Anda di halaman 1dari 73

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI


PENDENGARAN DI RSJ PROF DR MUHAMMAD ILDREM
MEDAN

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan


Mata Ajaran Praktika Senior

PRAKTIKA SENIOR

Oleh

TARI LISTIORINI, S. Kep

101101106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
2

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Laporan Praktika Senior ini dengan Judul Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ Prof. Dr. Muhammad

Ildrem Medan yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program

Pendidikan Profesi Ners di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2015.

Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit S.Kp, MNS, Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsannudin S.Kp, MNS, Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku koordinator Program Pendidikan Profesi

Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Setiawan S.Kp, MNS, PhD selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran


3

serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktika senior

ini.

7. Direktur RSJ Prof. Dr. Muhamad Ildrem medan yang telah memberikan izin

penelitian.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis bapak Imran Yatim S.P dan

ibu Efrita yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis sejak

kecil, memberikan dukungan moril maupun materil dan senantiasa

memberikan doa yang tulus untuk penulis. Abang saya Jolli Imrianto S.T,

kakak saya Yesi Imriana S.Pd dan dan orang teristimewa Firdiansyah S.Kom

yang penulis cintai yang telah memberikan dukungan serta doa yang tiada

henti-hentinya kepada penulis dalam membuat laporan praktika senior ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Profesi Ners Keperawatan Univesitas Sumatera

Utara 2010, Anindiah Widyaningrum, Lyilyi Alfianti, Mekar Hasianna, Tri

Putri Rizky, Fischa Agustina beserta Ilda Putriani yang telah memberikan

dorongan semangat bagi penulis demi terselesainya dinas dan laporan

praktika senior ini serta teman-teman terbaiku Putri raihan, Cut Harun dan

banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari Laporan Praktika Senior ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasa, maka

dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari

semua pihak demi kesempurnaan Laporan Praktika Senior. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih dan harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat

bagi kita semua.


4

Medan, Agustus 2015


Penulis

Tari Listiorini
Nim. 101101106
5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................... viii
ABSTRAK.. .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3. Tujuan ......................................................................................... 5
1.4. Manfaat....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7
2.1. Halusinasi .................................................................................... 7
2.1.1. Definisi Halusinasi. ..................................................... 7
2.1.2. Klasifikasi Halusinasi .................................................. 8
2.1.3. Tahapan Halusinasi.......................................................... 9
2.1.4. Rentang Respon Halusinasi.. ........................................... 9
2.2. Halusinasi Pendengaran. ..................................................... 10
2.2.1. Karakteristik Perilaku Pasien Halusinasi Pendengaran..... 11
2.2.2. Karakteristik Pasien Halusinasi Rehabilitasi........................ 11
2.2.3. Proses Terjadinya Halusinasi Pendengaran... 12
2.2.4. Faktor Penyebab Terjadinya Halusinasi..... 12
2.2.5. Gejala- Gejala Halusinasi Pendengaran 13
2.2.6. Akibat Halusinasi Pendengaran..... 13
2.2.7 Pengobatan Halusinasi Pendengaran..... 14
2.2.8. Pengkajian.. 14
2.2.9. Analisa Data.. 18
2.2.10. Rumusan Masalah 19
2.2.11. Perencanaan. 20
2.2.12. Implementasi Keperawatan................................................. 27
2.2.13. Evaluasi Keperawatan......................................................... 29
BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................... 32
3.1. Pengkajian .................................................................................. 32
3.2. Masalah Keperawatan ................................................................ 34
3.3. Pohon Masalah Dan Diagnosa Keperawatan .............................. 35
3.4. Perencanaan Keperawatan.. ........................................ 35
3.5. Pelaksanaan Keperawatan.. ............................................. 37
3.6. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 39
BAB IV ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN .................................. 44
4.1. Deskripsi Profil Ruangan ............................................................ 44
4.2. Analisis Pengkajian ..................................................................... 47
4.3. Analisis Diagnosa Keperawatan .......................................... 50
4.4. Analisis Intervensi Keperawatan ............................................... 51
4.5. Analisis Implementasi Keperawatan ........................................... 51
4.6. Analisis Evaluasi Keperawatan ................................................... 52
6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 54


5.1. Kesimpulan ................................................................................... 54
5.2. Saran .............................................................................................. 54
5.3. Keterbatasan Penulisan.................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA. 56
7

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Praktika Senior


Lampiran 2 Intervensi
Lampiran 3 Dokumentasi

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup


8

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi


Pendengaran Di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan
Nama Mahasiswa : Tari Listiorini
NIM : 101101106
Program Studi : Profesi Keperawatan (Ners)
Tahun : 2015

ABSTRAK
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal. Halusinasi pendengaran merupakan salah satu jenis
halusinasi yang paling sering dialami oleh penderita skizofrenia seperti
mendengar suara melengking, mendesir, bising, baik dalam bentuk kata-kata
mapun kalimat tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek
tersebut tidak ada secara nyata. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk
mengaplikasikan langsung asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
pendengaran. Pada tugas akhir ini, penulis melakukan asuhan pada pasien diruang
Dolok Martimbang RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan dengan jumlah
pasien sebanyak satu orang. Kegiatan asuhan keperawatan ini dilakukan sejak
tanggal 27 Juli 2015 sampai dengan 8 Agustus 2015. Implementasi yang
dilakukan merupakan susunan berurutan dari strategi pertemuan yang terdiri dari
4 bagian (4 SP). Hasil dari asuhan keperawatan ini adalah pasien yang mengalami
halusinasi pendengaran mampu mengetahui penyebab halusinasi pendengaran dan
sudah mengetahui cara mengontrol halusinasinya. Untuk perawat diharapkan
mampu melakukan asuhan keperawatan secara optimal dan komprehensif pada
pasien halusinasi pendengaran.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Halusinasi pendengaran


9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di eraglobalisasi ini seringkali kita jumpai masalah-masalah yang harus

kita hadapi, masalah tersebut bisa berasal dari faktor-faktor internal dan eksternal.

Tidak semua individu biasanya mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan

masalahnya, tapi jika ada sebagian manusia yang tidak dapat menyelesaikan

masalahnya sendiri akan dapat mengakibatkan gangguan jiwa salah satunya

adalah Halusinasi. Hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari

yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa

atau gangguan jiwa.

Hawari (2006) menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan salah satu

dari dari empat masalah kesehatan yang utama di negara-negara maju, modern

dan industri. Keempat masalah kesehatan itu adalah penyakit generatif, gangguan

jiwa, kanker dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap

sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya

gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara

individu maupun kelompok dan menghambat pembangunan, karena tidak

produktif dan tidak efisien.

Data statistik yang dikemukakan oleh WHO (1990) menyebutkan bahwa

setiap saat 2 3 % dari penduduk di dunia berada dalam keadaan membutuhkan

pertolongan serta pengobatan untuk suatu gangguan jiwa. Hasil riset WHO

diperkirakan pada setiap saat, 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
10

permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.

Pasien yang mengalami gangguan jiwa harus dirawat karena mengurangi

peningkatan keparahan pada pasien, pasien jiwa sendiri harus dirawat di rumah

sakit jiwa untuk mendapatkan pelayanan yang tepat. Data yang dikeluarkan oleh

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa

diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari

tingkat ringan hingga berat. Sebaliknya, Departemen Kesehatan menyebutkan

jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data

RSJ se-Indonesia. Untuk propinsi Sulawesi Selatan sendiri, jumlah pasien

gangguan jiwa khususnya yang mengalami gangguan halusinasi selama tiga tahun

terakhir adalah 14.229 orang. Terbukti pada tahun 2005 terdapat sekitar 400 orang

penderita gangguan jiwa, 2006 naik menjadi 563, dan tahun 2007 bertambah lagi

menjadi 592 orang (Agus, 2011).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa

adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana

terjadi pada saat keadaan individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan

tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari

dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang

tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan

(Nasution, 2003 ).

Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita

gangguan jiwa di Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan

kategori gangguan jiwa ringan 11,6 % dan 0,46 % menderita gangguan jiwa berat.

Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah menyebutkan 1.000 warga Jawa Tengah
11

terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap

1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress. Pada penderita gangguan jiwa, hanya

30 sampai 40% pasien gangguan jiwa bisa sembuh total, 30% harus tetap berobat

jalan, dan 30% lainnya harus menjalani perawatan. Dibanding ratio dunia yang

hanya satu permil, masyarakat indonesia yang telah mengalami gangguan

kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai 18,5% (Depkes RI, 2009).

Data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Prof

Dr Muhammad Ildrem Medan 2013, diketahui pasien menjalani rawat inap tahun

2009 berjumlah 1.929 orang, pasien skizofrenia 1.581 orang. Tahun 2010, pasien

rawat inap berjumlah 1.949 orang, pasien skizofrenia 1.590 orang. Tahun 2012,

pasien rawat inap 1.783 pasien, gangguan skizofrenia ditemukan 1.398 orang atau

sekitar 78,4% dari diagnosa keseluruhan (Medical Record RSJ Prof Dr

Muhammad Ildrem Medan). Data laporan bulanan pasien di ruang Dolok

Martimbang pasien yang dirawat berjumlah 34 orang (Buku laporan pasien ruang

Dolok Martimbang juli 2015).

Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada masyarakat adalah

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran. Menurut Cook & Fontaine

(1987, dalam Widianto, 2014) perubahan persepsi sensori: Halusinasi adalah

salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi

sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghidu. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.

Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai

persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi

tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan


12

(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan). Jenis

halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi pendengaran 70%, penglihatan

20% dan selebihnya 10% adalah halusinasi penghidu, pengecap, dan perabaan.

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin,

barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya

rangsangan apapun (Maramis, 2005). Halusinasi pendengaran adalah persepsi

sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran (Isaac, 2002).

Praktek Belajar Lapangan Komprehensif merupakan salah satu program

akhir kegiatan mahasiswa profesi ners yang bertujuan untuk mempersiapkan

mahasiswa dalam menghadapi realita saat bekerja dengan memberikan

kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori

dan konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan.

Kegiatan ini mencakup asuhan keperawatan pada lahan praktek dan pasien

kelolaan yang dilakukan selama 12 hari dimulai sejak 27 Juli 2015 sampai pada

tanggal 8 Agustus 2015 .

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran di

RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah ini, penulis mengidentifikasi permasalahan yaitu

tentang bagaimana menegakkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah

utama perubahan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran yang meliputi

pengkajian penentuan diagnosa keperawatan, perencaraan, tindakan dan evaluasi.


13

1.3. Tujuan Umum dan Khusus

a.Tujuan umum:

Diharapkan setelah mempelajari dan menerapkan asuhan keperawatan

pada klien di Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Muhammad Ildrem selama 2 minggu,

penulis mempunyai pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien dengan halusinasi pendengaran.

b.Tujuan Khusus:

1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halisinasi pendengaran.

2. Mampu menganalisa klien dengan halusinasi pendengaran.

3. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien halusinasi pendengaran.

4. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien halusinasi pendengaran.

5.Mampu melakukan implementasi keperawtan pada klien halusinasi

pendengaran.

6. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien halusinasi

pendengaran.

1.4. Manfaat

Kegiatan PBLK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Mahasiswa Keperawatan

Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan

kemampuan dan pengaplikasian semua teori dan konsep yang telah diperoleh

selama pendidikan secara komprehensif dalam bentuk pelayanan profesional baik

pada pelayanan keperawatan secara efektif dan efisien.


14

b. Institusi Pendidikan

Memberikan masukan metode pemberian asuhan keperawatan jiwa

melalui pengaplikasian konsep dan teori keperawatan jiwa ke dalam praktek

langsung, serta meningkatkan kompetensi lulusan institusi dalam pengelolaan

asuhan keperawatan yang bermanfaat bagi institusi pendidikan.

c. Lahan Praktik

Secara langsung dapat memberikan masukan untuk peningkatan

pengelolaan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Muhammad

Ildrem.
15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Halusinasi

2.1.1 Definisi

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya

rangsang (stimulus) eksternal (Cool & Fontain, Essentials of Mental Health

Nursing, 1987). Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek,

Gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari

luar yang terjadi pada semua sistem pengindraan dan hanya dirasakan oleh klien

tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak

ada secara nyata (Dalami, 2009).

Persepsi merupakan proses mental yang terjadi pada diri individu yang

akan menunjukkan bagaimana kerja panca indra disekitar kita. Persepsi disebut

juga suatu pengalaman yang berbentuk berupa data data yang didapat melalui

penginderaan, hasil pengolahan otak dan ingatan dari pengalaman yang lalu, jadi

persepsi melibatkan kognitif dan emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan

persepsi adalah ketidakmampuan individu menerima hasil kerja panca indra

berupa pengalaman dan hasil pengolahan otak. (Erlinafsiah, 2010)

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca

indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu

persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren, persepsi palsu. (Suliswati,

2005)
16

Halusinasi pendengaran (auditorik) merupakan halusinasi dengan

karakteristik yang ditandai dengan mendengar suara, terutama suara - suara orang,

biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang

sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu (Stuart,

2007).

2.1.2 Klasifikasi Halusinasi

Pada pasien gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan

karakteristik tertentu, diantaranya :

a. Halusinasi pendengaran : di tandai dengan mendengar suara, terutama

suara suara orang, biasanya klien mendengar suara suara orang yang

sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan : di tandai dengan adanya stimulus penglihatan

dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun atau

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c. Halusinasi penghidu : di tandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau

yang menjijikkan seperti : darah, urine, atau feces. Kadang kadang

terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang,

dan dementia.

d. Halusinasi peraba : di tandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak

tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari

tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap : di tandai dengan merasakan sesuatu yang busuk.

Amis dan menjijikkan.


17

f. Halusinasi sinestik : di tandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan di certa atau

pembentukan urine.

2.1.3 Tahapan Halusinasi

Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi

menjadi bagian hidup klien. Biasanya di rangsang oleh kecemasan, halusinasi

menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau

mengingkari rangsangan terhadap kenyataan. Halusinasi pendengaran adalah

paling utama pada skizopreniz, suara suara berasal dari tuhan, setan, tiruan atau

relatif. (Erlinafsiah, 2010)

2.1.4 Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladptif individu yang berada

dalam rentang respon neurobiligist (Stuart & Laraia, 2001 dalam Purba, 2008). Ini

merupakan persepsi paalinng maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya

akuraat, mampu mengidentifikasi dan mengiterprestasikan stimulus berdasarkan

informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,

penghidu, pengecapan dan perabaan), pasien dengan halusinasi mempersepsikan

suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal

mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang

diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interprestasi

yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang

diterima. Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
18

Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang pikiran 1. Gangguan proses

2. Persepsi akurat terganggu pikir/delusi

3. Emosi konsisten 2. Ilusi 2. Halusinasi

dengan pengalaman 3. Emosi 3. Tidak mampu

4. Perilaku sesuai berlebihan/kurang mengalami emosi

5. Hubungan sosial 4. Perilaku yang tidak 4. Perilaku tidak

positif biasa terorganisir

5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

2.2 Halusinasi pendengaran

Menurut Erlinafsiah (2010), halusinasi pendengaran Ditandai dengan

mendengar suara, terutama suara-suara orang , biasanya klien mendengar suara

orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan

memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

Halusinasi pendengaran merupakan mendengar suara atau bunyi yang

berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien

sehingga berespon terhadap suara atau bunyi tersebut. (Stuart, 2007).

Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan

panca indra pendengaran. (Isaac, 2002). Stuart (2007) menyatakan bahwa

halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi, biasanya suara

orang. Suara dapat berkisar dari suara sederhana sampai suara orang bicara
19

mengenai pasien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih

tentang pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat

didengar yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa yang

sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu,

Kadang-kadang hal yang berbahaya.

2.2.1 Karakteristik Perilaku Pasien Halusinasi Pendengaran

Menurut Stuart (2007) karakteristik perilaku paisen halusinasi antara

lain bicara, senyum, tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara-suara ,

merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, tidak dapat membedakan hal

nyata dan tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian. Pembicaraan kacau,

sikap curiga dan bermusuhan, menarik diri, sulit mengambil keputusan,

ketakutan, muka merah, nadi cepat, nafas terengah-tengah, banyak keringat,

ekspresi wajah tegang dan menyalahkan diri sendiri

2.2.2 Karakteristik Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Yang Telah

Rehabilitasi

Pasien halusinasi pendengaran yang telah mendapat rehabilitas dari

RSJ sudah mulai dapat memusatkan perhatian , dapat mengendalikan diri

apabila mendengar suara-suara, dapat membedakan yang nyata dengan

realita, pembicaraan masuk akal, mampu memulai berinteraksi dengan orang

lain, dapat membuat keputusan, dapat melakukan asuhan keperawatan sendiri

dan ekpspresi wajah tenang (Surartini, 2003).


20

2.2.3 Proses Terjadinya Halusinasi Pendengaran

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari

gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa skizoprenia. Bentuk

halusinasi ini bisa berupa suara-suara ribut-ribut dan mendengung, Tetapi

berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi

tingkah laku klien, Sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti bicara

sendiri, bertengkar atau respon lain yang membahayakan. Bisa juga klien

bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan

penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara dan benda mati. Halusinasi

pendengaran merupakan suatu tanda mayor yang terjadi pada gannguan

Schizophrenia dan satu syarat diagnostik minor untuk melankolia involusi,

psikosa mania defresi dan syndrome otak organic. (Erlinafsiah, 2010).

2.2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Halusinasi Pendengaran

a. Faktor Predisposisi

1. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf

pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul

adalah; hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul prilaku

menarik diri.

2. Psikologis

Keluarga pengasuh yang tidak mendukung yang dikarenakan

keluarga yang telah broken home, overprotektif, diktator, dan lainny.

Serta lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien,


21

sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas

adalah: Penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita :

dimana terjadi kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan terisolasi yang disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan

setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak

berguna, putus asa dan tidak berdaya. (Erlinafsiah, 2010).

2.2.5 Gejala-gejala Halusinasi Pendengaran

Menurut Stuart (2007) beberapa gejala yang muncul pada halusinasi

pendengaran adalah tertawa yang tidak sesuai , menggerakkan bibirnya tanpa

mengeluarkan suara, gerakan mata abnormal, respon verbal yang lambat,

diam, bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan,

penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori,

lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya ,

mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, rentang

perhatian hanya beberapa menit atau detik dan tidak mampu berespon

terhadap lebih dari satu orang.

2.2.6 Akibat Halusinasi Pendengaran

Menurut Yosep (2009), akibat yang dapat terjadi pada orang dengan

gangguan persepsi halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:


22

a) Munculnya perilaku untuk menciderai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan yang mengakibatkan dari persepsi sensori palsu, tanpa

adanya stimulus eksternal.

b) Klien dengan halusinasi pendengaran mengisolasi dirinya dari orang

lain, karena tidak peka terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.

c) Klien tidak memperlihatkan perlindungan diri seperti kebersihan diri

dan nutrisi.

2.2.7 Pengobatan Halusinasi Pendengaran

Pengobatan yang dilakukan pada pasien halusinasi pendengaran dalam

membantu klien mengatasi masalahnya adalah dengan pemberian terapi

psikofarmakologis yakni pemberian obat-obatan yang lazim digunakan pada

gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala pada klien skizofrenia

adalah obat-obatan anti psikosis, karena skizofrenia merupakan salah satu

jenis gangguan psikosis, terapi kejang listrik / Electro Compulsive Therapy

(ECT) dan terapi aktivitas kelompok (TAK) (Erlinafsiah, 2010).

2.2.8 Pengkajian

a. Faktor Predisposisi

1. Biokimia

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam

tubuh akan dihasilka suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia

seperti Buffofenon dan Dimentytranferase(DMP). Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.


23

2. Psikologi

Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi

karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara

respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi,

sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan keinginan dan

ketakutan yang di alami oleh klien. Mudah kecewa, mudah putus asa,

kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas

diri tidak jelas, krisis peran dan koping destruktif.

3. Perkembangan

Jika perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal,

maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.

4. Sosial budaya

Kehidupan 23ocial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan

orientasi realita seperti kemiskinan,konflik 23ocial budaya dan kehidupan

yang terisolasi disertai stress,isolasi 23ocial pada usia lanjut, cacat, sakit

kronis dan tuntunan lingkungan yang terlalu tinggi.

5. Faktor genetik

Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga

terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu

sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra

untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti

partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak di ajak komunikasi,


24

objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering

menjadi pencetus tejadinya halusinasi, hal tersebut dapat meningkatkan stress

dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

1. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak

aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian,

tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan

nyata dan tidak nyata. Pasien yang mengalami halusinasi sering kecewa

karena mendapatkan respon negatif ketika mereka menceritakan

halusinasinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, banyak pasien kemudian

enggan untuk menceritakan pengalaman pengalaman aneh halusinasinya.

Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang

lain. Kemampuan untuk bercakap cakap tentang halusinasi yang dialami oleh

pasien penting untuk memiliki ketulusan dan perhatian yang penuh untuk

dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi. Apabila perawat

mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian

selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis

halusinasinya. Validasi informasi tentang halusinasi yang di perlukan

meliputi: isi halusinasi yang di alami pasien, waktu dan frekuensi halusinasi ,

situasi pencetus halusinasi dan respon pasien.

2. Status Emosi

Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan

bermusuhan, kecemasan berat atau panik, dan suka berkelahi.


25

3. Sumber Koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan

strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan

menggunakan sumber koping yang ada dilingkunganya. Sumber koping

tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan

sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintregrasikan

pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang

efektif.

4. Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang di arahkan pada

pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung

dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

Mekanisme koping adalah sebagai berikut:

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali seperti seperti pada perilaku perkembangan anak atau

berhubungan dengan masalah proses proses informasi dan upaya untuk

menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada

orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya

untuk menjelaskan keracunan persepsi).

c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun

psikologis, reaksi fisik yaitu individu menghindar dari stresor, misalnya

menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain - lain, sedangkan
26

reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis dan isolasi diri,

tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

2.2.9. Analisa Data

Proses keperawatan pada pasien dengan masalah Gangguan Persepsi

Sensori: Halusinasi adalah dengan melakukan analisa data yang terdiri dari

data subjektif dan data objektif. Data yang perlu dikaji adalah sebagai

berikut:

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji

Perubahan persepsi sensori: Subjektif:

halusinasi Klien mengatakan mendengar suara

menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya

Klien mengatakan mendengar suara atau

bunyi

Klien mengatakan mendengar suara yang

mengajak bercakap-cakap

Klien mengatakan mendengar suara

seeorang yang sudah meninggal

Klien mengatakan menden

Klien mengatakan mendengar suara yang

mengancam diri klien atau orang lain atau

suara lain yang membahayakan

Objektif:
27

Klien terlihat mengarahkan telinga pada

sumber suara

Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri

Klien terlihat marah marah tanpa sebab

Klien terlihat menutup telinga

Mulut klien terlihat komat kamit

2.2.10. Rumusan Masalah

Masalah yang mungkin muncul pada pasien dengan Gangguan

Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi perilaku kekerasan

2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi

3. Isolasi sosial

4. Harga diri rendah

Dari masalah tersebut di atas dapat di susun pohon masalah sebagai

berikut:

Resiko tinggi perilaku


kekerasan

Perubahan persepsi Defisit perawatan diri


sensori: halusinasi
pendengaran

Kerusakan interaksi Intoleransi aktifitas


sosial

Harga diri rendah

Tabel 2.1. dikutip dari ( Asfi, 2012 ).


28

2.2.11 Perencanaan (Intervensi) Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,

tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum dapat tercapai

jika serangkaian tujuan khusus tercapai. Dalam menetapkan tujuan, perawat

perlu mengingat 3 domain pengetahuan yang perlu dicapai, yaitu kemampuan

afektif, perilaku (psikomotor), dan kognitif. Tujuan dari asuhan keperawatan

yang diberikan adalah agar klien mampu mengontrol halusinasinya.

Berdasarkan rencana keperawatan yang ada saat ini, terdapat tujuan

umum dan 5 tujuan khusus dalam melakukan asuhan keperawatan halusinasi

pendengaran, yaitu:

a. Tujuan Umum: Klien tidak mengalami halusinasi

b. Tujuan Khusus:

1. Klien mampu membina dan mempertahankan hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi:

Ekspresi wajah klien bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada

kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau

menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau

mengutarakan masalah yang dihadapi.

Intervensi:

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi:

Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal

Perkenalkan diri dengan sopan

Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien


29

Jelaskan tujuan pertemuan

Jujur dan menepati janji

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk

memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.

2. Klien mampu mengenal halusinasi

Kriteria Evaluasi:

Klien mampu menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya

halusinasi

Klien mampu mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya

Intervensi:

1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

Rasional: Kontak dan singkat selain upaya membina hubungan

saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.

2) Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya, seperti: berbicara

dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah

ada teman bicara.

Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul

memudahkan perawat dalam melakukan intervensi

3) Bantu klien mengenal halusinasi dengan cara:

Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah

ada suara yang didengar


30

Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan

halusinasinya

Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu.

Namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada

bersahabat tanpa menuduh)

Katakan pada klien bahwa ada klien yang seperti dia

Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Rasional: Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk

menghindari faktor timbulnya halusinasi

4) Diskusikan kepada klien tentang:

Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi

Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,

malam, atau jika sendiri, jengkel, sedih)

Rasional: Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya

halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang

akan dilakukan oleh perawat

5) Diskusikan pada klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah, takut, sedih, senang) dan beri kesempatan klien untuk

mengungkapkan perasaannya.

Rasional: Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi


31

3. Klien mampu mengontrol halusinasinya

Kriteria Evaluasi:

Klien mampu menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk

mengendalikan halusinasinya.

Klien mampu menyebutkan cara baru

Klien mampu memilih cara mengatasi halusinasinya seperti yang telah

didiskusikan

Klien mampu melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan

halusinasinya

Intervensi:

1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi

halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)

Rasional: Upaya untuk memutus siklus halusinasinya sehingga

tidak berlanjut.

2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien jika bermanfaat beri

pujian atau penghargaan

Rasional: Reinforcement dapat meningkatkan harga diri klien.

3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan atau mengontrol

timbulnya halusinasinya:

Katakan saya tidak mau dengar kamu pada saat halusinasi

muncul

Menemui orang lain atau perawat, teman untuk bercakap-cakap

atau mengetahui halusinasinya didengar


32

Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak

muncul

Meminta teman, keluarga, perawat menyapa jika klien tampak

sendiri

Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol

halusinasi

4) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutuskan

halusinasinya secara bertahap misalnya dengan:

Mengambil air wudhu dan sholat atau baca Al quran (bagi

beragama Islam)

Membersihkan rumah atau peralatan rumah

Mengikuti kegiatan sosial di masyarakat (pengajian, gotong

royong)

Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda)

Mencari teman mengobrol

Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk

mencoba memilih cara mengendalikan halusinasinya

5) Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah dipilih

Rasional: Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba cara

yang dipilih

6) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok orientasi

realita dan stimulus persepsi

Rasional: Stimulus persepsi dapat mempengaruhi perubahan

interpretasi akibat halusinasi


33

4. Klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasinya

Kriteria Evaluasi:

Keluarga mampu membina dan mempertahankan hubungan saling

percaya dengan perawat

Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dari tindakan untuk

mengendalikan halusinasinya

Intervensi:

1) Bina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan

dengan sopan dan ramah

Rasional: Sebagai dasar untuk memperlancar interaksi selanjutnya

2) Anjurkan klien untuk menceritakan halusinasinya kepada keluarga

Rasional: Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol

halusinasinya

3) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung:

Pengertian halusinasi

Gejala halusinasi yang mendalam

Cara yang dilakukan klien dan keluarga untuk mengontrol atau

menghilangkan halusinasinya

Cara merawat klien halusinasi di rumah, misalnya diberi kegiatan

jangan dibiarkan sendiri

Beri informasi kapan mendapat bantuan: halusinasi tidak terkontrol

dapat mencederai orang lain

Rasional: Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang

informasi halusinasi
34

5. Klien mampu memanfaatkan obat dengan baik.

Kriteria Evaluasi:

Klien mampu menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat

Klien mampu mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar

Klien mampu informasi tentang efek samping obat

Klien mampu memahami akibat berhenti minum obat tanpa

berkonsultasi dengan dokter atau perawat

Klien mampu mengetahui prinsip penggunaan obat dengan tepat

Intervensi:

1) Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat

obat

Rasional: dapat menyebutkan dosis, frekuensi, dan manfaat obat

2) Anjurkan klien meminta obat ke perawat

Rasional: Menilai kemampuan klien dapat pengobatan sendiri

3) Anjurkan klien bicara kepada dokter tentang manfaat dan efek

samping yang dirasakan

Rasional: Dengan mengetahui efek samping, klien tahu apa yang

harus dilakukan setelah minum obat.

4) Diskusikan untuk berhenti minum obat tanpa diskusi atau konsultasi

dengan dokter

Rasional: Program pengobatan berjalan lancar

5) Bantu klien untuk menggunakan obat dengan benar dan tepat.

Rasional: Mampu mengetahui prinsip penggunaan obat

(Stuart, 2007; Ernawati, ddk, 2009;Keliat, dkk, 2009; NANDA, 2014)


35

2.2.12 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan spesifik dalam membantu klien mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, mencakup permasalahan kesehatan dan memfasilitasi koping

(Keliat, 2005).

Tujuan pelaksanaan adalah untuk membantu klien dalam mencapai

suatu tujuan yang telah ditetapkan, pelaksanaan tindakan keperawatan

disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan

tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi

dengan singkat apakah rencana keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai

dengan kondisi klien saat ini (here and now).

Selain itu perawat juga harus menilai kemampuan interpersonal,

intelektual dan tehnik sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan,

hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak

terlebih dahulu dengan klien (menjelaskan tentang apa yang akan

dilaksanakan) serta mendokumentasikan semua tindakan yang telah

dilaksanakan (Keliat,2005).

Tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan gangguan jiwa

dilaksanakan dalam bentuk strategi pelaksanaan tindakan keperawatan.


36

STRATEGI PERTEMUAN HALUSINASI

No Kemampuan Pasien
A PASIEN
SP 1
1 Mengidentifikasi jenis halusinasi
2 Mengidentifikasi isi halusinasi
3 Mengidentifikasi waktu halusinasi
4 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6 Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7 Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
8
jadwal kegiatan harian
SP 2
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien untuk mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap
2
cakap dengan orang lain.
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang
2
biasa dilakukan di rumah sakit
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengguanaan obat secara teratur
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B KELUARGA
SP 1
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
37

Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi


2
yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi


SP 2
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
2
halusinasi
SP 3
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
1
obat (discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien dan rujukan
Tabel 3.2 Strategi Pertemuan Halusinasi

2.2.13 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan

cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak. Jenis evaluasi ada dua jenis, yaitu :

a. Evaluasi proses atau formatif

Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat melakukan intervensi

dengan respon segera.

b. Evaluasi hasil atau sumatif

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa kasus pasien

pada waktu tertentu berdasar tujuan yang direncanakan.

Untuk mengevaluasi intervensi keperawatan pada klien, kondisi klien

yang diharapkan adalah :

1) Klien mampu menguraikan perilaku yang menunjukan kekambuhan


38

2) Klien mampu mengidentifikasi dan menguraikan program

penyembuhan atau terapi yang diberikan dan efek samping yang

mungkin terjadi

3) Klien berperan serta dalam melakukan interaksi dengan orang lain

yang dapat membuatnya senang

4) Klien dan keluarga dapat menggunakan sistem pendukung yang ada di

masyarakat

5) Keluarga dapat menguraikan karakteristik penyakit atau gangguan

yang dialami dan mampu berperan serta dalam program

penyembuhan klien (Depkes RI, 2005).

Evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan

halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

1. Pada Klien

a. Klien mempercayai perawat sebagai terapis ditandai dengan:

Klien mau menerima perawat sebagai perawatnya

Klien mau menceritakan masalah yang dihadapinya kepada perawat,

bahkan hal hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain

Klien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang

perawat anjurkan dilakukan oleh klien

b. Klien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan

merupakan masalah yang harus diatasi, ditandai dengan:

Klien mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya

Klien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya


39

Klien menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi

Klien menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi

Klien menjelaskan bahwa klien akan berusaha mengatasi halusinasi

yang dialaminya

c. Klien dapat mengontrol halusinasi, ditandai dengan:

Klien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi

Klien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi:

1) Menghardik halusinasi

2) Berbicara dengan orang lain disekitarnya bila muncul halusinasi

3) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai

mau tidur pada malam hari selama tujuh hari dalam seminggu

dan melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri

4) Mematuhi program pengobatan

2. Pada keluarga

Keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik

Keluarga mampu mengurangi penyebab klien mengalami halusinasi

Keluarga mampu menjelaskan tentang cara merawat klien dirumah

Keluarga mampu memberikan dukungan selama klien dirumah

(Stuart, 2007; Keliat, 2009: Purba, dkk, 2012).


40

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Pengkajian

Klien Tn. A (43 tahun) masuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. Dr.

Muhammad Ildrem Medan pada tanggal 03 Februari 2015 dengan diagnosa

medis schizophrenia paranoid. Klien mengatakan masuk RSJ diantar oleh

keluarganya karena Tn. A sering marah-marah dirumah, bicara-bicara sendiri,

susah tidur, susah diarahkan dan mendengar suara-suara seperi bercakap-cakap.

Klien mengatakan tinggal di Tumpak Debata Kel. Pegagan Julu IV Kec. Sumbul

Kab. Dairi. Pendidikan terakhir klien SLTA/Sederajat. Klien sehari-hari bekerja

sebagai petani/berkebun. Klien mengatakan anak ketujuh dari sebelas bersaudara

dan Tn. A belum menikah. Klien beragama Kristen. Klien mengatakan ia

tinggal bersama adiknya paling kecil. Klien mengatakan hubungannya dengan

keluarganya harmonis.

Klien mengatakan ia merokok sejak SLTA dan pernah minum alkohol

karena pergaulan dengan teman-temannya. Klien mengatakan sudah pernah di

rawat di RSJ, pengobatan sebelumnya berhasil namun karena klien tidak teratur

minum obat, sehingga klien kambuh lagi dan dibawa keluarganya untuk dirawat

di RSJ. Klien mengatakan sejak beberapa bulan lalu sering mendengar suara-suara

yang berbisik ditelinganya yang kurang jelas. Suara tersebut seperti suara laki-

laki, kadang muncul dan hilang tiba-tiba. Klien mengatakan suara tersebut

sangat mengganggu aktivitasnya dan bahkan membuat klien emosi dan mengikuti

perkataan yang didengarnya. Klien mengatakan saat berada dirumah kalau suara-
41

suara tersebut muncul klien mengambil kesibukan dengan berkebun, merokok

atau tiduran dikamar.

Klien berharap ia cepat sembuh dan segera keluar dari RSJ agar klien

dapat kembali bekerja kembali, semenjak berada di RSJ klien merasa sedih dan

tidak berguna karena tidak dapat bekerja dan menghasilkan uang.

Berdasarkan hasil observasi selama 2 hari aktivitas klien selama berada

diruangan mandi, membersihkan tempat tidur, mencuci piring, mengepel. Setelah

selesai beraktivitas klien masuk keruangan dan duduk menyendiri di tempat tidur,

namun apabila dipanggil oleh perawat klien kooperatif dan segera datang.

Apabila klien sedang menyendiri/ termenung ditempat tidur suara palsu itu masih

datang menghampiri klien sehingga klien sangat terganggu seperti suara

bercakap-cakap, berbisik-bisik cepat pulang,ngapain disini ditelinga klien suara

itu muncul kadang 2 atau 1 kali dalam sehari terjadi pada waktu siang dan malam

hari ketika klien hendak beristirahat. Namun jika suara tersebut muncul klien

tidak pernah mempraktekkan bagaimana cara menghardik halusinasi yang pernah

diajarkan kepadanya. Klien tampak tidak pernah melakukan kegiatan ibadah

selama berada di RSJ. Penampilan klien tampak rapi, setiap pagi klien rajin

mandi dan apabila kukunya panjang klien memotong kukunya, dan setelah mandi

klien rajin menggosok gigi. Klien berbicara dengan lambat, namun setiap kata

yang diucapkan jelas dan dapat dimengerti. Klien tidak mampu untuk memulai

percakapan, namun apabila ditanya dapat menjawab pertanyaan yang diberikan

kepada klien.
42

3.2. Masalah Keperawatan

Dari pengkajian yang dilakukan, diagnosa yang muncul diantaranya

adalah :

1. Koping individu tidak efektif hal ini bisa dilihat dari data subyektif yang

ditemukan diantaranya klien mengatakan seorang perokok dan pernah

mengkonsumsi minuman keras. Untuk data obyektif yang ditemukan

klien suka menyendiri dan malas berkomunikasi dengan pasien lain

diruangannya.

2. Harga diri rendah hal ini bisa dilihat dari data subyektif klien mengatakan

klien merasa sedih dan tidak berguna karena semenjak berada di RSJ klien

tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, klien lebih suka menyendiri

di tempat tidur setelah beraktivitas. Sedangkan data obyektif klien tampak

menyendiri di kamar dan tidak terlalu banyak berbicara, setiap harinya

klien melaksanakan kegiatan ruangan seperti mencuci piring, mengepel

harus diperintah.

3. Isolasi sosial didukung dengan data subyektif klien mengatakan malas

berkomunikasi dengan teman diruangan lebih baik menyendiri duduk di

tempat tidur. Sedangkan data obyektif klien tampak tidak begitu akrab /

bergaul dengan teman satu ruangan, klien lebih banyak diam, kontak

mata kurang , suara pelan.

4. Halusinasi pendengaran didukung dengan data subyektif klien

mengatakan 1 tahun terakhir sering mendengar suara seperti orang

berbicara kadang timbul dan menghilang. Klien mengatakan suara yang

muncul sangat menganggu dirinya dalam beraktivitas. Klien mengatakan


43

selama berada di RSJ klien pernah diajarkan oleh mahasiswa keperawatan

untuk melawan suara yang tidak nyata. Sedangkan data obyektif yang

mendukung diantaranya klien tampak marah-marah karena mendengar

suara-suara yang muncul , klien tampak pendiam, menyendiri dan klien

mendapat terapi CPZ (Chloromazine), THP (Tpyhexilpendil) dan HLP

(Haloperidol).

3.3. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan

Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif


Gambar 3.3. Pohon masalah halusinasi pendengaran.

3.4. Perencanaan (Intrevensi) Keperawatan

Perencanaan dilakukan selama 5 hari dari tanggal 30 Juli s/d 7 agustus

2015, dimana setiap pertemuan terdiri dari 4 stategi pelaksanaan yang mempunyai

tujuan umum agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Adapun intervensi yang pertama dilakukan setelah dilakukan interaksi 1

kali 20 menit, klien dapat membina hubungan saling percaya kepada perawat.

Kriteria hasil yang diharapkan ekspresi wajah klien bersahabat, menunjukkan rasa

senang, adanya kontak mata, klien mau berjabat tangan, klien mau menyebutkan

nama, klien mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
44

perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi klien. Rasionalnya

yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara

perawat dengan Tn. A.

Intervensi kedua, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 20 menit, klien

dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria hasil klien dapat membedakan hal

nyata dan yang tidak nyata, klien dapat mengenal tentang isi halusinasinya,

waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi kondisi yang menimbulkan

halusinasi, dan responnya saat mengalami halusinasi Rasionalnya yaitu peran

serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan yang

dilakukan.

Intervensi ketiga, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 20 menit,

klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil yang dicapai yaiu

klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan

atau mengontrol halusinasinya, Tn. A dapat memperagakan cara baru untuk

mengatasi halusinasinya, dan Tn. A dapat melaksanakan cara tersebut ketika

halusinasinya muncul. Rasionalnya adalah klien dapat memilih dan melaksanakan

cara baru mengontrol halusinasi bila muncul.

Intervensi keempat, setelah dilakukan interaksi 1 kali selama 20 menit,

klien memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil yaitu klien dapat

menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna,

dosis, efek terapi dan efek samping minum obat, klien mendemonstrasikan

penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat

tanpa konsultasi dokter. Rasionalnya yaitu klien dapat meningkatkan pengetahuan

dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.


45

3.5. Pelaksanaan (Implementasi) Keperawatan

Implementasi untuk diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran

dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 30 Juli s/d 7 Agustus 2015, pada pukul

10.00 wib. Penulis melakukan strategi pelaksanaan pertama tanggal 30 Juli 2015

yaitu membantu mengenal halusinasi Tn. A, menjelaskan cara mengontrol

halusinasi, dan mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan

menghardik halusinasi. Penulis membina hubungan saling percaya dengan Tn. A,

mengajak berkenalan dengan Tn. A, menanyakan tentang bagaimana perasaan Tn.

A, mengidentifikasi jenis halusinasi yang dialami oleh Tn. A, mengidentifikasi isi

halusinasi Tn. A, mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialaminya,

mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi, mengidentifikasi respon Tn. A,

menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan dan melatih cara pertama

mengontrol halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian. Respon Tn. A yaitu mampu mengenal halusinasinya dan mau

menggunakan cara menghardik saat halusinasinya muncul.

Implementasi pada hari kedua dilaksanakan tanggal 1 agustus 2015, pukul

10.00 wib. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu mengajari Tn. A cara

mengontrol halusinasi yang kedua yaitu dengan cara menemui orang lain dan

bercakap-cakap. Penulis menanyakan tentang perasaan Tn. A, menanyakan

tentang halusinasi yang dialami oleh Tn. A apakah masih terjadi, validasi waktu,

isi, frekuensi, dan respon Tn. A. Penulis mengevaluasi cara pertama mengontrol

halusinasi yaitu dengan menghardik. Penulis bersama dengan Tn. A

mendiskusikan dan memilih cara yang diambil Tn. A dalam mengontrol

halusinasinya, mendiskusikan terapi perilaku kognitif yang dilakukan,


46

menganjurkan Tn. A untuk mengalihkan perhatian dengan mengobrol bersama

orang lain, tidur atau istirahat, beraktivitas sesuai jadwal dan menghardik

halusinasinya. Respon Tn. A mampu menggunakan cara pertama dengan

menghardik dengan benar dan Tn. A mau untuk mengalihkan perhatian dengan

bercakap-cakap dengan orang lain, member pujian atas keberhasilan Tn. A.

Implementasi pada hari ketiga dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2015

pukul 10.00 wib. Penulis mengevaluasi strategi pelaksanaan pertama yaitu cara

menghardik dan cara kedua yaitu menemui orang lain dan bercakap-cakap.

Penulis melakukan strategi pelaksanaan ketiga yaitu mengajari cara mengontrol

halusinasi yang ketiga dengan melakukan aktivitas. Penulis mengidentifikasi

bersama Tn. A cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi,

mendiskusikan cara yang digunakan Tn. A yaitu melakukan aktivitas dan

memberi pujian pada Tn. A atas keberhasilan Tn. A jika bisa melakukannya,

memotivasi Tn. A dalam melakukan aktivitas untuk menghilangkan

halusinasinya, membantu membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan harian

yang telah disusun Tn. A, meminta teman, keluarga, atau perawat untuk menyapa

Tn. A jika sedang halusinasi, membantu klien memilih cara yang sudah

dianjurkan dan dilatih oleh perawat. Respon Tn. A dengan kegiatan ini Tn. A

mampu menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

bercakap-cakap dengan orang lain, Tn. A juga mau melaksanakan semua aktivitas

sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

Implementasi pada hari keempat dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus

2015 pukul 10.00 wib. Penulis mengevaluasi strategi pelaksanaan pertama yaitu

cara menghardik dan cara kedua yaitu menemui orang lain dan bercakap-cakap,
47

cara ketiga melakukan aktivitas sesuai dengan jadwal yang disusun. Penulis

melakukan strategi pelaksanaan keempat yaitu mengajari cara mengontrol

halusinasi dengan meminum obat dengan benar. Penulis mengidentifikasi bersama

Tn. A cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi, mendiskusikan

cara yang digunakan Tn. A yaitu menjelaskan cara minum obat dengan benar, dan

efek samping yang terjadi jika klien tidak minum obat. Memberi pujian pada Tn.

A jika minum obat dengan benar dan menjelaskan efek samping yang terjadi jika

tidak minum obat, memotivasi Tn. A dalam minum obat untuk menghilangkan

halusinasinya. Respon Tn. A mampu menggunakan cara mengontrol halusinasi

dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melaksanakan aktivitas

sesuai jadwal yang telah disusun dan minum obat dengan benar.

Implementasi pada hari kelima dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus

2015 pukul 10.00 wib. Penulis mengevaluasi strategi pelaksanaan yang dilakukan

Tn. A yaitu cara menghardik dan cara kedua yaitu menemui orang lain dan

bercakap-cakap, cara ketiga melakukan aktivitas sesuai dengan jadwal yang

disusun dan cara meminum obat dengan benar. Penulis mengidentifikasi bersama

Tn. A cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi dan mengevaluasi

Tn. A dalam menyebutkan bagaimana cara mengontrol halusinasi. Respon Tn. A

mampu mengulang kembali cara mengontrol halusinasi yang telah diajarkan .

3.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran dilakukan

selama 5 hari dimulai pada tanggal 30 Juli s/d 7 Agustus 2015 pukul 11.00 wib,

adapun hasil evaluasi pada tanggal 30 Juli 2015 yang penulis dapatkan adalah
48

secara subjektif Tn. A mengatakan senang berkenalan, Tn. A mengatakan masih

mendengar suara bisikan setiap hari pada malam hari, Tn. A mengatakan suara

tersebut tiba-tiba muncul, Tn. A mengatakan bersedia diajari cara pertama yaitu

menghardik dan bersedia memasukkan cara yang telah dilatih kedalam jadwal

kegiatan harian. Selain itu secara objektif klien kooperatif saat diajak interaksi,

Tn. A mau berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap dan panggilan, kontak

mata Tn. A ada saat interaksi, Tn. A bersedia menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh perawat, Tn. A bersedia menceritakan masalahnya kepada perawat,

Tn. A memperhatikan cara menghardik yang diajarkan perawat, Tn. A bersedia

mempraktekkan cara menghardik seperti yang diajarkan, Tn. A memasukkan

kedalam jadwal kegiatan harian. Hasilnya Tn. A mampu melakukan cara

mengontrol halusinasi dengan menghardik sehingga dapat dianalisa bahwa

masalah teratasi. Rencana selanjutnya adalah mengevaluasi strategi pelaksanaan 1

yaitu cara menghardik halusinasi dan lanjutkan strategi pelaksanaan 2 yaitu

menemui orang lain untuk diajak berbicara atau bercakap-cakap.

Evaluasi tanggal 1 Agusus 2015 pukul 11.00 wib, dengan hasil yang

penulis peroleh adalah Tn. A mengatakan bahwa kemarin sudah diajarkan

bagaimana cara untuk menghardik halusinasi apabila muncul, Tn. A mengatakan

mendengar suara-suara saat sendiri, Tn. A mengatakan setelah menghardik suara

tersebut suara yang di dengar sedikit berkurang, Tn. A bersedia diajari cara

mengontrol halusinasi dengan menemui/mengajak orang lain untuk bercakap-

cakap. Tn. A tampak menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh perawat, tetapi

Tn. A kadang terlihat sedih karena keluarga Tn. A belum mengunjunginya dan

Tn. A ingin cepat sembuh agar bisa segera pulang ke rumah dan kumpul bersama
49

keluarganya. Tn. A bersedia mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan

menemui orang lain untuk bercakap-cakap dan bersedia memasukkan ke jadwal

harian. Hasilnya Tn. A mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan

menemui orang lain untuk bercakap-cakap sehingga dapat dianalisa bahwa

masalah teratasi. Rencana selanjutnya adalah mendokumentasikan evaluasi

strategi pelaksanaan 2 yaitu mengontrol halusinasi dengan cara menemui orang

lain dan bercakap-cakap.

Evaluasi pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 11.00 wib, dengan hasil yang

penulis peroleh adalah Tn. A mengatakan selalu berusaha untuk melakukan

aktivitas, Tn. A mengatakan masih mengenali perawat dan masih ingat bagaimana

cara menghardik dan menemui orang lain maupun bercakap-cakap, Tn. A

mengatakan tidak ada masalah dengan berinteraksi bersama teman-teman yang

lain, klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari yaitu menyapu, mengepel, dan

mencuci pakaian serta membersihkan tempat tidur klien. Selain itu Tn. A juga

kooperatif saat diajak berinteraksi, kontak mata Tn. A ada saat melakukan

interaksi, Tn. A bersedia berinteraksi dengan penulis. Tn. A bersedia duduk

berdampingan dengan penulis, Tn. A bersedia memilih cara menemui orang lain

dengan bercakap-cakap, Tn. A mampu melakukan aktivitasnya saat ini yaitu

membersihkan tempat tidur, mencuci piring dan mencuci pakaian. Hasilnya Tn. A

mampu melakukan aktivitasnya sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi.

Rencana selanjutnya adalah menganjurkan Tn. A melatih mengontrol

halusinasinya dengan cara menghardik, menemui orang lain untuk bercakap-cakap

dan melakukan aktivitas sehari-hari.


50

Evaluasi pada tanggal 5 Agustus 2015 pukul 11.00 wib, dengan hasil yang

penulis peroleh adalah Tn. A mengatakan sudah mengetahui kegunaan obat dan

efek samping obat jika tidak diminum dengan benar serta Tn. A mampu minum

obat dengan benar secara mandiri. Tn. A mengatakan bisa menyebutkan warna

obat yang diminum dan berapa kali diminum dalam sehari serta kegunaan dan

efek samping dari obat yang diminumnya. Tn. A mengatakan tidak ada masalah

dalam meminum obatnya. Selain itu Tn. A juga kooperatif saat diajarkan

meminum obat dengan benar dan menjelaskan tentang penggunaan serta efek

samping obat tersebut. Tn. A bersedia duduk berdampingan dengan penulis.

Hasilnya Tn. A mampu minum obat dengan benar sehingga dapat dianalisa bahwa

masalah teratasi. Rencana selanjutnya adalah menganjurkan Tn. A melatih

mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, menemui orang lain untuk

bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari dan meminum obat dengan

benar.

Evaluasi pada tanggal 7 Agustus 2015 pukul 11.00 wib, dengan hasil yang

penulis peroleh adalah Tn. A mengatakan sudah mengetahui cara mengontrol

halusinasinya dengan cara menghardik, cara menemui orang lain untuk bercakap-

cakap, cara melakukan aktivitas sehari-hari dan cara minum obat dengan benar.

Tn. A mengatakan bisa menyebutkan kembali cara mengontrol halusinasi yang

diajarkan, Tn. A mengatakan senang diajarkan kembali cara mengontrol

halusinasi. Tn. A dapat mengulang kembali yang telah diajarkan perawat cara

mengontrol halusinasi, menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan

meminum obat dengan tepat, wajah Tn. A tampak senang. Hasilnya Tn. A dapat

mengulang kembali yang telah diajarkan sehingga dapat dianalisa bahwa masalah
51

teratasi. Rencana selanjutnya menganjurkan Tn. A memasukkan kedalam jadwal

kegiatan harian.
52

BAB IV

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam BAB ini akan dibahas mengenai profil ruangan dan kesenjangan

yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dengan kasus pada klien Tn.A di

ruang Dolok Martimbang Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan.

Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi keperawatan.

4.1. Deskripsi Profil Ruangan

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan adalah satu-

satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Propinsi Sumatera Utara yang

memiliki kemampuan pelayanan diklasifikasi kelas A dengan sifat

kekhususannya dikategorikan dengan Type B. Selain melaksanakan pelayanan

kesehatan jiwa juga menyelenggarakan pendidikan yang meliputi: Akademi

Keperawatan(D3, D4, S1), S1 Kedokteran dan Program Pendidikan Dokter

Spesialis (PPDS) yang masing-masing bekerjasama dengan institusi Pendidikan

Kesehatan se-Propinsi Sumatera Utara dan Fakultas Kedokteran (FK-USU, FK-

UISU, FK-UMI). Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan juga merupakan Rumah Sakit

Jiwa Rujukan bagi Rumah Sakit lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara dan

bagi rumah sakit umum yang ada di Pulau Sumatera.

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan memiliki visi, misi

dan motto dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun visi Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan yaitu: Menjadikan Pelayanan
53

Kesehatan Jiwa Yang Terbaik Secara Profesional Untuk Kepuasan Masyarakat.

Sedangkan Misi Rumah Sakit Jiwa Prof Dr. Muhammad Ildrem Medan, yaitu:

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terpadu

2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan jiwa dan

masalah psikososial masyarakat

3. Menyediakan dan mengembangkan fasilitas pendidikan, pelatihan, dan

penelitian dalam bidang pelayanan kesehatan jiwa

4. Meningkatkan upaya profesionalisme dan sumber daya manusia (SDM)

melalui pengembangan ilmu filosofi, ketrampilan dan etika profesi

Adapun motto Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan,

terdiri dari: H (Harmonis), O (Objektif), R (Rapi), A (Aman) dan S (Sigap).

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan juga memiliki

tugas pokok dan fungsi dalam menjalankan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Adapun tugas pokoknya yaitu: menyelenggarakan upaya preventif (pencegahan

penyakit jiwa), Promotif (peningkatan kesehatan jiwa), Kuratif (pemulihan

penyakit jiwa) dan Rehabilitatif (rehabilitasi pasien penyakit jiwa). Sedangkan

fungsi dari Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem adalah untuk

melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis,

pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan latihan serta

penelitian dan pengembangan kesehatan jiwa, pengelolaan Administrasi dan

Keuangan Rumah Sakit.

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem memiliki ruang rawat jalan

dan rawat inap yang terdiri dari 15 ruangan serta diklasifikasi menjadi ruangan

VIP dan ruangan Kelas, dimana ruangan kelas terdiri dari 3 Kelas, yaitu Kelas 1,
54

Kelas 2 dan Kelas 3. Ruang Dolok Martimbang merupakan salah satu ruang rawat

inap MPKP Kelas 3 untuk pasien laki-laki, ruangan tersebut memiliki beberapa

ruangan yaitu ruang perawatan pasien yang sekaligus dengan ruang pertemuan

(tempat interaksi dengan pasien), jumlah tempat tidurnya sebanyak 24 bed pasien,

1 ruang kepala ruangan, 1 ruang kamar periksa, 1 ruang kamar mandi, 1 ruang

makan, 1 gudang dan 1 ruang tamu.

Ruang Dolok Martimbang dipimpin oleh kepala ruangan dengan tingkat

pendidikan S1 Keperawatan (ners) dan terdiri dari 7 orang perawat pelaksana,

dengan pendidikan S1 Keperawatan 2 orang dan perawat pelaksana tingkat

pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 5 orang.

Jumlah ketenagaan perawat di Ruang Dolok Martimbang sebanyak 7

orang, dimana jadwal dinas perawat dibagi dalam 3 shift (pagi, siang dan malam).

Perawat yang jaga shift pagi biasanya berjumlah 3 atau 4 orang, shift sore

berjumlah 1 orang dan shift malam berjumlah 1 orang. Setiap hari perawat

melakukan dokumentasi asuhan keperawatan dan pada akhir bulan mempunyai

laporan bulanan berdasarkan masalah keperawatan pada pasien yang dirawat di

ruangan.

Berdasarkan rekam medis ruangan Dolok Martimbang pada tahun 2015,

pasien yang dirawat terdiri dari berbagai masalah keperawatan, antara lain:

perilaku kekerasan, harga diri rendah, halusinasi penglihatan, halusinasi

pendengaran, waham, isolasi sosial (menarik diri) dan defisit perawatan diri.

Jumlah pasien dengan kasus halusinasi pendengaran lebih banyak dibandingkan

dengan kasus-kasus lainnya, dimana jumlah pasien halusinasi pendengaran

sebanyak 83 orang.
55

4.2 Analisis Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara

sistematis untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan

komunitas (Craven & Himle dalam Keliat, 2009). Pengumpulan data pengkajian

meliputi aspek identitas klien, alas an masuk, faktor predisposisi, fisik,

psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,

masalah psikososialdan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Dalam

pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan klien (Tn.

A), observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien serta dari

status klien. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang

mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien, namun disaat

pengkajian tidak ada anggota keluarga klien yang berkunjung atau menjenguknya

sehingga penulis tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga.

Menurut Stuart & Laraia (2001), faktor presipitasi pada klien dengan

gangguan halusinasi pendengaran dapat muncul setelah adanya hubungan yang

bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak

berdaya. Adanya faktor dari lingkungan pada klien Tn. A karena pergaulan

dengan teman-teman sehingga menggunakan narkoba yang menimbulkan gejala-

gejala gangguan jiwa seperti mendengar suara-suara bisikan, marah-marah,

merusak barang-barang dan tidak bisa tidur yang merupakan faktor penyebab Tn.

A masuk ke rumah sakit jiwa.

Menurut Stuart & Sundeen (2007), faktor predisposisi gangguan halusinasi

dapat muncul dari penggunaan narkoba yang menimbulkan lesi pada daerah

frontal, temporal dan limbic yang berhubungan dengan perilaku psikotik dan
56

beberapa zat kimia di otak seperti dopamine dan neurotransmitter yang berlebihan

sehingga menyebabkan terjadinya skizofrenia dimana salah satu gejalanya yaitu

mengalami halusinasi. Hal ini juga dialami Tn. A dimana pada masa lalunya

sering menggunakan, minum alcohol, merokok dalam waktu yang lama sehingga

klien mengalami halusinasi pendengaran yaitu klien mengeluh sering mendengar

suara-suara bisikan yang mengganggunya. Namun, Tn. A tidak pernah melakukan

penganiayaan maupun adanya penolakan dari lingkungannya.

Tanda dan gejala halusinasi pendengaran menurut Stuart & Sundeen

(2007) antara lain sebagai berikut: menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,

respon verbal yang lambat, penyempitan kemampuan konsentrasi atau konsentrasi

kurang, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, tidak mampu mandiri

dalam perawatan diri (mandi, berpakaian, makan dan berhias) dengan rapi,

menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara,

menarik diri, dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Gejala-gejala

tersebut juga dialami oleh klien Tn. A seperti: Tn. A tampak kadang berbicara

sendiri, Tn. A mampu mandi secara mandiri, sulit dalam menjalin hubungan

dengan orang lain, Tn. A berbicara berbelit-belit namun sampai juga pada tujuan

pembicaraan, konsentrasi kurang dan mengalami perubahan dalam memecahkan

masalah dimana Tn. MA suka menyendiri atau menghindar jika ada masalah.

Menurut Keliat (2009), dalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi

halusinasi, waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi serta respon

klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada

pola persepsi klien Tn. A didapatkan data bahwa Tn. A mengalami halusinasi

pendengaran yaitu klien mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya


57

jangan tidur, ambil itu dan kadang Tn. A mengikuti apa yang didengarnya dan

suara itu muncul kadang 2 atau 1 kali dalam sehari terjadi pada waktu siang dan

malam hari.

Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi

gangguan isi pikir antara lain: waham, fobia, keadaan orang lain yang

dihubungkan dengan dirinya sendiri dan pikiran terpaku pada satu ide saja. Tn. A

tidak ditemukan adanya gangguan isi pikir, seperti: waham, fobia dan obsesi.

Menurut Keliat (2011), terapi farmakologi gangguan halusinasi adalah

dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine,

triheksifenidil dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO 9 (2011), haloperidol

atau haldol merupakan golongan antipsikosis yang digunakan sebagai terapi

gangguan cemas, gagap, skizofrenia akut dan kronik, halusinasi dan paranoid

dengan sediaan tablet 0,5-5 mg, injeksi 25 mg/ml. Terapi chlorpromazine adalah

golongan antipsikotik yang mengurangi hiperaktif, agresif atau obat penenang dan

agitasi dengan sediaan tablet 25 mg-100 mg, injeksi 25mg/ml. Perawat perlu

memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat psikotik seperti:

mengantuk, tremor, kaku otot, dan hipersaliva. Untuk mengatasi ini biasanya

dokter memberikan obat parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, obat untuk

antiparkinson dengan sediaan tablet 2 mg-5mg, injeksi: 25 mg/ml. Terapi yang

diperoleh Tn. M setelah dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat

triheksilfenidil(thp) 2 x 2 mg, dan haloperidol (hp) 2 x 1,5 mg.


58

4.3 Analisis Diagnosa Keperawatan

Menuru Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan

adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual dan potensial klien

didapatkan dari data dasar pengkajian dan catatan medis masa lalu, yang

semuanya dikumpulkan selama pengkajian. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar untuk pemilihan berintervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan di Ruang Dolok

Martimbang RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan pada Tn. A ada beberapa

diagnosa yang terakit masalah kondisi halusinasi yang dialaminya. Pada kasus

klien (Tn. A) diperoleh analisa data yaitu pada Tn. M terjadi koping individu tidak

efektif, harga diri rendah, isolasi sosial dan halusinasi pendengaran. Namun, pada

kasus klien (Tn. A) analisa data penulis yang akan dibahas lebih memprioritaskan

diagnosa keperawatan pada halusinasi pendengaran.

Sebagai tindak lanjut tersebut penulis melakukan implementasi tindakan

keperawatan yang disesuaikan dengan Standar Asuhan Keperawatan (SAK).

Rencana tindakan tersebut telah dilaksanakan dan dievaluasi dan kemudian

dibandikangkan dengan teori dan penelitian yang ada.

Halusinasi pendengaran didukung dengan data subyektif klien

mengatakan 1 tahun terakhir sering mendengar suara seperti orang berbicara

kadang timbul dan menghilang. Klien mengatakan suara yang muncul sangat

menganggu dirinya dalam beraktivitas. Klien mengatakan selama berada di RSJ

klien pernah diajarkan oleh mahasiswa keperawatan untuk melawan suara yang

tidak nyata. Sedangkan data obyektif yang mendukung diantaranya klien tampak

marah-marah karena mendengar suara-suara yang muncul , klien tampak pendiam,


59

menyendiri dan klien mendapat terapi CPZ (Chloromazine), THP

(Tpyhexilpendil) dan HLP (Haloperidol).

4.4. Analisis Intervensi Keperawataan

Intrevensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan

kepada klien (Tn. A) sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan

klien dapat terpenuhi sehingga dapat mengurangi dan menghilangkan semua

respon emosional maladaptif pasien dan meningkatkan kualitas kehiupan pasien

(Stuart, 2007).

Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah dilakukan interaksi 1 kali 20

menit, Tn.A dapat membina hubungan saling percaya dengan menunjukkan tanda-

tanda percaya kepada perawat. Kriteria hasil yaitu diharapkan ekspresi wajah

klien bersahabat, menunjukkan rasa senang, adanya kontak mata, klien mau

berjabat tangan, klien mau menyebutkan nama, klien mau menjawab salam, klien

mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah

yang dihadapi klien, klien dapat melakukan cara mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan

aktivitas dan minum obat dengan benar.

4.5. Analisis Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yaitu

kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan mengikuti

komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005).


60

Dalam melakukan tindakan keperawatan selama 5 hari penulis tidak

mempunyai hambatan, semua rencana yang telah direncanakan dapat berjalan

dengan lancar. Pada tindakan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran

tindakan yang direncanakan telah dilaksanakan yaitu memberikan strategi

pelaksanaan cara mengontrol halusinasi pendengaran dengan cara membantu klien

mengenal halusinasi, cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, mengontrol

halusinasi dengan melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan orang lain dan

minum obat teratur.

Kendala yang ditemukan saat penerapan atau melakukan implementasi

keperawatan adalah penulis harus mengajarkan berulang-ulang atau beberapa kali

strategi pertemuan halusinasi (SP 1 SP 4) karena kadang perhatian klien hanya

beberapa menit dan konsentrasi yang kurang. Selain itu juga terjadi hambatan

karena harus bersaing dengan mahasiswa lain yang praktek, karena kadang klien

akan dilakukan wawancara oleh mahasiswa lain yang juga sedang mengambil

laporan.

4.6. Analisis Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter &

Perry, 2005).

Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah, 2005) evaluasi adalah proses

berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi

dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan


61

membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah

ditentukan. Pada kasus ini, penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada

pelaksanaan strategi pertemuan 1, klien berhasil melakukan dengan baik dalam

mengenal halusinasi dank lien mampu mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik, sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan

strategi pertemuan 2, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan

menemui orang lain untuk bercakap-cakap, sehingga dapat dianalisa bahwa

masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pertemuan 3, klien mampu melakukan

aktivitas secara terjadwal sehingga dapat dianalisa masalah teratasi. Pada

pelaksanaan strategi pertemuan 4, klien mampu minum obat dengan 6 benar dan

menjelaskan obat serta efek sampingnya, dengan bantuan minimal atau diarahkan

oleh perawat, sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi.

Pada diagnosa halusinasi pendengaran setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 5 hari, hasil evaluasi yang didapat dari tindakan yang

diberikan penulis kepada Tn. A masalah keperawatan teratasi, dimana Tn. A

mampu untuk mengulang cara mengonrol halusinasi yang diajarkan kepada Tn. A.

Klien (Tn. A) merasa senang telah diajarkan bagaimana untuk menghardik

halusinasi apabila halusinasi itu muncul. Pelaksanaan strategi pertemuan untuk

mengontrol halusinasi dengan cara melatih pasien sendiri untuk mengontrol

halusinasinya apabila muncul sangat bermanfaat dan dapat mengurangi suara-

suara yang muncul.


62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan evaluasi dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran

mengenai Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

di RSJ Prof. Dr Muhammad Ildrem Medan.

5.1 Kesimpulan

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari

gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa skizoprenia Berdasarkan

hasil pengkajian dan observasi yang dilakukan oleh perawat maka ditegakkan

diagnosa pada Tn. A yaitu halusinasi pendengaran.

Tn. M diajarkan strategi pertemua (SP) untuk mengontrol halusinasi

pendengaran yaitu SP 1 mengenal jenis halusinasi, SP 2 dengan mengontrol

halusinasi, SP 3 bercakap-cakap dengan orang lain/ kegiatan, SP4 dengan minu

mobat secara teratur. Kegiatan SP dilakukan selama 5 hari dan diperoleh hasil

klien mampu mengikuti kegiatan dengan baik dan mendemonstrasikan kegiatan

yang telah dilatih. Klien dapat melakukan pencegahan terhadap terjadinya

halusinasi pendengaran berdasarkan kegiatan yang telah diberi dan dijadwalkan.

5.2. Saran

5.2.1 Saran Untuk Mahasiswa Keperawatan

Hasil penulisan atau studi ini dapat meningkatkan kemampuan dan

kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprensif pada klien

halusinasi pendengaran dalam penerapan kemampuan mengontrol halusinasi


63

dan dapat menjadi bahan masukan untuk penulis selanjutnya, yaitu pentingnya

penerapan dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi khususnya klien

halusinasi pendengaran..

5.2.2. Saran Untuk Institusi Keperawatan

Hasil penulisan atau studi ini dapat menjadi referensi dan menambah

informasi serta pengetahuan mahasiswa keperawatan mengenai asuhan

keperawatan klien halusinasi pendengaran dalam penerapan kemampuan

mengontrol halusinasi. Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan jiwa

yang komprehensif dan dapat menerapkannya dengan benar dalam

meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

5.2.3 Saran Bagi Lahan Praktik Keperawatan

Hasil penulisan atau studi ini dapat meningkatkan mutu dalam

memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada klien halusinasi

pendengaran dan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif serta

sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.

5.3 KETERBATASAN PENULISAN

Keterbatasan penulisan adalah belum dapat terlaksananya strategi

pertemuan (SP) pada keluarga karena kurangnya dukungan atau partisipasi

keluarga dalam merawat klien dan keterbatasan dalam informasi atau data

subjektif yang diperoleh langsung dari keluarga klien, dimana selama penulis

melakukan praktik keluarga klien belum melakukan kunjungan.


64

DAFTAR PUSTAKA

Agus. (2011). Prevalensi Halusinasi. Diakses 28 Juli 2015. http :


//www.jevuska.com/id/prevalensi halusinasi/html).

Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.


Yogyakarta: TIM.

Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Trans Info Media.

Hawari, D. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Rineka Cipta.

Keliat, B. A. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. Jakarta :


EGC.

Keliat, B. A. & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta : EGC.

Keliat, dkk. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC.

Maramis, W. F. (2005). Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

Potter & Perry ( 2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1 (Edisi 4)
Jakarta : EGC.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi Kelima). Jakarta : EGC

Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep & Sutini. (2007). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika
Aditama
65

Intervensi Keperawatan

Nama Klien : Tn. A ( 43Tahun) Diagnosa Medis : Schizophrenia Paranoid

Ruang : Dolok Martimbang

Perencanaa
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Tujuan Krteria Hasil
1 Halusinasi Klien dapat
Pendengaran mengontrol
halusiasinya
Klien dapat Klien menunjukkan tanda-tanda Bina hubungan saling Hubungan saling
membina hubungan percaya kepada perawat dengan percaya dengan prinsip percaya merupakan
salin percaya kriteria hasil : komunikasi teraupetik landasan utama untuk
1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Sapa klien dengan membina hubungan
2. Menunjukkan rasa senang ramah baik secara selanjutnya.
3. Ada kontak mata verbal maupun non
4. Mau berjabat tangan verbal
5. Mau menyebutkan nama 2. Perkenalan diri
6. Mau menjawab salam secara sopan
66

3. Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan
yang disukai klien.
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
Klien dapat Klien dapat mengenal 1. Identifikasi bersama 1. Upaya untuk
mengenal halusinasinya dengan kriteria klien cara yang memutus siklus
halusinasinya hasil: dilakukan jika halusinasi
1. Klien dapat menyebutkan terjadi halusninasi 2. Reinforcment positif
tindakan yang dapat dilakukan 2. Diskusikan manfaat dapat meningkatkan
untuk mengendalikan cara yang harga diri klien
halusinasinya digunakan klien jika 3. Memberi alternative
2. Klien dapat menyebutkan cara bermanfat beri pikiran bagi klien
baru pujian 4. Beri kesempatan
3. Klien dapat mebedakan hal 3. Terima halusinasi kepada klien untuk
nyata dan tidak nyata sebagai hal yang mengungkapkan
4. Klien dapat mengenal waku nyata bagi klien dan halusinasi yang
terjadinya halusinasi tidak nyata bagi didengarnya
67

5. Klien dapat mengenal perawat. 5. Beri kesempatan


perasaannya saat halusinasi 4. Identifikasi bersama untuk
muncul klien tentang waktu mengungkapkan
munculnya perasaannya
halusinasi, isi
halusnasi dan
frekuensi timbulnya
halusinasi
5. Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaannya ketika
halusinasi muncul
Klien dapat Klien dapat mengenal 1. Identifikasi bersama 1. Mengidentifikasi
mengontol halusinasinya dengan kriteria klien tindakan yang bersama klien
halusinasinya hasil: biasa dilakukan bila tindakan yang biasa
1. Klien dapat menjelaskan cara suara-suara tersebut dilakukan bila
yang selama ini dilakukan ada suara-suara mncul
untuk mengatasi halusinasi 2. Beri penguatan dan 2. Memberi penguatan
2. Klien dapat menghardik pujian terhadap dan pujian terhadap
68

halusinasi tindakan klien yang tindakan yang


3. Klien dapat memperagakan positif dilakukan klien
cara menghardik halusinasi 3. Bersama klien 3. Dengan
4. Klien dapt memahami merencanakan merencanakan
pentingnya melakukan kegiatan untuk kegiatan untuk
tindakan untuk mencegah mencegah mencegah
munculnya halusinasi terjadinya terjadinya
5. Klien dapat menyusun jadwal halusinasi halusinasi dapat
kegiatan untu mencegah 4. Diskusikan cara membuat kesibukan
halusinasi mencegah pada klien
halusinasi timbul 4. Mendiskusikan cara
dan megendalikan mencegah
halusinasi halusinasi timbul
5. Dorong klien untuk dan megendalikan
memilih cara yang halusinasi dengan
digunakan untuk bicara-bicara
menghadapi dengan orang lain
halusinasi. 5. Mendorong klien
untuk memilih cara
69

yang digunakan
untuk menghadapi
halusinasi kedalam
kegiatan.
Klien Klien dapat minum obat dengan 1. Jelaskan obat-obat 1. Klien dapat
memanfaatkan obat teratur kriteria hasil: yang dimunum mengetahui nama-
dengan baik. 1. Klien memahami pentingnya klien pada klien dan nama obat yang
minum obat secara teratur keluarga diminum oleh klien .
2. Klien dapat menyebutkan obat- 2. Diskusikan 2. Klien mengetahui
obatn yang diminum dan manfaatminum efek samping obat
kegunannya (jenis,waktu, obatdan kerugian klien dan apa yang
efek). berhenti minum harus dilakukan
3. Klien dapat minum obat sesuai obat tanpa seijin setelah mnumobat
program pengobatan dokter 3. Bantu klien
3. Jelaskan prinsip menggunakan
benar minum obat, prinsip minum obat
baca nomor yang yang benar
tertera pada botol 4. Reinforcement
obat, dosis obat, positif dapat
70

waktu dan cara memotivasi klien


minum) serta dapat
4. Ajarkan klien meningkatkan harga
minta obat dan diri
minum tepat waktu
5. Beri pujian jika
klien minum
obatdengan benar
71

NAMA : TARI LISTIORINI

NIM : 101101106

TABEL PERENCANAAN PBLK

No Kegiatan 6/7 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 Pengurusan surat M M
PBLK I I
2 Pngerjaan BAB 1,2 N N
3 Konsul G G
4 Libur lebaran G G
U U

No Kegiatan 21/7 22/7 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1/8 2/8 3/8 4/8


1 Pengerjaan BAB 1,2 M M
2 Konsul I I
3 Dinas PBLK N N
4 Libur lebaran G G
5 G G
U U

No Kegiatan 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 Dinas PBLK M M
2 Pengerjaan BAB 3 I I
3 Pengerjaan BAB 4 N N
4 Pengerjaan BAB 5 G G
5 Konsul G G
U U

No Kegiatan 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 Persetujuan dan M M
Penilaian dari I I
Pembimbing N N
2 Persetujuan Dekan I G G
3 Penjilidan dan G G
Pembuatan softcopy U U
4 Pengumpulan Laporan
72

DOKUMENTASI
73

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Tari Listiorini

Tempat Tanggal Lahir : Kutacane, 15 September 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : tari.listiorini@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. 2000 - 2004 : SD Muhammadyah Kutacane


2. 2004 - 2007 : SMP Negeri I Kutacane
3. 2007 - 2010 : SMA Negeri I Kutacane
4. 2010 - 2014 : S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara
5. 2014 2015 : Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara

Anda mungkin juga menyukai