Oleh:
dr. Coryza Gabrie Tan
Komisi pembimbing : 1. Dr. dr. Ferryan Sofyan, Sp. T.H.T.B. K.L.SubSp. Rino
(K), M.Kes
2. dr. Siti Nursiah, Sp.T.H.T.B.K.L.SubSp. Rino(K)
3. dr. Jamaluddin, Sp. PA
Komisi penguji : 1.
2.
Konsultan penelitian : Dr. dr. Taufik Ashar, MKM
Hari/ tanggal : Selasa, 07 Februari 2023
Jam : 08.00 wib
Tempat : Ruang pertemuan Poli THT Lt IV. RSUP HAM Medan
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 4
1.3.1. Tujuan Umum........................................................... 4
1.3.2. Tujuan Khusus.......................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian................................................................ 5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 43
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 6. Temuan patologis pada nasal sitologis pada kasus rinitis alergi,
dapat dijumpai sel neutrofil, eosinofil, limfosit dan sel mast
..........................................................................................20
iii
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
suatu permasalahan global dan telah diteliti bertahun-tahun. Paparan suatu zat
tertentu dapat memicu atau menjadi suatu faktor risiko untuk terjadinya suatu
karsinogenik kelas 1 memiliki arti sebagai suatu agen tersebut memiliki bukti
yang cukup dapat menyebabkan kanker baik pada manusia maupun hewan coba
(IARC., 2022). Pada berbagai penelitian telah ditemukan bahwa debu kayu
al., 2019), rinitis (Aguwa et al., 2007), rinosinusitis (Clarhed et al., 2020),
gangguan sistem pernapasan (Aguwa et al., 2007; Fentie et al., 2019) dan
Debu kayu terdiri tiga kategori yakni total, inhalable dan respirable.
Dikatakan sebagai inhalable apabila partikel debu kayu tersebut memiliki ukuran
sekitar 4-100µm dan dikatakan sebagai respirable apabila partikel debu kayu
berukuran dibawah 4µm. Partikel yang bersifat respirable ini dapat masuk
kedalam saluran napas bagian bawah dan kontak dengan makrofag alveolar.
1
2
Sekitar 6-75% dari total debu kayu aerosol merupakan tipe respirable (Kargar-
sensitisasi dan iritatif (Schlünssen et al., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh
Mogal et al (2022) pada 100 orang penggergaji kayu dan 100 orang sehat
menemukan bahwa kadar IgE didalam darah pada penggergaji kayu secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan orang sehat yang tidak terkena paparan debu
kayu (290,90 ± 39,49 vs 120,95 ± 23,0, p < 0,001). Penelitian terkini terkait
perubahan sitologi mukosa hidung dengan paparan debu kayu masih sangat
terbatas.
kira-kira sama dengan debu organik lainnya (seperti debu biji-bijian dan debu
kapas), yang melibatkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel inflamasi dan
epitel. Asumsi ini sebagian didukung oleh fakta bahwa tingkat rinitis yang jauh
lebih tinggi tercatat di antara pekerja yang terpapar debu kayu daripada kontrol
yang tidak terpapar (Staffeieri et al., 2015). Terdapat beberapa laporan kasus
rinitis okupasional pada pekerja yang sering terpapar debu kayu (Pala et al., 2010;
Eire et al., 2006; Hernandez et al., 1999). Umumnya risiko terjadinya rinitis ini
terjadi pada seseorang yang memiliki paparan lama terhadap debu kayu (> 8 jam)
dan usia lebih tua (Nayoan, Thalib., 2022). Diperkirakan prevalensi rinitis
dan 40 orang tanpa paparan debu kayu (kontrol), didapatkan bahwa secara
dibanding kontrol (p = 0,0007). Selain itu pada penelitian tersebut juga didapat
bahwa pada pekerja kayu secara signifikan lebih banyak ditemukan neutrofil (p <
0,00001) dan limfosit (p = 0,02) dibanding kontrol dari hasil spesimen nasal
korelasi baik dengan biopsi mukosa (Cockcroft et al., 2020). Penelitian lain
dengan sitologi hidung dilakukan (Begvarfaj, Elona et al., 2022) yaitu pada
pekerja pembuat keramik. Kim et al., 2016 melakukan penelitian untuk menguji
paparan debu kayu terhadap mukosa hidung pada pekerja kayu menggunakan
bagaimana efek paparan debu kayu terhadap mukosa hidung pada pekerja kayu?
Mengetahui efek paparan debu kayu terhadap mukosa hidung pada pekerja
kayu.
nasal brushing
nasal brushing
brushing
nasal brushing
5
2. Sebagai bahan rujukan penelitian terkini terkait sitologi mukosa hidung pada
RSUP HAM
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
oleh struktur tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh otot dan kulit.
Adapun bagian hidung yang terlihat dari luar terdiri dari: (1) pangkal
hidung (nasal bridge/root of nose), (2) batang hidung (dorsum nasi), (3)
puncak hidung (tip), (4) ala nasi, (5) kolumela dan (6) lubang hidung
dan berlanjut ke nasofaring. Kavum nasi dibagi menjadi dua, kanan dan
6
7
lateral, dinding medial, atap dan lantai. Bagian yang berada tepat di bawah
ala nasi dinamakan vestibulum yang dilapisi kulit dan memiliki kelenjar
folikel rambut dan rambut yang disebut vibrissae (Dhingra et al., 2018).
Pada bagian media ringga hidung terdapat septum nasi. Pada atap
bagian anterior dibentuk oleh tulang nasal, bagian posterior dibentuk oleh
dari badan tulang sfenoid dan bagian medial horizontal dibentuk oleh
berperan untuk menyesuaikan udara yang dihirup. Epitel yang melapisi bagian
turbinate dilapisi oleh sel epitel (sel olfaktorius). Sel olfaktorius ini berperan
sebagai kemoreseptor untuk merasakan bau. Terdapat lima sel epitel utama pada
goblet cells, brush cells, small granule cells dan basal cells (dapat dilihat pada
menghadapi berbagai substansi yang terhirup secara terus menerus. Sebuah sistem
Setiap sel epitel respiratorius memiliki sekitar 200 silia per sel (Scherzad et al.,
2019). Bekerjasama dengan sel silia, sel goblet dan sel kelenjar seromukosa
menghasilkan mukus yang menyelimuti sel silia dan mukus ini akan
memerangkap iritan, mikroba dan partikel lain dan terbuang oleh sel silia (Rosen,
Pletcher., 2022).
serta imunoglobulin A (IgA) (Rosen, Pletcher., 2022). Sel imun yang sering
dijumpai pada nasal mukosa yakni neutrofil, sedangkan sel mast, basofil,
makrofag, eosinofil dan limfosit sangat jarang dijumpai (Zhang et al., 2014).
dari tanaman gymnosperm yang tunas bijinya tidak ditutupi oleh ovula dan
al., 2019).
Tipe kayu hardwood memiliki struktur yang lebih tebal dan lebih
dari softwood. Jumlah serta ukuran dari partikel debu juga bergantung dari
lain, dan persentase zat-zat ini akan berbeda-beda antar spesies pohon
yang digunakan (Vallières et al., 2015). Pada debu kayu juga terdapat
senyawa organik non-polar seperti asam lemak, asam resin, lilin, sterol,
gliserida, alkohol dan steril ester; zat organik polar seperti tanin,
flavonoid, kuinon dan lignan; serta zat larut air seperti karbohidrat,
terpapar dengan formaldehid, dengan paparan besar pada pekerjaan yang terkait
kayu (Siew et al., 2012). Diperkirakan paparan debu kayu terbesar berada di
sektor konstruksi dan furnitur dengan kadar paparan tinggi yakni lebih dari 5
11
mg/m3 (IARC., 2012). Pada debu kayu dapat ditemukan banyak kontaminasi
itu, pada debu kayu juga dapat ditemukan beberapa zat kimia berbahaya yang
karsinogenik kelas I. Debu kayu dikaitkan dengan terjadinya kanker pada saluran
napas atas seperti kanker sinonasal dan nasofaring (IARC., 2022). Mekanisme
debu kayu ini dalam menyebabkan suatu kanker diduga berasal dari dua
pembentukan senyawa oksidan oleh debu partikel itu sendiri dan mekanisme
penyakit lainnya seperti rinitis, asma, dermatitis iritan. Debu kayu juga dapat
menyebabkan penurunan fungsi paru dan gangguan mata (Jacobsen et al., 2021;
Osama, Pala., 2009; Aguwa et al., 2007). Diperkirakan kejadian rinitis pada
sebagai penyakit inflamasi pada nasal dengan karakteristik gejala persisten atau
Agen penyebab rinitis okupasional dapat dibagi menjadi dua yakni high
(LMWCs) (gambar 2.3). HMWCs berasal dari protein hewani atau dari tanaman.
IgE. Contoh HMWCs adalah lateks, tepung, debu biji-bijian, bulu binatang, dan
debu tungau. Pada LMWCs memiliki ukuran kecil sehingga tidak bersifat
dimediasi IgE. Oleh sebab itu, untuk isolasi LMWCs pada kulit dan serum IgE
sulit dilakukan. Contoh LMWCs adalah garam platinum, asam anhidrida, pewarna
bersifat memediasi IgE, sedangkan agen aerosol seperti debu kayu, asap
tembakau, pewangi dan pelarut bersifat iritatif (Chan., 2014; Vandeplas et al.,
2020).
13
beberapa agen LMW dapat menciptakan sensitisasi sistem imun adaptif dengan
bertindak sebagai hapten dengan membentuk ikatan dengan protein seperti keratin
atau albumin. Kompleks hapten-protein ini dikenali oleh sel dendritik dan
selanjutnya dipresentasikan ke sel CD4+ naif untuk memulai respon imun. Sebagai
contoh pada garam platinum dan asam anhidrat dapat memicu rinitis dan asma
dengan menginduksi pembentukan antibodi IgE spesifik. Dari hasil skin prick test,
14
Agen LMW lain seperti isosianat, debu kayu, dan akrilat tidak memicu
serupa. Proses pencetusan peradangan pada nasal mukosa ini diduga bermula dari
agen LMW yang mengalami proses penelanan oleh sel dendritik dan agen tersebut
Ikatan agen-MHC-1 ini akan dikenali sel limfosit CD8+. Ada juga teori lain bahwa
agen LMW ini memicu diferensiasi dari sel CD4+ menjadi sel subset Th1 atau Th2
yang akan memicu produksi sitokin seperti interferon-γ (IFN- γ), interleukin-4
inflamasi. Proses inflamasi ini serupa pada agen yang memicu IgE dan non-IgE
dan hal ini ditandai adanya peningkatan sel eosinophil, neutrophil, mast, dan
limfosit dimukosa nasal (Hox et al., 2014). Hal ini mungkin yang mendasari
dan berdiferensiasi menjadi sel silia dan sel goblet pada area yang mengalami
cedera. Selain itu, sel epitel dapat mengalami dediferensiasi menjadi sel
digambarkan proses ini terjadi secara cepat menuju kearah fenotip sel
mesenkimal. Sel epitel yang sedang dalam proses EMT akan kehilangan
kepolaran sel-sel dan sifat adhesi sehingga sel tersebut dapat bermigrasi. Proses
ini juga sering menyebabkan down regulation dari junctional protein seperti E-
15
cadherin dan sementara itu terjadi modulasi sitoskeleton sel dan sel epitel tersebut
akan memiliki ciri-ciri sel mesenkimal. Seluruh proses ini akan menyebabkan
gangguan perbaikan dan akan memicu hiperplasia sel goblet dan basal yang
biasanya terjadi pada penyakit saluran napas atas kronik (Toppila-Salmi et al.,
2015).
Pada akhir tahun 1800-an, oleh Gollash dan Von Mihalkovics merupakan
Gambaran yang didapatkan berupa sejumlah sel eosinofil yang berasal dari sekret
nasal dari pasien yang memiliki asma dan diduga sel tersebut menjadi kunci dari
keberadaan eosinofil yang juga berasal dari sekresi nasal pasien yang mengalami
alergi. Meskipun patogenesis dari reaksi alergi masih banyak perlu diteliti, namun
para peneliti tersebut meyakini bahwa kelompok dari suatu sel memiliki
kontribusi pada berbagai penyakit pada hidung (Gelardi et al., 2012; Gelardi et
al., 2016).
dari temuan bahwa pada orang yang sehat, mukosa nasal disusun oleh populasi sel
epitel respiratorius, sel mukus, sel basal dan neutrofil (gambar 2.4). Apabila ada
dijumpai sel eosinofil, sel mast, biofilm, spora dan jamur pada nasal sitologi dapat
melakukan pemeriksaan nasal sitologi, hal ini akan sangat berguna untuk
mendeteksi dan menghitung jumlah populasi sel didalam mukosa nasal dalam
16
waktu cepat dan hal ini akan lebih baik dalam 7membedakan berbagai kondisi
patologis dan juga evaluasi berbagai efek stimulus (alergen, infeksi, iritan) atau
Beberapa karakteristik dari sel epitel nasal yang normal adalah sebagai
Sel ini merupakan sel yang paling dapat dibedakan dan terbanyak di antara
berbagai tipe sel yang ada di rongga nasal. Bentuk sel ini seperti poligonal
(banyak sisi). Sel ini memiliki ciri khas yakni silia dalam jumlah banyak
(150-200 silia) dibagian puncak nukleus sentral. Pada bagian basal sel
dari fungsi normal, dan apabila ada pengurangan akan hal tersebut umumnya
inflamasi. Gambar sel epitel bersilia dapat dilihat pada gambar 2.4A.
Sel goblet
Sel ini merupakan kelenjar uniseluler yang terletak diantara sel epitel
respiratorius. Sel ini menghasilkan mucin yang bila kontak dengan air akan
menghasilkan mukus. Pada permukaan sel ini dijumpai banyak mikrovili dan
lubang kecil yang disebut stoma. Stoma ini merupakan granula mucin yang
dibagian atas sel. Sel ini memiliki peranan untuk membantu membersihkan
mukosa saluran napas. Gambaran sel goblet dapat dilihat pada gambar 2.4B.
Striated cell
Sel ini memiliki bentuk kolumnar dengan nukleus pada bagian bawah dan
pada bagian atas memiliki banyak mikrovili serta mikrofilamen. Peranan sel
ini masih belum diketahui, hanya ada dugaan bahwa sel ini merupakan
progenitor dari sel silia dan sel goblet. Gambaran sel ini dapat dilihat pada
gambar 2.4C.
Sel basal
Sel ini memiliki ukuran paling kecil diantara semua sel lainnya. Sel ini hanya
terletak dibagian basal saja dan tidak menyentuh permukaan mukosa nasal.
nukleus sel ini memiliki karakteristik hiperkromatik dan cukup besar bila
progenitor dari sel goblet dan sel silia. Gambaran sel ini dapat dilihat pada
gambar 2.4D.
18
B
A
C D
Neutrofil
Sel neutrofil merupakan sel imun tipe granulosit yang memiliki tiga atau
lebih lobus nukleus dengan granula spesifik warna merah mudah pucat
defensin. Sel neutrofil yang teraktivasi juga berperan dalam memicu respon
2018).
Gambar 2. 5. Gambaran sitologi nasal yang normal dengan sel epitel bersilia
(C) dan beberapa neutrofil (N) dapat dijumpai (Gelardi et al., 2016)
Eosinofil
Sel eosinofil merupakan bagian dari sel leukosit yang memiliki karakteristik
dua lobus (bilobus), ukuran seperti neutrofil, dan memiliki granul spesifik
berwarna merah gelap dan berukuran besar. Sekitar 50% granula pada
eosinofil disusun oleh major basic proteins (MBP), sebuah faktor kaya
arginin. Bersama dengan MBP, peroksidasi, toksin dan enzim lain, eosinofil
respon inflamasi dengan melepas kemokin, sitokin dan mediator lipid yang
dipicu oleh alergi. Jumlah sel eosinofil yang beredar di sirkulasi akan
20
Limfosit
Sel tipe agranulosit dengan ukuran paling kecil dan nukleus yang berbentuk
limfosit. Limfosit terbagi atas beberapa kelas besar yakni limfosit B, limfosit
T, dan natural killer cells. Limfosit yang matur dapat dibagi menjadi
disebut sebagai cluster differentiation (CD marker). Hal ini dapat dibedakan
Sel mast
Sel mast memiliki karakteristik oval atau bentuk tidak beraturan, memiliki
granula basofilik dan sering mengaburkan nukleus sentral. Sel mast berfungsi
Gambaran sel mast pada nasal sitologi dapat dilihat pada gambar 2.6.
21
Gambar 2. 6. Temuan patologis pada nasal sitologis pada kasus rinitis alergi,
dapat dijumpai sel neutrofil, eosinofil, limfosit dan sel mast
(Gelardi et al., 2016)
perangkap bagi bakteri dan partikel lain agar bisa dibuang melalui
mucociliary clearance. Pada kondisi patologis nasal, sel silia yang mengalami
meningkatkan produksi mukus dan hal ini akan menjadi stagnasi endonasal.
inflamasi berulang.
nasal dengan karakteristik penurunan drastis jumlah sel epitel bersilia dan
menunjukkan proliferasi sel, dalam hal ini peningkatan jumlah sel goblet.
Pada uji mencit yang mengalami asma, terdapat peningkatan drastis sel goblet
setelah sensitisasi, sementara jumlah sel epitel per unit luas permukaan
laminal basal tetap konstan. Perubahan ini diikuti penurunan 25% sel epitel
silia sehingga hal ini menyiratkan bahwa terjadi perubahan sel epitel silia
menjadi sel goblet. Kondisi mukus metaplasia ini memiliki peranan penting
akan meningkatkan pembuangan (clearance) dari sel mati dan patogen untuk
hilang, sel goblet akan mengalami apoptosis dan digantikan kembali oleh sel
Rinitis alergi
Pada pasien yang mengalami rinitis alergi dan mendapat stimulasi secara
alami atau melalui nasal provocation test akan mengalami respon segera
berupa fase awal (yang dimediasi histamin) dan fase akhir berupa keterlibatan
sel peradangan. Dari segi mikroskopik, respon selalu menunjukkan adanya sel
inflamasi (eosinofil, sel mast, limfosit dan neutrofil) dihidung, yang diikuti
kongesti nasal, bersin, mata berair). Ketika kondisi paparan alergen dalam
dosis rendah namun secara terus menerus seperti pada perennial rhinitis dapat
memiliki ciri-ciri adanya infiltrasi menetap dari neutrofil dan sangat sedikit
Pada kasus rinitis alergi musiman, hasil dari nasal sitologi bergantung dari
pada saat atau waktu pemeriksaan dilakukan (misalnya saat selama atau
saat musim paparan alergen, pada nasal sitologi dapat dijumpai neutrofil,
Rinitis non-alergi
Ketika kondisi rinitis persisten kronik tidak terkait dengan adanya bukti
sel inflamasi dan akan membantu dalam penentuan pengobatan yang tepat
oleh sel mast dan eosinofil, pemberian steroid intranasal dan/atau histamin
sangat dominan (5% - >20%), gambar 2.9A. Pada kondisi lain seperti
juga didapatkan komponen sel mast (> 10% total sel nasal), gambar 2.9B.
Tipe lain yakni non-allergic rhinitis with mast cells (NARMA) didapatkan
karakteristik hanya berupa infiltrasi sel mast (> 10% total sel nasal), gambar
dijumpai infiltrasi neurofil (> 50% total sel nasal) tanpa adanya kolonisasi
Jumlah tiap tipe sel dinyatakan sebagai persentase dari keseluruhan total
sel (termasuk sel epitel bersilia dan sel musin) (tabel 2.1). Metode
perhitungan ini dapat digunakan untuk melaporkan hasil dalam suatu studi
26
Normal 0 0 0-1+ 0 0
Rinitis alergi 2+ sd 4+ 2+ sd 4+ 2+ sd 4+ 0 0
NARES 2+ sd 4+ 0 Variasi 0 0
NARESMA 2+ sd 4+ 2+ sd 4+ Variasi 0 0
NARNE 0 0 3+ sd 4+ 0 0
Common cold 0 0 1+ sd 4+ 0 0
Bakteri 0-1+ 0 3+ sd 4+ 3+ sd 4+ 0
Jamur 0 0 Variasi 0 2+ sd 4+
Atrofi 0 0 Variasi 0 0
Nasal lavage
rongga hidung dan hasil dari bilasan tersebut yang akan diperiksa atau
analisis. Nasal lavage tidak dapat disebut sebagai suatu gold standard untuk
sitologis.
Nasal brushing
28
Sikat kecil (terbuat dari nilon) dimasukkan kedalam meatus media nasal dan
kedalam wadah yang telah berisi 5 mL PBS. Sikat kemudian dikocok kuat-
informasi mengenai sel epitel yang hidup sehingga hal ini menjadikan nasal
Nasal scraping
Dua atau tiga goresan sudah cukup untuk mengambil sampel. Spesimen
kemudian disebar ke slide dan difiksasi selama 1 menit dengan etanol 95%.
Teknik ini dapat memberikan informasi berupa sel epitel yang hidup dan
terkadang dapat dijumpai sel yang dalam keadaan bergerombol. Teknik ini
juga dapat mengevaluasi aktivitas silia ketika diamati dengan mikroskop fase
kontras.
Nasal biopsy
Spesimen biopsi dari mukosa nasal biasanya berasal dari bagian inferior
meskipun teknik ini merupakan baku emas untuk evaluasi secara histologis
tidak ada perbedaan yang signifikan pada 276 pekerja kayu dan 276
kontrol (pekerja kantoran) dari segi gejala nasal kongesti (6,1% vs 5,8%; p
kayu dibanding kontrol (75% vs 62,2%, p = 0,001). Dari segi sel lainnya
lebih banyak dijumpai pada pekerja kayu dibanidng kontrol namun hal ini
kadar paparan debu kayu, tidak dijumpai perbedaan yang signifikan dari
segi gejala nasal, hitung jumlah sel dan keberadaan mikroba atau jamur
30
pada pekerja kayu yang terpapar debu kayu sebanyak ≤ 1 mg/m 3 dengan
nasal sitologi pada 40 pekerja kayu dan 40 kontrol. Penelitian ini juga
segi jumlah hitung sel, secara signifikan lebih banyak ditemukan neutrofil
kontrol. Tidak ada dijumpai perbedaan yang signifikan pada hitung jumlah
sel eosinofil (p = 1,00) dan sel mast (p = 1,00) serta kehadiran bakteri (p
signifikan antara pekerja kayu yang terpapar debu softwood dan hardwood
dari segi hitung jumlah sel neutrofil dan sel mast, bakteri dan gejala nasal.
teknik nasal lavage untuk memeriksa nasal sitologi pada pekerja. Pada
pekerja kayu alami dijumpai proporsi limfosit dan makrofag lebih banyak
neutrofil dan sel epitel lebih banyak dibandingkan grup kedua. Dari segi
gejala, baik dari pekerja MDF (36% vs 0, p < 0,05) dan pekerja kayu alami
31
kontrol.
2
Debu kayu Sensitisasi non-IgE & sensitisasi mediasi IgE
3 1. Gelardi et al (2016) 4
2. Vandeplas et al (2020)
Terjadi infiltrasi sel 3. Small et al (2018)
Reaksi lokal dan aktivasi
inflamasi seperti sel mast, 4. Agnihotri, McGrath (2019)
kanal potensial mukosa nasal
limfosit, eosinofil, 5. Heffler et al (2018)
makrofag ke mukosa nasal
Nasal sitologi
Jenis sel :
METODE PENELITIAN
sectional.
Anatomi RSUP Haji Adam Malik Medan untuk pemeriksaan sitologi hidung dan
brushing. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan februari sampai April tahun
2023.
3.3.1. Populasi
terjangkau adalah pekerja kayu yang bekerja diwilayah Medan pada bulan
34
35
3.3.2. Sampel
Sampel yaitu pekerja kayu yang bekerja diwilayah Medan pada bulan
Kriteria inklusi:
1. Telah terlibat dalam proses pengerjaan kayu paling sedikit selama 1 tahun.
Kriteria Eksklusi:
2. Dari rinoskopi anterior didapati tumor pada rongga hidung yang menutupi
konka inferior
sampling. Besar sampel dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesis
[ ]
2
z ∝ √ 2. pq+ zβ √ p1 q 1+ p 2 q 2
n1= n2=
p 1−p 2
dimana:
p 1+ p 2 0,66+0,26
p = => p = => p = 0,46
2 2
[ ]
2
1,96 √ 2.0,46 . 0,54+0,84 √0,66.0,34 +0,26.0,74
n1=n2 =
0,4
n1=n2 = 23
pekerja kayu dan 23 yang bukan pekerja kayu harus dimasukkan dalam penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini ialah usia, sel epitel bersilia, sel
a. Pekerja kayu
b. Usia
Masehi.
ii. ≥ 38 tahun
c. Pendidikan
Definisi : Sel yang terdapat dirongga nasal dengan bentuk poligonal dan
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
e. Sel goblet
Definisi : Sel kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus dengan ciri sel
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
f. Neutrofil
Defenisi : Sel imun yang memiliki ciri terdapat 3-5 lobus nukleus, granula
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
g. Eosinofil
Defenisi : Sel imun yang dengan ciri nukleus dua lobus (bilobus) dengan
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
h. Basofil
Defenisi : Sel imun yang dengan lobus nukleus berbentuk S atau bilobus
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
i. Sel mast
Defenisi : Sel dengan bentuk oval atau ireguler yang memiliki granula
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
j. Sel Metaplasia
Cara Ukur : Pengamatan dari object glass yang telah berisi spesimen yang
Tidak ada
- Larutan saline
- Object glass
- Pewarna May-Grunwald-Giemsa
Pengambilan spesimen
2. Pada hari berikutnya, peneliti akan datang ke lokasi pekerja kayu untuk
kelainan hidung.
yang steril.
keluar.
Pemeriksaan spesimen
RSUP HAM.
Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk tabel. Variabel
kategorik disajikan dalam bentuk jumlah total dan persentase. Variabel numerik
disajikan dalam bentuk rerata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Uji Chi
square dengan derajat kemaknaan 5%. Apabila data tidak memenuhi kriteria Chi
square (lebih dari 20% sel memiliki nilai expected kurang dari 5), maka akan
Pemeriksaan spesimen ke
Laboratorium Patologi Anatomi
45
46