Oleh :
dr. Albert
Pembimbing :
dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An, KAKV
dr. Fadli Armi Lubis, M.Ked(An), Sp.An
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 3
1.4 Hipotesis ......................................................................................... 3
1.4.1 Hipotesis Mayor ..................................................................... 3
1.4.2 Hipotesis Minor ...................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................... 3
1.5.1 Manfaat untuk Pengetahuan .................................................... 3
1.5.2 Manfaat untuk Penelitian......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemodinamik .................................................................................. 5
2.1.1 Definisi ................................................................................... 5
2.1.2 Konsep Dasar Hemodinamik ................................................... 5
2.1.3 Peran Fungsi Kardiovaskular................................................... 6
2.1.4 Peran Fungsi Saraf Otonom..................................................... 9
2.1.4.1 Pengaruh Saraf Otonom Terhadap Jantung ......................... 11
2.2. Ondansetron ................................................................................... 12
2.2.1 Farmakodinamik ..................................................................... 12
2.2.2 Farmakokinetik ....................................................................... 13
2.2.3 Indikasi Penggunaan ............................................................... 14
2.2.4 Kontraindikasi Penggunaan ..................................................... 15
2.3 Anestesi Spinal ................................................................................ 15
iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Volume Darah dari Berbagai Elemen Sirkulasi Saat Istirahat.........5
Gambar 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curah Jantung ........................8
Gambar 2.3. Inervasi Otonom Jantung ............................................................. 11
Gambar 2.4. Pathway Ondansetron.................................................................. 12
Gambar 2.5. Struktur Kimia Bupivacaine ........................................................ 16
Gambar 2.6. Refleks Bezold-Jarisch ................................................................ 28
Gambar 2.7. Kerangka Konsep ........................................................................ 31
Gambar 2.8. Kerangka Teori ........................................................................... 32
vi
DAFTAR SINGKATAN
1
2
hipotensi dan kolaps jantung via serabut saraf tidak bermielin tipe C yang ujung
sarafnya berada pada ruang jantung (Gao et al., 2015).
Saat ini banyak penelitian sedang meneliti tentang manajemen profilaksis
hipotensi pasca anestesi spinal, karena hingga saat ini baik pemberian terapi cairan
dengan cepat maupun pemberian vasopressor tidak memastikan tidak adanya
kejadian hipotensi intraoperatif. Tujuan preload cairan infus adalah meningkatkan
volume sirkulasi untuk meringankan terjadinya hipovolemia relatif akibat
vasodilatasi yang terjadi karena blok simpatis oleh anestesi spinal. Namun, pada
penelitian Tsai et al dan Liguori ditemukan bahwa preload cairan infus tidak dapat
diandalkan untuk mencegah terjadinya hipotensi pada anestesi spinal (Tsai dan
Greengrass, 2007; Liguori, 2007).
Blok pada simpatis akibat anestesi spinal menyebabkan penurunan
resistensi vaskular sistemik, sehingga menyebabkan penurunan preload dan
terjadinya hipotensi. Penurunan preload menstimulasi kemoreseptor dan
mekanoreseptor pada dinding ventrikel yang juga merupakan serotonin sensitif
yang menstimulasi BJR. Stimulasi reseptor serotonin perifer 5-hydroxytryptamine
(5-HT3) mengaktifkan refleks BJR. Ondansetron merupakan antagonis selektif
reseptor 5-HT3. Reseptor serotonin 5-HT3 ditemukan pada kedua saraf vagal
terminal perifer dan terpusat di zona pemicu kemoreseptor pada area postrema. Saat
ini, ondansetron merupakan obat yang sedang populer dan diyakini dapat mencegah
hipotensi dan bradikardia pada pasien yang memperoleh anestesi spinal dengan
meningkatkan preload, meningkatkan tekanan resistensi vaskular dan
meningkatkan curah jantung (Tubog, Kane dan Pugh, 2017).
Berdasarkan penjelasan dan penelitian diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti efektivitas ondansetron terhadap kejadian hipotensi dan bradikardia pasca
anestesi spinal.
1.4 Hipotesis
1.4.1 Hipotesis Mayor
Ondansetron efektif dalam mencegah hipotensi dan bradikardi paska
anestesi spinal.
intervensi lainnya yang dapat mencegah kejadian hipotensi dan bradikardia pasca
anestesi spinal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemodinamik
2.1.1 Definisi
Hemodinamik berhubungan dengan sifat mekanik dan fisiologis yang
mengendalikan tekanan darah dan aliran darah dalam tubuh. Parameter utama yang
digunakan dalam pengobatan klinis untuk menggambarkan aliran darah melalui
sirkulasi sistemik adalah cardiac output (CO), yang merupakan total volume darah
yang dipompa oleh ventrikel permenit. Untuk membandingkan CO di antara
individu-individu dengan berbagai ukuran, cardiac index (CI) digunakan. Hukum
Frank-Starling membantu jantung menyesuaikan CO dengan umpan balik vena.
Sementara perubahan dalam aliran balik vena menyebabkan ventrikel bergerak
sepanjang kurva Frank-Starling tunggal, perubahan kontraktilitas dan afterload
menyebabkan jantung bergeser ke kurva Frank-Starling yang berbeda (Faber dan
Stouffer, 2016).
Gambar 2.1. Volume darah dari berbagai elemen sirkulasi pada saat istirahat
(Bell, 2007).
5
6
tekanan hidrostatik, yang merupakan tekanan isotropik dan memiliki satuan gaya
per satuan luas. Namun, tekanan dapat dianggap sebagai energi mekanik internal
per satuan volume. Dengan menekan darah, jantung yang memompa memberinya
energi internal untuk mendorong gerakannya melalui sirkulasi. Dalam arti luas,
istilah "aliran" mengacu pada gerakan cairan seperti darah. Lebih khusus, "velositas
aliran" mengacu pada kecepatan fluida pada titik tertentu dan memiliki dimensi
jarak per waktu, dan "(volume) laju aliran" mengacu pada jumlah darah yang
melewati posisi tertentu sepanjang pembuluh darah dan memiliki satuan volume
per waktu (Secomb, 2017).
Dalam analogi ini, tekanan pada suatu titik dalam sirkulasi sesuai dengan
tegangan V (energi per satuan muatan) pada suatu titik dalam suatu rangkaian, dan
laju aliran volume sesuai dengan arus per satuan waktu) dalam sirkuit. Untuk
elemen resistif dalam suatu rangkaian, resistansi R sesuai dengan hukum Ohm oleh
R = V / I di mana V adalah tegangan melintas elemen. Ini mengarah pada konsep
resistensi aliran viskositas pembuluh darah, didefinisikan sebagai rasio penurunan
tekanan Δp dengan laju aliran volume T (Secomb, 2017).
Konsep resistensi aliran juga dapat diterapkan pada sirkulasi perifer secara
keseluruhan, dianggap sebagai resistansi tunggal, di mana Total Peripheral
Resistance (TPR) adalah resistensi perifer total, Mean Arterial Pressure (MAP)
adalah tekanan arteri rata-rata, Central Venous Pressure (CVP) adalah tekanan
vena sentral dan CO adalah output jantung. MAP sering didefinisikan sebagai 2/3
dari tekanan darah diastolik ditambah 1/3 dari tekanan sistolik, yang memberikan
perkiraan terhadap rata-rata waktu tekanan arteri. Resistensi perifer total tergantung
pada sifat geometrik sistem pembuluh darah, termasuk efek tonus pembuluh darah
pada diameter pembuluh darah, dan pada sifat aliran darah. Ini menentukan tekanan
yang harus dihasilkan jantung kiri untuk memberikan tingkat output jantung
tertentu (Secomb, 2017).
tubuh. Depolarisasi otonom yang berasal dari kumpulan sel-sel yang menghasilkan
potensial listrik yang disebut dengan nodus sinoatrial [Sinoatratrial (SA) node]. SA
node terletak di atrium kanan dengan muara vena cava superior (Hardisman, 2013).
Impuls listrik yang dihasilkan oleh SA node akan dialirkan ke seluruh otot-
otot jantung (miokardium) sehingga menyebabkan kontraksi. Gerakan penyebaran
impuls ini diatur sesuai dengan siklus kerja jantung. Pertama impuls dialirkan
langsung ke otot-otot atrium kiri dan kanan sehingga menyebabkan kontraksi
atrium. Atrium kanan yang berisi darah yang diberikan dari sistim vena sitemik
akan dipompakan ke ventrikel kanan, dan darah pada atrium kiri yang berasl dari
darah (vena pulmonalis) akan dialirkan ke ventrikel kiri. Selanjutnya impuls
diteruskan ke ventrikel melalui sistim konduksi nodus atrioventrikuler
[Atrioventrikular (AV) node], terus ke atrioventricular (AV) bundle dan oleh
serabut purkinje ke sel-sel otot ventrikel jantung. Impuls listrik yang ada di
ventrikel menyebabkan depolarisasi dan selanjutnya menyebabkan otot-otot
ventrikel berkontraksi. Kontraksi ventrikel inilah yang dikenal sebagai denyut
jantung. Denyut ventrikel kanan akan mengalirkan darah ke pelepasan oksigen dan
pelepasan karbondioksida, dan denyut ventrikel kiri akan mengalirkan darah ke
seluruh tubuh melalui aorta. Denyut jantung yang berasal dari depolarisasi SA
berjumlah 60-100 kali permenit, dengan rata-rata 72 kali per menit (Hardisman,
2013).
Kontraksi ventrikel saat mengeluarkan darah dari jantung disebut sebagai
fase sistolik atau ejeksi ventrikuler. Jumlah darah yang dikeluarkan dalam satu kali
lipat pada fase ejeksi ventrikuler disebut sebagai ‘volume sekuncup’ atau stroke
volume, dan pada dewasa rata-rata sebanyak 70 ml. Dengan jumlah kontraksi rata-
rata 72 kali per menit, maka dalam satu menit jumlah darah yang telah melewati
dan dipompakan oleh jantung sekitar 5 liter, yang disebut sebagai curah jantung
(cardiac output). Secara matematis fisiologis dapat dirumuskan sesuai gambar
(Hardisman, 2013).
8
Keterangan:
DO2 : Oxygen Delivery (kapasitas pengangkutan oksigen ke jaringan)
CO : Cardiac Output (curah jantung)
CaO2 : Arterial Oxygen content (kandungan oksigen dalam arteri)
PaO2 : Tekanan Parsial Oksigen Arteri
SaO2 : Saturasi Oksigen.
2.2 Ondansentron
2.2.1 Farmakodinamik
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5-HT3 selektif. Reseptor serotonin
tipe 5-HT3 ditemukan pada kedua saraf vagal terminal perifer dan terpusat di zona
pemicu kemoreseptor pada area postrema. Kemoterapi sitotoksik berhubungan
dengan pelepasan serotonin dari sel-sel enterochromaffin dari usus kecil. Pada
manusia, ekskresi 5-HIAA (asam 5-hydroxyindoleacetic) urin meningkat setelah
pemberian cisplatin secara paralel dan menimbulkan emesis. Pelepasan serotonin
13
dapat menstimulasi aferen vagal melalui reseptor 5-HT3 dan memulai refleks
muntah (FDA, 2011).
Reseptor 5-HT3 pada saluran gastrointestinal mengaktivasi sensasi nyeri
aferen melalui neuron sensoris ekstrinsik dari usus ke medulla spinalis dan susunan
saraf pusat. Inhibisi reseptor 5-HT3 gastrointestinal aferen dapat mengurangi
sensasi visceral aferen yang kurang nyaman, termasuk mual dan nyeri. Blokade
pada reseptor 5-HT3 sentral mengurangi respon sentral terhadap stimulasi visceral
aferen (Katzung, 2018).
Ondansetron bekerja pada sentral dan perifer untuk mencegah dan sebagai
tatalaksana mual dan muntah. Efek sentralnya dimediasi oleh efek antagonis
reseptor serotonin 5-HT3 di area postrema. Area postrema, yang terletak di dasar
ventrikel empat mengandung “chemoreceptor trigger zone.” Zona ini sensitif pada
neurotransmitter seperti serotonin, toksin, dan sinyal-sinyal lainnya, serta
memegang peranan dalam memediasi sensasi mual dan muntah. Ondansetron juga
memiliki efek ke perifer melalui kerjanya pada nervus vagus. Ondansetron bekerja
pada reseptor 5-HT3 yang dapat ditemukan pada terminal nervus vagus. Reseptor-
reseptor ini berlokasi di perifer sebagai kemoreseptor jantung dan pada aferen vagal
jantung. Di nukleus traktus solitarius, aktivasi reseptor 5-HT3 memblok
kemorefleks bradikardia dan menginhibisi barorefleks serta respon refleks Bezold
–Jarisch. Pada nukleus motor vagal dorsal, area batang otak lain yang mengandung
nervus vagus servikalis, aktivasi dari reseptor 5-HT3 memediasi eksitasi nervus
vagus servikalis. Pada saluran gastrointestinal, nervus vagus dapat mendeteksi
pemicu mual dan muntah, seperti iritan lambung, dan kemudian membentuk sinaps
dengan nukleus trraktus solitarius di batang otak, yang merupakan area penting
untuk muntah. Kerja perifer dari ondansetron diduga sebagai mekanisme
predominan dari efek antiemetiknya (Dergacheva et al., 2009; Rashad and
Farmawy, 2013; Griddine dan Bush, 2019).
2.2.2 Farmakokinetik
Absorbsi ondansetron melalui intravena menghasilkan bioavailabilitas yang
lengkap; 100% diabsorbsi melalui oral. Distribusi ondansetron tidak diketahui.
Ondansetron diserap dengan baik pada saluran pencernaan dan mengalami
14
Anestesi spinal sejauh ini merupakan anestesi regional yang paling umum
digunakan. Menyingkirkan peningkatan tonus simpatis yang telah ada dengan blok
bilateral preganglionik simpatis melalui injeksi intratekal anestesi lokal akan
membuat pasien usia lanjut cenderung mengalami penurunan resistensi vaskuler
sistemik (SVR) diikuti dengan penurunan tekanan darah. Namun, telah terbukti
bahwa meskipun penurunan SVR signifikan dengan anestesi spinal, stroke volume
dan curah jantung hanya sedikit menurun bahkan pada pasien dengan gangguan
fungsi ventrikel kiri (Kishore et al., 2016).
7. Volume obat:
Efek volume larutan bupivacaine hiperbarik pada suatu percobaan yang
dilakukan oleh Anellson, 1984, dikatakan bahwa penyebaran maksimal obat
kearah sefalad dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit pada semua jenis
volume obat (1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula kerja untuk tercapainya blok
motorik akan bertambah pendek waktunya dengan bertambahnya volume.
Makin besar volume obat makin tinggi level blok sensoriknya.
8. Konsentrasi obat:
Dengan volume obat yang sama ternyata bupivacaine 0,75% hiperbarik
akan menghasilkan penyebaran obat ke arah sefalad lebih tinggi beberapa
segmen dibandingkan dengan bupivacaine 0,5% hiperbarik. Lama kerja
obat akan lebih panjang secara bermakna pada penambahan volume obat
bupivacaine 0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda
bermakna pada bupivacaine 0,75% hiperbarik.
9. Posisi tubuh
Dalam suatu percobaan oleh J.A.W. Wildsmith dikatakan tidak ada
pengaruh penyebaran obat jenis obat larutan isobarik pada perubahan posisi
tubuh, sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi
tubuh. Pada larutan hiperbarik posisi terlentang bisa mencapai level blok Th
4 sedangkan pada posisi duduk hanya mencapai T8.
10. Lateralisasi
Lateralisasi pada larutan anestetika lokal jenis hiperbarik dapat dilakukan
dengan posisi berbaring miring (lateral dekubitus). Pada percobaan oleh
J.A.W. Wildsmith disimpulkan bahwa 5 menit setelah penyuntikan obat
penyebaran obat pada sisi tubuh sebelah bawah mencapai Th 10, sedangkan
sisi atas mencapai S1. 20 menit setelah obat disuntikkan, penyebaran obat
pada sisi bawah mencapai T6, sedangkan pada sisi atas mencapai Th 7.
dilakukan setinggi L2-L3, L3-L4, L4-L5. Ruangan epidural berakhir di vertebra S2.
Ligamen-ligamen yang memegang kolumna vertebralis dan melindungi medulla
spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut (Bernards et al., 2006):
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale poterior.
5. Ligamentum longitudinale anterior.
Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang
sesuai dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan
resusitasi telah tersedia. Sebelum memposisikan pasien, seluruh peralatan untuk
blok spinal harus siap untuk digunakan, sebagai contoh, anestesi lokal telah
dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbuka, cairan preloading
sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan
untuk anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan pasien (Bernards
et al., 2006).
Adapun teknik dari anestesi spinal adalah sebagai berikut (Butterworth,
2018):
21
1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita
visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan
adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan
untuk spinal anestesi.
2. Posisi pasien:
a) Posisi Lateral
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5 – 10 cm, lutut dan paha
fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi
pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan
pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya
tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
c) Posisi Prone
Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan
posisi Jack Knife atau prone.
3. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol,
kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.
4. Cara penusukan. Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin
besar noor jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk
mengurangi komplikasi sakit kepala (PSH = post spinal headache),
dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan
menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan
subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi
dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa milimeter sampai yang
keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-
nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi
bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor
harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi lokal karena dapat
menimbulkan reaksi benda asing (Mesingismus).
Larutan anestesi spinal diinjeksikan ke dalam rongga subaraknoid untuk
menghambat konduksi impuls di sepanjang saraf. Nervus dapat dibagi menjadi 3
22
kelas yaitu motorik, sensoris dan otonom. Saraf motorik menghantarkan impuls
agar otot dapat berkontraksi dan apabila mereka dihambat, maka akan terjadi
paralisis otot. Saraf sensoris menghantarkan sensasi, seperti sentuhan dan nyeri ke
medulla spinalis lalu ke otak, sedangkan saraf otnom mengatur denyut jantung,
kontraksi usus dan fungsi-fungsi lainnya yang tidak dikontrol secara sadar.
Umumnya, serabut saraf otonom dan nyeri akan pertama sekali dihambat dan
kemudian serabut saraf motorik. Oleh karena hambatan ini, banyak konsekuensi
yang dapat terjadi, misalnya vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang terjadi
apabila serabut saraf otonom dihambat serta pasien sadar akan sentuhan teteapi
tidak dapat merasakan nyeri saat pembedahan dimulai (Ankcorn, 2000).
dimana tekanan darah < 90/60 mmHg (NHLBI, 2019). Selain itu, hipotensi
juga dapat didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah dibawah baseline
≥ 20% (Shabana et al., 2016).
Oleh karena tekanan darah dikontrol oleh curah jantung dan
resistensi vaskular, kegagalan mekanisme baik akibat salah satunya atau
keduanya dapat menyebabkan hipotensi. Misanya, apabila terjadi
penurunan volume darah akibat dehidrasi atau perdarahan, vasokontriksi
atau peningkatan curah jantung atau keduanya dapat mengkompensasi atau
mempertahankan tekanan darah yang normal; namun apabila terjadi
gangguan pada proses kompensasi maka hipotensi dapat terjadi. Kegagalan
proses kompensasi dapat disebabkan oleh gangguan primer dan sekunder
(misalnya pada penyakit yang menganggu sistem otonom) pada jantung
atau pembuluh darah (Sharma dan Hashmi, 2018).
Hipotensi pada anestesi spinal pada prinsipnya diakibatkan oleh
inhibisi simpatis preganglion. Tahanan vaskular sistemik menurun akibat
penurunan tonus simpatis pada sirkulasi arterial, penurunan aliran balik
vena dan penuruan curah jantung. Hal ini mengakibatkan vasodilatasi arteri
perifer yang derajatnya tergantung pada segmen spinal yang terlibat. Teori
lain yang diajukan untuk menjelaskan terjadinya hipotensi pada anestesi
spinal yaitu efek depresi sirkulasi oleh anestesi lokal, dimana konsentrasi
lokal anestesi yang tinggi di plasma dapat mengakibatkan hipotensi
profunda akibat relaksasi otot polos arteri dan efek depresi miokardium
(Pardo dan Miller, 2018). Faktor risiko untuk hipotensi antara lain usia
lanjut, pasien dengan tinggi blok lebih atau sama dengan T5, dan pasien
dengan anestesi kombinasi anestesi spinal dan umum (Finucane, 2007).
Apabila blok dilakukan dibawah T10, hanya akan terjadi sedikit gangguan
pada resistensi vaskular sistemik. Namun, apabila blok dilakukan diatas
atau sama dengan T5, blok akan terjadi pada nervus splanikus sehingga
menyebabkan kumpulan darah di daerah vena hepatosplanikus dan terjadi
penurunan volume darah yang signifikan. Vasokonstriksi splanikus yang
terlambat dapat menyebabkan hipotensi sekunder (Tilquin, 2015).
25
cairan secara cepat dapat menurunkan insidensi hipotensi dan mual serta
menstabilkan hemodinamik (Meng, 2014).
Hasil penelitian Khalifa, menyimpulkan bahwa penggunaan profilaksis
granisetron 1 mg, ondansetron 4 mg dan efedrin 10 mg dapat menurunkan
keparahan hipotensi yang disebabkan oleh anestesi spinal, penggunaan vasopressor
tambahan serta kejadian mual dan muntah (Khalifa, 2015).
Penelitian Zahedi dan Kargar, menyimpulkan bahwa tidak adanya
perbedaan signifikan antara ondansetron dan metoclopramide dalam menurunkan
kejadian mual dan muntah intraoperatif pasca anestesi spinal. Metoclopramide (20
mg atau 0,2 mg/kg intravena) lebih efektif dalam mencegah mual dan muntah pasca
operasi. Oleh karena waktu paruh yang pendek, metoclopramide sebaiknya
diberikan menjelang akhir operasi untuk memastikan efikasinya pada periode pasca
operasi (Zahedi dan Rouzbeh, 2004). Atif dan Ahmed menemukan bahwa
ondansetron 4 mg lebih efektif dibandingkan propofol dalam mencegah gejala mual
muntah selama dan setelah operasi pada pasien yang menjalani section cesarean
dengan anestesi spinal. Selain itu, ondansetron mengurangi kebutuhan obat
antiemetik (Atif dan Ahmed, 2005).
31
Ondansetron
Anestesi Hipotensi
Spinal
Saline Bradikardia
Anestesi Spinal
preload
Blok di atas T5
Stimulasi kemoreseptor dan Stimulasi
mekanoreseptor pada dinding reseptor 5HT3
ventrikel
33
34
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal kelompok kasus dan kontrol
a
𝑍1 − / = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan
menggunakan Chi square apabila data berdistribusi normal dan uji Fisher’s Exact
Test apabila data berdistribusi tidak normal. Data dinilai signifikan apabila nilai p
< 0,05.
40
Denyut jantung
Kelompok Kelompok Kontrol
Ondansetron (Normal Saline)
MAP
Anestesi spinal
Denyut jantung
Hipotensi (TD <90/60 Bradikardia (HR
mmHg atau MAP < 65 <50 kali/menit MAP
Analisis statistik
41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1
Bapak/Ibu Yth,
Saya dr. Albert, saat ini menjalani program pendidikan dokter spesialis
Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas Kedokteran USU dan sedang
melakukan penelitian yang berjudul: “Efektivitas Ondansetron dalam Mencegah
Hipotensi dan Bradikardia Akibat Anestesi Spinal”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas ondansetron dalam mencegah
hipotensi dan bradikardia pasca anestesi spinal, sehingga dapat mencegah kejadian
hipotensi dan bradikardia.
Selama proses pemeriksaan, bapak/ibu akan dilakukan anamnesis (tanya
jawab) yang mendetil, pemeriksaan fisik dan pemberian obat. Prosedur penelitian
ini adalah dengan memberikan obat ondansetron atau normal saline sebanyak 2 cc
sebelum dilakukan anestesi spinal. Apabila terjadi hipotensi dan bradikardia, akan
diberikan obat untuk memperbaiki kondisi tersebut. Namun, bila terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, atau ada hal yang kurang jelas
yang ingin ditanyakan, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya dr. Albert (HP
082160358803) untuk mendapat pertolongan. Terima kasih saya ucapkan kepada
Bapak/Ibu yang telah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, diharapkan bapak/ibu
bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian.
Medan, 2019
dr. Albert
48
LAMPIRAN 2
Medan, 2019
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan,