Oleh:
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................
2.1.1. Definisi.........................................................................
2.1.2. Epidemiologi.................................................................
2.1.4. Patofisiologi..................................................................
ii
2.1.5. Diagnosis......................................................................
2.1.7. Penatalaksanaan............................................................
2.2 Stres.......................................................................................
2.3 Kelelahan................................................................................
iii
3.2.4 Kriteria Inklusi............................................................
3.5.1 Instrumen.....................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Headache Society......................................................................
Headache...................................................................................
Headache...................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
meskipun mendapat perhatian luas baik dalam literatur ilmiah dan media populer,
masih kurang dipahami. The Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk
yang harus diperhatikan. Berdasarkan studi GBD pada tahun 2016, sekitar 3
miliar orang di dunia mengalami nyeri kepala primer (migrain atau tension-type
headache [TTH]). Studi ini juga melaporkan bahwa lebih banyak individu yang
(dibandingkan 1,04 milyar migrain). Klasifikasi nyeri kepala secara umum, yaitu
nyeri kepala primer dan sekunder. Nyeri kepala primer terdiri dari migrain, TTH,
dan nyeri kepala trigeminal neuralgia. Nyeri kepala sekunder terdiri dari kondisi
Nyeri kepala hampir dialami sekitar 90% orang dewasa muda selama
hidupnya, dan sekitar 75% anak-anak mengeluhkan nyeri kepala sejak usia 15
tahun. Studi dengan populasi besar, risiko relatif migrain, TTH, atau nyeri kepala
kluster adalah empat kali lipat pada keluarga tingkat pertama dengan tipe nyeri
yang serupa. Studi pada pasien kembar, khususnya kembar identik juga
pada temuan klinis. Jika riwayat nyeri kepala tipikal dan pemeriksaan neurologis
1
2
pada berbagai usia, nyerinya sering kali dideskripsikan sebagai sensasi tekanan
atau sekeliling kepala seperti terikat kuat. Nyeri kepala tipe ini tidak digambarkan
oleh aktivitas fisik rutin, bersifat hilang timbul sepanjang hari atau dapat menetap
selama beberapa hari, minggu, bahkan tahun, dan jarang berkaitan dengan
melaporkan prevalensi TTH adalah 62,6% dan TTH kronik 3,3%. Prevalensin
dijumpai sebesar 38,3% di Amerika dan jumlah lebih besar dijumpai di Denmark,
tahun sebesar 5,1%.5 Studi dari empat negara, yaitu Korea, Kanada, Jerman, dan
prevalensi pada Pulau Sumatera adalah 25.000 hingga <27.000 per 100.000
populasi.7 Pada umumnya lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria,
terlepas dari usia, ras, dan tingkat pendidikan. Usia rerata onset adalah 25-30
bekerja, dan tidur beberapa jam per malam dilaporkan sebagai faktor risiko
3
fase tidur level 4 dan peningkatan nyeri yang dipicu oleh tidur yang buruk. 1
dengan lelah berisiko lima kali lipat (0=0,013, OR 5,20). Kelelahan memicu
nyeri miofasial dan ketegangan pada otot perikranial sebagai penyebab TTH.
skor 23,6 ± 4,2 (nilai Fatigue Assessment Scale (FAS) ≥ 22). Sebanyak 69,4%
berdasarkan jadwal dan rotasi jaga; residen yang berjaga siang hari (day shift)
4
mempunyai efektvitas 90,3% dengan gangguan saat bekerja 0%; residen yang
berjaga di rotasi bagian trauma atau gawat darurat (trauma shift) mempunyai
efektivitas 82,0%, dengan gangguan saat bekerja 7,5%; residen yang berjaga di
malam hari (night shift) mempunyai efektivitas 60,0% dengan gangguan saat
bekerja 50% dan residen on-call selama 3 hari (prework hour Q3) setelah bekerja
23% (p<0,001). Hal ini menunjukkan bahwa kelelahan pada residen tidak hanya
dipengaruhi oleh waktu bekerja, namun juga kuantitas tidur, kualitas tidur dan
irama sirkardian.12
yang diterima yang dapat berefek positif atau negatif. Mahasiswa Fakultas
akademik yang berisiko menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya TTH. 13
bahwa sebagian besar mahasiswa (48,4%) mengalami stres sedang dengan sumber
stressor terbanyak terkait stres akademik (51,6%). Selain menilai tingkat stres,
MSSQ juga menjabarkan stresor pada mahasiswa kedokteran yang terdiri dari
terkait hubungan sosial, stresor terkait keinginan dan pengendalian, serta stresor
memenuhi kriteria kelelahan emosional dan tingkat stres sedang. Kelelahan, stres,
menjadi kurang terhubung secara sosial dialami residen dalam waktu 6 (enam)
menunjukkan bahwa sebagian besar residen mengalami stres tingkat sedang dan
tinggi, dimana residen tingkat junior lebih cenderung mengalami stres lebih
hubungan antara tingkat kelelahan dan stres terhadap nyeri kepala tension-type
Utara.
penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara tingkat kelelahan dan stres
kelelahan dan stres terhadap nyeri kepala tension-type headache pada residen
semester 1.
6
residen semester 1.
semester 1.
1.4. Hipotesis
menilai hubungan antara tingkat kelelahan dan stres terhadap nyeri kepala
tension-type headache.
antara tingkat kelelahan dan stres terhadap nyeri kepala tension-type headache
tersebut.
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
primer dan sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang
kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang berkembang sebagai akibat dari
holokranial yang bersifat ringan atau sedang tanpa disertai mual atau muntah.
Nyeri kepala ini tidak disertai dengan gejala otonom. Namun dalam bentuk
kronis, hanya salah satu dari fotofobia dan fonofobia atau mual ringan yang dapat
8
9
2.1.2 Epidemiologi
sering ditemui dengan prevalensi 30-78% di seluruh dunia.1 Dua puluh empat
hingga 37% kasus mengalami beberapa kali dalam satu bulan, 10% mengalaminya
mingguan, dan 2-3% populasi mengalami TTH kronis. Prevalensi dalam satu
tahun adalah 14 hingga 93 per 100.000 individu untuk TTH episodik dan 8,1 per
100.000 untuk TTH kronis. Pada umumnya lebih sering dijumpai pada wanita dari
pada pria, terlepas dari usia, ras, dan tingkat pendidikan. Rasio pada wanita dan
pria adalah 5:4, tidak seperti pada migrain, hanya dijumpai sedikit lebih banyak
pada wanita dari pada pria. Usia rerata onset lebih tinggi dibandingkan migrain,
(TTH) dijumpai lebih sering di negara Barat dan jarang di Asia, lebih sering
bekerja, dan tidur beberapa jam per malam dilaporkan sebagai faktor risiko
dengan TTH disertai dua atau lebih faktor psikiatri (seperti depresi dan ansietas)
eksaserbasi lewat komorbid seperti insomnia dan sindroma nyeri miofasial yang
melalui gangguan fase tidur level 4 dan peningkatan nyeri yang dipicu oleh tidur
yang buruk. Tension-type headache (TTH) juga berkaitan dengan sindroma nyeri
miofasial yang dikarakteristikkan dengan nyeri regional dan titik pencetus kranial,
temporo-mandibular.1
frekuen dan kronis.18 Dalam suatu studi, heritabilitas TTH adalah sebesar 19%
pada penderita migrain, tetapi 48% pada kembar pria, dan 44% pada kembar
wanita yang menderita migrain. Perbedaan rasio TTH episodik pada kembar
monozigot dan kembar dizigotik dengan jenis kelamin yang sama adalah 5% dan
10%. Suatu studi melaporkan bahwa dijumpai peningkatan risiko TTH kronis
sebesar tiga kali pada keluarga tingkat pertama pasien dengan TTH kronis.19
2.1.4. Patofisiologi
pembuluh darah, mukosa, otot, dan jaringan. Jaringan ikat dari sumber ini bersatu
nukleus sensorik primer dari nervus kranialis V dan nukleus spinalnya, yang
memiliki beberapa subnukleus kecil, yang paling penting dari semuanya adalah
ke talamus lateral dan medial melalui traktus spinotalamik dan menuju diensefalik
serta area batang otak yang terlibat dalam regulasi fungsi otonom. Informasi
secara jelas. Tension-type headache (TTH) merupakan bentuk nyeri kepala yang
menipu, ditandai dengan karakteristik klinis yang mirip nyeri muskular, namun
psikiatri.1,3
pencetus merupakan area spesifik, biasanya pada tingkat otot skeletal, yang ketika
ditekan dapat menimbulkan rasa sakit dan memicu rasa sakit di daerah tertentu.
Otot-otot perikranial merupakan titik yang diduga terlibat untuk TTH. Kontraksi
otot perikranial yang berlebihan dapat menimbulkan iskemia dan pengeluaran zat
berbahaya, seperti substansi P, yang akan memicu rasa sakit lebih lanjut. Seiring
berjalannya waktu, titik pencetus ini menjadi laten, yang berarti rasa sakit timbul
dengan palpasi, atau aktif, yang menyembabkan nyeri konstan. Studi osteopatik
menetapkan bahwa ikatan kuat pada suboksipital dan otot-otot leher bagian atas
nyeri.20
akan memperburuk atau menyebabkan nyeri kepala. TTH dapat timbul akibat
distimulasi oleh molekul orexin, jaras nosisepsi dalam nukleus trigeminal kaudalis
nyeri kepala.20
13
Hambatan pada NO dinilai efektif sebagai tatalaksana pada TTH kronik. Namun
hipotesis ini masih membutuhkan investigasi lebih lanjut. 20 Di sisi lain, terlihat
jelas bahwa TTH episodik dan kronis tidak memiliki proses nyeri yang serupa.
Ketika TTH kronis tampak berkaitan dengan proses nyeri sentral, TTH episodik
justru berkaitan dengan peningkatan persepsi nyeri perifer dan peningkatan tonus
Sensitisasi jaras nyeri pada sistem saraf pusat akibat pemanjangan stimulus
nosiseptif dari jaringan miofasial perikranial tampak terlibat dalam konversi TTH
episodik menjadi kronis. Pada TTH kronis, penurunan signifikan grey matter
dalam proses nyeri telah dilaporkan.3 Ambang toleransi nyeri dengan stimulus
rendah dilaporkan pada jari pasien dengan TTH kronis dibandingkan kelompok
kontrol, hal ini memberi kesan alodinia dan hiperalgesia pada pasien dengan TTH
kronis.4 TTH episodik dapat berevolusi menjadi TTH kronis melalui mekanisme
berikut:21
dura.
14
order neurons.
c. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-
(jelaskan referensinya)
menyebabkan nyeri dan meningkatkan persepsi nyeri. Stres pada pasien TTH
memegang peran dalam patofisiologi TTH. Sitokin lainnya, IL-1β dan IL-18, juga
ditemui meningkat pada TTH kronis. Rangsangan sistem saraf pusat dari input
perubahan TTH episodik menjadi kronis. Oksida nitrat juga dinilai berperan
2.1.5. Diagnosis
rekaman jurnal nyeri kepala yang dilakukan selama minimal empat minggu.3
berlangsung antara 30 menit hingga 7 hari, serta dua karakteristik berikut: nyeri
kepala bilateral, kualitas seperti tertekan atau berdenyut, intensitas ringan atau
berlangsung kurang dari 1 hari per bulan adalah TTH episodik infrekuen, satu
hingga 14 hari dalam satu bulan disebut episodik frekuen, dan 15 hari atau lebih
per bulan selama lebih dari 3 bulan disebut TTH kronis. 1 Pada anamnesis pasien
1. Usia: giant cell arteritis, kondisi yang menyerupai TTH dan penyebab
2. Kronisitas nyeri
4. Gejala yang berkaitan: dapat berupa gejala visual dan fatig kronis.
up.
posisi tiba-tiba.
9. Perjalanan penyakit
14. Efek dari nyeri kepala: contoh gangguan pada aktivitas sekolah dan
kerja
Tension-type headache (TTH) kronis dapat berkaitan dengan sensasi nyeri otot-
Skrining rutin OSA dapat dilakukan secara rutin pada pasien dengan nyeri kepala
dijumpai nyeri otot pada leher dan temporal. Namun, pemeriksaan fisik tetap
bersin.
didalamnya termasuk skala numerik intensitas nyeri, frekuensi dan durasi nyeri,
dan faktor yang dapat memicu nyeri kepala, seperti tidur, tingkat stres, dan
penggunaan obat. Pendekatan terbaik untuk menilai TTH adalah kombinasi jurnal
Tabel 2.1. Kriteria diagnostik TTH berdasarkan klasifikasi International Headache Society.3
1. TTH episodik infrekuen
a. Minimal 10 episode nyeri dalam kurang dari satu hari per bulan (<12 hari
pertahun) dan memenuhi kriteria b-d
b. Nyeri kepala yang berlangsung dalam 30 menit hingga 7 hari
c. Minimal dua dari empat karakteristik berikut:
Lokasi bilateral
19
3. TTH kronis
Kriteria poin nomor 1, kecuali:
Nyeri kepala berlangsung ≧15 hari per bulan selama >3 bulan (≧180 hari
per tahun), memenuhi kriteria b-d.
Menetap selama beberapa jam hingga beberapa hari, atau tidak henti-
hentinya
Kedua kriteria berikut:
- Tidak lebih dari satu fotofobia, fonofobia, atau mual ringan
- Tanpa mual atau muntah derajat sedang atau berat
onset baru atau memburuk secara progresif, CT atau MRI otak dapat membantu
kontraksi pada servikal dan otot kepala.4 Prosedur diagnosis, seperti pencitraan
otak dibutuhkan jika nyeri kepala sekunder dicurigai, penyebab serangan nyeri
20
neurologis persisten.4
kontinyu, nyeri kepala persisten harian dan nyeri kepala akibat tumor otak,
Diagnosis yang salah dapat menyebabkan terapi yang tidak logis dan kontrol yang
buruk terhadap gejala nyeri kepala pasien. Masalah diagnostik yang paling relevan
TTH, namun malformasi ini dapat diidentifikasi dengan mudah melalui gambaran
TTH.9
2.1.6 Penatalaksanaan
21
serangan Tension Type Headache episodik dan kronik. Pada pasien dengan
stres, ansietas dan depresi sehingga analgesik sederhana umumnya tidak efektif
akut tidak boleh diberikan lebih dari 14 hari dalam sebulan. Pemberian kombinasi
golongan triptan / analgesik lebih dari 9 hari dalam sebulan juga tidak
cerna.
kasus emergensi.
Triptan telah dilaporkan sebagai terapi efektif untuk nyeri kepala interval
seperti pada pasien migran, namun Triptan diketahui tidak mempunyai efek
relevan pada kondisi Tension Type Headache. Pelemas otot (Muscle relaxant) dan
Tabel 2.3. Rekomendasi terapi farmakologi fase akut tension type headache22
Substansi Dosis harian Rekomendasi
Ibuprofen 200-800mg A
Ketoprofen 25mg A
Aspirin 500-1000mg A
Naproxen 375-550mg A
Diklofenak 12,5-100mg A
Paracetamol 1000mg (oral) A
Kombinasi Kafein 65-200mg B
Pada kondisi Tension Type Headache kronis, farmakoterapi profilaksis
Amiptriptilin. Dosis 10-25 mg tiga kali sehari pada 1-2 jam sebelum tidur
dijumpai efektif dan dapat dititrasi naik setiap minggu hingga mendapatkan dosis
durasi nyeri kepala selama 6 minggu. Efek samping amiptriptilin adalah mulut
kering, rasa mengantuk, pusing, obstipasi dan peningkatan berat badan. Jika
23
pasien tidak memberikan respon selama 4 minggu, terapi profilaksis dapat diganti
pada pasien yang tidak respon dengan amitriptilin. SNRI lain seperti Venlafaxine
150mg/hari juga dapat menurunkan nyeri kepala harian pada pasien kronik
Tension Type Headache. Efek samping Venlafaxine adalah Mual, Muntah, dan
bulan.22,23
Trisiklik dan tidak lebih baik dibanding placebo. Golongan benzodiazepin dan
butalbutal sering dipakai, namun obat ini bersifat adiktif dan sulit dikontrol
kejadian Tension Type Headache, oleh karena itu identifikasi faktor risiko/pemicu
nyeri kepala harus dilakukan. Pemicu yang paling sering dilaporkan antara lain
24
stres (secara mental atau fisik), pola makan yang tidak teratur atau tidak benar,
berkafein lain, kondisi dehidrasi, gangguan tidur (waktu tidur terlalu banyak atau
terlalu sedikit), penurunan latihan fisik atau latihan fisik yang tidak benar,
adalah:22,23
1. Terapi fisik. Terapi fisik yang diketahui untuk terapi TTH meliputi
dilakukan antara lain seperti percobaan adopsi sudut pandang orang lain
dibanding placebo.
mengenal dan mengontrol tekanan otot. Sesi terapi ini meliputi Fase
2.2. Stres
diterima yang dapat berefek positif atau negatif. Stres adalah kondisi yang
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber
pada sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang. 13 Definisi lain, ditinjau
secara rinci oleh Selye dalam bukunya Stress in Health and Disease (1976), Stres
meliputi:24
dalam penyesuaian".
26
3. Stres juga dapat didefinisikan sebagai stimulus apa pun yang akan memicu
sosial di mana seorang individu hidup. Stress juga dapat dipahami sebagai
individu.
stress berat dan jumlahnya cenderung meningkat dalam satu tahun terakhir
penyebab stres nomor satu dalam hidup mereka (APA,2017). Sementara itu di
Kesehatan mental atau stress. Angka tersebut mencapai 14% dari total penduduk
yaitu termasuk psikologis, akademik, biologis, gaya hidup, sosial dan keuangan.28
dikaitkan dengan Stres di kalangan individu terutama usia muda. Pelajar yang
memiliki tingkat harga diri yang rendah lebih rentan untuk mengembangkan stres
hingga kecemasan dan depresi. Faktor psikologis lain seperti perasaan kesepian
berkorelasi dengan pembentukan Stres di kemudian hari. Oleh karena itu, harga
diri dan kepercayaan diri yang rendah, memiliki kondisi kesehatan mental yang
pembentukan Stres.28,29
kalangan mahasiswa. Salah satu faktor yang sangat menonjol dalam banyak
dan keperawatan yang memiliki tugas teoritis dan pekerjaan yang berhubungan
isolasi sosial dan tidak memiliki banyak teman, ketidakpastian tentang masa
untuk stress akibat faktor akademik. Hubungan timbal balik dapat terjadi antara
nilai dan kesehatan mental, karena memiliki kesehatan mental yang buruk dapat
menyebabkan siswa mendapatkan nilai yang lebih rendah, sehingga hal ini
dan Depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki. Menariknya,
sementara perempuan berada pada risiko lebih tinggi terkena gangguan depresi,
profesional dan meminta dukungan karena stigma yang melekat pada kesehatan
bisa menjadi faktor lain yang terkait dengan Stres. Individu yang lebih muda
dilaporkan mempunyai tingkat Stres yang lebih tinggi. Namun, studi meta-analisis
lainnya tidak menemukan korelasi yang signifikan antara usia siswa dan
kesehatan mental. Demikian pula, korelasi antara prevalensi depresi dan tahun
studi diamati karena beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang lebih
tinggi di antara pelajar saat mendekati akhir studi mereka. Perbedaan ini dapat
dijelaskan oleh penyebab depresi yang berbeda pada usia yang berbeda; misalnya,
sementara depresi pada orang dewasa yang lebih muda dapat disebabkan oleh
orang dewasa yang lebih tua dapat memiliki gejala depresi karena kurangnya
kepastian untuk masa depan dan pekerjaan mereka. Secara keseluruhan, faktor
29
risiko biologis yang mempengaruhi Stres meliputi usia, jenis kelamin, dan kondisi
fleksibilitas dan adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup baru.
stress sedang dan berat meskipun hubungan kausal belum ditetapkan. Merokok
tembakau merupakan faktor risiko lain yang terkait dengan Stres, Ansietas dan
Depresi. Perokok sosial kurang bersedia untuk berhenti merokok, dan lebih
Penyalahgunaan zat ilegal dapat menjadi faktor lain yang penting dalam
peningkatan kasus stress di kalangan anak muda. Stres terkait akademik dan
Depresi.34,35 Ini sangat penting karena kebiasaan dan perilaku sosial baru yang
diadaptasi sejak dini selama hidup dapat bertahan untuk waktu yang lama.
Selanjutnya, seseorang yang tidak memiliki pola hidup sehat dapat merasa
Sebaliknya, aktivitas fisik tingkat sedang hingga berat dapat menjadi faktor
protektif terhadap perkembangan stress. Faktor risiko terkait gaya hidup lain yang
30
terkait dengan Stres adalah tidur. Banyak orang muda tidak mendapatkan tidur
yang cukup, dan kurang tidur merupakan faktor risiko serius untuk suasana hati
yang rendah dan depresi. Tingkat stres dan kurang tidur yang dilaporkan sendiri
adalah umum di antara orang muda di Amerika. Kurang tidur dapat bertindak
sebagai lingkaran setan - stres akademik dapat menyebabkan kurang tidur, dan
kurang tidur dapat menyebabkan stres karena kinerja akademik yang buruk karena
gaya hidup negatif yang berbeda seperti merokok tembakau, konsumsi alkohol
berlebihan, pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik yang memadai, dan
sehingga msemiliki hubungan yang terjalin baik dan saling mendukung antar
kehidupannya. Akses dukungan sosial dari tempat belajar atau tempat kerja adalah
faktor lain yang berkorelasi negatif dengan berkembangnya stress, kecemasan dan
depresi.37 Penggunaan internet dan media sosial dapat menjadi alat yang hebat
untuk menjaga hubungan sosial dengan teman dan anggota keluarga namun juga
31
ketergantungan yang lebih tinggi pada media sosial melaporkan perasaan kesepian
yang lebih tinggi, yang dapat mengakibatkan Stres, Ansietas dan Depresi. Selain
itu, seseorang yang lebih sering menggunakan media sosial memiliki tingkat
harga diri yang lebih rendah dan lebih memilih untuk menciptakan kembali rasa
pada peningkatan risiko depresi dan perilaku bunuh diri. Frekuensi kesehatan
mental biasanya lebih umum di kalangan etnis minoritas. Misalnya, siswa etnis
minoritas berkulit hitam melaporkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih
Namun, perlu disebutkan bahwa hubungan sebab akibat tidak ditetapkan. Ada
kemungkinan seseorang yang memiliki kesehatan mental yang buruk tidak dapat
yang rendah dan kemiskinan selama masa kanak-kanak merupakan faktor risiko
Mungkin tidak ada manusia biasa yang belum pernah merasakan stres. Stres
1) Stres ringan. Pada tingkat stres ringan, stres yang tidak merusak aspek
2) Stres sedang. Stres sedang adalah ketika stress dialami lebih lama yaitu
dari beberapa jam hingga beberapa hari. Respon dari tingkat stres ini,
usus berupa rasa nyeri pada ulu hati, maag, buang air besar tidak teratur,
daya konsentrasi dan daya ingat menurun. Contoh dari stresor yang
3) Stres berat. Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan
persaan cemas dan takut meningkat, mudah bingung dan panik. Contoh
dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah hubungan suami
33
istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang
lama.
2.3. Kelelahan
normal terhadap aktivitas fisik, stres, hingga gangguan fisik. Pada individu yang
dan intens yang bersifat transien. Kelelahan fisiologis akut dapat berkurang
pada individu yang sakit dideksripsikan sebagai rasa lelah yang berat saat aktivitas
atau kurangnya daya tahan, atau hilangnya kekuatan. Pada individu yang sakit,
kelelahan dapat bertahan hingga lebih dari 6 bulan (Kelelahan Kronik / Chronic
disabilitas.41
aktivitas otot volunter atau ketidaksesuaian antara upaya yang dikeluarkan dan
peningkatan input organ tendon, peningkatan input aferen tipe III dan IV,
34
modulasi presinaps input aferen, atau karena sifat intrinsik neuron motorik.
2.641
kekuatan
- Ketidakmampuan untuk mempertahankan kekuatan yang dibutuhkan atau diharapkan
- Produksi ATP berkurang karena deconditioning
- Atrofi otot yang tidak digunakan karena tidak aktif
- Atrofi otot karena hilangnya persarafan
Singkatan: ATP (Adenosine Triphosphate), SSP (Sistem Saraf Pusat), MVC (Maximal Voluntary Contraction)
Secara umum, kelelahan pada populasi yang sehat dilaporkan pada 5% hingga
hingga 11% dari populasi umum.36–38 Di antara populasi yang sakit, kelelahan
sering terjadi pada penyakit neurologis, keganasan (salah satu gejala kanker yang
sindrom kelelahan kronis (kelelahan yang berlangsung >6 bulan tanpa penyebab
yang mendasari), fibromyalgia, asma, atau infeksi akut atau kronis. Di antara
Angka ini dijumpai tertinggi pada pasien dengan penyakit inflamasi seperti
Usia, sebaliknya, tidak mengurangi kemampuan untuk merekrut unit motorik atau
penggerak pusat, tetapi ada variabilitas yang lebih besar dalam laju pembakaran
individu yang lebih tua tidak lebih mudah lelah daripada individu yang lebih
36
muda. Orang dewasa tua menunjukkan penurunan kinerja yang lebih sedikit
daripada orang dewasa muda ketika kelelahan diukur dengan penurunan kekuatan
orang tua menunjukkan penurunan kinerja lebih banyak ketika kelelahan diukur
dengan penurunan kekuatan puncak (torsi) selama kontraksi dinamis. 43 Serat otot
dengan penuaan. Individu yang lebih muda memiliki lebih banyak serat tipe IIb
sebagai pengurangan yang lebih besar dalam kekuatan puncak paha depan (torsi)
stimulasi, jet lag, rekreasi aktif, kebosanan, dan kurang waktu tidur. 45 Kelelahan
juga dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor personal dan faktor pekerjaan.
Sedangkan faktor pekerjaan dapat dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor
fisik (pekerjaan berat, jam kerja panjang, kualitas tidur, shift jaga malam, jam
kerja on call, posisi kerja, beban kerja yang menetap), faktor mental (stres
dengan rekan kerja), dan faktor lingkungan (bising, intensitas cahaya, temperatur,
getaran, kelembaban).46
mental kelelahan dapat dibagi menjadi gangguan psikologis dan psikiatri. Faktor
Penyakit fisik dapat dibagi lagi menjadi gangguan neurologis atau nonneurologis.
menjadi sistem saraf pusat (SSP) gangguan dan sistem saraf perifer. Saat
lainnya. Dalam satu individu mekanisme kelelahan tidak terbatas satu penyebab
patologis. Seorang individu yang sehat mungkin mengalami kelelahan selama atau
setelah berlari, tetapi individu yang sama mungkin merasakan lebih banyak
kelelahan ketika berlari ketika sedang sakit. Selain itu, kelelahan dapat terjadi saat
batasan waktu 6 bulan dimana kelelahan < 6 bulan disebut sebagai kelelahan akut
dan kelelahan kronis jika durasi >6 bulan. Kelelahan dapat dibagi menjadi lokal
pada satu organ atau satuan otot dan generalisata. Kelelahan dapat berupa
perasaan subjektif (kelelahan yang dirasakan) atau fenomena objektif yang dapat
akibat penyebab neurologis atau sekunder yang berhubungan dengan penyakit lain
kelelahan fisik ataupun mental. Juga penting untuk mengetahui apakah dimensi
fenomena dengan gejala yang terpisah (konsep multigejala). Asal kelelahan dapat
Tension type headache (TTH) dapat disebabkan oleh banyak hal termasuk
terhadap tuntutan yang diterima yang dapat berefek positif atau negative. 13 Pelajar
dan mahasiswa sering berada dalam kondisi stres, penyebab ini dapat bersumber
23,5% diantaranya adalah wanita dan 76,4% adalah pria dengan dijumpai
terdapatnya perbedaan tingkat stress antara mahasiswa tingkat awal dan tingkat
stress akademik berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami tension type headache
dibandingkan laki-laki (33%) akibat perbedaan respon stres serta hormonal seks
pada residen anak menunjukkan bahwa segera setelah memasuki masa residensi,
40
emosional dan tingkat stres sedang. Kelelahan, stres, menjadi kurang terhubung
secara sosial dialami residen dalam waktu 6 (enam) bulan paska pendidikan
residensi dimulai.15
buruk saat mengoperasi yang dapat membahayakan keamanan pasien dan kualitas
personal seperti kelelahan emosional dan fisik, memori yang buruk, hilangnya
bahwa sebagian besar residen mengalami stres tingkat sedang dan tinggi, dimana
residen tingkat junior lebih cenderung mengalami stres lebih tinggi. Perundungan
(bullying) di tempat kerja juga diidentifikasi sebagai faktor penting penyebab stres
pada residen. Hal ini sejalan dengan penelitian lain di Australia yang melaporkan
perilaku negatif terus menerus dari konsultan ahli bedah umum menjadi bentuk
emas terhadap kelelahan, sehingga terdapat perbedaan definisi, alat ukur, dan
metode pengukuran.10
skor 23,6 ± 4,2 (nilai FAS ≥ 22). Sebanyak 69,4% subjek tidur < 4 jam atau dalam
kerja yang kurang cakap secara personal maupun pekerjaan juga diketahui
berlebihan saat siang hari. Sebanyak 74,7% sampel mengaku tidur selama 8 jam
hanya pada 3 malam atau kurang dalam per minggu, beberapa mengaku tidur
berdasarkan jadwal dan rotasi jaga; Residen yang berjaga siang hari (day shift)
mempunyai efektvitas 90,3% dengan gangguan saat bekerja 0%; Residen yang
berjaga di rotasi bagian trauma atau gawat darurat (trauma shift) mempunyai
efektivitas 82,0%, dengan gangguan saat bekerja 7,5%; Residen yang berjaga di
malam hari (night shift) mempunyai efektivitas 60,0% dengan gangguan saat
bekerja 50% dan Residen on-call selama 3 hari (Prework hour Q3) setelah bekerja
23% (p<0,001). Hal ini menunjukkan bahwa kelelahan pada residen tidak hanya
dipengaruhi oleh waktu bekerja, namun juga kuntitas tidur, kualitas tidur dan
irama sirkardian. Waktu jaga yang berkepanjangan dan rusaknya irama sirkardian
diketahui sebagai penyebab utama yang memicu kelelahan pada residen yang
angka gangguan ini lebih tinggi dua kali lipat dari residen kelompok on-call
selama 3 hari (23%) dengan beban kerja yang tidak terbatas atau hari libur.12
Headache (TTH), dimana orang dengan lelah berisiko lima kali lipat mengalami
TTH (0=0,013, OR 5,20). TTH memiliki hubungan timbal balik dengan tingkat
trigeminus yang mengubah sensitivitas nyeri miofasial dan ketegangan pada otot
kelelahan kronis.8
43
Stres Kelelahan
Peningkatan umpan
Kontraksi Hilangnya balik negatif dari
Sensitisasi perifer kemampuan aferen otot melalui
otot
menghasilkan neuron sensorik tipe
MVC otot 3 dan 4
Produksi
Perubahan proses
Katekolamin Pengurangan drive Kesulitan dalam
nyeri sentral
dan Kortisol sentral korteks memulai atau
akibat peningkatan mempertahankan
input interneuron aktivitas otot
penghambat volunter
Tingkat Stres
Nyeri Kepala
Tension Type Headache
Tingkat Kelelahan
METODE PENELITIAN
Utara (FK USU) pada bulan Desember 2022. Penelitian ini akan dilaksanakan
Utara yang terdata selama masa penelitian yaitu berjumlah 105 orang.
dimana seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
45
46
penelitian
1. Umur : Usia dalam satuan tahun pada saat penelitian yang dihitung sejak
subjek lahir
data diri
b) > 30 tahun
data diri
b) Perempuan
47
b) Sudah menikah
b) Mempunyai anak
klinis kekhususan.
b) Prodi Non-bedah
48
6. Jam jaga per minggu : Jumlah waktu bekerja residen Program Pendidikan
data diri
Hasil ukur: a) Ya
b) Tidak
potong lintang (cross sectional) tanpa perlakuan dengan sumber data primer yang
Scale 10 dan Fatigue Severity Scale setelah itu dilakukan pemeriksaan Nyeri
3.5.1 Instrumen
pada kuesioner Fatigue Severity Scale dinyatakan valid [ p < 0,05 ; rhitung >
pada kuesioner Perceive Stress Scale 10 dinyatakan valid [ p < 0,05 ; r hitung >
dalam penelitian.
Severity Scale.
Analisis Data
Semester 1
Statistics for Windows ,version 21th . Analisis data dilakukan secara univariat dan
bivariat.
tidak akan dilakukan uji Kolmogorov Smirnov dengan p > 0.05 data
bulan Januari 2023 dan jika besar sampel belum terpenuhi dalam rentang waktu
1. :Peneliti Utama
2. :Pembimbing I
3. :Pembimbing II
DAFTAR PUSTAKA
4. Garza I, Robertson CE, Smith JH, Whealy MA. 2022. Headache and Other
Craniofacial Pain in Brandley and Daroff’s Neurology in Clinical Practice 8th
edition, Elsevier Inc, pp: 1745-1782
5. Ertas M et al. 2012. One-year prevalence and the impact of migraine and
tension-type headache in Turkey: a nationwide home-based study in adults. J
Headache Pain. 13:147–157. DOI 10.1007/s10194-011-0414-5
7. Stovner et al. 2018. Global, regional, and national burden of migraine and
tension-type headache, 1990–2016: a systematic analysis for the Global
Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol; 17: 954–76
54
55
10. Lin, W.Q., Jing, M.J., Tang, J., Wang, J.J., Zhang, H.S., Yuan, L.X. and
Wang, P.X., 2015. Factors associated with fatigue among men aged 45 and
older: A cross-sectional study. International journal of environmental research
and public health, 12(9), pp.10897-10909.
11. Heriwardito, A., Sugiarto, A., Setiadi, B., Dwiputra, A.G., Hafidz, N. and
Ramlan, A.A.W., 2022. Skor Kelelahan pada Peserta Didik Anestesiologi dan
Terapi Intensif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Majalah Anestesia &
Critical Care, 40(1), pp.28-35.
12. McCormick, F., Kadzielski, J., Evans, B.T., Landrigan, C.P., Herndon, J. and
Rubash, H., 2013. Fatigue optimization scheduling in graduate medical
education: reducing fatigue and improving patient safety. Journal of graduate
Medical education, 5(1), pp.107-111.
13. Widyana, Y.A., 2021. Hubungan Tingkat Stres Akademik Dengan Tension
Type Headache Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang (Doctoral dissertation, UNIMUS).
14. Rahmayani, R.D., Liza, R.G. and Syah, N.A., 2019. Gambaran tingkat stres
berdasarkan stressor pada mahasiswa kedokteran tahun pertama program
studi profesi dokter fakultas kedokteran universitas andalas angkatan 2017.
Jurnal kesehatan andalas, 8(1), pp.103-111.
15. Koressel, L.R., Groothuis, E., Tanz, R.R., Palac, H.L. and Sanguino, S.M.,
2020. Natural history of burnout, stress, and fatigue in a pediatric resident
cohort over three years. Medical education online, 25(1), p.1815386.
16. Riaz, Q., Ali, S.K., Khan, M.R. and Alvi, A.R., 2021. Stress and coping
among surgery residents in a developing country. JPMA. The Journal of the
Pakistan Medical Association, 71(1 (A)), p.16.
17. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. 2018. Headache and facial pain in
Clinical Neurology, Tenth Edition, McGraw-Hill Education. pp: 140-144;163
56
18. Magazi DS & Manyane DM. 2015. Tension type headaches: a review. South
African Family Practice; 57(1):23-28
19. Alnaim MM, et al, 2021. Causes and Treatment of Tension Headache: A
Review. Journal of Pharmaceutical Research International. 33(56A): 288-293
21. Anurogo D. 2014. Tension Type Headache. CDK-214. vol. 41 no. 3, pp: 186-
191
22. Bendtsen, L., Evers, S., Linde, M., Mitsikostas, D.D., Sandrini, G. and
Schoenen, J.E.F.N.S., 2010. EFNS guideline on the treatment of tension‐type
headache–Report of an EFNS task force. European Journal of Neurology,
17(11), pp.1318-1325.
24. Fink G. 2017. Stress: Concepts, Definition and History. Reference Module in
Neuroscience and Biobehavioral Psychology, pp 1-9. doi: 10.1016. B978-0-
12-809324-5.02208-2; 2017.
27. Hidayat, B.A. 2012. Hubungan Tingkat Stress dengan Kejadian Insomnia
pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Dipenogoro.
Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro
57
28. Mofatteh, M., 2021. Risk factors associated with stress, anxiety, and
depression among university undergraduate students. AIMS Public Health,
8(1), p.36.
30. Ratanasiripong, P., China, T. and Toyama, S., 2018. Mental health and well-
being of University Students in Okinawa. Education Research International,
2018.
31. Ko, Y., Kang, J., Hur, Y., Lee, K.H., Ko, Y., Kang, K.H., Lee, H.K., Kang, J.
and Hur, Y., 2012. Mental health and coping strategies among medical
students. Korean journal of medical education, 24(1), pp.55-63.
32. Maser, B., Danilewitz, M., Guérin, E., Findlay, L. and Frank, E., 2019.
Medical student psychological distress and mental illness relative to the
general population: a Canadian cross-sectional survey. Academic Medicine,
94(11), pp.1781-1791.
33. Zeng, W., Chen, R., Wang, X., Zhang, Q. and Deng, W., 2019. Prevalence of
mental health problems among medical students in China: A meta-analysis.
Medicine, 98(18).
34. Cai, L.B., Xu, F.R., Cheng, Q.Z., Zhan, J., Xie, T., Ye, Y.L., Xiong, S.Z.,
McCarthy, K. and He, Q.Q., 2017. Social smoking and mental health among
Chinese male college students. American Journal of Health Promotion, 31(3),
pp.226-231.
35. Tavolacci, M.P., Ladner, J., Grigioni, S., Richard, L., Villet, H. and
Dechelotte, P., 2013. Prevalence and association of perceived stress,
substance use and behavioral addictions: a cross-sectional study among
university students in France, 2009–2011. BMC public health, 13(1), pp.1-8.
58
36. Wallace, D.D., Boynton, M.H. and Lytle, L.A., 2017. Multilevel analysis
exploring the links between stress, depression, and sleep problems among
two-year college students. Journal of American college health, 65(3), pp.187-
196.
37. Chernomas, W.M. and Shapiro, C., 2013. Stress, depression, and anxiety
among undergraduate nursing students. International journal of nursing
education scholarship, 10(1), pp.255-266.
38. Thomas, L., Orme, E. and Kerrigan, F., 2020. Student loneliness: The role of
social media through life transitions. Computers & Education, 146, p.103754.
39. Goodwill, J.R. and Zhou, S., 2020. Association between perceived public
stigma and suicidal behaviors among college students of color in the US.
Journal of affective disorders, 262, pp.1-7.
41. Finsterer, J. and Mahjoub, S.Z., 2014. Fatigue in healthy and diseased
individuals. American Journal of Hospice and Palliative Medicine®, 31(5),
pp.562-575.
42. Saligan LN, Kim HS. A systematic review of the association between
immunogenomic markers and cancer-related fatigue. Brain Behav Immun.
2012;26(6):830-848.
45. Stern A, Kuenze C, Herman D, Sauer LD, Hart JM. A gender comparison of
central and peripheral neuromuscular function after exercise. J Sport
Rehabil. 2012;21(3):209-217.
46. Sinha, A., Singh, A. and Tewari, A., 2013. The fatigued anesthesiologist: A
threat to patient safety?. Journal of anaesthesiology, clinical pharmacology,
29(2), p.151.
47. Augesti, G., Lisiswanti, R., Saputra, O. and Nisa, K., 2015. Differences in
stress level between first year and last year medical students in medical
faculty of Lampung University. Jurnal Majority, 4(4).
49. Arab, A.A. and Khayyat, H.Y., 2017. Risk of fatigue among anesthesia
residents in Saudi Arabia. Saudi Medical Journal, 38(3), p.292.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.882 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
PSS01 24.64 29.323 .593 .873
PSS02 24.44 28.257 .662 .868
PSS03 24.60 27.083 .738 .861
PSS04 25.28 32.543 .640 .873
PSS05 25.08 33.910 .390 .884
PSS06 24.88 30.277 .640 .869
PSS07 24.84 31.140 .476 .881
PSS08 24.80 32.083 .491 .879
PSS09 24.96 29.790 .793 .860
PSS10 24.88 28.527 .798 .857