net/publication/318277419
CITATIONS READS
0 482
1 author:
Hendry Irawan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
24 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Hendry Irawan on 07 July 2017.
ABSTRAK
Angka harapan hidup yang makin meningkat menyebabkan peningkatan proporsi populasi lanjut usia dari sekitar 20% pada tahun 2005
menjadi diperkirakan 33% pada tahun 2050. Perubahan pada lanjut usia tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga perubahan keadaan mental
yang sering diabaikan, seperti gangguan depresi. Pengetahuan gejala dan deteksi gangguan depresi perlu diketahui oleh keluarga, masyarakat,
praktisi kesehatan, dan penderita. Sekitar 80% lanjut usia depresi yang menjalani pengobatan dapat sembuh sempurna dan menikmati
kehidupan mereka.
ABSTRACT
Life expectancy improvement caused increasing elderly population proportion from about 20% in 2005 to estimated 33% in 2050. Changes in
the elderly is not only physical, but also mental, such as depressive disorders that are often neglected. Knowledge of symptoms and detection of
depressive disorders needs to be acquired by family, community, health professionals, and patients. Approximately 80% of elderly with depressive
disorder can recover completely and enjoy their lives after treatment. Hendry Irawan. Depression among Elderly.
PENDAHULUAN Saat ini Indonesia telah memasuki era dalam lingkungan institusi 30-40% mengalami
Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini penduduk struktur lansia karena tahun 2009 depresi dan cemas.4
sudah berkembang pesat, juga di bidang jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun
kesehatan. Didukung oleh keadaan sosial sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah Depresi menurut WHO (World Health
ekonomi yang baik, hal ini menyebabkan penduduk lansia sekitar 7% adalah di Jawa Organization) merupakan suatu gangguan
peningkatan angka harapan hidup penduduk dan Bali. Jumlah penduduk lansia pada tahun mental umum yang ditandai dengan mood
di dunia; di tahun 2005 usia harapan hidup 2006 sebesar kurang lebih 19 juta dengan tertekan, kehilangan kesenangan atau minat,
laki-laki dan perempuan adalah 74,9 tahun usia harapan hidup 66,2 tahun, sedangkan perasaan bersalah atau harga diri rendah,
dan 79,9 tahun, sedangkan di tahun 2006 pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 gangguan makan atau tidur, kurang energi,
adalah 75,1 tahun dan 80,2 tahun.2 Di Amerika juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 dan konsentrasi yang rendah.5,6 Masalah ini
Serikat pada tahun 2005 usia harapan hidup tahun, pada tahun 2020 diperkirakan sebesar dapat akut atau kronik dan menyebabkan
mencapai 77,4 tahun dan di tahun 2006 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup gangguan kemampuan individu untuk
mencapai 77,7 tahun.2 71,1 tahun.3 beraktivitas sehari-hari. Pada kasus parah,
depresi dapat menyebabkan bunuh diri.
Peningkatan angka harapan hidup Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak Sekitar 80% lansia depresi yang menjalani
menyebabkan jumlah penduduk golongan dapat dihindarkan dan terjadi perubahan pengobatan dapat sembuh sempurna dan
lanjut usia (lansia) makin meningkat. Di keadaan fisik; selain itu para lansia mulai menikmati kehidupan mereka, akan tetapi
tahun 2005, populasi lansia (orang berusia kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan 90% mereka yang depresi mengabaikan dan
lebih dari 60 tahun) di negara maju sebesar hidup, kehilangan teman, risiko terkena menolak pengobatan gangguan mental
20% dibandingkan dengan populasi anak- penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan tersebut.4
anak berusia kurang dari 15 tahun (17%). kesepian. Hal tersebut dapat memicu
Diperkirakan pada tahun 2050 populasi lansia terjadinya gangguan mental. Depresi Oleh karena itu para lansia perlu mendapat
menjadi dua kali dibanding anak-anak, yaitu merupakan salah satu gangguan mental perhatian dan dukungan dari lingkungan
33% dan 15%. Pada tahun 2005, populasi yang banyak dijumpai pada lansia akibat dan keluarga agar dapat mengatasi
lansia berusia lebih dari 80 tahun sekitar 1,3% proses penuaan. Berdasarkan data di Canada, perubahan yang terjadi, selain perubahan
di dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 5-10% lansia yang hidup dalam komunitas keadaan fisik dan keadaan mental yang
4,4% pada tahun 2050.1 mengalami depresi, sedangkan yang hidup makin rentan.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi depresi pada populasi lansia
diperkirakan 1-2%, prevalensi perempuan
1,4% dan laki-laki 0,4%. Suatu penelitian
menunjukkan variasi prevalensi depresi pada
lansia antara 0,4-35%, rata-rata prevalensi
depresi mayor 1,8%, depresi minor 9,8%, dan
gejala klinis depresi nyata 13,5%. Sekitar 15%
lansia tidak menunjukkan gejala depresi yang
jelas dan depresi terjadi lebih banyak pada
lansia yang memiliki penyakit medis.7
Tabel 2 Perubahan pada lansia depresi4,9 Gangguan depresi sering terdapat pada
lansia dengan penyakit medis atau
Perubahan fisik
neurologis. Komorbiditas ini perlu mendapat
• Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih dari 5% dari berat badan bulan terakhir)
perhatian karena depresi akan memperburuk
• Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap tertidur, atau tidur terlalu lama
morbiditas dan meningkatkan mortalitas.
• Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi hari
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
• Penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan fisik
lansia dengan penyakit medis dua kali lebih
• Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan bergerak terus
berisiko depresi dibandingkan yang tanpa
• Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik yang tidak diketahui
penyakit medis.7 Diagnosis depresi dengan
• Gangguan perut, konstipasi
komorbid penyakit medis atau neurologis
Perubahan pemikiran ditegakkan apabila penyakit tersebut telah
• Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau sulit mengingat informasi terjadi sebelum munculnya gejala depresi.11
• Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan Pada tabel 4, tercantum beberapa kondisi
• Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka medis yang berkaitan dengan mood depresi.
• Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan kepercayaan diri
• Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan Gejala depresi sering bersamaan dengan
• Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau delusi penurunan kognitif dan demensia, selain itu
• Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba melukai diri sendiri depresi mayor dan gangguan kognitif pada
Perubahan perasaan lansia dapat berkembang menjadi demensia
• Kehilangan minat dalam kegiatan yang dulu merupakan sumber kesenangan dalam beberapa tahun setelah onset
• Penurunan minat dan kesenangan seks depresi. Hal tersebut dapat meningkatkan
• Perasaan tidak berguna, putus asa, dan perasaan bersalah yang besar risiko terjadinya penyakit Alzheimer (Tabel
• Tidak ada perasaan 5). Prevalensi depresi mayor pada penderita
• Perasaan akan terjadi malapetaka penyakit Alzheimer sekitar 17%.11
• Kehilangan percaya diri
• Perasaan sedih dan murung yang lebih buruk di pagi hari TATA LAKSANA
• Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi
• Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif tingkat keparahan dan kepribadian masing-
masing. Pada depresi ringan dan sedang,
Perubahan perilaku
psikoterapi merupakan tata laksana yang
• Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
sering dilakukan dan berhasil. Akan tetapi,
• Menghindari mengambil keputusan
pada kasus tertentu atau pada depresi berat,
• Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau membayar tagihan
psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan
• Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
farmakoterapi.6
• Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
• Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan
Banyak orang membutuhkan dukungan dari
Tabel 3 Klasifikasi dan diagnosis gangguan depresi pada lansia7,11 penting dalam penyembuhan dan dapat
mencegah episode kekambuhan penyakit.
Gangguan depresi mayor
Banyak penelitian menunjukkan bahwa aktif
• Harus terdapat lima dari gejala berikut, yaitu mood depresi, kehilangan minat, kehilangan kesenangan dalam
dalam kegiatan kelompok di lingkungan
semua atau sebagian besar kegiatan, berat badan berkurang atau bertambah (lebih dari 5%), insomnia atau
merupakan bagian penting dalam kesehatan
hipersomnia, retardasi atau agitasi psikomotor, lelah, perasaan tidak berharga atau bersalah yang tidak jelas,
dan dapat meningkatkan kualitas hidup.4
penurunan kemampuan berkonsentrasi, pemikiran kematian atau bunuh diri yang berulang
• Harus terdapat satu dari gejala utama, yaitu mood depresi atau kehilangan minat atau kehilangan kesenangan
Pada umumnya, tata laksana terapi hanya
• Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan gangguan fungsi, dan tidak
menggunakan obat antidepresan, tanpa
merupakan pengaruh penggunaan zat, kondisi medis, atau kehilangan (kematian)
merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi
Gangguan depresi minor obat hanya mengurangi gejala, dan tidak
• Harus terdapat dua gejala, namun kurang dari lima gejala gangguan depresi mayor menyembuhkan. Antidepresan bekerja
• Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan gangguan fungsi, dan tidak dengan cara menormalkan neurotransmiter
merupakan pengaruh dari penggunaan zat, kondisi medis, atau kehilangan (kematian) di otak yang memengaruhi mood, seperti
• Diagnosis ini hanya untuk penderita tanpa riwayat gangguan depresi mayor, distimik, bipolar, atau psikotik serotonin, norepinefrin, dan dopamin.8,9
Gangguan distimik Antidepresan harus digunakan pada lansia
• Mood sedih yang menetap yang terdapat dua atau lebih gejala seperti peningkatan atau penurunan nafsu dengan depresi mayor dan selective serotonin
makan, peningkatan atau penurunan tidur, lelah atau kehilangan energi, penurunan kepercayaan diri, penurunan reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan obat
konsentrasi atau kesulitan memutuskan sesuatu, dan perasaan tidak ada harapan. pilihan pertama.9 Beberapa obat antidepresan
• Mood sedih dan dua gejala tersebut tidak hilang selama dua bulan atau lebih dalam dua tahun yang dapat digunakan pada lansia dengan
• Tidak ada episode depresi mayor selama dua tahun pertama kelebihan dan kekurangan tiap golongan
ada pada tabel 6. Pemilihan obat tersebut per
Gangguan bipolar 1 (paling banyak episode depresi)
individu dengan pertimbangan efek samping
• Terdapat kriteria gangguan depresi mayor dan terdapat riwayat setidaknya satu kali episode manik
dari tiap golongan.
Gangguan penyesuaian dengan mood depresi
• Terdapat mood depresi, rasa takut, atau tidak ada harapan dalam tiga bulan setelah ada stresor Pengobatan monoterapi dengan dosis
• Gejala tersebut menimbulkan gangguan atau disabilitas berat dan akan menghilang dalam enam bulan setelah minimal digunakan pada awal terapi,
hilangnya stresor dievaluasi apabila tidak ada perubahan
• Kehilangan (kematian) tidak dimasukan sebagai stresor dalam gangguan penyesuaian bermakna dalam 6-12 minggu. Lansia yang
tidak berespons pada pengobatan awal perlu
Tabel 4 Kondisi medis yang dapat menyebabkan depresi11 mendapatkan obat antidepresan golongan
lain dan dapat dipertimbangkan penggunaan
• Infeksi virus
dua golongan antidepresan. Pada lansia yang
• Endokrinopati – hipotiroid, hipertiroid, hipoparatiroid, hiperparatiroid, hipoadrenokortikoid, hiperadrenokortikoid
responsif dengan obat antidepresan, obat
• Penyakit maligna – leukemia, limfoma, kanker pankreas
harus digunakan dengan dosis penuh (full
• Penyakit serebrovaskular – infark lakunar, stroke, demensia vaskular
dose maintenance therapy) selama 6-9 bulan
• Infark miokard
sejak pertama kali hilangnya gejala depresi.
• Penyakit metabolik – defisiensi B12, malnutrisi
Apabila kambuh, pengobatan dilanjutkan
sampai satu tahun. Strategi pengobatan
Tabel 5 Kriteria diagnosis depresi pada penderita penyakit Alzheimer7,11 tersebut telah berhasil menurunkan risiko
kekambuhan hingga 80%. Penghentian
• Gejala depresi yang jelas secara klinis
antidepresan harus dilakukan secara bertahap
• Terdapat tiga atau lebih gejala depresi selama dua minggu dengan terjadi perubahan fungsi dari sebelumnya
agar tidak menimbulkan gejala withdrawal
• Harus terdapat satu gejala berikut, yaitu mood depresi atau penurunan afek positif atau penurunan kesenangan
seperti ansietas, nyeri kepala, mialgia, dan
• Gejala lain berupa gambaran klinis depresi (tertekan, sedih, tidak ada harapan, tidak bersemangat, dan menangis),
gejala mirip flu (flu-like symptoms). Lansia yang
penurunan afek positif atau kesenangan dalam lingkungan sosial dan aktivitas sehari-hari, penarikan diri atau
sering kambuh memerlukan terapi perawatan
isolasi dari lingkungan sosial, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi atau retardasi psikomotor, iritabilitas,
dosis penuh terapi selama hidupnya.9
lelah atau kehilangan energi, perasaan tidak berharga atau tidak ada harapan, perasaan bersalah yang berlebihan
atau tidak tepat, pemikiran kematian atau ide atau rencana atau percobaan bunuh diri yang berulang
Selain farmakoterapi dengan obat
• Gejala yang tidak termasuk dalam gejala demensia seperti kehilangan berat badan karena sulit makan.
antidepresan, psikoterapi (talk therapy)
• Depresi tidak merupakan bagian dari depresi idiopatik, gangguan mental lain, kondisi medis, atau pengaruh
memiliki peranan penting dalam mengobati
penggunaan obat
berbagai jenis depresi. Psikoterapi dilakukan
oleh psikiater, psikolog terlatih, pekerja sosial,
orang-orang terdekat terutama keluarga profesional untuk mengatasi depresi. Selain itu, atau konselor. Pendekatan psikoterapi dibagi
dan teman, keikutsertaan dalam kegiatan mengatasi masalah terisolasi ketika memasuki dua, yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT)
kelompok, atau berkonsultasi dengan tenaga usia lanjut merupakan salah satu bagian dan interpersonal therapy. CBT terfokus pada
Tabel 6 Perbandingan golongan obat antidepresan bagi lansia9 cara baru berpikir untuk mengubah perilaku,
terapis membantu penderita mengubah
pola negatif atau pola tidak produktif
yang mungkin berperan dalam terjadinya
depresi. Interpersonal therapy membantu
penderita mengerti dan dapat menghadapi
keadaan dan hubungan sulit yang mungkin
berperan menyebabkan depresi.4,8 Banyak
penderita mendapat manfaat psikoterapi
untuk membantu mengerti dan memahami
cara menangani faktor penyebab depresi,
terutama pada depresi ringan; jika depresi
berat, psikoterapi saja tidak cukup, karena
akan menimbulkan depresi berulang.
SIMPULAN
Depresi merupakan gangguan psikiatri
umum pada lansia. Diagnosis terlambat dan
pengobatan yang tidak tepat menghambat
hasil pengobatan yang maksimal. Tenaga
kesehatan perlu membuat strategi
pengobatan yang komprehensif untuk
mengatasi depresi pada lansia, termasuk
metode penapisan depresi, intervensi
psikologis, dan farmakoterapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations, Department of Economic and Social Affairs Population Division. World population prospects: The 2006 revision, highlights. New York: United Nation; 2007.
2. Heron MP, Hoyert DL, Murphy SL, Xu JQ, Kochanek KD, Tejada-Vera B. Deaths: Final data for 2006. National Vital Statistics Reports. 2009;57:1-136.
3. Menkokesra. Lansia masa kini dan mendatang. Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2009.
4. Mood Disorders Society of Canada. Depression in elderly. Consumer and Family Support. 2010.
5. WHO. Depression. World Health Organization. 2010.
6. Traywick L. Depression in the elderly. University of Arkansas Division of Agriculture. 2007.
7. Licinio J, Wong M. Biology Depression: From novel insights to therapeutic strategies. Volume 1. Weinheim: Wiley-VCH; 2005.
8. Bjornlund L. Depression (disease & disorder). Farmington Hills: Lucent books; 2010.
9. Lunenfeld B, Gooren LJG, Morales A, Morley JE. Textbook of men’s health and aging, 2nd ed. United Kingdom: Informa Healthcare; 2007.
10. Meltzer CC, Smith G, DeKosky ST, Pollock BG, Mathis CA, Moore RY, Kupfer DJ, Reynolds III CF. Serotonin in aging, late-life depression, and Alzheimer’s disease: The emerging role of
functional imaging. Neuropsychopharmacology. 1998;18:407-30.
11. Alexopoulos GS. Depression in the elderly. Lancet. 2005;365:1961-70.
12. aan het Rot M, Mathew SJ, Charney DS. Neurobiological Mechanisms in major depressive disorder. CMAJ. 2009;180:305-13.
13. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.