Anda di halaman 1dari 38

PRAKTIKUM VI

PENGUKURAN TINGKAT KEPADATAN LALAT DENGAN


MENGGUNAKAN FLY GRILL PADA RUMAH MAKAN
LEO DI JALAN WORKSHOP UNIVERSITAS
HASANUDDIN KOTA MAKASSAR

NAMA : ANDI NURFAUZIAH AMAR


NIM : K0111 81 505
KELOMPOK : 1 (SATU)

DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM VI
PENGUKURAN TINGKAT KEPADATAN LALAT DENGAN
MENGGUNAKAN FLY GRILL PADA RUMAH MAKAN
LEO DI JALAN WORKSHOP UNIVERSITAS
HASANUDDIN KOTA MAKASSAR
DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NAMA : ANDI NURFAUZIAH AMAR


NIM : K0111 81 505
KELOMPOK : 1 (SATU)

Makassar, 08 April 2021

Mengetahui,

Koordinator Asisten Asisten

(AL RICHA NASIR, SKM., M.Sc.) (WULAN RAMADHANI JABALNUR)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
RahmatNya saya masih diberikan kesempatan untuk bisa menyelesaikan laporan
saya, yang berjudul ” Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat dengan
Menggunakan Fly Grill pada Rumah Makan Leo di Jalan Workshop Universitas
Hasanuddin Kota Makassar “ dengan tujuan untuk mengetahui jumlah rata-rata
tingkat kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill pada Rumah Makan Leo di
Jalan Workshop Universitas Hasanuddin Kota Makassar.
Menyelesaikan laporan ini saya sadari sepenuhnya belum sempurna dari
harapan kita, oleh sebab itu saya mengharapkan kerendahan hati menerima
kritikan dan saran yang sifatnya membangun sehingga kita terarah pada satu jalur
menuju kesempurnaan.
Laporan ini saya susun berdasarkan hasil praktikum kesehatan lingkungan
dan juga beberapa pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan
praktikum ini. Semoga laporan ini dapat berguna dan membantu dalam kegiatan
belajar mengajar kesehatan lingkungan khususnya dalam materi pemeriksaan
vektor penyebab penyakit. Kepada semua pihak yang telah berupaya membantu,
saya mengucapkan terimakasih.

Makassar, 08 April 2021

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Tujuan Percobaan............................................................................ 4
C. Prinsip Percobaan............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Lalat ........................................................ 5
B. Tinjauan Umum tentang Pengendalian Vektor Lalat...................... 7
C. Tinjauan Umum tentang Fly Grill................................................... 10
D. Tinjauan Umum tentang Penyakit Berbasis Lalat........................... 13
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan................................................................................ 16
B. Waktu dan Tempat Percobaan......................................................... 16
C. Prosedur Kerja................................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil................................................................................................. 19
B. Pembahasan..................................................................................... 20
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 23
B. Saran................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Jenis Makanan
yang
Mempegaruhi
Kesehatan Tubuh
dan Angka
C. Kematian
D. Jenis Makanan
yang
Mempegaruhi
1
Kesehatan Tubuh
dan Angka
E. Kematian
F. Jenis Makanan
yang
Mempegaruhi
Kesehatan Tubuh
dan Angka
G. Kematian
Lalat termasuk dalam klasifikasi serangga atau insecta yang
merupakan bagian dari ordo diptera, dimana lalat memiliki jenis yang banyak
dan merupakan serangga pengganggu yang dapat mengirimkan berbagai
jenis penyakit melalui cara mekanik dan mengakibatkan adanya gangguan
pada kesehatan di tubuh manusia (4). Lalat mempunyai tubuh yang
bersegmen dan tiap fragmen tubuhnya terpisah secara jelas. Tiap bagian pada
tubuhnya simetris antara bagian kanan dan kiri karena berpasangan, dengan

2
karakteristik yang khas pada tubuh yang meliputi 3 bagian yang berpisah
menjadi kepala atau cephal, dada atau thoraks, serta perut atau abdomen, dan
juga memiliki sepasang sungut atau antena dengan 1 pasang sayap dan 3
pasang kaki (15).
Kondisi lingkungan yang memicu hadirnya lalat yakni pada
lingkungan yang minimbulkan bau dan kotor karena merupakan lokasi yang
paling baik untuk pertumbuhan juga untuk perkembangbiakan pada lalat.
Salah satu tempat ideal bagi lalat adalah sampah yang dapat digunakan
sebagai sarang dan juga tempat berkembangbiaknya vektor pembawa
penyakit utamanya lalat. Pada siklus hidup lalat, lokasi yang paling disukai
lalat yakni tempat yang lembab atau basah, kotoran binatang, tinja, serta
benda-benda organik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Pituari dkk. (2020) pada penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat
Kepadatan Lalat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Sebakul
Kota Bengkulu” yang menunjukkan tingkat kepadatan lalat sebesar 35 (17).
Penyakit yang mampu dibawa oleh lalat misalnya seperti kolera,
typhus, disentri, tifoid dan sebagainya yang berhubungan dengan keadaan
sanitasi yang buruk. WHO (2017) mengungkapkan bahwa secara global,
penyakit tifoid menyerang 17 juta jiwa tiap tahunnya dan 600.000 yang
meninggal akibat tifoid, 70% diantaranya berasal dari negara Asia. Di
negara

3
2

Indonesia jumlah penderita penyak tifoid mencapai 81% per 100.00


berdasarkan laporan DEPKES 2013 (24).
Selain penyakit tifoid, penyakit yang mampu disebabkan oleh vektor
lalat yakni diare. WHO (2017) mengungkapkan bahwa secara global,
diperoleh sekitar 1,7 miliar kasus penyakit diare pertahun dengan jumlah
angka kematian 525.000 jiwa tiap tahun, mayoritas 2,5 miliar anak-anak
menghadapi kematian akibat kurang baiknya sanitasi. Penyakit diare
merupakan sebab yang kedua kematian anak-anak yang berusia di bawah
lima tahun (18). Jumlah kasus penyakit diare di Indonesia pada tahun 2017
yakni sebesar 7.077.299 kasus dengan kasus diare yang dirawat sebesar
4.274.790 kasus (60,4%) (19). Di Sulawesi Selatan insiden diare merupakan
insiden diare tertinggi ke tiga di Indonesia yakni sebesar 8,1% berdasarkan
RISKESDAS 2013 (18).
Penelitian hubungan antara kepadatan lalat penyakit tifoid dilakukan
oleh Yunita Lestari dkk. (2017) pada penelitian yang berjudul “Analisis
Dampak Kepadatan Lalat, Sanitasi Lingkungan Dan Personal Higiene
Terhadap Kejadian Demam Tifoid Di Pemukiman Uptd Rumah Pemotongan
Hewan (Rph) Kota Kendari Tahun 2017”. Hasil yang ditemukan yakni
terdapat hubungan antara kepadatan lalat dengan penyakit tifoid (25). Adapun
penelitian mengenai hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare
dilakukan oleh Cici Apriza Yanti dkk. (2018) pada penelitian yang berjudu
“Hubungan Perilaku Dan Tingkat Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare
Di Pasar Sarilamak”. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa Sebagian besar
penderita diare terjadi karena lingkungannya yang memiliki tingkat kepadatan
lalat yang tinggi (26).
Kepadatan lalat adalah acuan keberhasilan dalam mengelola
kebersihan. Tingkat kepadatan lalat yang tinggi berarti pengelolaan sanitasi
yang dilakukan tidak berhasil. Tujuan dari perhitungan angka kepadatan lalat
yakni untuk menjadi parameter baik atau buruknya lokasi tersebut sehingga
perhitungan ini penting untuk dilakukan. Semakin besar angka kepadatan
lalat berarti semakin buruk pula kondisi lokasi tersebut (16). Fly grill
3

merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat yang
terdiri dari bilah kayu yang dipasang berjejer sebanyak 16-24 buah dengan
lebar 2 cm serta tebal 1 cm, panjang masing-masing bilah yakni 80 cm (21).
Adapun penelitian lain mengenai pemeriksaan tingkat kepadatan lalat
dengan menggunakan fly grill dilakukan oleh Eva Noviyani, La Dupai, dan
Yasnani (2019) pada penelitian yang berjudul : “Gambaran Kepadatan Lalat
di Pasar Basah Mandonga dan Pasar Sentral Kota Kendari Tahun 2018”
maka didapatkan hasil angka kepadatan lalat tertinggi yakni 39 ekor/blok grill
dan terendah sebanyak 25 ekor/blok grill (16). Hasil pengukuran ini tidak
sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya yang
menyatakan bahwa nilai baku mutu indeks populasi lalat menggunakan fly
grill yakni <2 (20).
Lalat memiliki peran dalam menularkan suatu agen penyakit dengan
cara mekanis yang mampu menimbulkan penyakit pada tubuh manusia
ataupun pada hewan ternak. Hal ini terjadi karena kebiasaan lalat dalam
proses berkembang biak melalui media berupa karkas, sampah, tinja atau
feses serta limbah buangan yang mengandung banyak kontaminan berupa
agen penyakit. Penyakit-penyakit yang bisa timbul akibat penularan lalat
antara lain seperti penyakit trachoma, poliomilities, infeksi oleh virus ,
hepatitis, penyakit lambung serta usus di dalam tubuh manusia (diare,
paratifoid, disentri, enteritis, dan tifoid), penyakit kecacingan pada hewan
dan manusia dimana larva atau belatung lalat bisa pula menyerang mukosa
luka pada hewan yang umumnya disebut dengan belatungan atau miasis (17).
Lalat bisa hinggap pada tempat apapun tak terkecuali pada makanan.
Makanan yang telah disinggahi oleh lalat, setidaknya telah terkontaminasi
9.000 kuman dalam kurun 15 menit, kemudian setelah setengah jam, didapati
lebih dari angka setengah juta bakteri, 5 jam kemudian bakteri pada
permukaan makanan telah bertambah menjadi 3,5 juta. Sehingga sudah pasti
4

apabila makanan dihinggapi oleh lalat bisa berbahaya bagi kesehatan. Maka
dari itu perlu adanya suatu bentuk pengendalian pada vektor dengan tujuan
membatasi persebaran bakteri yang semakin meluas (22). Berdasarkan latar
belakang diatas, maka dilakukan pengukuran tingkat kepadatan lalat dengan
menggunakan fly grill pada Rumah Makan Leo di Jalan Workshop
Universitas Hasanuddin Kota Makassar.

B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah
rata-rata tingkat kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill pada Rumah
Makan Leo di Jalan Workshop Universitas Hasanuddin Kota Makassar.

C. Prinsip Percobaan
Adapun prinsip kerja dari percobaan pengukuran tingkat kepadatan
lalat dengan menggunakan fly grill pada Rumah Makan Leo di Jalan
Workshop Universitas Hasanuddin Kota Makassar adalah sebagai berikut:
1. Fly grill ditempatkan minimal 1 meter pada daerah yang akan diukur.
2. Perhitungan lalat yang hinggap dilakukan selama 30 detik.
3. Setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Lalat


Lalat adalah salah satu jenis serangga yang memiliki ordo Diptera.
Subordo dari lalat Diptera yang umumnya didapatkan di Indonesia yakni
Subordo Cyclorrapha dengan ciri khasnya yakni mempunyai antena
aristaform, terdiri atas 3 segmen serta memiliki arista dengan palpus
sebanyak 1 segmen. Pada lalat, memerlukan waktu selama 8 hingga 10 hari
untuk satu kali siklus hidup yang telah mencakup fase telur hingga dewasa
dan membutuhkan suhu 30°C. Hal ini harus diketahui bahwa untuk daerah
tropis seperti Indonesia, sangat mendukung dalam pertumbuhan lalat karena
pada daerah tersebut lalat berkembang biak dengan cepat (2).
Lalat mengalami metamorfosa yang sempurna yakni fase telur, larva,
pupa lalu fase dewasa. Siklus ini berlangsung selama 2 hingga 3 minggu.
Adapun rincian siklus hidup lalat terdiri atas 4 fase yakni sebagai berikut
(1) :
1. Stadium telur, pada stadium ini dibutuhkan waktu 12 hingga 24 jam
dengan telur yang terbentuk berbentuk lonjong dan berwarna putih, telur
yang dihasilkan sebanyak 150 hingga 200 butir dengan lebar 1-2 mm.
Proses pematangan telur sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin hangat
suhunya maka akan semakin cepat dalam proses pematangan.
2. Stadium larva, pada stadium ini dibutuhkan waktu 2 hingga 8 hari dengan
larva yang berbentuk panjang kurang lebih 8 mm berwarna putih
kekuning-kuningan serta memiliki 13 ruas dan pada masyarakat dikenal
sebagai belatung. Larva dewasa selalu berpindah untuk mencari makan
dan kemudian berhenti bergerak yang kemudian akan menjadi pupa atau
kepompong namun larva mudah terbunuh ketika berada pada suhu 73°C.
3. Stadium pupa, pada stadium ini dibutuhkan waktu 2 hingga 8 hari dengan
bentuk pupa yang lonjong kurang lebih 8 – 10 mm berwarna coklat

5
kehitaman, serta pada bagian luarnya mengandung selaput yang keras
yang

6
6

bernama kitin dan pada bagian depannya mengandung spirakel sebagai


tempat pernafasan. Pada fase ini jarang ada pergerakan pada pupa.
4. Stadium dewasa, stadium telur hingga dewasa berlangsung selama 7-14
hari dengan wujud lalat dewasa.
Lalat adalah salah satu vektor foodborne diseases yang diantaranya
yakni typhus, disentri, muntaber, diare dan diantara beberapa spesies lalat
mampu mengakibatkan myiasis. Lalat yang mengakibatkan penyakit myiasis
menyimpan telurnya pada mukosa luka sehingga larva masuk ke dalam luka
saat menetas dan menyebabkan luka yang ukurannya lebih besar (wound
myiasis). Kegiatan perpindahan agen patogen dari lalat ke manusia benar-
benar ditentukan pada kemampuan lalat untuk memindahkan agen yang
bersifat infeksius pada pejamu atau yang umumnya disebut dengan vector
competence. Dalam memindahkan agen penyakit, lalat mencemari makanan
yang disinggahinya melalui kotoran, muntahan, ataupun hanya mentransfer
kuman yang ada pada permukaan tubuhnya (3).
Lalat dewasa biasanya lebih aktif saat pagi hari sampai sore hari serta
menyukai makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh manusia seperti
makanan yang diolah, susu, gula, juga menyukai kotoran hewan dan manusia,
bangkai makhluk hidup serta bangkai darah. Berhubung dengan karakteristik
mulutnya, makanan lalat umumnya dalam bentuk cairan, makanan yang
sebelumnya kering dilumuri menggunakan lidahnya kemudian airnya dihisap,
lalat dewasa hanya bisa hidup sekitar 48 jam saja apabila tanpa air.
Setidaknya lalat hanya makan 2 hingga 3 kali perhari (4). Adapun jenis-jenis
lalat berserta morfologinya yang biasa dijumpai adalah sebagai berikut (5) :
1. Lalat Rumah (Musca domestica), jenis lalat ini memiliki kepala besar yang
berwarna coklat gelap dan berwarna abu-abu kehitaman pada bagian
tubuh, panjang tubuh 6,5 mm hingga 7 mm, mata besar dan menonjol
keluar, memiliki 4 garis hitam pada permukaan bagian atas torax, serta
memiliki warna dasar kuning pada bagian abdomen.
7

2. Lalat Kecil (Fannia sp.), jenis lalat ini memiliki warna mata coklat gelap,
panjang tubuhnya sekitar 6,5 mm hingga 7 mm, serta pada venasi sayap
berukuran 3,8 mm hingga 4,5 mm.
3. Lalat Hijau Kebiruan Metalik (Chrysomya megacephala), jenis lalat ini
memiliki warna mata merah gelap dan berukuran besar, panjang tubuhnya
sekitar 7,3 mm hingga 9,5 mm, memiliki warna hijau kebiruan metalik
pada tubuh dan berwarna kuning pada bagian mulut, venasi sayapnya
memiliki panjang 4,6 mm hingga 5 mm, memiliki warna hijau metalik
kecoklatan pada bagian torax, serta abdomennya bergaris-garis transversal
yang memiliki warna hijau metalik.
4. Lalat Hijau Metalik (Lucilia sp.), jenis lalat ini memiliki tubuh yang
berwarna hijau metalik, begitu pula pada torax dan abdomennya memiliki
warna yang serupa, warna matanya merah, memiliki panjang tubuh sekitar
7,8 mm hingga 9,5 mm, serta panjang venasi pada sayapnya yakni sekitar
5,5 mm hingga 6,5 mm.
5. Lalat Abu-abu (Sarcophaga sp.), jenis lalat ini memiliki tubuh yang
berwarna abu-abu dengan garis-garis hitam yang memanjang di torax,
pada abdomen terdapat corak seperti membentuk papan catur, pada mata
berwarna merah gelap, memiliki panjang tubuh sekitar 8 mm hingga 9,5
mm, serta panjang venasi pada sayapnya yakni sekitar 6,8 mm hingga 8
mm.

B. Tinjauan Umum tentang Pengendalian Vektor Lalat


Lalat tidak bisa dilenyapkan hingga habis namun bisa dikendalikan
hingga batas yang tidak berbahaya atau mampu mengakibatkan masalah
terhadap kesehatan masyarakat. Upaya dalam pengendalian lalat bisa
dilaksanakan melalui berbagai cara baik secara biologis, fisik dan kimia.
Maka dari itu dalam meminimalkan penggunaan insektisida atau pembasmi
serangga pada pengendalian lalat, penting untuk dilaksanakannya
pengendalian pada lalat dengan cara yang alami serta sebanding dengan
kepadatannya (7).
8

Upaya yang dilakukan dalam pengendalian lalat idealnya menjadi


salah satu program yang wajib dilakukan pada tiap daerah. Pengendalian lalat
ini harus dilakukan dengan melibatkan keikut sertaan masyarakat yang
disebut dengan community fly control. Kegiatan ini dilaksanakan karena
berdasar pada jarak terbang pada lalat yang cukup jauh yakni sebesar 6 km
hingg 9 km, jika upaya pengendalian hanya dilaksanakan perindividu maka
akan susah untuk berhasil. Maka dari itu dibutuhkan keikutsertaan dari
banyak orang di masyarakat dalam upaya pengendalian lalat (6).
Pengendalian lalat melalui perbaikan pada sanitasi lingkungan dan
hygiene lebih efisien dan memiliki keuntungan yang lebih tahan lama. Proses
mengembangkan sanitasi pada lingkungan serta hygiene bisa dilaksanakan
dengan beberapa hal, yakni : melakukan eliminasi atau pengurangan yang
menjadi tempat perindukan lalat atau tempat perkembangbiakan lalat maupun
eliminasi pada sumber-sumber yang menjadi penarik perhatian lalat,
melakukan perlindungan dalam terjadinya kontak atau hubungan antara
mikroba patogen dengan lalat serta melindungi makanan dan juga manusia
dari kontak langsung atau bersentuhan langsung dengan lalat (7). Adapun
rincian dari beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengendalian lalat
adalah sebagai berikut (8) :
1. Pengendalian dengan sanitasi lingkungan dan hygiene, pengendalian ini
bertujuan untuk membrantas atau menghilangkan tempat yang menjadi
perindukan lalat, Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan yakni :
a. Menjaga dan memelihari kebersihan lingkungan tempat-tempat umum
seperti pasar, perumahan, rumah sakit, dan lain-lain.
b. Manajemen skema dalam pengumpulan sampah di lokasi pembuangan
sampah sementara melalui cara yang baik dan benar, pembuangan
sampah dilakukan sesuai dengan syarat yang berlaku yakni membuang
sampah di tempatnya pada tempat sampah yang tertutup, memasang
kassa pada tiap lubang yang ada di rumah seperti jendela, menutup
lubang-lubang yang ada di lantai agar tidak terjadi kontak langsung
antara makanan, perkakas, manusia dengan lalat.
9

c. Mengedukasi masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat


dalam program sanitasi lingkungan melalui kerja kelompok antar
masyarakat, serta pembuangan pada sampah yang teratur dan
terorganisir.
2. Pengendalian non-kimiawi, pengendalian dengan cara non-kimiawi pada
lalat dewasa dapat dilakukan dengan cara memasang jebakan pada lalat
dan alat pengusir lalat yang sederhana misalnya seperti kertas perekat lalat
hingga alat canggih berupa light trap yang mampu mengalirkan listrik
pada lalat dewasa dan membunuh lalat tersebut. Pemasangan tirai di
tempat pengolahan makanan juga sangat efektif dan banyak digunakan
untuk menghindari kontak dari lalat, selain itu bisa pula dilakukan
pemasangan kassa pada jendela, pintu, serta lubang tempat masuknya
serangga. Kemudian cara non-kimiawi yang lain yakni membasmi bau
yang membuat lalat tertarik, serta menjaga kebersihan pada peralatan
makanan secepatnya setelah digunakan
3. Pengendalian kimiawi atau insektisida, pengendalian dengan cara kimiawi
biasanya dilakukan dengan insektisida pada golongan organofosfor dan
efektif dalam mengendalikan lalat dewasa. Penggunaan insektisida ini
meliputi beberapa langkah yakni sebagai berikut :
a. Larvasida, penyemprotan dengan bahan dasar serbuk atau bahan dasar
air yang mampu menyemprot larva serta tempat makan lalat
b. Repelan lalat, formulasi yang digunakan berbentuk cair dioleskan dan
aerosol yang di dalamnya terkandung piretrin alami pada konsentrasi
rendah
c. Penyemprotan permukaan, penyemprotan sebaiknya dilakukan pada
lokasi yang sering disinggahi oleh lalat
d. Penyemprotan ruangan, formulasi yang digunakan berbentuk aerosol
tekanan rendah yang di dalamnya terkandung piretroid sintetik
e. Pengumpanan (baiting), umpan yang digunakan biasanya ditabur pada
tempat kerumunan lalat dimana bentuk umpan yang tersedia di pasaran
adalah umpan siap pakai.
10

Pengendalian merupakan seluruh usaha yang diupayakan dalam


menurunkan atau mengurangi banyaknya vektor pada tingkat yang tidak
berdampak buru bagi kesehatan masyarakat. Pengendalian pada vektor
penyakit sangat dibutuhkan untuk beberapa macam penyakit yang disebabkan
oleh berbagai alasan (23). Adapun beberapa bentuk pengendalian seperti
pengendalian fisik, mekanik-fisik, fisiologi, dan biologi dapat dijelaskan
sebagai berikut (4) :
1. Pengendalian Fisik, merupakan cara yang efektif digunakan pada
pengendalian kepadatan lalat dalam skala kecil seperti di rumah,
supermarket, atau hotel. Pengendalian fisik dapat dilakukan dengan cara
menggunakan sticky tape, sinar ultraviolet, light trap, pemasangan kawat
kasa, serta fly trap.
2. Pengendalian Fisik-Mekanik, merupakan pengendalian yang fokus dengan
memanfaatkan faktor-faktor kelembapan, iklim, cara-cara mekanis, dan
suhu. Pengendalian fisik dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar
cahaya sebegai perangkat untuk menarik lalat, memanfaatkan temperatur
dalam membunuh lalat, serta membunuh lalat dengan cara memukul,
memencet, ataupun dengan menginjaknya.
3. Pengendalian Fisiologi, merupakan pengendalian yang dapat dilakukan
dengan manipulasi pada bahan-bahan penolak ataupun penarik lalat.
4. Pengendalian Biologis, merupakan pengendalian yang dilakukan
menggunakan makhluk hidup predator lalat seperti parasitoid ataupun
kompetitor lalat yang dilakukan di laboratorium. Pengendalian biologis
dapat dilakukan dengan mensterilisasi lalat jantan agar ketika melakukan
perkawinan maka telur yang dihasilkan steril.

C. Tinjauan Umum tentang Fly Grill


Fly grill adalah alat yang berbentuk potongan kayu yang kemudian
disusun dan digunakan dalam survei untuk menghitung tingkat kepadatan
lalat. Fly grill mempunyai cara kerja yang sederhana untuk mengukur tingkat
kepadatan lalat serta menjadi alat yang efektif untuk menghitung tingkat
11

kepadatan lalat. Nilai standar atau baku mutu indeks dari populasi lalat berada
pada angka rata-rata kurang dari 2 tiap fly grill, apabila menunjukkan lebih
dari 2 maka harus dilaksanakan pengamanan pada lokasi-lokasi tempat
berkembang biaknya lalat dan jika memungkinkan dapat pula direncanakan
upaya pengendalian (9).
Fly grill sangat mudah untuk dibuat serta tidak butuhkan kemampuan
khusus dalam membuatnya, bahan yang digunakan pun sangat mudah untuk
diperoleh (13). Fly grill bisa dibentuk dengan munggunakan beberapa bilah
kayu atau beberapa bilah bambu. Bilah-bilah kayu tersebut memiliki lebar 2
cm serta tebalnya 1 cm , panjang masing-masing bilah tersebut yakni 80 cm
dan bilah tersebut dibuat dengan jumlah 16 hingga 26 buah. Apabila bilah
tersebut sudah dibuat dengan ciri yang disebutkan diatas, maka bilah dibentuk
berjejer pada jarak 1 cm hingga 2 cm, lalu disarankan pada kerangkanya
digunakan paku skrup sehingga mudah untuk dibongkar pasang setelah
selesai digunakan (11). Adapun cara menghitung kepadatan lalat
menggunakan alat fly grill adalah sebagai berikut (10) :
1. Perhitungan tingkat kepadatan lalat menggunakan alat fly grill yang
berpedoman pada karakter lalat yakni cenderung untuk singgah pada
bagian tepi atau daerah yang memiliki sudut tajam.
2. Fly grill disimpan pada lokasi yang sebelumnya telah ditentukan paling
sedikit 1 meter pada lokasi yang kemudian akan diukur.
3. Pemasangan fly grill dilaksanakan secara hati-hati dan wajib disesuaikan
tiap bilah kayu di tempat atau lubangnya untuk menghindari terjadinya
ketimpangan.
4. Melakukan perhitungan selama 30 detik pada lalat yang hinggap dengan
menggunakan alat penghitung (hand counter).
5. Selanjutnya fly grill dipindahkan dengan cara dimundurkan dari jarak awal
sekitar 1 hingga 3 meter serta pada tiap lokasi dilakukan perhitungan
sebanyak sepuluh kali (10 kali , masing-masing 30 detik).
12

6. Setelah dilakukan perhitungan sebanyak10 kali maka jumlah lalat yang


diambil adalah yang terbanyak serta pada 5 perhitungan tertinggi dirata-
ratakan lalu hasilnya ditulis pada tabel analisis.
Angka yang tertera pada tabel analisis merupakan indeks populasi
pada lalat di satu titik perhitungan. Perhitungan pada populasi lalat dewasa
dianggap lebih efektif dan hasilnya dapat diandalkan dibanding dengan
penghitungan populasi pada larva lalat. Interpretasi pada hasil perhitungan
populasi lalat juga bermanfaat dalam menentukan intervensi atau bentuk
pengendalian yang dapat dilaksanakan (13). Dari prosedur diatas, maka
setelah dilakukan perhitungan, dapat dibandingkan dengan standar DIRJEN
PPM dan PLP (1992) mengenai interpretasi hasil dari pengukuran indeks
populasi lalat dalam menggunakan alat fly grill sebagai berikut (12) :
1. Kategori rendah, yakni apabila indeks populasi lalat bernilai 0 - 2 dan
dianggap tidak menjadi masalah.
2. Kategori sedang, yakni apabila indeks populasi lalat bernilai 3 – 5 dan
dianggap perlu untuk melakukan pengamanan pada lokasi yang menjadi
tempat berkembang biaknya lalat
3. Kategori tinggi atau padat, yakni apabila indeks populasi lalat bernilai 6 –
20 dan dianggap perlu untuk melakukan pengamanan pada lokasi yang
menjadi tempat berkembang biaknya lalat serta jika memungkinkan
dilakukan rencana dalam upaya mengendalikan populasi lalat.
4. Kategori sangat tinggi atau sangat padat, yakni apabila indeks populasi
lalat bernilai diatas dari 21 dan dianggap perlu untuk melakukan
pengamanan pada lokasi yang menjadi tempat berkembang biaknya lalat
serta perlu pula adanya tindakan untuk mengendalikan populasi lalat.
Keuntungan dari pemakaian fly grill diantaranya yakni murah, mudah
serta cepat. Maka dari itu dalam perhitungan populasi lalat bisa dengan cepat
dalam memutuskan kriteria suatu lokasi apakah potensial atau tidak. Selain
itu, bahan yang digunakan dalam pembuatan fly grill mudah untuk
ditemukan. Pengukuran angka kepadatan lalat pada fly grill yakni dengan
memperhatikan blok per grill sehingga perhitungannya menjadi lebih (1).
13

Adapun kelemahan dari fly grill yakni tidak dapat untuk menangkap lalat
secara langsung kecuali pada fly grill dilakukan modifikasi dengan
penambahan bahan perekat seperti lem tikus atau lem cap gajah (14).

D. Tinjauan Umum tentang Penyakit Berbasis Lalat


Lalat yang hinggap di makanan, selain mengkonsumsi makanan
tersebut, lalat juga mengeluarkan kotorannya sekaligus dengan tujuan untuk
memperingan tubuhnya ketika terbang nanti. Karena cara kerja lalat yang
seperti itu, sehingga lalat menjadi serangga yang paling berpeluang untuk
mengkontaminasi makanan dengan berbagai kuman, misalnya E-coli,
Listeria, Cryptosporidium, Salmonella dan lain-lain juga segala jenis bakteri
pembusuk. (14). Adapun penyakit yang dapat diakibtkan oleh lalat yakni
seperti kolera, diare, typus, disentri dan sebagainya yang berhubungan dengan
keadaan sanitasi yang tidak baik (23). Penularan penyakit tersebut
berlangsung secara mekanis, yakni kaki-kakinya yang kotor dan kulit tubuh
tadi sebagai tempat menempelnya mikroba patogen yang selanjutnya
menempel pada makanan karena lalat yang hinggap pada makanan (14).
Penyakit yang diakibatkan oleh lalat bisa ditularkan tak langsung
ataupun secara langsung. Penularan tidak langsung misalnya lewat
perpindahan agen patogen yang dibawa oleh lalat melalui minuman dan
makanan yang kita konsumsi, contoh penyakit dari penularan tidak langsung
yaitu : difteri, diare, kecacingan, salmonellosis dan lain-lain. Penularan
langsung misalnya seperti trypanosomiasis dan larva migrans lewat penetrasi
larva serta gigitan lalat dewasa. Adapun rincian dari beberapa penyakit
(terutama di Indonesia) yang timbul akibat penularan lalat adalah sebagai
berikut (3) :
1. Diare, adalah suatu gejala pada buang air besar (BAB) yang cair dengan
intensitas waktu yang tidak normal akibat pergerakan pada usus yang
berlebih. Pengidap bisa menderita dehidrasi juga bisa mengakibatkan
kematian jika tidak menerima penanganan yang segera. Diare dapat
diakibatkan oleh protozoa seperti dari genus Entamoeba coli, Giardia dan
14

Cryptosporidium. Sumber lain dapat berasal dari bakteri seperti Listeria


monocytogenes, Staphylococcus aureus, Campylobacter jejuni, E. coli,
Streptococcus sp, Cronobacter sakazaki dan lain-lain.
2. Myiasis, adalah bentuk penetrasi pada larva lalat di manusia ataupun
jaringan pada kulit hewan. di Indonesia utamanya di Pulau Jawa, myiasis
disebabkan oleh lalat jenis Crysomnia bezziana, tapi demikian jenis lalat
lain juga bisa mengakibatkan penyakit ini. Myiasis dapat terbagi menjadi 4
menurut klinis, yakni: (1) myiasis pada luka atau wound myiasis, (2)
kutaneus atau migratorik dan furunkular, (3) myiasis sanguinivorus atau
penyedot darah, serta (4) myiasis di kavitas.
3. Kecacingan, biasanya kecacingan menimpa anak-anak yang mempunyai
sikao higiene yang tidak bersih. Sikap tidak mencuci tangan dengan bersih
saat sebelum makan adalah salah satu faktor risiko menularnya penyakit
kecacingan. Lalat juga memiliki peluang untuk menularkan kecacingan ini
melalui cara membawa telur cacing kemudian mengkontaminasi minuman
atau makanan.
4. Anthrax, adalah penyakit umumnya mengganggu hewan ternak, tapi
penyakit ini termasuk zoonosis dan paling kontagius untuk menjangkit
manusia. Lalat memiliki peluang yang besar menjadi vektor mekanik
dalam membawa kumat penyakit ini. Penyakit yang diakibatkan oleh
Bacillus anthracis ini berpindah via karkas, kotoran ternak, bahan
makanan yang tercemar oleh spora kuman anthrax, spora kuman yang
berada di udara, ataupun melalui produk hasil ternak lainnya.
Lalat rumah juga berkembang biak pada feses manusia, karena pada
feses manusia ini juga didalamnya terdapat organisme patogen. Sehingga
tempat tersebut menjadi media berkembang biak yang paling berbahaya.
Adapun penyakit lain yang mampu ditimbulkan oleh lalat khususnya lalat
rumah (Musca domestica), yakni sebagai berikut (15) :
1. Disentri, kuman yang menyebabkan penyakit ini melekat di belai lalat dan
kaki lalat yang setelah itu ikut berpindah ke lokasi yang disinggahi oleh
15

lalat sembari menghisap makanan lalu merayap di atas makanan tersebut,


atau lewat muntahan atau kotoran lalat.
2. Demam Tipoid, merupakan penyakit yang menyerang makhluk hidup yang
terpapar kuman tipoid atau penyakit pada saluran cerna lewat makanan
yang terkontaminasi kuman dari lalat yang hinggap sebelumnya pada
kotoran manusia yang terkontaminasi kuman penyakit saluran cerna/tipus.
3. Lepra, kuman lepra yang melekat di tubuh lalat tercampur dengan debu
serta ikut terbawa pada angin yang setelahnya terhirup oleh manusia
melalui pernafasan.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Fly Grill 1 unit
b. Hand counter 1 unit
c. Stopwatch 1 buah
d. Hygrothermometer 1 unit
e. Tabel pencatat hasil 1 buah
f. Pulpen 1 buah
2. Bahan
a. Sampel Lalat secukupnya
B. Waktu dan Tempat Praktikum
1. Pengambilan Sampel
a. Waktu : Kamis, 01 April 2021 pukul 12.30 WITA
b. Tempat : Rumah Makan Leo di Jalan Workshop Universitas
Hasanuddin Kota Makassar
C. Prosedur kerja
1. Persyaratan Fly Grill
a. Fly grill terbuat dari bilah-bilah kayu atau bambu yang lebarnya 2 cm
dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16 -
24 buah.
b. Bilah-bilah yang telah disiapkan kemudian dibentuk sejajar dengan jarak
1 - 2 cm pada kerangka yang telah dibuat.
c. Pemasangan bilah kayu atau bambu pada kerangkanya sebaiknya
menggunakan paku sekrup sehingga dapat dibongkar setelah dipakai.

16
17

d. Fly grill digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara
meletakkan fly grill pada tempat yang akan diukur kepadatan lalatnya.
2. Pengukuran Kepadatan Lalat
a. Disiapkan alat yang akan digunakan.
b. Ditentukan titik pengukuran tingkat kepadatan lalat (di tepi-tepi atau
tempat yang bersudut tajam).
c. Diletakkan fly grill pada tempat yang telah ditentukan minimal 1 meter
pada daerah yang akan diukur.
d. Dilakukan pemasangan fly grill dengan hati-hati.
e. Disesuaikan masing-masing bilah kayu pada tempat atau lubangnya,
jangan sampai terjadi ketimpangan.
f. Dihitung lalat yang hinggap dengan alat penghitung (hand counter)
selama 30 detik.
g. Ditunggu hingga 30 detik pertama, setelah itu dicarat hasil dan jumlah
lalat yang hinggap di fly grill tersebut pada tabel pencatat hasil yang telah
disediakan.
h. Dipindahkan fly grill mundur dari jarak semula kira-kira 1 - 3 meter,
setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan (10 kali selama 30 detik).
3. Perhitungan Kepadatan Lalat
a. Hasil pengukuran kepadatan lalat diambil sebanyak 5 hasil perhitungan
tertinggi kemudian dirata-ratakan.
b. Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per block
grill.
c. Angka rata-rata ini merupakan petunjuk angka kepadatan lalat dalam satu
lokasi tertentu. Interpretasi hasil pengukuran angka kepadatan lalat pada
setiap lokasi adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):
1) 0 - 2 = rendah
2) 3 - 5 = sedang
3) 6 - 20 = tinggi/padat
4) ≥21 = sangat tinggi/sangat padat
18

d. Untuk kelengkapan informasi perlu dilakukan pengukuran suhu dan


kelembaban untuk menghasilkan pengukuran yang optimal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh kelompok satu yakni
pengukuran tingkat kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill pada
Rumah Makan Leo di Jalan Workshop Universitas Hasanuddin Kota
Makassar, diperoleh hasil pengamatan pada 10 titik, pengukuran 10 titik per
30 detik dilakukan dengan menggunakan fly grill yang telah ditempatkan
pada daerah yang akan diukur minimal 1 meter. Pengukuran hasil
pengamatan 10 titik diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Pengukuran 10 Titik Per 30 Detik Menggunakan
Fly Grill pada Rumah Makan Leo di Jalan Workshop
Universitas Hasanuddin Kota Makassar
Hasil Pengukuran Per 30 Detik
No. Titik/Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Titik 1 3 1 2 2 1 1 1 4 2 2
2 Titik 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Titik 3 0 3 0 0 0 0 1 3 0 1
4 Titik 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel di atas, maka data yang diperoleh dapat dimasukkan
kedalam rumus, sehingga didapatkan rata-rata kepadatan lalat dari lima (5)
titik tertinggi pada Rumah Makan Leo di Jalan Workshop Universitas
Hasanuddin Kota Makassar. Perhitungan rata-rata kepadatan lalat dari lima
(5) titik tertinggi menggunakan rumus yaitu sebagai berikut:
4 + 3+ 2 + 2 + 2
Pada Pengukuran Titik 1: = 2,6
5

0
Pada Pengukuran Titik 2: =0
5

3+3+1+1+0
Pada Pengukuran Titik 3: = 1,6
5

19
20

1+ 0+0+0+0
Pada Pengukuran Titik 4: = 0,2
5

Rata-rata Kepadatan Lalat dari 5 tertinggi yaitu:

2,6 + 0 + 1,6 + 0,2


= 1,1 (Rendah)
4

B. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah rata-rata tingkat
kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill pada Rumah Makan Leo di
Jalan Workshop Universitas Hasanuddin Kota Makassar. Langkah pertama
yang dilakukan yakni menyiapkan fly grill. Fly grill dapat digunakan untuk
mengukur rata-rata populasi pada lalat di suatu lokasi (20). Jenis fly grill yang
digunakan dalam pemeriksaan ini adalah fly grill yang berwarna putih karena
mempunyai ketajaman warna yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
warna biru dan hijau, sehingga lalat lebih dapat untuk mengenai fly grill
tersebut kemudian hinggap pada fly grill tersebut (21).
Fly grill kemudian ditentukan letaknya pada 4 titik yang menjadi
lokasi pengukuran dengan kriteria yakni pada daerah tepi atau memiliki sudut
yang tajam, hal ini dilakukan karena lalat sangat menyukai lokasi-lokasi
bagian tepi yang tajam serta pada permukaannya yang vertikal. Setelah itu,
fly grill diletakkan secara hati-hati paling sedikit 1 meter pada lokasi yang
kemudian akan diukur. Hal ini karena lalat biasanya beristirahat tidak jauh
dari tempat ia makan serta terbang dengan ketinggian maksimal 4,5 meter
dari permukaan tanah (15).
Pemasangan fly grill wajib disesuaikan tiap bilah kayu di tempat
atau lubangnya untuk menghindari ketimpangan serta disarankan agar
pemasangan bilah kayu menggunakan sekrup agar mudah untuk dibongkar
pasang (10). Setelah itu dilakukan perhitungan selama 30 detik menggunakan
stopwatch selama 10 kali perhitungan pada tiap titiknya. Hal ini dilakukan
karena Perhitungan dianggap lebih efektif dan hasilnya dapat diandalkan
(13).
21

Hasil rata-rata dari pemeriksaan yang telah kami lakukan


menunjukkan tingkat kepadatan lalat sebesar 1,1. Berdasarkan hasil tersebut,
dapat diketahui indeks populasi lalat tersebut tergolong rendah sesuai dengan
standar DIRJEN PPM dan PLP (1992) mengenai interpretasi hasil dari
pengukuran indeks populasi lalat (12). Juga sesuai dengan baku mutu yang
telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya
yakni tidak lebih dari 2 (20).
Adapun jenis lalat yang kami temui yakni Lalat Rumah (Musca
domestica) karena mempunyai ciri yang berwana hitam keabu-abuan dan
garis memanjang sebanyak empat di bagian punggung. Hal-hal yang mampu
mempengaruhi keberadaan lalat ini dapat dilihat pada bionomiknya, yakni
secara natural, lalat rumah menyukai lokasi yang berbau busuk dan
perkembangbiakannya di bahan organik yang bisa membusuk misalnya
karkas, sampah, bangkai dan feses makhluk hidup. Lalat ini mengkonsumsi
zat yang mengandung gula yang ada di makanan manusia, waktu istirahat
lalat yakni ketika malam hari karena pasa siang hari lalat lebih banyak
beraktivitas, serta rumah lalat memiliki kemampuan untuk terbang sekitar 1
hingga 2 mil dan dapat terbang sejauh 3 km selama 24 jam (23).
Adapun penelitian sejalan dilakukan oleh Yuliana Rosa (2017) pada
penelitian yang berjudul “Hubungan Sanitasi, Jarak Rumah, dan Kepadatan
Lalat dengan Kejadian Diare (Studi di Desa Kedungdalem Kecamatan
Dringu Kabupaten Probolinggo)”. Hasil dari penelitian tersebut
mengungkapkan tingkat kepadatan lalat pada Zona II yakni sebanyak 0
hingga 2 ekor lalat yang hinggap pada fly grill. Hal ini menunjukkan bahwa
pada penelitian tersebut telah memenuhi standar sesuai dengan baku mutu yang
telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya
yakni tidak lebih dari 2 (1).
22

Penelitian tidak sejalan dilakukan oleh Annisa Andriana (2019) pada


penelitian yang berjudul “Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun”. Hasil dari
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tingkat kepadatan lalat masih
dalam kategori yang tinggi, yakni sebesar 20. Hal ini menunjukkan bahwa
pada penelitian tersebut belum memenuhi standar yang tertera pada baku mutu
yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya
yakni tidak lebih dari 2 (11).
Penyakit-penyakit yang mampu dibawa oleh lalat meliputi diare,
kolera, typhus, disentri, dan lainnya yang berhubungan pada keadaan sanitasi
yang buruk (6). Adapun pengendalian lalat dapat dilakukan melalui perbaikan
pada sanitasi lingkungan dan hygiene lebih efisien dan memiliki keuntungan
yang lebih tahan lama. Proses mengembangkan sanitasi pada lingkungan serta
hygiene bisa dilaksanakan dengan beberapa hal, yakni : melakukan eliminasi
atau pengurangan yang menjadi tempat perindukan lalat atau tempat
perkembangbiakan lalat maupun eliminasi pada sumber-sumber yang menjadi
penarik perhatian lalat, melakukan perlindungan dalam terjadinya kontak atau
hubungan antara mikroba patogen dengan lalat serta melindungi makanan dan
juga manusia dari kontak langsung atau bersentuhan langsung dengan lalat
(7).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil pengukuran tingkat kepadatan lalat dengan menggunkaan fly grill
pada Rumah Makan Leo di Jalan Workshop Universitas Hasanuddin Kota
Makassar adalah rata-rata kepadatan lalat yang diperoleh yaitu 1,1 dan
tergolong rendah
B. Saran
Adapun saran yang dapat praktikan berikan dari pengukuran tingkat
kepadatan lalat dengan menggunkaan fly grill pada Rumah Makan Leo di Jalan
Workshop Universitas Hasanuddin Kota Makassar adalah sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah, Diharapkan kepada pihak pemerintah untuk selalu
mengawasi dan memperhatikan kebersihan fasilitas umum khususnya pada
rumah makan, serta melakukan inspeksi kesehatan secara rutin.
2. Kepada masyarakat, diharapkan untuk berpartisipasi dalam menjaga
kebersihan lingkungan dan berhati-hati dalam menyentuh ataupun
mengakonsumsi makanan.
3. Kepada Institusi Universitas Hasanuddin diharapkan lebih memperhatikan
Laboratorium sehingga praktikan bisa menjalankan praktikum dengan
lancar.
4. Kepada asisten diharapkan dapat mendampingi dan mengarahkan praktikan
sehingga praktikan dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan yang
diharapkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosa Y. Hubungan Sanitasi, Jarak Rumah, dan Kepadatan Lalat dengan


Kejadian Diare (Studi di Desa Kedungdalem Kecamatan Dringu Kabupaten
Probolinggo). skripsi [Internet]. 2017;1–124. Available from:
https://repository.unej.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
2. Nanda Listya Sukmawati, Praba Ginandjar RH. Keanekaragaman Spesies
Lalat Dan Jenis Bakteri Kontaminan Yang Dibawa Lalat Di Rumah
Pemotongan Unggas (Rpu) Semarang Tahun 2018. J Kesehat Masy
[Internet]. 2019;7(1):252–9. Available from: https://ejournal3.undip.ac.id
( diakses 2 April 2021 )
3. Andiarsa D. Lalat: Vektor yang Terabaikan Program? Balaba J Litbang
Pengendali Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara [Internet].
2018;201–14. Available from: https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id
( diakses 2 April 2021 )
4. Desti R siska. Efektivitas Variasi Limbah Buah Sebagai Atraktan Pada
Eco-Friendly Fly Trap Terhadap Jumlah Dan Jenis Lalat Terperangkap.
Skripsi [Internet]. 2019;. Available from: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id
( diakses 2 April 2021 )
5. Panca Putri Y. Taksonomi Lalat di Pasar Induk Jakabaring Kota
Palembang. Sainmatika J Ilm Mat dan Ilmu Pengetah Alam [Internet].
2018;15(2):105. Available from: https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id
( diakes 2 April 2021 )
6. Masyhuda, Retno Hestiningsih R, Rahadian. Survei Kepadatan Lalat Di
Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Jatibarang Tahun 2017. J
Kesehat Masy [Internet]. 2017;5(4):560–9. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
7. Nadeak ESM, Rwanda T, Iskandar I. Efektifitas Variasi Umpan Dalam
Penggunaan Fly Trap Di Tempat Pembuangan Akhir Ganet Kota
Tanjungpinang. J Kesehat Masy Andalas [Internet]. 2017;10(1):82.
Available from: http://jurnal.fkm.unand.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
8. S S, Sumarni. Gambaran Limbah Padat Rumah Pemotongan Ayam (Rpa)
Terhadap Tingkat Kepadatan Lalat Di Kelurahan Bara Baraya Timur Kota
Makassar. J Sulolipu Media Komun Sivitas Akad dan Masy [Internet].
2018;18(2). Available from: http://journal.poltekkes-mks.ac.id ( diakses 2
April 2021 )
9. Lestari HB, Caesar DL. Efektivitas Gradasi Warna Kuning Sebagai
Atraktan Fly Grill. J Kesehat Masy Indones [Internet]. 2019;14(1):20.
Available from: https://jurnal.unimus.ac.id ( diakses 2 April 2021 )

24
10. Husin H. Identifikasi Kepadatan Lalat Di Perumahan Yang Berada Di
Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Air Sebakul Kecamatan Selebar
Kota Bengkulu. J Nurs Public Heal [Internet]. 2018;5(1):80–7. Available
from: https://jurnal.unived.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
11. Andriana A. Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di
Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun. Skripsi [Internet]. 2019;1–79.
Available from: http://repository.stikes-bhm.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
12. Yuni Nindia, Hamdani, Teuku Asrin M. Deskripsi Kepadatan Lalat di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Gampong Jawa Kota Banda
Aceh Tahun 2019. J Bioleuser [Internet]. 2018;2(2):29–35. Available from:
http://jurnal.unsyiah.ac.id (diakses 3 April 2021)
13. Syahputro AS. Hubungan Pengelolaan Sampah Dengan Tingkat Kepadatan
Lalat Di Tempat Penampungan Sementara (TPS) Kota Madiun. skripsi
[Internet]. 2018;73. Available from: http://repository.stikes-bhm.ac.id
( diakses 3 April 2021 )
14. Tri Andini, Santy Deasy Siregar Siagian M. Efektivitas Teknologi Fly Grill
Modifikasi Untuk Mengurangi Kepadatan Lalat Di Tempat Penjualan
Daging Di Pasar Sukaramai Kota Medan. J Kesehat Glob [Internet].
2019;2(2):52–61. Available from: http://ejournal.helvetia.ac.id
15. Pertiwi RAA. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
Basilicum) Sebagai Insektisida Nabati Pengusir Lalat Rumah (Musca
Domestica) Dalam Bentuk Gel Freshner. skripsi [Internet]. 2019; Available
from: http://repositori.unsil.ac.id ( diakses 2 April 2021 )
16. Noviyani E, Dupai L, Yasnani. Gambaran Kepadatan Lalat di Pasar Basah
Mandonga dan Pasar Sentral Kota Kendari Tahun 2018. J Ilm Mhs Kesehat
Masy [Internet]. 2018;3(1):1–9. Available from: http://ojs.uho.ac.id
( diakses 2 April 2021 )
17. Pituari, Dirhan M. Analisis Tingkat Kepadatan Lalat Di Tempat
Pembuangan Akhir ( Tpa ) Sampah Air Sebakul Kota Bengkulu. J Sains
Kesehat [Internet]. 2021;27(3). Available from:
http://jurnal.stikestrimandirisakti.ac.id ( diakses 3 April 2021 )
18. Widowati W. Efektivitas Fly Trap Of Bottles dengan Perbandingan Empat
Jenis Umpan dalam Mengurangi Kepadatan Lalat di Pemukiman Sekitar
TPA Batulayang Pontianak. skripsi [Internet]. 2018; Available from:
http://repository.unmuhpnk.ac.id ( diakses 3 April 2021 )
19. Daswito R, Folentia R, MF MY. Efektifitas Ekstrak Daun Sirih Hijau
(Piper Betle) sebagai Insektisida Nabati terhadap Mortalitas Lalat Rumah
(Musca domestica). J Kesehat Terpadu (Integrated Heal Journal) [Internet].
2019;10(2):44–50. Available from:
https://www.jurnalpoltekkesmaluku.com ( diakses 3 April 2021 )

25
20. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit
serta Pengendaliannya. Peraturan mentri [Internet]. 2017;(1592). Available
from: https://persi.or.id ( diakses 2 April 2021 )
21. Arif AS, Munawar A. Pengaruh Warna Fly Grill terhaap Kepadatan Lalat
di TPA Talang GuloKota Jambi. J Bahan Kesehat Masy [Internet].
2018;2(1):62–7. Available from: http://www.journal.poltekkesjambi.ac.id
( diakses 3 April 2021 )
22. Trisliani E. Efektivitas Lilin Aromaterapi Ekstrak Daun Cengkeh
(Syzygium Aromaticum) sebagai Pengusir Nabati Lalat Rumah (Musca
domestica). skripsi [Internet]. 2019;1(1):2019. Available from:
http://repositori.unsil.ac.id ( diakses 3 April 2021 )
23. S. Erlinda. Uji Anti Lalat Rumah (Musca domestica) dari Sediaan Elektrik
Kulit Buah Sukun (Artocarpus altilis). karya tulis Ilm [Internet].
2018;151(2):10–7. Available from: http://repository.um-surabaya.ac.id
( diakses 4 April 2021 )
24. Rahmasari V, Lestari K. Review: Manajemen Terapi Demam Tifoid:
Kajian Terapi Farmakologis Dan Non Farmakologis. Farmaka [Internet].
2018;16(1):184–95. Available from: http://jurnal.unpad.ac.id ( diakses 5
April 2021 )
25. Lestari Y, Nirmala F, Saktiansyah L. Analisis Dampak Kepadatan Lalat,
Sanitasi Lingkungan Dan Personal Higiene Terhadap Kejadian Demam
Tifoid Di Pemukiman Uptd Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Kota
Kendari Tahun 2017. J Ilm Mhs Kesehat Masy Unsyiah [Internet].
2017;2(6):198342. Available from: http://download.garuda.ristekdikti.go.id
( diakses 6 April 2021 )
26. Cici Apriza Yanti, Dina Ediana MR. Hubungan Perilaku Dan Tingkat
Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare Di Pasar Sarilamak. Hum Care J
[Internet]. 2018;3(1). Available from: https://ojs.fdk.ac.id ( diakses 6 April
2021 )

26
25

LAMPIRAN

A. Alat

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.


Fly Grill Hand Counter Stopwatch

Gambar 4. Gambar 5.
Tabel Pencatat Hasil Pulpen
B. Bahan
26

Gambar 6.
Sampel Lalat
C. Prosedur Kerja
1. Pengukuran Kepadatan Lalat

Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.


Disiapkan Alat Ditentukan Titik Diletakkan Fly Grill
Pengukuran

Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12.


Dilakukan Pemasangan Dihitung Lalat Hinggap Dihitung 30 detik
Fly Grill Titik 1

Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15.


27

Dipindahkan Fly Grill Dipindahkan Fly Grill Dipindahkan Fly Grill


Titik 2 Titik 3 Titik 4
2. Perhitungan Kepadatan Lalat

Gambar 16.
Menghitung Rata-Rata
Kepadatan Lalat
28

Anda mungkin juga menyukai