Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

Subluksatio Lensa OS dan Glaukoma sekunder OS

Dokter Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni, Sp. M

Disusun oleh:
Christy Rattekanan 11.2016.060

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


RSUD Ciawi
Periode 14 Agustus - 16 september 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

1
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

Nama : Christy Rattekanan Tanda Tangan


NIM : 112016060

Dr. Pembimbing : dr. Nanda Lessi Hafni, Sp. M

I. IDENTITAS
Nama : Tn. HS
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : pensiunan
Alamat : Rancamaya
Tanggal Pemeriksaan : 4 September 2017
Pemeriksa : Christy Rattekanan

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 4 September 2017 di Poliklinik RSUD Ciawi.

Keluhan Utama:
Mata kiri buram sejak 3 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Mata kiri buram sejak 3 minggu yang lalu. Buram dirasakan tiba-tiba saat pasien
sedang duduk dan cepat memberat. Pasien tidak merasakan gejala lain seperti mata perih,
merah, gatel berair dan lainnya. Pasien mengatakan penglihatannya seperti melihat
pelangi. Mata kanan pasien tidak ada keluhan. Riwayat trauma sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis sebelumnya. riwayat darah tinggi,
asma, dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis,
asma, dan gejala yang serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
2
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 64x/menit
Kepala/Leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Toraks, Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Ophtalmologi

3
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 20/30 PH(-) 1/300 PH(-)
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik 4
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
kiri buram sejak 3 minggu yang lalu. Buram di mata kiri dirasakan tiba-tiba dan
mendadak. Pada pemeriksaan visus mata kanan didapatkan 20/30 dengan pinhole tidak
maju dan visus mata kiri 1/300 dengan pinhole tidak maju. Pada pemeriksaan segmen
anterior didapatkan arcus senilis, lensa keruh, dan pada mata kiri didapatkan bilik mata
depan dangkal. Pada pemeriksaan funduskopi mata kiri sulit dinilai sedangkan mata
kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan tonometri Schiotz didapatkan mata kiri
40,1.

OD OS
Visus 20/30 ph (-) 1/300 ph (-)
TIO Normal per Palpasi Normal per Palpasi
Cts Tenang Tenang
Cti Tenang Tenang
C Arkus senilis (+) Arkus senilis (+)
CoA Cukup Dangkal
P Bulat, 3mm, RC + Bulat , 5mm, RC +
I Sinekia - Sinekia -
L Keruh, shadow test (-) Keruh
F Ratio A:V = 2 : 3 Sulit dinilai
C/D Ratio = 0,3

VI. DIAGNOSIS KERJA


Subluksatio lensa OS + glaukoma sekunder OS
VII.DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma

VIII. PENATALAKSANAAN

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Fungsionam Malam Malam
Ad Sanationam Bonam Bonam

5
TINJAUAN PUSTAKA
Subluksatio Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula
Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastik.
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di
lensa.
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi
lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning

6
retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis.
Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan
menebal.
Dislokasi lensa adalah keadaan dimana lensa kristalina bergeser atau berubah
posisinya dari kedudukan normalnya akibat rupturnya zonula zinii sebagai pemegangnya

Dislokasi Lensa
Trauma tumpul pada lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada
putusnya zonulla zin yang akan menyebabkan kedudukan lensa menjadi terganggu.1
Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian Zonulla Zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
Zonulla Zinn yang rapuh (Sindrom Marphan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada Zonulla
tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih
miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung akan mendorong iris ke depan sehingga
sudut bilik mata depan tertutup. Bila sudut mata menjadi sempit pada mata akan mudah
terjadi glaucoma sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaucoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik
mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit, subluksasi lensa seperti
glaucoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kacamata
koreksi yang sesuai.1,2

Luksasi Lensa Anterior


Bila seluruh Zonulla Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke
dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan
terjadi gangguan penglihatan keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul galukoma
kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan penglihatan menurun mendadak disertai dengan rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan bleforospasme. Terdapat injeksi siliar yang
berat, edema kornea, lensa di bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil
yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk
dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan
tekanan bola matanya.1,2
Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya Zonulla Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapangan pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atu afakia.

7
Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptropi untuk jauh, bilik mata depan
dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi telah
menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.1,2
Gejala

1. Dislokasi parsial yang asimptomatik


2. Miopia atau astigmat
3. Penurunan penglihatan, diplopia monokular dan iridodonesis (iris tremulans).3

Pemeriksaan
Pemeriksaan oftalmologikus yang penting untuk ektopia lentis adalah:

1. Pemeriksaan Visus
Ektopia lentis berpotensi melemahkan visus. Ketajaman visus bervariasi dengan tingkat
malposisi lensa. Ambliopia adalah penyebab umum dari visus menurun pada ektopia
lentis bawaan dan dapat dicegah dan diobati.4

2 .Pemeriksaan Okular Eksternal


Perhatian terhadap anatomi orbital adalah penting untuk mengevaluasi kelainan herediter
(misalnya, enophthalmos dengan penampilan miopati wajah terlihat pada pasien dengan
sindrom Marfan). Ukur diameter kornea (megalokornea dikaitkan dengan sindrom
Marfan).
3. Pemeriksaan senter / slit lamp
Pada pemeriksaan dengan senter / slit lamp akan terlihat pada bagian zonula Zinni yang
terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian zonula Zinni yang
utuh terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan mencembung pada bagian
ini. Perubahan akibat subluksasi akan memberikan penyulit glaukona atau penutupan
pupil oleh lensa cembung.11

4. Retinoskopi dan refraksi


Retinoskopi dengan hati-hati dan refraksi adalah penting, sering menemukan miopia
dengan silindris. Keratometri dapat membantu memastikan tingkat astigmat kornea.5

Penyakit yang berkaitan dengan dislokasi lensa


1. Sindrom Marfan
Sindrom Marfan merupakan penyakit sistemik paling sering dikaitkan dengan ektopia
lentis. Sindrom ini ditranmisikan sebagai sifat dominan autosomal dengan ekspresi
variabel dan memiliki prevalensi sekitar 5 per 100.000 pasien Sindrom Marfan. Mutasi
poin yang melibatkan gen pada kromosom 15 fibrillin dan 21 telah dijelaskan dan
mungkin berhubungan dengan serat kompeten zonular. Gejala yang menonjol dari
sindrom Marfan termasuk perawakannya tinggi, arachnodactyly, kelemahan sendi,
8
prolaps katup mitral, dilatasi aorta, miopia aksial, dan peningkatan kejadian ablasio
retina. Dislokasi lensa terjadi pada sekitar 75% pasien dengan sindrom Marfan dan
biasanya bilateral, simetris, dan supertemporal.

Gambar 10 Dislokasi lensa supratemporal dengan serat zonular terpasang pada mata kanan
seorang pasien dengan sindrom Marfan.

2. Homocystinuria
Homocystinuria adalah penyebab paling umum kedua yang menyebabkan ektopia lentis
herediter. Homocystinuria terjadi dalam 1 per 100,000 orang. Homocystinuria merupakan
defek metabolisme bawaan yang paling sering disebabkan oleh tidak adanya enzim
cystathionine b-synthetase (enzim yang mengubah homosistein untuk cystathionine).
Pasien biasanya memiliki kulit yang cerah dengan rambut kasar, osteoporosis, retardasi
mental (hampir 50% pasien), gangguan kejang, marfanoid habitus, dan sirkulasi yang
buruk. Fenomena Thromboembolic merupakan ancaman utama bagi kelangsungan hidup,
terutama setelah anestesi umum. Luxation lensa biasanya bilateral, simetris, dan
inferonasal, dan wujud di hampir 90% dari pasien. Integritas kerusakan zonular sekunder
karena tidak adanya enzim sebagai penyebab utama dari perpindahan lensa. Diagnosis
ditegakan dengan deteksi disulfida dan homosistein dalam urin pasien.5

9
Gambar 11 Menunjukan pasien Homosystinuria dengan dislokasi lensa ke anterior

3. Sindrom Weill-Marchesani
Sindrom Weil-Marchesani adalah sindrom langka yang ditandai dengan kelainan tulang
(misalnya, perawakan pendek, brachycephaly, mobilitas sendi yang terbatas, penampilan
otot berkembang dengan baik) dan kelainan okular (misalnya, ectopia lentis,
microspherophakia, lenticular miopia). Pola pewarisan belum dipahami dengan baik.
Microspherophakia adalah fitur yang paling menonjol dari sindrom ini. Insiden tinggi
subluksasi lensa terjadi inferior, sering berkembang untuk menyelesaikan dislokasi.
Glaukoma pupil adalah umum, oleh karena itu iridotomies sinar laser profilaksis perifer
dianjurkan.5

Gambar 12 Menunjukkan Microspherophakia dan dislokasi lensa rendah pada pasien dengan
sindrom Weil-Marchesani.

Penatalaksanaan

10
1.Koreksi Optik
Koreksi optik dari kesalahan refraksi yang disebabkan oleh dislokasi lensa seringkali
sulit. Tergantung pada sejauh mana dislokasi, pasien dapat melihat lebih baik dengan
koreksi miopia dengan astigmatik tau koreksi aphakic. Dengan subluksasi sangat ringan,
pasien hanya mungkin miopia dan setelah dikoreksi visus mungkin baik. Dan jika ada
pasien glaukoma penyulit harus diatasi dahulu.5

2. Lensektomi
Lensektomi adalah proses koreksi penglihatan untuk orang penderita ektopia lentis, yaitu
dalam prosedurnya lensa mata akan dihapus dan diganti dengan lensa buatan khusus
denga kemampuan fokus yang jelas. Hal ini digunakan untuk koreksi yang sangat tinggi,
atau ketika operasi laser tidak dianjurkan. Setiap mata dikoreksi pada hari bedah yang
berbeda.15

3. Implantasi Lensa Phakic


Lensa yang digunakan untuk refraksi adalah Lensa Phakic.
Adapun metode implantasi Lensa Phakic yaitumemasukkan lensa tambahan ke mata,
baik di depan iris mata atau hanya di belakangnya. Lensa intraokular Phakic terbuat dari
bahan lembut, lentur, mirip dengan bahan yang digunakan untuk membuat lensa kontak
lunak.15

Komplikasi
1. Glaukoma Sekunder
2. Uveitis Posterior
3. Kebutaan

Prognosis
Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang terkait sekunder,
prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien yang memiliki trauma
terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang lebih mengancam jiwa lainnya
(tergantung pada beratnya trauma).

Daftar Pustaka
1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco:
MD Association, 2012
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2003.
3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta:
2005.
4. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2002.

11
5. Parrish RK II. Anatomy, physiology, and pathology of the crystalline lens. In: Bascom
Palmer Eye Institute's Atlas of Ophthalmology. 1999:241.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DEFINISI
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu
manifestasi dari penyakit mata lain.1
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau
faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik
atau kimia.2

FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS


Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada

12
plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan
glukosa yang lebih rendah.1
Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolik aktif yang
bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase) dan 20% oleh
proses pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.4
Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara permukaan
posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik anterior
melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur
non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea
perifer, melewati trabekular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar
30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke
pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur uveosklera, HA
mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi
pada vena.3
Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di dalam
mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga berguna
untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya
cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekanan intra okular. Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola
mata dalam batas normal (10-24 mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan
keluar melalui sistem drainase mikroskopik.6

PATOFISIOLOGI GLAUKOMA
Glaukoma Sudut Tertutup
Tekanan intra okular normal rata-rata 15 mmHg pada orang dewasa lebih tinggi
secara signifikan daripada tekanan rata-rata jaringan pada hamper setiap organ lain di dalam
tubuh. Tekanan tinggi ini penting untuk pencitraan optikal dan membantu untuk memastikan:2
Keteraturan kurvatura dari permukaan kornea
Ketetapan jarak antara kornea, lensa, dan retina
Ketetapan kesejajaran dari fotoreseptor dari retina dan epitel berpigmen pada membran
Bruch, yang dalam keadaan normal bertautan dan rata.
Humor aqueous dibentuk oleh prosesus siliaris dan disekresi ke dalam bilik posterior.
Kecepatannya rata-rata 2-6 L/menit dan volume total HA pada bilik anterior dan posterior
rata-rata 0,2-0,4 mL, sekitar 1-2% HA diganti setiap menit.2
Humor aqueous melewati pupil ke bilik anterior. Selama permukaan posterior iris
cenderung ke arah permukaan anterior lensa, HA tidak dapat melawan resistensi pupil
(resistensi fisiologis pertama) sampai tekanannya cukup adekuat untuk mengngkat iris dari
permukaan lensa. Aliran HA dari bilik posterior ke bilik anterior tidak secara kontinu tetapi
secara pulsatil.2
Peningkatan resistensi dari aliran keluar pupil (pupillary block) mangakibatkan
peningkatan tekanan pada bilik posterior; iris menggembung ke arah anterior pada
pangkalnya dan menekan trabekular meshwork. Hal ini merupakan pathogenesis dari
glaukoma sudut tertutup primer.2

13
Patogenesis glaukoma sudut tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut tertutup
primer. Peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh obstruksi dari trabekular meshwork.
Namun, konfigurasi primer dari bilik anterior bukan marupakan faktor yang harus ada.2

Glaukoma Sudut Terbuka


Faktor-faktor yang bervariasi dapat meningkatkan aliran keluar pupil. Humor aqueous
mengalir keluar dari sudut bilik anterior melalui dua jalur: 2
Trabekular meshwork menerima sekitar 85% dari aliran keluar HA, yang kemudian
mengalir ke dalam kanalis Schlemm. Dari sini, HA dialirkan oleh 20-30 saluran kolektor
radial ke dalam vena episklera.
Sistem vaskular uveosklera menerima sekitar 15% dari aliran HA, yang dihubungkan pada
pembuluh vena.
Trabekular meshwork merupakan resistensi fisiologis kedua. Trabekular meshwork adalah
anyaman longgar seperti jaringan avaskular yang terletak di antara scleral spur dan
Schwalbes line. Jika terjadi peningkatan resistensi pada tempat ini, akan terjadi glaukoma
sudut terbuka.2
Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, hubungan anatomis antara pangkal iris, trabekular
meshwork, dan kornea perifer tidak terganggu. Namun, terjadi kongesti pada trabekular
meshwork serta peningkatan resistensi drainase HA.2
Gambar 2.3. Tipe-Tipe Glaukoma 2

GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik mata
depan terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran
keluar aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenbergs spindle) disertai defek
transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan
zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen dari
permukaan belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini
paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik
mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.1
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa: 4
Krukenbergs spindle pada endotel kornea.
Nyeri.
Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orang-orang ini
harus dianggap sebagai tersangka glaukoma. Hingga 10% dari mereka akan mengalami
glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma pigmentasi). Pernah dilaporkan
beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk
sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom 7.1
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu
mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas apakah keduanya
memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan glaukoma.

14
(Karena pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi miotik kurang dapat
ditoleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari, lebih disukai pada
malam hari).1
Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecenderungannya mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular secara
bermakna terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil dan glaukoma pigmentasi akan
berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi biasanya timbul
pada usia muda; ini meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase
glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada
keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase.7

Glaukoma Akibat Kelainan Lensa


a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke
dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.1
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya dibiarkan
dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.8
b. Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-
perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian
dapat melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta
menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis.1

Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan.
Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan
tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut.
Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.1

Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis


a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare yang
meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-
sel radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat
dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis).

15
Salah satu penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah
penggunaan steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi
trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut;
semua kelainan tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae
akibat sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup
akut. Sindrom-sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah
seklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes
zoster dan herpes simpleks.1
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi glaukoma
sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan
menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya
tindakan bedah, sering diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat
ireversibel.9
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis intensif,
tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah. Setiap
uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan
midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.1
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran corpus ciliare
ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke sudut pigmen,
dan neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.1
c. Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah
vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.1

Glaukoma Akibat Trauma


Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat
anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan
dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi,
yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan kedua.1
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul akibat kerusakan
langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma mungkin
menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih dalam
daripada mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis
biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah.6
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan
hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah
cedera baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang
ireversibel.1

16
Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis glaukoma
yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan
riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan TIO pada
para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya
menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila
keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak
diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol TIO. Terapi steroid
sistemik jarang menyebabkan peningkatan TIO. Pasien yang mendapatkan terapi steroid
topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi secara periodik,
terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.1

DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa
gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5
Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-
kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di
daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.5
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan
oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain adalah
haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu.
Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus lensa.
Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu membaca dekat
dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan
keadaan glaukoma.5
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini
terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit kepala.
Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat,
sering disertai mual muntah.8
Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-operasi
mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit sistemik seperti
kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.5

Pemeriksaan Fisik
Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata
penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari
telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita. Kedua
telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan bola mata
dapat dinilai.

Pemeriksaan Penunjang

17
a. Biomikroskopi
Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen anterior,
baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin menyebabkan
glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu, seperti posisi,
kedudukan dan gerakan bola mata.5
Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi siliar, pelebaran
pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik presipitat, sinekia iris,
atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan katarak
glaucomatous.1

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah
Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru
dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi
penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah,
bagian temporal biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam
keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.5

c. Tonometri
1) Pengukuran tanpa alat
Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini memberikan
hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak teliti, cara palpasi
ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan dengan alat tidak dapat
dilakukan, misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi kornea.5
Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 5
- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.
- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima
orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
o TIO ( palpasi) : N ( Normal )
o Bila tinggi : N +
o Bila rendah : N

2) Pengukuran dengan alat


Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik mata depan
yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui kornea dengan
alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer Schiotz,
tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held,
tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.5
Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka tonometer indentasi
Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama oleh karena

18
praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak dipengaruhi
kekakuan dinding bola mata.5

d. Funduskopi
Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk: 5
- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.
- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.
- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri
Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada
glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional
pada penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.

f. Genioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan, tempat dilalui
cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat
ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.5

g. Tonografi
Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan
tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel
Fridenwald dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.5

h. Tes Provokasi
Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.5
1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka
o Tes minum air:5
- Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan intraokularnya
diukur.
- Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10 menit.
- Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
- Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
o Tes minum air diikuti tonografi. 5
2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup
o Tes midriasis: 5
- Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.
- Tonografi setelah midriasis.
o Tes posisi Prone: 5
- Penderita dalam posisi prone selama 30 40 menit.
- Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.

PENATALAKSANAAN

19
Medikamentosa
a. Supresi pembentukan humor aqueous
1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain.
Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. 1

2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang menurunkan pembentukan


humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.1

3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak


digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan metazolamid. Digunakan
untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini
mampu menekan pembentukan HA sebesar 40-60%. 7

b. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.


1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan
beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah
obat kolinergik alternatif.1
2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling
lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat ini juga
menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.1
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humor akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf
optikus.1
4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.5

c. Penurunan volume korpus vitreum.


1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus atau
koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).1

20
2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur dengan sari
lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap
diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.1

d. Miotik, midriatik, dan sikloplegik


Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat
digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.8

Pembedahan
a. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang
digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.1
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk
glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari.
Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan
tindakan bedah glaukoma.1
c. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau
orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah
suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya
terjadi sumbatan drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.1
d. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan
tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir
terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di
sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.1

PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang sampai akhirnya
menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan tekanan intra okular pada

21
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Bila
proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis.9

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta. 2010.
2. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme. Stuttgart-New
York. 2006.
3. Setiawan, A. Glukoma. Available at: http://fkuii.org . Accesed on August, 2008.
4. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid
Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.
5. Supiandi, S. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma. FKUI. Jakarta. 1986.
6. Sidarta, I. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi ke-2. FKUI. Jakarta. 2001.
7. Lee, D. A. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology. Stuggart. NewYork. 1999.
8. Boyd, B. F., Luntz, M. Innovations In The Glaucomas Etiology, Diagnosis, and
Management. Highlights of Ophthalmology International. 2002.
9. James, B., Benjamin, L. Ophthalmology Investigation and Examination Techniques.
Butterworth Heinemann Elsevier. United Kingdom.

22

Anda mungkin juga menyukai