Anda di halaman 1dari 11

Presentasi Kasus

I. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat : Tn. H : 73 tahun : Laki-laki : Islam : Pensiun : Jln. Buaran RT 04/RW 06, Bogor

Status perkawinan : Menikah

II. Anamnesis Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis, pada tanggal 15 Juli 2011 pada pukul 10.30

Keluhan Utama : Gatal di pergelangan kaki pada saat tidak melakukan aktifitas dan menjelang tidur Keluhan Tambahan : Penebalan kulit pada kedua pergelangan kaki Riwayat Penyakit Sekarang : Satu bulan SMRS pasien merasa gatal pada pergelangan kaki sebelah kiri. Gatal dirasakan terutama saat tidak melakukan aktifitas dan saat menjelang tidur. Gatal akan berkurang bila digaruk. Pasien akan menggaruk sampai timbul kulit menjadi merah dan timbul luka. Dua minggu SMRS pergelangan kaki sebelah kiri kulitnya menebal. Kemudian gatal mulai dirasakan pada pergelangan kaki sebelah kanan. Oleh karena itu pasien memutuskan untuk berobat. Pasien diberikan obat salep yang tida diketahui isinya, setelah memakaisalep gatal berkurang. Satu minggu SMRS obat telah habis dan pasien kembali merasakan gatal. Pada saat ini kulit pada pergeangan kaki sebelah kanan juga mulai menebal, pada kulit pergelangan kaki kiri bercak merah menjadi hitam. ?Pasien mengatakan bahwa pasien merasa bosan karena tidak terbiasa tidak bekerja. Pasien juga merasa kesepian karena hanya tinggal berdua dengan istrinya saja. Pasien merasa kesal karena merasa kehidupannya kurang berkecukupan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada.

III. Status Generalis Kesadaran : kompos mentis

Keadaan umum : baik Keadaan gizi Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Kepala Mata THT Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas : cukup : 130/90 mmHg : 72 x/ menit : 16 x/ menit : 36,5 C : normocephalic, distribusi rambut merata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : normotia, normosepta, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang : tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar : bunyi jantung I,II reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada : suara napas vesikuler, ronki tidak ada, whezzing tidak ada : datar, supel, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan dan lepas : akral hangat, odem tidak ada

IV.

Status Dermatologikus Pada regio tungkai bawah kiri dan kanan bagian peergelangan kaki depan terdapat bercak hiperpigmentasi dengan diameter 6,7 cm, batas tidak tegas, terdapat ekskoriasi, skuama dan likenifikasi.

Gambar 1. Lokasi pergelangan kaki kiri bagian depan

Gambar 2. Lokasi kulit seperti batang kayu pada pergelangan kaki kanan depan

Gambar 3. Ekskoriasi pada tungkai bawah kanan

V.

Pemeriksaan penunjang Tidak ada

VI.

Resume Tn. H, 73 tahun datang dengan keluhan gatal dan kulit menebal pada pergelangan kaki kanan dan kiri. Gatal dirasakan terutama saat tidak beraktifitas dan menjelang tidur. Pasien mengatakan merasa tidak puas, bosan, dan kesepian. Pada status dermatologikus regio tungkai bawah kiri dan kanan bagian peergelangan kaki depan terdapat bercak hiperpigmentasi dengan diameter 6,7 cm, batas tidak tegas, terdapat ekskoriasi, skuama dan likenifikasi.

VII. Diagnosis Kerja Neurodermatitis

VIII. Diagnosis Banding Tidak ada

IX.

Anjuran Pemeriksaan Tidak ada

X.

Penatalaksanaan
y

Non medika mentosa : a. Menghindari garukan b. Mengisi waktu luang

Medika mentosa : a. Mebhydrolin napadysilate tab 50 mg 2xsehari (bila perlu) b. Desoxymethasone ung 0,25% 10 gram 2xsehari c. Gentamisin sulfate cream 1% 3xsehari d. Urea lotio 10% 20 gram 2x sehari

XI.

Prognosis Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : bonam Quo ad sanationam : bonam

PRESENTASI KASUS

NEURODERMATITIS

Disusun oleh : Lissa FK UKRIDA 11.2010.066 Sophie Isabela FK UKRIDA 11.2010.068

Tanggal presentasi : 28 Juli 2011

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN RSPAD GATOT SUBROTO JAKARTA JULI 2011

Neurodermatitis / Liken simplek kronik


Definisi Penebalan kulit dengan garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu (likenifikasi) yang timbul secara sekunder akibat garukan atau gosokan berulang dalam waktu yang cukup lama.1,2 Liken simpleks kronis bukan merupakan proses primer melainkan sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal (pruritus) pada daerah kulit spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasari sehingga mengakibatkan trauma mekanis yang berakhir pada likenifikasi.2

Etiopatogenesis Pruritus memainkan peranan sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan prurigo nodularis.1 Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau tangan untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk atau menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui.2,3 Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis atopik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan emosi.1 Beberapa jenis kulit lebih rentan mengalami likenefikasi, contohnya kulit yang cenderung ekzematosa seperti dermatitis atopi dan diathesis atopi. Terdapat hubungan antara jaringan saraf perifer dan sentral dengan sel-sel inflamasi dan produknya dalam persepsi gatal dan perubahan yang terjadi pada liken simpleks kronis. Hubungan ini terutama dalam hal lesi primer, faktor fisik, dan intensitas gatal.2,3,4

Epidemiologi Frekuensi pada populasi secara umum masih belum diketahui. Pada sebuah studi, 12% pasien geriatric dengan keluhan kulit yang gatal memiliki liken simpleks kronis. Tidak ada perbedaan frekuensi dalam hal ras, namun beberapa ahli mengatakan bahwa liken simpleks kronis lebih umum pada orang Asia dan Afrika-Amerika. Liken simpleks kronis lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki. Liken nuchae adalah bentuk liken simpleks kronis yang terdapat pada bagian leher belakang dan hampir secara eksklusif terjadi pada wanita. Liken simpleks kronis terjadi sebagian besar pada usia 30-50 tahun.2

Tidak ada kematian yang disebabkan oleh liken simpleks kronis. Intensitas gatal pada liken simplek kronis adalah ringan hingga sedang, namun gatal yang paroksismal dapat terjadi dan hal ini hanya dapat diatasi oleh pasien dengan garukan atau gosokan dengan intensitas sedang hingga berat. Gatal biasanya dikatakan lebih parah pada saat periode
1 dimana pasien tidak ada aktivitas, seperti pada waktu tidur dan pada saat malam. Sentuhan

dan stress emosional juga dapat memicu gatal. Gangguan secara langsung akibat lesi pada liken simpleks kronis dirasa sedikit oleh pasien; pasien lebih mengeluhkan menurunnya kualitas tidur yang mempengaruhi fungsi motorik dan mental. Lesi pada liken simpleks kronis dapat terinfeksi secara sekunder akibat ekskoriasi yang terjadi akibat garukan.2

Gejala klinis Penderita mengeluh gatal sekali yang bila timbul malam hari menyebabkan gangguan tidur. Gatal biasanya terjadi pada waktu tidak sibuk dan bila muncul sulit ditahan, bahkan harus digaruk sampai luka, baru hilang gatalnya untuk sementara.1,3 Lesi biasanya tunggal, tetapi dapat pula lebih dari satu. Lokasi biasanya di tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, kulit kepala, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum, dan vulva. Pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang. Selanjutnya karena garukan yang berulang, bagian tengah menebal, kering, dan berskuama, serta pinggirnya hiperpigmentasi. Ukuran lesi lentikular sampai plakat, bentuknya umumnya lonjong. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lamanya lesi.1 Garukan dan gosokan berperan penting dalam formasi lesi dan dapat dilihat sebagai tanda garukan berupa garis putih, erosi, ekskoriasi, dan ulkus.2,4

Faktor Risiko Pasien dengan dermatitis atopi memiliki kemungkinan lebih besar akan timbulnya liken simpleks kronis. Gigitan serangga, jaringan parut (misalnya akibat trauma, postherpetic/zoster), acne keloidalis nuchae, xerosis venous insufficiency, dan asteatotic eczema merupakan factor resiko yang umum. Factor psikologis berperan penting dalam pembentukan atau eksaserbasi liken simpleks kronis; ansietas telah dilaporkan lebih tinggi prevalensinya pada pasien liken simpleks kronis sehingga dahulu liken simpleks kronis diberi nama neurodermatitis. Pajanan jangka lama dengan asap kendaraan bermotor berhubungan dengan meningkatnya frekuensi penyakit kulit pada anak termasuk liken simpleks kronis.2

Histopatologi

Gambaran histopatologik berupa ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Pada pembuluh darah dermis bagian atas terdapat limfosit dan histiosit. Fibroblas bertambah, kolagen menebal.1

Diagnosis Diagnosis didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak sulit. Diagnosis bandingnya adalah liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis atopik.1

Diagnosis Banding Liken Simpleks Kronik 1. Liken Planus Liken planus ditandai dengan timbulnya papul-papul yang berwarna merah-biru, berskuama, dan berbentuk siku-siku. Biasanya lesi ini timbul di ekstremitas sisi fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Pasien biasanya merasa sangat gatal, dan gejala ini bisa menetap hingga waktu 1-2 tahun. Selain itu, terdapat pula lesi patognomonik di mukosa, yaitu papul polygonal, datar dan berkilat, serta kadang ditemukan delle.1 Liken planus memiliki lima bentuk morfologi: hipertrofik, folikular, vesikular dan bulosa, erosif dan ulseratif, serta atrofi. Liken planus bentuk hipertrofilah yang harus dibedakan dengan neurodermatitis. Bentuk ini meliputi plak yang verukosa berwarna merahcoklat atau ungu, serta terletak pada daerah tulang kering.1 Diagnosis liken planus yang khas dibantu dengan pemeriksaan histopatologi, di mana papul menunjukkan penebalan lapisan granuloma, degenerasi mencair membran basalis dan sel basal. Dapat pula ditemukan infiltrat seperti pita yang terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis bagian atas.1 Liken planus diobati dengan kortikosteroid topical dan sistemik. Umumnya pengobatan ini kurang memuaskan, hingga jika perlu dapat diberikan suntikan setempat atau bebat oklusif. Selain itu dapat juga ditambahkan krim asam vitamin A 0,05%.1

2. Psoriasis Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis dan transparan. Pada psoriasis terdapat tanda khas fenomena tetesan lilin dan Auspitz, serta tanda tak khas yaitu fenomena Kobner.1

Selain faktor genetik dan faktor imunologik, terdapat berbagai faktor pencetus psoriasis, di antaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma, endokrin, dan juga alkohol ataupun merokok. 1 Pasien psoriasis umumnya mengeluh gatal ringan pada kulit kepala, perbatasan rambut dengan muka, ekstremitas bagian ekstenosr terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema berbentuk sirkumskrip dan merata, tetapi kemerahan di tengahnya dapat menghilang pada stadium penyembuhan. Skuama pada psoriasis sangat khas, yaitu berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.1 Dua fenomena khas pada psoriasis adalah fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada foresan, seperti lilin yang digores. Pada fenomena Auspitz, setelah skuama habis dikerok dilakukan pengerokan perlahan hingga tampak serum atau darah berbintik yang disebabkan oleh papilomatosis.1 Untuk menegakkan diagnosis psoriasis, perlu dinilai gambaran klinisnya yang khas. Jika gambaran klinis tersebut sudah sesuai dengan yang tersebut di atas, maka tidak sulit membuat diagnosis psoriasis.1

Pengobatan Pengobatannya adalah mengusahakan agar penderita tidak terus menggaruk karena gatal. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antipruritus, glukokortikoid topikal atau intralesi, produk ter, atau konsultasi psikiatri.1 Steroid topikal merupakan terapi pilihan karena dapat mengurangi inflamasi dan gatal sekaligus mengurangi hiperkeratosis. Karena lesinya kronis, pengobatan biasanya dilakukan dalam jangka panjang. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi sedang dapat dipakai untuk mengobati inflamasi yang akut. Sesekali oklusi dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi dan penghantaran obat, selain itu oklusi dapat menjadi pelindung fisik dari garukan. Steroid topical potensi sedang tidak direkomendasikan pada kulit yang tipis seperti vulva, axilla, skrotum, dan wajah. Steroid topikal potensi tinggi dapat digunakan selama 3 minggu pada kulit yang tebal.2 Jika tidak berhasil, dapat dicoba dengan suntikan steroid intralesi. Salep steroid dapat pula dikombinasi dengan ter, yang memiliki efek antiinflamasi. Perlu dicari dan diperhatikan kemungkinan adanya penyakit yang mendasarinya.1 Pada lesi yang terinfeksi, dapat diberikan antibiotic topikal atau oral.2

Referensi: 1. Sularsito SA, Djuanda Suria. Neurodermatitis sirkumskripta. Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. 2006. 2. Hogan D J, Mason S H. Lichen Simplex Chronicus. Diunduh dari

www.emedicine.com 21 Januari 2009 pukul 16.47 3. Irritant Contact Dermatitis. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th ed. USA: McGraw-Hill. 2003. p395-401. 4. Atopic dermatitis, eczema, and noninfectious immunodeficiency disorders. In : Odom RB, James WD, Berger TG, editors. Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders: 2000. P. 69-94.

Anda mungkin juga menyukai