PENDAHULUAN
1
Berbagai studi telah dilakukan dalam menilai perbaikan kondisi pasien agitasi
akut. Studi systematic review dan meta-analysis oleh Dundar dkk pada tahun 2016
di Inggris terhadap 17 randomised controlled trial (n=3841) menggunakan berbagai
jenis obat diantaranya haloperidol, olanzapin, aripriprazole, risperidon dan
lorazepam. Dalam studi ini menunjukkan bahwa mayoritas studi agitasi
menggunakan baseline data skor PANSS-EC ≥14 dengan skor ≥4 pada setidaknya
satu item, dalam kurun waktu 2 jam (30, 60, 90 dan 120 menit) dan rentang usia 18-
65 tahun.4
Studi yang dilakukan oleh Chan dkk pada tahun 2011 di Australia terhadap
2052 peresepan responden tenaga kesehatan menemukan bahwa obat-obatan yang
umum digunakan sebagai monoterapi pada para pasien yang telah diketahui
penyakit mental yang mendasari adalah olanzapin (134/241, 55.6%, 95% CI 49.1-
61.9), haloperidol (56/241, 23.2%, 95% CI 18.2-29.2), midazolam (32/241, 13.3%,
95% CI 9.4-18.4) droperidol 6/241, 2.5%, 95% CI 1.0-5.6) dan diazepam 4/241,
1.7%, 95% CI 0.5-4.5) dan banyak responden yang meresepkan terapi kombinasi
(500/783, 63.9%, 95% CI 60.4-67.2) dimana yang paling umum adalah haloperidol
(238/500, 47.6%, 95% CI 43.2-52.1) dengan kombinasi haloperidol tambah
diazepam 3/12, 0.6%, 95% CI 0.2-1.9.5
Studi yang dilakukan oleh San dkk pada tahun 2016 di Spanyol terhadap 334
episode agitasi dari 7295 layanan darurat psikiatri menunjukkan tingkat prevalensi
4,6% (CI 95%: 4.12-5.08). Terbagi atas 172 [9,4% (95% CI: 8.2-10.9)] di Emergency
Room (ER) dan 162 [2,8% (95% CI: 2.4-3.3)] di Acute Inpatient Unit (AIU). Proporsi
yang tinggi terjadi pada wanita (63,0%), median usia partisipan 41(18-65) tahun.
Kondisi kejiwaan paling umum yang terkait dengan agitasi adalah skizofrenia,
gangguan bipolar dan gangguan kepribadian. Manajemen agitasi termasuk dari
langkah-langkah non-invasif ke yang lebih koersif (mekanis, pengekangan fisik atau
pengasingan) tidak dapat dihindari dalam lebih dari setengah episode agitasi
(59,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa agitasi adalah gejala umum dalam
praktek klinis, baik dalam keadaan darurat maupun rawat inap.6
Studi yang dilakukan oleh Bauer dkk pada tahun 2011-2013 di Denmark
terhadap pasien agitasi berdasarkan skala pengukuran The Positive and Negative
Syndrome Scale Excited Component (PANSS-EC) dengan injeksi intra muskular
(IM) obat antipsikotik dan benzodiazepin (aripriprazole 9,75 mg, lorazepam 2-4 mg,
haloperidol 1-10 mg, diazepam 7,5-20 mg dan olanzapin 10 mg) dalam kurun waktu
2
2 (dua) jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana mean baseline PANSS-EC
26.53±4.87, mean post injection PANSS-EC 11.55±7.65 dan mean reduction
PANSS-EC 14.99±8.48 dengan nilai p<0.001.7
Studi yang dilakukan oleh Vieta dkk pada tahun 2017 di Spanyol menemukan
protokol yang memberikan panduan tentang pemilihan dan penggunaan
farmakologis yang tepat (inhalasi / oral / IM), pengasingan dan pengekangan fisik
untuk pasien psikiatri yang diduga atau datang dengan agitasi psikomotor. Protokol
ini berlaku dalam sistem perawatan kesehatan di Spanyol. Implementasi algoritma
protokol dan konstituen yang dijelaskan di sini harus memastikan standar perawatan
terbaik pasien yang berisiko agitasi psikomotor. Episode agitasi psikomotor bisa
diidentifikasi sebelumnya dalam perjalanan klinis mereka dan pasien dapat dikelola
dengan cara yang paling tidak invasif dan koersif, memastikan keamanan mereka
sendiri dan orang lain di sekitar mereka.8
Studi yang dilakukan oleh Hatta dkk pada tahun 2018 di Jepang menemukan
bahwa diantara 197 pasien, distribusi injeksi IM (n = 89) adalah sebagai berikut: IM-
olanzapin, 66 pasien (74,2%), IM-levomepromazin, 17 pasien (19,1%), IM-
haloperidol, 5 pasien (5,6%) dan IM-diazepam, 1 pasien (1,1%). Distribusi injeksi
intravena (IV) (n = 108) adalah sebagai berikut: IV-haloperidol, 78 pasien (72,2%)
dan IV-benzodiazepin (diazepam, flunitrazepam atau midazolam), 30 pasien
(27,8%). Studi ini menemukan bahwa olanzapin lebih unggul dari obat lainnya,
kecuali dalam hal durasi sampai pasien kooperatif untuk pengobatan oral adalah
sama.9
Studi yang dilakukan oleh Baldacara dkk pada tahun 2011 di Brazil
menemukan bahwa semua obat (yang diteliti) menghasilkan efek menenangkan
dalam waktu satu jam, tetapi hanya olanzapin dan haloperidol yang dapat
menurunkan agitasi kurang dari 10 poin dan hanya olanzapin yang dapat
menurunkan agresi kurang dari empat poin pada jam pertama. Setelah dua belas
jam, hanya pasien yang diobati haloperidol plus midazolam memiliki tingkat agitasi
dan agresi yang tinggi dan juga lebih banyak efek samping. Ziprasidon, olanzapin
dan haloperidol sendiri memiliki hasil yang lebih stabil untuk kontrol agitasi,
sementara ziprasidon, haloperidol plus promethazin dan olanzapin memiliki hasil
yang stabil untuk kontrol agresi. Kesimpulan: Olanzapin, ziprasidon, haloperidol
ditambah promethazin, haloperidol plus midazolam dan haloperidol efektif dalam
mengendalikan agitasi dan agresi yang disebabkan oleh penyakit mental lebih dari
3
12 jam. Meskipun semua obat memiliki kelebihan dan kekurangan, haloperidol plus
midazolam dikaitkan dengan hasil terburuk dalam semua parameter yang diamati.10
Studi yang dilakukan oleh Sim dkk pada tahun 2015 di Inggris terhadap dua
puluh enam studi menemukan bahwa tujuh studi jangka pendek membandingkan
benzodiazepin dengan plasebo, superioritas benzodiazepin ditemukan dalam dua
dari lima penelitian untuk perbaikan global dan dua dari empat untuk penelitian
psikiatri / perilaku. Sebelas penelitian membandingkan benzodiazepin dengan First
Generation Antipsychotic (FGA): empat dari sembilan penelitian (termasuk dua studi
jangka panjang) melaporkan peningkatan global yang lebih besar untuk antipsikotik,
empat dari lima penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan pengobatan untuk
psikiatri / perilaku. Empat belas studi membandingkan benzodiazepin (sebagai
tambahan antipsikotik) vs antipsikotik saja (kebanyakan FGA), superioritas
benzodiazepin ditemukan untuk perbaikan global dalam satu dari delapan studi dan
inferioritas dalam dua dari delapan studi jangka pendek sedangkan superioritas
ditemukan untuk hasil psikiatri / perilaku dalam tiga dari 12 studi jangka pendek dan
inferioritas dalam tiga dari 12 studi. Studi ini menyimpulkan bahwa superioritas
benzodiazepin dibandingkan plasebo ditemukan untuk hasil global, psikiatri dan
perilaku, tetapi lebih rendah daripada antipsikotik pada hasil global jangka panjang.
Ada bukti yang bertentangan mengenai penambahan benzodiazepin pada
antipsikotik, dengan demikian penggunaan benzodiazepin dalam praktik klinis dan
uji antipsikotik harus dibatasi.11
Studi yang dilakukan oleh Klein dkk pada tahun 2018 di Amerika menemukan
bahwa 737 pasien terdaftar (usia rata-rata 40 tahun; 72% laki-laki). Pada 15 menit,
midazolam menghasilkan proporsi sedasi yang adekuat (Altered Mental Status Scale
<1) dibandingkan dengan ziprasidon (difference 18%; confidence interval 95% [CI]
6% to 29%), haloperidol 5 mg (difference 30) %; 95% CI 19% to 41%), haloperidol
10 mg (difference 28%; 95% CI 17% to 39%), dan olanzapin (difference 9%; 95% CI
-1% to 20%). Olanzapin menghasilkan proporsi sedasi yang adekuat pada 15 menit
dibandingkan dengan haloperidol 5 mg (difference 20%; 95% CI 10% to 31%),
haloperidol 10 mg (difference 18%; 95% CI 7% to 29%) , dan ziprasidon (difference
8%; 95% CI -3% to 19%). Kejadian buruk jarang terjadi: serangan jantung (0), efek
samping ekstrapiramidal (2; 0,3%), hipotensi (5; 0,5%), hipoksemia (10; 1%), dan
intubasi (4; 0,5%), pada setiap grup.12
4
Diazepam adalah obat esensial golongan benzodiazepin yang tercantum
dalam WHO Essential List of Medicines Edisi 19, Daftar Obat Esensial Nasional
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia serta Formularium Nasional Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, ketersediaannya harus terpenuhi di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Akses mendapatkan kesehatan termasuk
mendapatkan obat esensial merupakan hak asasi manusia, sehingga menjadi
kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaannya di fasiltas pelayanan
kesehatan. Tidak semua obat golongan benzodizepin termasuk dalam obat esensial.
Terdapat tiga senyawa benzodiazepin yang termasuk esensial yaitu diazepam,
lorazepam dan midazolam. Menurut Formularium Nasional, diazepam dan
midazolam harus tersedia difasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan
rujukan, sedangkan ketersediaan lorazepam hanya untuk fasilitas kesehatan
rujukan. Dengan demikian ketersediaan diazepam harus lebih banyak karena
digunakan di semua fasilitas kesehatan.13
Disebabkan tidak adanya ketersediaan IM lorazepam di Indonesia dan
tingginya biaya obat injeksi antipsikotik generasi kedua (misal. Olanzapin) maka
peneliti tertarik untuk melakukan studi perbedaan skor PANSS-EC pasien agitasi
psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi
diazepam dan yang hanya mendapatkan injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M.
Ildrem provinsi Sumatera Utara.
5
1.2 Tujuan penelitian
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan skor PANSS-EC pasien agitasi psikotik yang
mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi diazepam dan yang
hanya mendapatkan injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera
Utara
6
1.2.3 Bidang pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan dalam
memberikan terapi alternatif pada pusat pelayanan unit gawat darurat psikiatri
sehingga pasien bisa mendapatkan pelayanan yang komprehensif.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Haloperidol
First Generation Antipsychotic (FGA) mewakili kelompok agen pertama yang
efektif untuk skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Terdiri dari antipsikotik dalam
kelompok berikut: phenothiazine, butyrophenone, thioxanthene, dibenzoxazepine,
dihydroindole dan diphenylbutylpiperidine. Haloperidol merupakan turunan
butyrophenone yang merupakan suatu antagonis reseptor dopamin. Haloperidol
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1958 oleh Paul Janssen dari Janssen
Pharmaceutica, belgia.17
2.2.1 Struktur
Kelas obat antipsikotik ini ditandai oleh substitusi cincin phenyl, yang
dilekatkan pada perlekatan gugus karbonil oleh rantai 3-karbon pada gugus amin
tertier. Sebagian besar butirophenon yang bermanfaat secara klinis memiliki cincin
piperidin yang melekat pada gugus amin tertier. Haloperidol adalah obat yang
representatif untuk kelas ini. Haloperidol dan butirophenon lainnya cenderung
antagonis D2 yang kuat dan memiliki efek antikolinergik dan otonom yang minimal
serta kurang sedasi dibandingkan dengan fenotiazin. Haloperidol, suatu piperidin
substitusi, adalah yang paling umum digunakan (dan tertua) dari kelas ini.
9
Butirophenon penting lainnya termasuk droperidol, senyawa penenang yang
bertindak singkat (short-acting) biasa digunakan untuk mengendalikan agitasi.17
2.2.2 Farmakokinetik
Selama fase absorbsi, konsentrasi plasma haloperidol meningkat lebih cepat
dan kemudian menurun selama fase distribusi, metabolik dan eliminasi. Haloperidol
diabsorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral maupun parenteral. Sama
seperti kebanyakan obat, pemberian parenteral tentunya lebih dapat
memprediksiproses absorbsi obat dibandingkan pemberian per oral. Konsentrasi
plasma haloperidol mencapai puncaknya dalam 1-4 jam setelah obat dimakan atau
30-60 menit setelah penyuntikan intramuskular. Secara umum sediaan intramuskular
mencapai kadar puncaknya lebih cepat dari sediaan oral, sehingga awitan kerja obat
lebih cepat. Beberapa faktor dapat mengganggu proses absorbsi di saluran cerna
diantaranya antasida, kopi, merokok dan makanan berlemak. Obat biasanya
mencapai steady state sekitar 3-5 kali waktu paruh, sehingga steady state
chlorpromazin, haloperidol dan FGA lainnya sekitar 3-5 hari karena waktu paruhnya
sekitar 24 jam. Bioavailabilitas (jumlah obat mencapai sirkulasi sistemik) lebih besar
sampai 10 kali lipat apabila diberikan secara parenteral dikarenakan pemberian oral
akan mengurangi bioavailabilitas akibat absorbsi inkomplit dan metabolisme sewaktu
melewati hati.17
Haloperidol terutama dimetabolisme di hati dan terjadi melalui konjugasi
dengan asam glukoronat, hidroksilasi, oksidasi, demetilasi dan pembentukan
sulfoksida. Haloperidol hannya memiliki satu metabolit utama yaitu reduced-
haloperidol yang aksi dopaminergiknya kurang dibandingkan komponen utama.
Akan tetapi reduced-haloperidol ini diubah kembali menjadi komponen induk dan
peristiwa ini dapat berkontribusi pada aktifitas antipsikotiknya. 17
2.2.3 Farmakodinamik
Farmakodinamik haloperidol menggambarkan aktifitasnya pada area penting
khususnya reseptor di otak. Bukti-bukti ilmiah tersaji tentang bagaimana efek dari
haloperidol pada sejumlah area reseptor yang berbeda, bagaimana efek-efek ini
mempengaruhi sekelompok neuron dan bagaimana aktivitas pada suatu reseptor
diterjemahkan menjadi suatu aksi intraseluler.17
10
Neuron dopamin dengan badan sel di area tegmental ventral berproyeksi
melalui sistem dopamin meso-limbo-kortikal ke nukleus akumbens, amygdala dan
neokorteks. Sel dopamin di substansia nigra berproyeksi ke putamen kaudatus
melaui sistem nigrostriatal. Telah diusulkan bahwa aktivitas pada sistem meso-
limbo-kortikal ini yang menerangkan aktivitas antipsikotik obat dan efek samping
neurologik seperti efek samping ekstrapiramidal dan tardive diskinesia disebabkan
oleh aktivitas di sistem nigrostriatal.17
11
2.3 Diazepam
Penggunaan diazepam secara intramuskular telah sedikit dieksplorasi dalam
penelitian klinis, ini mungkin terkait dengan kesulitan farmakokinetik terkait dengan
injeksi IM glutealnya. Meskipun absorbsi obat-obatan tertentu melalui injeksi IM
dapat menjadi tidak menentu yang menyebabkan respon klinis tidak dapat
diprediksi, otot lebih vaskular daripada jaringan subkutan, dengan absorbsi lebih
cepat setelah pemberian melaui deltoid dan lebih lambat dengan injeksi gluteal.
Dalam dua uji coba di mana IM menggunakan diazepam, sama efektifnya dengan
lorazepam untuk kecemasan dan sebagai sedasi sebelum terapi elektrokonvulsif
pada pasien psikotik kronis.18
Benzodiazepin pertama yang diperkenalkan adalah chlordiazepoxid yang
disintesis pada tahun 1959 di Roche Laboratories. Pada tahun 1963, diazepam
dikembangkan di laboratorium yang sama.19
2.3.1 Penyerapan.
Semua benzodiazepin kecuali clorazepate sepenuhnya diserap setelah
pemberian oral dan mencapai tingkat serum puncak dalam 30 menit hingga 2 jam.
Penyerapan intramuskular (IM) benzodiazepin selain lorazepam lebih lambat dari
penyerapan oral. Permulaan kerja yang cepat adalah dengan pemberian IV
benzodiazepin potensi tinggi seperti midazolam.19
2.3.2 Distribusi
Semua benzodiazepin larut dalam lemak, tetapi derajat kelarutan lemaknya
bervariasi antar obat. Benzodiazepin dan metabolit aktifnya mengikat protein
plasma, tingkat pengikatan sebanding dengan kelarutan lemaknya. Jumlah
pengikatan protein bervariasi dari 70 - 99 persen. Distribusi, onset dan terminasi
setelah dosis tunggal ditentukan oleh kelarutan lemak benzodiazepin. Suatu bahan
dengan kelarutan lipid tinggi, seperti diazepam dan alprazolam, diserap dengan
cepat dari saluran GastrointestinaI dan didistribusikan dengan cepat ke otak dengan
difusi pasif, menghasilkan onset aksi yang cepat. Namun, konsentrasi obat yang
meningkat di otak dan menurun di aliran darah, gradien konsentrasi akan berbalik,
obat-obatan ini akan meninggalkan otak dengan cepat, menghasilkan efek
penghentian obat dengan cepat.19
12
Diazepam yang memiliki eliminasi waktu paruh lebih lama, tetap dalam aliran
darah untuk periode waktu yang jauh lebih lama daripada tindakan farmakologis
yang sebenarnya di reseptor benzodiazepin dengan tunggal atau terbagi karena
konsentrasi di otak turun dengan cepat di bawah level yang diperlukan untuk efek
yang nyata. Sebaliknya, lorazepam yang memiliki eliminasi waktu paruh yang lebih
pendek dari diazepam tetapi kurang kelarutan lipidnya, memiliki onset kerja yang
lebih lambat setelah dosis tunggal, karena obat ini terserap dan memasuki otak lebih
lambat. Namun, durasi aksi setelah dosis tunggal lebih lama karena lorazepam perlu
waktu lebih lama untuk meninggalkan otak dan level otak untuk jatuh di bawah
konsentrasi yang menghasilkan sebuah efek. Dalam dosis kronis, beberapa
perbedaan ini tidak begitu jelas karena level otak berada dalam kesetimbangan
dengan steady-state kadar darah lebih konsisten, tetapi dosis tambahan masih
menghasilkan percepatan namun lebih singkat dengan diazepam daripada dengan
lorazepam. Benzodiazepin didistribusikan secara luas di jaringan adiposa. Hasilnya,
beberapa obat ini dapat bertahan dalam tubuh setelah penghentian lebih lama dari
perkiraaan eliminasi waktu paruhnya. Selain itu, waktu paruh dinamis (mis. durasi
aksi pada reseptor) mungkin lebih lama dari waktu paruh eliminasi.19
2.3.3 Metabolisme.
Beberapa benzodiazepin (mis. Oxazepam) terkonjugasi langsung oleh
glukuronidasi ke bentuk yang larut dalam air dan diekskresikan. Kebanyakan
benzodiazepin dioksidasi terlebih dahulu oleh sitokrom P450 (CYP) 3A4 dan CYP
2C19, sering menjadi metabolit aktif. Metabolit ini kemudian dapat dihidroksilasi
menjadi metabolit aktif lainnya. Diazepam dioksidasi menjadi desmethyldiazepam,
yang pada gilirannya terhidroksilasi untuk menghasilkan oxazepam. Produk-produk
ini mengalami glukuronidasi menjadi metabolit tidak aktif. Diazepam memiliki waktu
paruh eliminasi lebih dari 120 jam. Karena frekuwensi pemberian obat lebih tinggi
daripada eliminasi waktu paruh, obat seperti diazepam dan flurazepam terakumulasi
dengan dosis harian sehingga menyebabkan sedasi sepanjang hari.19
13
dan mereka mungkin mendapatkannya dari tanaman. Sebaliknya, gen telah
diidentifikasi untuk agonis inversi endogen mamalia yang disebut diazepam-binding
inhibitor (DBI). DBI dapat berfungsi untuk meningkatkan regulasi di Susunan Syaraf
Pusat (SSP) dengan menurunkan ambang batas depolarisasi dalam sistem
arousal/gairah. Level DBI meningkat pada epilepsi refrakter, menunjukkan bahwa ini
bisa menjadi mekanisme aktivasi neuron yang tidak terkontrol. Kortisol,
meningkatkan aktivitas DBI selama persalinan spontan (sebaliknya bila operasi
caesar dengan anestesi), menunjukkan bahwa ini mungkin merupakan mekanisme
arousal/gairah pada segala jenis stres. Salah satu penyebab kecemasan kronis
mungkin karena berlebihan aktivitas DBI, yang antagonis ketika benzodiazepin
bersaing untuk menghuni reseptor benzodiazepin dan memiliki hiperpolarisasi
daripada efek depolarisasi sepanjang efek yang berlawanan pada reseptor GABA,
dan karenanya, pada masuknya ion klorida. Namun, bahkan jika kecemasan
disebabkan oleh rangsangan berlebihan sistem gairah primer atau sekunder untuk
beberapa pengaruh lain, seperti respon sesak napas hiperaktif, yang telah
ditunjukkan pada gangguan panik, benzodiazepin dapat mengurangi kecemasan
dengan meningkatkan hiperpolarisasi sistem yang mendasari kecemasan dan
gairah.19
Aksi sama yang menghasilkan aksi terapeutik benzodiazepin pada reseptor
benzodiazepine-1 menyebabkan efek samping ketika terlalu berat dan ketika
benzodiazepin bekerja pada reseptor lain.. Misalnya, aksi benzodiazepin pada
reseptor benzodiazepin di korteks dapat menyebabkan gangguan kognitif dan
psikomotorik. Aksi pada reseptor benzodiazepin piramidal memiliki efek
antikonvulsan dan juga dapat menyebabkan relaksasi dan inkoordinasi otot. Hipnotik
benzodiazepin bekerja pada reseptor di sistem aktifasi retikuler, tetapi jika
penekanan sistem ini berkepanjangan, menghasilkan sedasi sepanjang hari.
Penekanan sistem aktifasi retikuler dapat menyebabkan delirium pada pasien
demensia dan memperburuk delirium yang sudah ada. Namun, benzodiazepin tidak
menghasilkan kadar depresi SSP yang sama seperti halnya barbiturat.19
Aksi utama benzodiazepin adalah pada SSP, dimana mereka memiliki efek
antikonvulsan dan ansiolitik dan menghasilkan relaksasi otot dan depresi SSP.
Depolarisasi neuron yang berkurang di batang otak dapat menyebabkan depresi
pernapasan, terutama pada dosis tinggi. Diazepam meningkatkan aliran darah
koroner dan memiliki efek inotropik negatif.19
14
2.4 Kombinasi antipsikotik dan benzodiazepin
Kombinasi antipsikotik dan benzodiazepin melibatkan berbagai mekanisme
aksi dengan harapan saling beraugmentasi sembari menghindari komplikasi dari
tingginya dosis antipsikotik. Efek amnesik benzodiazepin juga bermanfaat ketika
pasien berada dalam tekanan peristiwa menyedihkan seperti rutinitas pengobatan,
pengekangan dan pengasingan. Kombinasi favorit secara oral adalah haloperidol
(dengan procyclidin) dan diazepam, sedangkan secara intramuskular (IM) adalah
haloperidol (dengan procyclidin) dan lorazepam.20
Studi oleh Cannon dkk pada tanun 2001 terhadap 116 Unit Gawat Darurat
(UGD) di Australia menunjukkan bahwa terapi yang sering diberikan adalah
haloperidol (93%), midazolam (82%) dan diazepam (59%), dan setidaknya
penggunaan satu benzodiazepin dan satu tranquillizer pada 97% Unit Gawat Darurat
(UGD).21
Studi yang dilakukan oleh Pilowsky dkk di London pada tahun 1992
menemukan bahwa dalam hal penggunaan rute intravena (selama 60 menit), onset
tranquillisation lebih cepat dengan kombinasi diazepam dan haloperidol
dibandingkan dengan diazepam sendiri, maupun dengan haloperidol sendiri
(p<0.03). Selain itu efek samping yang serius juga jarang ditemukan.22
15
Evaluation Scale (ACES). PANSS-EC juga menunjukkan kapasitas luar biasa untuk
mendeteksi perubahan nyata pada pasien yang gelisah. Lima komponen PANSS-EC
memiliki derajat tingkat keparahan dari 1 (tidak ada) sampai 7 (sangat berat),
sehingga jumlah skor berkisar 5-35 dengan mean skores ≥20 secara klinis disebut
agitasi sangat berat.23
Studi systematic review dan meta-analysis oleh Dundar dkk pada tahun 2016
di Inggris menunjukkan mayoritas studi agitasi dengan baseline data skor PANSS-
EC ≥14 dengan skor ≥4 pada setidaknya satu item.3
16
► Oral risperidon (2 mg) dikombinasikan dengan oral lorazepam (2 mg) atau
olanzapin oral (5-10 mg) adalah intervensi lini pertama untuk agitasi.
► Ketika pengobatan oral tidak adekuat karena tingkat keparahan agitasi, maka
intramuskular (IM) lorazepam (2 mg) direkomendasikan untuk delirium, penarikan
zat dan penyebab atau kondisi yang tidak diketahui dan tidak terkait dengan
psikosis.
► Untuk agitasi parah akibat psikosis, IM ziprasidon (20 mg) yang dapat ditambah
dengan IM lorazepam (2 mg) adalah lini pertama untuk membatasi potensi efek
samping.
► Rekomendasi lini kedua untuk agitasi parah akibat psikosis adalah IM haloperidol
(5 mg) dan IM lorazepam (2 mg) atau IM olanzapin (5-10 mg). Lorazepam tidak
boleh digunakan dalam kombinasi dengan olanzapin karena risiko depresi
kardiorespirasi. Obat dapat diberikan setiap jam, hingga tiga atau empat dosis setiap
24 jam, meskipun sebagian besar pasien akan merespon satu dosis obat. Efek
samping yang paling umum dengan obat antipsikotik adalah reaksi dystonia yang
dapat diobati secara efektif dengan IM benztropin (2 mg). Akathisia dapat
berkembang dalam penggunaan agen yang sangat kuat dan seharusnya dipantau.
Manajemennya dengan PO beta-blocker seperti propranolol dan manajemen pasien
dapat dioptimalkan dengan penggunaan bersamaan benzodiazepin. Efek samping
paling umum dari benzodiazepin adalah sedasi dan ataksia.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa aplikasi deltoid menjadikan
absorbsi diazepam lebih dapat diandalkan. Dalam satu studi randomize, cross-over,
absorbsi setelah aplikasi deltoid injeksi diazepam cepat dan komplit. Dalam
percobaan lain pada subyek sehat, absorbsi lebih cepat, memiliki efek klinis yang
lebih besar setelah aplikasi deltoid daripada aplikasi gluteal. Dengan adanya data
farmakokinetik tersebut, poin yang dapat dibuat adalah bahwa aplikasi diazepam
pada deltoid terhadap penambahan pada haloperidol dapat diuji secara klinis.
Diantara benzodiazepin yang tersedia, diazepam sudah jelas lebih menguntungkan
dibandingkan midazolam, karena 15 kali lebih murah dan tersedia secara luas untuk
perawatan kejang dalam layanan darurat.18
17
2.6 Kerangka Teori
-Ketidakpatuhan
konsumsi obat
-Perjalanan penyakit
yang mendasari
Agitasi
Faktor individu :
-Usia
-Jenis kelamin
-Pendidikan
-Pekerjaan
-Status pernikahan
Gambar 2.1 Kerangka teori
Kelompok 1
Pasien dengan
injeksi haloperidol +
diazepam
Skor PANSS-EC
Kelompok 2
Pasien dengan
injeksi haloperidol
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
3.5. Sampel penelitian
3.5.1 Perhitungan besar sampel
Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Indonesia
khususnya di Sumatera Utara. Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian
pendahuluan dengan merekrut 20 subyek yang terbagi dalam 2 kelompok. Hasil
penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut:
20
merupakan penggabungan dari kelompok yang dibandingkan (point of interest).
Simpang baku gabungan ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut : 24-27
𝟐
{𝒁𝜶 + 𝒁𝜷}𝑺
𝒏=( ) 𝜸
𝑿𝟏 − 𝑿𝟐
𝜸 = [𝟏 − 𝝆]
𝟐
{𝒁𝜶 + 𝒁𝜷}𝑺
𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒏 = ( ) [𝟏 − 𝝆]
𝑿𝟏 − 𝑿𝟐
21
Keterangan :
N : besar sampel
Zα : kesalahan tipe satu (α = 5%), hipotesis dua arah = 1.96
Zβ : kesalahan tipe dua (β = 10%) = 1.28
S : Simpang baku gabungan = 4.89
x1–x2 : Selisih minimal rerata 2 kelompok yang dianggap bermakna = 3
Y : Faktor koreksi karena pengukuran berulang
ρ : Intra class correlation = 0,3
𝟐
{𝟏. 𝟗𝟔 + 𝟏. 𝟐𝟖}𝟓. 𝟓𝟒
𝒏=( ) [𝟏 − 𝟎. 𝟑]
𝟑
𝒏 = 𝟐𝟓. 𝟎𝟓
𝟐
{𝒁𝜶 + 𝒁𝜷}𝑺
𝒏=( ) [𝟏 − 𝝆]
𝑿𝟏 − 𝑿𝟐
𝟐
{𝟏. 𝟗𝟔 + 𝟏. 𝟐𝟖}𝟒. 𝟏𝟔
𝒏=( ) [𝟏 − 𝟎. 𝟑]
𝟑
𝒏 = 𝟏𝟒. 𝟏𝟑
𝟐
{𝒁𝜶 + 𝒁𝜷}𝑺
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝜸 [𝟐 ( ) ]
𝑿𝟏 − 𝑿𝟐
22
Zα : kesalahan tipe satu (α = 5%), hipotesis dua arah = 1.96
Zβ : kesalahan tipe dua (β = 10%) = 1.28
S : Simpang baku gabungan = 4.89
x1–x2 : Selisih minimal rerata 2 kelompok yang dianggap
bermakna = 3
𝟏 + (𝑯 − 𝟏)𝝆 𝑮𝝆𝟐
𝜸=[ − ]
𝑯 𝟏 + (𝑮 − 𝟏)𝝆
𝟐
{𝒁𝜶 + 𝒁𝜷}𝑺
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝜸 [𝟐 ( ) ]
𝑿𝟏 − 𝑿𝟐
𝟐
{𝟏. 𝟗𝟔 + 𝟏. 𝟐𝟖}𝟒. 𝟖𝟗
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝟎. 𝟓𝟔 [𝟐 ( ) ]
𝟑
𝒏𝟏 = 𝒏𝟐 = 𝟑𝟏. 𝟐𝟑 → 𝟑𝟐
23
3.6. Persetujuan setelah penjelasan/Informed Consent
Semua subjek diminta mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut serta
dalam penelitian ini setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas (bila
tidak memungkinkan karena tidak kooperatif maka dapat diwakilkan).
24
Pada pengukuran PANSS-EC, dilakukan uji kesesuaian antara peneliti dan
intereter. Persamaan atau uji analisis menggunakan uji komparatif kesesuaian
numerik (Bland Altman) karena variabel yang digunakan adalah variabel dengan
skala numerik. Hasil uji analisis sebagai berikut:
Limit of agreement berada antara -5 dan 5. Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
antar observer mempunyai kesesuaian/reliabilitas yang baik.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan bantuan perangkat lunak
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 22.0. Desain penelitian
adalah komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok lebih dari satu kali
pengukuran, bila distribusi data normal maka dilanjutkan dengan uji General linear
model + post hoc namun bila distribusi data tidak normal maka dilanjutkan dengan
uji Mann-Whitney berulang dengan koreksi. Uji normalitas data dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50.
25
3.9. Kerangka kerja
Informed consent
Kelompok 1
(Injeksi haloperidol Kelompok 2
5 mg dengan (Injeksi haloperidol
penambahan 5 mg)
injeksi diazepam
10 mg)
Analisis data
Hasil
26
2.10. Definisi operasional
27
uang dan
barang untuk
keperluan diri
sendiri maupun
keluarga
6 Skala Rating scale Kuesioner Total skor 5-35 Numerik
PANSS-EC untuk mengukur PANSS-EC
tingkat
keparahan
agitasi
7 Index Cara menilai Timbangan Kg/m2 Numerik
Massa status gizi berat badan
Tubuh (IMT) berdasarkan dan tinggi
Berat Badan badan
(BB) dan Tinggi
Badan (TB).
Nilai normal
18.5-24.99
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera
Utara. Pengambilan subjek studi dilakukan dengan cara nonprobability sampling,
consecutive sampling. Sebanyak 64 subjek ikut serta dalam studi ini, terbagi dalam
dua kelompok, 32 subjek mendapatkan inj. haloperidol dengan penambahan inj.
diazepam dan 32 subjek hanya mendapatkan inj. Haloperidol saja.
29
Tabel IV.1 disajikan untuk menjawab tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk
mengetahui karakteristik demografik pasien agitasi psikotik yang mendapatkan
injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi diazepam dan yang hanya
mendapatkan injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera Utara.
Data pada tabel IV.I terdiri dari data kategorik dan data numerik.
Data kategorik
Variabel kategorik yang dibahas adalah variabel pendidikan, pekerjaan dan
pernikahan dimana ketiga variabel tersebut mempunyai diagnosis penelitian analitik
komparatif kategorik tidak berpasangan tabel 2x2.24-27
Dari uji analisis yang dilakukan diperoleh nilai expected count yang kurang
dari 5 dibawah 20% sehingga dapat dinyatakan bahwa syarat uji Chi-Square
terpenuhi dan untuk tabel 2x2 analisis yang dianjurkan adalah Chi-Square dengan
continuity correction. Dari uji analisis yang dilakukan terlihat bahwa tidak terdapat
perbedaan karakteristik demografik untuk variabel pendidikan (p<0.302), variabel
pekerjaan (p<0.784) dan variabel pernikahan (p<0.281).24-27
Dari tabel IV.1 terlihat bahwa variabel pendidikan terbanyak adalah SD-SMP
40.0(62.5%), variabel pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja 45.0(70.3%) dan
variabel pernikahan terbanyak adalah tidak menikah 44.0(68.7%)
Data numerik
Variabel numerik yang dibahas pada tabel IV.1 adalah variabel usia, IMT dan
skor PANSS-EC base line. Ketiga variabel tersebut mempunyai diagnosis penelitian
analitik komparatif numerik dua kelompok tidak berpasangan. Sebelum dilakukan uji
analitik maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Uji Shapiro-Wilk terhadap 3 variabel
numerik tersebut menunjukkan hanya variabel skor PANSS-EC base line yang
terdistribusi normal (p>0.05) sedangkan variabel usia dan IMT tidak terdistribusi
normal (p<0.05). Untuk data yang tidak terdistribusi normal maka dilakukan usaha
normalisasi data agar terdistribusi normal dengan cara transformasi data, dalam
studi ini transformasi data dengan menggunakan fungsi log. Namun dikarenakan
proses transformasi data tidak berhasil, maka digunakan uji alternatif pada masing-
masing variabel.24-27
30
Pada variabel usia, dimana data tidak terdistribusi normal (p<0.05) dan
setelah dilakukan proses transformasi data dengan menggunakan fungsi log juga
mengalami kegagalan, maka dilakukan uji alternatif Mann-Whitney U. Pada uji
tersebut terlihat bahwa variabel usia pada kedua kelompok tidak berbeda
(p=0.102).24-27
Pada variabel IMT, dimana data tidak terdistribusi normal (p<0.05) dan
setelah dilakukan proses transformasi data dengan menggunakan fungsi log juga
mengalami kegagalan, maka dilakukan uji alternatif Mann-Whitney U. Pada uji
tersebut terlihat bahwa variabel IMT pada kedua kelompok tidak berbeda
(p=0.979).24-27
Pada variabel skor PANSS-EC base line, dimana data terdistribusi normal
(p>0.05) maka dilakukan uji t tidak berpasangan (Independent-Sample t). Dari uji
tersebut diperoleh hasil uji varian Lavene’s test 0.572 (>0.05) sehingga diambil
kesimpulan bahwa varian data kedua kelompok sama dan hasil uji t yang dipakai
adalah Equal Variances Assumed = 0.654, mean difference = 0.313 dan nilai IK 95%
antara -1.075-1.700. Karena nilai p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua
kelompok tidak terdapat perbedaan.24-27
Tabel IV.2 Skor PANSS-EC pasien agitasi psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan
penambahan injeksi diazepam di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera Utara pada base line,
menit 30 dan menit 60.
31
sebaran data terdistribusi normal (p>0.05). Selanjutnya dilakuan uji repeated
ANOVA (general linier model) dan dilanjutkan dengan post hoc paired wise
comparison (Bonferroni). Hasil Multivariate Test menunjukkan nilai significancy
<0.001(<0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa “paling tidak terdapat dua
pengukuran yang berbeda”. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari output Pairwise
Comparisons yang membandingkan pengukuran pertama dengan kedua, pertama
dengan ketiga dan kedua dengan ketiga. Nilai significancy untuk setiap
perbandingan adalah <0.001 sehingga secara statistik diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat bermakna penurunan skor PANSS-EC pasien
agitasi psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi
diazepam di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera Utara pada base line, menit
30 dan menit 60. Namun, sesuai dengan dengan ketetapan studi ini bahwa selisih
minimal skor PANSS-EC yang dianggap bermakna = 3 maka secara klinis
berdasarkan nilai selisih rerata diperoleh hasil terdapat perbedaan yang sangat
bermakna penurunan skor PANSS-EC base line-menit 30 (28.72±2.86 -
15.97±3.60), dan base line-menit 60 (28.72±2.86 - 14.19±3.62 ), namun tidak
terdapat perbedaan bermakna skor PANSS-EC menit 30-menit 60 (15.97±3.60 -
14.19±3.62).24-27
32
comparison (Bonferroni). Hasil Multivariate Test menunjukkan nilai significancy
<0.001(<0.005) sehingga dapat disimpulkan bahwa “paling tidak terdapat dua
pengukuran yang berbeda”. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari output Pairwise
Comparisons yang membandingkan pengukuran pertama dengan kedua, pertama
dengan ketiga dan kedua dengan ketiga. Nilai significancy untuk setiap
perbandingan adalah <0.001 sehingga secara statistik diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat bermakna penurunan skor PANSS-EC pasien
agitasi psikotik pada pemberian injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem
provinsi Sumatera Utara antara base line, menit 30 dan menit 60. Namun, sesuai
dengan dengan ketetapan studi ini bahwa selisih minimal skor PANSS-EC yang
dianggap bermakna = 3 maka secara klinis berdasarkan nilai selisih rerata diperoleh
hasil terdapat perbedaan yang sangat bermakna penurunan skor PANSS-EC base
line-menit 30 (28.41±2.68 - 20.25±3.02), dan base line-menit 60 (28.41±2.68 -
18.94±2.92), namun tidak terdapat perbedaan bermakna skor PANSS-EC menit 30-
menit 60 (20.25±3.02 - 18.94±2.92).24-27
33
masing kelompok menunjukkan sebaran data terdistribusi normal (p>0.05).
Selanjutnya dilakuan uji repeated ANOVA (general linier model) dimana hasil
Multivariate Test pengaruh interaksi waktu dan kelompok terhadap skor PANSS-EC
menunjukkan nilai significancy <0.001(<0.005). Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan penurunan skor PANSS-EC yang sangat bermakna antar kelompok pada
semua pengukuran. Hasil pada Multivariat Test dikonfirmasi oleh hasil pada
Parameter Estimates diperoleh nilai p setiap analisis adalah 0.654 (base line),
<0.001 (menit 30) dan <0.001 (menit 60). Nilai significancy 0.654 dan nilai interval
kepercayaan dari selisih rerata pengukuran melewati angka 0 pada base line tidak
dianalisis karena studi ini adalah uji klinis. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan penurunan skor PANSS-EC yang sangat bermakna pada
pasien agitasi psikotik antara yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan
penambahan injeksi diazepam dan yang hanya mendapatkan injeksi haloperidol di
RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera Utara pada menit 30 dan menit 60.24-27
34
BAB V
DISKUSI
Hasil studi ini menunjukkan perbedaan skor PANSS-EC antara pasien agitasi
psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi
diazepam dan yang hanya mendapatkan injeksi haloperidol. Studi ini terbagi dalam 2
(dua) kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 32 subjek hingga total
keseluruhan adalah 64 subjek, dimana kelompok pertama mendapatkan injeksi
haloperidol 5 mg dengan penambahan injeksi diazepam 10 mg dan kelompok kedua
mendapatkan injeksi haloperidol 5 mg saja. Pengamatan dalam studi ini dilakukan
selama 1 jam (60 menit) dimulai dari pengamatan sebelum intervensi, 30 menit dan
60 menit. Selama studi ini berlangsung tidak ditemukan subjek yang drop out.
Pada hasil uji komparatif antara variabel karakteristik subjek penelitian
masing-masing kelompok diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna
berdasarkan usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, perkawinan, IMT dan skor PANSS-
EC sehingga dapat disimpulkan bahwa semua subjek yang ikut dalam penelitian ini
adalah homogen.
Tabel IV.2 menunjukkan hasil secara statistik bahwa terdapat perbedaan
yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor PANSS-EC pada pasien agitasi
psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi
diazepam di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera Utara pada base line, menit
30 dan menit 60. Namun, secara klinis berdasarkan nilai selisih rerata diperoleh hasil
terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor PANSS-EC
base line-menit 30 (28.72±2.86 - 15.97±3.60), dan base line-menit 60 (28.72±2.86 -
14.19±3.62 ), namun tidak terdapat perbedaan bermakna penurunan skor PANSS-
EC menit 30-menit 60 (15.97±3.60 - 14.19±3.62). Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan jumlah sampel yang tidak adekuat.24-27
Tabel IV.3 menunjukkan hasil secara statistik bahwa terdapat perbedaan
yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor PANSS-EC pasien agitasi
psikotik pada pemberian injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi
Sumatera Utara antara base line, menit 30 dan menit 60. Namun, secara klinis
berdasarkan nilai selisih rerata diperoleh hasil terdapat perbedaan yang sangat
bermakna penurunan skor PANSS-EC base line-menit 30 (28.41±2.68 -
20.25±3.02), dan base line-menit 60 (28.41±2.68 - 18.94±2.92), namun tidak
35
terdapat perbedaan bermakna penurunan skor PANSS-EC menit 30-menit 60
(20.25±3.02 - 18.94±2.92). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel
yang tidak adekuat.24-27
Tabel IV.4 Menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang sangat
bermakna dalam hal penurunan skor PANSS-EC pada pasien agitasi psikotik antara
yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi diazepam dan
yang hanya mendapatkan injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi
Sumatera Utara kelompok pada menit 30 dan menit 60.24-27
Hasil studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan Pilowsky dkk pada tahun
1992 di london terhadap 102 subjek (selama 60 menit), dimana onset tranquillisation
lebih cepat dengan kombinasi diazepam dan haloperidol dibandingkan dengan
diazepam sendiri, maupun dengan haloperidol sendiri (p<0.03). Secara signifikan,
19% pasien yang menerima intervensi satu jenis obat, akan memerlukan tambahan
intervensi obat lagi (p<0.03) dan 6% memerlukan tambahan 2 jenis obat lagi. 22
Pada studi ini tidak ditemukan efek samping yang berarti kemungkinan
disebabkan faktor dosis yang minimal. Berdasarkan Britis National Formulary (BNF)
bahwa sejak tahun 1988-2000 dosis rekomendasi untuk IM haloperidol adalah 30
mg dengan peningkatan 5 mg setiap jam. Namun terjadi perubahan dosis yang
sangat dramatis dimana pada tahun 2015 ditetapkan dosis maksimal harian IM
haloperidol 12 mg. Hal ini dikaitkan dengan potensi efek samping cardiovaskular
disamping minimnya bukti bahwa dengan peningkatan dosis akan sebanding
dengan peningkatan eficacy.20
Sementara itu beberapa studi menyebutkan beberapa efek samping,
komplikasi pernapasan ditemukan pada 2 subjek (2%) dan kardiovaskuler 3 subjek
(3%). Komplikasi pernapasan terjadi dengan pemberian bolus intravena haloperidol
60 mg dan diazepam 80 mg.22 Sedangkan haloperidol menunjukkan efek samping
berupa EPS pada 6-55% kasus, distonia akut 0-17% dan akathisia pada 8-46%
kasus. Efek samping kardiovaskular berupa QT-elongation yang dapat
meningkatkan risiko arrithmia ditemukan pada pemberian haloperidol sebesar 0-6%
kasus sedangkan pada benzodiazepin tidak ditemukan kecuali pada satu studi dgn
pemberian lorazepam sebasar 7%, sedangkan efek hipotensi pada pemberian
haloperidol sebesar 0-17%.28
Studi yang hampir sama dilakukan oleh Korczak dkk berupa systematic
review dan meta-analysis pada tahun 2016 di Australia terhadap 7 studi dengan
36
jumlah sampel 1135 pasien menyatakan bahwa dalam waktu 15-20 menit, terapi
kombinasi lebih cepat dalam menimbulkan efek sedasi dibandingkan benzodiazepin
(risk ratio [RR]=1.31, p<0.001) serta anti psikotik dan kombinasi secara signifikan
lebih sedikit pengulangan pemberian dosis sedasinya dibandingkan benzodiazepin
(RR=0.49, p<0.001 dan RR=0.64, p=0.002).29
Sebagai perbandingan terhadap studi ini, Bak dkk pada tahun 2019 telah
melakukan suatu studi systematic review dan meta analyses pada 53 studi dengan
total 17 jenis obat dan 8829 subjek. Studi tersebut mengungkapkan variasi
penurunan PANSS-EC dalam 2 jam setelah intervensi baik dosis tunggal maupun
kombinasi. Penurun PANSS-EC dengan lorazepam sebesar 7 poin, haloperidol 7-8
poin, haloperidol dengan promethazin 15 poin, haloperidol dengan lorazepam 8-10
poin, haloperidol dengan midazolam 15 poin (90 menit), levopromazin 5-6 poin
(subjek lebih tua), aripriprazol antara 7-8 poin dengan satu pengecualian dimana
penurunan hanya 3 poin, Olanzapin antara 7-10 poin, risperidon 7-8 poin dimana
satu studi melaporkan penurunan sampai 14 poin, ziprasidon 3-15 poin, loxapin
inhalasi 9-11 poin dan terakhir bahkan plasebo menunjukkan penurunan PANSS-EC
2-6 poin dalam kurun waktu 2 jam.28
Studi yang dilakukan oleh Bauer dkk pada tahun 2011-2013 di Denmark
terhadap pasien agitasi berdasarkan skala pengukuran The Positive and Negative
Syndrome Scale Excited Component (PANSS-EC) dengan injeksi intra muskular
(IM) obat antipsikotik dan benzodiazepin (aripriprazole 9,75 mg, lorazepam 2-4 mg,
haloperidol 1-10 mg, diazepam 7,5-20 mg dan olanzapin 10 mg) dalam kurun waktu
2 (dua) jam menunjukkan hasil yang sangat bermakna dimana mean baseline
PANSS-EC 26.53±4.87, mean post injection PANSS-EC 11.55±7.65 dan mean
reduction PANSS-EC 14.99±8.48. Mean reduction PANSS-EC terbagi dalam 30
menit (15.81±9.58), 60 menit (15.13±8.73), 90 menit (14.65±5.35) dan 120 menit
(13.71±9.41) dengan nilai p<0.001.7
Berdasarkan onset of efficacy, studi Zun dkk pada tahun 2017 di Chicago
menemukan bahwa secara konsisten, perbaikan agitasi berdasarkan penurunan
skor PANSS-EC dipuncaki oleh IM olanzapin 10 mg dan IM ziprasidon 10-20 mg
(dari 15 menit), berbanding kontras dengan IM haloperidol 5-10 mg (30-60 menit)
walaupun kombinasi dengan IM lorazepam 2 mg. Namun demikian, satu studi
dengan IM haloperidol 7.5 mg/hari dilaporkan terjadi penurunan agitasi dalam 15
menit. Demikian juga dengan IM aripriprazol dengan kontrol plasebo, penurunan
37
signifikan skor PANSS-EC terjadi pada 45-60 menit (penilaian awal dilakukan pada
menit 15-30).30
Meskipun banyak studi yang telah dilakukan dalam penatalaksanaan agitasi,
termasuk berbagai randomized controlled trials, namun tetap tidak diperoleh bukti
yang kuat mengenai keefektifan maupun keamanan suatu jenis obat dibandingkan
dengan jenis lainnya, pilihan tetap menjadi kewenangan dokter-pasien.31
Kelebihan dari studi ini berdasarkan penelusuran peneliti adalah merupakan
studi yang pertama kali dilakukan di Sumatera Utara serta tidak dijumpai drop out
dalam studi ini. Keterbatasan studi ini adalah tidak dilakukan secara multicenter
dikarenakan keterbatasan sumber daya.
38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
1. Pada penelitian ini, untuk variabel usia (tahun) diperoleh median (min-
max) 32.5(25.0-40.0) untuk kelompok injeksi haloperidol ditambah
diazepam dan 36.0(25.0-40.0) untuk kelompok injeksi haloperidol saja.
Untuk variabel pendidikan, pekerjaan dan pernikahan, kedua kelompok
sama banyak diisi oleh subjek dengan pendidikan SD-SMP, tidak bekerja
dan tidak menikah. Untuk variabel IMT kedua kelompok sama-sama
memiliki median (min-max) 23.4(20.5-24.8) dan untuk skor PANNS-EC
base line diperoleh rerata 28.7±2.8 untuk kelompok injeksi haloperidol
ditambah diazepam dan 28.4±2.6 untuk kelompok injeksi haloperidol saja.
2. Terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor
PANSS-EC base line-menit 30 (28.72±2.86 - 15.97±3.60), dan base line-
menit 60 (28.72±2.86 - 14.19±3.62 ) – (p<0.001), namun tidak terdapat
perbedaan bermakna skor PANSS-EC menit 30-menit 60 (15.97±3.60 -
14.19±3.62) untuk injeksi haloperidol ditambah diazepam.
3. Terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor
PANSS-EC base line-menit 30 (28.41±2.68 - 20.25±3.02) – (p<0.001), dan
base line-menit 60 (28.41±2.68 - 18.94±2.92), namun tidak terdapat
perbedaan bermakna skor PANSS-EC menit 30-menit 60 (20.25±3.02 -
18.94±2.92) untuk injeksi haloperidol saja.
4. Terdapat perbedaan yang sangat bermakna dalam hal penurunan skor
PANSS-EC pada pasien agitasi psikotik antara yang mendapatkan injeksi
haloperidol dengan penambahan injeksi diazepam dan yang hanya
mendapatkan injeksi haloperidol saja di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi
Sumatera Utara pada menit 30 dan menit 60 (p<0.001).
39
VI.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan terapi kombinasi injeksi haloperidol ditambah diazepam
daripada hanya dengan pemberian haloperidol saja dalam penatalaksanaan
pasien agitasi psikotik.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan waktu yang lebih
lama yaitu diatas 1 jam.
40
DAFTAR RUJUKAN
43
Lampiran 1
Saudara/i Yth
Saya dr. Muhammad Affandi, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan
Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Jiwa dan saat ini akan melakukan suatu
penelitian dengan judul “perbedaan skor Positive and Negative Syndrome Scale –
Excited Component (PANSS-EC) antara pasien agitasi psikotik yang mendapatkan
injeksi haloperidol dengan penambahan injeksi diazepam dan yang hanya
mendapatkan injeksi haloperidol di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem provinsi Sumatera
Utara”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan skor PANSS-EC antara
pasien agitasi psikotik yang mendapatkan injeksi haloperidol dengan penambahan
injeksi diazepam dan yang hannya mendapatkan injeksi haloperidol.
Pada penelitian ini, akan disuntikkan salah satu dari dua jenis obat yang
tersebut di atas dan selanjutnya akan dilakukan observasi selama 2 jam.
Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan
maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya saudara/i menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan mendapatkan sanksi apapun
atau kehilangan haknya sebagai pasien.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan
saudara/i yang terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi
lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.
Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka
dapat menghubungi saya dr. Muhammad Affandi (08126312998) atau di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU Medan.
Terima Kasih
Medan, ......................2019
Hormat Saya
44
Lampiran 2
PERSETUJUUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Medan, ............................2019
Yang Membuat Pernyataan
(...................................)
45
Lampiran 3
46
Lampiran 4
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Data Pribadi
Nama : Muhammad Affandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Medan, 29 April 1978
Agama : Islam
Alamat : Jl. Eka Suka 13 No. 10, Medan johor
Telepon/Hp : 08126312998
Riwayat Pendidikan
Tahun 1984-1990 : SDN No. 010056 Kisaran
Tahun 1990-1993 : Pesantren Modern Daar Al Uluum Kisaran
Tahun 1993-1996 : SMA Al Azhar Medan
Tahun 1996-2004 : FK UISU Medan
Tahun 2012-sekarang : Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2005-sekarang : Personil Polri di Polda Aceh
47
Lampiran 5
PANSS-EXCITED COMPONENT
48
G4. Ketegangan
Manifestasi yang jelas tentang ketakutan, ansietas, dan agitasi, seperti kekakuan,
tremor, keringat berlebihan, dan ketidaktenangan. Poin ini dinilai berdasarkan
laporan lisan yang membuktikan adanya anxietas dan derajat keparahan.
Manifestasi fisik ketegangan dapat dilihat selama anamnesis.
P7. Permusuhan
51
Mungkin ada satu atau dua episode yang melibatkan serangan serius
sehingga pasien perlu diisolasi, difiksasi, atau bila perlu diberikan sedasi
6. Berat : pasien sering menunjukkan agresivitas secara impulsif,
mengancam, menuntut, dan merusak, tanpa mempertimbangkan
konsekuensinya. Menunjukkan perilaku menyerang dan mungkin juga
serangan seksual, atau berperilaku yang merupakan respon terhadap
perintah yang bersifat halusinasi
7. Sangat berat : pasien memperlihatkan serangan yang nyata mengancam
keselamatan orang, penyerangan seksual, perilaku brutal yang berulang,
atau perilaku menyakiti diri sendiri.
52
Lampiran 6
Data kelompok I
PE : PANSS-EC
53
Lampiran 7
Data kelopmpok II
PE : PANSS-EC
54
LAMPIRAN 8
INTERETER
Nama PANSS-EC INTERETER PANSS-EC PENELITI
BB 32 33
SN 29 31
RS 25 25
DW 28 32
SA 25 24
S 22 24
MA 24 25
TS 28 26
DK 24 24
SK 30 33
SA 31 32
KR 25 24
SS 29 28
DH 24 24
HA 26 26
JS 34 33
CH 26 24
PS 24 24
RS 29 28
MS 33 33
55
Lampiran 9
Karakteristik demografik data kategorik dengan uji Chi-Square
Crosstab
KELOMPOK SUBJEK
HLD+DIAZEPA
M HLD Total
>SMA Count 10 14 24
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
KELOMPOK SUBJEK
HLD+DIAZEPA
M HLD Total
56
Total Count 32 32 64
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
KELOMPOK SUBJEK
HLD+DIAZEPA
M HLD Total
Chi-Square Tests
57
N of Valid Cases 64
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Descriptives
Median 32,50
Variance 31,355
Minimum 25
Maximum 40
Range 15
Interquartile Range 11
Median 36,00
Variance 23,434
Minimum 25
Maximum 40
Range 15
Interquartile Range 9
58
Std. Deviation 1,27026
Minimum 20,50
Maximum 24,80
Range 4,30
Interquartile Range 1,97
Skewness -,456 ,414
Kurtosis -,822 ,809
HLD Mean 23,0025 ,20257
95% Confidence Interval for Lower Bound 22,5894
Mean Upper Bound 23,4156
5% Trimmed Mean 23,0344
Median 23,4300
Variance 1,313
Std. Deviation 1,14592
Minimum 20,50
Maximum 24,80
Range 4,30
Interquartile Range 1,94
Skewness -,616 ,414
Kurtosis -,606 ,809
PANSS-EC "0" HLD+DIAZEPAM Mean 28,72 ,506
Median 29,00
Variance 8,209
Minimum 24
Maximum 33
Range 9
Interquartile Range 5
Median 28,00
Variance 7,217
59
Std. Deviation 2,686
Minimum 24
Maximum 33
Range 9
Interquartile Range 5
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Uji Mann-Whitney U
Test Statisticsa
60
Z -1,633 -,027
Asymp. Sig. (2-tailed) ,102 ,979
Uji Independent-Sample t
95% Confidence
Interval of the
Equal variances
,450 61,745 ,654 ,313 ,694 -1,075 1,700
not assumed
Descriptives
Median 29,00
Variance 8,209
Std. Deviation 2,865
Minimum 24
Maximum 33
Range 9
Interquartile Range 5
61
5% Trimmed Mean 28,40
Median 28,00
Variance 7,217
Minimum 24
Maximum 33
Range 9
Interquartile Range 5
62
Median 15,00
Variance 13,125
Minimum 7
Maximum 22
Range 15
Interquartile Range 5
Median 19,00
Variance 8,577
Minimum 13
Maximum 24
Range 11
Interquartile Range 4
Distribusi data variabel skor PANSS-EC base line, menit 30 dan menit 60
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
63
GLM (UJI REPEATED ANOVA) KELOMPOK 1
Multivariate Testsa
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: factor1
b. Exact statistic
PAIRWISE COMPARISONS
Pairwise Comparisons
Measure: MEASURE_1
(I) factor1 (J) factor1 (I-J) Std. Error Sig.b Lower Bound Upper Bound
Multivariate Testsa
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: factor1
64
b. Exact statistic
PAIRWISE COMPARISONS
Pairwise Comparisons
Measure: MEASURE_1
(I) factor1 (J) factor1 (I-J) Std. Error Sig.b Lower Bound Upper Bound
GLM 2 kelompok
Multivariate Testsa
Parameter Estimates
65
[KELOMPOK=1] ,313 ,694 ,450 ,654 -1,075 1,700
[KELOMPOK=2] 0a . . . . .
PANSS-EC "30" Intercept 20,250 ,588 34,413 ,000 19,074 21,426
[KELOMPOK=1] -4,281 ,832 -5,145 ,000 -5,945 -2,618
[KELOMPOK=2] 0a . . . . .
PANSS-EC "60" Intercept 18,938 ,582 32,521 ,000 17,773 20,102
[KELOMPOK=2] 0a . . . . .
66