Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak jenis, yaitu ada aquatic
rodent (rodent yang hisup di air), leaping rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau
padang pasir),tunneling rodent(rodent yang hidup di terowongan) dan tree-dwelling
rodent (rodent yang hidup terutama di pohon).
Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat jenis rodent tersebut perlu
mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun, pengawasan rodentia mengenal prioritas
sehingga yang paling perlu untuk dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling rodent.
Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup di lingkungan
pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11).
Salah satu golongan tunneling rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari
golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan
pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan
kerusakan dan

kerugian

dalam

kehidupan

manusia

antara

lain

dalam

bidang

pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu beradaptasi


dengan baik serta menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan
dan tempat

tinggal.

Selain

itu,

tikus

dapat

membahayakan

manusia

karena

mampu menularkan penyakit pada manusia.


Tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit,
pinjal, kutu, bakteri dan parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber
beberapa penyakitzoonosis. Beberapa jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus antara
lain Pes/Plaque, Leptospirosis, Scub Typhus, Murine Thypus, Rat Bite Fever, Salmonellosis,
Lymphatic Chorionmeningitis, Hantavirus Pulmonary Syndrome dan Lassa Fever.
Lassa Fever atau demam berdarah lassa adalah salah satu jenis penyakit yang ditularkan
oleh tikus dengan akibat yang berbahaya. Infeksi endemik terjadi di negara-negara Afrika
Barat, dan menyebabkan 300-500.000 kasus setiap tahunnya dengan kematian sekitar
5.000 jiwa.
Data terbaru sedikitnya 40 orang telah meninggal di seluruh Nigeria akibat wabah
demam berdarah lassa selama 6 minggu dan ada 397 kasus telah dilaporkan pada 22 februari
2012 lalu. Dari 397 kasus tersebut, ada 87 kasus yang telah dikonfirmasi positif oleh pejabat

KKP MEDAN

Page 1

medis setempat. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit melihat waktu kejadian yang
hanya 6 minggu (Antara news).
Mikroba penyebab demam berdarah lassa dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis
karena memiliki karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet,
tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut (Sudibya, 2012).
Penyakit demam berdarah lassa ini memang belum banyak dikenal di Indonesia. Namun,
tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat juga menjadi wabah di Indonesia. Sebab,
hewan pembawa penyakit ini adalah tikus yang juga telah banyak menyumbang kasus wabah
penyakitzoonosis di wilayah Indonesia. Berdasarkan berbagai data diatas, penulis ingin
melakukan sebuah studi pustaka mengenai penyakit demam berdarah lassa sebagai tambahan
wawasan tentang penyakit tersebut.
International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara
resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun negara bukan WHO.
Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan
terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan

public health

response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat.


Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan,
bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar
mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan
lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh
karena itu International Health Regulation (IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan
informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public
Health Emergency of International Concern

(PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).


Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama
guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko
penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia
untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:
a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat
b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan
yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.
KKP MEDAN

Page 2

PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia.
KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk
mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti
letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan
penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat
ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran
Internasional (Depkes RI, 2008).
WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara
yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan
pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang
sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas.
Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat,
transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus,
dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC
(Depkes RI, 2008).
Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC,
IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di
wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC
dengan kreteria sebagai berikut: :
a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
c). Berpotensi menyebar secara Internasional
d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan
e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

1.2

Pembatasan dan Rumusan Masalah


Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah tentang penyakit demam berdarah
lassa. Maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

KKP MEDAN

Page 3

Apa pengertian penyakit Demam Berdarah Lassa, penyebabnya, bagaimana tikus


sebagai vektor penyebab serta kemungkinan terjadinya di Indonesia?
1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mempelajari mengenai penyakit demam berdarah lassa yang terdiri dari pengertian,
penyebab, tikus sebagai vektor penyebab dan mengidentifikasi kemungkinan terjadi di
Indonesia
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mempelajari penyebab penyakit demam berdarah lassa

2.

Mempelajari bagaimana peran tikus sebagai vektor dalam penyakit demam berdarah lassa

4.

Mempelajari gejala penyakit demam berdarah lassa

5.

Mempelajari pengobatan penyakit demam berdarah lassa

6.

Mempelajari pencegahan penyakit demam berdarah lassa

7.

Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya penyakit demam berdarah lassa

1.4

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1.

Bagi Peneliti
Sebagai penambahan wawasan yang telah dimiliki khususnya dalam bidang pengendalian
vektor dan rodent dan selain itu sebagai pemenuhan syarat Ujian Tengah Semester VII

2.

Bagi Pembaca
Sebagai penambahan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pembelajaran selanjutnya.

KKP MEDAN

Page 4

BAB II
PEMBAHASAN
Lassa Fever
2.1 Deskripsi Demam Berdarah Lassa
Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang pertama kali
dideskripsikan tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria. Kasus-kasus penyakit klinis lain telah
dikenal lebih dari sati dekade sebelumnya namun tidak ada yang berhubungan dengan
penyakit ini. Wabah penyakit ini telah diamati di Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Guinea, dan
Republik Afrika Tengah.
Seperti demam hemorrhagic lain, demam berdarah lassa juga dapat ditularkan langsung
dari satu orang ke orang yang lain. Penularan tersebut dapat melalui kontak oleh udara, urin
atau semen. Massa inkubasi demam berdarah lassa sekitar 10 hari (kisaran antara 3 sampai 21
hari).
Virus lassa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan dalam tubuh manusia. Dimulai dari
mukosa, usus, paru-paru dan sistem urin kemudian berkembang ke sistem vaskular.

KKP MEDAN

Page 5

2.2 Epidemiologi
Vektor
Lassa virus zoonosis (ditransmisikan dari hewan), yang menyebar ke manusia dari
tikus, khusus multi-mammate tikus ('' Mastomys natalensis''). Ini mungkin adalah hewan
yang paling umum di Afrika ekuatorial, di mana-mana di rumah-tangga manusia dan dimakan
sebagai makanan enak di beberapa daerah. Dalam tikus ini infeksi adalah dalam keadaan
asimtomatik gigih. Virus adalah gudang di mereka guano (urin dan kotoran), yang dapat
aerosolized. Dalam kasus yang fatal, Lassa demam dicirikan oleh gangguan atau tertunda
imunitas selular menuju fulminant viremia.
Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui hubungan ke kotoran hewan melalui traktattraktat pernapasan atau pencernaan. Inhalasi partikel kecil bahan infektif (aerosol) diyakini
menjadi sarana paling signifikan eksposur. Mungkin untuk memperoleh infeksi melalui rusak
kulit atau selaput lendir yang langsung terkena bahan infektif. Transmisi dari orang ke orang
juga telah didirikan, menyajikan risiko penyakit untuk pekerja kesehatan. Frekuensi transmisi
melalui kontak seksual belum ditetapkan.
2.3 Etiologi Demam Berdarah Lassa
Penyebab penyakit demam berdarah lassa seperti telah disebutkan diatas adalah
dikarenakan oleh infeksi virus secara akut. Virus penyebab penyakit demam berdarah lassa
adalah Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa yang merupakan golongan arbovirus dengan genus
arenavirus dan family arenaviridae. Virus ini merupakan jenis virus demam berdarah (Viral
Hemorrhagic Fever/VHF) pada primata baik manusia maupun non manusia. Virus lassa
merupakan virus RNA yang berantai tunggal dan ditemukan sekitar 30 tahun lalu.
Virus lassa ini dapat menetap dalam darah selama berbulan-bulan setelah sembuh, karena
itu penggunaan serum bagi orang yang baru sembuh harus lebih berhati-hati.

KKP MEDAN

Page 6

2.4 Reservoir dan Transmisi Demam Berdarah Lassa


Demam berdarah lassa merupakan penyakit zoonosis yang berarti bahwa manusia terinfeksi
dari kontak dengan hewan yang terinfeksi. Hewan
reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus
dari genus Mastomys yaitu spesies Mastomys
natalensis atau tikus multimammate. Mastomys
yang terinfeksi virus ini umumnya tidak menjadi
sakit. Tetapi mereka melepaskan virus dalam
kotoran mereka berupa urin dan tinja.
Demam berdarah lassa terjadi pada semua kelompok umur baik pada perempuan
maupun pada laki-laki. Orang yang paling beresiko adalah mereka yang tinggal di daerah
pedesaan dimana tikus Mastomys banyak ditemukan, terutama di daerah dengan sanitasi yang
buruk dan di daerah padat penduduk. Secara lebih ringkas, gambaran peran tikus sebagai
reservoir kejadian penyakit demam berdarah lassa ditunjukkan pada gambar berikut:
Manusia biasanya terinfeksi virus Lassa dari paparan kotoran tikus Mastomys yang
terinfeksi dengan cara kontak/paparan langsung dengan kotoran tersebut, misalnya dengan
menyentuh kotoran yang terinfeksi. Virus Lassa juga dapat menyebar antara manusia melalui
kontak langsung dengan darah, urin, feses atau cairan tubuh lainnya dari seorang dengan
demam berdarah lassa.
Sebenarnya belum ada bukti epidemiologis yang mendukung penyebaran virus melalui
udara antara manusia. Virus tersebut dapat pula disebarkan melalui peralatan medis yang
terkontaminasi seperti jarum suntik yang digunakan kembali dan dapat pula melalui transmisi
seksual. Kontak langsung dengan hewan pengerat yang terinfeksi bukanlah satu-satunya cara
di mana orang yang terinfeksi; penularan dari orang ke orang dapat terjadi setelah terpapar
virus dalam darah, jaringan, sekresi, atau ekskresi dari Lassa terinfeksi virus individu. Kontak
biasa (termasuk kontak kulit-ke-kulit tanpa pertukaran cairan tubuh) tidak menyebarkan virus
Lassa. Penularan dari orang-ke-orang umum di layanan kesehatan (disebut infeksi
nosokomial) di mana alat pelindung diri yang tepat (PPE) tidak tersedia atau tidak digunakan.
Virus Lassa dapat tersebar di peralatan medis yang terkontaminasi, seperti jarum digunakan
kembali
Reservoir, atau host, virus Lassa adalah hewan pengerat yang dikenal sebagai "tikus
multimammate" (Mastomys natalensis). Setelah terinfeksi, hewan pengerat ini mampu
KKP MEDAN

Page 7

mengekskresikan virus dalam urin untuk jangka waktu yang panjang, mungkin selama sisa
hidupnya. Mastomys tikus sering berkembang biak, menghasilkan sejumlah besar keturunan,
dan banyak di sabana dan hutan dari barat, tengah, dan Afrika timur. Selain itu, Mastomys
mudah menjajah rumah manusia dan daerah di mana makanan disimpan. Semua faktor ini
berkontribusi pada penyebaran yang relatif efisien virus Lassa dari tikus yang terinfeksi ke
manusia.
Penularan virus Lassa ke manusia terjadi paling sering melalui konsumsi atau inhalasi.
Mastomys tikus menumpahkan virus dalam urin dan kotoran dan kontak langsung dengan
bahan-bahan tersebut, melalui menyentuh benda yang tercemar, makan makanan yang
terkontaminasi, atau paparan membuka luka atau luka, dapat menyebabkan infeksi.
Karena Mastomys tikus sering hidup di dalam dan sekitar rumah dan mengais pada item
makanan manusia sisa atau makanan buruk disimpan, transmisi kontak langsung umum.
Mastomys tikus kadang-kadang dikonsumsi sebagai sumber makanan dan infeksi dapat
terjadi ketika tikus tertangkap dan siap. Kontak dengan virus juga dapat terjadi ketika
seseorang menghirup partikel-partikel kecil di udara yang terkontaminasi dengan kotoran
binatang pengerat yang terinfeksi. Aerosol ini atau penularan melalui udara dapat terjadi
selama kegiatan pembersihan, seperti menyapu.

2.5 Gejala Demam Berdarah Lassa


Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 %
kasus menunjukkan gejala/penyakit yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem, di mana
virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.
Masa inkubasi Demam Berdarah Lassa berkisar 6-21 hari. Timbulnya penyakit ini
biasanya bertahap, dimulai dengan demam, kelemahan umum, dan malaise. Setelah beberapa
hari timbul sakit kepala,, sakit tenggorokan, nyeri otot, nyeri dada, mual, muntah, diare,
batuk, dan perut dapat mengikuti. Pada keadaan yang berat berlanjut dengan gejala wajah
bengkak, timbul cairan dalam rongga paru-paru, perdarahan dari mulut, hidung, vagina atau
saluran pencernaan, dan tekanan darah rendah, adanya protein dalam urin (Proteinuria).
Pada tahap akhir dari penyakit dapat terjadishock, kejang, tremor, disorientasi, dan koma.
Tuli terjadi pada 25% pasien pada masa pemulihan setelah 1-3 bulan. Transient

KKP MEDAN

Page 8

rambut rontok dan gangguan gaya berjalan mungkin terjadi selama pemulihan. Berikut ini
disajikan gambaran presentase tanda dan gejala yang terjadi pada demam berdarah lassa.
Secara klinis, demam berdarah lassa sulit dibedakan dari demam hemorrhagic lain,
seperti infeksi oleh virus ebola dan virus marburg dan juga dari penyakit demam yang lebih
umum seperti malaria.
2.6 Diagnosis Demam Berdarah Lassa
Demam Berdarah Lassa sangat bervariasi dan non-spesifik, diagnosis secara klinis sering
sulit untuk dilakukan, terutama pada awal perjalanan penyakit. Demam Berdarah Lassa sulit
untuk dibedakan dari banyak penyakit lainnya yang menyebabkan demam, termasuk malaria,
Shigellosis, demam tipus, demam kuning dan demam berdarah virus.
Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium yang sangat
khusus.Spesimen laboratorium mungkin berbahaya dan harus ditangani dengan sangat hatihati. Demam Berdarah Lassa didiagnosis dengan deteksi antigen Lassa, antibodi anti-Lassa,
atau teknik isolasi virus. ELISA test untuk antigen dan antibodi IgM memberikan 88%
kepekaan dan 90% kekhususan untuk mengetahui adanya infeksi.
2.7 Pengobatan Demam Berdarah Lassa
Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika
diberikan pada awal perjalanan penyakit klinis. Tidak ada bukti untuk mendukung peran
ribavirin sebagai pengobatan profilaksis pasca pajanan untuk demam Lassa. Ribavirin adalah
obat yang sepertinya mengganggu replikasi virus dengan menghambat sintesis asam nukleat.

2.8 Pencegahan Demam Berdarah Lassa


KKP MEDAN

Page 9

Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang
kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.
1.

Pemberantasan Tikus di Wilayah Pelabuhan


Dilaksanakan di daerah perimeter pel abuhan dengan teknik pemasangan perangkap, baik
perangkap hidup ( cage trap), maupun perangkap mati (back break trap), dengan memelihara
predator, memberikan poisoning (rodentisida), dan lokal fumigasi (dengan Posphine).

2.

Pemberantasan Tikus di Kapal dan di Peswat


Di kapal, dilakukan dengan fumigasi menggunakan fumigant yang direkomendasikan
yaitu SO2 dan HCN (WHO, 1972), namun di Indonesia sesuai dengan SK DirJen PPM&PLP
No. 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990, tentang fumigan yang digunakan untuk
fumigasi kapal dalam rangka penerbitan SKHT bagi kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2.
Pada tahun 1998/1999 telah diterbitkan 42 sertifikat DC/SKHT dan 1.217 DEC/SKBHT
( Anonimus, 1999).
Di pesawat bahan fumigan yang direkomendasikan oleh WHO, hanyalah HCN (WHO,
1984).
Selain itu, pengendalian infeksi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian demam
berdarah lassa yaitu Anggota keluarga dan petugas layanan kesehatan harus selalu berhatihati untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh sambil merawat orang
sakit. Pencegahan dengan menggunakan pelindung untuk

perawat harus dilakukan

secara rutin terhadap penularan virus Lassa. Namun, untuk keselamatan sebaiknya pasien
yang diduga demam Lassa harus dirawat di diruangan khusus tindakan isolasi, yang
meliputi mengenakan pakaian pelindung seperti masker, sarung tangan, gaun, dan perisai
wajah, dan sistematis sterilisasi peralatan yang terkontaminasi.
2.9 Identifikasi Kemungkinan Kejadian di Indonesia
Berdasarkan hasil mempelajari demam berdarah lassa yang telah menjadi wabah di
Nigeria, dapat diidentifikasi bahwa demam berdarah lassa ini juga dapat terjadi di Indonesia.
Hal tersebut didasarkan sebab virus memang mudah untuk menular dari orang ke orang yang
lain. Selain itu, hewan reservoir virus lassa ini adalah tikus yang juga banyak terdapat di
Indonesia terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk.

2.10 PHEIC (public Health Emergency of Internasional Concern)


KKP MEDAN

Page 10

Secara defenisi, PHEIC dalam International Health Regulation (IHR) adalah suatu
instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota
WHO maupun negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah,
melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta
melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana
prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara
dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu
menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya
yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu
International Health Regulation(IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi
secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang
meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).
Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna
memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit
menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk
memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:
a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat
b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan
yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.PHEIC adalah
kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa

(KLB) yang meresahkan dunia. KLB suatu

penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah
penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta
jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor
lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB
merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008).

WHO

merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami
PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat
untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di
bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang,
kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara
dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik
KKP MEDAN

Page 11

sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008). Untuk membantu suatu

negara

mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen


dan

mengarahkan

negara

untuk

mengkaji

suatu

kejadian

di

wilayahnya

dan

menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria
sebagai berikut: :
a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
c). Berpotensi menyebar secara Internasional
d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan
e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

Pengawasan Kedatangan di Bandara & pelabuhan


Pemeriksaan kesehatan kapal perlu dilakukan, mengingat kapal membawa vektor
penyakit, baik terhadap isi dan muatan kapal maupun orang yang mungkin tertular dari luar
negeri. Isi dan muatan kapal merupakan faktor risiko terhadap berkembangbiaknya vektor
penyakit, baik penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah. Keberadaan vektor
tersebut dapat disebabkan pada isi dan lingkungan fisik/ ruangan yang ada pada kapal
tersebut seperti ; kamar mandi/toilet, kamar anak buah kapal, gudang penyimpanan bahan
makanan, tempat penampungan air bersih/tandon air (palka), dapur, sampah, pantry. Pada
bagian tersebut umumnya vektor penyakit seperti tikus, kecoak dan nyamuk berkembang
biak (Dirjen PPMPL,1996). Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis
sehingga dapat ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah
satu aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa
melalui alat angkut kapal baik yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya. Upaya
pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan laut dan alat
angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembang biakan
kuman/vektor penyakit (Ditjen PP-PL 2007).

a. Pengawasan Alat Angkut Kapal


KKP MEDAN

Page 12

Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun
Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi sumber
penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal mempunyai
faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang tidak baik maka
memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan
nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi
umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan kesehatan
terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu
dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal,

yaitu menjaga sanitasi kapal yang

memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya disamping
konstruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik
maka kompartemen di dalam kapal

itu akan menyebabkan risiko yang memungkinkan

munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000),
dalam bidang kesehatan berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan
faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan
lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat kerja
dan manusia merupakan bagian dari kajian kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam skala
mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi kondisi lingkungan
kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya. Di
Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah dalam kesehatan
masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan
lingkungannya merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan
serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendalian
vektor. Usaha pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan
antara perilaku vektor dengan

pengendalian yang diterapkan. Meningkatnya populasi

beberapa serangga menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor, salah satunya di


sektor transportasi laut. Munculnya vektor penular penyakit di dalam kapal seperti kecoa,
tikus dan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit menular baik antara satu pelabuhan ke
pelabuhan yang lain baik dalam negara maupun antar negara. Dengan demikian
pengendalian vektor di kapal mutlak di lakukan, agar dapat menurunkan populasi vektor dan
menurunkan insiden penyakit yang ditimbulkan oleh masingmasing vektor tersebut. Menurut
Dirjen PPM dan PLP DEPKES RI (1996), tentang pedoman sanitasi kapal yaitu:
1. Tangki penyimpanan air (Storage)
KKP MEDAN

Page 13

Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi, ditempatkan
dan dilindungi sedemikian rupa, sehingga aman dari segala pencemar yang berasal dari luar
tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak bersekatan dengan tangki yang
memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan merupakan bagian dari kulit kapal, penutup
tangki tidak boleh ada

paku sumbat, tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang

berdampingan dengan tangki tersebut. Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian
bawah kapal memiliki ketinggian lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air
layak minum dilembaran berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air
minum yang tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian
terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi sehingga
mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa dengan diameter
3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan

dengan ventilasi,

mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan pengeringan dengan diameter
3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya didesinfeksi dengan klorin.
2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley)
Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang. Filter
udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan pemrosesan makanan.
Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux. Diberikan ventilasi yang cukup
untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi, ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan,
lubang hawa di

unit ventilasi mudah dilepas untuk keperluan pembersihan. Rak

penyimpanan perkakas dan perabot tidak boleh diletakkan di bawah ventilasi. Peralatan dan
perkakas dapur yang terkena kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari
bahan yang halus anti karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan.
3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room)
Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan memberikan
ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari materi yang kedap air,
tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan terhadap goresan.
a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk
Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di ruang
khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian juga wadahwadah dibuat dari metal atau materi lain yang tahan terhadap vektor tikus dan kecoa dan
KKP MEDAN

Page 14

dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang rapi di rak atau papan
penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda yang ada pada tempat tersebut
dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15
derajat celcius.
b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk
Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7 derajat
Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan penghidangan secara cepat
setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk
menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang pendingin di buat sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa busuk. Benda-benda berpendingin seperti
lemari es tersebut hendaknya diletakkan ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan
rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk
mencegah penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan
termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau.

Suhu yang

disarankan untuk penyimpanan bahan yang mudah busuk:


a) Bahan makanan beku: tidak lebih dari -12 derajat Celcius
b) Daging dan ikan: 0-3 derajat Celcius
c) Susu dan produk hasil susu: 5-7 derajat Celcius
d) Buah dan Sayuran: 7-10 derajat Celcius
4. Toilet/kamar mandi
Toilet/kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan ruang penyiapan
makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat makanan disiapkan, disimpan dan
dihidangkan. Pintu toilet/kamar mandi berengsel kuat dan secara otomatis menutup sendiri,
ada ventilasi dan penerangan yang cukup. Fasilitas cuci tangan disediakan dalam ruangan
toilet /kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan dingin, tissu, sabun, kain/handuk. Air
cuci pada wastafel disarankan dengan suhu 77 derajat Celcius. Pada dinding yang dekat pintu
toilet diberi tanda dengan tulisan yang berbunyi CUCI TANGAN SETELAH
MENGGUNAKAN TOILET.
5. Sampah (Waste)
KKP MEDAN

Page 15

Ketentuan hendaknya dibuat untuk penyimpan dan pembuangan yang tersanitasi.


Tempat sampah dapat digunakan di daerah penyiapan dan penyimpanan makanan, hanya
untuk keperluan penggunaan segera. Tempat sampah berada di ruang yang khusus, terpisah
dari tempat proses pengolahan makanan, mudah di bersihkan, tahan terhadap tikus (rodent)
dan rayap (vermin), mempunyai pegangan, dibuat kedap air, di lengkapi dengan penutup
yang rapat.
6. Ruangan awak buah kapal (Quarters crew)
Ruang tidur awak kapal mempunyai luas 1,67 sampai 2,78 m dengan mempunyai
ruang utama yang bersih dengan ukuran minimal 1,90 m. Tidak boleh lebih dari 4 orang
yang mendiami satu kamar tidur, memilki ventilasi yang cukup dan ditambah dengan
ventilasi mekanis untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai keperluan dan kebutuhan.
Mempunyai penerangan yang cukup. Sebaiknya ada 1 toilet dan 1 pancuran atau bak mandi
untuk tiap 8 orang dan satu wastapel untuk tiap 6 orang.
Menurut WHO, standar yang ditetapkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005,
bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat angkut yang menjadi
tanggung jawabnya, bebas dari sumber penyakit atau kontaminasi, dan juga bebas dari
vektor penyakit. Dalam upaya pengendalian vektor penular penyakit, Kantor Kesehatan
Pelabuhan Tembilahan melakukan: (1) Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara
sehat dan endemis, (2) Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan (3)
Pelaksanaan hapus tikus/serangga (4) Peningkatan sanitasi lingkungan Clearance

pada

kedatangan dan keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain
yang dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm dari
dermaga.
b. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal .

Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa, dan nyamuk.
1. Tikus

KKP MEDAN

Page 16

Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik yakni tersedianya
makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang. Namun apabila tidak ada
makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka akan segera meninggalkan
tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali lubang dalam tanah di luar dan atau
di dalam rumah sebagai tempat bersarang, biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih
kurang 20 cm. Memiliki kemampuan memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang
sangat baik, bahkan dapat memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki
kemampuan meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter
tikus juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu,
papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang adalah
untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30 detik, suhu air
yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang. Disamping kemampuan
fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain: penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada tidaknya tikus antara lain: Dropping,
Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup dan ditemukannya bangkai tikus (Wijanarko,
2008).
2. Kecoa
Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah dan bangunan.
Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan
saluran air. Kecoa mampu membawa

Ootheca

atau sarang telur

yang diletakkan

dipunggungnya selama beberapa minggu. Mampu terbang, mampu beradaptasi walau


terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk kapal, mampu berjalan dari gedung ke
gedung lain atau dari saluran ke saluran lain, taman, selokan dalam tanah ke tempat
kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia dan suka menginjak-injak kotoran maupun
sampah pada waktu mencari makanannya. Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan
bagian lain dari tubuhnya, sehingga mengakibatkan bau di area atau makanan yang
diinjaknya. Jenis kecoa yang banyak terdapat di Indonesia

Periplaneta americana,

Periplaneta australasiae, Supella longipalpa (Wijanarko, 2008).


3. Nyamuk
Berdasarkan tempat hidupnya dikenal 2 tingkatan: tingkatan dalam air dan tingkatan diluar
tempat berair. Jadi untuk kalangsungan hidupnya sangat diperlukan air. Kemampuan hidup
dalam air pada saat nyamuk masih berupa telur, larva, dan kepompong, sedangkan setelah
KKP MEDAN

Page 17

menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada di luar air dan mampu terbang setelah
menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin 1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam
keluar dari kepompong. Nyamuk mencari darah siang dan malam hari dan ada yang mulai
dari senja sampai menjelang pagi. Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah
hewan. Nyamuk mampu terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti.
Belkin (1945) dan Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih
kurang 800 meter. Penyebaran nyamuk secara aktif

menyebar menurut kebiasaan

terbangnya, sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan
nyamuk dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk
makanannya, ada kebun untuk istirahatnya dan ada sumber air untuk berkembangbiaknya.
c. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal
Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of International
Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi ancaman kesehatan
bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kreteria sebagai
berikut:
1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat
2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
3) Berpotensi menyebar secara International
4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan
Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat menyebabkan PHEIC
adalah :
1. Tikus
a. Pes Paru
Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang pengerat
dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi bakteri kepada
berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam, lemas, batuk, nyeri dada,
sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab
penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram negatif famili Enterobacteriaceae.

KKP MEDAN

Page 18

Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes berada di
Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika Barat dan Asia. Pes
endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003 sembilan (9) negara
melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus dan 98,9% kematian
dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan yang paling sering
menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah gigitan kutu tikus/pinjal tikus
yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Pes Paru ditularkan melalui Aerosol
dan Droplet infestion
b. Demam Lassa
Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Lassa,
dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan, batuk, mual,
muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat terjadi pingsan (syok),
efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema pada muka dan leher dengan masa
inkubasi 6-21 hari. Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia,
Guinea dan Nigeria. Juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah, Kongo, Mali dan Senegal.
Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus multimamat
kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008).
Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang pengerat yang
terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan dan air. Kontak
langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau kontak dengan sekret tenggorokan
atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan melalui hubungan seksual. Masa penularan
dari orang ke orang terjadi selama fase demam akut pada saat virus ada di tenggorokan.
2. Kecoa
Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus hepatitis A,
polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari beberapa spesies cacing (I
Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui beberapa mikro organime phatogen
antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah
atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian
melalui organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman,
2008).
3. Nyamuk
KKP MEDAN

Page 19

a. Yellow Fever
Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit menular akut
yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus, dengan gejala klinis:
demam, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, mual, muntah pendarahan, badan menjadi
kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung, pencernaan, gangguan kesadaran. Angka
kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008).
Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun 1940 ribuan
orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal di Ethiopia, dan
penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal,
Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu melalui
vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor dari penyakit
demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari.
b. West Nile Fever
Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus genus
Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung selama 1
minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia), dengan masa inkubasi 3-12
hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India,
Perancis, Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia
Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus di
Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel.
Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana nyamuk terinfeksi
menularkan virus sepanjang hidupnya (I Nyoman, 2008).
c. Demam Berdarah Dengue (DHF)
Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala,
disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit,
dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok,
dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini pada derah

endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan,
KKP MEDAN

Page 20

Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal,
Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik.
Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan
menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir.
Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama
hidupnya (I Nyoman, 2008).
Pengendalian Vektor
Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh
kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih
dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain:

1. Pengendalian Non Kimia


Pengendalian secara non kimia yaitu :
Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan upaya
yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak di kapal dan pada
faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga tidak menjadi habitat kecoa
atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal.
b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko
lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan tersebut.
c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa
2. Pengendalian Secara Kimia
Pengendalian yang memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya menolak
(reppelent)

dan menarik

(attractant). Pada umumnya bahan kimia yang dipakai untuk

pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane) dan
organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel).
cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk

Metode yang dilakukan dengan

pemaparan banyak digunakan diklorovos,

propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent
digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode
KKP MEDAN

Page 21

penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau
lindane.

SKEMA
PENGAWASAN LALU LINTAS ORANG SAKIT

KKP MEDAN

Page 22

Pemberitahuan
Lisan/Tertulis
Pemberangkatan Orang
Sakit

Kedatangan Orang
Sakit

Syarat Teknis:
- Tidak menderita penyakit
karantina /menular tertentu
- Tidak ada kontra indikasi
dalam penerbangan/pelayaran
- Ada pendamping
(dokter/perawat/bidan/tenaga
lainya
Syarat Administrasi
- Surat keterangan dokter/dinas
kesehatan setempat
- Identitas jelas dari orang sakit
dan pendampingnya

Syarat teknis :
- Tidak menderita penyakit
karantina/menular tertentu
- Orang sakit dipesawat/kapal dari
daerah endemisyang harus
diperiksa langsung oleh
dokter/perawat KKP
- Orang sakit dipesawat/kapal dari
daerah non endemis NED ada
surat keterangan dari
Syarat Administrasi :
- Survailance clearance dari
dokter/prawat pelabuhan
embarkasi
- Surat keterangan dokter
- ICV yang valid bagi orang sakit
dari daerah endemis NED
- Indentitas pendamping dan
alamat yang dituju harus jelas

Surat Ijin
Pengangkutan
Orang sakit

Pencatatan dan
pelaporan
Diagram 1. Algoritma lalulintas
orang sakit

ORANG SAKIT

KKP MEDAN

Bawa surat ket


RS/Dokter lain

Page 23

Tdk bawa surat ket


Rs/Dokter lain

Pemeriksaan
dokumen dan
recheck

KKP

Pemeriksaan
fisik
Menderita penyakit
menular

Tidak ada kontra


indikasi medis
Ada kontra indikasi
medis
Ya

Tida
k

Diterbitkan izin angkut


orang sakit

Tidak diterbitkan izin


angkut orang

Diagram 2. Algoritma orang sakit

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

KKP MEDAN

Page 24

1. Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang disebabkan
oleh Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa
2. Hewan reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu
spesiesMastomys natalensis atau tikus multimammate
3. Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 %
kasus menunjukkan gejala/penyakit yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem,
di mana virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan
ginjal.
4. Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa
5. Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi
tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.
6. Berdasarkan hasil identifikasi studi pustaka ada kemungkinan demam berdarah lassa
dapat terjadi di Indonesia.
3.2 Saran
1. Untuk perumahan dengan jumlah penduduk yang padat disarankan untuk melakukan
sanitasi lingkungan dengan baik dan benar.
2. Bagi yang pernah melakukan kontak dengan tikus disarankan untuk segera
melakukan diagnosa pada pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Behrman Klirgman. 2000 .Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

KKP MEDAN

Page 25

Demby AH, Inapougui A, Kargbo K, et al. Demam Lassa di Guinea. . II: Distribusi dan prevalensi
infeksi virus Lassa pada mamalia kecil Vector Borne dan Penyakit zoonosis 2001; 1:. 283-97.
Fichet-Calvet E, Rogers DJ. Peta Risiko Lassa Demam di Afrika Barat. PLoS Neglected Tropical
Diseases. 2009; 3 (3): e388.
Bingkai JD. Kisah demam Lassa. Bagian I:. Menemukan penyakit New York State Journal of
Medicine. 1992; 92 (5): 199-202.
Bingkai JD, Baldwin JM, Gocke DJ, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika
Barat. I. klinis deskripsi dan patologis temuan. American Journal of Tropical Medicine and
Hygiene. 1970; 19: 670-9.
Gunther S, virus Lenz O. Lassa. Kritis Ulasan di Clinical Sciences Laboratory. 2004; 41 (4): 33990.
Haas WH, T Breuer, Pfaff G, et al. Impor demam Lassa di Jerman: pengawasan dan pengelolaan
kontak person Clinical Infectious Diseases.. 2003; 36 (10): 1254-8.
Hensley LE, Smith MA, Geisbert JB, et al. Patogenesis demam Lassa di kera cynomolgus.
Virology. 2011; 8: 205.
Johnson KM, McCormick JB, Webb PA, et al. Virologi klinis demam Lassa pada pasien rawat inap.
Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 456-64.
Lecompte E, Fichet-Calvet E, Daffis S, et al. Mastomys natalensis dan demam Lassa, Afrika Barat.
Muncul Infectious Diseases. 2006; 12 (12): 1971-4.
McCormick JB, Fisher-Hoch SP. Lassa Demam. Topik Lancar di Mikrobiologi dan Imunologi.
2002; 262: 75-109.
McCormick JB, Webb PA, Krebs JW, et al. Sebuah studi prospektif epidemiologi dan ekologi Lassa
demam. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 437-44.
Monath TP, Newhouse VF, Kemp GE, et al. Lassa isolasi virus dari hewan pengerat Mastomys
natalensis selama epidemi di Sierra Leone. Science. 1974; 185: 263-5.
Rollin PE, Nichol ST, Zaki S, Ksiazek TG. Arenaviruses dan filoviruses. in: Versalovic J, Carroll
KC, Funke G, Jorgensen JH, Landry ML, Warnock DW eds. Manual Mikrobiologi Klinik.
Edisi ke-10. Vol. 2 Washington, DC: ASM Press, 2011; 1514-1529.
KKP MEDAN

Page 26

Speir RW, Kayu OL, Liebhaber H, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika
Barat. IV. Mikroskop elektron dari kultur sel Vero terinfeksi virus Lassa. American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 692-4.
Troup JM, White HA, Fom AL, et al. Wabah demam Lassa di Jos Plateau, Nigeria, pada JanuariFebruari 1970, Sebuah laporan awal. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.
1970; 19: 695-6.
Weller, F.Barbara. 2005 . Buku Saku Perawat edisi 22. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Yudhastuti, Ririh. 2011 . Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka Melati
Organisasi Kesehatan Dunia. Informasi pada demam Lassa di Afrika Barat. Weekly Epidemiologi
Record. 2005; 80 (10): 86-8.
Akhmad Sudibya. Sekilas Tentang Bioterorisme.
Diaksesdari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=data%20kejadian%20demam%20lassa
%20&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F
%2Felib.fk.uwks.ac.id%2Fasset%2Farchieve%2Fjurnal%2FVol%2520Edisi%2520Khusus
%2520Desember%25202011%2FSEKILAS%2520TENTANG
%2520%2520BIOTERORISME.docx&ei=K3WOUL-JIOurAes4oCACg&usg=AFQjCNE_osFqTaIhgFDUPttf0UnIkckWfg (Sitasi

25

Oktober

2012)
Anonim. Apakah Demam Lassa Itu?. diakses dari http://www.news-medical.net/health/What-isLassa-Fever-%28Indonesian%29.aspx (Sitasi 24 Oktober 2012)
Anonim. Demam Berdarah Lassa. diakses dari http://wietf.wordpress.com/2011/06/09/demamberdarah-lassa/ (Sitasi 24 Oktober 2012)

KKP MEDAN

Page 27

Anda mungkin juga menyukai