PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak jenis, yaitu ada aquatic
rodent (rodent yang hisup di air), leaping rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau
padang pasir),tunneling rodent(rodent yang hidup di terowongan) dan tree-dwelling
rodent (rodent yang hidup terutama di pohon).
Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat jenis rodent tersebut perlu
mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun, pengawasan rodentia mengenal prioritas
sehingga yang paling perlu untuk dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling rodent.
Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup di lingkungan
pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11).
Salah satu golongan tunneling rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari
golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan
pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan
kerusakan dan
kerugian
dalam
kehidupan
manusia
antara
lain
dalam
bidang
tinggal.
Selain
itu,
tikus
dapat
membahayakan
manusia
karena
KKP MEDAN
Page 1
medis setempat. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit melihat waktu kejadian yang
hanya 6 minggu (Antara news).
Mikroba penyebab demam berdarah lassa dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis
karena memiliki karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet,
tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut (Sudibya, 2012).
Penyakit demam berdarah lassa ini memang belum banyak dikenal di Indonesia. Namun,
tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat juga menjadi wabah di Indonesia. Sebab,
hewan pembawa penyakit ini adalah tikus yang juga telah banyak menyumbang kasus wabah
penyakitzoonosis di wilayah Indonesia. Berdasarkan berbagai data diatas, penulis ingin
melakukan sebuah studi pustaka mengenai penyakit demam berdarah lassa sebagai tambahan
wawasan tentang penyakit tersebut.
International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara
resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun negara bukan WHO.
Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan
terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan
public health
Page 2
PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia.
KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk
mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti
letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan
penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat
ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran
Internasional (Depkes RI, 2008).
WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara
yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan
pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang
sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas.
Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat,
transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus,
dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC
(Depkes RI, 2008).
Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC,
IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di
wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC
dengan kreteria sebagai berikut: :
a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
c). Berpotensi menyebar secara Internasional
d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan
e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya
1.2
KKP MEDAN
Page 3
Tujuan
2.
Mempelajari bagaimana peran tikus sebagai vektor dalam penyakit demam berdarah lassa
4.
5.
6.
7.
1.4
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1.
Bagi Peneliti
Sebagai penambahan wawasan yang telah dimiliki khususnya dalam bidang pengendalian
vektor dan rodent dan selain itu sebagai pemenuhan syarat Ujian Tengah Semester VII
2.
Bagi Pembaca
Sebagai penambahan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pembelajaran selanjutnya.
KKP MEDAN
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
Lassa Fever
2.1 Deskripsi Demam Berdarah Lassa
Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang pertama kali
dideskripsikan tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria. Kasus-kasus penyakit klinis lain telah
dikenal lebih dari sati dekade sebelumnya namun tidak ada yang berhubungan dengan
penyakit ini. Wabah penyakit ini telah diamati di Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Guinea, dan
Republik Afrika Tengah.
Seperti demam hemorrhagic lain, demam berdarah lassa juga dapat ditularkan langsung
dari satu orang ke orang yang lain. Penularan tersebut dapat melalui kontak oleh udara, urin
atau semen. Massa inkubasi demam berdarah lassa sekitar 10 hari (kisaran antara 3 sampai 21
hari).
Virus lassa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan dalam tubuh manusia. Dimulai dari
mukosa, usus, paru-paru dan sistem urin kemudian berkembang ke sistem vaskular.
KKP MEDAN
Page 5
2.2 Epidemiologi
Vektor
Lassa virus zoonosis (ditransmisikan dari hewan), yang menyebar ke manusia dari
tikus, khusus multi-mammate tikus ('' Mastomys natalensis''). Ini mungkin adalah hewan
yang paling umum di Afrika ekuatorial, di mana-mana di rumah-tangga manusia dan dimakan
sebagai makanan enak di beberapa daerah. Dalam tikus ini infeksi adalah dalam keadaan
asimtomatik gigih. Virus adalah gudang di mereka guano (urin dan kotoran), yang dapat
aerosolized. Dalam kasus yang fatal, Lassa demam dicirikan oleh gangguan atau tertunda
imunitas selular menuju fulminant viremia.
Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui hubungan ke kotoran hewan melalui traktattraktat pernapasan atau pencernaan. Inhalasi partikel kecil bahan infektif (aerosol) diyakini
menjadi sarana paling signifikan eksposur. Mungkin untuk memperoleh infeksi melalui rusak
kulit atau selaput lendir yang langsung terkena bahan infektif. Transmisi dari orang ke orang
juga telah didirikan, menyajikan risiko penyakit untuk pekerja kesehatan. Frekuensi transmisi
melalui kontak seksual belum ditetapkan.
2.3 Etiologi Demam Berdarah Lassa
Penyebab penyakit demam berdarah lassa seperti telah disebutkan diatas adalah
dikarenakan oleh infeksi virus secara akut. Virus penyebab penyakit demam berdarah lassa
adalah Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa yang merupakan golongan arbovirus dengan genus
arenavirus dan family arenaviridae. Virus ini merupakan jenis virus demam berdarah (Viral
Hemorrhagic Fever/VHF) pada primata baik manusia maupun non manusia. Virus lassa
merupakan virus RNA yang berantai tunggal dan ditemukan sekitar 30 tahun lalu.
Virus lassa ini dapat menetap dalam darah selama berbulan-bulan setelah sembuh, karena
itu penggunaan serum bagi orang yang baru sembuh harus lebih berhati-hati.
KKP MEDAN
Page 6
Page 7
mengekskresikan virus dalam urin untuk jangka waktu yang panjang, mungkin selama sisa
hidupnya. Mastomys tikus sering berkembang biak, menghasilkan sejumlah besar keturunan,
dan banyak di sabana dan hutan dari barat, tengah, dan Afrika timur. Selain itu, Mastomys
mudah menjajah rumah manusia dan daerah di mana makanan disimpan. Semua faktor ini
berkontribusi pada penyebaran yang relatif efisien virus Lassa dari tikus yang terinfeksi ke
manusia.
Penularan virus Lassa ke manusia terjadi paling sering melalui konsumsi atau inhalasi.
Mastomys tikus menumpahkan virus dalam urin dan kotoran dan kontak langsung dengan
bahan-bahan tersebut, melalui menyentuh benda yang tercemar, makan makanan yang
terkontaminasi, atau paparan membuka luka atau luka, dapat menyebabkan infeksi.
Karena Mastomys tikus sering hidup di dalam dan sekitar rumah dan mengais pada item
makanan manusia sisa atau makanan buruk disimpan, transmisi kontak langsung umum.
Mastomys tikus kadang-kadang dikonsumsi sebagai sumber makanan dan infeksi dapat
terjadi ketika tikus tertangkap dan siap. Kontak dengan virus juga dapat terjadi ketika
seseorang menghirup partikel-partikel kecil di udara yang terkontaminasi dengan kotoran
binatang pengerat yang terinfeksi. Aerosol ini atau penularan melalui udara dapat terjadi
selama kegiatan pembersihan, seperti menyapu.
KKP MEDAN
Page 8
rambut rontok dan gangguan gaya berjalan mungkin terjadi selama pemulihan. Berikut ini
disajikan gambaran presentase tanda dan gejala yang terjadi pada demam berdarah lassa.
Secara klinis, demam berdarah lassa sulit dibedakan dari demam hemorrhagic lain,
seperti infeksi oleh virus ebola dan virus marburg dan juga dari penyakit demam yang lebih
umum seperti malaria.
2.6 Diagnosis Demam Berdarah Lassa
Demam Berdarah Lassa sangat bervariasi dan non-spesifik, diagnosis secara klinis sering
sulit untuk dilakukan, terutama pada awal perjalanan penyakit. Demam Berdarah Lassa sulit
untuk dibedakan dari banyak penyakit lainnya yang menyebabkan demam, termasuk malaria,
Shigellosis, demam tipus, demam kuning dan demam berdarah virus.
Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium yang sangat
khusus.Spesimen laboratorium mungkin berbahaya dan harus ditangani dengan sangat hatihati. Demam Berdarah Lassa didiagnosis dengan deteksi antigen Lassa, antibodi anti-Lassa,
atau teknik isolasi virus. ELISA test untuk antigen dan antibodi IgM memberikan 88%
kepekaan dan 90% kekhususan untuk mengetahui adanya infeksi.
2.7 Pengobatan Demam Berdarah Lassa
Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika
diberikan pada awal perjalanan penyakit klinis. Tidak ada bukti untuk mendukung peran
ribavirin sebagai pengobatan profilaksis pasca pajanan untuk demam Lassa. Ribavirin adalah
obat yang sepertinya mengganggu replikasi virus dengan menghambat sintesis asam nukleat.
Page 9
Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang
kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.
1.
2.
secara rutin terhadap penularan virus Lassa. Namun, untuk keselamatan sebaiknya pasien
yang diduga demam Lassa harus dirawat di diruangan khusus tindakan isolasi, yang
meliputi mengenakan pakaian pelindung seperti masker, sarung tangan, gaun, dan perisai
wajah, dan sistematis sterilisasi peralatan yang terkontaminasi.
2.9 Identifikasi Kemungkinan Kejadian di Indonesia
Berdasarkan hasil mempelajari demam berdarah lassa yang telah menjadi wabah di
Nigeria, dapat diidentifikasi bahwa demam berdarah lassa ini juga dapat terjadi di Indonesia.
Hal tersebut didasarkan sebab virus memang mudah untuk menular dari orang ke orang yang
lain. Selain itu, hewan reservoir virus lassa ini adalah tikus yang juga banyak terdapat di
Indonesia terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk.
Page 10
Secara defenisi, PHEIC dalam International Health Regulation (IHR) adalah suatu
instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota
WHO maupun negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah,
melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta
melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana
prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara
dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu
menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya
yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu
International Health Regulation(IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi
secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang
meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).
Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna
memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit
menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk
memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:
a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat
b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan
yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.PHEIC adalah
kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa
penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah
penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta
jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor
lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB
merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008).
WHO
merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami
PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat
untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di
bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang,
kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara
dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik
KKP MEDAN
Page 11
sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008). Untuk membantu suatu
negara
mengarahkan
negara
untuk
mengkaji
suatu
kejadian
di
wilayahnya
dan
menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria
sebagai berikut: :
a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
c). Berpotensi menyebar secara Internasional
d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan
e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya
Page 12
Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun
Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi sumber
penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal mempunyai
faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang tidak baik maka
memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan
nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi
umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan kesehatan
terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu
dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal,
memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya disamping
konstruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik
maka kompartemen di dalam kapal
munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000),
dalam bidang kesehatan berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan
faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan
lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat kerja
dan manusia merupakan bagian dari kajian kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam skala
mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi kondisi lingkungan
kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya. Di
Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah dalam kesehatan
masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan
lingkungannya merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan
serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendalian
vektor. Usaha pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan
antara perilaku vektor dengan
Page 13
Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi, ditempatkan
dan dilindungi sedemikian rupa, sehingga aman dari segala pencemar yang berasal dari luar
tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak bersekatan dengan tangki yang
memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan merupakan bagian dari kulit kapal, penutup
tangki tidak boleh ada
paku sumbat, tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang
berdampingan dengan tangki tersebut. Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian
bawah kapal memiliki ketinggian lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air
layak minum dilembaran berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air
minum yang tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian
terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi sehingga
mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa dengan diameter
3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan
dengan ventilasi,
mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan pengeringan dengan diameter
3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya didesinfeksi dengan klorin.
2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley)
Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang. Filter
udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan pemrosesan makanan.
Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux. Diberikan ventilasi yang cukup
untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi, ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan,
lubang hawa di
penyimpanan perkakas dan perabot tidak boleh diletakkan di bawah ventilasi. Peralatan dan
perkakas dapur yang terkena kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari
bahan yang halus anti karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan.
3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room)
Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan memberikan
ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari materi yang kedap air,
tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan terhadap goresan.
a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk
Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di ruang
khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian juga wadahwadah dibuat dari metal atau materi lain yang tahan terhadap vektor tikus dan kecoa dan
KKP MEDAN
Page 14
dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang rapi di rak atau papan
penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda yang ada pada tempat tersebut
dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15
derajat celcius.
b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk
Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7 derajat
Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan penghidangan secara cepat
setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk
menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang pendingin di buat sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa busuk. Benda-benda berpendingin seperti
lemari es tersebut hendaknya diletakkan ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan
rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk
mencegah penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan
termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau.
Suhu yang
Page 15
pada
kedatangan dan keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain
yang dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm dari
dermaga.
b. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal .
Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa, dan nyamuk.
1. Tikus
KKP MEDAN
Page 16
Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik yakni tersedianya
makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang. Namun apabila tidak ada
makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka akan segera meninggalkan
tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali lubang dalam tanah di luar dan atau
di dalam rumah sebagai tempat bersarang, biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih
kurang 20 cm. Memiliki kemampuan memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang
sangat baik, bahkan dapat memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki
kemampuan meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter
tikus juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu,
papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang adalah
untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30 detik, suhu air
yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang. Disamping kemampuan
fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain: penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada tidaknya tikus antara lain: Dropping,
Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup dan ditemukannya bangkai tikus (Wijanarko,
2008).
2. Kecoa
Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah dan bangunan.
Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan
saluran air. Kecoa mampu membawa
Ootheca
yang diletakkan
Periplaneta americana,
Page 17
menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada di luar air dan mampu terbang setelah
menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin 1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam
keluar dari kepompong. Nyamuk mencari darah siang dan malam hari dan ada yang mulai
dari senja sampai menjelang pagi. Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah
hewan. Nyamuk mampu terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti.
Belkin (1945) dan Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih
kurang 800 meter. Penyebaran nyamuk secara aktif
terbangnya, sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan
nyamuk dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk
makanannya, ada kebun untuk istirahatnya dan ada sumber air untuk berkembangbiaknya.
c. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal
Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of International
Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi ancaman kesehatan
bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kreteria sebagai
berikut:
1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat
2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
3) Berpotensi menyebar secara International
4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan
Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat menyebabkan PHEIC
adalah :
1. Tikus
a. Pes Paru
Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang pengerat
dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi bakteri kepada
berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam, lemas, batuk, nyeri dada,
sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab
penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram negatif famili Enterobacteriaceae.
KKP MEDAN
Page 18
Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes berada di
Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika Barat dan Asia. Pes
endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003 sembilan (9) negara
melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus dan 98,9% kematian
dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan yang paling sering
menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah gigitan kutu tikus/pinjal tikus
yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Pes Paru ditularkan melalui Aerosol
dan Droplet infestion
b. Demam Lassa
Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Lassa,
dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan, batuk, mual,
muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat terjadi pingsan (syok),
efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema pada muka dan leher dengan masa
inkubasi 6-21 hari. Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia,
Guinea dan Nigeria. Juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah, Kongo, Mali dan Senegal.
Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus multimamat
kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008).
Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang pengerat yang
terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan dan air. Kontak
langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau kontak dengan sekret tenggorokan
atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan melalui hubungan seksual. Masa penularan
dari orang ke orang terjadi selama fase demam akut pada saat virus ada di tenggorokan.
2. Kecoa
Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus hepatitis A,
polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari beberapa spesies cacing (I
Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui beberapa mikro organime phatogen
antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah
atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian
melalui organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman,
2008).
3. Nyamuk
KKP MEDAN
Page 19
a. Yellow Fever
Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit menular akut
yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus, dengan gejala klinis:
demam, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, mual, muntah pendarahan, badan menjadi
kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung, pencernaan, gangguan kesadaran. Angka
kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008).
Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun 1940 ribuan
orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal di Ethiopia, dan
penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal,
Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu melalui
vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor dari penyakit
demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari.
b. West Nile Fever
Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus genus
Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung selama 1
minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia), dengan masa inkubasi 3-12
hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India,
Perancis, Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia
Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus di
Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel.
Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana nyamuk terinfeksi
menularkan virus sepanjang hidupnya (I Nyoman, 2008).
c. Demam Berdarah Dengue (DHF)
Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala,
disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit,
dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok,
dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008).
endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan,
KKP MEDAN
Page 20
Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal,
Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik.
Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan
menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir.
Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama
hidupnya (I Nyoman, 2008).
Pengendalian Vektor
Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh
kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih
dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain:
dan menarik
pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane) dan
organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel).
cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk
propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent
digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode
KKP MEDAN
Page 21
penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau
lindane.
SKEMA
PENGAWASAN LALU LINTAS ORANG SAKIT
KKP MEDAN
Page 22
Pemberitahuan
Lisan/Tertulis
Pemberangkatan Orang
Sakit
Kedatangan Orang
Sakit
Syarat Teknis:
- Tidak menderita penyakit
karantina /menular tertentu
- Tidak ada kontra indikasi
dalam penerbangan/pelayaran
- Ada pendamping
(dokter/perawat/bidan/tenaga
lainya
Syarat Administrasi
- Surat keterangan dokter/dinas
kesehatan setempat
- Identitas jelas dari orang sakit
dan pendampingnya
Syarat teknis :
- Tidak menderita penyakit
karantina/menular tertentu
- Orang sakit dipesawat/kapal dari
daerah endemisyang harus
diperiksa langsung oleh
dokter/perawat KKP
- Orang sakit dipesawat/kapal dari
daerah non endemis NED ada
surat keterangan dari
Syarat Administrasi :
- Survailance clearance dari
dokter/prawat pelabuhan
embarkasi
- Surat keterangan dokter
- ICV yang valid bagi orang sakit
dari daerah endemis NED
- Indentitas pendamping dan
alamat yang dituju harus jelas
Surat Ijin
Pengangkutan
Orang sakit
Pencatatan dan
pelaporan
Diagram 1. Algoritma lalulintas
orang sakit
ORANG SAKIT
KKP MEDAN
Page 23
Pemeriksaan
dokumen dan
recheck
KKP
Pemeriksaan
fisik
Menderita penyakit
menular
Tida
k
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
KKP MEDAN
Page 24
1. Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang disebabkan
oleh Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa
2. Hewan reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu
spesiesMastomys natalensis atau tikus multimammate
3. Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 %
kasus menunjukkan gejala/penyakit yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem,
di mana virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan
ginjal.
4. Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa
5. Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi
tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.
6. Berdasarkan hasil identifikasi studi pustaka ada kemungkinan demam berdarah lassa
dapat terjadi di Indonesia.
3.2 Saran
1. Untuk perumahan dengan jumlah penduduk yang padat disarankan untuk melakukan
sanitasi lingkungan dengan baik dan benar.
2. Bagi yang pernah melakukan kontak dengan tikus disarankan untuk segera
melakukan diagnosa pada pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Behrman Klirgman. 2000 .Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
KKP MEDAN
Page 25
Demby AH, Inapougui A, Kargbo K, et al. Demam Lassa di Guinea. . II: Distribusi dan prevalensi
infeksi virus Lassa pada mamalia kecil Vector Borne dan Penyakit zoonosis 2001; 1:. 283-97.
Fichet-Calvet E, Rogers DJ. Peta Risiko Lassa Demam di Afrika Barat. PLoS Neglected Tropical
Diseases. 2009; 3 (3): e388.
Bingkai JD. Kisah demam Lassa. Bagian I:. Menemukan penyakit New York State Journal of
Medicine. 1992; 92 (5): 199-202.
Bingkai JD, Baldwin JM, Gocke DJ, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika
Barat. I. klinis deskripsi dan patologis temuan. American Journal of Tropical Medicine and
Hygiene. 1970; 19: 670-9.
Gunther S, virus Lenz O. Lassa. Kritis Ulasan di Clinical Sciences Laboratory. 2004; 41 (4): 33990.
Haas WH, T Breuer, Pfaff G, et al. Impor demam Lassa di Jerman: pengawasan dan pengelolaan
kontak person Clinical Infectious Diseases.. 2003; 36 (10): 1254-8.
Hensley LE, Smith MA, Geisbert JB, et al. Patogenesis demam Lassa di kera cynomolgus.
Virology. 2011; 8: 205.
Johnson KM, McCormick JB, Webb PA, et al. Virologi klinis demam Lassa pada pasien rawat inap.
Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 456-64.
Lecompte E, Fichet-Calvet E, Daffis S, et al. Mastomys natalensis dan demam Lassa, Afrika Barat.
Muncul Infectious Diseases. 2006; 12 (12): 1971-4.
McCormick JB, Fisher-Hoch SP. Lassa Demam. Topik Lancar di Mikrobiologi dan Imunologi.
2002; 262: 75-109.
McCormick JB, Webb PA, Krebs JW, et al. Sebuah studi prospektif epidemiologi dan ekologi Lassa
demam. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 437-44.
Monath TP, Newhouse VF, Kemp GE, et al. Lassa isolasi virus dari hewan pengerat Mastomys
natalensis selama epidemi di Sierra Leone. Science. 1974; 185: 263-5.
Rollin PE, Nichol ST, Zaki S, Ksiazek TG. Arenaviruses dan filoviruses. in: Versalovic J, Carroll
KC, Funke G, Jorgensen JH, Landry ML, Warnock DW eds. Manual Mikrobiologi Klinik.
Edisi ke-10. Vol. 2 Washington, DC: ASM Press, 2011; 1514-1529.
KKP MEDAN
Page 26
Speir RW, Kayu OL, Liebhaber H, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika
Barat. IV. Mikroskop elektron dari kultur sel Vero terinfeksi virus Lassa. American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 692-4.
Troup JM, White HA, Fom AL, et al. Wabah demam Lassa di Jos Plateau, Nigeria, pada JanuariFebruari 1970, Sebuah laporan awal. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.
1970; 19: 695-6.
Weller, F.Barbara. 2005 . Buku Saku Perawat edisi 22. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Yudhastuti, Ririh. 2011 . Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka Melati
Organisasi Kesehatan Dunia. Informasi pada demam Lassa di Afrika Barat. Weekly Epidemiologi
Record. 2005; 80 (10): 86-8.
Akhmad Sudibya. Sekilas Tentang Bioterorisme.
Diaksesdari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=data%20kejadian%20demam%20lassa
%20&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F
%2Felib.fk.uwks.ac.id%2Fasset%2Farchieve%2Fjurnal%2FVol%2520Edisi%2520Khusus
%2520Desember%25202011%2FSEKILAS%2520TENTANG
%2520%2520BIOTERORISME.docx&ei=K3WOUL-JIOurAes4oCACg&usg=AFQjCNE_osFqTaIhgFDUPttf0UnIkckWfg (Sitasi
25
Oktober
2012)
Anonim. Apakah Demam Lassa Itu?. diakses dari http://www.news-medical.net/health/What-isLassa-Fever-%28Indonesian%29.aspx (Sitasi 24 Oktober 2012)
Anonim. Demam Berdarah Lassa. diakses dari http://wietf.wordpress.com/2011/06/09/demamberdarah-lassa/ (Sitasi 24 Oktober 2012)
KKP MEDAN
Page 27