vaksin yang sesuai pada penyakit ini. Pencegahan
penularan dapat dilakukan dengan penggunaan kelambu selama masa
viremia atau sejak timbul gejala (onset of illness) sampai 7 hari,

20
menggunakan repellent, memasang kawat kasa, meningkatkan
kebersihan lingkunganya terutama lingkungan yang berpotensi menjadi
tempat perkembangbiakan vektor penyakit, diikuti dengan menjaga
sistem imun tubuh, melakukan pengendalian nyamuk secara efektif dan
memperbaiki infrastruktur dibidang kesehatan.
B. Simpul B
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan nyamuk Aedes
aegypti dan Ades albopictus si pembawa virus, untuk memutus rantai
penularan. Beberapa metode yang perlu dilakukan untuk
mengendalikan vektor pembawa penyakit chikungunya (kementerian
kesehatan RI, 2012) adalah :
1. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan
insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih
populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain.
Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena
insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme
bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang
penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor.
Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian vektor
adalah :
a. Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion,
methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-
cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine).
Malation di pakai dengan cara pengasapan, bukan dengan
menyemprotkan ke dinding. Karena nyamuk Aedes aegypti

21
tidak suka hinggap di dinding melainkan pada benda-benda
menggantung.
b. Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan
Organophospat (Temephos).
2. Biologi
Pengendalian vektor dengan biologi menggunakan agent
biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh
alami stadium pra dewasa vektor Jenis predator yang digunakan
adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll.
Jenis pengendalian vektor biologi :
a. Parasit : Romanomermes iyengeri
b. Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor
(Insect Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis
Israelensis/BTi), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang
diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi
pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara
merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik
berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan
nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah
terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada
methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti
aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis
normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk
tanpa menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula
BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu
dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan
sinar dan rusak oleh sinar matahari.

22
3. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor.
Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat
utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras,
menutup dan mengubur, dan plus: menyemprot, memelihara ikan
predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan
vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi
tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah
dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN
dalam bentuk kegiatan 3 M plus
a. Cara PSN
PSN dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud
yaitu:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air,
seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali
(M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

23
1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau
tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar/rusak
3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan
lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)
4) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
6) Memasang kawat kasa
7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam
kamar
8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai
9) Menggunakan kelambu
10) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
11) Pelaksanaan
12) Di rumah
13) Dilaksanakan oleh anggota keluarga.
14) Tempat tempat umum
15) Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan
atau pengelola tempat tempat umum.
5. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector
Management/IVM)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan
oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan
vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor
Chikungunya saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran
serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak
sekolah dll.

24
C. Simpul C
Pengendalian pada simpul C (Manusia) yaitu dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan dan menjaga sistem imun tubuh. Saat terjadi
masa viremia sebaiknya dilakukan pemasangan kelambu selama 7 hari.
Karena tidak ada pengobatan penyakit chikungunya maka pada masa
ini sebaiknya penderita banyak makan-makanan yang bergizi, cukup
karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin dan
perbanyak mengonsumsi buah-buahan segar.
D. Simpul D
Pengendalian penyakit chikungunya pada simpul D (gejala) yaitu
penderita yang sudah mengalami gejala klinis sangat dianjurkan makan-
makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta
minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengonsumsi buah-buahan
segar. Setelah lewat lima hari, demam berangsur-angsur reda, rasa ngilu
maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang dan akan sembuh
seperti semula. (Anies, 2005)
Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit
chikungunya. Cukup dikompres, pengobatan biasanya hanya diberikan
obat rasa sakit dan demam atau golongan obat yang dikenal dengan
obat flu serta vitamin untuk penguat daya tahan tubuh. (Akhsin, 2010)
Sehingga pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif.
1. Simtomatis
a. Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan
demam)
b. Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non
Steroid (AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri
persendian/athralgia/arthritis)\
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena
adanya resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko
timbulnya Reye’s syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.

25
2. Suportif
a. Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
b. Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain.
c. Fisioterapi
(kementerian kesehatan RI, 2012)

X. Simpulan
A. Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus CHICKV dari
genus Alphavirus, famili Togaviridae, dan di tularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Ae albopictus yang terinfeksi oleh virus
tersebut. Chikungunya ditandai oleh adanya tiga gejala khas (trias) yaitu
demam, nyeri sendi (arthralgia) dan ruam kulit (rash). Chikungunya
merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan tidak
ada pengobatan yang spesifik untuk demam chikungunya. Upaya
pengobatan hanya bersifat simtomatis, oleh karena itu pengendalian
vektor merupakan usaha yang tepat pada pencegahan penyakit
chikungunya
B. Agen penyebab penyakit chikungunya adalah Virus Chikungunya
(CHICKV). CHICKV adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan
oleh beberapa spesies nyamuk. Spesies nyamuk yang menjadi inang virus
ini adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
C. Gejala utama terkena penyakit chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa
demam diikuti dengan linu di persendian. Gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, dan rasa sakit pada tulang-tulang
sehingga ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang.
D. Riwayat perjalanan penyakit chikungunya yaitu virus chikungunya
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada

26
di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit.
E. Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Di Jakarta, penyakit demam
chikungunya pernah terdengar pada tahun 1973 bersama-sama dengan
Kota Samarinda. Sejak Januari hingga Februari 2003, kasus chikungunya
dilaporkan menyerang Bolaang Mongondow, Sulut (608 orang), Jember
(154 orang), Bandung (208 orang) (Tapan. 2007) dan pada tahun 2004, di
laporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang . Jumlah
kasus chikungunya yang terjadi sepanjang tahun 2001-2003 mencapai
3.918 kasus tanpa kematian.
F. Yang menjadi faktor determinan penularan penyakit chikungunya adalah
agen penyakit yaitu CHICKV, Vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes Albopictus, manusia yang sakit dan lingkungan dengan sanitasi
yang buruk.
G. Pengendalian penyakit chikungunya dapat dilakukan dengan
mengendalikan vektor chikungunya yaitu dengan cara :
1. Kimiawi
2. Biologi
3. Manajemen lingkungan
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
5. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

27
Kepustakaan

Anies. 2005. Mewaspadai Penyakit Lingkungan, Jakarta: Gramedia

Sembel T. Dentje. 2008. Entomologi Kedokteran, Manado: C.V ANDI OFFSET

Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya, Semarang: Erlangga

Yudhastuti, Ririh. 2011.Pengendalian Vektor dan Rodent, Surabaya: Pustaka


Melati Surabaya

Arias, Meehan Kathleen. 2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan, Jakarta: EGC

R.I. Kementerian Kesehatan . 2012. Pedoman Pengendalian Demam


Chikungunya. edisi 2.

PAHO/CDC, 2011. Preparedness and Response for Chikungunya Virus;


Introduction in the Americas. PAHO/CDC

Upik. Penyakit Tular Vektor : Chikungunya (artikel elektronik)


http://www.uppike.staff.ipb.ac.id/tag/penyakit-tular-vektor/ 23 Juni 2011

Oktikasari, Yumanti Fatmi. , Susanna, Dewi. , Djaja, Made I. 2008. Faktor


Sosiodemografi Dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa
Chikungunya Di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok 2006
(artikel elektronik berupa PDF). http://www.pikiran-rakyat.com. 1 Juni
2008

http://depkes.go.id/index.php?vw=2&id=491(diakses Rabu: 12 Maret 2014 pukul


22.05)

http://puskesmaskusatu.com/artikel/demam%20chikungunya.htm(diakses:
minggu, 16 Maret 2014 pukul 23.41)

http://www.static.republika.co.id (diakses minggu: 16 Maret 2014 pukul 23.41)

28
TUGAS PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

“SOAL DAN KUNCI JAWABAN MAKALAH


CHIKUNGUNYA”

Disusun oleh :

4. Hilmiy Ilman Nafian (P17433212034)


5. Presilia Jesika (P17433212044)
6. Rihardini Okvitasari (P17433212048)
Kelas 2C

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KSEESHATAN LINGKUNGAN

2013/2014

29
SOAL

1. Chikungunya merupakan penyakit


a. New-emerging desease
b. Re-emerging desease
c. Mematikan
d. Berbahaya

2. Agen penyebab penyakit chikungunya adalah Chikungunya virus yang


termasuk dalam genus Alphavirus dan masuk dalam familia Togaviridae.
Virus ini berbentuk sperikal, berdiameter…
a. 65-70 nm
b. 10-15 nm
c. 35-45 nm
d. 85-80 nm

3. Penyebab penyakit chikungunya yaitu Virus Chikungunya (CHICKV).


CHICKV adalah ………………………….yang ditransmisikan oleh beberapa
spesies nyamuk.
a. Arthopod boron virus
b. Arthopod borneo virus
c. Arthopod borone virus
d. Arthopod borne virus

4. Virus Chikungunya (CHICKV) dapat menginfeksi manusia melalui gigitan


nyamuk….
a. Aedes albopictus dan Aedes aegypti
b. Culex
c. Anopheles
d. Mansonia

5. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari,
dengan 2 puncak aktifitas antara pukul…..
a. 00.00 -23.00 dan 04.00 -08.00
b. 02.00 -04.00 dan 06.00 -07.00

30
c. 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00
d. 01.00 -02.00 dan 13.00 -14.00

6. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat


menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu ... hari sebelum
demam sampai ... hari setelah demam timbul.
a. 2 dan 5
b. 3 dan 6
c. 4 dan 8
d. 5 dan 7

7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama ……. hari.


a. 1-4
b. 3-8
c. 4-6
d. 9-10

8. Umur nyamuk betina dapat mencapai …… bulan.


a. 1-3
b. 5-6
c. 3-4
d. 2-3

9. Tiga gejala khas penyakit chikungunya adalah


a. Demam, pusing, diare
b. Demam, pusing, muntah-muntah
c. Demam, nyeri sendi, diare
d. Demam, nyeri sendi, ruam kulit

10. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±……
butir.
a. ±100
b. ±55
c. ±44
d. ±1000

31
11. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±…… bulan
a. ±9
b. ±6
c. ±3
d. ±12

12. Masa inkubasi penyakit chikungunya terdiri dari?


a. Intrinsik dan ekstrinsik
b. Panjang dan pendek
c. Panjang dan ekstrinsik
d. Pendek dan intrinsik

13. Di tubuh manusia, virus chikungunya memerlukan waktu masa tunas ….. hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
a. 3-5
b. 4-7
c. 2-5
d. 7-9

14. Tiga faktor yang berperan penting dalam penularan penyakiit chikungunya
adalah?
a. Manusia, virus, vektor perantara
b. Manusia, udara, vektor perantara
c. Manusia, virus, udara
d. Virus, udara, Vektor perantara

15. Di daerah endemis Virus chikungunya menyerang manusia pada usia?


a. Anak-anak
b. Remaja
c. Dewasa
d. Semua usia

32
16. Faktor risiko yang memegang peranan dalam penularan penyakit
chikungunya adalah?
a. Sanitasi lingkungan yang bersih
b. Distribusi air bersih
c. Pencemaran udara
d. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
17. Biomarker penyakit chikungunya pada manusia terdapat pada?
a. Rambut
b. Darah
c. Urine
d. Keringat

18. Pengendalian penyakit chikungunya pada simpul D dapat dilakukan dengan


a. Operasi
b. PSN
c. Surveilans
d. Makan-makanan yang bergizi

19. Tidak ada obat untuk penyakit chikungunya. Sehingga pengobatan hanya
bersifat
a. Simtomatis dan suportif
b. Rawat inap
c. Rawat jalan
d. Operasi

20. Pengobatan yang bersifat suportif antara lain yaitu


a. Operasi
b. Rawat inap
c. Rawat jalan
d. Fisioterapi

33
KUNCI JAWABAN

1. B
2. A
3. D
4. A
5. C
6. A
7. D
8. D
9. D
10. A
11. B
12. A
13. B
14. A
15. D
16. D
17. B
18. D
19. A
20. D

34

Anda mungkin juga menyukai