Anda di halaman 1dari 77

Identifikasi Hubungan Faktor Perilaku dan Kesehatan

Lingkungan terhadap Kejadian COVID-19 Studi Kasus di


Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Universitas Lampung

Oleh
LATIFAH WIDYA NINGRUM

PROPOSAL TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

Pada
Ilmu Lingkungan
Pascasarjana Universitas Lampung

PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2022
RIWAYAT HIDUP

Penulis Latifah Widya Ningrum dilahirkan pada tanggal 16 April 1997


di Bandar Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara, putri dari pasangan suami istri Suparmo Dan Nurbaiti.
Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Pertama di Yayasan Al-kautsar Bandar Lampung.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA YP Unila Bandar
Lampung. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di Jurusan
Kesehatan Masyarakat di Universitas Mitra Indonesia Bandar
Lampung.

“Pada tahun 2021 Penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 pada


Program Studi Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Lampung.
Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi
Hubungan Faktor Perilaku dan Kesehatan Lingkungan terhadap
Kejadian COVID-19 Studi Kasus di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Universitas Lampung”.
PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah


lagi Maha Penyayang Ku persembahkan karya kecil
dan sederhana ini pada Almamater yang terhormat
dan tercinta,masyarakat, Bangsa dan Negara ku.
Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak dan
dicatat oleh Allah sebagai Amal Ibadah penulis.
Amin,
Terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu, terutama kepada Orang Tua kami yang
selalu mendoakan setiap langkah kami dalam
kehidupan ini, adik-adik dan teman-teman yang
selalu memberi dukungan dan semangat penulis.

MOTTO

"Growth with Patient, Bloom with Grace and


Shine Bright Like A Diamond”
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr.wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini bisa terselesaikan. Tesis dengan judul
“Identifikasi Hubungan Faktor Perilaku dan Kesehatan Lingkungan terhadap
Kejadian COVID-19 Studi Kasus di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Universitas Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Lingkungan (M.Ling) pada program studi Magister Ilmu Lingkungan di
Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr.Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.,I.P.M., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Prof. Dr. .. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Lampung;
3. Prof. Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Direktur Bidang Akademik,
Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung;
4. Dr. Maulana Mukhlis, S.Sos, M.IP. selaku Wakil Direktur Bidang Umum
Universitas Lampung;
5. Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Lampung dan selaku penguji kedua pada ujian tesis.
Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya;
6. Dr.dr. Evi Kurniawaty, M.Sc., selaku Pembimbing Utama pada ujian tesis.
Terimakasih atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, saran dan kritik
dalam proses penyelesaian tesis ini;
7. Dr.dr. Khairun Nisa Berawi, M.Kes selaku Pembimbing Kedua atas
kesediannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
8. Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P., I.P.M selaku Pembimbing Tiga atas
kesediannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
9. Prof.Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes., sebagai Penguji Utama pada ujian
tesis;
10. Seluruh Dosen Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung yang telah
banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan telah mendidik penulis;
11. Bapak dan Ibu Staf administrasi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Lampung Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah di berikan
kepada penulis. Aamin.
Wassalam wr wb , .

Bandar Lampung, Maret 2023


Penulis,

Latifah Widya Ningrum


DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL…………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… iv
I. PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
I.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
I.2 Rumusan Masalah………………………………………………... 5
I.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 6
I.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………. 6
I.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………… 6
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………….. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 7
2.1 Definisi Corona Virus SARS (COVID-19……………………….. 7
2.1.1 Etiologi………….……………………………………………….. 8
2.1.2 Gejala Klinis………….………………………………………….. 9
2.1.3 Penegakan Diagnosa………….………………………………..… 9
2.1.4 Pencegahan………….………………………………………..….. 10
2.2 Perilaku………….…………………………………………….….. 11
2.2.1 Faktor Terbentuk Perilaku………….…..………………………... 12
2.3 Pengetahuan………….…………………………………………… 13
2.4 Sikap ………….…………………………………………………... 14
2.5 Kesehatan Lingkungan………….………………………………… 16
2.5.1 Definisi Kesehatan Lingkungan………….……………………… 16
2.6 Kualitas Suhu Ruangan………….………………………………... 19
2.7 Sirkulasi Udara………….………………………………………… 20
2.8 Tempat Tinggal………….………………………………………… 23
2.9 Profil Universitas Lampung………….…………………………… 24
2.10 Kerangka teori………….…………………………………………. 26
2.11 Kerangka Konsep………….……………………………………... 26
2.12 Hipotesis ………….……………………………………………… 27
III METODELOGI PENELITIAN………….…………………………. 28
3.1 Jenis Penelitian ………….……………………………………….. 28
3.2 Tempat Dan Waktu ………….…………………………………… 28
3.3 Variabel Penelitian………….………………………………….… 28
3.4 Populasi Dan Sampel ………….…………………………….…… 29
3.4.1 Populasi………….………………………………….…………… 29
3.4.2 Sampel………….………………………………….……………. 29
3.5 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi………….………………………… 29
3.5.1 Kriteria Inklusi………….………………………………….…… 29
3.5.2 Kriteria Eksklusi………….………………………………….…. 29
3.6 Besar Sampel………….………………………………….…….. 30
3.7 Definisi Operasional………….………………………………… 31
3.8 Pengumpulan Data………….………………………………….. 34
3.8.1 Alat Pengumpulan Data………….…………………………….. 34
3.8.2 Uji Validitas Dan Reabilitas………….………………………… 34
3.8.3 Prosedur Pengumpulan Data………….…………………………. 36
3.8.4 Pengolahan Data………….……………………………………... 37
3.9 Analisis Data………….…………………………………………. 38
IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………... 40
4.1 Hasil Penelitian………….…………………………………………. 40
4.1.1 Analisis Univariat………….……………………………………. 40
4.1.2 Analisis Bivariat………….…………………………..…………. 43
4.1.3 Analisis Multivariat………….…….……………………………. 49
4.2 Pembahasan………….…………………………………………… 50
4.2.1 Hasil uji resresi logistik variabel Usia……………………..……. 52
4.2.2 Hasil uji resresi logistik variabel Riwayat Komorbid ……..……. 54
4.2.3 Hasil uji resresi logistik variabel Pengetahuan………………..... 56
4.2.4 Hasil uji regresi logistik variabel Sikap…………………………. 57
4.2.5 Hasil uji regresi logistik variabel Sirkulasi udara……………….. 58
4.2.6 Hasil Uji regresi logistik variabel Temperature Ruangan……….. 59
4.2.7 6 Hasil Uji regresi logistik variabel Tempat Tinggal…………….. 60

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan………….…………………………………………. 61
5.2 Saran………….………………………………………………... 61
DAFTAR PUSTAKA………….…………………………………….. 62
LAMPIRAN…….……….…………………………………………. 63
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1 Definisi Operasional …………………………………………………………………... 31
2 Uji Statistik Univariat………………………………………………………………….. 38
3 Uji Statistik Bivariat……………………………………………………………………. 39
4
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Kampus Universitas Lampung……………………………………………………….. 24
2 Gambar kerangka teori………………………………………………………………….. 26
3 Gambar kerangka konsep ……………………………………………………………… 27
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Novel coronavirus (COVID-19) pertama kali dilaporkan dari wuhan sejak


kasus pertama teridentifikasi pada Desember 2019 di kota Wuhan, China.
SARS-CoV-2 telah menyebar secara global mengakibatkan ribuan kematian
di seluruh dunia. World Heatlh Organization (WHO) telah
mengklasifikasikan penyakit ini sebagai pandemi dengan lebih dari 210.000
kasus aktif dan lebih dari 8.000 kematian diseluruh dunia pada 11 Maret 2020
(Ozygit, 2020). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronovirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia, terdapat
dua jenis yang diketahui menyebabkan penyakit gejala berat seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Virus COVID-19 dapat menular melalui kontak dan droplet secara
langsung (Kemenkes RI, 2020).
2

Berdasarkan data global per oktober 2022 kasus COVID-19 mencapai


621.366.370 kasus terkonfirmasi dengan jumlah kematian sebanyak
6.557.231 kematian. Data wilayah yang memiliki kasus tertinggi terdapat tiga
wilayah yaitu kasus tertinggi pertama berada pada wilayah Amerika Serikat
dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif yaitu sebanyak 96.472.261 kasus
dan jumlah kematian sebanyak 1.058.528 kematian, Selanjutnya diikuti oleh
wilayah India dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif yaitu sebanyak
43.197.336 kasus dan jumlah kematian sebanyak 528.814 kematian, wilayah
Prancis jumlah kasus terkonfirmasi positif yaitu sebanyak 34.785.735 kasus
dan jumlah kematian sebanyak 151.898 kematian (WHO, 2022). Pada tanggal
11 Oktober 2022 Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk
dalam 20 negara dan memiliki angka covid terbanyak, menduduki urutan ke
20 dengan jumlah kasus 6.444.948 dan jumlah kematian sebanyak 158.205
kematian. Berdasarkan data per tanggal 11 Oktober 2022 kasus konfirmasi
positif covid-19 provinsi Lampung Total 74.576 Orang dengan total
kematian sebanyak 4156 kematian (Kemenkes, 2022).

Penularan virus COVID-19 dihitung berdasarkan parameter R0 menunjukan


jumlah rata-rata infeksi yang dapat dihasilkan oleh orang yang terinfeksi
dalam populasi yang sehat. Kasus ini memiliki koefisien berkisar 1,4-3, oleh
karena itu setiap orang yang terinfeksi akan menginfeksi sekitar dua orang
sehat. Penyakit menular umumnya lebih berisiko menyerang orang yang
memiliki daya tahan tubuh lemah serta memiliki perilaku hidup bersih dan
sehat yang kurang baik dan tinggal di lingkungan yang memiliki tingkat
kebersihan kurang baik (Daud et al., 2020).
3

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 413 Tahun 2020 ditetapkan pedoman


pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada individu dengan beberapa
tindakan seperti mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, membatasi
interaksi, mandi dan berganti pakaian saat tiba dirumah, meningkatkan daya
tahan tubuh, mengelola penyakit penyerta, mengelola kesehatan jiwa dan
psikososial, etika batuk, menerapkan protokol kesehatan dalam setiap
aktivitas untuk memutus rantai penularan COVID-19. Protokol kesehatan
pencegahan dan pengendalian COVID-19 Nomor 328 Tahun 2020 mengatur
penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19 pada pekerja
dan pelaku usaha. Upaya lain dari pemerintah dalam mengendalikan
penularan COVID-19 dengan membatasi pergerakan masyarakat, melalui
Instruksi Menteri Dalam Negeri yang terus disesuaikan dengan
perkembangan kasus sampai februari 2022 sudah dimuthakirkan melalui
Imendagri Nomor 11 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3,2,1 wilayah Jawa dan Bali serta luar
Jawa dan Bali (Kemenkes, 2020).

Perilaku berdasarkan aspek biologis dapat didefinisikan sebagai kegiatan


yang berhubungan dengan organisme atau organisme hidup. Beberapa
aktivitas bisa dilihat secara spontan atau tidak spontan (Kholid, 2018).
Perilaku kesehatan merupakan aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
dapat diamati langsung (Observable) maupun tidak dapat diamati secara
langsung oleh orang lain (Unobservable) yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan
pada garis besarnya dikelompokan menjadi dua, yaitu : peritaku sehat (Health
Behavior) yang merupakan perilaku orang yang sehat agar tetap sehat atau
kesehatannya meningkat dan perilaku pencarian kesehatan (Health Seeking
Behavior) yang merupakan perilaku orang yang sakit atau terkena masalah
kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya (Notoatmodjo, 2014).
4

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Sehat
dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Sehat
diartikan keadaan seseorang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan,
dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya (Slamet, 2011).
Menurut lembaga organisasi kesehatan dunia (WHO, 2021) kesehatan adalah
keadaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya
bebas dari penyakit dan cacat. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya
diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
produktifitasnya, di mana seluruh aspek kehidupan sangat mendukung
kondisi kesehatan manusia ( Notoatmodjo, 2014).

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar baik berupa benda
hidup, benda mati, benda nyata, atau manusia lainnya. Lingkungan
merupakan komponen penting dalam mendukung kehidupan di bumi ini,
pengelolaan lingkungan perlu dikehendaki agar tetap sehat sehingga dapat
menopang kehidupan serta generasi-generasi yang akan datang. Kualitas
lingkungan dapat dipengaruhi dari manusia bagaimana dia memodifikasi dan
mengubah lingkungannya. Lingkungan terdiri dari atmosfir yaitu iklim,
temperature, udara, partikulat dll, hidrosfir yaitu air,litosfir yaitu tanah dan
sosiofir yaitu sosial (Slamet, 2011).
5

Kesehatan lingkungan dapat diartikan sebagi ilmu yang mempelajari interaksi


antara lingkungan dengan kesehatan manusia, tumbuhan, dan hewan dengan
tujuan untuk meningkatkan faktor lingkungan yang menguntungkan
(eugenik) dan mengedalikan faktor yang merugikan (disgenik). Pengelolan
kualitas lingkungan udara, temperatur, suhu, pemukiman, penyebaran
penyakit dapat berpengaruh terhadap kesehatan suatu masyarakat. Kesehatan
lingkungan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, dengan adanya lingkungan yang sehat dapat memberikan
kenyamanan hidup serta meningkatkan efesiensi kerja dan belajar (Mubarak
et al., 2021). Menurut teori HL Blum, derajat kesehatan ditentukan oleh 40%
faktor lingkungan, 30 % faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan dan
10% faktor genetika (Kemenkes, 2019).

Pendukung penyebaran COVID-19 dipengaruhi oleh lingkungan hal tersebut


sesuai dengan artikel (Rezki, 2021) tentang korelasi antara perubahan suhu
dan kelembapan terhadap persebaran SARS-CoV-2 secara ilmiah, SARS-
CoV-2 memiliki envelope (amplop) yang tersusun dari lipid yang dapat
dengan mudah terurai pada suhu tinggi. Menurut Budi dalam Rezki (2021)
Penurunan kemampuan fagositik (aktivitas salah satu sel darah putih saat ada
partikel asing yang masuk) paru-paru saat suhu dingin. Menghirup udara
dingin mengakibatkan penyempitan saluran bronkial yang meningkatkan
potensi infeksi pada paru-paru. Berdasarkan informasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa suhu udara memiliki potensi efek ganda pada persebaran
infeksi COVID-19. Menurut Venter et al., (2020) studi kasus yang dilakukan
di seluruh dunia menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 dapat bertahan di
udara selama beberapa jam. Zhang dan rekannya menyatakan bahwa
pemakaian masker wajah telah menjadi sebuah aspek kritis dalam hasil
COVID-19 di tiga area utama yang terkena pandemik, tindakan lain seperti
physical distancing tampaknya tidak cukup. Hal ini menunjukkan peran
penting aerosol karena dapat menyebar dalam jarak yang relatif jauh.
6

Kampus menjadi salah satu lingkungan indoor yang terdampak pandemik


COVID-19 sehingga aktivitas dikampus dihentikan dan proses pembelajaran
tatap muka di kelas digantikan dengan proses pembelajaran jarak jauh.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2020) perilaku kesehatan masyarakat
berpengaruh terhadap pencegahan penyakit terutama pada penularan COVID-
19. Klaster perkantoran termasuk penyumbang terbesar total kasus COVID-
19 hal ini di karenakan area perkantoran yang cenderung bekerja secara tim,
sehingga dalam penerapan phsycal distancing kurang maksimal. Perkantoran
umumnya juga merupakan ruangan tertutup yang meningkatkan resiko
penularan COVID-19 melalui aerosol.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama Universitas Lampung merupakan salah


satu faskes yang terletak pada perguruan tinggi Universitas Lampung yang
berada di Provinsi Lampung. Fasilitas kesehatan tingkat pertama Universitas
Lampung merupakan sarana kesehatan penunjang kesehatan seluruh civitas
akdemik dan non akademik Universitas Lampung, dimana Unila terdiri dari 8
fakultas dan terdiri dari 1000 lebih dosen dan karyawan. Kasus COVID-19
yang terjadi di lingkungan Universitas Lampung cukup signifikan yaitu pada
tahun 2021 ditemukan 70 kasus terkonfirmasi positif dengan menggunakan
metode pemeriksaan Antigen Rapid Test di faskes Unila, sedangkan pada
awal tahun 2022 kasus COVID-19 mencapai 91 kasus dengan status
terkonfirmasi positif COVID-19 dengan menggunakan metode pemeriksaan
Antigen Rapid Test di faskes Unila. Faktor risiko Covid-19 dipengaruhi oleh
kontak erat dengan pasien Covid-19 baik secara langsung dan tidak langsung,
aktivitas fisik perilaku hidup bersih dan sehat, pencahayaan dan ventilasi
yang terbatas. Perkembangan virus COVID-19 menjadi pertimbangan penting
untuk peneliti mengidentifikasi hubungan faktor perilaku dan kesehatan
lingkungan seseorang yang mempengaruhi kejadian virus COVID-19 pada
faskes Unila.
7

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah penelitian yaitu


Bagaimana hubungan faktor perilaku dan kesehatan lingkungan terhadap
kejadian COVID-19 di area Fasilitas Kesehatan tingkat pertama Universitas
Lampung?

I.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan faktor-faktor Perilaku dan Kesehatan
Lingkungan terhadap kejadian COVID-19 Studi Kasus Fasilitas
Kesehatan Universitas Lampung.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Menganalisis distribusi frekuensi variabel terkait faktor yang
berhubungan perilaku dan kesehatan lingkungan.
2. Menganalisis hubungan antara faktor-faktor dari usia, jenis kelamin,
pendidikan, kondisi kesehatan, riwayat komorbid, perilaku
pengetahuan, sikap, fasilitas lingkungan sirkulasi udara, temperatur
ruangan, tempat tinggal terhadap kejadian COVID-19.
3. Menganalisis korelasi antara faktor perilaku dan kesehatan lingkungan
yang paling berhubungan terhadap kejadian COVID-19.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi dunia pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan dibidang
kesehatan dan lingkungan khususnya tentang determinan perilaku dan
kesehatan lingkungan masyarakat terhadap kejadian COVID-19.
2. Bagi peneliti sebagai dasar rujukan untuk penelitian berikutnya.
3. Bagi instansi kesehatan dapat memberikan informasi, masukan
mengenai faktor-faktor yang perilaku dan kesehatan lingkungan
terhadap kejadian COVID-19 di area penelitian maupun sebagai
referensi di Kota Bandar lampung ataupun daerah lainnya.
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Corona Virus SARS (COVID-19) Disease

Corona virus adalah virus RNA untai positif tidak tersegmentasi tunggal,
Corona virus merupakan virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan
hewan, pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran
pernapasan mulai flu biasa hingga penyakit serius seperti Middle East
respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom pernafasan akut atau berat /
Severe Acute Respiratory Syinrome (SARS). Virus corona memiliki amplop
yang membentuk genom (RNA), dan virion (seluruh virus). Virus pada
umumnya dapat bertahan selama beberapa jam di permukaan yang halus. Jika
suhu dan kelembapan memunginkan, mereka dapat bertahan selama beberapa
hari. Coronavirus (COVID-19) sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas.
Panas yang berkelanjutan pada 1150C selama 20 menit, eter, alkohol 75%,
disinfektan yang mengadung klorin, dan pelarut lipid lainnya yang dapat
secara efektif menonaktifkan virus (Daud et al., 2020).

Coronavirus berukuran kecil (berdiameter 65-125 nm) dan mengandung RNA


untai tunggal sebagai bahan nukleat, ukurannya berkisar antara 26 hingga 32
kb. Subkelompok coronavirus adalah alfa (a), beta (b), gamma (c), delta (d)
coronavirus. Novel coronavirus pneumonia (COVID-19) yang pertama kali
dilaporkan dari Wuhan, Cina telah menyebar ke seluruh Cina dan negara-
negara lain di dunia salah satunya Indonesia. Jumlah kasus yang meningkat
dengan penularannya dari manusia ke manusia maka organisasi kesehatan
dunia mengindentifikasikannya sebagai darurat kesehatan pada tanggal 31
januari 2020. Fakta ini cukup menggambarkan tingkat keparahan dan
kompleksitas wabah, mengingat fakta bahwa tidak ada obat yang efektif
9

tersedia untuk penyakit menular virus ini, langkah-langkah seperti


pencegahan, pengendalian sumber infeksi, deteksi dini pasien, memutus
penularan, dan melindungi populasi yang rentan sangat penting (Daud et al.,
2020).

II.1.1 Etiologi

Wabah peneumonia coronavirus baru yang berasal dari wuhan memiliki


banyak kesamaan dengan wabah SARS di Guangdong pada tahun 2003
keduanya dimulai pada musim dingin. Kasus awal ditelusuri adanya
kontak dengan hewan segar yang masih hidup di pasar dengan manusia.
Coronavirus SARS yang menyebabkan wabah pada tahun 2003,
Coronavirus novel kemungkinan memiliki host perantara antara
kelelawar dan manusia (Daud et al., 2020).

Menurut Alshogair (2021), Infeksi virus corona atau COVID-19


disebabkan oleh Coronavirus, yaitu kelompok virus yang menginfeksi
system pernapasan. Kasus coronavirus hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan samapai sedang seperti flu, virus ini juga bisa
menyebabkan infeksi berat pada pernafasan seperti pneumonia, Middle
East respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom pernafasan akut atau
berat / Severe Acute Respiratory Syinrome (SARS). Virus flu dapat
ditularkan melaui inhalasi, ini terjadi ketika arosol yang diciptakan oleh
bersin mencapai orang yang dekat dnegan subjek yang sakit. Tingkat
penyebaran infeksi juga disebut tingkat penularan tergantung berbagai
faktor termasuk : kepadatan populasi, jumlah orang yang rentan, kualitas
kesehatan, cuaca epidemiologi. Seseorang dapat tertular COVID-19
melalui berbagai cara yakni (Daud et al., 2020) :
a. Tansmisi tetesan pernapasan ini adalah metode utama transmisi
kontak langsung dihasilkan dari batuk dan bersin atau berbicara.
b. Penularan kontak tidak langsung dimana virus ditularkan melalui
kontak dengan orang yang terinfeksi dengan cara tetesan yang
10

mangadung virus mengenai objek atau benda virus covid-19 dapat


bertahan hidup pada benda mati dan dapat tetap hidup hingga 5 hari
pada suhu 22-250C dan kelembapan relative 40-50%, yang disentuh
melalui tangan dan kemudian tangan yang terkontaminasi menyentuh
permukaan mulut, hidung, dan mata.
c. Penularan kontak tidak langsung dengan berjabat tangan dengan orang
yang terinfeksi virus COVID-19.
d. Penularan dari ibu ke anak, seorang anak dari ibu dengan COVID-19
dipastikan memiliki usap tenggorokan positif setelah 30 jam
kelahiran. Hal ini menujukan bahwa COVID-19 dapat menyebaan
infeksi neonatal melalui penularan ibu dana anak.
e. Penularan dengan manusia yang memilki gangguan auto imun atau
gangguan pada kekebalan dan lanjut usia.

II.1.2 Gejala Klinis

Infeksi virus COVID-19 bisa menyebabkan penderita mengalami gejala


flu, seperti demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala atau
gejala infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak,
sesak napas, nyeri dada. Terdapat tiga gejala umum yang bisa
menandakan seseoang terinfeksi virus corona, yaitu demam (suhu tubuh
diatas 380C), batuk dan sesak napas. Munculnya gejala akan muncul
apabila setelah 2 hari atau satu minggu terpapar virus COVID-19. Waktu
median onset gejala untuk kasus ringan adalah sekitar 2 minggu atau 14
hari, dan untuk kasus parah atau kritis yaitu 3-6 minggu (Ahn, 2020).

II.1.3Penegakan Diagnosa

Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus Corona, dokter akan


menanyakan gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan bertanya
apakah pasien berpegian berpegian ke daerah yang memilki kasus infeksi
virus Corona sebelum gejala muncul. Guna memastikan diagnosis
11

COVID-19, Dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan yaitu


(Allinovi, 2020) :
a. Uji Sampel darah
b. Tes usap nasofaring
c. Tes usap tenggorokan

II.1.4 Pencegahan

Menurut Mohamadian (2020), Pencegahan yang terbaik adalah dengan


menghindari faktor-faktor yang bisa menyebabkan seseorang terinfeksi
virus ini :
a. Hindari berpergian ke tempat-tempat umum atau keramaian.
b. Menjaga kebersihan tangan dengan cara rutin mencuci tangan dengan
air dan sabun atau hand sanitizer yang mengandung alkohol minimal
60% setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
c. Menggunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian
d. Tidak menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
e. Hindari kontak dengan hewan, terutama hewan liar. Bila terjadi kontak
dengan hewan, segera mencuci tangan.
f. Memasak daging dengan matang.
g. Tutup mulut dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian buang tisu ke
tempat sampah.
h. Hindari berdekatan dengan orang yang sedang sakit demam, batuk atau
pilek.
i. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan
lingkungan.

Bagi orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 ada beberapa langkah


yang bisa dilakukan yaitu agar tidak menginfeksi orang lain:

a. Jangan keluar rumah kecuali untuk mendapatkan pengobatan


b. Memperiksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala serta
keluhan
12

c. Melakukan isolasi di ruangan tersendiri dengan alat makan dan ruang


kamar mandi yang berbeda dengan yang orang lain gunakan.
d. Tidak melakukan pertemuan dengan orang lain.
e. Menggunakan masker baik di dalam maupun luar ruangan.

II.2 Perilaku

Berdasarkan aspek biologis perilaku dapat didefinisikan sebagai kegiatan


yang berhubungan dengan organisme atau organisme hidup. Beberapa
aktivitas bisa dilihat secara spontan atau tidak spontan (Kholid, 2018).
Perilaku adalah tingkah laku dan ucapan seseorang yang sifatnya bisa
diamati, dijelaskan dan direkam oleh orang atau aktor lain. Prilaku sistematis
pada prinsip dasar prilaku yang menerangkan hubunganantar prilaku manusia
serta kejadian lingkungan. Peristiwa di lingkungan dapat membuat perubahan
perilaku yang menyebabkan perilaku tersebut (Maryunani, 2013).

Menurut Skinner (1983) dan Notomodjo (2014) perilaku adalah respon


seseorang sedang menstimulasi (stimulus) ke dunia luar. Perilaku pada
dorongan eksternal bisa dibagi dua kategori :
a. Perilaku tertutup (covert behavior) Ketika orang lain (dari luar) tidak
dapat dengan jelas mengamati respon terhadap rangsangan, perilaku
penutupan terjadi. Respon seseorang terhadap persepsi,perhatian,
perasaan serta sikap mengenai stimulus yang terbatas.
b. Perilaku Terbuka (Overt behavior) Bentuk respon adalah apa yang
dilakukan dan dapat dinilai dari sisi lain/ oranglain, inilah ialah exercise
yang diamati orang diluar atau observable behavior.

Menurut Notoatmojo (2014) Aktivitas manusia disebut perilaku. Dari sudut


pandang di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku (aktivitas) dalam diri
pribadi tidak dihasilkan oleh dirinya sendiri, melainkan dihasilkan oleh
stimulus yang mempengaruhi pribadi itu. Perilaku dapat dibagi dua katagori,
yaitu :
13

a. Perilaku pasif atau reaksi internal timbul pada individu serta tidak bias
dilihat nyata bagi orang lain. (Tidak melakukan tindakan: berpikir
berdebat, berperilaku) mengacu pada mereka yang punya pikiran positif
yang mendorong hidup sehat tetapi tidak benar-benar menerapkannya.
b. Perilaku positif adalah seseorang sebenarnya bisa melihat (melakukan
tindakan) informasi, seperti: orang yang tahu bahwa menjaga kebersihan
itu penting untuk kesehatannya juga bermanfaat.

Istilah perubahan perilaku didalam aktifitas keseharian adalah sesuatu yang


biasa, hampir tidak ada aspek kehidupan yang tidak terkait dengan masalah
perilaku. Perbedaan antara para ahli yang mencoba mengidentifikasi dan
merakit ramuan untuk membuat ilmu perilaku sangat besar, namun sejak saat
itu, teori menjadi semakin luas, yang dapat menjelaskan bagaimana unsur-
unsur perilaku ini diproses dan digerakkan ke arah supportiveness. Perubahan
perilaku hidupnya gaya hidup sehat (Kholid, 2018).

Perilaku adalah hubungan antara stimulus dan respon (Skiner, dalam


Notoadmodjo 2014). Perilaku terbagi menjadi tiga asalnya, yaitu kognisi,
emosi, dan psikomotor. Lihatlah kognisi dari pengetahuan, lihat emosi dari
sikap, dan lihat gerakan mental dari tindakan (keterampilan). Tingkah laku
seseorang dapat diubah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran diartikan
sebagai proses perubahan tingkah laku berdasarkan tingkah laku sebelumnya.
Proses pembelajaran terdapat tiga elemen penting yang satu sama lain
memiliki keterkaiatan, yaitu: memasukkan, proses dan mengeluarkan
(Kholid, 2018). Jika seorang individu atau masyarakat memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan perubahan perilaku
mereka, mereka dapat meningkatkan perilaku mereka.

2.2.1 Faktor terbentuk perilaku


LW Green 1980 pada Notoadmodjo (2014) cobalah Analisis perilaku
individu pada perspektif kesehatan. Kesehatan individu maupun warga
didasari dua faktor utama yaitu prilaku (behavioral reason) serta faktor
14

di luar lingkungan (non behavioral reason). Selain itu, prilaku tersebut


dapat ditentukan /dibentuk oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor presdisposisi (predisposing faktor) faktor tersebut
memudahkan individu dalam bertindak tercermin didalam wawasan,
sikap, keyakinan kebenaran serta nilai, pengetahuan.
2. Faktor pemungkin (enabling faktor) adalah faktor yang terbentuk
didalam area fisik tidak atau adanya prasarana kesehatan, antara lain
pusat kesehatan masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing factor) adalah Faktor-faktor yang
ditunjukkan padaprilaku serta sikap petugas kesehatan/ tenaga lainnya
menjadi acuan bagi perilaku petugas terkait, warga, UU, Peraturan,
Surat keputusan dari Pemerintah Pusat atau daerah ialah faktor
penguat perilaku.

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang setelah melakukan pengindraan


terhadap suatu objek tertentu sehingga mempengaruhi seseorang untuk
mampu mengambil keputusan. Pengukuran pengetahuan untuk menggali
kemampuan berfikir sesorang dapat dilakukan dengan berbagai cara (Al-
ashwal, 2020). Pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga. Garis
besar tingkat pengetahuan sesorang diantaranya yaitu tahu, memahami,
aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi. Pengukuran pengetahuan untuk
menggali kemampuan berfikir seseorang dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu wawancara, kuisioner atau angket yang berisi pertanyaan
pertanyaan tertentu yang ingin diukur (Fahmi, 2021).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain adalah


sebagai berikut (Notoatmodjo, 2014) :
a. Usia; usia seseorang yang bertambah dapat membuat perubahan pada aspek fisik,
psikologis, dan kejiwaan. Pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan
15

semakin matang dan dewasa sehingga dapat mebuat penerimaan akan


pengetahuan menjadi lebih baik.
b. Pendidikan; tingkat pendidikan yang lebih tinggi seseorang akan lebih mudah
menerima sesuatu yang baru dan mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap serta suatu usaha
mendewasakan individu melalui pengajaran.
c. Pengalaman; pengalaman terkait dengan usia dan pendidikan, semakin
bertambahnya usia maka akan bertambah pengalaman, begitupun dengan
pendidikan yang tinggi akan membantu pengalaman seseorang. Pengalaman ini
merupakan sebuah pristiwa yang pernah dialami oleh sesorang dalam
lingkungannya.
d. Sosial ekonomi; lingkungan social atau orang sekitar yang medukung akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang
e. Kultur; kultur atau budaya yang dianut seseorang, akan berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan seseorang. Karena informasi-informasi yang baru akan
disaring kirakira sesuai atau tidak dengan budayanya.
f. Minat; minat atau rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada
paksaan dari orang lain.
g. Keyakinan/ bilief; keyakinan biasanya bersifat turun temurun, keyakinan positif
dan keyakinan negative dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

2.4 Sikap

Sikap adalah cerminan pertama yang terlihat dari seorang manusia ketika
bertingkah laku. Sikap merupakan suatu adopsi dari gelaja di dalam diri
masyarakat yang memiliki dimensi afektif yang merupakan kecenderungan
untuk dapat mereaksi atau melakukan respon melalui cara yang relatif
terhadap objek barang dan manusia baik secara baik maupun tidak baik
(Kurniawan, 2018). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2014).
16

Sikap merupakan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun


perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek
tertentu. Sikap merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Pembetukan sikap
seseorang individu dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan faktor
ekternal. Faktor internal pembentuk sikap adalah pemilihan terhadap objek
yang akan disikapi oleh individu, pengalaman pribadi keaadaan emosional
dan lainnya. Faktor ekternal mencakup interaksi kelompok, komunikasi,
budaya dan lainnya (Baig, 2020).

Skala yang digunakan untuk mengukur sikap diantaranya adalah


menggunakan skala sikap. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif) dan netral. Salah satu skala sikap yang sering
dilihat yaitu menggunakan skala likert yang dinilai oleh subjek dengan sangat
setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Notoatmodjo, 2013) :


a. Pengalaman pribadi; segala sesuaatu yang telah dialami sesorang akan
mempengaruhi penilainnya terhadap suatu objek.
b. Pengaruh orang lain; seseorang memiliki sikap yang sejalan dengan sikap orang
yang dianggap berpengaruh (orangtua, teman dan tokoh-tokoh agama).
c. Kebudayaan; kebiasaan yang dijalankan dalam lingkungan seseorang tinggal akan
mempengaruhi pembentukan sikap seseorang.
d. Media massa; yang memebrikan pesan, kemudian mempengaruhi, memberikan
sugesti, sehingga membentuk sikap.
e. Lembaga pendidikan/agama; ajaran akan baik dan buruk yang didapatkan dari
lembaga pendidikan.
f. Faktor emosional; sikap terkadang merupakan pernyataan atas dasar
emosi, atau bentuk mekanisme pertahanan ego.
17

2.5 Kesehatan Lingkungan


2.5.1 Definisi Kesehatan lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar baik berupa benda
hidup, benda mati, benda nyata, atau manusia lainnya. Lingkungan
merupakan komponen penting dalam mendukung kehidupan di bumi ini,
pengelolaan lingkungan perlu dikehendaki agar tetap sehat sehingga
secara berlanjut dapat menopang kehidupan serta generasi-generasi yang
akan datang. Kualitas lingkungan dapat dipengaruhi dari manusia
bagaimana dia memodifikasi dan mengubah lingkungannya. Lingkungan
tidak mengenal batas yang jelas semua elemen mempunyai fungsi
ekologis masing-masing, saling berinteraksi, dan saaling ketergantungan,
sehingga suatu wilayah itu mempunyai daya dukung. Pengetahuan
tentang hubungan antar jenis lingkungan sangat penting untuk
menanggulangi permasalahan yang terjadi dilingkungan (Slamet, 2011).

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.
Sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-
beda. Secara awam sehat diartikan keadaan seseorang dalam kondisi
tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari,
dan sebagainya (Slamet, 2011). Menurut lembaga organisasi kesehatan
dunia (WHO, 2021) kesehatan adalah keadaan yang sempurna baik fisik,
mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Hal
ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktifitasnya, di mana
seluruh aspek kehidupan sangat mendukung kondisi kesehatan manusia
(Notoatmodjo, 2014).

Kesehatan lingkungan dapat diartikan sebagi ilmu yang memepelajari


interaksi antara lingkungan dengan kesehatan manusia, tumbuhan, dan
hewan dengan tujuan untuk meningkatkan faktor lingkungan yang
18

menguntungkan (eugenic) dan mengedalikan faktor yang merugikan


(disgenik), sedemikian rupa sehingga resiko terjadinya gangguan
kesehatan dan keselamatan jadi terkendali. Pengelolan kualitas
lingkungan udara, temperatur, suhu, pemukiman, penyebaran penyakit
dapat berpengaruh terhadap kesehatan suatu masyarakat (Slamet, 2011).
Menurut teori HL Blum, derajat kesehatan ditentukan oleh 40% faktor
lingkungan, 30 % faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan dan
10% faktor genetika (Kemenkes, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan lingkungan


adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Kesehatan
lingkungan merupakan kesehatan yang sangat penting bagi kelancaran
kehidupan pribumi, karena lingkungan adalah tempat dimana pribadi
tinggal. Adapun ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut
Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu kelompok upaya
sanitasi, kelompok upaya penanggulangan pencemaran dan kemerosostan
lingkungan fisik, kelompok upaya akibat tekanan pembangunan.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan
social kemasyarakatan bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau
determinan dalam kesejahtraan penduduk. Lingkungan yang sehat sangat
dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meingkatkan
efesiensi kerja dan belajar. Selain itu peran lingkungan dalam
menimbulkan penyakit yaitu dimana lingkungan sebagai faktor
kecenderungan, sebagai penyebab penyakit, sebagai media transmisi
penyakit, dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit (Mubarak, 2021).

Kesehatan lingkungan adalah suatu upaya untuk menciptakan atau


mewujudkan suatu lingkungan yang bersih dan sehat yang berlandaskan
pada etika lingkungan sehingga dapat mendukung kehidupan manusia.
19

Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan cara yang


lebih efektif dalam mencegah timbulnya berbagai penyakit daripada
mencegah atau memberantas suatu penyakit yang telah berkembang
menjadi wabah. Ditinjau dari sudut ekologis ada tiga faktor yang dapat
menimbulkan suatu kesakitan tiga faktor tersebut disebut dengan
epidemiologic triangle, epidemiologic triangle biasa digunakan untuk
menganalisis terjadinya penyakit infeksi. Segitiga ini terdiri dari agen
(agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment) (Mubarak, 2021).

Kualitas lingkungan merupakan salah satu hal yang dapat menunjang


terciptanya kesehatan, kerusakan pada lingkungan akan memberikan
dampak terhadap kesehatan. Perkembangan epidemiologi
menggambarkan secara spesifik bahwa peran lingkungan berpengaruh
terjadinya penyakit dan wabah. Dilihat dari ilmu kesehatan lingkungan
penyakit terjadi karena adanya interaksi manusia dengan lingkungan
hidupnya. Hakikatnya manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur
lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Perubahan kualitas
lingkungan yang cepat merupakan suatu tantangan untuk manusia agar
dapat menjaga fungsi dari lingkungan hidup agar tetap normal sehingga
kesehatan manusia atau masyarakat tetap terjamin (Slamet, 2011).

Menurut Slamet (2011) Lingkungan terdiri dari berbagai macam yaitu


atmosfer dimana atmosfer terdiri dari lingkungan udara seperti iklim
atau keadaan cuaca, temperatur udara atau suhu udara dan partikulat.
Hidrosfir yaitu lingkungan air, lingkungan air yang begitu luas sangat
berpengaruh terhadap iklim, selain itu air berpengaruh terhadap
pengelolaan lingkungan. Litosfir yaitu semua bagian bumi yang padat
seperti tanah, penataan guna lahan, kualitas bangunan. Sosiosfir yaitu
lingkungan yang tercipta akibat terjadinya interaksi antar manusia secara
nalar.

2.6 Kualitas suhu ruangan


20

Penelitian mengenai dampak kondisi meteorologi pada penyebaran virus yang


mempengaruhi sistem pernapasan manusia telah diamati sejak lama. Studi
kelompok telah menujukkan bahwa influenza dan virus corona menunjukkan
variabilitas musiman yang kuat dengan penurunan yang nyata di musim
panas. Faktor meteorology secara langsung dapat memengaruhi epidemi baik
dengan mengubah responnya maupun dengan mempengaruhi siklus hidup
dari virus tersebut dilingkungan (Zhao et al., 2020). Penelitian yang
dilakukan (Dobricic et al., 2020) menunjukkan bahwa siklus hidup dan
penularan dari virus yang memengaruhi sistem pernapasan manusia baik yang
penularannya terjadi di dalam maupun di luar ruangan itu dipengaruhi oleh
perubahan kondisi atmosfer. Virus corona diperkirakan dapat bertahan pada
permukaan benda namun waktunya sangat bervariasi tergantung pada kondisi
lingkungan di sekitarnya. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh (Dobricic et
al., 2020) menunjukkan peran radiasi matahari dalam pengurangan
konsentrasi virus corona dengan cepat dan virus ini dapat bertahan lebih lama
pada permukaan benda yang berada dalam ruangan dengan suhu yang lebih
rendah dan kelembaban yang lebih rendah.

Suhu tinggi dan kelembaban relatif (RH) dapat meningkatkan pembusukan


SARS CoV-2 dan penambahan sinar matahari yang disimulasikan selanjutnya
dapat menyebabkan pembusukan virus yang cepat di dalam droplet. SARS-
CoV-1 kehilangan infektivitasnya setelah dipanaskan pada suhu 56°C selama
15 menit tetapi stabil selama setidaknya 2 hari setelah kekeringan pada plastik
dan hilangnya infektivitas virus serupa baik dalam bentuk larutan maupun
kering. Hal ini menyiratkan bahwa inti tetesan yang mengandung SARS-
CoV-2 dapat berperilaku serupa dengan tetesan kering saat terkena perubahan
suhu dan kelembaban (Ram et al., 2021).

Sebuah studi menunjukkan bahwa sinar ultraviolet dan pH ekstrim membantu


menonaktifkan SARS-CoV-1. Studi lain menunjukkan bahwa virus hanya
bertahan selama beberapa jam setelah kehilangan kadar airnya. Tingkat
21

peluruhan SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2 dibandingkan pada suhu 21-23°C


dan 65% RH, mengungkapkan bahwa kedua virus masih dapat terdeteksi
setelah 3 jam aerolisasi. Studi ini juga memperkirakan waktu paruh rata-rata
SARS-CoV-2 menjadi 1,09 jam yang serupa dengan SARS-CoV-1 (1,18
jam). Penelitian menunjukkan bahwa infektivitas SARS-CoV-2 melalui
aerosol dapat dipertahankan selama 16 jam pada suhu kamar sehingga
menjadi virus yang lebih cocok untuk penularan melalui udara. SARS-CoV-2
dapat bertahan lebih baik di bawah suhu rendah dan kondisi kelembaban
relatif (RH) yang tinggi; perkiraan median paruh virus lebih dari 24 jam pada
10°C dan 40% RH. Penelitian campuran tentang peran suhu dan kelembaban
pada stabilitas, viabilitas dan kerusakan aktivitas virus (Ram et al., 2021).
Kasus terkonfirmasi Covid-19 memiliki hubungan yang kuat dengan nilai
dari indeks UV. Penelitian (Gunthe et al., 2020) menyatakan bahwa suhu
yang lebih tinggi atau paparan radiasi UVC yang lama menurunkan
infektivitas virus.

2.7 Sirkulasi udara

Kualitas bangunan yang dapat dilihat dari bangunan dan konstruksinya


menentukan apakah suatu bangunan tersebut lembab atau panas. Pada tingkat
ruangan, berbagai sistem resirkulasi digunakan untuk membawa udara ke
dalam ruangan dan mengatur kondisi udara. Ventilasi adalah salah satu
komponen terpenting dalam strategi untuk mengurangi risiko penularan
udara. Semakin banyak ventilasi dengan udara udara luar yang segar, semakin
baik. Selain itu, banyaknya fan-coil unit pada kipas akan memberikan
komponen udara segar (ventilasi). Pada dasarnya, dianjurkan menjaga sistem
ini tetap berjalan. Jika sistem tidak berkontribusi pada ventilasi, mengurangi
risiko penularan udara akan menjadi sulit (Loomans et al., 2020).

Efisiensi ventilasi memiliki dua prinsip utama untuk solusi ventilasi ruangan
yaitu mixing ventilation dan displacement ventilation. Pada dasarnya,
displacement ventilation adalah bentuk ventilasi yang lebih efisien. Artinya
22

dengan jumlah yang sama pencemar udara dihilangkan dengan lebih efisien,
sehingga konsentrasinya di dalam ruangan lebih rendah (Loomans et al.,
2020). Studi terbaru menunjukkan bahwa transmisi aerosol yang
dikombinasikan dengan kondisi ventilasi yang buruk dapat menyebabkan
penularan SARS-CoV-2. Mengingat data yang tersedia hingga saat ini, para
ilmuwan secara tegas memperingatkan bahaya yang ditimbulkan oleh
transmisi aerosol dengan SARS-CoV-2. Tindakan yang mungkin dilakukan
untuk menahan transmisi aerosol di dalam ruangan adalah tindakan ventilasi
yang mengahasilkan nilai tukar udara luar ruangan yang tinggi, sirkulasi
udara yang rendah dan pembuangan udara agar dapat bernapas dengan cepat.
Untuk mengukur efektivitas langkah-langkah ini dengan lebih tepat, efek
ventilasi pada kontaminasi udara dalam ruangan dengan virus harus diselidiki
secara lebih rinci (Miller et al., 2020).

Efek ventilasi udara luar ruangan pada konsentrasi virus di udara Mixing
ventilation mengurangi konsentrasi yang sangat tinggi di dekat sumber ke
tingkat konstan didalam ruangan dari jarak sekitar 1,5 m dari sumber.
Pengurangan konsentrasi virus dengan ventilasi yang efektif memungkinkan
untuk mengontrol pemaparan, yaitu dosis yang terkait erat dengan
kemungkinan infeksi dan tergantung pada kecepatan pernapasan, konsentrasi
dan waktu (Kurnitski, 2020).

Sistem ventilasi yang ada, biasanya tidak mungkin meningkatkan kipas secara
signifikan, sehingga system dapat memberikan kinerja yang sesuai dengan
ukurannya (Kurnitski, 2020). Jika emisi dan penyebaran virusdi udara
dianggap penting, ada beberapa rancangan dan ukuran operasional yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui udara
diruang tertutup bangunan yaitu (Kurnitski, 2020):
1. Tingkat ventilasi harus ditingkatkan sesuai dengan kenyamanan dan
masalah energi.
2. Udara dalam ruangan dan udara yang diektraksi tidak boleh disirkulasi
ulang.
23

3. Individu harus menghindari langsung aliran udara dari orang lain


4. Jumlah orang yang berbagi dalam ruangan yang sama harus diminimalkan
5. Orang yang bekerja, belajar di ruang bersama harus memakai masker
dengan benar.

Penelitian dapat menunjukkan peran relatif yang dimainkan oleh berbagai


jalur penularan penyakit dan mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.
Untuk mencapai hal ini, insinyur dan ilmuwan kesehatan bekerja sama
untukmengumpulkan faktor (yaitu ventilasi, pola lairan udara, filtrasi,
kepadatan penghunidan jarak) untuk menentukan hubungan mereka dengan
lokasi dan waktu kasus. Jika investigasi wabah, pelacakan kontak dan
evaluasi pengujian luas dapat mencakup pengumpulan informasi lingkungan,
temuan akan membantu mendukung pemilihan tindakan respons HVAC
(Light et al., 2020). Heating, ventilation, and air conditioner (HVAC)
digunakan untuk memberikan kondisi lingkungan yang nyaman (suhu dan
kelembapan) dan udara bersih di dalam ruangan seperti gedung dan
kendaraan.Sistem HVAC dapat dibentuk dalam berbagai cara, tergantung
pada aplikasi dan fungsinya pada gedung/kendaraan. Sistem ventilasi
menyediakan udara bersih dengan menukar udara dalam ruangan dan luar
ruangan (ECDC, 2020).

Ventilasi yang buruk di dalam ruangan tertutup dikaitkan dengan peningkatan


transmisi infeksi pernapasan. Ada banyak penularan Covid-19 yang terkait
dengan ruangan tertutup. Peran ventilasi dalam mencegah penularan Covid-
19 tidak didefinisikan dengan baik (yaitu dengan mencegah penyebaran
partikel infeksius untuk meminimalkan risiko penularan, atau mencegah
transfer dosis infeksius ke individu yang rentan). Covid-19 utamanya
ditularkan melalui droplet, namun semakin banyak laporan kasus yang
melibatkan peran aerosol dalam wabah Covid-19. Beberapa laporan telah
menunjukkan bahwa penularan Covid-19 bisa sangat efektif di ruang tertutup
yang padat seperti tempat kerja (kantor, pabrik) dan selama kegiatan yang ada
di dalam ruangan seperti tempat ibadah, restoran, resort, pesta, pusat
24

perbelanjaan, asrama pekerja, kelas dansa, kapal pesiar dan kendaraan


(ECDC, 2020).

Salah satu penelitian menunjukkan peran ventilasi di dalam bus yang sedang
dalam perjalanan menuju ke kuil, kasus ini terjadi di Tiongkok. Salah satu
penumpang bussebelumnya telah mengunjungi Wuhan telah menunjukkan
gejala sebelum kejadian.Tingkat serangan wabah tertinggi di antara mereka
terjadi pada bus yang berbagi perjalanan dengan pasien (23 dari 67
penumpang; 34%). Penumpang yang duduk lebih dekat dengan pasien secara
statistik memiliki risiko lebih tinggi dari pada mereka yang duduk lebih jauh.
Namun, semua penumpang yang duduk di dekat jendela tetap sehat, kecuali
penumpang yang duduk di sebelah pasien. Ini mendukung hipotesis bahwa
aliran udara di sepanjang bus memfasilitasi penyebaran virus. Sebaliknya, ada
tujuh kasus Covid-19 di antara 172 orang lainnya yang menghadiri kuil
memiliki kontak dengan pasien (Shen et al., 2020).

2.8 Tempat Tinggal

Definisi tempat tinggal adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir
dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban.
Banyaknya jumlah penduduk dalam suatu daerah merupakan sebagai dasar
kebijakan pemerataan penduduk pada program transmigrasi. Kepadatan
penduduk kasar atau crude population density (CPD) menggambarkan jumlah
penduduk buat setiap kilometer persegi luas wilayah. Luas daerah yg
dimaksud ialah luas seluruh daratan pada suatu wilayah administrasi.

Angka kepadatan penduduk mengambarkan rata-rata jumlah penduduk tiap


satu kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk
menunjukan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami daerah tadi.
misalnya kepadatan penduduk Indonesia tahun 2009 sebanyak 124 hal ini
menggambarkan bahwa tiap 1 kilometer persegi wilayah pada Indonesia
didiami 124 penduduk. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi akan
25

menimbulkan tingginya frekuensi interaksi antar individu pada wilayah


tersebut (Badan Pusat Statistik, 2022).

2.9 Profil Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Universitas Lampung

Universitas Lampung adalah universitas negeri pertama dan tertua di Provinsi


Lampung, Indonesia. Hari jadi Unila ditetapkan pada tanggal 23 September
1965, berdasarkan pada keluarnya Surat Keputusan Menteri PTIP (Perguruan
Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) yang menetapkan berdirinya Unila. Unila
terdiri dari beberapa program studi yaitu studi sarjana yang memiliki delapan
fakultas dan program studi pascasarjana yang terdiri dari magister dan doktor.
Universitas Lampung memiliki jumlah civitas akademik (dosen) dan civitas
non akademik lebih dari 1000. Kampus Universitas Lampung didiskripsikan
oleh Gambar 1.

Gambar 1. Kampus Universitas Lampung

Keinginan mendirikan perguruan tinggi di Lampung merupakan cita-cita para


tokoh masyarakat Lampung sejak tahun 1960-an, yang dimaksudkan sebagai
wahana untuk mencerdaskan masyarakat pada jenjang pendidikan tinggi,
karena semakin banyak putera-puteri terbaik lulusan SMA yang harus pergi
ke Jawa atau Palembang untuk dapat melanjutkan studinya. Di pihak lain,
Provinsi Lampung yang baru terbentuk juga sangat memerlukan tenaga
lulusan perguruan tinggi dalam jumlah banyak guna melaksanakan kegiatan
26

pembangunan di daerah ini. Cita-cita pendirian perguruan tinggi di Lampung


tersebut diupayakan terwujud oleh dua panitia yaitu P3SL dan P3 YPTL :
1. Panitia Pendirian dan Perluasan Sekolah Lanjutan (P3SL) yang berubah
menjadi Panitia Pendirian dan Perluasan Sekolah Lanjutan dan Fakultas
(P3SLF) diketuai oleh Zainal Abidin Pagar Alam dan Sekretaris Tjan Djiit
Soe.
2. Panitia Persiapan Pembentukan Yayasan Perguruan Tinggi Lampung
(P3YPTL) diketuai oleh Nadirsjah Zaini, M.A. dan Sekretaris Hilman
Hadikusuma. Kedua panitia dilebur menjadi Yayasan Pembina Perguruan
Tinggi Lampung (YPPTL). Yayasan ini membentuk Fakultas Ekonomi,
Hukum, dan Sosial (FEHS), berkedudukan di Jalan Hasanuddin 34.

Visi dari Universitas Lampung dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang


(RPJP) Unila 2005-2025 telah ditetapkan visi Unila yaitu Pada Tahun 2025
Unila Menjadi Perguruan Tinggi Sepuluh Terbaik di Indonesia. Misi
Universitas Lampung Misi Unila seperti yang tertera di dalam dokumen RPJP
2005 – 2015 dan dokumen Renstra 2007 – 2011 sebagai berikut. Butir-butir
Misi Unila yang telah disempurnakan sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan tridarma PT yang berkualitas dan relevan;
2. Menjalankan tata pamong organisasi Unila yang baik (good university
governance);
3. Menjamin aksesibilitas dan ekuitas pendidikan tinggi
4. Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri
Klinik Universitas Lampung merupakan salah satu fasilitas tingkat Kesehatan
Pratama yang berada di Universitas Lampung, badan pelaksanaan klinik
dibentuk berdasarkan SK Rektor No 563/UN26/ DT.04/2017 tanggal 17 april
2017. Klinik Universitas Lampung merupakan pengembangan dari Klinik
Mahasiswa Universitas Lampung, Klinik Unila pada perjalanannya pernah
dialihkan pengelolaannya di bawah fakultas kedokteran Unila. Semakin
berkembangnya pelayanan Kesehatan di Klinik Unila pelayanan Kesehatan
diperluas tidak hanya untuk mahasiswa dan civitas akademika tetapi juga
untuk masyarakat umum.
27

2.10 Kerangka Teori

Agent, host dan factor lingkungan saling berhubungan dalam berbagai cara
yang rumit untuk menghasilkan penyakit. Epidemiologic triangel biasa
digunakan untuk menganalisis terjadinya infeksi (Pandhita, 2021).
Berdasarkan hal tersebut kerangka teori di deskripsikan pada Gambar 2.

AGENT
Virus SARS-COV 2

Kejadian
Covid-19

HOST ENVIRONMENT
Faktor perilaku : Faktor lingkungan :
- Usia - Sirkulasi udara
- Jenis kelamin - Suhu ruangan
- Pendidikan - Tempat tinggal
- Kondisi kesehatan
- Penyakit komorbid
- Pengetahuan
- Sikap

Gambar 2. Kerangka Teori

2.11 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan skema yang menggambarkan hubungan antar
variabel yang diteliti (Polit & Beek, 2012). Kerangka konsep disusun

Usia
28

berdasarkan kajian kepustakaan yang telah dilakukan peneliti dengan tujuan


untuk mengetahui determinan perilaku dan kesehatan lingkungan terhadap
kejadian COVID-19 studi kasus di fasilitas kesehatan tingkat pertama
Universitas Lampung. Berdasarkan hal tersebut kerangka teori di
deskripsikan pada Gambar 3.

Jenis Kelamin

Pendidikan

Kondisi Kesehatan
Kejadian COVID - 19
Penyakit Komorbid

Pengetahuan

Sikap

Sirkulasi udara

Suhu ruangan

Tempat tinggal
Gambar 3. Kerangka Konsep

2.12 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi


kesehatan, riwayat komorbid, perilaku pengetahuan, sikap, fasilitas
lingkungan sirkulasi udara, temperatur ruangan dan tempat tinggal
terhadap kejadian COVID-19.
29

III. METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Riset ini menggunakan riset kuantitatif, data kuantitatif pada dasarnya
menghasilkan analisis dengan numerik dan diolah dengan metode statistik.
Riset ini menggunakan desain riset survey analitik observasional, yaitu riset
ada hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesa. Metode riset ini
yang dipakai ialah cross sectional yaitu suatu penelitian dengan pendekatan,
observasi atau pengumpulan data pada satu waktu (Notoatmodjo, 2012).

III.2 Tempat dan Waktu


Riset ini akan dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Universitas
Lampung pada Bulan Desember 2022 - Februari 2023. Penelitian dilakukan
apabila telah mendapat persetujuan dari pembimbing dan izin penelitian.

III.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).
Variabel dependen yaitu jumlah kasus kejadian Covid-19 di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Universitas Lampung periode 2022. Variabel
independen dalam penelitian ini usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi
kesehatan, penyakit komorbid, pengetahuan, sikap, sirkulasi udara, suhu
ruangan dan tempat tinggal.

III.4 Populasi dan Sampel


III.4.1 Populasi
30

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik


tertentu. Populasi terbagi menjadi dua populasi tertarget dan populasi
terjangkau. Populasi ialah objek riset atau objek yang telah diteliti
(Notoadmodjo, 2014). Populasi didalam riset ini ialah civitas akademik
dan non akademik lingkungan Universitas Lampung yang terkonfirmasi
positif dan negatif COVID-19 melalui rapid antigen di Faskes Unila
selama 2022 yaitu sebanyak 400 orang.

III.4.2 Sampel

Sampel ialah sebagian yang didapat dari seluruh obyek yang diteliti serta
dirasa dapat mewakili populasi (Notoadmodjo, 2014). Sampel dalam riset
ini ialah separuh dari populasi civitas akademik dan non akademik
Universitas Lampung pada saat penelitian berlangsung yang memiliki
kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Purposive Sampling (Sugiyono, 2013) adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu yang dilakukan ialah kepada responden yang sudah memiliki
kriteria dalam penelitian, dengan memfokuskan pada teknik pengambilan
sampel pada tingkat elemen populasi. Populasi sebanyak 400 civitas
akademik dan non akademik yang terkonfirmasi Covid-19 dan tidak
terkonfirmasi pada tahun 2022 melalui rapid antigen test, dipilih sampel
sebanyak 186 responden menggunakan cara perhitungan dengan rumus
Isaac dan Michael.

III.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi


III.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2014). Kriteria inklusi dalam penelitian ini sebagai
berikut :
31

1. Civitas akademik dan non akademik di lingkungan Universitas


Lingkungan.
2. Pernah dan tidak pernah terinfeksi virus Covid 19
3. Bersedia untuk menjadi subjek riset serta mengisi lembar kuisioner

III.5.2 Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak sapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014). Kriteria ekslusi sampel dalam
penelitian yaitu :
1. Tidak menyelesaikan prosedur penelitian

III.6 Besar Sampel

Menurut sugiyono (2017) menjelaskan bahwa penetuan besarnya sampel


dalam suatu penelitian tergantung pada dua hal yakni adanya sumber-sumber
yang dapat digunakan untuk menentukan batas maksimal dari besarnya
sampel dan kebutuhan sari rencana analisis yang menetukan batas minimal
besarnya sampel. Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus
Isaac dan Michael sebagai berikut :

s = 3,842 x 400 x 0,5 x 0,5


0,052 (400-1) + 3,842 x 0,5 x 0,5
s = 186
Jumlah sampel miniml yang dibutuhkan 186 orang.
Keterangan
s : jumlah sampel
λ2 : Chi kuadrad yang harganya tergantung derajad kebebasan dan tingkat
kesalahan. λ 2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bias 1%, 5%, 10%.
32

Untuk derajad kebebasan 1 dan kesalahan 1% nilai Chi Kuadrad = 6,635


untuk 5% nilai Chi Kuadrad = 3,842 dan 10% nilai Chi Kuadrad = 2,706
(Tabel Chi Kuadrad)
N : jumlah populasi
P : Peluang benar (0,5)
Q : Peluang salah (0,5)
d : Perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi Perbedaan
bias 0,01; 0,05; dan 0,1.

III.7 Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah penjelasan teoritis tentang variable berdasarkan


tujuan penelitian (Riskesdas, 2018) definisi operasional pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
33

Tabel 1. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat dan cara ukur Hasil ukur Skala ukur
Variabel independent
1 Usia Selisih lamanya waktu hidup yang dihitung Responden mengisi 0. < 35 tahun Ordinal
dalam tahun atara waktu lahir dengan ulang kuisioner pada kolom usia 1. > 35 tahun
tahun terakhir
2. Jenis kelamin Ciri seksual yang menjadi ciri khas dan Responden memilih salah 0. Laki-laki Nominal
identitas responden satu kolom yang sesuai jenis 1. Perempuan
3. Pendidikan Level pendidikan formal terakhir yang telah Responden memilih salah 1. SMP Ordinal
dilalui oleh responden pada saat penelitian satu kolom yang sesuai 2. SMA
dilakukan pendidikannya 3. D3
4. S1
5. Magister
4. Kondisi kesehatan Keadaan responden dimana dapat Responden kolom gejala 0. Sehat jika tidak Ordinal
melakukan aktifitas dengan normal secara dengan mengisi kuisioner disertai gejala
lahir dan batin 1. Tidak sehat jika
disertai gejala
5. Penyakit komorbid Kondisi dimana responden memiliki dua Responden mengisi 1. Diabetes Ordinal
atau lebih penyakit pada saat bersamaan kuisioner riwayat penyakit 2. Jantung
dengan penyakit lainnya penyerta 3. Asma
4. Hipertensi
5. Autoimun
6. Dm hipertensi

3. Pengetahuan Kemampuan responden dalam memahami Responden mengisi 0. Baik jika skor Ordinal
COVID-19 kuisioner pengetahuan yang didapatkan
> t mean 27-36
1. Kurang baik
jika skor yang
didapatkan < t
mean 9-26
(Azwar,2019)
4. Sikap Sikap responden terhadap pencegahan dan Responden mengisi 0. Baik jika skor Ordinal
penularan COVID-19 kuisioner tentang sikap yang didapatkan
34

> t mean 28-36


1. Kurang baik jika
skor yang
didapatkan < t
mean 10-27
(Azwar,2019)
5. Temperatur ruangan Besaran yang menyatakan derajat panas Pengukuran menggunakan 0. Memenuhi jika Ordinal
dingin suatu ruangan thermohygro meter suhu ruangan >
250C
1. Tidak memenuhi
jika suhu
ruangan < 250C
(Daud et
al.,2020)
6. Fasilitas Sirkulasi udara udara keluar masuk ruangan melalui Pengkuran luas ventilasi/ 0. Baik skor yang Ordinal
ventilasi luas ruangan x 100% didapatkan > 10
%
1. tidak baik jika
skor yang
didapatkan < 10
% (Lubis,2011)
7. Tempat tinggal Kepadatan penduduk adalah banyaknya Responden mengisi alamat 0. Bandar Ordinal
penduduk per satuan luas Lampung
1. Luar Bdr
Lampung
Variabel dependen
8. Kejadian COVID-19 Keadaan responden dimana terinfeksi virus Responden mengisi 0. Ya jika di Nominal
COVID-19 kuisioner pada kolom dapatkan hasil
swab positif
1. tidak jika
didapatkan hasil
swab negatif
35

III.8 Pengumpulan data


III.8.1 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah menggunakan


kuisioner (angket). Kuisioner merupakan teknik yang dilakukan dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan dalam kuisioner harus merujuk kepada
masalah (rumusan masalah) penelitian dan indikator-indikator dalam
konsep operasional. Intrumen menggunakan kuisioner terstruktur
berdasarkan kisi-kisi komponen variabel dependen (karakteristik dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kesehatan lingkungan
terhadap kejadian COVID-19 dan variable independen kejadian COVID-
19.

III.8.2 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas Efektivitas ialah ukuran yang menentukan derajat keahlian


atau keefektifan alat (Arikunto, 2013). Perangkat bisa menakar apa yang
harus ditakar, maka dikatakan efektif, jika perangkat bisa menakar nilai
yang ingin ditakar itu valid. Uji validitas diberikan pada 10 responden di
Universitas Terbuka yang memiliki karateristik serupa dengan lokasi
penelitian. Pengajuan Validitas instrument dilakukan melalui progaram
komputer. Pada uji validitas kuisioner dilakukan terhadap 20 responden,
dengan perkiraan jumlah pertanyaan 35 pertanyaan. Menurut Hastono
(2017) menyatakan bahwa valid tidaknya suatu intrumen dalam hal ini
kuisioner dapat diketahui melalui uji validitas. Uji ini dilakukan dengan
melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor
totalnya, suatu variabel diakatakan valid apabila skor variabel tersebut
berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Nilai r hitung
dibandingkan dengan nilai r tabel jika nilai r hitung > r tabel maka data
tersebut dinyatakan valid.
36

Penelitian ini Mengutip kuisioner dari Rachmani (2021) dengan judul


Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Pencegahan Covid-
19 Pada Masyarakat Di Wilayah Kota Depok, Jawa Barat.
Tabel 2. Hasil uji validitas kuisioner pada pengetahuan, sikap dan perilaku

terhadap kejadian COVID-19.


No. Rhitung Rtabel Keterangan
Pengetahuan
1 0,837 0,444 Valid
2 0,964 0,444 Valid
3 0,919 0,444 Valid
4 0,957 0,444 Valid
5 0,964 0,444 Valid
6 0,761 0,444 Valid
7 0,839 0,444 Valid
8 0,950 0,444 Valid
9 0,956 0,444 Valid
Sikap
10 0,944 0,444 Valid
11 0,766 0,444 Valid
12 0,776 0,444 Valid
13 0,913 0,444 Valid
14 0,889 0,444 Valid
15 0,944 0,444 Valid
16 0,905 0,444 Valid
17 0,803 0,444 Valid
18 0,689 0,444 Valid
19 0,791 0,444 Valid
20 0,913 0,444 Valid
Perilaku
21 0,766 0,444 Valid
22 0,839 0,444 Valid
23 0,913 0,444 Valid
24 0,557 0,444 Valid
25 0,778 0,444 Valid
37

Uji reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan
dikatakan realiabel bila jawaban seseorang terhadap pertanyaan tersebut
konsistensi atau stabil dari waktu ke waktu (Nursalam, 2014). Metode uji
reliabilitas ini adalah metode Coronbach’s Alpha.0-1. Nilai 0.800-1,00
menunjukan reliabilitas yang tinggi, nilai 0,600-0,800 reabilitas yang
cukup dan dapat diterima nilai 0,400-0,600 menunjukan reabilitas agak
rendah, nilai 0,200-0,400 reabilitas rendah dan nilai 0,000-0,200
merupakan reabilitas yang sangat rendah. Hasil uji reabilitas intrumen
yang digunakan di dalam penelitian ini dilakukan pada penelitian
sebelumnya (Arikunto, 2013).
Tabel 3. Uji reabilitas kuisioner pada pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
kejadian COVID-19.
Coronbach’s Alpha N (jumlah pertanyaan)
0,984 25

III.8.3 Prosedur pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari
kuisioner yang diisi oleh responden secara offline, langkah-langkah yang
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Peneliti mempersiapkan kuisioner yang aka digunakan sebagai tempat
pengisian kuisioner bagi responden untuk menjamin privasi selama
proses pengambilan data
b. Peneliti mendatangi kampus Universitas Lampung lalu
mengidentifikasi calon responden sesuai dengan kriteria inklusi yang
telah di tetapkan
38

c. Peneliti memberikan informasi secara lengkap dan jelas tentang tujuan,


manfaat dan hak hak responden serta menjelaskan teknis pengisian
kuisioner
d. Pengisian kuisioner untuk setiap responden berkisar antara 10-20 menit.
Dalam proses pengisian kuisioner responden dapat mengklarifikasi
apabila terdapat pertanyaan yg kurang jelas atau kurang dipahami oleh
responden
e. Kuisioner yang telah diisi kemuadia ditindak lanjuti oleh peneliti untuk
selanjutnya akan diberikam reward bagi responden yang berpartisipasi
aktif selama peroses pengisian kuisioner
f. Setelah pegambilan data, apabila belum terpenuhi sampelnya maka
akan dilanjutkan esok harinya
g. Setelah pengumpulan data terpenuhi sesuai dengan jumlah sampel yang
diharapkan selanjutnya kemudian diakukan analisis data

3.8.4 Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data lalu data diolah menjadi suatu informasi yang
menjawab pertanyaan penelitian. Ada 4 tahap pengolahan data yakni
editing, coding,processing dan cleaning ( Hidayat, 2011) :
1. Editing
Editing ialah Usaha mengecek lagi keakuratan bukti yang didapatkan
atau dikumpulkan dengan melakukan pengecekan kembali isi kuesioner
apakah jawaban yang Kuesionernya jelas, lengkap, konsisten, serta
releven.
2. Coding
Coding ialah pemberian kode angka pada bukti yang terdapat dari
beberapa kategori. Manfaat coding ialah sebagai permudah analisis
bukti serta mempercepat ketika bukti di entry.
3. Processing (entry data)
39

Data yang telah dilakukan coding, kemudian diinput ke dalam computer


untuk dilakukan proses analisis data dengan menggunakan program
analisis data SPSS
4. Cleaning
Tahap akhir pengolahan data adalah Cleaning data yang membersihkan
dengan melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan
untuk memastikan tidak terdapat kesalahan saat input data. Pemeriksaan
betujuan agar data dapat diolah dan dianalisis dan tidak terjadi
kesalahan saat analisis data.

III.9 Analisis data


Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat, analisis
bivariat dan analisis multivariat dengan menggunakan program perangkat
lunak komputer menggunakan SPSS versi 23.
a. Analis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mendetesiskan setiap variabel penelitian
(Notoatmodjo, 2014). Peneliti melakukan analisa univariat didasarkan dari
jenis data masing-masing variabel yang dikelompokan menjadi data
katagorik. Analisis univariat untuk data katagorik dianalisis dalam bentuk
distribusi frekuensi dalam setiap kelompok. Analisis univariat untuk data
katagorik yaitu data usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi kesehatan,
penyakit komorbid, pengetahuan, sikap, kebersihan area kerja, fasilitas
cuci tangan atau handsanitizer, sirkulasi udara, suhu ruangan. Analisa data
ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel
tersebut.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen. Analisa bivariat
dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik Chi Square untuk
variabel independen dan variabel dependen dalam bentuk katagorik
(Hastono, 2017).
c. Analisis Multivariat
40

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara


bersama-sama variabel bebas dan variabel terikat, dan variabel bebas mana
yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi linier berganda. Model ini
dipilih untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat baik secara parsial maupun bersama-sama (Sugiyono,
2017). Langkah dalam pemodelan regresi multivariabel antara lain yaitu
seleksi kandidat model ini dilakukan dengan memghubungkan variabel
independen dan variabel dependen. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai
p <0,25, maka variabel independen masuk dalam model multivariat. Untuk
variabel yang p valuenya > 0,25 namun secara substansi penting , maka
variabel tidak dapan masuk ke multivariat. Analisis data dalam penelitian
ini meliputi analisis bivariat dan analisis multivariat. Analisis bivariat
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen.
41

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 186 responden dilingkungan civitas akademik


dan non akademik Universitas Lampung, Kota Bandar Lampung. Data yang
digunakan pada subjek penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, data
sekunder diperoleh memalui data yang ada pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama pada Universitas lampung yaitu berupa data usia, jenis kelamin,
pendidikan, riwayat komorbid, data kejadian COVID-19 dan data primer
diperoleh melalui pengisian kuisoner serta wawancara untuk mendapatkan data
pengetahuan, sikap, sirkulasi udara, temperatur suhu, dan tempat tinggal.

4.1 Hasil penelitian


4.1.1 Analisis Univariat
Pada penelitain ini ditentukan variabel independent yang diasumsikan
berpengaruh terhadap variabel dependent. Hasil penelitian diperoleh data yang
diprediksi dapat mempengaruhi jumlah kejadian Covid-19 antara lain: usia, jenis
kelamin, pendidikan, riwayat komorbid, pengetahuan, sikap, sirkulasi udara,
temperatur suhu, dan tempat tinggal.

Tabel 4. Distribusi frekuensi Kejadian Covid-19


Covid-19 swab antigen N %
POSITIF 97 52,2
NEGATIF 89 47,8
Total 186 100,0
42

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa hasil analisis data distribusi frekuensi


kejadian COVID-19 di faskes Universitas Lampung (Tabel 4) di dapatkan jumlah
responden dengan Swab Antigen test positif yaitu sebanyak 97 (52,2%) dan
negatif 89 (47,8%).

Tabel 5. Distribusi Karakteristik responden perilaku


Karakteristik responden N=186 %
Usia
< 35 tahun 87 46,8
>35 tahun 99 53,2
Jenis kelamin
Laki-laki 104 55,9
Perempuan 82 55,9
Pendidikan
SMP 14 7,5
Lain 172 92,5
SMA 32 17,2
Lain 154 82,8
Diploma 28 15,1
Lain 158 84,9
Sarjana 43 23,1
Lain 143 76,9
Magister 49 26,3
Lain 137 73,7
Kondisi kesehatan
Sakit 108 58,1
Sehat 78 41,9

Karakteristik responden perilaku terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan,


kondisi kesehatan (tabel 5) didapatkan hasil analisis data distribusi frekuensi pada
usia responden yang dikatagorikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia
< 35 tahun sejumlah 87 responden (47,8%) dan > 35 tahun sejumlah 99 responden
(53,2%). Jenis kelamin responden sebagian besar perempuan yakni 82 orang
(56,1%), laki-laki didapatkan 104 orang (55,9%). Hasil analisis distribusi
frekuensi taraf pendidikan pada jenjang SMP didapatkan 14 responden (7,5%),
jenjang SMA sejumlah 32 responden (17,2%), Diploma di dapatkan 28 responden
(15,1%), Sarjana sejumlah 43 responden (23,1%) dan jenjang Magister sebanyak
49 responden (26,3%). Kondisi Kesehatan merupakan presepsi responden
terhadap kesehatannya didapatkan hasil distribusi frekuensi sebagian besar
mengalami kondisi kesehatan sehat yaitu 78 orang (41,9%) dan sakit yaitu 108
orang (58,1%).
Tabel 6. Distribusi frekuensi komorbid
43

Riwayat komorbid N %
Diabetes Melistus
Diabetes 25 12,4
Lain 161 86,6
Jantung
Jantung 3 1,6
Lain 183 98,4
Asma
Asma 3 1,6
Lain 183 98,4
Hipertensi
Hipertensi 18 9,7
Lain 168 90,3
Autoimun
Autoimun 2 1,1
Lain 184 98,9
DM hipertensi
DM hipertensi 7 3,8
Lain 179 96,2

Distribusi frekuensi pada riwayat komorbid (Tabel 6) didapatkan hasil Riwayat


komorbid responden terbanyak yaitu pada penderita diabetes sebanyak 25
responden (12,4%), selanjutnya riwayat komorbid terbanyak kedua yaitu dengan
riwayat hipertensi sebanyak 18 responden (9,7%), ketiga diabetes disertai
hipertensi 7 orang (3,8%), jantung sebanyak 3 orang (1,6%), Asma 3 orang
(1,6%), autoimun sebanyak 2 (1,1%).

Tabel 7. Distribusi frekuensi pengetahuan


Pengetahuan N %
Baik 87 46,8
Kurang Baik 99 53,2

Distribusi frekuensi pada riwayat pengetahuan (Tabel 7) didapatkan hasil


distribusi frekuensi pengetahuan baik yaitu didapatkan 87 (46,8%) responden dan
kurang baik yaitu 99 (53,2%) responden.

Tabel 8. Distribusi frekuensi sikap


Sikap N %
Baik 65 34,9
Kurang Baik 121 65,1

Distribusi frekuensi pada sikap (Tabel 8) didapatkan hasil distribusi frekuensi


sikap baik yaitu didapatkan 65 (34,9%) responden dan kurang baik yaitu 121
(65,1%) responden.

Tabel 9. Distribusi frekuensi sirkulasi udara


44

Sirkulasi udara N %
Baik 114 61,3
Kurang Baik 72 39,7

Distribusi frekuensi pada sirkulasi udara (Tabel 9) didapatkan hasil distribusi


frekuensi sirkulasi udara baik baik yaitu 114 (61,3%) responden dan kurang baik
yaitu didapatkan 72 (39,7%) responden.

Tabel 10. Distribusi temperatur


Temperature N %
Memenuhi 106 57,0
Tidak memenuhi 80 43,0

Distribusi frekuensi pada temperatur (Tabel 10) didapatkan hasil distribusi


frekuensi memenuhi yaitu didapatkan 106 (57,0%) responden dan tidak baik yaitu
80 (43,0%) responden.

Tabel 11. Distribusi frekuensi tempat tinggal


Tempat tinggal N %
Bandar Lampung 102 45,2
Luar Bd Lampung 84 54,8

Berdasarkan distribusi frekuensi lingkungan tempat tinggal (tabel 11) didapatkan


hasil yaitu 104 (55,6%) responden yang bertempat tinggal di Bandar Lampung
dan didapatkan hasil yang bertempat tinggal di luar Bandar Lampung 83 (44,4%)
responden.

4.1.2 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada riset ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) Analisis bivariat pada
riset ini menggunakan uji Chi-square.
Tabel 12. Hubungan Usia terhadap Kejadian Covid 19
USIA KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
NEGATIF POSITIF
N % N % N %
< 35 50 26,88 37 19,92 87 46,80 0,021
>35 39 20,96 60 32,24 99 53,20
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan pengujian hubungan antara variabel usia dengan kejadian COVID-19


menggunakan uji chi square di dapatkan hasil (Tabel 12). Hasil uji statistik antara
45

usia dan kejadian COVID-19 pada rentan usia < 35 tahun didapatkan 37 (19,92%)
responden positif COVID-19 dan 50 (26,88%) responden negatif, rentan usia > 35
tahun didapatkan 60 (32,24%) responden positif COVID-19 dan 39 (20,96%)
responden negatif COVID-19 dengan pemeriksaan menggunakan antigen rapid
test. Hasil uji chi square antara usia dengan kejadian COVID-19 diperoleh nilai
p-value = 0,021 yaitu lebih kecil dari 0,05 artinya terdapat hubungan antara usia
terhadap kejadian COVID-19 dikarenakan rentang usia dapat bersiko terhadap
kejadian COVID-19.

Tabel 13. Hubungan Jenis Kelamin terhadap Kejadian COVID-19


Jenis kelamin KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Perempuan 36 19,35 46 24,73 82 44,08 0,418
Laki-laki 53 28,50 51 27,42 104 55,92
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan pengujian hubungan antara variabel jenis kelamin dengan kejadian


COVID-19 pada (Tabel 13) didapatkan jenis kelamin perempuan yang
terkonfirmasi positif COVID-19 yaitu 46 (24,73%) responden dan negatif
COVID-19 36 (19,35%) dan jenis kelamin laki-laki positif COVID-19 yaitu 51
(27,42%) responden, negatif 53 (28,50%). Hasil uji chi-square yaitu antara jenis
kelamin terhadap kejadian COVID-19 diperoleh niali p- value = 0,418 lebih besar
dari 0,05 artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
COVID-19 dikarenakan laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama
terhadap kejadian COVID-19.

Tabel 14. Hubungan Pendidikan terhadap Kejadian COVID-19


PENDIDIDKAN KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
NEGATIF POSITIF
N % N % N %
SMP
SMP 7 3,76 7 3,76 14 7,52 1,000
Lain 82 44,09 90 48,39 172 92,48
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
SMA
SMA 17 9,14 15 8,06 32 17,20 0,644
Lain 72 38,71 82 44,09 154 82,80
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Diploma
46

Diploma 13 6.91 15 8,06 28 14,97 1,000


Lain 76 40,94 82 44,09 159 85,03
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Sarjana
Sarjana 19 10,22 24 12,90 43 23,12 0,708
Lain 70 37,63 73 39,25 143 76,88
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Magister

Magister 25 13,44 24 12.91 49 26,35 0,725


Lain 64 34.41 73 39.24 137 73,65
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan pengujian hubungan antara variabel pendidikan dengan kejadian


COVID-19 menggunakan uji chi-square di dapatkan hasil pada (Tabel 14) yaitu
hasil uji statistik antara pendidikan terhadap kejadian COVID-19 diperoleh nilaip
p-value 1,000 pada jenjang SMP, jenjang pendidikan SMA nilai p-value 0,644,
Diploma nilai p-value 0,1000 Sarjana nilai p-value 0,708 dan Magister nilai p-
value 0,725. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai p-value yang didapatkan yaitu
> 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara jenjang pendidikan SMP, SMA,
Diploma, Sarjana dan Magister terhadap kejadian COVID-19. Penyebaran
COVID-19 tidak memandang jenjang pendidikan seseorang untuk terinfeksi virus
tersebut.
Tabel 15. Hubungan Kondisi kesehatan terhadap kejadian COVID-19
Kondisi KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
Kesehatan NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Sehat 49 26,34 29 15,59 78 41,93 0,001
Tidak sehat 40 21,50 68 36,56 108 58,06
JUMLAH 89 47,85 99 52,15 186 100

Berdasarkan data pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan kondisi


kesehatan terhadap kejadian COVID-19 pada (Tabel 15) yaitu didapatkan 68
(36,06%) responden positif COVID-19 dengan kondisi tidak sehat serta responden
negatif kondisi tidak sehat yaitu 40 (21,50%) responden. Hasil responden dengan
keadaan sehat didapatkan 29 (15,59%) dinyatakan positif COVID-19 dan
sebanyak 49 (26,34%) responden dinyatakan negatif. Hasil uji chi-square
diperoleh nilai p-value = 0,001 yakni kurang dari 0,05 artinya ada hubungan
antara kondisi kesehatan terhadap kejadian COVID-19.
47

Tabel 16. Hubungan Komorbid terhadap Kejadian COVID-19


Riwayat KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
Komorbid NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Diabetes
Diabetes 2 1,07 23 12,37 25 13,44 0,000
Lain 87 46,78 74 39,78 161 86,56
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Jantung
Jantung 2 1,07 1 0,54 3 1,61 0,940
Lain 87 46,78 96 51,61 183 98,39
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Asma
Asma 0 0 3 1,61 3 1,61 0,276
Lain 89 47,85 96 50,54 183 98,39
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Hipertensi
Hipertensi 4 2,15 14 7,53 18 9,68 0,041
Lain 85 45,70 83 44,62 168 90,32
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Autoimun
Autoimun 1 0,54 1 0,54 2 1,07 1,000
Lain 88 47,31 98 51.61 184 98,93
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
DM hipertensi
DM 3 1,61 4 2,15 7 3,76 1,000
hipertensi
Lain 86 46,24 93 50,00 179 96,24
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
DM jantung
DM jantung 0 0 1 0,80 1 0,80 1,000
Lain 89 47,85 96 51,35 185 99.20
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan data (Tabel 16) menunjukan bahwa terdapat beberapa komorbid yang
memiliki hubungan terhadap kejadian COVID-19, pengujian yang dilakukan
menggunakan uji chi-square dan didapatkan dua hasil yang memiliki nilai p-
value < 0,00 yaitu pada riwayat komorbid diabetes dengan nilai p-value = 0,00
dan riwayat komorbid hipertensi dengan p-value 0,041. Hal tersebut menunjukan
adanya hubungan komorbid hipertensi dan diabetes terhadap kejadian COVID-19.

Tabel 17. Hubungan Pengetahuan terhadap kejadian COVID-19


48

Pengetahuan KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE


NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Baik 67 36,02 20 10,75 87 46,77 0,000
Kurang baik 22 11,83 77 41,40 99 53,23
JUMLAH 86 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan data (Tabel 17) menunjukan bahwa hasil uji chi-square tingkat
pengetahuan terhadap kejadian COVID-19 didapatkan nilai p value yaitu 0,000
serta hasil positif COVID-19 pada tingkat pengetahuan baik yaitu 20 (10,75%)
dan didapatkan hasil positif COVID-19 dengan tingkat pengetahuan kurang baik
yaitu 77 (41,40%) responden. Pengetahuan baik didapatkan hasil negatif COVID-
19 yaitu 67 (36,02%) responden dan pengetahuan kurang baik didapatkan hasil
negatif COVID-19 22 (11,83%) responden.

Tabel 18. Hubungan Sikap terhadap kejadian COVID-19


Sikap KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Baik 57 30,64 8 4,30 65 34,94 0,000

Kurang baik 32 17,21 89 47,85 121 65,06


JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan data (Tabel 18) menunjukan bahwa hasil uji chi-square sikap
terhadap kejadian COVID-19 didapatkan nilai p value yaitu 0,000 serta
didapatkan hasil positif COVID-19 pada sikap baik yaitu 8 (4,30%) responden
dan didapatkan hasil positif COVID-19 dengan sikap kurang baik yaitu 89
(47,85%) responden, hasil negatif COVID-19 sikap baik dapatkan yaitu 57
(30,64%) responden dan sikap kurang baik didapatkan 32 (17,21%) responden.
Tabel 19. Hubungan sirkulasi udara terhadap kejadian COVID-19
Sirkulasi udara KEJADIAN COVID 19 TOTAL
NEGATIF POSITIF P VALUE
N % N % N %
Baik 65 34,95 48 25,81 114 59,76
0,003
Kurang baik 24 12,90 49 26,34 72 39,24
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100
Berdasarkan data (Tabel 19) menunjukan bahwa hasil uji chi-square sirkulasi
udara terhadap kejadian COVID-19 didapatkan nilai p value yaitu 0,003 serta
didapatkan hasil positif COVID-19 pada sirkulasi udara yang baik yaitu 48
(25,81%) responden dan didapatkan hasil positif COVID-19 dengan sirkulasi
udara kurang baik yaitu 49 (26,34%) responden, hasil negatif COVID-19 sirkulasi
udara baik dapatkan yaitu 65 (34,95%) responden dan sirkulasi udara kurang baik
didapatkan 24 (12,90%) responden.

Tabel 20. Hubungan temperature ruangan terhadap kejadian COVID-19

Temepratur KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE


ruangan NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Memenuhi 54 29,03 26 13,98 80 43,01
0,000
Tidak memenuhi 35 18,82 71 38.17 106 56,99
JUMLAH 89 47,85 97 52,15 186 100

Berdasarkan data (tabel 20) menunjukan bahwa hasil uji chi-square temperature
ruangan terhadap kejadian COVID-19 terhadap kejadian COVID-19 didapatkan
nilai p value yaitu 0,000 serta didapatkan hasil positif COVID-19 pada
temperature ruangan yang memenuhi yaitu 26 (13,98%) responden dan
didapatkan hasil positif COVID-19 pada temperature ruangan yang tidak
memenuhi yaitu 71 (38,17%) responden, hasil negatif COVID-19 temperatur
ruangan yang memenuhi dapatkan yaitu 54 (29,03%) responden dan temperature
ruangan tidak memenuhi didapatkan 35 (18,82%) responden.

Tabel 21. Hubungan Lingkungan tempat tinggal terhadap kejadian COVID-19


Lingkungan KEJADIAN COVID 19 TOTAL P VALUE
tempat tinggal NEGATIF POSITIF
N % N % N %
Bandar Lampung 41 25,81 61 32.80 102 57,61
0,003
Luar Bd Lampung 48 22,04 36 19,35 84 41,39
JUMLAH 89 47,85 87 52,15 186 100

Berdasarkan data (Tabel 21) menunjukan bahwa lingkungan tempat tinggal


memiliki hubungan terhadap kejadian COVID-19, pengujian dilakukan
menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p value pada lingkungan tempat
tinggal yaitu = 0,003 dimana nilai p value kurang dari 0,05.

4.1.3 Hasil Analisis Multivariat

a. Seleksi kandidat model


Analisis bivariat yang memiliki nilai p-value < 0,25 memiliki kandidat
utama pemodelan multivariat. Berikut tabel seleksi bivariat :
Tabel 22. Seleksi kandidat model bivariat
No Variabel P-Value Keterengan
1 Usia 0,021 Dilanjutkan
2 J. kelamin 0,418 Tidak Dilanjutkan
3 SMP 1,000 Tidak Dilanjutkan

4 SMA 0,644 Tidak Dilanjutkan

5 Diploma 1,000 Tidak Dilanjutkan

6 Sarjana 0,708 Tidak Dilanjutkan

7 Magister 0,725 Tidak Dilanjutkan

8 Kondisi Kesehatan 0,001 Dilanjutkan


9 Riwayat Diabetes 0,000 Dilanjutkan

10 Riwayat Hipertensi 0.041 Dilanjutkan

11 Riwayat Jantung 0,940 Tidak Dilanjutkan


12 Riwayat Asma 0,276 Tidak Dilanjutkan

13 Riwayat Autoimun 1,000 Tidak Dilanjutkan


14 Riwayat DM hipertensi 1,000 Tidak Dilanjutkan

15 Riwayat DM Jantung 1,000 Tidak Dilanjutkan


16 Pengetahuan 0,000 Dilanjutkan
17 Sikap 0,000 Dilanjutkan

18 Sirkulasi udara 0,003 Dilanjutkan


19 Temperature ruangan 0,000 Dilanjutkan

20 Tempat tinggal 0,003 Dilanjutkan


Berdasarkan hasil seleksi kandidat model dari analisis bivariat didapatkan 9
variabel yang dapat dilanjutkan untuk analisis multivariat menggunakan uji
regresi logistik. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan faktor resiko
yang signifikan dan dominan dari variabel dependen dan independen
terhadap kejadian COVID-19.
b. Pemodelan multivariat
Setelah seleksi bivariat selesai, tahap berikutnya melakukan analisis
multivariat. Bila dalam model multivariat dijumpai variabel yang p value
nya > 0,05, maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari model secara
bertahap dimulai dari p value terbesar.
Tabel 23. Seleksi kandidat model bivariat
Variabel P-Value OR Keterengan
Usia 0,021 0,753 Dilanjutkan
Kondisi kesehatan 0,55 0,348 Tidak dilanjutkan

Riwayat Diabetes 0,001 13,520 Dilanjutkan

Riwayat Hipertensi 0,030 3,584 Dilanjutkan

Pengetahuan 0,000 11,725 Dilanjutkan

Sikap 0,000 19,816 Dilanjutkan

Sirkulasi udara 0,002 2,653 Dilanjutkan

Temperature ruangan 0,000 0,237 Dilanjutkan

Tempat tinggal 0,022 1,984 Dilanjutkan

Berdasarkan variabel diatas setelah dilakukan pemodelan


didapatkan sembilan variabel yang memiliki nilai p value < 0,05
yaitu usia, kondisi kesehatan, riwayat penyerta diabetes dan
hipertensi, pengetahuan, sikap, sirkulasi udara, temperature
ruangan, dan lingkungan tempat tinggal.

c. Uji regresi logistik

Tabel 24. Hasil Uji regresi logistik


Wald
Variabel B Sig. OR 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper
Usia 1,025 3,867 ,049 2,787 1,003 7,738
Diabetes 3,370 7,054 ,008 29,069 2,418 349,417
Hipertensi 1,908 3,976 ,046 6,743 1,033 44,001
Pengetahuan 1,477 5,448 ,020 4,379 1,267 15,133
Sikap 3,175 14,530 ,000 23,919 4,675 122,367
Sirkulasi udara -1,361 4,868 ,027 ,256 ,076 ,859
Temperature
-1,413 6,499 ,011 ,244 ,082 ,721
ruangan
Tempat tinggal 1,009 4,240 ,039 2,742 1,050 7,163

Berdasarkan analisis multivariat model regresi logistik didapatkan


beberapa variabel yang memiliki p-value atau Sig < 0,05 dengan nilai
peluang kejadian yang signifikan yaitu usia, kondisi kesehatan, riwayat
penyerta diabetes dan hipertensi, pengetahuan, sikap, sirkulasi udara,
temperature ruangan, dan lingkungan tempat tinggal.

Hasil analisis usia didapatkan nilai OR 2,787 dan nilai B = 1,025 (bentuk
positif) dengan nilai sig 0,049. Usia merupakan salah satu karateristik dari
responden, berdasarkan hasil uji regresi logistic diatas dapat diartikan
bahwa usia memiliki pengaruh terhadap kejadian COVID-19. Usia
merupakan salah satu faktor internal yang berkontribusi terhadap
timbulnya kepatuhan dalam prokokoler COVID-19. Usia lebih dari 35
tahun merupakan usia yang produktif dan kejadian COVID-19 pada usia
tersebut lebih banyak terjadi.

Hasil analisis multivariat didapatkan nilai OR komorbid diabetes = 29,069


dan nilai B = 3,370 (bernilai positif) komorbid hipertensi mempunyai nilai
OR = 6,743 dengan nilai B 1,908 (bernilai positif) artinya semakin adanya
komorbid maka semakin tinggi angka beresiko terhadap kejadian COVID-
19. Pengetahuan memiliki nilai OR = 4,379 dan nilai B = 1,477 (bentuk
positif) serta hasil analisis dari sikap memiliki nilai OR= 23,919 dan nilai
B = 3,175 (bentuk positif) artinya seseorang yang memiliki pengetahuan
kurang baik dan sikap yang kurang baik terhadap kejadian COVID-19
maka akan mempengaruhi resiko sesorang terpapar COVID-19 lebih
tinggi.

Hasil analisis lingkungan yaitu sirkulasi udara didapatkan nilai OR = 3,256


dan nilai B = 1,361 (bernilai positif) dan tempat tinggal didapatkan nilai
OR = 2,742 dan nilai B = 1,009 (bentuk positif) artinya kondisi lingkungan
sirkulasi udara dan status tempat tinggal berpengaruh terhadap
penyebaran COVID-19 namun pada temperatur ruangan didapatkan nilai
OR = 0,244 nilai B = -1,413 (bernilai negatif) artinya temperatur suatu
ruangan memiliki hubungan berlawanan arah dimana tidak selalu kondisi
temperature > 250C dapat mengurangi penularan COVID-19 sama halnya
dengan temperature ruangan < 250C yang dapat memicu penularan
COVID-19 hal tersebut dapat dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan
yang tidak baik sehingga akan menimbulkan resiko lebih tinggi terhadap
kejadian COVID-19.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama Universitas


Lampung dengan data sekunder dan primer yang diperoleh melalui wawancara.
Data sekunder yang digunakan menggambarkan karakteristik pribadi seseorang
seperti usia, jenis kelamin, riwayat komorbid, kondisi kesehatan. Data primer
yang di dapat melalui wawancara yaitu berupa tingkat pendidikan, pengetahuan,
sikap, dan kondisi lingkungan seperti sirkulasi udara, temperature ruangan dan
tempat tinggal. Pada penelitian ini Identifikasi faktor hubungan perilaku dilihat
melalui pengetahuan sikap serta karakteristik pribadi dan melihat kondisi
kesehatan lingkungan melalui sirkulasi udara, temperature ruangan, tempat
tinggal. Pengolahan dan analisa data menggunakan aplikasi spss versi 23 dengan
menggunakan metode Analisa regresi berganda. Hasil analisa statistika diperoleh
hasil sebagaimana telah dijelaskan di sub bab hasil. Pembahasan hasil analisa data
sebagai berikut:

4.2.1. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Usia terhadap Kejadian
COVID-19

Berdasarkan tabel 24. Usia merupakan unsur yang berpengaruh terhadap kejadian
COVID-19 hal tersebut dilihat nilai p value 0,39 atau < 0,05 rentang usia lebih
dari 35 tahun memiliki tingkat resiko penularan yang signifikan. Nilai OR pada
usia didapatkan 2,057 artinya bahwa seseorang yang rentang usia > 35 tahun
memiliki resiko akan mengalami kajadian COVID-19 sebanyak 2.057 kali lebih
besar di bandingkan dengan seseorang yang usianya < 35 tahun. Sesuai dengan
data yang ditemukan yaitu sebanyak 60 orang atau 32,24% dengan rentang usia
lebih dari 35 tahun dinyatakan positif, hal tersebut menunjukan bahwa rentang
usia > 35 tahun merupakan usia yang produktif dan banyak melakukan kegiatan di
luar rumah untuk beraktifitas seperti bekerja. Usia merupakan salah satu faktor
internal yang berkontribusi terhadap timbulnya kepatuhan dalam prokokoler
covid-19. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin mampu
menunjukkan kematangan jiwa, semakin bijaksana dalam mengambil keputusan,
mampu berpikir rasional. Faktor umur erat kaitannya dengan covid-19 karena
orang yang lanjut usia adanya proses degeneratif anatomi dan fisiologi tubuh
sehingga rentan terhadap penyakit, imunitas yang menurun, ditambah seseorang
yang mengidap penyakit penyerta akan menyebabkan kondisi tubuhnya lemah
sehingga mudah terinfeksi covid-19 (Rosyanti & Hadi, 2020). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Covino et al., 2020 tentang Karakteristik
klinis dan faktor prognostik pada pasien COVID-19 usia dimana kelemahan
terkait usia dan penurunan kekebalan mungkin menjadi penyebab utama kematian
akibat COVID-19. Orang berusia > 40 tahun meskipun terdapat persentase yang
lebih tinggi dari pasien dengan beberapa komorbiditas, usia yang lebih tua dengan
jenis kelamin laki-laki adalah salah satu faktor yang terkait dengan kemungkinan
kematian yang lebih tinggi. Khususnya, komorbiditas yang sering terjadi, seperti
hipertensi dan diabetes tidak secara independen terkait dengan kematian pada
pasien lanjut usia di atas 80 tahun, seperti yang dicatat dalam penelitian
sebelumnya dengan ukuran sampel yang lebih kecil. Selain itu Sirota et al.,
(2021) menunjukkan bahwa usia secara signifikan terkait dengan pengambilan
risiko virus COVID-19 dengan orang dewasa yang lebih muda mengambil lebih
banyak risiko, dan ini sebagian dimediasi oleh angka yang lebih tinggi, tetapi
bukan risiko objektif atau sikap berisiko. Analisis eksplorasi menunjukkan bahwa
persepsi risiko untuk diri sendiri dan orang lain sebagian memediasi perbedaan
usia dalam pengambilan risiko virus corona. Starke et al.,(2021) dalam risetnya
mengatakan bahwa usia merupakan salah satu kualisifikasi penyebab terjadinya
keparahan penyakit COVID-19, selain usia kondisi kesehatan seseorang
merupakan komponen pendukung terjadinya penularan COVID-19. Sejalan
dengan CDC (2021) yang menyebutkan kondisi medis tertentu meningkatkan
resiko COVID-19. Usia lebih dari 35 tahun merupakan usia yang produktif
dimana kejadian COVID-19 pada usia tersebut lebih mendominasi dibandingkan
dengan rentang usia kurang dari 35 tahun. Orang dewasa aktif bekerja dan terlibat
dalam banyak kegiatan sehari-hari. Akibatnya meraka rentan tertular virus
COVID-19 apabila mereka tidak menjaga kondisi kesehatannya.

4.2.2.Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Riwayat Komorbid terhadap


Kejadian COVID-19

Riwayat penyakit penyerta tertinggi dalam riset ini yaitu hipertensi dan diabetes,
berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai sig/ p value 0,008 < 0,05 pada
riwayat komorbid diabetes artinya riwayat penyakit penyerta diabetes memiliki
tingkat resiko yang signifikan terhadap kejadian COVID-19. Didapatkan nilai OR
yaitu 29,069 dimana orang yang memiliki riwayat penyakit penyerta diabetes
memiliki peluang sebanyak 29.069 kali lebih besar dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid diabetes, hal tersebut
sejalan dengan data yang ditemukan yaitu sebanyak 23 atau 12,37% kasus positif
dengan riwayat penyerta diabetes. Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan
daya tahan tubuh melemah. Diabetes juga berhubungan dengan seluruh organ
tubuh dimana tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak kinerja organ
tubuh. Diabetes juga memudahkan stroke, penyakit jantung, ginjal, dan mata
Infeksi Covid-19 bakal mempercepat kerusakan organ pada penderita diabetes.
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak
ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin
(Rifiana et al.,2020). Fenomena ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Singh et al., (2020) pasien diabetes telah meningkatkan angka morbiditas dan
mortilitas yang dikaitkan dengan lebih banyak rawat inap. Diabetes merupakan
penyakit terganggunya hormon insulin pada seseorang sehingga menyebabkan
kadar gula dalam darah menjadi lebih tinggi dari normal, selain itu diabetes dapat
memberikan penurunan pada pada sistem kekebalan tubuh, pasien riwayat
penyerta diabetes memiliki resiko 2 kali lebih besar terinfeksi COVID-19
(Rashadi et al., 2020). Roncon et al., 2020 mengatakan bahwa kontrol glikemik
yang buruk akan menyebabkan tingkat keparahan pada penderita COVID-19.
Riwayat penyerta yang berpengaruh signifikan selanjutnya yaitu Penyerta
hipertensi pada riset ini dengan nilai sig atau p value 0,046 artinya memiliki
tingkat resiko yang signifikan terhadap kejadian COVID-19. Didapatkan nilai OR
yaitu 6,743 dimana orang yang memiliki riwayat penyakit penyerta hipertensi
memiliki peluang sebanyak 6.743 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid hipertensi. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis saat seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah atas normal. Volume darah meningkat dan saluran
darah menyempit. Oleh karena itu, jantung harus memompa lebih keras untuk
menyuplai oksigen dan nutrisi ke setiap sel di dalam tubuh. Seseorang dengan
masalah jantung dan pembuluh darah disebut memiliki daya tahan tubuh yang rendah
sehingga infeksi virus bisa lebih mematikan. Sebaliknya, infeksi pada saluran pernapasan
juga menyebabkan kerja jantung dan pembuluh darah jadi lebih berat karena suplai
oksigen berkurang (Rifiana et al.,2020). Hal ini serupa dengan laporan sebelumnya
di China dan Inggris pada penelitian yang dilakukan oleh Wu et al.,(2021) dimana
hipertensi lebih mendominasi dibandingkan dengan diabetes. Pasien dengan
Riwayat penyerta hipertensi memiliki resiko kematian dua kali lebih tinggi karena
studi mengatakan bahwa hipertensi dapat memperburuk kondisi pasien yang
terinfeksi COVID-19, virus ini mengikat Enzim pengubah angiotensin (ACE2),
suatu enzim yang menempel pada permukaan luar bagian organ dalam tubuh
(Huang et al., 2020). Hal ini serupa dengan riset yang dilakukan pada faskes
tingkat pertama Universitas Lampung dimana Riwayat komorbid diabetes dan
hipertensi merupakan riwayat penyakit penyerta yang mendominasi terhadap
kejadian COVID-19. Penderita penyakit penyerta harus menerapkan pencegahan
yang diperlukan untuk menghindari infeksi SARS-CoV2 atau COVID-19 karena
mereka memiliki prognosis yang kurang baik. Tindakan yang harus dilakukan
yaitu seperti rajin mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan
desinfektan untuk membersihkan tangan, membatasi kontak dari orang ke orang
serta memperhatikan jarak sosial, menggunakan masker wajah, selain itu juga
diperlukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran kesehatan untuk
mengurangi beban penularan terhadap orang yang memiliki riwayat penyakit
penyerta.

4.2.3. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Pengetahuan terhadap


Kejadian COVID-19

Berdasarkan tabel 24. Pengetahuan memiliki pengaruh terhadap kejadian COVID-


19 didapatkan nilai OR = 4,379 dan nilai sig atau p value 0,020 artinya tingkat
pengetahuan seseorang memiliki pengaruh sebanyak 4000 kali terhadap kejadian
COVID-19. Pengetahuan merupakan hasil dari informasi yang ditangkap melalui
pendindraan terhadap suatu objek tertentu, ketika seseorang mendapatkan
informasi, informasi tersebut dianalisa untuk selanjutnya diproses dan
ditempatkan sesuai dengan tujuannya. Pengetahuan terkait pencegahan
penyebaran virus corona, merupakan sekumpulan informasi yang dirancang
dengan tujuan untuk mengurangi angka kesakitan maupun kematiankarena Covid-
19 (Patimah et al., 2021). Rendahnya pengetahuan pada penelitian ini dibuktikan
dengan jawaban pertanyaan terkait kuisioner tentang pengetahuan dari makna,
penularan seperti gejala, faktor risiko, pencegahan COVID-19 masih rendah.
Tingkat pengetahuan responden yang baik umumnya karena rasa ingin tahu
terhadap informasi tentang COVID-19 yang diperoleh dari media massa seperti
televisi, baliho, dan spanduk serta sosialisasi langsung dari petugas kesehatan.
Selain itu perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik
dibandingkan perilaku yang tidak didasarkan pada pengetahuan. Peran dan kunci
dalam memastikan pembelajaran berkualitas yaitu dengan melihat tingkat
pengetahuan yang baik dipengaruhi oleh pendidikan yang efektif dan efesien
(Osuchowski et al.,2020).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhong et al., (2020) tentang
pengetahuan sikap dan praktik terhadap COVID-19 dengan nilai uji regresi
logistik P 0,001 artinya bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi secara signifikan
berkaitan dengan angka negatif pada kejadian COVID-19. Sikap positif serta
perilaku proaktif dalam menghadapi wabah COVID-19 dapat mempengaruhi
seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang COVID-19 (Peng et al.,2020).
Berdasarkan artikel yang buat oleh Pertiwy et al., (2022) dimana ada hubungan
pengetahuan dengan perilaku pencegahan infeksi COVID-19 tetapi pengetahuan
bukan faktor risiko yang mempengaruhi perilaku pencegahan infeksi COVID-19.
Pengetahuan tentang penyakit COVID-19 merupakan salah satu unsur penting
dalam membentuk perilaku seseorang untuk membantu mengurangi dan
mencegah risiko terjadinya penyebaran COVID-19. Penting bagi tenaga civitas
akademik dan non akademik untuk diberikan pemahaman tentang pengetahuan
dasar COVID-19 (Waryani et al., 2020). Seseorang yang memahami pengetahuan
tentang COVID-19, maka diharapkan mampu menentukan bagaimana dirinya
harus berperilaku untuk menghadapi pademi COVID-19. Semakin baik
pengetahuan seseorang tentang COVID-19 diharapkan semakin baik pula orang
tersebut untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan dalam
menghadapi wabah COVID-19.

4.2.4. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Sikap terhadap Kejadian
COVID-19

Sikap memiliki pengaruh terhadap kejadian COVID-19 berdasarkan tabel 24.


didapatkan nilai OR = 23,919 dan nilai sig atau p value 0,000 artinya sikap
seseorang memiliki pengaruh sebanyak 23000 kali terhadap kejadian COVID-19.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih et al., (2020)
dengan nilai OR : 2.059 dan p < 0.01 artinya sikap merupakan hal yang dominan
memiliki pengaruh terhadap praktik pencegahan penularan coronavirus disease-19
di provinsi Sumatera Selatan Indonesia. (Zhong et al., 2020) mengatakan dimana
sebanyak 97 % mengatakan bahwa hampir semua responden yang memiliki sikap
baik dapat memenangkan pertempuran melawan COVID-19. Sejalan dengan hasil
Azlan et al.,(2020) penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan secara
signifikan p < 0,05 dengan praktik pencegahan penularan COVID-19 social
distancing dan penggunaan masker. Untuk mencegah peningkatan kasus positif
COVID-19 penularan di masyarakat harus dilakukan. Pencegahan penularan akan
tercapai jika setiap individu menerapkan praktik pencegahan penularan COVID-
19 yang baik, upaya peningkatan sikap masyarakat secara terus menerus melalui
peningkatan jumlah dan kualitas promosi kesehatan kepada masyarakat di
lingkungan Universitas Lampung terkait pencegahan penularan COVID-19
adapun upaya promosi kesehatan dapat dilakukan melalui media cetak, media
elektronik, media sosial, pendekatan peer group, dan instruksi atau himbauan dari
Satuan Gugus COVID-19 yg ada di lingkungan Universitas Lampung.

Pada penelitian yang saya lakukan ini pengetahuan dan sikap memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian COVID-19 yang terjadi di fasilitas kesehatan
tingkat pertama Universitas Lampung. Berdasarkan Theory of reasoned action
yang menempatkan sikap pada posisi sentral dalam kaitannya dengan tindakan
manusia. Sikap manusia salah satu komponen yang utama bagi perilaku atau
tindakan sehari-hari selain faktor lain seperti lingkungan serta keyakinan
seseorang. Sikap dan pengetahuan merupakan faktor predisposisi dalam perilaku
terutama dalam melakukan pencegahan penyakit, seseorang dapat mencegah suatu
penyakit ketika melakukan tindakan upaya pencegahan. Sikap juga dipengaruhi
oleh pengetahuan yang baik tentang pencegahan COVID-19.

4.2.5. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Sirkulasi Udara terhadap
Kejadian COVID-19

Karakteristik Sirkulasi udara memiliki pengaruh terhadap kejadian COVID-19


berdasarkan tabel 24. didapatkan nilai OR = 0,256 dengan nilai Sig atau p value
0,027 Nilai tersebut menunjukkan pengaruh yang signifikan antara variabel
sirkulasi udara dan variabel kejadian COVID-19, artinya terdapat perbedaan yang
nyata antara sirkulasi udara terhadap kejadian kasus Covid-19 di area lingkungan
Universitas Lampung. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Park
et al.,2020 terdapat Sembilan puluh empat orang dinyatakan terinfeksi virus
COVID-19 di satu lantai call center, fakta menunjukan bahwa infeksi
terkonsentasi pada satu sisi kantor berbeda dengan sisi lain yang jumlah
terinfeksinya sangat rendah artinya bahwa SARS- CoV-2 dapat menyebar dengan
mudah dilingkungan tempat kerja yang padat.
Emisi resuspensi merupakan salah satu faktor penularan virus dimana emisi
diameter partikel 1 sampai 10 m, sehingga sebaian kecil partikel yang mengendap
di lantai dapat disuspensikan kembali ke udara ruangan yang tertutup tanpa
adanya sirkulasi (Nishiura et al.,2020). Aerosol dengan diameter hingga 10 m
mudah terbawa dalam jarak jauh oleh aliran udara dalam ruangan yang
dihasilakan oleh AC atau peralatan ventilasi, pengontrolan aerosol yang
mengandung virus dengan aliran udara dalam ruangan harus dilakukan dengan
tepat (Nakano et al.,2019). Michael (2020) mengatakan membuka jendela secara
berkala dengan keadaan pendingin ruangan yang menyala dapat menjadi cara
terbaik kurangi resiko penularan COVID-19. Hal ini disebabkan penggunaan
pendingin ruangan meningkatkan resiko udara tidak tersirkulasi dengan baik
sehingga meningkatkan resiko penularan COVID-19 bila berada dalam suatu
ruangan dengan orang yang terifeksi COVID-19, Sekalipun orang yg terinfeksi
tanpa gejala. Perlunya ventilasi yang memadai di gedung-gedung untuk
pengendalian infeksi dan pengendalian kualitas lingkungan dalam ruangan
sebagai salah satu strategi pencegahan penularan SARS-CoV2 di lingkungan
gedung perkantoran.

4.2.6. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Temperature Ruangan


terhadap Kejadian COVID-19

Temperature ruangan memiliki pengaruh terhadap kejaian COVID-19 berdasarkan


tabel 24. Didapatkan nilai OR = 0,244 dengan nilai sig atau p value 0,011 kurang
dari < 0,05 Nilai tersebut menunjukkan pengaruh negatif (berlawanan arah) antara
variabel temperature ruangan dan variabel kejadian COVID-19, artinya terdapat
perbedaan yang nyata antara temperature ruangan terhadap kejadian kasus Covid-
19 di area lingkungan Universitas Lampung. Hal ini sejalan dengan riset yang
dilakukan oleh Kang et al.,2020 replikasi sindrom pernapasan akut coronavirus 2
(SARS-CoV-2) pada suhu yang ditemukan di saluran pernapasan bagian atas
dimana suhu dipengaruhi langsung dengan suhu udara (25–33°C saat menghirup
udara bersuhu ruangan 25°C). SARS-CoV-2 sering memulai infeksi di saluran
pernapasan bagian atas sebelum menyebar ke seluruh tubuh, peningkatan
pertumbuhan virus saluran napas bagian atas di awal perjalanan penyakit dapat
mengakibatkan perkembangan penyakit yang lebih cepat dan berpotensi
berkontribusi pada hasil yang lebih parah.

Temperature dan kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran


transmisi COVID-19 (Ali et al., 2021). Agen penyakit seperti protozoa, bakteri,
virus dan lainnya berukuran sangat kecil, sehingga suhu dan tingkat cairan agen
penyakit ditentukan langsung oleh kondisi iklim local (Azhari et al., 2021).
Serupa dengan virus influenza, virus Corona ini cenderung lebih stabil dalam
lingkungan suhu udara dingin dan kering. Kondisi udara dingin dan kering
tersebut dapat juga melemahkan "host immunity" seseorang, dan mengakibatkan
orang tersebut lebih rentan terhadap virus sebagaimana yg dituliskan dalam studi
(Wang et al.,2020). Mirip dengan penularan penyakit pernapasan seperti influenza
dan coronavirus manusia, paparan jalur infeksi COVID-19 yaitu kontak jari
dengan permukaan yang terkontaminasi yang kemudian kontak dengan wajah,
menghirup virus yang dibawa melalui partikel udara yang berasal dari partikel
yang dihembuskan atau batuk (Azumar et al.,2020). Berdasarkan hasil penelitian
ini tanpa mengabaikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian COVID-
19, masyarakat civitas akademik dan non akademik Universitas Lampung dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi virus COVID-19
dengan cara rekayasa lingkungan tempat bekerja sehingga dapat terhindar dari
tertularnya virus COVID-19, dan membuat suatu rencana mitigasi untuk
kebiasaan baru hidup sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan.

4.2.7. Hasil Uji Regresi Logistik Biner Variabel Tempat Tinggal terhadap
Kejadian COVID-19

Karakteristik status tempat memiliki pengaruh terhadap kejadian COVID-19.


Berdasarkan tabel 24. didapatkan nilai OR = 2,742 dan nilai sig 0,039 artinya
orang yang berstatus tempat tinggal di Bandar Lampung memiliki pengaruh
sebanyak 2000 kali lebih tinggi di bandingkan dengan domisili luar Bandar
Lampung. Kota Bandar Lampung memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak
dibandingkan dengan kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu dan
lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Iderus et al., (2022) yakni ada korelasi
antara kepadatan penduduk dengan kasus COVID-19 dengan nilai koefisien
korelasi pearson yaitu (r) = 0,87 dan r = 0,78 berkorelasi kuat artinya kabupaten
yang memiliki penduduk lebih padat memiliki resiko penularan COVID-19 yang
lebih tinggi ketika suatu wilayah memiliki transmisibilitas yang tinggi, kontak
sosial, serta komunikasi antar populasi yang signifikan. Orang yang bertempat
tinggal di Kota memiliki akses komunikasi sosial yang lebih signifikan terhadap
lingkungan sekitar karena bekerja sebagai pegawai kantoran dan berusaha yang
memiliki aktifitas di dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik
berbeda dengan orang yang bertempat tinggal di daerah dimana sebagian
masyarakatnya berkebun dan bertani yang memiliki aktifitas di luar ruangan dan
cukup udara. Hal tersebut sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Kadi et al.,
(2020) yaitu dimana kepadatan penduduk merupakan faktor penyebaran COVID-
19 di Aljazair semakin dekat orang di tempat umum yang akan meningkatkan
penyebaran virus.

Kepadatan populasi ditemukan sebagai indikator potensial penyebaran infeksi


yang menujukkan bahwa di daerah padat penduduk lebih rentan terhadap
penyebaran virus COVID-19 oleh sebab itu kebijakan penerapan harus diterapkan
dengan teratur (Wong et al., 2020). Penanganan penyebaran COVID-19 di
wilayah yang padat penduduk harus lebih intensif di tangani oleh pemerintah agar
dapat memberikan sosialisasi dan penyuluhan terkait penyebaran COVID-19.
Penegakan kebijakan terkait protokol kesehatan harus efektif sehingga dapat
membentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya protokol kesehatan dimasa
pandemi. Ketidakpatuhan warga terhadap penerapan protokol kesehatan
berkaitan erat dengan peningkatan jumlah kasus positif COVID-19.
BAB V
Kesimpulan Dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh hubungan antara faktor perilaku yang
dipengaruhi oleh usia, kondisi kesehatan,riwayat komorbid,
pengetahuan serta sikap dan faktor kesehatan lingkungan yang
dipengaruhi oleh fasilitas sirkulasi udara, temperature suatu
ruangan serta darah tempat tinggal terhadap kejadian Covid-19
pada studi kasus yang dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama Universitas Lampung.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh untuk perbaikan kedepannya


agar lebih baik lagi maka penulis mengemukan saran antara lain:

1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh variabel


lingkungan terhadap kejadian Covid-19 di fasilitas kesehatan
tingkat pertama Universitas Lampung, maka dapat dijadikan
bahan sebagai dasar rujukan kebijakan untuk membuat suatu
rencana mitigasi di masa pandemi dan pasca pandemi

2. Perlunya penegakan kebijakan yang lebih efektif dalam


penerapan protokol kesehatan di kriteria wilayah kampus,yang
diikuti dengan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada
masyarakat civitas akademik dan non akademik lingkungan
Universitas Lampung.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatahui variabel


lainnya diluar variabel yang diteliti, yang memiliki peluang
berpengaruh terhadap kejadian Covid-19 di lingkungan
Universitas Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

Ahn D.G, Shin HJ, Kim MH, Lee S, Kim HS. 2020. Current status of
Epidemiology, Diagnosis, Therapeutics, and Vaccines for Novel
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Journal of Microbiology and
Biotechnology. 30 (3):314-324.
Ali, A., Tambunan, M.P., dan Tambunan, R.P. 2021.Kajian meteorologi transmisi
COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi
Cuaca ; 22(1): 1-8.
Al-Ashwal FY, Kubas M, Zawiah M, Bitar An. 2020. Healthcare Workers’
Knowledge, Preparedness, Counseling Practices, and Perceived Barriers
To Confront COVID-19: A Cross- Sectional Study From a war-torn
Country, Yemen. Journal of Plos One. 15 (12):1-16.
Alsoghair M, Almazyad M, Alburaykan T, Alsultan A. 2020 Lung Ultrasound
May Support Diagnosis and Monitoring Of COVID-19 Pneumonia.
Journal Of Medical and Biology. 46 (11) 8-17.
Azlan, A. A., Hamzah, M. R., Sern, T. J., Ayub, S. H., & Mohamad, E. (2020).
Public knowledge, attitudes and practices towards COVID-19: A
crosssectional study in Malaysia. PLOS ONE.
Azhari Achmad R, Agustin Kusumayati. 2021. Studi Faktor Iklim dan Kasus
Covid-19. HIGEA Journal of Public Health Research and Development.
HIGEA 5 (3) : 365-375.
Azuma K, Yanagi U, Kagi N, Kim H, Ogata M, Hayashi M. Environmental
factors involved in SARS-CoV-2 transmission: effect and role of indoor
environmental quality in the strategy for COVID-19 infection control.
2020. Environ Health Prev Med. Nov 3;25(1):66. doi: 10.1186/s12199-
020-00904-2. PMID: 33143660; PMCID: PMC7607900.
Baig M, Jameel T, Alzahrani SH, Mirza AA, Gazzaz ZJ. 2020. Predictors Of
Misconceptions, Knowledge, Attitudes, and Practices of COVID-19
Pandemic Among a Sampel of Saudi Population. Journal of Plos One. 15
(12):1-13.
Covino, M., De Matteis, G., Santoro, M., Sabia, L., Simeoni, B., Candelli, M.,
Ojetti, V., & Franceschi, F. (2020). Clinical characteristics and prognostic
factors in COVID-19 patients aged ≥80 years. Geriatrics and Gerontology
International, 20(7), 704–708. https://doi.org/10.1111/ggi.13960
Daud A, Syam A, Arsin A, dan Hanafiah S.S. 2020. Penangan Coronavirus
(COVID-19) Ditinjau dari Prespektif Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Dewi, E. 2020. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam
Pencegahan Penularan Covid-19. Jurnal Keperawatan, 9(2), 21- 25.
Dobricic, S., Pisoni, E., Pozzoli, L., Dingenen, R. V., Lettieri, T., Wilson, J., &
Vignati, E. 2020. Do Environmental Factors Such As Weather Conditions
and Air Pollution Influence Covid-19 Outbreaks. Publication of JRC
European Commision; 1-41.
ECDC. 2020. Heating, Ventilation and Air-conditioning Systems in the Context
of Covid-19: First Update. 1-19.
Fahmi, Jauhar. 2021. Profil Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Akfara Yannas
Husada Bangkalan Terhadap Covid-19. Indonesian Journal
Pharmaceutical and Herbal Medicine. 1(1):39–43.
Gunthe S.S, Swain B, Patra S.S, Amte A. 2020. On the global trends and spread
of the COVID-19 outbreak: preliminary assessment of the potential
relation between location-specific temperature and UV index. Journal of
Public Health: From Theory to Practice. 30 (1): 219–228. 1-10.

Iderus, N. H., Lakha Singh, S. S., Mohd Ghazali, S., Yoon Ling, C., Cia Vei, T.,
Md Zamri, A. S. S., Ahmad Jaafar, N., Ruslan, Q., Ahmad Jaghfar, N. H., &
Gill, B. S. (2022). Correlation between Population Density and COVID-19
Cases during the Third Wave in Malaysia: Effect of the Delta Variant.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(12).
https://doi.org/10.3390/ijerph19127439

Kadi N, Khelfaoui M. Population density, a factor in the spread of COVID-19 in


Algeria: statistic study. Bull Natl Res Cent. 2020. Journal of Nature Public
Health Emergency Collection.44(1):138. doi: 10.1186/s42269-020-00393-
x. Epub 2020 Aug 20. PMID: 32843835; PMCID: PMC7439635.
Kang D, Ellgen C, Kulstad E. Possible effects of air temperature on COVID-19
disease severity and transmission rates. 2021. J Med Virol.
Sep;93(9).5358-5366. doi: 10.1002/jmv.27042. Epub 2021 May 3. PMID:
33913555; PMCID: PMC8242372.
Kholid, A. 2018. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media,
Dan Aplikasinya: In Raja Grafindo Persada.
Kurnitski, J. 2020. Ventilation Rate and Room Size Effect on Infection Risk of
Covid-19. The REHVA European HVAC Journal. 26-31.
Kementerian Kesehatan. 2020. Pedoman Pencegahan Pengendalian COVID-19.
Kementerian Kesehatan. 2019. Derajat Kesehatan 40% Dipengaruhi lingkungan.
Kurniawan DA. 2018. Evaluasi Sikap Siswa SMP terhadap IPA di Kabupaten
Muaro Jambi. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. 19 (1):124-139.
Light Ed, Bailey james, Lucas, and Lee laurance. 2020. HVAC and COVID-19.
Published in ASHRAE Journal; 1-8.
Loomans M, Boerstra A, Franchimon F, Wisse C. 2020. Calculating the Risk of
Invectio. The REHVA European HVAC Journal. 57 (5): 1-88.
Mohamadian M, Chiti H, Shoghli A, Biglari S, Parsamanesh N. 2020. COVID-19:
Virology, Biology, and Novel Laboratory Diagnosis. Journal of Gene
Med. 23 (3):1-12.
Mubarak, Sari Nila P, Sinaga J, Rini I, Tanjung R, Ashar Y, Munthe S, Lourrinx
E, Nasution N, Simamora J, Nirtha I, Jastham S, Argaheni N. 2021.
Pengatar Kesehatan Lingkungan. Medan : Yayasan Kita Menulis.
Maryunani, Anik. 2013. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta : Trans
Info Media (TIM), 218 halaman.
Miller H, Nazaroff W,Jimenez Jl, Boerstra A, Buonanno G, Dancer S, Kurnitsk, J,
Marr LC, Morawska L, Noakes C. 2020. Transmission of SARS-CoV-2
by inhalation of respiratory aerosol in the Skagit Valley Chorale
superspreading event. https://doi.org/10.1111/ina.12751
Nakano J. 2019. Environmental control survey of indoor air in office buildings:
thermal evaluation section according to domestic and international
standards. annual conference proceedings. The Society of Heating Air
Conditioning and Engineers of Japan (SHAS-E). hal 61-4
Nishiura H, Linton NM, Akhmetzhanov AR. Serial interval of novel coronavirus
(COVID-19) infections. Int J Infect Dis. 2020. Apr;93:284-286. doi:
10.1016/j.ijid.2020.02.060. Epub 2020 Mar 4. PMID: 32145466;
PMCID: PMC7128842.
Notoatmodjo, Seoekidjo. 2012.Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Seoekidjo. 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Keseshatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Seoekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Keseshatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nugrahenni, Hermien,dkk. 2018. Buku Ajar Promosi Kesehatan Berbasis
Sekolah. Yogyakarta: Deepublish.
Osuchowski MF, Aletti F, Cavaillon JM, Flohe´ SB, Giamarellos-Bourboulis EJ,
Huber-Lang M, et al. SARS-CoV-2/COVID-19: Evolving reality, global
response, knowledge gaps, and opportunities. Shock. 2020; 54: 416–437.
https://doi.org/10.1097/SHK.0000000000001565 PMID: 32433217
Ozygit, Ahmed. 2020. Understanding Covid-19 transmission: The effect of
temperature and health behavior on transmission rates. Artikel of US
National Library of Medicine National Institutes of Health.
Park SY, Kim YM, Yi S, Lee S, Na BJ, Kim CB, Kim JI, Kim HS, Kim YB, Park
Y, Huh IS, Kim HK, Yoon HJ, Jang H, Kim K, Chang Y, Kim I, Lee H,
Gwack J, Kim SS, Kim M, Kweon S, Choe YJ, Park O, Park YJ, Jeong
EK. Coronavirus Disease Outbreak in Call Center, South Korea. Emerg
Infect Dis. 2020. Aug;26(8):1666-1670. doi: 10.3201/eid2608.201274.
Epub 2020 Apr 23. PMID: 32324530; PMCID: PMC7392450.
Pertiwy, H. C., Listiarin, D. A., Umum, P. K., Kedokteran, F., Islam, ., Agung, S.,
Ilmu, B., Masyarakat, K., Islam, U., Agung, S., Kedokteran, F., Islam,
U., & Agung, S. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Covid-
19 Dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Corona Virus Disease 2019
( Covid-19 ) Studi Analitik Observasional Pada Siswa Sd Global Inbrya
School Tegal. 154, 10–20.
Peng, Y., Pei, C., Zheng, Y., Wang, J., Zhang, K., Zheng, Z., & Zhu, P. (2020).
Knowledge, Attitude and Practice Associated with COVID-19 among
University Students: a Cross-Sectional Survey in China. BMC Public
Health, 20(127), 2–8.
Proverawati, Atikah. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pozzoli L, Dobricic S, Russo S , and Vignati E. 2017. Impacts of large-scale
atmospheric circulation changes in winter on Black Carbon transport and
deposition to the Arctic. European Commission, Joint Research Centre
(JRC). Journal of JRC;1-34.
Puspasari H.W, Tanjung R, Asyfiradayati R, Irawan O, Handoko L, Fitra M,
Zicof E, Sari M, Onasis A, Hidayanti R, Sinaga J, Aulia S, Waris L.
2022. Kesehatan Lingkungan. Sumatera barat: Global Eksekutif
Teknologi.
Ram K, Thakur R.C, Singh D.K, Kawamura K, Shimouchi A, Sekine Y. Tripath
S.N. 2021. Why Airborne Transmission hasn't been Conclusive in Case
of Covid-19 An Atmospheric Science Perspective. Jurnal of Science of
the Total Environment.
Rezki, S. Gebrina. 2021. Pemodelan Risiko Terinfeksi Sebaran Aerosol Sars-Cov-
2 Di Dalam Ruangan Kelas Akibat Pengaruh Lingkungan. Journal of
Universitas hasanudin. 1-12
Retnaningsih, E., Nuryanto, N., Oktarina, R., Komalasari, O., & Maryani, S.
(2020). Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Praktik Pencegahan
Penularan Coronavirus Disease-19 di Provinsi Sumatera Selatan ,.
8(September), 198–202.
Slamet, Juli. 2011. Kesehatan Lingkungan revisi kedelapan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif : Untuk Penelitian Yang Bersifat
Eksploratif, Enterpetif, Interaktif, dan Konstruktif. Bandung: Alfabeta
Sirota, M., Adf, C., Wolfe, K., Sirota, M., Clarke, A. D. F., & Wolfe, K. (2021).
Age differences in COVID-19 risk-taking , and the relationship with risk
attitude and numerical ability.

Singh AK, Gupita R, Ghosh A, Misra A. 2020. Diabetes in COVID-19:


Prevalence, pathophysiology, prognosis and practical considerations. Jul-
Aug;14(4).303-310. doi: 10.1016/j.dsx.2020.04.004. Epub 2020 Apr 9.
PMID: 32298981; PMCID: PMC7195120.

Venter Z.S, Aunan K, Chowdhury S, and Lelieveld J. 2020.COVID-19 lockdowns


Cause Global Air Pollution Declines With Implications For Public Health
Risk, 7162. doi: 10.1101/2020.04.10.20060673.

Waryani, R., Muhammad Zaini, F., Dian Pratiwi, S., Ival Tawakal, M. & Putri, A.
2020. Menanamkan Pengetahuan Tentang COVID-19 Melalui Bimbingan
Belajar di Rumah Bagis Siswa Sekolah Dasar. Universitas Negeri
Semarang, 7(1): 1–7. http://dx.doi.org/10.1016/j.encep.2012.03.001.
World Health Organization. 2022. The Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Situation Report. World Heart Organization.
https://covid19.who.int/table
Wong DWS, Li Y.2020. Spreading of COVID-19: Density matters. PLoS One.
Dec 23;15(12). doi: 10.1371/journal.pone.0242398. PMID: 33362283;
PMCID: PMC7757878.
Wu Y, Leliveld M. C, Zhou, X. 2011. Social distance modulates recipient’s
fairness consideration in the dictator game: An ERP study. Biological
Psychology, 88(2–3), 253– 262.
Ye Shen, Changwei Li, Hongjun D, Wang Z, Martinez L, Sun Z, Handel A, Chen
Z, Chen E, Ebell M, Wang F, Yi Bo, Wang H, Wang X, Wang A, Chen
B, Qi Y, Liang L, Li Y, Ling F, Chen J, Xu G. 2020. Community
Outbreak Investigation of SARS-CoV-2 Transmission Among Bus
Riders in Eastern China. Journal Of JAMA Internal Medicine.
180(12):1665-1671
Zhou P, Yang X.L, Wang X.G, Hu B, Zhang L, Zhang W, Si H R, Zhu Y, Li B,
Huang C. L, Chen H D, Chen J, Luo Y, Guo H, Jiang R.D, Liu M.Q,
Chen Y, Shen X.R, Wang X, Zheng X.S, Zhao K, Chen Q.J, Deng F, Liu
L.L, Yan B, Zhan F. X, Wang Y.Y, Xiao G.F, and Shi Z. L. 2020. A
pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat
origin. Nature. Springer US, 579(7798), pp. 270-273. doi:
10.1038/s41586-020- 2012-7.
Zhong, B., Luo, W., Li, H., Zhang, Q., Liu, X., Li, W., & Li, Y. (2020).
Knowledge , attitudes , and practices towards COVID-19 among Chinese
residents during the rapid rise period of the COVID-19 outbreak : a quick
online cross-sectional survey. 16. https://doi.org/10.7150/ijbs.45221

Anda mungkin juga menyukai