Anda di halaman 1dari 52

RAPID SURVEY

PREVALENSI HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU KAMAL 1 DAN 2

NOVEMBER 2019

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelengkapan Penilaian Dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu

Kesehatan Masyarakat

DISUSUN OLEH :

APRILIA T WARKEY 2012-83-014


SISKA TEURUPUN 2012-83-029
SANDRAYANI SANGADJI 2012-83-047
YULINDA RATUSEHAKA 2013-83-014
SELVANIA OHMAN 2013-83-006
JEAN M USMANY 2013-83-013
FENSKA SOUMERU 2011-83-043
ALVIONITA LETELAY 2011-83-047
APRIYANA LABOK 2012-83-054

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena

atas kasih dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan baik.

Penulisan pada penelitian ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan

klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura Ambon. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima

kasih kepada dokter pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis dalam menyusun penelitian ini, guna menambah pengetahuan dan

kemampuan penulis. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Puskesmas Kairatu Barat yang telah mendukung dan

turut membantu terlaksananya kegiatan penelitian ini, serta petugas Posyandu

lansia dan lansia yang telah berpartisipasi dan mensukseskan kegiatan

penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan penelitian ini, masih banyak

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangatlah penulis

harapkan demi perbaikan penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga

penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun

pembaca umumnya.

Ambon, Januari 2020

Penulis

ii
PREVALENSI HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU KAMAL 1
DAN 2 NOVEMBER 2019

ABSTRAK
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Risiko hipertensi dapat dialami oleh kelompok usia lansia. Penelitian pada
posyandu lansia kamal 1 dan 2 menggunakan desain deskriptif dimana
penelitian ini hanya memaparkan prevalensi mengenai hipertensi dari posyandu
tersebut. Sampel penelitian berjumlah 150 lansia. Dari penelitian, didapatkan
hasil penelitian yaitu penderita hipertensi sebanyak 96 responden (64%) dengan
jenis kelamin perempuan yang paling banyak yaitu 112 pasien (74.6%)
(55.3%). Prevalensi hipertensi tertinggi berada di pendidikan terakhir SD yakni
sebesar 81.5%. Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan pada usia pertengahan
yaitu sebanyak 55.3%. Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan pada
pensiunan yaitu sebanyak 50%. Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan pada
pasien dengan riwayat hipertensi pada keluarga yaitu sebanyak 50%.

Kata kunci : hipertensi, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, riwayat hipertensi

iii
DAFTAR ISI

HAL
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………. ii
ABSTRAK……………………………………………………………... iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………… iv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………….. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 5
2.1 Hipertensi.......……………………………………………………… 5
2.1.1 Definisi…………….......................................………..……… 5
2.1.2 Etiologi ……………………….....……….....………....…...... 5
2.1.3 Klasifikasi.......................................…………………….......... 6
2.1.4 Patofisiologi…….……………................................………….. 8
2.1.5 Tanda dan Gejala…………................................…………….... 9
2.1.6 Faktro Risiko.............................................................................. 10
2.1.7 Komplikasi................................................................................. 17
2.1.8 Tatalaksana................................................................................ 19
2.2 Kerangka Teori……………………………………………………... 29
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………... 30
3.1 Desain Penelitian…………………………………………………… 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………….. 30
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………….. 30
3.4 Kriteria Restriksi……………………………………………........... 31
3.5 Kerangka Konsep…………………………………………………… 31
3.6 Definisi Operasional………………………………………………... 32

ii
3.7 Pengumpulan Data………………………………………………….. 32
3.8 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………. 33
3.9 Alur Penelitian…………………………………………………...... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………... 34
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………… 34
4.2 Deskripsi Umum Subjek Penelitian………………………………… 34
4.3 Hasil Penelitian……………………………………………………... 34
4.3.1 Karakteristik Responden……………………………………... 34
4.3.2 Gambaran Hipertensi….........……………………………..…. 35
4.3.2.1 Gambaran Hipertensi terhadap Jenis Kelamin…................... 35
4.3.2.2 Gambaran Hipertensi terhadap Usia……………................... 36
4.3.2.3 Gambaran Hipertensi terhadap Pendidikan…........................ 37
4.3.2.4 Gambaran Hipertensi terhadap Pekerjaan.......…................... 38
4.3.2.5 Gambaran Hipertensi terhadap Tingkat Riwayat Hipertensi
dalam Keluarga.................................................................... 39
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………... 40
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 40
5.2 Saran………………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 42
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………… 46

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau yang juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, adalah suatu

kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami peningkatan

tekanan. Tekanan darah dihasilkan dari kekuatan darah dalam mendorong dinding

pembuluh darah arteri yang dipompa oleh jantung. Semakin tinggi tekanan, semakin

keras jantung harus memompa. Hipertensi yang dibiarkan tidak terkendali dapat

menyebabkan serangan jantung, pembesaran jantung, dan akhirnya gagal jantung. 1

Menurut WHO tahun 2013, angka prevalensi hipertensi di dunia dengan

batasan berusia ≥25 tahun terdiagnosa hipertensi mengalami peningkatan dari 600

juta pada tahun 2008 menjadi 1 miliar pada tahun 2013. Prevalensi hipertensi di

Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) mengalami penurunan dari

31,7% pada tahun 2007 menjadi 25,8% pada tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan

bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada

kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. 2

Indonesia sendiri prevalensi yang paling tinggi menderita Hipertensi adalah

kelompok usia >75 tahun yaitu 69,53%, jenis kelamin perempuan 36,85%, Tidak

sekolah 51,55%, Tidak berkerja 39,73%.3

Prevalensi Hipertensi di Maluku sendiri adalah 5,01% berdasarkan diagnosis

dokter dan presentase 6,30% berdasarkan obat hipertensi yang di dapat. Provinsi

1
Maluku sendiri masuk dalam wilayah yang tidak rutin minum obat, dimana pasien

yang meminum obat hanya sekitar 5,5% dengan alas an merasa sudah sehat, dan lupa

untuk meminum obat.3

Prevalensi hipertensi yang meningkat menimbulkan angka morbiditas

(kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang semakin tinggi karena hipertensi

merupakan penyebab utama peningkatan risiko penyakit stroke dan jantung.4 hal

tersebut dapat lebih berbahaya pada orang yang berisiko tinggi salah satunya Lansia,

dan di Indonesia sendiri prevalensi hipertensi paling tinggi adalah pada lansia.3

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian

mengenai prevalensi hipertensi pada lansia di posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.2 Rumusan Masalah

Berapa prevalensi hipertensi pada lansia di posyandu lansia Kamal 1 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi

hipertensi pada lansia di posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia berdasarkan jenis

kelamin pada posyandu lansia Kamal 1 dan 2

2
1.3.2.2 Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia berdasarkan Usia pada

posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.3.2.3 Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia berdasarkan Riwayat

Pendidikan pada posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.3.2.4 Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia berdasarkan pekerjaan

pada posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.3.2.5 Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia berdasarkan riwayat

hipertensi pada orang pada posyandu lansia Kamal 1 dan 2.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terutama dalam hal

pengetahuan kepada petugas kesehatan sehingga dapat lebih meningkatkan kinerja

terutama di bagian Hipertensi. Penelitian ini sekaligus dapat menjadi data awal bagi

peneliti yang ingin melanjutkan penelitian lebih lanjut mengenai masalah yang sama.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Masyarakat

dan petugas kesehatan mengenai gambaran hipertensi pada lansia sehingga

dapat dibentuknya suatu upaya pencegahan dini yang optimal agar dapat

mengurangi jumlah hipertensi pada lansia.

1.4.2.2 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi orang tua dan

petugas kesehatan mengenai gambaran hipertensi pada lansia sehingga dapat

3
dibentuknya suatu upaya pengobatan yang optimal agar dapat mengurangi

dampak negatif akibat hipertensi.

4
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas

tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau

tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint

National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik

140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih.5

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi

lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg.6

2.1.2. Etiologi Hipertensi

1. Hipertensi essensial

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar

patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab

hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetic mempengaruhi

kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah

terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk


6

faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-

lain.7

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya

hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.

Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian

pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih

(obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer.8

2. Hipertensi sekunder

Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada

kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit

renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik

secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat

hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.9

Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan

beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem

saraf pusat.10

2.1.3. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan

rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan

klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
7

tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80

mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke

klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi,

dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat.11

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya

kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,

dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.12 Pada hipertensi

emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target

akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam

hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan

organ target akut antara lain, encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal

ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris

tidak stabil dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.13


8

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula

spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.14

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa

hal tersebut bisa terjadi.15

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan

kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh

darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini


9

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi.14

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.

Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan penurunan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar

mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah

jantung dan peningkatan tahanan perifer.15

2.1.5. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,

eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema

pupil (edema pada diskus optikus). Gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian

belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,

sesak nafas, berkeringat dan pusing.16

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit

kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat
10

marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam

hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan

penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang

mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan

kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma.17 Corwin menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun

adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang

disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial.15

2.1.6. Faktor- Faktor Risiko

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin dan

genetik.

a. Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko

terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia

lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65

tahun.18

Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan

tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai

bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.

Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh


11

perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih

sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi

peningkatan tekanan darah sistolik.

Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung,

Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan

prevalensi hipertensi terbesar 52,5 %. 18

b. Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih

banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29

untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita.18

Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.

Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat

dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia

prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.18 Data Riskesdas (Riset Kesehatan

Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar

pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%).2

c. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (essensial).

Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang


12

kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan

dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson

bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-

anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30%

akan turun ke anak-anaknya.18

2. Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak sehat

dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas

gerak, berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau

hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih sangat berhubungan erat

dengan hipertensi.18

a. Kegemukan (obesitas)

Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan

dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dengan

tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan

kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT

berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.

Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat

badan lebih (overweight).18 IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan

untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.19
13

Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di

atas 18 tahun.20

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi

pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang

gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih

(overweight).18

Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan oleh

sistem simpatis dan sistem renin angiotensin.21 Aktivitas dari saraf simpatis adalah

mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung,

menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam.22

b. Psikososial dan stress

Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara

individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan

adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan

sosial) yang ada pada diri seseorang. 18 Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,

murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar

anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat

serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung

lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan

organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
14

penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit

hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih

disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka.18

c. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah

tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan

adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan

denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok

pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada

pembuluh darah arteri.18

Satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk 43

senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu : 18

1) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung

dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut

jantung, pengerasan pembuluh darah dan penggumpalan darah.

2) Tar, dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker.

3) Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat menghasilkan

berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.


15

d. Olahraga

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar

metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan

tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan

untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.20 Olahraga dapat menurunkan risiko

penyakit jantung koroner melalui mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan

darah, penurunan tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem

kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan

menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga,

jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun

kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas

tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah.17

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat

bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olahraga

aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan

turun.18

e. Konsumsi alkohol berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun,

diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
16

kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi

menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol

dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila

mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya. Di negara

barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap

terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan

alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan

meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini.18

Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada laki-laki

untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang

memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih satu kali minum per

hari.23

f. Konsumsi garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan

di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan

darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan

tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan

tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8

gram tekanan rata-rata lebih tinggi. 18

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan

keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah
17

garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue

(NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate).

Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut

menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam

yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol natrium.24

g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia

Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar

kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam

darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang

mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah

meningkat.

2.1.7. Komplikasi Hipertensi

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark

miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy included

hypertension (PIH).15

1. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari

24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh

gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba

dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh
18

oklusi fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa

ke bagian otak yang mengalami oklusi.25

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat

terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat

melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma.15

2. Infark miokardium

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak

dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan

hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,

hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi

ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan.15

3. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif

dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke
19

kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena

penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).16

4. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang

intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang

dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian

mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi

berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak

menderita hipertensi.15

2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling

berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang

dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi

pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-

orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya

normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki


20

berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan

dengan menurunkan berat badan.18 Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang

yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol

mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi.26

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan

penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi

sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak.18

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol

sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah. 18

d. Melakukan olahraga teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit

sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan

memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah.18

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat

memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida

yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan

endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan

peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
21

kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita

tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah

arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan

merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut :

1. Insiatif sendiri

Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif sendiri, tidak

memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri banyak menarik para perokok

karena hal-hal berikut :

 Dapat dilakukan secara diam-diam

 Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan

 Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan

 Tidak memakai ongkos

2. Menggunakan permen yang mengandung nikotin

Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan merokok. Permen

nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi penggunaan rokok. Di negara-negara

tertentu permen ini diperoleh dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk

menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen ini penderita dilarang

merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara total

sesuai jangka waktu yang ditentukan. 18


22

3. Kelompok program

Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok untuk dapat

berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi nasihat dan

dukungan. Program yang demikian banyak yang berhasil, tetapi biaya dan waktu

yang diperlukan untuk menghadiri rapat-rapat seringkali membuat enggan

bergabung.18

f. Mengurangi komsumsi alkohol

Hindari komsumsi alkohol berlebihan

Laki-laki : Tidak lebih dari 2 gelas per hari

Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari

2.2. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin

menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi

dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis

dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan

perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada

keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa

prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut :

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi.


23

2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan darah

dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya komplikasi.

3.Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

antihipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan

seumur hidup.

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan

untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β

blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE- inhibitor), penghambat

reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan antagonis kalsium.

Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak dimasukkan dalam

kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini pertama.

Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu:

penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan vasodilator.7

1. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga

menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga

akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh

darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada
24

diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang menunjukkan efek hipotensif pada dosis

kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung

akan kembali normal, namun efek hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat

penurunan resistensi perifer.7

Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular

diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretic dianjurkan untuk sebagian

besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan kombinasi dua

atau lebih antihipertensi, maka salah satunya dianjurkan diuretik.7

a. Golongan Tiazid

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki

gugus aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport

bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl-

meningkat.7

Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat

meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda

sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah resistensi cairan oleh

antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan.

b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula
25

kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Oleh

karena itu diuretik ini jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.7

c. Diuretik Hemat Kalium

Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah

hipokalemia.7

2. Penghambat Adrenergik

a. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker)

Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor. Reseptor ini diklasifikasikan

menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung

sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer

dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor

beta-1 dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak.7

Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan

neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stimulasi

reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan miocardiak meningkatkan heart rate dan

kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan

penglepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.

Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan

peningkatan sodium yang diperantai aldosteron dan retensi air.7


26

b. Penghambat Adrenoresptor Alfa (α-Bloker)

Hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 (α1) yang

digunakan sebagai antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai

antihipertensi karena hambatan reseptor alfa-2 (α2) di ujung saraf adrenergik akan

meningkatkan penglepasan norefineprin dan meningkatkan aktivitas simpatis.7

Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga

menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik

vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat

menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena

dosis pertama) yang menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin

plasma. Pada pemakaian jangka penjang refleks kompensasi ini akan hilang,

sedangkan efek antihipertensinya akan bertahan.7

3. Vasodilator

Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos

(otot pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi

tekanan darah. Obat-obat ini menyebabkan stimulasi refleks jantung, menyebabkan

gejala berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan komsumsi oksigen.

Efek tersebut dapat menimbulkan angina pectoris, infark miokard atau gagal jantung

pada orang-orang yang mempunyai predisposisi. Vasodilator juga meningkatkan

renin plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air. Efek samping yang tidak

diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan bersama diuretika dan penyekat-β.27
27

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan vasodilator antara lain hidralazin,

minoksidil, diakzoksid dan natrium nitroprusid. Efek samping yang sering terjadi

pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala.18

4. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor) menghambat secara

kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor angitensin I yang inaktif, yang

terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Selain itu,

degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat

dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung

akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan ekskresi air dan natrium.7 Terdapat beberapa obat yang termasuk

golongan ACE- Inhibitor antara lain benazepril, captopril, enalapril, fosinopril,

lisinoril, moexipril, penindropil, quinapril, ramipril, trandolapril dan tanapres.

Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACE- Inhibitor. Captopril

cepat diabsorbsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat

untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACE-

Inhibitor. Dosis pertama ACE-Inhibitor harus diberikan pada malam hari karena

penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika

pasien mempunyai kadar sodium rendah. 18


28

5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker, ARB)

Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1

(Angiotensin I) dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot

polos pembuluh darah dan otot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan

kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua efek fisiologis ATII terutama

yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat di medula

adrenal dan mungkin juga di SSP, hingga saat ini fungsinya belum jelas. ARB sangat

efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang

tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada

hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien hipovolemia, dosis ARB

perlu diturunkan.Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi

frekuensi denyut jantung. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi

rebound. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.7

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan antagonis reseptor ATII antara lain

kandersartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan.13

6. Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker (CCB)

Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke dalam sel

miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah.

Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi

impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan
29

kontriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung

pada ion kalsium.7

Terdapat tiga kelas CCB : dihdropiridin (nifedipin, amlodipin, veramil dan

benzotiazipin (diltiazem)). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang

merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek

kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina.

7. Penghambat Simpatis

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang

bekerja saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat

simpatetik adalah metildopa, klonidin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah

anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah karena pecahnya sel darah merah),

gangguan fungsi hati dan terkadang menyebabkan penyakit hati kronis. Obat ini jarang

digunakan.18

2.2 Kerangka Teori

Lansia Hipertensi
30

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana subjek penelitian

hanya diobservasi satu kali untuk mengetahui Prevalensi Hipertensi pada

Lansia di Posyandu Lansia Kamal 1 dan 2.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poyandu wilayah kerja Puskesmas Kairatu barat

yaitu Posyandu Kamal 1 dan 2 pada bulan November tahun 2019.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah Lansia yang

merupakan lansia yang rutin berkunjung di Posyandu Kamal 1 dan 2, Kairatu

Barat.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

Consecutive sampling yakni sampel yang datang dan memenuhi kriteria

penelitian di Posyandu Kamal 1 dan 2, Kairatu Barat.


31

3.4 Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi

Datang memeriksakan diri di Posyandu Kamal 1 dan 2, Kairatu Barat pada

bulan November 2019.

2. Kriteria Eksklusi

Menolak untuk berpartisipasi

3.5 Kerangka Konsep

Jenis Kelamin

Usia

Tingkat
Hipertensi
pendidikan

Pekerjaan

Riwayat
hipertensi dalam
keluarga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Utama

= Variabel Bebas
32

3.6 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur


1. Hipertensi Merupakan pengukuran Tensimeter 0. Normal = <140/<90 mmHg
tekanan darah sistol dan 1. Hipertensi = ≥140/≥90 mmHg
diastol pada lansia yang
datang berkunjung.
2. Jenis Kelamin Jenis kelamin pada Kuesioner 1. Laki-laki
dasarnya sebagai cara 2. Perempuan
pengenalan fisik yaitu
berdasarkan perbedaan
struktur anatomi tubuh
antara laki-laki dan
perempuan.
3. Usia Berdasarkan usia saat Kuesioner 1. Usia pertengahan = 45-59 tahun
dilakukannya 2. Usia Lanjut = 60-74 tahun
pengukuran 3. Usia Tua = 75->90 tahun.
4. Pendidikan Merupakan jenjeng Kuesioner 1. Tidak sekolah
pendidikan terakhir 2. SD
yang ditempuh oleh 3. SMP
subjek 4. SMA
5. PT
5. Pekerjaan Merupakan kegiatan Kuesioner 1. Pensiunan
sehari-hari yang 2. Wiraswasta
dilakukan untuk 3. Petani/Nelayan
memenuhi kebutuhan 4. dll
6. Riwayat Merupakan adanya kusioner 1. Ya
hipertensi pada bawaan hipertensi pada 2. Tidak
keluarga keluraga

3.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu

melalui pengisian kuesioner kepada lansia di posyandu Kamal 1, Kamal 2.

Sebelum dilakukan pengisian, para lansia terlebih dahulu akan diberikan

penjelasan mengenai tujuan penelitian yang akan dilakukan dan meminta

persetujuan untuk menjadi responden dengan menandatangani lembar

persetujuan peserta penelitian kemudian diukur tekanan darahnya.


33

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan Software Packages for Sosial Science (SPSS). Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat.

3.8.1 Deskripsi Umum Subjek Penelitian

Untuk melihat presentase dan memperoleh gambaran yang akan

dinyatakan dalam jumlah dan presentase berdasarkan tiap variabel bebas (jenis

kelamin, usia, pendidikan, status gizi, tingkat pengetahuan, Riwayat merokok

dan riwayat alkohol) yang kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel dan

atau grafik.

3.9 Alur penelitian


Berikut adalah alur penelitian yang akan dilakukan.

Subjek penelitian : lansia


posyandu kamal 1 dan kamal
2

Memenuhi Kriteria Inklusi


Dikeluarkan karena
memenuhi kriteria eksklusi

Subjek Penelitian

Pengukuran tekanan darah


dan pengisian kuesioner

Analisis data dan penyusunan laporan penelitian

Gambar 3.2 Alur Penelitian


34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua posyandu ada di Kairatu Barat dan

merupakan wilayah kerja dari puskesmas kamal kairatu barat, Seram Bagian

Barat.

4.2 Deskripsi Umum Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan pengunjung atau pasien berusia ≥45 tahun di

posyandu kamal 1, kairatu barat dengan diagnosis hipertensi. Selama waktu

penelitian, didapatkan sampel sebanyak 150 sampel yang telah memenuhi

kriteria penelitian.

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Karakteristik responden

Tabel dibawah ini memperlihatkan karakteristik responden yang meliputi

hipertensi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan riwayat hipertensi

pada keluarga.

Tabel 4.1 Gambaran karakteristik responden

No. Karakteristik Responden N Persentase (%)


Hipertensi
1. Ya 96 64
2. Tidak 54 36
TOTAL 150 100
Jenis Kelamin Responden
1. Laki-laki 38 25,4
2. Perempuan 112 74,6
TOTAL 150 100
Usia Responden
1. Usia Pertengahan 83 55,3
2. Lanjut usia 46 30,6
35

3. Lanjut usia tua 21 14,1


TOTAL 150 100
Pendidikan
1. Tidak sekolah 0 0
2. SD 98 65,3
3. SMP 48 32
4. SMA 4 2,7
5. PT 0 0
TOTAL 150 100
Pekerjaan
1. Pensiunan 75 50
2. Wiraswasta 12 8
3. Petani/nelayan 43 28,6
4. Dll 20 13,4
TOTAL 150 100
Riwayat hipertensi dalam keluarga
1. Ada 97 64,7
2. Tidak ada 53 35,3
TOTAL 150 100

Responden dalam penelitian ini berjumlah 150 dan didominasi oleh

jenis kelamin perempuan sebanyak 112 responden (74.6%) dengan usia

responden terbanyak dalam penelitian ini adalah yang berkategori berusia

pertengahan sebanyak 83 responden (55.3%), serta dari seluruh responden 96

(64%) diantaranya mengalami hipertensi.

4.3.2 Gambaran Hipertensi berdasarkan karakteristiknya

4.3.2.1 Gambaran Hipertensi berdasarkan Jenis kelamin

Gambaran Hipertensi di posyandu lansia kamal 1, kamal 2 kairatu barat

berdasarkan Jenis kelamin, ditunjukan pada Gambar 4.1.


36

Jenis Kelamin
100
90
80 74.6
70 64
Laki-laki
60
Perempuan
50
40 36
30 25.4
20
10
0
Hipertensi Tidak Hipertensi
Gambar 4.1 Gambaran Hipertensi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa pada jenis kelamin perempuan

lebih banyak mengalami hipertensi sebesar 64% dibandingkan laki-laki sebesar

25.4%.

4.3.2.2 Gambaran Hipertensi berdasarkan Usia

Gambaran Hipertensi di posyandu lansia kamal 1 dan 2 kairatu barat

berdasarkan usia, ditunjukan pada Gambar 4.2.

Usia
100
90 85.9
80
69.4
70 Usia Pertengahan
60 55.3 Lanjut usia
50 44.7 Lanjut usia tua
40
30.6
30
20 14.1
10
0
Hipertensi Tidak Hipertensi
Gambar 4.2 Gambaran Hipertensi berdasarkan usia
37

Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa pada usia pertengahan yaitu

sebesar 55.3% disusul oleh lanjut usia sebesar 30.6% dan lanjut usia tua 14.1%.

Sementara itu, tidak hipertensi pada usia lanjut tua 85.9% disusul oleh usai

lanjut 69.4% dan usia pertengahan 44.7%.

4.3.2.3 Gambaran Hipertensi berdasarkan Pendidikan

Gambaran Hipertensi di posyandu lansia kamal 1 dan 2 kairatu barat

berdasarkan pendidikan, ditunjukan pada Gambar 4.3.

Pendidikan
100 97.3
90
80
70 65.3 68 SD
60 SMP
50 SMA
40 32 34.7
30
20
10 2.7
0
Hipertensi Tidak Hipertensi

Gambar 4.3 Gambaran Hipertensi berdasarkan pendidikan

Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa pada lansia dengan pendidikan

terakhir SD yaitu sebesar 65.3% disusul oleh SMP sebesar 32% dan SMA

2.7%. Sementara itu, tidak hipertensi pada pendidikan terakhir SD yaitu sebesar

34.7% disusul oleh SMP sebesar 68% dan SMA 97.3%.


38

4.3.2.3 Gambaran Hipertensi berdasarkan Pekerjaan

Gambaran Hipertensi di posyandu lansia kamal 1 dan 2 kairatu barat

berdasarkan pekerjaan, ditunjukan pada Gambar 4.4.

Pekerjaan
100 92
90 86.6
80
Pensiunan
70 61.4 Wiraswasta
60
50 50 Petani/nelayan
50 dll
40
28.6
30
20 13.4
10 8
0
Hipertensi Tidak Hipertensi

Gambar 4.4 Gambaran Hipertensi berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa sebanyak 50% pensiunan

mengalami hiprtensi, diikuti petani/nelayan sebanyak 28.6%, dll 13.4% serta

wiraswasta sebanyak 8%.

4.3.2.3 Gambaran Hipertensi berdasarkan Riwayat hipertensi dalam keluarga

Gambaran Hipertensi di posyandu lansia kamal 1 dan 2 kairatu barat

berdasarkan Riwayat hipertensi dalam keluarga, ditunjukan pada Gambar 4.5.


39

Riwayat hipertensi dalam keluarga


100
90
80
70 64.7 64.7
Ada
60
Tidak ada
50
40 35.3 35.3
30
20
10
0
Hipertensi Tidak Hipertensi

Gambar 4.5 Gambaran Hipertensi berdasarkan Tingkat Pengetahuan Hipertensi

Berdasarkan grafik dapat terlihat bahwa pada hipertensi paling tinggi

terjadi pada pasien yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga yaitu

sebanyak 64.7%.
40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat

disimpulkan :

1. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi hipertensi pada perempuan lebih

besar daripada laki-laki.

2. Berdasarkan usia, prevalensi hipertensi terbesar pada kelompok usia

pertengahan.

3. Berdasarkan Pendidikan, prevalensi hipertensi terbesar ditemukan pada

kelompok pendidikan terakhir SD.

4. Berdasarkan pekerjaan, prevalensi hipertensi ditemukan paling banyak

pada pensiunan.

5. Berdasarkan riwayat hipertensi keluarga, prevalensi hipertensi paling

besar ditemukan pada pasien yang memiliki riwayat keluarga hipertensi.

5.2 Saran

1. Perlunya dilakukan edukasi kepada masyarakt mengenai pentingnya

mengetahui hipertensi dan pentingnya pengobatan untuk mengontrol

hipertensi.
41

2. Begitu pula untuk para petugas kesehatan diharapkan untuk

mengetahui hipertensi pada lansia agar dapat melakukan preventif

dan kuratif pada lansia-lansia di wilayah kerja.


42

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. A Gobal Brief on Hypertension: Silent Killer.
Global Public Health Crisis. Switzerland: World Health Organization. 2013
2. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kementrian Kesehatan RI. 2013
3. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kementrian Kesehatan RI. 2018
4. Puspita, E., Haskas, Y. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada Pasien yang
Berobat di Poliklinik Rumah
5. Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar. Makassar. STIKES Nani
Hasanuddin Makassar. 5(1). 2014
6. Chobanian, A. V, dkk, The seventh report of the joint national committee
on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure :
the JNC 7 Report. JAMA; 289:2560-72. 2003.
7. Sheps, Sheldon G. Mayo Clinic hipertensi, mengatasi tekanan darah tinggi.
Jakarta : PT Intisari Mediatama. 2005
8. Narayana, I. P. A., Sudhana, I. W. Gambaran Kebiasaan Merokok dan
Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekutat I Tahun 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali.
2013
9. Kamal, M., Kusmana, D., Hardinsyah., Setawan, B., Damanik, R. M.
(2013). Pengaruh Olahraga Jalan Cepat dan Diet Hipertensi Terhadap
Tekanan Darah Penderita Prahipertensi Pria. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. 7(6). 2013
10. Kartikasari, A. N. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Kabongan Kidul. Kabupaten Rembang. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu.
Universitas Diponegoro. Semarang. 2012
11. Kementerian Kesehatan RI. Diet Rendah Lemak dan Kholesterol. 2011
12. Adibah. Pola Makan Sehat Untuk Penderita Hipertensi.2014
43

13. Agrina., Rini. S. S., & Hairitama. R.. Kepatuhan Lansia Penderita
Hipertensi dalam Pemenuhan Diet Hipertensi. Riau. Universitas Riau. 6(1).
2011
14. Alfiani. S., Triyasmono. L., & Ni‟mah. M. Analisis Kadar Asam Lemak
Bebas dalam Minyak Hasil Penggorengan Berulang dengan Metode Titrasi
Asam Basa dan Spektrofotometer Fourier Transformation Infra Red (Ftir).
Jurnal Pharmascience. 1(1). 2014
15. American Heart Association. Understanding and Managing High Blood
Pressure. 2014
16. Andria, K. M. Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan
dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan
Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes.
1(2).2013
17. Anggara, F. H. D. & Prayitno, N. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1). 2013
18. Asriani., Bahar. B., & Kadrianti. E. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian
Gagal Ginjal di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Periode Januari 2011-
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. 4(2). 2014
19. Ayu, M. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Kesehatan
Reproduksi pada Remaja Putri di SMA 5 Banda Aceh. Banda Aceh:Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan U‟Budiyah. 2013
20. Budhiati. Hubungan Antara Kondisi Sosial Ekonomi, Tingkat Pendidikan
dan Pengetahuan Tentang Pengelolaan Lingkungan dengan Perilaku Hidup
Sehat Masyarakat di Kota Surakarta. Jurnal EKOSAINS. 3(2). 2011
21. Budi, L. S. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah
pada Usia Lanjut Di RW VIII Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang
Barat Kota Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
2010
44

22. Budiman. & Riyanto, A. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta. 2013
23. Centers of Disease Control and Prevention. Family History and High Blood
Pressure. 2014
24. Centers of Disease Control and Prevention. (2015). Family History and
Other Characteristics That Increase Risk for High Blood Pressure. 2015.
Avaible from : http://www.cdc.gov/bloodpressure/family_history.htm.
25. Dahlan, S.M. (5th Eds.). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan:
Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Jakarta: Salemba Medika. 2013
26. Dalyoko, D. A. P. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Upaya
Pengendalian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja
Puskesmas Mojosongo Boyolali. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2010
27. Setiawan, M. B., & Kusumawati, P. D. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Tentang Pengobatan Non Farmakologi Terhadap Perilaku Penderita
Hipertensi Dalam Melaksanakan Pengobatan Non Farmakologi Di
Puskesmas Sampung Kabupaten Ponorogo. 2014
45

LAMPIRAN
46

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Unpatti Poka – Ambon 97117, Telepon/Fax : 0911 – 344982
E-mail: fkunpatti@yahoo.com

PERSETUJUAN PERMOHONAN
MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :………………………………………………………………………..
Umur :………tahun
Alamat :............................................................................................................

Menyatakan bahwa :

1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian: Gambaran Hipertensi Pada
Lansia di Posyandu Lansia Kamal 1 dan 2.
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari
siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi:
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan
untuk keperluan ilmiah.
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi lagi.

Kamal, ………………. 2019

Yang membuat pernyataan

(………………………..)
47

Lembar Kuesioner

Kode responden :
Tanggal pengambilan data :

A. Data demografi
1. Umur : ……. tahun
2. Jenis Kelamin :L/P
3. Pendidikan : SD/SMA/SMP/Perguruan tinggi
4. Pekerjaan : pensiunan/wiraswasta/petani/nelayan/dll
5. Riwayat hipertensi : ada/tidak ada

Anda mungkin juga menyukai