Anda di halaman 1dari 9

Penyakit Kulit Erisipelas

Christy Rattekanan
christy.rattekanan@civitas.ukrida.ac.id
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510
Telp. (021) 56942061. Fax (021) 5631731

Pendahuluan
Erisipelas merupakan golongan penyakit kulit karena bakteri atau disebut pyoderma.
Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan
streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya
daya tahan tubuh (mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan/kanker dan
sebagainya) dan adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit
terganggu.
Daerah predilesi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan ekstremitas
atas dan bawah. Sekitar 85% kasus erysipelas dan selulitis terjadi pada kaki daripada wajah,
dan pada individu dari semua ras dan kedua jenis kelamin. Permulaan erysipelas dan selulitis
didahului oleh gejala prodormal, seperti demam dan malaise, kemudian diikuti dengan tanda-
tanda peradangan yaitu bengkak, nyeri, dan kemerahan. Diagnosis penyakit ini dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis. Penanganannya perlu memperhatikan
faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.

Anamnesis
Anamnesis adalah suatu proses tanya jawab antara dokter dan pasien untuk mendapat
informasi atau keterangan sebanyak-banyaknya tentang keluhan yang diderita pasien guna
menunjang diagnosis dokter. Hal utama yang harus diketahui dokter adalah tentang keluhan
utama yaitu keluhan yang mendorong pasien datang ke dokter. Setiap jawaban yang
diberikan pasien harus dicatat dengan lengkap sebagai rekam medis untuk keperluan dokter
dan pasien itu sendiri. Selain itu tujuan melakukan anamnesis juga untuk menentukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang apakah yang harus dilakukan. Selain itu,
proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta
memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas yaitu mencakup nama, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, suku dan
status. Selanjutnya setelah indentitas adalah keluhan utama dan penyerta jika ada, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga.
Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario kurang lebih sama seperti
yang disebutkan sebelumnya, tapi karena pasien mengeluh tentang penyakit kulit, beberapa
pertanyaan lain seputar riwayat sosial juga diperlukan.1

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tersebut
berdasarkan anamnesis adalah inspeksi dan palpasi. Pencahayaan harus disesuaikan agar
diperoleh penerangan yang optimal. Lebih baik menggunakan cahaya yang alami, yaitu
cahaya matahari. Meskipun tidak ada keluhan tentang kulit, pengamatan cermat terhadap
kulit harus dikerjakan pada semua pasien karena kulit dapat memberi petunjuk tersembunyi
tentang penyakit sistemik yang mendasarinya.
Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sebagai cara pendekatan terpisah, atau sebaiknya
kulit diperiksa bila bagian-bagian lain tubuh sedang dinilai seperti pada kulit, rambut, dan
kuku. Jika ada kemungkinan terdapat penyakit menular, hendaknya memakai sarung tangan.
Perhatikan warna kulit, kelembapan, turgor, tekstur kulit dan setiap perubahan warna, seperti
kelainan pigmentasi. Lesi vaskular merah mungkin adalah ekstravasasi darah dari pembuluh
masuk ke dalam kulit, yang dikenal sebagai petekia atau purpura, atau angioma. Inspeksi dan
palpasi umumnya dapat dilakukan secara bersamaan untuk diagnosis. Pada saat palpasi kita
dapat menentukan suhu, kelembapan, turgor, tekstur dan edema pada kulit contohnya seperti
pada tes perabaan dan rasa nyeri. Pemeriksaan ini dapat memudahkan kita untuk menentukan
eflouresensi apa saja yang terjadi pada kulit pasien.2
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah melalui dua cara yaitu
pemeriksaan darah dan kultur. Pada pemeriksaan darah akan didapati leukositosis dimana
leukosit meningkat sama dengan atau lebih dari 20.000 yaitu leukosit berinti polimorf. Pada
kultur maka akan didapati Streptococcus beta hemolitikus.3

Gejala Klinis
Erisipelas adalah penyakit kulit yang meneyerang bagian superficial yaitu epidermis
dan dermis. Erisipelas sama sekali tidak mengganggu atau menyerang subukutan. Inilah yang
membedakannya dengan selulitis. Awalnya ditandai dengan gejala konstitusi berupa demam,
malaise, menggigil, sakit kepala, muntah, dan nyeri sendi. Penyakit ini didahului trauma,
Karena itu tempat predileksi tersering biasanya ditungkai bawah. Namun erisipelas
sebenarnya bisa terjadi didaerah tubuh mana saja.
Kelainan kulit yang utama adalah eritemia yang berwarna merah cerah, berbatas tegas
sedangkan selulitis tidak, dan pinggirnya meninggi dengan tanda-tanda radang akut .Dapat
disertai edema, vesikel dan bula. Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama
piroksimal. Jika seiring residif ditempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Tempat lesi tergantung pada pintu gerbang Streptokokusnya, yang dapat berupa luka
bedah, umbilikus pada neonatus, atau setiap kerusakan kulit lainnya. Muka dan ekstremitas
inferior merupakan tempat umum erisipelas non-bedah. Faktor predisposisinya adalah
obstruksi limfatik kronik dan daya tahan penderita yang berkurang akibat penyakitnya berat
dan menahun, juga dapat di temui pada penderita diabetes melitus dan infeksi saluran nafas
atas.4,5

Diagnosis Kerja
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dengan berbagai pertimbangan
seperti karakteristik penyakit kulitnya serta hasil pemeriksaan penunjang. Erisipelas
merupakan penyakit infeksi bakteri akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus.
Erysipelas merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan kulit berbercak merah,
berbatas tegas, melepuh, kadang berair, adakalanya bernanah dan membentuk area erosi
cukup luas pada permukaan kulit. Erysipelas biasanya bermula dari luka kecil. Sekitar 85 %
terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di tangan, perut dan leher
serta tempat lainnya.
Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi yang diawali dengan perbagai kondisi yang
berpotensi timbulnya kolonisasi bekteri, misalnya: luka, koreng, infeksi penyakit kulit lain,
luka operasi dan sejenisnya, serta kurang bagusnya hygiene.
Setelah masa inkubasi berlangsung sekitar 2 sampai 5 hari, Erysipelas muncul
bersamaan dengan demam (sampai 40°C) dan menggigil. Setelah beberapa jam baru tampak
perubahan di bagian kulit yang terinfeksi. Kulit terlihat kemerahan, bengkak, terasa sakit dan
menjadi panas. Seiring dengan bertambah parahnya infeksi, lepuhan/gelembung kulit,
hemoragis, dan phlegmon mungkin terjadi. Juga pembengkakan nodus limfa di sekitar infeksi
tidak jarang di temukan. Bagian yang paling sering terkena yaitu betis dan wajah. Hasil lab
menunjukkan adanya leukositosis, meningkatnya Laju Endap Darah atau erythrocyte
sedimentation rate (ESR), juga C-reaktive protein.
Erisipelas menyebabkan daerah yang terkena kulit berubah merah terang dan menjadi
sedikit bengkak. Para bercak bengkak memiliki perbatasan yang berbeda dan perlahan-lahan
memperluas ke kulit di sekitarnya. Lesi yang paling sering terlihat di wajah, kulit kepala,
tangan, dan kaki.
Pasien biasanya mengalami gejala termasuk demam tinggi, gemetar, menggigil,
kelelahan, sakit kepala, muntah, dan penyakit umum dalam waktu 48 jam dari infeksi awal.
Lesi kulit eritematosa membesar dengan cepat dan memiliki tepi tajam mengangkat batas-
batasnya. Ini muncul sebagai merah, bengkak, ruam hangat, keras dan menyakitkan, mirip
dalam konsistensi untuk kulit jeruk. Infeksi lebih parah dapat mengakibatkan vesikel, bula,
dan petechiae, dengan nekrosis kulit mungkin. Kelenjar getah bening bisa membengkak, dan
lymphedema mungkin terjadi. Kadang-kadang, sebuah beruntun merah meluas ke kelenjar
getah bening.4

Diagnosis Banding
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan pada orang dengan
imunitas normal. Selulitis sering terjadi pada tungkai, walaupun bisa terdapat pada bagian
lain tubuh, erisipelas biasanya terjadi di daerah muka. Faktor predisposisi yang sering adalah
edema tungkai, dan selulitis banyak didapatkan pada orang tua yang sering mengalami edema
tungkai yang berasal dari jantung, vena, dan limfe. Daerah yang terkena menjadi eritema,
terasa panas dan bengkak, serta terdapat lepuhan-lepuhan dan daerah nekrosis. Pasien
menjadi demam dan merasa tidak enak badan. Bisa terjadi kekauan, dan pada orang tua dapat
terjadi penurunan kesadaran. Keadaan yang sangat parah, di mana terjadi selulitis yang
dalam, yang juga mengenai fascia dan otot, disebut necrotizing fascilitis. Effloresensinya
makula eritematosa, ukurannya mulai dari numular sampai plakat, di atasnya terdapat fistel-
fistel yang mengeluarkan sekret seropurulen, batas tidak tegas dapat disertai dengan rasa
gatal yang meningkat,dan terasa panas pada lesi serta terdapat pembengkakan.2
Dermatitis venenata adalah bagian dari dermatitis kontak iritan (DKI).
Penggolongannya sampai saat ini masih belum jelas. Penyebab DKI adalah iritan kuat,
biasanya karena kecelakaan. Efek dari dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan
yang ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan lepuhan
kulit. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera,
tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin,
antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit
baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bulu serangga yang terbang pada malam hari yaitu dermatitis venenata. Penderita baru
merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi
vesikel atau bahkan nekrosis.
Jika zat penyebab ruam tidak lagi digunakan, biasanya dalam beberapa hari
kemerahan akan menghilang. Lepuhan akan pecah dan mengeluarkan cairan serta
membentuk keropeng lalu mengering. Sisa-sisa sisik, gatal-gatal dan penebalan kulit yang
bersifat sementara, bisa berlangsung selama beberapa hari atau minggu.4
Ektima adalah ulkus superficial atau ulkus dangkal dengan krusta di atasnya,
disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus. Ektima sering terjadi pada anak-anak tetapi
pada dewasa juga dapat terjadi. Ektima sering timbul akibat komplikasi dari penyakit kulit
lain seperti scabies dan eksema. Ektima hamper selalu terjadi di tungkai bawah bagian
anterior atau kaki bagian dorsal. Penyebab ektima adalah streptococcus B hemolyticus,
terkadang juga terdapat stafilokok koagulase positip yang merupakan bakteri sekunder
Ektima biasa timbul pada daerah tropis, dan pada musim panas dan lembab, ektima
juga diduga berhubungan dengan kebersihan yang kurang dan malnutrisi. Ektima mulai
sebagai pustule atau bula yang cepat membesar dan menjadi ulkus, lesi berbentuk bulat atau
oval dengan diameter 1-3 cm, ektima ditutupi krusta tebal berwarna kuning kecoklatan. Jika
krusta diangkat akan terlihat ulkus dangkal dengan dasar kasar dan tepi meninggi. Jika
keadaan umum baik lesi akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 3 minggu dan
meninggalkan jaringan parut.4

Etiologi
Kebanyakan kasus erisipelas disebabkan Streptococcus pyogenes (juga dikenal
sebagai kelompok beta-hemolitik streptokokus A), meskipun non-streptokokus grup A juga
dapat menjadi agen penyebab. Infeksi melibatkan dermis dan limfatik dan merupakan infeksi
subkutan yang lebih superfisial kulit dari selulitis. Non-streptokokus grup A Streptococcus
agalactiae Beta-hemolitik juga termasuk sebagai kelompok B strep atau GBS. Secara historis,
wajah adalah yang paling terkena dampak, saat ini kaki yang paling sering terkena tetapi
badan dan genitalia juga dapat terkena. Ruam disebabkan eksotoksin bukan Streptococcus
tersebut. Bakteri itu sendiri dan ditemukan di daerah di mana tidak ada gejala yang hadir
misalnya infeksi dalam nasofaring, tapi bintik merah itu ditemukan biasanya pada wajah dan
lengan.
Streptococcus pyogenes merupakan bakteri Gram positif, nonmotil, tidak berspora,
membentuk kokus yang berbentuk rantai, berdiameter 0,6 – 1,0 mikrometer dan fakultatif
anaerob. Bakteri ini melakukan metabolisme secara fermentasi. Streptococcus pyogenes
digolongkan ke dalam bakteri hemolitik, sehingga membentuk zona terang bila ditumbuhkan
dalam media agar darah .Bakteri ini umumnya memiliki rentang pH optimal yang cukup
sempit, dimana pertumbuhan optimum sekitar 6,5-7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5
mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan seperti inilah yang menjadi salah satu
penyebab penyakit Erysispelas mewabah.
Infeksi erisipelas dapat masuk kulit melalui trauma minor, gigitan serangga, gigitan
anjing, eksim, sayatan bedah dan bisul, dan sering berasal dari bakteri streptococcus dalam
saluran hidung sendiri subjek. Infeksi setelah goresan kecil atau abrasi menyebar
mengakibatkan toxaemia. Erisipelas tidak mempengaruhi jaringan subkutan. Pada umumnya
tidak mengeluarkan nanah, hanya cairan serum atau serous tetapi pada kondisi yang tidak
diobati dapat seropurulen. Cairan di bawah kulit dapat menyebabkan dokter untuk salah
mendiagnosa sebagai selulitis, tetapi ruam berbatas tegas sedangkan selulitis tidak.6

Epidemiologi
Erisipelas telah dilaporkan lebih sering terjadi pada wanita, tetapi terjadi pada usia
lebih dini pada laki-laki, mungkin karena kegiatan mereka lebih agresif dan cedera kulit yang
dihasilkan. Penelitian lain menunjukkan bahwa faktor predisposisi, bukan jenis kelamin,
memperhitungkan setiap perbedaan pria / wanita dalam insiden. Kasus erisipelas telah
dilaporkan pada semua kelompok umur, tapi itu tidak muncul bahwa bayi, anak-anak, dan
pasien usia lanjut adalah kelompok yang paling sering terkena. Puncak kejadian telah
dilaporkan pada pasien berusia 60-80 tahun, terutama pada pasien yang dianggap berisiko
tinggi dan immunocompromised atau orang-orang dengan masalah drainase limfatik
(misalnya, setelah mastektomi, operasi panggul, by pass grafting). Insiden erisipelas
dilaporkan mengalami penurunan seiring dengan perkembangan antibiotik, perbaikan
sanitasi, dan penurunan virulensi kuman penyebab.7

Patofisiologi
Erisipelas diawali oleh kuman masuk ke lapisan kulit yang dalam melalui luka kecil,
mungkin karena garukan, luka operasi atau sebab lain. Sering tidak didapatkan tempat
masuknya kuman dan Streptococcusnya didapatkan dari tenggorokan, hidup atau mati.
Kepekaan terhadap kuman ini meningkat pada orang malnutrisi, baru menderita infeksi dan
dysgamma globulinaemia. Faktor predisposisi lokal adalah edema karena kelainan ginjal atau
kelainan saluran getah bening, yang terakhir ini penting pada terjadinya erisipelas yang
kumat-kumatan.
Inokulasi bakteri ke area kulit trauma adalah kejadian awal mengembangkan
erisipelas. Dengan demikian, faktor-faktor lokal, seperti insufisiensi vena, stasis ulserasi,
penyakit kulit inflamasi, infeksi dermatofit, gigitan serangga, dan sayatan bedah, telah terlibat
sebagai portal masuk. Sumber bakteri dalam erisipelas wajah sering terjadi pada nasofaring
dan riwayat faringitis streptokokus. Faktor predisposisi lainnya termasuk diabetes,
penyalahgunaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi immunocompromising
lainnya, dan gaya hidup. Lymphedema merupakan faktor risiko yang jelas untuk erisipelas.
Disfungsi limfatik subklinis merupakan faktor risiko untuk erisipelas. Dalam erysipelas,
infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh limfatik. Hal ini dapat
terjadi pada kelenjar getah bening regional yang mengalami pembengkakan dan nyeri.
Imunitas tidak pengaruh terhadap berkembangnya organisme yang masuk dalam tubuh.
Setelah bakteri masuk melalui luka kecil, bakteri tersebut menyebar ke jaringan di
sekitarnya dan kemudian membelah diri dan menghasilkan hyaluronidase yang akan
memecah substansi dasar polisakarida, fibrinolisin mencerna barrier fibrin, lecithinase
menghancurkan membran sel. Jaringan setempat yang rusak akibat trauma biasanya terkena
infeksi bakteri anaerob. Jumlah organisme yang menginfeksi biasanya hanya sedikit, hal ini
menggambarkan selulitis lebih banyak disebabkan oleh reaksi terhadap sitokin dan
superantigen bakteri dibanding oleh karena infeksi yang mengenai jaringan.7

Komplikasi
Bila erisipelas telah terjadi, maka kekambuhan dapat mengikutinya. Tiap kekambuhan
akan merusak saluran limfatik dan menimbulkan pembengkakan dan limfedem. Selanjutnya
kedua hal ini mempermudah episode erisipelas berikutnya. Penyebaran jauh streptokok dapat
menyebabkan meningitis, pleuritis, peritonitis dan sebagainya. Komplikasi erisipelas yang
penting adalah Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok. Erisipelas yang berulang-ulang
sering menimbulkan pembengkakan sisa yaitu elefantiasis di daerah yang terkena. Bila tidak
diobati atau diobati tetapi dosis tidak adekuat, maka kuman penyebab erisipelas akan
menyebar melalui aliran limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemia dan infeksi ke
organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi
supuratif dan non supuratif.3
Penatalaksaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara medikamentosa dan non
medikamentosa. Secara nonmedikamentosa yaitu harus menjaga kebersihan tubuh , menjaga
kebersihan lingkungan, mengatasi faktor predisposisi, istirahat, serta diusahakan agar bagian
tubuh yang terserang lebih ditinggikan dibanding letak jantung.4
Secara medikamentosa, pada erisipelas, drug of choice adalah penicilin, jika
menderita alergi terhadap penicilin bisa diganti dengan eritromicin. Untuk erisipelas yang
ringan biasanya dapat diatasi dengan Penisilin V per oral 0,6-1,5 mega unit selama 5-10 hari,
sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari, atau eritromisin. Erisipelas yang lebih luas dan pernah
membutuhkan hospitalisasi dan antibiotik intravena. Pemberian jangka panjang per oral
penisilin atau eritromisin dapat dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Jika terdapat edema
diberikan diuretika. Selain itu, untuk obat topikal, dapat dikompres dengan larutan antiseptik
dan diberikan salep atau krim antibiotika misalnya misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin,
Garamycin, Gentamycin.3

Prognosis
Prognosis umumnya baik, akan tetapi apabila sudah terjadi komplikasi dapat
mengancam jiwa. Sebagian besar kasus sembuh dengan penggunaan antibiotik tanpa gejala
sisa. Butuh beberapa minggu untuk kembali sembuh dan normal. Akan tetapi rekurensi
dilaporkan terjadi sampai 20% pada pasien dengan faktor predisposisi.

Kesimpulan
Erysipelas merupakan suatu infeksi kulit akut dan saluran limfa yang di sebabkan oleh
bakteri Streptokokkus pyogenes. Erysipelas merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan
kulit berbercak merah, berbatas tegas, melepuh, kadang berair, adakalanya bernanah dan
membentuk area erosi cukup luas pada permukaan kulit. Erysipelas biasanya bermula dari
luka kecil. Sekitar 85 % terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di
tangan, perut dan leher serta tempat lainnya. Cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari
penyakit tersebut, adalah dengan menghindari faktor pemicu penyakit yaitu luka pada kulit
dan menjaga kebersihan diri serta lingkungan kita.
Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed 5. Vol.1.
Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal 25-7.
2. Burns T, Graham R. Lecture notes on Dermatologi. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 19-20.
3. Amirudin MD. Diunduh dari: http://www.unhas.ac.id/lkpp/kedok/dali%20-
%20tdk.pdf, diakses 20 April 2014
4. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.60-1.
5. Sachdeva MP, Tomecki KJ. Clinical infectious disease: Erycipelas and cellulitis.
Cambrigde University Press; 2008.h.151
6. Thomas J, Kumar P. Clinical pediatric dermatology. New Delhi: Jaypee; 2013.h.35
7. Davis L. Erysipelas Clinical Presentation. Diunduh dari:
http://www.http://emedicine.medscape.com, diakses 20 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai