Anda di halaman 1dari 63

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS HUBUNGAN BAKTERI Staphylococcus sp DENGAN


KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
PADA PENJUAL DI PASAR INDUK MINASA MAUPA
KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA
TAHUN 2021

Oleh:

NURAISKA
14120170133

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Hasil penyusunan proposal ini telah disetujui untuk disajikan pada

Seminar Proposal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim

Indonesia.

Makassar, 12 Februari 2021

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Nasruddin Syam, SKM.,M.Kes Abd Gafur., SKM., M.Kes

Diketahui,
Wakil Dekan I

Dr. Arman, SKM.,M.Kes


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10

A. Tinjauan Umum tentang Bakteri Udara ................................. 10

B. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Fisik Pasar .................. 18

C. Tinjauan Umum tentang Perilaku Penjual ............................. 25

D. Tinjauan Umum tentang Pasar Tradisional ........................... 26

E. Tinjauan Umum tentang ISPA ............................................... 31

BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................... 37

A. Dasar Pemikiran Variabel ...................................................... 37

B. Kerangka Konsep .................................................................. 38

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .............................. 39

iii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 43

A. Jenis Penelitian ..................................................................... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 43

C. Populasi dan Sampel ............................................................ 43

D. Cara Pengambilan Sampel.................................................... 47

E. Pengumpulan Data................................................................ 49

F. Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 50

G. Alur Penelitian ....................................................................... 51

H. Organisasi Penelitian ............................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................ 38

Gambar 4.1 Titik A dan B (Lantai 1) ..................................................... 45

Gambar 4.2 Titik C dan D (Lantai 2) .................................................... 46

Gambar 4.3 Titik E (Lantai 3) ............................................................... 46

Gambar 4.2 Alur Penelitian ................................................................. 51

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencemaran udara merupakan salah satu masalah kesehatan

bagi dunia. WHO (World Health Organization) mencatat bahwa terdapat

sekitar 7 juta orang pada tahun 2012 meninggal dunia yang diakibatkan

oleh polusi udara. Pencemaran terhadap kualitas udara dapat

memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan manusia.

Pencemaran udara tidak hanya dapat terjadi diluar ruangan, namun

dapat pula terjadi didalam ruangan. Hal ini dikarenakan partikel polutan

diluar ruangan dapat masuk ke lingkungan dalam rumah. Partikel

polutan ini dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap

perkembangan penyakit pernafasan seperti asma, pneumonia,

bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronik. Kementrian Lingkungan

Hidup pada 2010 mencatat sebanyak 5 juta penduduk Indonesia

(57,8%) mengalami gangguan kesehatan akibat paparan polusi udara

(Darmayanti, 2019).

Udara adalah perantara bakteri, virus dan fungi melakukan

penyebaran, oleh sebab itu mikroorganisme tersebut memerlukan

berbagai persyaratan hidup untuk melakukan pertumbuhan dan

perkembangan. Terdapat faktor-faktor lingkungan fisik udara tertentu

yang bisa berhubungan dengan angka kuman, udara merupakan salah

satu ruang publik tanpa disadari menjadi konsumsi bersama oleh

1
2

banyak orang. Mikroorganisme seperti fungi dan bakteri tersebar di

udara akan terhirup dan dapat menimbulkan penyakit infeksi apabila

mereka bersifat patogenik (Rahayu, 2019).

Pasar tradisional pada umumnya memiliki kondisi sanitasi yang

rendah, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri, mikroba

dan virus berbahaya yang mencemari lingkungan serta menurunkan

kesehatan udara dalam ruangan. Salah satu cara perpindahan mikroba

adalah melalui udara. Udara harus terbebas dari mikroba patogen (0

CFU/m3), salah satunya adalah bakteri anggota genus Staphylococcus.

Beberapa penelitian telah mengidentifikasikan bahwa mikroba yang

umum ditemukan di udara dalam ruangan yaitu bakteri anggota genus

Staphylococcus. Bakteri anggota genus ini ditemukan di semua

permukaan bangunan, barang dagangan dan sampah di sekitar pasar

(Fathurrahman dkk, 2019).

Pasar tradisional menjadi tempat mikroba hal ini karena kondisi

pasar tradisional yang kotor, riuh, pinggir jalan dan kumuh. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya percampuran antara penjualan unggas dan

ternak sampai makanan pada sejumlah pasar tradisional yang

menunjukkan bahwa masih rendahnya perhatian pemerintah daerah

maupun masyarakat terhadap kesehatan. Ini juga menjadikan salah

satu penyebab rentannya terhadap penyebaran penyakit, penyebaran

tersebut karena kualitas udara yang buruk (Rahayu, 2019).


3

Faktor lingkungan fisik udara yang dapat mempengaruhi adanya

bakteri udara seperti bakteri Staphylococcus sp yaitu kelembaban,

suhu, pencahayaan dan kondisi ventilasi udara. Kelembaban udara

yang tinggi akan menyebabkan bakteri Staphylococcus sp dapat

berkembang dalam sebuah ruangan. Sedangkan udara yang sangat

kering dapat membunuh bakteri atau menyebabkan pemberhentian

kegiatan metabolisme bakteri (Lestari, 2018). Umumnya bakteri

Staphylococcus sp dapat hidup pada kelembaban udara yang berkisar

antara 60-90 % Rh.

Suhu udara dalam ruang juga dapat mempengaruhi

berkembangbiaknya bakteri Staphylococcus sp. Suhu udara yang

terlalu tinggi akan menyebabkan bakteri Staphylococcus sp dapat

tumbuh dan berkembang. Bakteri Staphylococcus sp dapat hidup pada

suhu 15 oC sampai 40 oC dengan suhu optimum 37 oC.

Pencahayaan juga berpengaruh dalam perkembangbiakan bakteri

Staphylococcus sp. Pencahayaan yang rendah akan menyebabkan

bakteri Staphylococcus sp tumbuh dan berkembang dalam ruangan

tertentu. Pencahayaan dalam sebuah ruangan minimal 100 lux.

Faktor fisik yang selanjutnya adalah kondisi ventilasi dalam ruang.

Ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan bakteri

Staphylococcus sp dapat tumbuh dan berkembang pada sebuah

ruangan. Ventilasi yang buruk juga akan mempengaruhi suhu udara

dan pencahayaan dalam ruangan tidak optimal.


4

Selain faktor fisik, faktor perilaku orang yang dalam sebuah

ruangan juga menentukan jumlah bakteri Staphylococcus sp yang

masuk ke dalam tubuhnya. Diantaranya adalah perilaku penggunaan

masker, lama bekerja, dan masa kerja orang tersebut.

Perilaku penggunaan masker akan berpengaruh dalam

menentukan banyak atau sedikitnya seseorang dapat terpapar bakteri

Staphylococcus sp . Jika seseorang disiplin untuk selalu menggunakan

masker, maka potensi untuk masuknya bakteri Staphylococcus sp pada

saluran pernafasan juga akan semakin rendah.

Lama bekerja akan berpengaruh untuk menentukan banyak atau

sedikitnya seseorang menghirup bakteri Staphylococcus sp. Jika

seseorang bekerja seharian ≥ 8 jam maka potensi masuknya bakteri

Staphylococcus sp juga akan semakin banyak terhirup. Dan sebaliknya

jika hanya menjual selama ≤ 3 jam perhari maka akan sedikit juga

menghirup bakteri Staphylococcus sp.

Selain itu, masa kerja juga berpengaruh untuk menentukan

banyak atau sedikitnya seseorang menghirup bakteri Staphylococcus

sp. semakin lama bekerja maka risiko terpajan bakteri akan semakin

tinggi.

Pasar Induk Minasa Maupa merupakan salah satu pasar sebagai

tempat masyarakat Kabupaten Gowa untuk berdagang dan membeli

kebutuhan sehari-hari. Pasar ini dibangun pada tahun 1994, pada tahun

sekitar 1996 pasar ini bernama pasar sore di kompleks terdapat sebuah
5

terminal. Pada tahun 2010 dibangun pasar yang lebih modern yang

dinamai Pasar Induk Minasa Maupa. Pasar ini memiliki 3 lantai

diantaranya lantai yang berada di bawah tanah (Yul, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara

survei lokasi penelitian. Hasil observasi awal tentang kondisi fisik

lingkungan di Pasar Induk Minasa Maupa diantaranya kondisi yang

dapat dilihat langsung yaitu pencahayaan dan kondisi ventilasi dalam

ruangan pasar terlihat tidak memenuhi syarat. Pencahayaan dalam

ruangan pasar semua memakai penerangan buatan dan sangat sedikit

yang bisa mendapatkan pencahayaan alami dikarenakan ventilasi

udara dalam ruangan pasar yang sangat minim. Selain itu, limbah cair

di pasar tersebut tidak tertutup sehingga menimbulkan bau busuk dari

air pembuangan bekas cucian ayam potong dan ikan. Selain itu, kondisi

bangunan pasar tersebut sudah tidak layak. Dimana terlihat sudah ada

genteng yang bocor dan lantai banyak tergenang air jika musim hujan.

Kondisi ini tentunya akan menyebabkan banyak bakteri dalam udara

dapat tumbuh dan berkembang yang dapat menyebabkan gangguan

kesehatan pada penjual yang berada di dalamnya.

Selain kondisi fisik lingkungan, perilaku penjual di Pasar tersebut

masih tidak memenuhi syarat, diantaranya masih banyak penjual yang

tidak mau menggunakan masker saat berjualan. Tentunya hal itu akan

menyebabkan penjual dapat dengan mudah menghirup bakteri udara


6

seperti bakteri Staphylococcus sp yang dapat menyebabkan gangguan

pernafasan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Berdasarkan hasil wawancara langsung menggunakan kuesioner

dengan 10 orang penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa, terdapat 9 orang diantaranya mengalami gejala ISPA seperti

batuk, bersin, demam, sakit kepala dan sakit tenggorokan.

Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat

adalah ISPA. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernafasan

atas terutama yang disebakan oleh virus, sering terjadi pada semua

golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Penyakit ISPA

merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, dan lansia karena

sistem pertahanan tubuh anak dan lansia yang rendah (Putriyani,

2017).

ISPA termasuk kelompok penyakit menular yang dapat

ditularkan melalui udara, di Indonesia prevalensi ISPA berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25%

(Riskesdas, 2013). Gejala ISPA ditandai dengan badan pegal,

beringus, batuk, sakit kepala, dan sakit pada tenggorkan. Umumnya

ISPA disebabkan oleh infeksi dari kelompok virus, bakteri, dan jamur

(Hadiati, 2017).
7

ISPA merupakan inpeksi saluran pernapasan yang dapat

berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala

akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernapasan

dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran pernapasan

akut adalah kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang

disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Survei

mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2012 menempatkan

ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA

merupakan penyebab utama kematian yaitu banyaknya penderita ISPA

yang terus meninggal (Anwar, 2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat di rumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana hubungan keberadaan bakteri Staphylococcus sp

dengan kejadian ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa,

2. Bagaimana hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

3. Bagaimana hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

4. Bagaimana hubungan lama kerja dengan kejadian ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,


8

5. Bagaimana hubungan masa kerja dengan kejadian ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

6. Bagaimana hubungan Alat Pelindung Diri (masker) dengan kejadian

ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan keberadaan bakteri

Staphylococcus sp di udara dengan kejadian ISPA pada penjual di

Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis hubungan keberadaan bakteri

Staphylococcus sp di udara dengan kejadian ISPA pada penjual di

Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

b. Untuk menganalisis hubungan kelembaban dengan kejadian ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

c. Untuk menganalisis hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

d. Untuk menganalisis hubungan lama kerja dengan kejadian ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

e. Untuk menganalisis hubungan masakerja dengan kejadian ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,


9

f. Untuk menganalisis hubungan Alat Pelindung Diri (masker)

dengan kejadian ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfat bagi Peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman berharga dalam

meningkatkan wawasan tentang cara mengidentifikasi bakteri udara

dalam ruangan Pasar Induk Minasa Maupa.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa (peneliti) di dalam

melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang

berkaitan dengan uji mikrobiologi udara.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi

pengelola Pasar Induk Minasa Maupa dan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Gowa agar senantiasa memantau kondisi lingkungan di

pasar agar tidak terjadi pencemaran yang bisa mengganggu

kesehatan manusia maupun lingkungan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Bakteri Udara

1. Pengertian Bakteri Udara

Bakteri merupakan organisme uniseluler, nukleoid atau tidak

memiliki membran inti, tidak memiliki klorofil, saprofit atau parasit,

berkembangbiak dengan pembelahan biner, dan termasuk dalam

protista prokariotik. Ukuran tubuh bakteri sangat kecil yaitu dengan

lebar antara 1-2 mikron dan panjangnya antara 2-5 mikron. Ukuran

bakteri dipengaruhi oleh umurnya, bakteri yang berumur 2-6 jam

umumnya lebih besar dari bakteri yang berumur lebih dari 24 jam

(Lestari, 2018).

Mikroorganisme seperti bakteri terhembuskan dalam bentuk

percikan dari hidung dan mulut ketika bersin, batuk dan bahkan

bercakap-cakap. Ukuran titik-titik air yang terhembuskan dari saluran

pernafasan yaitu mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang

ukurannya dalam kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai

beberapa lama, tetapi yang berukuran besar akan segera jatuh ke

lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini akan

berada di udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan

tersebut (Lestari, 2018).

Bakteri adalah makhluk hidup yang bersifat unisel (bersel

tunggal) tapi memiliki beragam bentuk dan ukuran. Bakteri

10
11

berkembangbiak secara aseksual dengan pembelahan sel. Habitat

bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah, di atmosfer dan di air.

Bakteri bersifat bebas, parasitic, saprofitik, patogen terhadap

makhluk hidup khususnya manusia (Ramadhan, 2018).

Udara pada dasarnya bukan tempat pertumbuhan dan

reproduksi bakteri karena komposisi udara yang tidak sesuai. Di

udara terbuka, kebanyakan bakteri berasal dari tanah. Bakteri pada

udara kemungkinan terbawa oleh debu, uap air, angin dan penghuni

ruangan. Bakteri di udara biasanya menempel pada permukaan

tanah, lantai, ruangan, perabot ruangan maupun penghuni ruangan.

Bakteri tersebut sebagian bakteri non patogenik dalam jumlah yang

relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik

(Vindrahapsari, 2016).

2. Mikroorganisme yang Mempengaruhi Udara

a. Bakteri

Menurut Ramadhan (2018), terdapat tipe dari beberapa

bakteri yang banyak ditemukan di dalam ruang, yaitu:

1) Micrococcus sp

Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia.

Bakteri ini ditemukan pada area dengan okupansi tinggi atau

pada area dengan ventilasi yang tidak baik. Micrococcus sp

adalah jenis bakteri yang tidak berbahaya. Dalam keadaan

normal, bakteri ini dapat dibasmi dengan sistem ventilasi yang


12

baik dan proses pembersihan dengan penyedot debu atau

sejenisnya.

2) Bacillus sp

Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan

dengan tanah dan debu. Keadaan temperatur dan kadar air

yang tepat pada permukaan yang berdebu dan keras adalah

media yang baik bagi pertumbuhan bakteri ini.

3) Staphylococcus sp

Staphylococcus sp juga terdapat pada permukaan kulit

tubuh manusia. Diantara spesies Staphylococcus yang paling

umum terdapat di dalam ruang adalah Staphylococcus aureus,

yaitu patogen yang penting dalam lingkungan rumah sakit,

karena mempunyai kemampuan memecah sel darah merah.

4) Batang Gram-Positif

Batang gram-positif merupakan tipe bakteri yang juga

diasosiasikan dengan tanah dan debu. Meskipun tergolong

jenis patogen yang tidak berbahaya, bakteri ini tumbuh di area

yang basah dan lembab seperti pada karpet, dinding, dan

perabot. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan cara

pembersihan dan sistem ventilasi yang memadai.

5) Batang Gram-Negatif

Organisme ini jarang ditemui di lingkungan dalam ruang.

Bila ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi, berarti ada


13

keterkaitan dengan bioaerosol dari air yang terkontaminasi atau

sumber-sumber kontaminan lainnya, seperti permukaan yang

basah dan lembab, tumpahan air pembuangan, banjir, atau dari

sistem Air Handling Unit (AHU) yang meningkat. Beberapa

bakteri gram-negatif dapat menyebabkan demam. Terkadang

pertumbuhan bakteri ini pada Air Handling Unit (AHU) dapat

memicu terjadinya gejala-gejala seperti pneumonia akut.

Pembersihan dengan menggunakan desinfektan merupakan

cara yang paling mudah untuk membunuh bakteri jenis ini.

b. Jamur

Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya

dalam bentuk spora jamur terdapat pada tempat-tempat seperti

sistem ventilasi, karpet atau tempat lain. Kehadiran bioaerosol

dalam udara ruang berbentuk spora jamur ini bisa menimbulkan

kesakitan pada beberapa orang yaitu menyebabkan alergi.

Meskipun dari jumlah koloni yang berhasil ditemukan masih

berada di bawah ambang batas, akan tetapi keberadaan jenis

jamur di udara ini perlu diwaspadai. Fungi atau jamur mempunyai

peranan dalam kesehatan atau disebut mikosis baik bersifat

patogen yang bisa menyebabkan sakit maupun sebagai penyebab

alergi. Sebagai negara tropis dengan kelembaban 60-80%,

Indonesia adalah surga bagi pertumbuhan berbagai jenis jamur.

Secara alamiah mikroorganisme tidak ada di udara, karena udara


14

bukan habitat mikroorganisme. Mikroorganisme berada di udara

karena terbawa angin bersama partikel debu atau untuk

sementara mengapung di udara (Sari, 2017).

3. Bakteri Staphylococcus sp

a. Pengertian

Bakteri anggota genus Staphylococcus merupakan bakteri

normal pada manusia. Bakteri anggota genus Staphylococcus

dapat ditemukan pada manusia terutama di saluran pernafasan

bagian atas, kulit, dan mukosa. Bakteri anggota genus

staphylococcus bersifat patogen dan menyebabkan sejumlah

infeksi seperti alergi, radang tenggorokan, mata merah, asma,

tuberkulosis, pneumonia dan influenza yang menyerang individu

sehat (Fatturrahman dkk, 2019).

Salah satu anggota genus Staphylococcus yaitu

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan

bakteri penyebab infeksi yang tergolong dalam bakteri gram

positif, bakteri ini paling banyak ditemukan di dunia. Infeksi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama mastitis

(radang ambing) pada hewan sedangkan pada manusia berperan

sebagai penyakit yang termasuk infeksi kulit, abses, pneumonia,

endocarditis, meningitis dan spesies. Bakteri ini juga menginfeksi

manusia dengan keparahan yang bervariasi, mulai dari 11 infeksi

minor pada kulit (furunkulosis dan impetigo), infeksi saluran kemih,


15

infeksi saluran pernafasan, sampai infeksi pada mata dan Central

Nervous System (CNS). Staphylococcus aureus dapat

menginfeksi ketika sistem imun melemah yang disebabkan oleh

terjadinya perubahan hormon, penyakit, luka, penggunaan steroid

atau obat lain yang mempengaruhi imunitas (Nur, 2020).

Staphylococcus aureus banyak ditemukan disekitar

lingkungan hidup manusia, dan sebagai penyebab penyakit infeksi

di dunia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan S. aureus yang

mudah beradaptasi dengan lingkungan melalui ketahanannya

terhadap anti mikrobial yang dimilikinya. Bakteri ini terutama

ditemukan pada kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, luka dan

umumnya merupakan penyebab radang tenggorokan, infeksi kulit

(bisul) serta infeksi sistem saraf pusat dan paru-paru. Peradangan

setempat merupakan sifat khas infeksi bakteri ini. Bakteri ini akan

menyebar melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah

sehingga sering terjadi peradangan vena dan trombosit

(Noerfasya, 2018).

b. Klasifikasi

Menurut Azizah (2019), klasifikasi bakteri Staphylococcus sp

adalah:

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Coccoi
16

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

c. Morfologi

Staphylococcus sp dapat tumbuh pada suhu 15°C sampai

dan 40°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini tumbuh optimal

dalam suasana aerob dan pH optimum adalah 7,4. Pada lempeng

agar, koloni berbentuk bulat, diameter 1-2 cm, cembung, buram,

meningkat, dan konsentrasi lunak. Warna khasnya adalah kuning

keemasan dengan intensitas warna bervariasi. Dinding sel bakteri

Gram positif (Staphylococcus aureus) peptidoglikan yang tebal

dan asam teikoat. Lapisan-lapisan tersebut terdiri dari polimer

yang dapat terlarut air sehingga memudahkan senyawa antibakteri

yang bersifat polar untuk berpenetrasi ke dalam sel (Azizah,

2019).

d. Siklus Hidup

Untuk mengetahui siklus hidup pada bakteri diperlukan

pengujian berupa pembuatan kurva tumbuh bakteri yang hasilnya

didapatkan melalui pengukuran. siklus hidup bakteri ini terdiri dari

beberapa fase, berikut ini fase-fase siklus hidup bakteri

(Faturohman, 2020):
17

1) Lag Phase (Fase Adaptasi)

Fase lag dapat dikatakan sebagai fase awal atau fase

persiapan sebelum memasuki fase eksponensial. Pada fase ini

bakteri melakukan adaptasi pada lingkunganya dan

bermetabolisme.

2) Log Phase or Exponential Phase (Fase Penggandaan Diri)

Pada fase ini terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan

bakteri, dalam keadaan terbaik bakteri akan menggandakan diri

hanya dengan waktu sekitar 15 menit. Hal ini akan terjadi

hingga nutrisi dalam media tidak bersisa dan menghambat

pertumbuhan bakteri.

3) Stationary Phase (Fase Statsioner)

Fase statsioner merupakan fase dimana pertumbuhan

bakteri mengalami penghentian sehingga jumlah bakteri yang

baru terbentuk dengan jumlah bakteri yang mati akan berada

pada jumlah yang sama. Atau fase stasioner dapat dikatakan

juga sebagai fase dimana pertumbuhan bakteri berada pada

posisi datar.

4) Death Phase (Fase Kematian)

Dalam fase kematian ini sel-sel yang telah melalui fase

stasioner akan berhenti bereproduksi dan akan mengalami

kematian yang terjadi secara drastis sehingga yang tersisa

hanya sejumlah sel-sel kecil saja.


18

B. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Fisik Pasar

1. Kelembaban Udara

a. Pengertian Kelembaban Udara

Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka

konsentrasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut,

kelembaban spesifik atau kelembaban relatif. Alat untuk mengukur

kelembaban disebut hygrometer. Sebuah humidistat digunakan

untuk mengukur tingkat kelembaban udara dalam sebuah

bangunan dengan sebuah pengawa lembap (dehumifider) (Sandy,

2017).

Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme berjenis bakteri

membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pencahayaan alami dari

sinar matahari di samping menyebarkan sinar panas ke bumi, juga

memancarkan sinar ultraviolet yang mematikan mikroba.

Beberapa mikroorganisme juga dapat berkembang biak pada atap

yang lembab, ubin, kran-kran pada kamar mandi maupun sekat

ruangan.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kelembaban Udara

Kelembaban udara bisa terjadi akibat konstruksi rumah yang

tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang

tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan

maupun alami dapat menjadi penyebab terlalu tinggi atau terlalu


19

rendahnya kelembaban dalam ruang rumah (Permenkes RI,

2011).

Kelembaban dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan udara

dan radiasi panas dari udara yang akan mempengaruhi keadaan

tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari

tubuhnya. Keadaan dengan temperatur udara yang sangat panas

dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas

dari tubuh secara besar-besaran karena system penguapan.

Sehingga berpengaruh pada makin cepatnya denyut jantung

karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen (Mulyati, 2020).

c. Penyakit Akibat Kelembaban Udara

Kelembaban di dalam ruang rumah yang terlalu tinggi

maupun terlalu rendah dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri gram positif

(pneumokokus) hidup pada kelembaban yang cukup tinggi yaitu

sekitar 85% Rh. Dengan suburnya pertumbuhan mikroorganisme

ini maka dapat menyebabkan penghuni rumah terkena penyakit

infeksi akibat mikroorganisme (Riazy, 2019).

d. Standar Baku Kelembaban Udara

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar sehat kadar kelembaban


20

dalam ruang rumah yang dipersyaratkan adalah kelembaban

antara 40%-60% Rh (Permenkes 2020).

2. Suhu Udara

a. Pengertian Suhu Udara

Suhu adalah suatu besaran yang menunjukkan derajat

panas dari suatu benda. Suhu udara dianggap nikmat oleh orang

Indonesia ialah sekitar 24oC sampai 26oC dan selisih suhu di

dalam dan di luar tidak boleh lebih lebih dari 50 oC. Keseimbangan

panas suhu tubuh manusia selalu dipertahankan hampir konstan

atau menetap oleh suatu pengaturan suhu pada tubuh manusia

(Gafur dkk, 2020).

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari

pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan

yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk

memindahkan (transfer) panas ke benda-benda lain atau

menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem

dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang

bersuhu lebih tinggi (Albana, 2019).

Suhu udara adalah suatu gambaran energi yang terdapat di

atmosfer atau udara dan dapat dirasakan oleh tubuh serta dapat

diukur menggunakan termometer dengan satuan derajat celcius

(ºC) atau derajat kelvin (ºK). Suhu udara akan dipengaruhi oleh

suhu permukaan karena suhu permukaan akan di transfer ke


21

udara dengan proses konveksi melalui udara, sehingga suhu

permukaan yang tinggi akan memiliki suhu udara yang tinggi pula

(Andani dan Sasmito, 2018).

b. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Udara

Pengaruh suhu terhadap makhluk hidup sangat besar

sehingga pertumbuhannya sangat tergantung pada keadaan suhu,

terutama dalam kegiatannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

suhu di permukaan bumi antara lain (Sandy, 2017):

1) Jumlah radiasi yang dterima pertahun, perbulan, perhari, dan

permusim,

2) Pengaruh daratan atau larutan,

3) Pengaruh ketinggian tempat,

4) Pengaruh angin secara tidak langsung misalnya, angin

membawa panas dari sumbernya secara horizontal,

5) Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam

atmosfer,

6) Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutupi vegetasi yang

mempunyai temperatur yang lebih panas dari pada datangnya

miring.

c. Penyakit Akibat Suhu Udara

Paparan suhu rendah di bawah standar kenyamanan akan

menyebabkan perubahan fisiologis dalam tubuh yang akan

mengarah pada penyakit akibat kerja seperti Chilblain, Immersion


22

foot, Trench foot, Frostnip, Frostbite, Hipotermia. Suhu dingin di

tempat kerja dapat dipantau setiap waktu dengan menggunakan

termometer ruangan yang diletakkan di setiap ruangan. Pada

industri makanan terdapat cold storage yang berguna untuk

menyimpan bahan baku atau hasil produksi yang berfungsi untuk

memperpanjang umur barang tersebut sehingga tidak cepat

mengalami pembusukan (Kurnia dan Suryono, 2017).

d. Baku Mutu Suhu Udara

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

dalam Ruang Rumah dimana persyaratan suhu dalam ruang

rumah adalah 18-30ºC (Permenkes RI, 2011).

3. Pencahayaan

a. Pengertian Pencahayaan

Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu

bidang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara

efektif. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk

mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan

berkaitan dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik

memungkinkan orang dapat melihat objek yang dikerjakannya

secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Penerangan

yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata karena daya


23

efisiensi kerja mata serta sakit kepala di sekitar mata (Tongkukut,

2016).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu faktor fisik.

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang

memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,

karena jika pencahayaan terlalu besar ataupun lebih kecil, pupil

mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh

mata. Sistem pencahayaan memiliki pengaruh terhadap proses

produksi di perusahaan sehingga untuk menciptakan sistem

pencahayaan yang sesuai diperlukan dukungan penuh dari pihak

perusahaan agar tercipta perencanaan ruang dengan sistem

pencahayaan yang sesuai dengan peraturan. Penerangan di

setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan

pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk

peningkatan kualitas dan produktivitas (Mualifah dkk, 2017).

c. Penyakit Akibat Pencahayaan

Pencahayaan yang kurang akan menyebabkan pupil

membesar yang berakibat menurunnya ketajaman penglihatan

sehingga mata akan sulit memfokuskan objek dan sensitivitas

terhadap kontras yang meningkatkan efek silau. Selain itu

fotoreseptor kerucut yang mengendalikan proses akomodasi

menjadi meningkat sehingga terjadi kontraksi otot siliaris secara


24

terus-menerus, maka suplai oksigen menurun dan merangsang

glikolisis anaerob yang mengakibatkan penumpukan asam laktat

yang menyebabkan nyeri, stres dan kelelahan pada otot mata

(Khoiriyah dkk, 2019).

d. Standar Baku Mutu Pencahayaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat kadar pencahayaan

yang dipersyaratkan adalah minimal 100 lux (Permenkes RI,

2020).

4. Laju Ventilasi

a. Pengertian Laju Ventilasi

Luas ventilasi ruangan adalah salah satu indikator dari

kebersihan udara dalam ruangan karena ventilasi udara

berhubungan dengan sirkulasi udara dimana manusia sering

beraktifitas didalam ruangan. Sirkulasi yang buruk akan

mengakibatkan bakteri mudah berkembang dalam ruangan

sehingga dapat menyebabkan pneumonia (Fikri, 2016).

b. Baku Mutu Laju Ventilasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat, laju ventilasi yang

dipersyaratkan adalah minimal 20% dari luas lantai (Permenkes

RI, 2020).
25

C. Tinjauan Umum tentang Perilaku Penjual

1. Lama Kerja

Lama kerja adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Lama

kerja dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja per hari pekerja

terpajan risiko. Lama kerja juga dapat dilihat sebagai pajanan per

tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor

risikonya (Utami dkk, 2017).

Lama kerja adalah waktu yang digunakan penjual dalam

sebuah pasar untuk bekerja dalam hitungan jam per hari baik siang

ataupun malam hari. Waktu lamanya seseorang bekerja dengan

baik dalam sehari pada umumnya 8 jam. Jika seseorang yang

bekerja lebih dari 8 jam akan terjadi penurunan kualitas dan hasil

kerja serta bekerja dengan waktu berkepanjangan akan menimbulkan

terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan dan akan mengakibatkan

timbulnya suatu penyakit. Jam kerja atau lama kerja penting

diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan faktor

risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Azizah dan

Nurcandra, 2019).

2. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya waktu orang bekerja. Seseoang

bisa mendapatkan pengalaman kerja diperoleh dari pekerjaan yang

dilakukan selama rentang waktu tertentu. Dengan masa kerja

seorang bisa berpotensi terpapar pajangan bakteri yang

menyebabkan infeksi.
26

Masa kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan

kesehatan seperti gangguan pernafasan pada penjual. yang lebih lama

bekerja akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan pernafasan

seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) karena lebih banyak

terpajan bakteri penyebab ISPA seperti bakteri Staphylococcus sp.

Masa kerja sangatlah penting diketahui untuk melihat lamanya

seseorang yang telah terpajan dari lingkungan tempat kerja yang dapat

mengakibatkan gangguan pernafasan. Semakin lama seseorang dalam

bekerja maka semakin banyak pekerja itu telah terpapar penyakit

yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Azizah dan

Nurcandra, 2019).

3. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung untuk melindungi pernafasan dari pajanan

bakteri yaitu penggunaan masker. Masker adalah pelindung saluran

pernafasan yang berfungsi untuk melindungi organ pernafasan

dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring

cemaran bahan kimia, mikroorganisme, partikel yang berupa debu,

kabut (aerosol), uap, asap, gas atau fume, dan sebagainya

(Mahendra, 2020).

D. Tinjauan Umum tentang Pasar Tradisional

1. Pengertian Pasar

Pasar adalah tempat orang bertransaksi menjual barang, jasa,

dan tenaga kerja untuk mendapatkan imbalan uang. konsep pasar

adalah setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual


27

untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang

atau jasa untuk uang adalah transaksi.Transaski terjadi jika ada

kesepakatan antara penjual dan pembeli (Haslinda, 2017).

Pasar merupakan tempat yang digunakan untuk menampung

penjual, pembeli, pengelola serta barang yang diperdagangkan.

Sebagian besar barang yang diperdagangkan adalah barang

kebutuhan untuk sehari-hari seperti makanan pokok. Pasar

tradisional ialah pasar dimana penjual dan pembelinya melakukan

kegiatan tawar menawar secara langsung sehingga terjadi

kesepakatan harga antara kedua belah pihak (Rahayu, 2019).

2. Macam-macam Pasar

a. Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang memperjual-belikan

barang dan jasa oleh penjual dan pembeli, dan dalam kegiatan

transaksinya terdapat proses tawar menawar di antara keduanya.

Pasar tradisional bukanlah sebuah pasar yang asing bagi kita. Kita

sering menjumpainya pada lingkungan daerah sekitar kita. Barang

atau jasa yang diperjual belikan pada umumnya adalah barang

atau jasa yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari. Dalam pasar tradisional juga selalu di tandai dengan

adanya proses tawar menawar hingga menghasilkan sebuah

kesepakatan harga tertentu diantara penjual dan pembeli. Manfaat

dari pasar dari pasar tradisional sendiri adalah memberikan


28

kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat,

dikarenakan pasar tradisional dapat dengan mudah ditemukan di

lingkungan masyarakat mengingat pasar tradisional jumlahnya

sangat banyak. Selain itu, proses tawar menawar dapat

memberikan kepuasan tersendiri diantara salah satu pihak.

Sehingga para pelaku pasar dituntut untuk pandai dalam

bernegosiasi (Nuzuldin, 2017).

Pasar tradisional mempunyai fungsi dan peranan yang tidak

hanya sebagai tempat perdagangan tetapi juga sebagai

peninggalan kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahulu

kala. Saat ini perlu disadari bahwa pasar tradisional bukan satu-

satunya pusat perdagangan. Semakin banyaknya pusat

perdagangan lain seperti pasar modern, hypermart dan all pada

gilirannya dapat membuat pasar tradisional harus mampu

bertahan dalam persaingan agar tidak tergilas oleh arus

modernisasi yang semakin maju (Sulaeman, 2019).

b. Pasar Modern

Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan

manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan,

sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan

yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat

kelas menengah ke atas). Contoh pasar modern antara lain mall,

supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko


29

mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya

(Dakhoir, 2018).

c. Pasar Oligopoli

Struktur pasar atau industri oligopoli (oligopoly) adalah

pasar (industri) yang terdiri dari hanya sedikit perusahaan

(produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup) besar

untuk mempengaruhi harga pasar. Produk dapat homogen atau

terdiferensiasi. Perilaku setiap perusahaan akan mempengaruhi

perilaku perusahaan lainnya dalam industri (Meliala, 2018).

d. Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu pasar yang hanya dikuasai

oleh satu penjual dan memiliki kekuasaan atas pasar tersebut,

sehingga akan susah bagi penjual lain untuk menyainginya. Pada

pasar monopoli ini, penjual bebas menentukan jumlah harga dan

bebas menentukan jumlah barang yang akan di tawarkan kepada

pembeli. Dengan adanya kondisi tersebut, akan banyak

menguntungkan salah satu pelaku pasar yaitu produsen yang

berkuasa atas pasar (Nuzuldin, 2017).

3. Pengertian Pedagang Pasar

Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan,

memperjual belikan barang yang tidak diprodukai sendiri, untuk

memperoleh keuntungan. Pedangan adalah mereka yang melakukan

kegiatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Perdagangan


30

merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk menyalurkan barang

dengan maksud pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Proses ini

berlangsung dari produsen menuju konsumen. Dapat disimpulkan

bahwa, pedagang pasar merupakan seseorang yang aktivitasnnya

melakukan perdagangan dengan menawarkan barabf dagangannya

ataupun jasa di lokasi tempat berjualan yaitu pasar dimana banyak

transaksi yang dilakukan oleh pedangang dan pembeli, pembeli

datang ke pasar untuk mencari kebutuhan yang diinginkannya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pedangang menawarkan

barang dagangannya baik secara langsung mapun tidak langsung.

Pedagang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Adriani, 2018):

a. Pedagang Besar/Distributor/Agen Tunggal

Distributor adalah pedagang yang membeli atau

mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau

produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberi hak

wewenang wilayah atau daerah tertentu dari produsen.

b. Pedagang Menengah/Agen/Grosir

Pedagang menengah adalah pedagang yang membeli atau

mendapatkan barang dagangannya dari ditributor atau agen

tunggal yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan

atau perdagangan tertentu yang lebih kecil daerah kekuasaan

distributor.
31

E. Tinjauan Umum tentang ISPA

1. Pengertian ISPA

ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan bagian atas

atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang

parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,

faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Penyakit ISPA biasanya

menular (Putri, 2017).

ISPA sering disebut juga dengan Infeksi Respiratori Akut (IRA).

Infeksi respiratori akut ini terdiri dari Infeksi Respiratori Atas Akut

(IRAA) dan Infeksi Respiratori Bawah Akut (IRBA). Disebut akut, jika

infeksi berlangsung hingga 14 hari. Penyakit pada ISPA yang sering

terjadi selain episode batuk pilek adalah pneumonia, penyakit ini

merupakan pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding

dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak (Gunawan

dkk, 2020).

Saluran pernapasan bagian atas pada manusia adalah

reservoir dari beragam komunitas komensialisme dan potensi

menjadi patogen, yang diantaranya adalah Haemophilus influenzae,

Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Moraxella catarrhalis,

dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut yang sesekali berubah

menjadi patogen menyebabkan penyakit menular (Fusvita dan Umar,

2016).
32

2. Klasifikasi ISPA

Menurut Nainggolan (2019), klasifikasi ISPA dapat

dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur

yaitu:

a. ISPA berdasarkan golongannya:

1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli).

2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold),

radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga

(otitis media).

b. ISPA dikelompokkan berdasarkan golongan umur yaitu:

1) Untuk anak usia 2-59 bulan:

Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang dari

50 kalipermenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali

permenituntuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada

dinding dada. Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat

(frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 50 kali/menit untuk

usia 2-11 bulan danfrekuensi pernafasan sama atau lebih dari

40 kali permenit untukusia 12-59 bulan), serta tidak ada tarikan

pada dinding dada. Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan

nafas cepat (fastbreathing) dan tarikan dinding pada bagian

bawah ke arah dalam (servere chest indrawing).


33

2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan:

Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari

60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding dada. Pneumonia

berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60kali

permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding

dadatanpa nafas cepat.

3. Etiologi ISPA

ISPA disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

ISPA bagian atas pada umumnya disebakan oleh virus, sedangkan

ISPA bagian bawah pada umumnya disebabkan oleh bakteri. Kedua

jenia ISPA tersebut umumnya mempunyai manifestasi klinis yang

berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam

penangannya. Bakteri yang dapat mengakibatkan ISPA antara lain:

Diplococcus pneumonia, Pneumococcis, Streptococcus hemolyticus,

Streptococcus hemolyticus, Sreptococcus aureus, Hemophilus

influenza, Bacillus Friedlander. Virus seperti: Respiratory syncytial

virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus. Jamur seperti:

Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,

Aspergillys, Candida albicans (Khumaidah, 2019).

Untuk menyebabkan penyakit pernafasan, bakteri harus

terlebih dahulu menjajah niche nasofaring. Interaksi antara mikroba

dan mikroba lain serta inang, dan pengaruh faktor lingkungan

menyebabkan interaksi mikroba yang dinamis dan kompleks. Dalam


34

keadaan seimbang, ekosistem ini sebagai bagian dari microbiome

manusia lengkap diasumsikan memainkan peran menguntungkan

utama untuk host manusia. Namun, ketidakseimbangan dalam

komunitas mikroba area pernapasan ini dapat berkontribusi untuk

mengakuisisi seperti bakteri patogen. Selanjutnya,

ketidakseimbangan dalam ekosistem dapat mengakibatkan

pertumbuhan berlebih dan invasi oleh bakteri patogen,

menyebabkan pernafasan atau penyakit invasif, terutama pada

anak-anak dan dewasa yang sistem kekebalan rentan (Fusvita

dan Umar, 2016).

4. Mekanisme Terjadinya ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan.

Oleh karena itu penyakit ISPA termasuk golongan air born disease.

Penularan melalui udara yang dimaksud adalah cara penularan yang

terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda

terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat juga

menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang

sebagian besar penularannya adalah karena menghirup udara yang

mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab ISPA.

Saluran pernapasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga

untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang

efektif dan efisien (Hrp, 2018).


35

5. Tanda dan Gejala ISPA

Penyakit ini dapat menyerang saluran napas mulai dari hidung

sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah,

pleura) (Depkes, 2012). Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu

dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya

meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza

(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Berikut gejala

ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut (Apriyani, 2020):

a. Gejala dari ISPA Ringan

Jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

b. Gejala dari ISPA sedang

Jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih untuk umur 2 - < 5 tahun.

2) Suhu tubuh lebih dari 39°C

3) Tenggorokan berwarna merah


36

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika

dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak

gelisah

4) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

6) Tenggorokan berwarna merah.

6. Pengobatan ISPA

Pengobatan ISPA tergantung dengan tingkat keparahan

penyakitnya. Jika tergolong pneumonia berat maka penderita perlu

dirawat di rumah sakit. Untuk pneumonia pengobatan dilakukan

dengan pemberian antibiotik kotrimoksasol peroral. Dan jika bukan

pneumonia maka tidak perlu diberikan antibiotik. Cukup diberikan

paracetamol dan kompres untuk menurunkan demam (Hrp, 2018).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Faktor fisik lingkungan seperti kelembaban dan ventilasi udara

akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri

Staphylococcus sp. Kelembaban yang tinggi dan ventilasi udara yang

tidak memenuhi syarat bisa menyebabkan bakteri Staphylococcus sp

dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu, perilaku orang yang berada

pada ruangan seperti penggunaan masker, lama kerja dan masa kerja

juga akan mempengaruhi banyak atau sedikitnya bakteri yang terhirup

pada saluran pernafasan.

Berkembangbiaknya bakteri udara seperti bakteri Staphylococcus

sp pada sebuah ruangan, tentunya akan memberikan dampak buruk

bagi kesehatan manusia yang berada di dalamnya. Diantaranya

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).

37
38

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan dasar pemikiran variabel penelitian, maka disusunlah

kerangka konsep yang ingin di teliti:

Karakteristik Responden
Jenis Kelamin

Umur

Jenis jualan

Bakteri Staphylococcus
sp di ruang pasar

Fisik Lingkungan

Kelembaban ISPA

Ventilasi

Suhu

Pencahayaan

Perilaku Penjual

Lama Kerja

Masa Kerja

Alat pelindung diri


(masker)

Gambar 3.1
Kerangka Konsep
39

Keterangan:

= Variabel independen

= Variabel dependen

= Tidak diteliti

1. Variabel Independen;

a. Bakteri Staphylococcus sp

b. Kelembaban

c. Ventilasi

d. Lama Kerja

e. Masa Kerja

f. APD

2. Variabel Dependen:

ISPA

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Adapun definisi operasional dan kriteria objelktif dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bakteri Staphylococcus sp

a. Definisi Operasional

Bakteri Staphylococcus sp adalah bakteri jenis gram positif

yang terkandung dalam udara yang diambil menggunakan alat

Microbial Air Sampler. Permenkes nomor 1077 tahun 2011.


40

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila bakteri patogen melewati nilai

ambang batas (NAB>0 CFU/m3).

2) Memenuhi syarat: Apabila bakteri patogen dalam ruangan tidak

melewati nilai ambang batas (NAB 0 CFU/m3).

2. Kelembaban

a. Definisi Operasional

Kelembaban adalah presetase kandungan uap air dalam

ruangan yang diukur menggunakan alat Hygrometer pada 30 titik

pengambilan sampel. Permenkes nomor 17 tahun 2020.

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila tingkat kelembaban < 40%

atau > 60%.

2) Memenuhi syarat: Apabila tingkat kelembaban berkisar antara

40-60% Rh.

3. Ventilasi Ruang

a. Definisi Operasional

Ventilasi ruang adalah tempat pergerakan pertukaran udara

dalam ruang tertutup, dilihat dengan observasi lansung dalam

ruangan pasar. Permenkes nomor 17 tahun 2020

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila ventilasi < 20% dari luas lantai

atau tidak terdapat ventilasi.


41

2) Memenuhi syarat: Apabila terdapat ventilasi ≥ 20% dari luas

lantai dan berfungsi.

4. Lama Kerja

a. Definisi Operasional

Lama kerja adalah lamanya penjual bekerja di pasar dalam

sehari. Permenaker nomor 5 tahun 2018.

b. Kriteria Objektif

1) Berisiko : Apabila penjual bekerja > 8 jam perhari

2) Tidak berisiko : Apabila penjual bekerja ≤ 8 jam perhari

5. Masa Kerja

a. Definisi Operasional

Masa kerja adalah waktu total seorang penjual bekerja di

pasar.

b. Kriteria Objektif

1) Baru : Apabila penjual telah bekerja < 1 tahun

2) Lama : Apabila penjual telah bekerja ≥ 1 tahun

6. Alat Pelindung Diri (Masker)

a. Definisi Operasional

Alat pelindung diri seperti masker adalah alat yang

digunakan untuk mencegah masuknya bakteri udara pada saluran

pernafasan.

b. Kinerja Objektif

1) Berisiko : Apabila penjual tidak menggunakan masker


42

2) Tidak berisiko : Apabila penjual menggunakan masker

7. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

a. Definisi Operasional

ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran

pernafasan manusia.

b. Kriteria Objektif

1) Sakit: Apabila terdapat gejala ISPA seperti batuk, bersin, pilek,

sesak napas, hidung tersumbat, demam, sakit kepala dan nyeri

otot, nyeri dada, dan sakit tenggorokan.

2) Sehat/tidak sakit: Apabila tidak terdapat gejala seperti di atas.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam studi analitik dengan pendekatan

cross sectional study, yaitu suatu rancangan studi yang digunakan

untuk mengukur faktor lingkungan dan perilaku penjual yang diduga

sebagai penyebab penyakit ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa. Variabel penelitian yaitu variabel dependen berupa insiden

timbulnya penyakit ISPA pada penjual dan variabel independen yaitu

faktor fisik lingkungan bakteri Staphylococcus sp, kelembaban, ventilasi

yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pengukuran

menggunnakan alat sedangkan variabel perilaku penjual yaitu lama

kerja, masa kerja dan penggunaan APD di ketahui dari lembar jawaban

responden.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di gedung Pasar Induk Minasa Maupa

Kelurahan Tompobalang Kabupaten Gowa. Penelitian ini di laksanakan

pada bulan Maret 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Manusia

Populasi manusia dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

43
44

b. Lingkungan

1) Bakteriologis

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bakteriologis

udara yang ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

2) Kelembaban

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelembaban

udara yang ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

3) Ventilasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ventilasi yang

ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

2. Sampel

Sampel merupakan suatu cara pengumpulan data yang sifatnya

tidak menyeluruh, akan tetapi sebagian saja dari populasi

(Notoadmojo, 2010).

a. Manusia

Dalam penelitian ini penulis memakai teknik Purposive

sampling yaitu peneliti menggunakan kriteria tertentu dalam

memilih sampel, maka dalam hal ini peneliti menggunakan 3

kriteria inklusi yaitu:

1) Telah berjualan di Pasar Induk Minasa Maupa selama minimal

1 tahun,
45

2) Berada disekitar titik pengambilan sampel bakteri.

3) Bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.

Sampel manusia yang akan diambil yaitu penjual yang

berada di sekitar 5 titik pengambilan sampel bakteri. Pada 1

titik, sampel manusia yang diambil sebanyak 6 orang jadi total

sampel manusia yang diteliti sebanyak 30 orang.

b. Lingkungan

1) Bakteri yang ada di 5 titik pengambilan sampel,

2) Kelembaban udara yang ada di 30 titik dekat dari masing-

masing responden yang diteliti,

3) Ventilasi udara yang ada di sekitar tempat pengambilan

sampel.

3. Titik Pengambilan Sampel

Keterangan:

= = Penjual ayam
B = Penjual campuran
= Penjual sayur
A
= Penjual beras
= Penjual ikan
= Penjual kelapa
Gambar 4.1
Titik A dan B (Lantai 1)
46

Keterangan:
= Penjual pakaian
= Penjual bahan kue
C D
= Penjual sandal
= Penjual emas
= Penjual perabot rumah tangga

Gambar 4.2
Titik C dan D (Lantai 2)

Keterangan :
ddd
= Penjual baju bekas

Gambar 4.3
Titik E (Lantai 3)

Titik pengambilan sampel diperoleh dari hasil pertimbangan

sebagai berikut:

a. Tempat penjualan yang memiliki sanitasi lingkungan yang

sangat rendah, seperti penjualan ayam potong dan ikan.

b. Tempat penjualan yang berada di tengah pasar dan sama

sekali tidak terdapat ventilasi udara.

c. Tempat penjualan dengan kondisi bangunan yang sudah rusak

seperti atap yang bocor sehingga banyak air yang tergenang

saat musim hujan.


47

D. Cara Pengambilan Sampel

1. Isolasi Bakteri

a. Persiapan

1) Lakukan uji fungsi alat,

2) Lepas kipas dan pelindungnya lalu bungkus dengan kertas,

sterilkan dalam autoclave dengan suhu 1200C selama 15 menit

atau dengan sterilisasi kering dengan suhu 700C selama 1 jam,

3) Badan alat didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%,

4) Pasang battery padai alat,

5) Pasang kembali kipas dan pelindung pada badan alat,

6) Atur waktu sesuai dengan lama pengambilan sampel,

7) Pasang alat pada piring penyangga,

8) Siapkan agar strip (media agar).

b. Cara Pengambilan Sampel

1) Tempatkan alat pada titik pengambilan sampel,

2) Lepaskan media agar strip dari kemasannya dan segera

pasangkan pada tempatnya (pelindung kipas) dengan posisi

permukaan agar strip mengarah ke kipas,

3) Hidupkan alat,

4) Tekan tombol start pada remote starter (jarak petugas dengan

alat minimal 3 meter),

5) Alat akan berhenti secara otomatis sesuai dengan pengaturan

waktu,
48

6) Matikan alat kemudian lepaskan media agar strip dari

tempatnya dan masukkan kembali pada kemasannya, tutup

rapat dan disegel,

7) Beri keterangan menggunakan label

8) Amankan agar strip tersebut dengan melapisi aluminium foil lalu

masukkan kedalam cool box dengan suhu 4-1000C.

c. Metode Analisis

1) Masukkan agar strip pada incubator dengan suhu 30-350C dan

selama 24 jam.

2) Setelah pembiakan kuman selesai, jumlah koloni mikroba yang

tumbuh dihitung menggunakan Colony Counter.

2. Cara Perhitungan Jumlah Koloni Mikroba

Menghitung jumlah koloni mikroba dengan rumus sebagai

berikut:

koloni mikroba pada agar strip


KK/m3 = x 1000 liter
40 ltr x waktu (menit)

Keterangan:

KK = jumlah koloni mikroba yang terbentuk

40 ltr = Kemampuan alat untuk menghisap udara selama 1 menit

adalah sebanyak 40 ltr.


49

3. Pengukuran Faktor Fisik Pasar

a. Kelembaban

Kelembaban udara diukur menggunakan alat Hygrometer

dekat dengan responden yang diteliti. Cara mengukur kelembaban

sebagai berikut:

1) Sediakan alat Hygrometer

2) Paparkan alat di udara pada titik sampel yang ingin diteliti

3) Tunggu sampai angka stabil

4) Catat hasil pengukuran

b. Ventilasi udara

Ventilasi udara diukur dengan melakukan observasi

langsung dekat dengan titik pengambilan sampel bakteri.

4. Penyebaran Kuesioner Penelitian

Peneliti menyebar kuesioner penelitian kepada penjual yang

berada pada titik pengambilan sampel bakteri dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan faktor perilaku penjual dengan adanya gejala

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selama menjual di Pasar

Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

E. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengambilan sampel bakteri,

kelembaban udara dan ventilasi udara di ruang Pasar Induk Minasa

Maupa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian


50

terdahulu berupa skripsi dan jurnal ilmiah nasional yang berkaitan

dengan penelitian ini.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Uji Laboratorium (sampel lingkungan)

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel

laboratorium dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan

alat bantu komputer.

2. Analisis Data

a. Univariat

Analisa univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil

penelitian, yang bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk

mendeskripsikan hasil uji laboratorium dan kuesioner yang telah

diisi oleh responden dalam bentuk narasi.

b. Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan adanya bakteri Staphylococcus sp dengan kejadian

Infeksi Pernafasan Akut (ISPA) pada penjual di Pasar Induk

Minasa Maupa. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square. Uji
51

Chi square digunakan untuk menganalisa hubungan antara

variabel dependen dan independen.

G. Alur Penelitian

Pengajuan judul penelitian

Penyusunan proposal penelitian

Pelaksanaan seminar proposal

Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan ujian hasil

Pelaksanaan ujian skripsi

Gambar 4.4
Alur Penelitian

H. Organisasi Penelitian

Nama Peneliti : Nuraiska

Nomor Stambuk : 14120170133

Nama Pembimbing :

a. Pembimbing I : Nasruddin Syam, SKM., M. Kes

b. Pembimbing II : Abd. Gafur, SKM., M. Kes


DAFTAR PUSTAKA

Albana, M. M. 2019. Pengaruh Kelembapan Udara terhadap Kegiatan


Rukyatul Hilal: Studi Kasus Rukyatul Hilal di POB Iain Pekalongan.
Skripsi. UIN Walisongo Semarang. Semarang.
Andani, N. D., dan Sasmito, B. 2018. Pengaruh Perubahan Tutupan
Lahan terhadap Fenomena Urban Heat Island dan Keterkaitannya
dengan Tingkat Kenyamanan Termal (Temperature Humidity Index)
di Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip. Vol. 7 No. 3.
Andriani, T. 2018. Peran Pedagang Pasar dalam Pengelolaan Sampah di
Lingkungan Pasar Ciputat (Bachelor's Thesis, Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 2018).
Anwar, S. D. 2019. Asuhan Keperawatan An. R Usia Pra Remaja (12
Tahun) dengan Gangguan Sistem Pernapasan yang Diakibatkan
oleh Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Ruang Rekonfu
Atas Anak Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Polri
Kota Sukabumi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Apriyani, S. A. K. 2020. Literature Review: Hubungan Antara Luas
Ventilasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).
Skripsi. Poltekkes Denpasar.
Azizah, A. N. 2019. Efektivitas Ekstrak Tanaman Handeuleum
(Graptophyllum Pictum L. Griff.) untuk Mengendalikan
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus. Skripsi. FKIP
UNPAS.
Azizah, A., & Nurcandra, F. 2019. Hubungan Higiene Perorangan dan
Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kulit pada
Petugas Pengangkut Sampah Kota Tangerang Selatan Tahun
2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat: Media Komunikasi
Komunitas Kesehatan Masyarakat, 11(1), 126-140.
Dakhoir, A. 2018. Eksistensi Usaha Kecil Menengah dan Pasar
Tradisional dalam Kebijakan Pengembangan Pasar Modern. Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat, 14(1), 31-41
Darmayanti, F. 2019. Hubungan Kualitas Udara dalam Asrama Santriwati
dengan Gejala ISPA di Pondok Pesantren Ar Rahman Palembang
Tahun 2019. Skripsi. Universitas Sriwijaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman
Pemberantasan Penyakit Saluran ISPA. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Faturohman, M. F. 2020. Efektivitas Ekstrak Daun Dadap (Erythrina
Lithosperma Miq) Terhadap Pengendalian Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Aureus. Skirpsi. FKIP UNPAS.
Faturrahman, M. A., dkk. 2019. Deteksi Keberadaan Bakteri
Staphylococcus di Udara dalam Ruangan Pasar Tradisional Kota
Pontianak. Protobiont, 8(2).
Fusvita, A., & Umar, A. 2016. Identifikasi Bakteri Pernafasan Penyebab
Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) Pada Usia Balita di Rumah Sakit
Bahteramas. Jurnal Analis Kesehatan Kendari, 1(1), 40-46.
Fikri, B. A. 2016. Analisis Faktor Risiko Pemberian ASI dan Ventilasi
Kamar terhadap Kejadian Pneumonia Balita. Indonesian Journal of
Public Health, 11(1), 14-27.
Gafur dkk. 2020. Modul Penuntun Praktikum. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Gunawan, M. R., dkk. 2020. Pendidikan Kesehatan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Posyandu Anggrek 7 Gg. Mawar
Kemiling Bandar Lampung. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada
Masyarakat (PKM), 3(1), 74-79.
Haslinda, A. N. 2017. Analisis Tingkat Permintaan Daging Ayam Ras
Pedaging Di Pasar Tradisional Sungguminasa dan Pasar Sentral
Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Skripsi. UIN Alauddin
Makassar.
Hadiati, L. 2017. Analisis Kualitas Udara Wilayah Binaan UPT Puskesmas
Griya Antapani Bandung Berdasarkan Koloni Mikroba. Sehat
Masada, 11(1), 81-86.
Hrp, M. A. 2018. Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien (O3, So2, No2
dan Pm10) dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) di Kota Pekanbaru Tahun 2014-2017.
Khumaidah, N. 2019. Analisis Ketersediaan Obat untuk Penyakit ISPA:
Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Khoiriyah dkk., 2019. Hubungan Intensitas Pencahayaan, Kelelahan Mata
dan Gangguan Ketajaman Penglihatan pada Pekerja Bagian
Inspecting Pt. Tekstil X. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal).
Vol. 7 No. 4.
Kurnia, F. I. & Suryono, H. 2017. Manajemen Pengaturan Ruang
Penyimpanan Dingin dan Keluhan Cold Stress pada Perusahaan
Es Krim Surabaya Tahun 2017. Gema Lingkungan Kesehatan.
Vol 15 No. 3.
Lestari, N. A. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Bakteri di
Udara pada Kamar Rusun Untan Kota Pontianak. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Mahendra, A. 2020. Hubungan Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), Pengetahuan, Masa Kerja, Lama Penyemprotan dan
Frekuensi Penyemprotan Pestisida Terhadap Kadar Kolinestrase
Pada Petani Sayur di Desa Tanjung Raya Kecamatan Way Tenong
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2020. Skripsi. Poltekkes
Tanjungkarang.
Meliala, R. M. 2018. Sikap Metro Tv dalam Persaingan Pasar
Oligopoli. Jurnal Akrab Juara. 3(3), 38-52.
Mualifah, A. K., dkk. 2017. Analisis Sistem Pencahayaan di Ruang Sipil
atau sarana dengan SNI Nomor 03-6575-2001 tentang
Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan PT X Gresik. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal). Vol. 3 No. 3.
Mulyati, S. 2020. Analisis Tingkat Pencahayaan, Suhu dan Kelembaban di
Industri Rumah Tangga (IRT) Kerupuk Baruna di Kelurahan Kebun
Tebeng Kota Bengkulu. Journal Of Nursing And Public Health.
Vol. 8 No. 1.
Nainggolan, K. 2019. Gambaran Peresepan Antibiotik Untuk Pengobatan
ISPA di Instalasi Farmasi Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan.
Noerfasya, D. M. 2018. Uji Salep Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale
Var. Rubrum) Terhadap Potensi Bakteri Staphylococcus aureus.
Skripsi. FKIP UNPAS.
Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka
Cipta.
Nur, I. A. 2020. Daya Hambat Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Skripsi.
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.
Nuzuldin, M. 2017. Interaksi Sosial Pedagang Sayur di Pasar Induk
Minasa Maupa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020
tentang Pasar Sehat. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Jakarta.
Putra, Y., & Wulandari, S. S. 2019. Faktor Penyebab Kejadian
ISPA. Jurnal Kesehatan. 10(1), 37-40.
Putri, A. E. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Orang Dewasa di Desa Besuk Kecamatan Bantaran
Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media
Husada, 6(1), 1-10.
Putriyani., G. A. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Penyakit ISPA pada Balita di Desa Sidomulyo Wilayah Kerja
Puskesmas Wonoasri Kabupaten Madiun. Skripsi. Stikes Bhakti
Husada Mulia.

Rahayu, A. A. P. 2019. Korelasi Kepadatan Pengunjung Terhadap Jumlah


Koloni Mikroba Udara di Pasar Tradisional Kota Malang Sebagai
Sumber Belajar Biologi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Malang.

Ramadhan, M. S. 2018. Hubungan Keberadaan Bakteriologis Udara


terhadap Kondisi Ruangan di Ruang Kuliah Mahasiswa S1 Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Riazy, H. G. 2019. Faktor-Faktor Lingkungan Hunian yang Berhubungan


dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Rawat Inap
Bumi Daya Palas Lampung Selatan Tahun 2019. Skripsi. Poltekkes
Tanjungkarang. Lampung.

Sandy, D. A. 2017. Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari terhadap


Perubahan Suhu, Kelembaban Udara dan Tekanan Udara. Skripsi.
Universitas Jember. Kota Jember.

Sari, A. W. 2017. Kualitas Mikrobiologi Udara dan Identifikasi Jenis


Mikroorganisme pada Lantai Ruang Intensive Care Unit (ICU) di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar
Lampung.
Sulaiman, R. 2019. Kehidupan Sehari-Hari Masyarakat Paska
Pembangunan Flyover (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima Pasar
Peterongan Sumombito Jombang). Skripsi. Doctoral Dissertation,
University Of Muhammadiyah Malang.

Tongkukut, S. H. 2016. Analisis Tingkat Pencahayaan Ruang Kuliah


dengan Memanfaatkan Pencahayaan Alami dan Pencahayaan
Buatan Klorofil. Jurnal MIPA. Vol. 5 No. 2.
Utami, U., dkk. 2017. Hubungan Lama Kerja, Sikap Kerja dan Beban Kerja
dengan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) pada Petani Padi di
Desa Ahuhu Kecamatan Meluhu Kabupaten Konawe Tahun
2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol 2 (6).

Vindrahapsari, R. T. 2016. Kondisi Fisik dan Jumlah Bakteri Udara pada


Ruangan AC dan Non AC di Sekolah Dasar (Studi Sekolah Dasar
Sang Timur Semarang). Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang.

Yul, D. 2018. Analisis Partisipasi Kaum Istri dalam Meningkatkan


Perekonomian Keluarga Menurut Pandangan Islam pada Pedagang
di Pasar Induk Minasamaupa, Sungguminasa Kab. Gowa. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Makassar.
No :
Titik :

KUESIONER PENELITIAN
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

No I. Identitas Responden
1 Nomor responden
2 Nama responden
3 Jenis Jualan
4 Umur
5 Jenis kelamin a. Laki-laki
b. perempuan
II. Perilaku Responden
6 Berapa lama (jam) anda berada di
pasar dalam sehari?
7 Berapa tahun anda berjualan di
Pasar ?
8 Apakah anda selalu memakai APD a. Ya
masker saat berjualan di pasar?
b. Tidak
III.Data Kesehatan
9 Gangguan pernafasan apa saja a. Batuk
yang pernah anda alami selama b. Bersin
berjualan di pasar? c. Pilek
d. Sesak nafas
e. Hidung tersumbat
f. Demam
g. Sakit kepala
h. Nyeri otot
i. Nyeri dada
j. Sakit tenggorokan
k. Lainnya sebutkan
............................
No :
Titik :

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN


PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

No I. Bakteri Udara

1 Jenis Bakteri

2 Total Bakteri

3 Total bakteri Staphylococcus Sp

II. Faktor Fisik Lingkungan

4 Kelembaban Udara

5 a. Memenuhi syarat
Kondisi Ventilasi
b. Tidak memenuhi syarat

III. Faktor Perilaku Penjual

6 a. Sesuai
Cara memakai masker
b. Disampirkan ke dagu
c. Digantungkan ke leher
7 a. Masker N95
Jenis masker
b. Masker bedah
c. Masker kain

Anda mungkin juga menyukai