Anda di halaman 1dari 16

Laporan kasus

SELULITIS
Malyanti Masrin (2017-84-026)

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


FK UNPATTI/RSUD DR. M. Haulussy Ambon

Pendahuluan

Selulitis merupakan suatu infeksi pada dermis dan subkutan yang sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus hemolytic-β [terutama
group A Streptococcus (GAS)], dengan manifestasi klinis berupa eritema, nyeri,
edema, teraba keras dan tegas. Eritema pada selulitis dapat menyebar dengan
cepat. Gejala sistemik yang berhubungan dengan selulitis yaitu malaise, demam,
dan menggigil. Faktor risiko terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit, atau gangguan pada pembuluh vena maupun
pembuluh limfe.1

Selulitis adalah diagnosis umum yang kejadiannya meningkat dan


menyumbang 10% penyakit pada pasien yang rawat inap di AS dari tahun 1998
sampai 2006, dengan kasus rawat jalan tahunan di AS meningkat dari 4,6 juta
pada tahun 1997 menjadi 9,6 juta pada tahun 2005.2 Selain itu, sebuah studi di
Belanda menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan dari pasien erysipelas dan
selulitis yang rawat inap di rumah sakit per penduduk per tahun meningkat tajam
seiring bertambahnya usia, dengan peningkatan 5 kali lipat dari pasien berusia 54
tahun sampai yang berusia 85 tahun atau lebih (kejadian > 100 per 100 000).3

Patogenesis selulitis berawal dari masuknya patogen ke dermis melalui


rusaknya sistem pertahanan kulit. Gangguan ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri pada lipatan jari kaki, infeksi jamur pada kaki (misalnya, tinea pedis,
onikomikosis), ulkus dekubitus, dan ulkus tungkai vena. Infeksi dapat juga
disebabkan oleh nekrosis yang dalam, abses dermis dan subkutan, fasciitis dan
myonekrosis. Selulitis selalu muncul setelah terjadi lesi pada kulit termasuk ulkus

1
akut maupun kronis, luka traumatik (abrasi, laserasi, dan gigitan hewan), luka
akibat prosedur embedahan, kateter intradermal atau perkutaneus.1,2

Selulitis biasanya bersifat akut, menyebar, daerah eritema tidak berbatas


tegas, edema, dan nyeri. Temuan kulit pada selulitis mengikuti tanda-tanda
peradangan: dolor (nyeri), kalor (panas), rubor (eritema), dan tumor
(pembengkakan). Gambaran klinis tambahan mungkin termasuk dilatasi dan
edema limfatik kulit, yang memberikan gambaran peau d'orange (kulit jeruk);
formasi bulla; atau inflamasi limfatik proksimal ke daerah selulitis, menyebabkan
eritematesis linier atau lymphangitis. Selulitis hampir selalu unilateral. Biasanya
ditemukan pada ekstremitas bawah, meskipun bisa muncul di seluruh area kulit
dan sering juga ditemukan pada ekstremitas atas pada pasien yang menerima
pengobatan secara intravena. Munculnya gejala demam bervariasi, berkisar antara
22,5% sampai 77,3% kasus. Faktor risiko yang paling umum berhubungan dengan
selulitis adalah edema, terutama limfedema, karena cairan limfatik dianggap
memudahkan bakteri pertumbuhan.1,2

Dalam penegakkan diagnosis selulitis, pemeriksaan kultur biasanya tidak


segera dilakukan, sehingga kebanyakan kasus selulitis didiagnosis dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Selulitis pada pasien tanpa komplikasi
(misalnya demam, diabetes, gangguan imunosupresif lainnya) biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan laboratorium. Tingginya jumlah sel darah putih, tingkat
eritrosedimentasi, atau level C-reactive protein pada masing masing pasien dapat
meningkat 34% sampai 50%, 59% sampai 91%, dan 77% to 97%. Namun, tes
laboratorium ini tidak spesifik untuk selulitis. Pemeriksaan kultur baik
menggunakan darah, aspirasi jarum, atau punch biopsi, biasanya menunjukkan
hasil yang rendah dan tidak secara rutin direkomendasikan. Namun, pasien yang
berisiko tinggi untuk selulitis harus dipertimbangkan untuk dilakukan kultur.
Gambaran histologis selulitis tidak spesifik dan termasuk edema dermis, dilatasi
limfatik, dan infiltrasi neutrofil yang menyebar dan banyak disekitar pembuluh
darah. Tahap selanjutnya mungkin juga terjadi infiltrasilimfosit dan histiosit,
bersama dengan jaringan granulasi.2,5

2
Penatalaksanaan selulitis meliputi istirahat, tungkai bawah dan kaki yang
mengalami selulitis ditinggikan (elevasi), sedikit lebih tinggi daripada letak
jantung. Pengobatan sistemik ialah pemberian antibiotik, dan secara topikal
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik.4 Pemberian terapi antibiotic
pada selulitis ringan dapat diberikan secara oral berupa Penisillin VK atau
Sefalosporin atau Dikloksasilin atau Klindamisin. Pada selulitis sedang dapat
diberikan secara intravena Penisillin atau Ceftriakson atau Cefazolin atau
Klindamisin. Pada selulitis berat dapat diberikan secara sistemik Vankomisin
dikombinasikan dengan Piperasillin/Tazobaktam. Jangka waktu pemberian
antibiotik yang disarankan pada terapi selulitis yaitu 5 hari, namun terapi dapat
diperpanjang jika infeksi tidak membaik. Secara umum, jangka waktu pengobatan
untuk selulitis berkisar antara 5 hingga 10 hari. Pasien dengan imunosupresi
mungkin memerlukan waktu 7 hingga 14 hari.2,5

Selulitis sering menjadi kondisi yang serius dalam perjalanan penyakitnya,


sehingga membutuhkan penanganan yang tepat. Kondisi infeksi tersebut
terkadang menyebabkan masa perawatan yang cukup lama di rumah sakit.
selulitis yang tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dapat menimbulkan
beberapa komplikasi diantaranya yaitu: sepsis, meningitis, endocarditis,
necrotizing fasciitis, dan streptococcal toxic shock syndrome, bahkan dapat
menyebabkan kematian.5

Kasus
Seorang wanita 48 tahun dikonsulkan dari ruangan interna wanita ke klinik kulit-
kelamin RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tanggal 5 maret 2018. (NO RM: 92
51 20) dengan keluhan utama nyeri pada tungkai bawah kanan.

Autoanamnesis
Keluhan ini dialami pasien sejak ± 1 minggu yang lalu, nyeri yang dirasakan
terus menerus sepanjang hari dan sangat mengganggu pasien. Keluhan ini juga
disertai dengan bengkak dan kemerahan pada tungkai bawah kanan. Awalnya

3
pasien mengalami bengkak pada seluruh tubuh sejak ± 3 bulan yang lalu akibat
penyakit jantung yang dideritanya dan pada tanggal 25 Februari 2018 pasien di
rawat inap di RSUD Dr. M Haulussy Ambon akibat bengkak pada seluruh tubuh
dan sesak napas. Selama dirawat keluhan bengkak pada seluruh tubuh dan sesak
napas sudah berkurang namun muncul luka lecet pada mata kaki kanan pasien
akibat posisi tidur yang terlalu sering pada sisi kanan. Beberapa hari kemudian
tungkai bawah kanan tersebut mulai bengkak, kemerahan dan disertai nyeri,
sehingga pasien di konsulkan ke dokter ahli kulit-kelamin. Keluhan demam dan
menggigil disangkal pasien.
Riwayat penyakit dahulu: Keluhan yang sama tidak ada, Penyakit jantung dan
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 yang lama, Hipertensi tidak ada.
Riwayat Penyakit keluarga: Keluhan yang sama tidak ada, Diabetes Melitus
(DM)Tipe 2 (ibu kandung).
Riwayat pengobatan : Sering kontrol ke dokter untuk terapi penyakit jantung dan
DM tipe 2.
Riwayat kebiasaan: Sering tidur pada sisi sebelah kanan.

Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, kesan gizi lebih, TD:
110/60 mmHg, Nadi: 96x/m, RR: 24x/m, Suhu 36,8ºC
Kepala : Normochepali, konjungtiva anemis (+), sklera ikterik
(-).
Mulut : sianosis (-), T1/T1 tenang
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks : Jantung: Hipertrofi ventrikel sinistra. Paru: Dalam
batas normal.
Aksila : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Genitalia : tidak diperiksa

4
Ekstremitas atas : lihat status dermatologi
Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi

Status dermatologi
Lokasi : Regio Cruris dextra
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Edema, eritema difus, ulkus.
Palpasi : Nyeri, teraba hangat dan keras, pitting edema (-).

Gambar 1. Selulitis pada extremitas inferior dextra. Tampak edema, eritema dengan batas tidak
jelas.

Gambar 2. Ulkus decubitus pada region malleolus lateralis dextra.

5
Resume
Seorang wanita 48 tahun dikonsulkan dari ruangan interna wanita ke klinik kulit-
kelamin RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tanggal 5 maret 2018 dengan
keluhan utama nyeri pada tungkai bawah kanan sejak ± 1 minggu yang lalu.
Nyeri yang dirasakan terus menerus sepanjang hari dan sangat mengganggu
pasien. Keluhan ini juga disertai dengan bengkak dan kemerahan pada tungkai
bawah kanan. Awalnya selama dirawat muncul luka lecet pada tumit kaki kanan
pasien akibat posisi tidur yang terlalu sering pada sisi kanan. Beberapa hari
kemudian tungkai bawah kanan tersebut mulai bengkak, kemerahan dan disertai
nyeri, sehingga pasien di konsulkan ke dokter ahli kulit-kelamin. Keluhan demam
dan menggigil disangkal pasien. Riwayat penyakit dahulu: penyakit jantung dan
DM tipe 2. Pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi ventrikel sinistra. Pemeriksaan
dermatologis pada regio cruris dextra ditemukan edema, eritema, ulkus, pus dan
palpasi ditemukan nyeri, teraba hangat dan keras.

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: Hasil pemeriksaan tanggal 25 Februari 2018.
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematology Rutin
Jumlah Eritrosit 3.92 106 / mm3 3.5 – 5.5
Hemoglobin 10.2 g/dl 14,0 – 18.0
Hematrokit 30.6 % 40 – 52
MCV 78 µm3 80-100
MCH 26.8 Pg 27 – 32
MCHC 34.3 g / dL 32 – 36
RDW 17.5 % 11 – 16
Jumlah Trombosit 189 103 / mm3 150 – 400
MPV 8.3 µm3 6 – 11
PCT 0.158 % 0.150 – 0.500
PDW 14.0 % 11 – 18
Jumlah Leukosit 13.8 103 / mm3 5.0 – 10.0
Hitung Jenis
Neutrofil - % 50 – 70
Limfosit 7.5 % 20 – 40
Monosit - % 2–8
Eosinofil 0.5 % 1–3
Basofil 0.7 % 0–1

6
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Faal Ginjal
Ureum 72 mg/dl 10 – 50
Kreatinin 1.3 mg/dl 0.7– 1.2
Gula Darah
GDS 81 mg/dl <200
Protein Darah
Albumin 2.6 mg / dl 3.5 – 5.0
Serologis
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Tes Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

Diagnosis banding
1. Selulitis
2. Deep Vein Thrombosis (DVT)

Diagnosis sementara: Selulitis et causa ulcus decubitus

Penatalaksanaan
 Terapi dari bagian kulit:
- Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam (hari ke-9)
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/hari
- Kompres Nacl 0.9% selama satu jam (2 kali sehari)
- Elevasi tungkai bawah kanan 30º
 Terapi dari bagian penyakit dalam:
(Diagnosis: Congestif Heart Failure (CHF) NYHA IV, DM Tipe 2,
Hipoalbuminemia)
- Furosemid 1 x 40 mg tablet/PO/24 jam
- Spironolakton 1 x 25 mg tablet/PO/24 jam
- KSR 3 x 1 tablet/PO/24 jam.
- Ranitidin 2 x 150 mg/PO/24 jam
- Vip albumin 3 x 1 tablet/24 jam.
- Ambroxole 3 x 1 tablet/24 jam
- Ezelin 1 x 6 unit secara subcutan.

7
Anjuran:
- Bed rest total
- Menjaga kebersihan kulit.
- Makan makanan yang sehat dan dan bergizi (sesuai diet DM).
- Kontrol glukosa darah.

Pengamatan Selanjutnya
Tanggal 6 Maret 2018 (Hari perawatan ke-10)
Keluhan : Nyeri berkurang, bengkak (+), demam (-).
Status dermatologis
Lokasi : Regio cruris dextra
Efloresensi : Edema, eritemadifus, ulkus.
Ukuran : Plakat
Palpasi : Nyeri, teraba hangat dan keras.
Terapi dari bagian kulit
- Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam (hari ke 10)
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/hari
- Kompres Nacl 0.9% selama satu jam (2 kali sehari)
- Elevasi tungkai bawah kanan 30º

8
Pengamatan Selanjutnya
Tanggal 7 Maret 2018 (Hari perawatan ke-11)
Keluhan : Nyeri dan bengkak berkurang, demam (-).
Status dermatologis
Lokasi : Regio cruris dextra
Efloresensi : Edema, eritemadifus, ulkus.
Ukuran : Plakat
Palpasi : Nyeri, teraba hangat dan keras.
Terapi dari bagian kulit
- Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam (hari ke 11)
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/hari
- Kompres Nacl 0.9% selama satu jam (2 kali sehari)
- Elevasi tungkai bawah kanan 30º

Pengamatan Selanjutnya
Tanggal 8 Maret 2018 (Hari perawatan ke-12)
Keluhan : Nyeri dan bengkak berkurang, demam (-).
Status dermatologis
Lokasi : Regio cruris dextra
Efloresensi : Edema, eritema difus, ulkus.
Ukuran : Plakat
Palpasi : Nyeri, teraba hangat dan keras.
Terapi dari bagian kulit
- Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam  Pemberian dihentikan.

9
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam/hari
- Kompres Nacl 0.9% selama satu jam (2 kali sehari)
- Elevasi tungkai bawah kanan 30º

Pengamatan Selanjutnya
Tanggal 9 Maret 2018 (Hari perawatan ke-13)
Keluhan : Nyeri (-) dan bengkak berkurang, demam (-).
Status dermatologis
Lokasi : Regio cruris dextra
Efloresensi : Edema, eritema difus, ulkus.
Ukuran : Plakat
Palpasi : Nyeri ringan dan keras.
Pada tanggal 09 Maret 2018 terapi bagian kulit dihentikan karena kondisi pasien
sudah membaik dan pasien dipulangkan.

10
Pembahasan

Diagnosis selulitis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
laboratorium.

Pada anamnesis didapatkan seorang wanita berusia 48 tahun, dengan


keluhan nyeri disertai dengan bengkak dan kemerahan pada tungkai bawah kanan
yang terjadi sejak ± 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh terdapat luka pada
mata kaki kanan akibat penekanan yang terlalu lama sebelum munculnya nyeri
dan bengkak pada tungkai bawah kanan. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu,
pasien menderita Diabetes Melitus (DM) Tipe 2. Menurut kepustakaan selulitis
biasanya bersifat akut, eritema berbatas tidak tegas, nyeri, edema, teraba keras dan
tegas.Temuan kulit pada selulitis mengikuti tanda-tanda peradangan: dolor
(nyeri), kalor (panas), rubor (eritema), dan tumor (pembengkakan). Selulitis
hampir selalu unilateral. Biasanya ditemukan pada ekstremitas bawah.1,2 Pasien
selulitis sebagian besar datang berobat dengan keluhan utama berupa bengkak,
kemerahan, dan nyeri.6 Selulitis sering terjadi pada usia 40-60 tahun, dengan
kecenderungan meningkat kejadiannya pada usia lebih dari 60 tahun. Insiden
7
selulitis pada perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda yaitu sebesar 1.06:1
Menurut kepustakaan, selulitis selalu muncul setelah terjadi lesi pada kulit
termasuk ulkus akut maupun kronis, luka traumatik (abrasi, laserasi, dan gigitan
hewan), luka akibat prosedur embedahan, kateter intradermal atau perkutaneus.2
Diabetes meningkatkan kerentanan terhadap kebanyakan infeksi. Infeksi bakteri
invasif misalnya Streptococcus grup B dapat ditemukan pada penderita DM.
Kulit, jaringan lunak dan tulang (selulitis, ulkus kaki dan ulkus dekubitus) adalah
daerah tersering terinfeksi Streptococcus Grup B.8

Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital: nadi 96x/menit,


pernapasan 24x/menit. Pada pemeriksaan dermatologis pada regio cruris dextra
ditemukan edema,eritema difus, ulkus, ukuran plakat, dan palpasi teraba hangat,
keras dan disertai nyeri tekan. Menurut kepustakaan gambaran klinis pada

11
selulitis berupa edema, eritema yang berbatas tidak tegas, nyeri tekan lokal,
hangat pada perabaan yang merupakan tanda-tanda inflamasi akut pada selulitis.1

Pada pemeriksaan laboratorium dalam kasus ini ditemukan leukositosis


dengan jumlah leukosit 13.800 sel/mm. Pada kasus ini berdasarkan kriteria SIRS
(Systemic Inflammatory Response Syndrome), kasus ini merupakan selulitis
sedang karena nadi lebih dari 90 x/menit, laju pernapasan lebih dari 20x/menit,
atau leukosit > 12.000 sel/mm3. Menurut kepustakaan pasien dengan selulitis
nonpurulent, jika ditemukan salah satu kriteria SIRS (systemic inflammatory
response syndrome) dengan gejala infeksi sistemik seperti demam dengan suhu
>38ºC atau <36ºC, nadi lebih dari 90 x/menit, laju pernapasan lebih dari
20x/menit, atau leukosit > 12.000 sel/mm3 dianggap selulitis sedang.2 Pada
selulitis dapat terjadi peningkatan jumlah sel darah putih 34% sampai 50%.
Namun, tes laboratorium ini tidak spesifik untuk selulitis. Peningkatan leukosit
total (leukositosis) mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi, nekrosis jaringan,
atau neoplasia leukemik. Pada infeksi, leukosit akan meningkat untuk memulai
9
dan mempertahankan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi.
Pemeriksaan penunjang lain juga dapat dilakukan dalam membantu penegakkan
diagnosis selulitis yaitu metode kultur, baik menggunakan darah, aspirasi jarum,
atau punch biopsi, biasanya menunjukkan hasil yang rendah dan tidak terlalu
direkomendasikan. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk selulitis harus
dipertimbangkan untuk dilakukan kultur. Pada pemeriksaan histopatologi selulitis
tidak spesifik dan memberikan gambaran edema dermis, dilatasi limfatik, dan
infiltrasi neutrofil yang menyebar dan banyak disekitar pembuluh darah. Tahap
selanjutnya mungkin juga terjadi infiltrasi limfosit dan histiosit, bersama dengan
jaringan granulasi. Pemeriksaan radiologi tidak dapat mendiagnosis selulitis
tetapi dapat membantu selulitis dengan nekrosis fasciitis atau piomiositis
berdasarkan pemeriksaan ST-Scan atau MRI.2

Pada kasus ini didiagnosis banding dengan Deep Vein Thrombosis (DVT)
karena gejala klinis pada kasus ini mirip dengan gejala klinis DVT. Berdasarkan
kepustakaan gejala klinis DVT yaitu nyeri, pembengkakan, dan perubahan warna

12
kulit.10 Diagnosis banding selulitis dengan Deep Vein Thrombosis (DVT) dapat
disingkirkan karena pada DVT nyeri yang akan berkurang jika penderita
berbaring, terutama jika posisi tungkai ditinggikan dan jika terjadi trombosis vena
di daerah betis dan paha, nyeri di daerah tersebut bisa menjalar ke bagian medial
dan anterior paha.10 Pada kasus ini nyeri terus menerus meskipun penderita
berbaring maupun posisi tungkai ditinggikan dan tidak ada penjalaran nyeri ke
bagian medial dan anterior paha. Perubahan warna pada DVT selain berwarna
kemerahan, dapat juga berubah menjadi pucat dan kadang-kadang berwarna ungu
serta dingin pada perabaan.10 Berbeda dengan kasus ini tidak ditemukan
perubahan warna pucat hingga keunguan dan teraba hangat pada perabaan. Gold
standard diagnosis DVT adalah contrast venography. Meskipun cara ini sangat
akurat tetapi memerlukan fasilitas radiologi, bersifat invasif dan tidak nyaman
bagi pasien. Pemeriksaan laboratorium kadar D-dimer dan antirombin (AT)
dapat dilakukan namun tidak spesifik mendiagnosa DVT.10,11

Pada kasus ini, pasien diberikan antibiotic Ceftriaxone 2 gram/24 jam


dan ketorolac dengan dosis 30 mg/12 jam/hari secara intravena. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yaitu penderita yang memenuhi dua atau lebih kriteria SIRS
(selulitis sedang) atau gagal dengan pengobatan antibiotik oral, dipertimbangkan
untuk pemberian Penicillin atau Ceftriakson atau Cefazolin atau Klindamisin
secara intravena. 2,5 Ceftriaxone, merupakan sefalosporin generasi ketiga dengan
mekanisme kerja seftriaxone sebagai antimikroba yaitu dengan menghambat
sintesis dinding sel bakteri. Seftriakson mempunyai aktivitas spektrum yang luas
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.12,13 Dosis standar antimikroba
untuk infeksi Staphylococcus dan Streptococcus adalah 1-2 gr/ hari secara
intravena.2 Pada kasus ini terapi antibiotik diberikan selama 11 hari. Berdasarkan
kepustakaan jangka waktu pengobatan untuk selulitis rawat jalan berkisar antara 5
sampai 10 hari. Pasien dengan imunosupresi mungkin memerlukan waktu 7
sampai 14 hari.2,5 Berdasarkan kepustakaan ketorolak adalah obat golongan anti-
inflamasi non-steroid (AINS) yang biasa digunakan untuk nyeri sedang dengan
cara menghambat enzim siklo-oksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2) yang

13
dibutuhkan dalam sintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator nyeri
pada inflamasi.12
Prognosis pada pasien ini untuk quo ad vitam, quo ad fungsional , quo ad
sanationam, dan quo ad kosmetikam adalah dubia ad bonam. Menurut
kepustakaan, tidak didapatkan komplikasi pada kasus selulitis menunjukkan
bahwa diagnosis dan terapi kasus selulitis tepat. Hal ini menunjukkan prognosis
baik pada kasus selulitis jika dilakukan tatalaksana yang tepat.14

RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus selulitis pada seorang perempuan berusia
48 tahun dengan keluhan utama nyeri pada tungkai bawah kanan. Pasien ini
merupakan pasien rawat inap dengan diagnosis CHF NYHA IV, DM Tipe 2,
Hipoalbuminemia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik ditemukan edema, eritema dengan
batas tidak jelas, nyeri tekan dan teraba hangat pada tungkai bawah kanan.
Pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis.
Terapi dari bagian kulit yang diberikan adalah Ceftriaxone 2 gram/24
jam dan Ketorolac 30 mg/12 jam/hari secara intravena, kompres Nacl 0.9%
selama satu jam (2 kali sehari),dan elevasi tungkai bawah kanan 30º. Terapi dari
bagian penyakit dalam adalah Furosemid 1 x 40 mg tablet/PO/24 jam,
Spironolakton 1 x 25 mg tablet/PO/24 jam, KSR 3 x 1 tablet/PO/24 jam, Ranitidin
2 x 150 mg/PO/24 jam, Vip albumin 3 x 1 tablet/24 jam., Ambroxole 3 x 1
tablet/24 jam, Ezelin 1 x 6 unit secara subcutan. Selama dirawat dan dirapi selama
13 hari, terdapat perbaikan dari kondisi pasien.
Prognosis pada pasien ini untuk quo ad vitam, quo ad fungsional , quo ad
sanationam, dan quo ad kosmetikam adalah dubia ad bonam.

14
Daftar Pustaka
1. Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson RA. Non necrotizing
infections of the dermis and dubcutaneous fat: cellulitis and erysipelas. In:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilcherst BA, Paller AS, Lefell DJ, Wolff K.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, Vol.1, 08th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2012. p 3072, 3074-5.
2. Raff AB, Kroshinky D. Cellulitis a review. Jama. 2016;316(3):325-6, 330.
3. GoettschWG, Bouwes Bavinck JN, Herings RMC. Burden of illness of
bacterial cellulitis and erysipelas of the leg in the Netherlands. J Eur Acad
Dermatol Venereol. 2006;20(7):836.
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed.6.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2010. h.61
5. Stevens DL, Binso AL, Chambers HF, Dellinger EP, Golstein EJC, Gorbach
SL, et al. Practice Guidelines for the diagnosis and management of skin and
soft tissue infections. J IDSA. 2014;59:2,23.
6. Novarina RM, Sawitri. Profil pasien erysipelas dan selulitis. BIKKK.
2015;27(1):37.
7. Concheiro J, Loureiro M, Gonzales-Vilas D, Garcia-Gavin J, Sanchez
Aguilas D, Toribio J. Erysipelas and ellulitis: a retrospective study of 122
cases. Actas Dermosifiliogr. 2009;100:889.
8. Gangawane AK. Bhatt B, Sunmeet M. Skin infection in diabetes: a review. J
Diabetes Metab. 2016;7(2):1-2.
9. Atmadja AS, Kusuma R, Dinata F. Pemeriksaan laboratorium untuk
membedakan infeksi bakteri dan infeksi virus. J CKD. 2016;43(6):457-8.
10. Jayanegara AP. Diagnosis dan tatalaksana deep vein thrombosis. IDI.
2016;43(9): 652-4.
11. Adnyana IWL, Suega K, Bakta IM. Trombosis Vena Dalam. J FK Udayana.
2013:4.
12. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi, Ed. 5.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2007. h.244,686.
13. Theodorus. Penuntun praktis peresepan obat. Jakarta:EGC;2016. h. 250-1.

15
14. Rositawati A, Sawitri. Studi Retrospektif: Profil Pasien Erisipelas dan
Selulitis. J BIKK. 2016;28(2):66.

16

Anda mungkin juga menyukai