Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GANGGUAN SISTEM

INTEGUMEN (SELULITIS)

Disusun Oleh:

LAILATUL MUTOHAROH 145070201111032

MARTHA DWI M 145070200111009

NUR ARIFAH ASTRI 145070200111011

ICA CRISTININGTYAS 145070201111031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
PEMBAHASAN
1. DEFINISI SELULITIS
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan
subkutan biasanya disebabkaan oleh infeksi bakteri melalui suatu area yang robek
pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah (Tucker, 1998 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan subkutan
(Mansjoer, 2000 : 82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar ke dalam bidang jaringan
(Brunner dan Suddarth, 2000 : 496).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa selulitis adalah infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh bakteri stpilokokus aureus, streptokokus grup A dan streptokokus
piogenes.

2. EPIDEMIOLOGI SELULITIS
Frekuensi terjadinya selulitis berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-
anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita
sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada usia dibawah 3 tahun dan usia
dekade keempat dan kelima. Insiden pada anak laki-laki lebih besar daripada anak
perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insides selulitis ekstremitas masih
menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis sering
meningkatnya usia tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

3. PATHOPHYSIOLOGY
Patofisiologi menurut Isselbacher (1999; 634) yaitu:
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaaan kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering terjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang
kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat. Gambaran klinis eritema lokal
pada kulit dan sistem vena dan limfatik pada kedua ektrimitas atas dan bawah. Pada
pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristiknya hangat, nyeri tekan,
demam, dan bakterimia. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan
oleh streptokokus grupA, streptokokus lain atau staphilokokus aureus, kecuali jika
luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi mikrobial yang pasti sulit
ditentukan, untuk absses lokal atau yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus
atau bahan yang diaspirasi . Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah
staphilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan
anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan
adanya organisme campuran.

4. FAKTOR RESIKO
a. Gigitan dan sengatan serangga, gigitan hewan, gigitan manusia.
b. Luka dikulit.
c. Riwayat penyakit pembuluh darah perifer, dan diabetes.
d. Baru menjalani prosedur jantung, paru-paru atau gigi.
e. Pemakaian obat imunosupresan atau kortikosteroid.

5. MANIFESTASI KLINIS SELULITIS

Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata


dan kulit periorbital tanpa melibatkan orbital dan struktur di dalamnya. Maka itu,
karakteristik dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan
hyperemia pada kelopak mata tanpa adanya gejala-gejala proptosis, kemosis,
gangguan virus, dan gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam
danl eukositosis.
Menurut mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan
kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit
berupa infiltrat difusi subkutan, eritema lokal, nyeri yang cepat menyebar dan
infitratif ke jaringan dibawahnya, bengkak, merah dan hangat, nyeri tekan, supurasi
dan leukositosis

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.


Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan macula eritematous, tepi tidak
meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai
limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi
septicemia. Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik
dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau
merah keunguan. Lesike biru-biruan dapat juga ditemukan pada seluliti s
yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Pada pemeriksaan darah
tepi seluliti s terdapat leukositosis (15000- 400000) dengan hitung jenis bergeser
ke kiri. Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada
sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah
lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia
juga bisa ditemukan pada toxin-mediated selulitis.

ESR dan C-reati ve protein (CRP) juga sering meningkat terutama


penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada
banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.

Pemeriksaanlaboratorium

1. Pemeriksaan darah, menunjukkan penigkatan jumlah sel darah putih, eosinophil


dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit (Tucker, 1998:633).
2. Perwarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,
memunjukkan adanya organism campuran( issebacher 1999: 634).
3. Rontgen Sinus- sinus para nasal ( selulitis periorbital).

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi yang terutama diberikan adalah pemberian antibiotik. Pemberian


antibiotik yang cukup efektif adalah golongan penisilin atau sefalosporin generasi
pertama. Bila tidak ada respon dalam 12-24 jam, penderita dicurigai mengalami
abses atau infeksi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal terhadap
pengobatan yang diberikan. Biasanya penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Antibotik diberikan dengan suntikan intramuscular ataupun intravena kemudian
dapat diganti dengan oral bila keadaan sudah lebih baik.
Pada selulitis karena H.influenza diberikan ampisilin. Pemberian pada anak
usia 3 bulan- 12 tahun yaitu 100-200 mg/kg/hari. Sedangkan untuk dosis dewasa
adalah 500 mg 4 kali perhari. Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G
600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatn secara oral dengan
penisilin V 500 mg setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan S. Aureus penghasil penisilin
(non SAPP) dapat diberikan penisilin. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin
dapat menggunakan eritromisin. Dosis eritromisin untuk dewasa 250-500 gram per
oral, sedangkan untuk anak-anak 30-50 mg/kgbb/hari tiap 6 jam. Penggunaan
eritromisin ini selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin untuk dosis dewasa
sebanyak 300-450 mg/hari PO dan untuk anak-anak sebanyak 16-20 mg/kgbb/hari
setiap 6-8 jam. Pada selulitis yang penyebabnya SAPP, selain menggunakan
eritromisin dan klindamisin dapat juga diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara
oral selama 7-10 hari.
Jika pada pasien selulitis telah terjadi supurasi, maka dilakukan insisi atau
drainase.

8. ASUHAN KEPERAWATAN SELULITIS


A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam,
menggigil dan malaise
b. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap
penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat pemakaian obat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna
merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan
mengilap
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis atau
penyekit kulit lainnya
3. Keadaan emosi psikologi
Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
4. Keadaan sosial ekonomi
Biasanya menyerang pada social ekonomi yang sederhana
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
TD : Menurun (< 120/80 mmHg)
Nadi : Turun (< 90)
Suhu : Meningkat (> 37,50)
RR : Normal
a. Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
b. Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
c. Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
d. Mulut : Kebersihan, tidak pucat
e. Telinga : Tidak ada serumen
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
g. Jantung : Denyut jantung meningkat
h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
i. Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di
suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange).
Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel)
atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.

B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan.
2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.

C. Rencana Keperawatan
1. Dx. 1 : Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik
jaringan.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut
teratasi/terkontrol
 Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
b. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
c. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
d. Pergerakan penderita bertambah luas.
e. Tidak ada keringat dingin,
f. tanda vital dalam batas normal.
S: 36-37,5 0C
N: 60 – 80 x /menit
T : 100-130 mmHg
RR : 18-20 x/menit.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi
1. Untuk mengetahui berapa berat
nyeri yang dialami pasien. nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-
sebab timbulnya nyeri. 2. Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan
3. Ciptakan lingkungan yang tenang. tindakan.
3. Rangsangan yang berlebihan dari
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
5. Atur posisi pasien senyaman
4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat
mungkin sesuai keinginan pasien. mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
6. Lakukan massage dan perawatan
5. Posisi yang nyaman akan membantu
luka dengan teknik aseptic saat rawat memberikan kesempatan pada otot
luka. untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Massage dapat meningkatkan
vaskulerisasi dan pengeluaran pus
7. Kolaborasi dengan dokter untuk sedangkan perawatan luka dengan
pemberian analgesic teknik aseptic dapat mempercepat
penyembuhan
7. Obat –obat analgesik dapat
membantu mengurangi nyeri pasien.

2. Dx. 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada


ekstrimitas.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mulai
tercapainya proses penyembuhan luka
 Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Intervensi Rasional
1. Kaji luas dan keadaan luka serta
1. Pengkajian yang tepat terhadap
proses penyembuhan. luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Merawat luka dengan teknik
2. Rawat luka dengan baik dan benar : aseptik, dapat menjaga kontaminasi
membersihkan luka secara abseptik luka dan larutan yang iritatif akan
menggunakan larutan yang tidak merusak jaringan granulasi tyang
iritatif, angkat sisa balutan yang timbul, sisa balutan jaringan
menempel pada luka dan nekrotomi nekrosis dapat menghambat proses
jaringan yang mati. granulasi.
3. Pemeriksaan kultur pus untuk
3. Kolaborasi dengan dokter mengetahui jenis kuman dan anti
pemeriksaan kultur pus dan biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemberian anti biotik. pemeriksaan kadar gula darah untuk
mengetahui perkembangan penyakit
3. Dx. 3 : Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pasien dapat
menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secara positif
 Kriteria hasil :
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri.
b. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.

D. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan atau keperawatan adalah pemberian tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun setiap
tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar
tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektik, tehnik komunikasi terapeutik
serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Dalam melakukan
tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independent, dependent,
interdependent. Tindakan keperawatan secara independent adalah suatu tindakan yang
telah dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintahdokter atau tenaga kesehatan
lainnya, dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis, dan interdependent adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan
suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya,
misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya
dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomotor.

E. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat
diatasi masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, atau timbul masalah yang
baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan
sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.
PENUTUP

KESIMPULAN

Selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stpilokokus
aureus, streptokokus grup A dan streptokokus piogenes. Frekuensi terjadinya selulitis
berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada
perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Selulitis yang tidak
berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grupA, streptokokus lain atau
staphilokokus aureus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi
mikrobial yang pasti sulit ditentukan, untuk absses lokal atau yang mempunyai gejala
sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi.
Sedangkan faktor resiko selulitis meliputi gigitan dan sengatan serangga, gigitan
hewan, gigitan manusia, luka dikulit, riwayat penyakit pembuluh darah perifer, dan
diabetes, baru menjalani prosedur jantung, paru-paru atau gigi, pemakaian obat
imunosupresan atau kortikosteroid.
Dalam hal ini manifestasi klinis selulitis juga perlu untuk diketahui oleh para
pembaca. Menurut Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan
kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa
infiltrat difusi subkutan, eritema lokal, nyeri yang cepat menyebar dan infitratif ke
jaringan dibawahnya, bengkak, merah dan hangat, nyeri tekan, supurasi dan leukositosis.
Untuk mengetahui adanya tanda penyakit selulitis pada pasien diperlukan
adanya pemeriksaan. Pemeriksaan diagnostik selulitis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
pencitraan sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan
selulitis.
Tindakan penanganan medis pada pasien yang menderita selulitis diperlukan
terapi. Terapi yang terutama diberikan adalah pemberian antibiotik golongan penisilin
atau sefalosporin generasi pertama. Jika pada pasien selulitis telah terjadi supurasi, maka
dilakukan insisi atau drainase. Selain penanganan medis asuhan keperawatan juga perlu
dilakukan yang meliputi, pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi
sesuai kasus yang dialami oleh pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Naldi, yori. 2013. Asuhan Keperawatan Selulitis. (online),


(http://www.scribd.com/doc/127167749/Asuhan-Keperawatan-Selulitis#scribd
diakses 9 Juni 2015)
Putra, arist. 2008. Selulitis. (online), ( www.academia.edu/6117119/selulitis Rabu, 9
Juni 2015-06-10 diakses 8 Juni 2015)
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis.(online),
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/16/jtptunimus-gdl-s1-2008-lissafarid-757-
1-bab1.pdf diakses 9 Juni 2015)
Pandaleke, HEJ. 1997. Erisipelas dan Selulitis. (online),
(www.academia.edu/6117119/selulitis Rabu, 9 Juni 2015-06-10 diakses 9 Juni
2015)

Anda mungkin juga menyukai