PROPOSAL TESIS
Oleh:
dr. Alland Angelbarth Kewas
NIM : 167114001
Pembimbing I:
Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO
Pembimbing II:
dr. Yutu Solihat, Sp.An, KAKV
Judul Tesis: Perbandingan Efek Analgesi Fentanil Dan Remifentanil Terhadap Kadar
Gula Darah, Pada Pasien Yang Menjalani Bedah Abdominal Dengan
Anestesi Umum
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. dr. A. Hanafie, Sp. An, KIC, KAO dr. Yutu Solihat, SpAn, KAKV
NIP. 19520826 198102 1 001 NIP. 19580811 198711 1 001
Dekan
Penguji I Penguji II
dr. Qadri Fauzi Tanjung, SpAn, KAKV dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn, KAP, KMN
NIP. 19711113 200112 1 002
Penguji III
Mengetahui,
Daftar Isi................................................................................................ i
Daftar Tabel........................................................................................... iii
Daftar Gambar........................................................................................ iv
Daftar Singkatan..................................................................................... v
Daftar Lampiran...................................................................................... vi
Bab 1 Pendahuluan............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 5
1.3 Hipotesis........................................................................ 5
1.4 Tujuan ........................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum................................................................ 6
1.4.2 Tujuan Khusus............................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian......................................................... 6
1.5.1 Manfaat Bagi Akademik .............................................. 6
1.5.2 Manfaat Bagi Praktisi.................................................... 6
1.5.3 Manfaat Pelayanan Masyarakat..................................... 6
Bab 2 Tinjauan Pustaka....................................................................... 7
2.1 Kadar Gula Darah......................................................... 7
2.2 Fentanil......................................................................... 12
2.2.1 Farmakokinetik............................................................. 12
2.2.2 Farmakodinamik........................................................... 14
2.2.3 Dosis............................................................................. 14
2.3 Remifentanil................................................................. 15
2.3.1 Farmakokinetik............................................................. 16
2.3.2 Farmakodinamik........................................................... 17
2.3.3 Dosis............................................................................. 17
2.4 Hubungan Tindakan Pembedahan Dengan Kadar Gula
Darah............................................................................ 19
2.5 Fentanil dan Remifentanil dalam Regulasi Gula Darah 24
2.6 Pemeriksaan Kadar Gula Darah Dengan Glukometer 26
i
ii
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 38
LAMPIRAN.......................................................................................... 42
iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
NO nitric oxide
DM diabetes melitus
μg microgram
kg kilogram
EEG Elektroensefalografi
mg Miligram
dL Desiliter
GH growth hormon
IL interleukin
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
yang lebih tinggi sebelum operasi (pra bedah = 49,52 ± 11,3; dan pasca bedah =
42,99 ± 5,9).
Ketika terjadi pembedahan atau trauma kecelakaan, sistem saraf
mengaktivasi respons stres dengan mengirimkan impuls ke hipotalamus (Finnerty
dkk, 2013). Sebagai respons, hipotalamus mengaktifkan sistem saraf simpatis dan
mengeluarkan corticotropic releasing hormone (CRH) yang merangsang
pengeluaran ACTH dan kortisol, serta memicu pelepasan vasopresin. Kortisol
menguraikan simpanan lemak dan protein, memperbanyak simpanan karbohidrat
dan meningkatkan ketersediaan glukosa darah (Sherwood, 2015), sementara pada
sisi yang lain juga terjadi peningkatan sekresi growth hormone (GH) sebagai
respons terhadap pembedahan dan trauma. GH kemudian akan menghambat
penggunaan glukosa oleh sel (Desborough, 2000), sehingga terjadi peningkatan
kadar gula darah bahkan sampai hiperglikemi (Lubis dkk, 2016) dan berisiko
menyebabkan terjadinya infeksi pasca operasi (postoperative surgical site
infection) (Ata dkk, 2010).
Perlu juga diperhatikan dengan sangat ketat mengenai pengaturan KGD
dalam anestesi umum. Beberapa agen induksi untuk anestesi umum memiliki efek
samping dalam peningkatan KGD (Brown, 2010). Hiperglikemia adalah fitur
respons metabolik dari pembedahan dan bergantung pada umur pasien, teknik
anestesi, keparahan trauma jaringan, tipe dan besarnya pembedahan, total lama
operasi, jumlah kehilangan darah intraoperatif, dan nyeri paskaoperatif (Gupta,
2013).
Sebagai hasil dari disstres pra-operatif, banyak perubahan fisiologis dan
psikologis terjadi pada individu. Dikarenakan sistem saraf otonom dipengaruhi
oleh kondisi distres, kecemasan dan takut, sistem saraf simpatis dan parasimpatis
juga terpengaruhi, dan adrenalin meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan
dilatasi bronkus. Oleh stimulasi dari sistem saraf otonom, tekanan darah,
frekuensi nadi dan frekuensi nafas meningkat. Peningkatan gerakan lambung dan
usus, penurunan produksi air liur, mulut kering dan gula darah meningkat
(Karanci, 2003). Prosedur bedah menginduksi kompleks respon stress,
dimanifestasikan oleh metabolik, neurohumoral, dan perubahan imunologi.
3
jam sejak dimulai operasi, Kadar gula darah awal 150mg/dl serum insulin juga
meningkat pada rata-rata 1 jam dimulai operasi. Peningkatan ini berkurang pada
pemberian remifentanil-1% glukosa (p<0,05). Peningkatan yang sama tampak
pada pemberian sevoflurane-ringer laktat, dan berkurang pada pemberian
remifentanil-ringer laktat. Serupa dengan peningkatan glukosa serum, insulin
serum juga meningkat pada 1 jam sejak operasi dimulai pada anestesi sevoflurane
3%, namun peningkatan ini kadarnya menurun pada kelompok remifentanyl-
glukosa 1% (p<0,05). Kadar TNF-α pada kelompok sevoflurane 3% meningkat
pada rata-rata 1 jam operasi dimulai, sementara IL-6 mencapai puncak tertinggi
pada 3 jam operasi operasi dimulai. Konsentrasi TNF-α dan IL-6 lebih rendah
pada kelompok remifentanil-ringer laktat dibandingkan pada kelompok
sevoflurane 3%.
Mujagic (2007) meneliti glukosa dan laktat serum pada 50 pasien yang
menjalani pembedahan abdominal. Pasien dibadi dalam dua kelompok, kelompok
1 dengan propofol-fentanil dan kelompok 2 dengan isoflurane-fentanil. Sampel
glukosa dan laktat diambil 30 menit sebelum operasi (T0), 30menit setelah operasi
dimulai (T1), setelah operasi selesai (T2), 2 jam paska operasi (T3), dan 24 jam
setelah operasi (T4). Hasil diperoleh (KGD dalam satuan mmol/l), kelompok
propofol-fentanil (T1) 5,79 ± 0,13, (T2) 6,63±0,17, (T3) 5,82±0,10 meningkat
dibandingkan (T0) 4,6±0,09, namun lebih rendah secara signifikan bila
dibandingkan dengan (T1) 6,19±0,16, (T2) 7,53±0,18, (T3) 8,57±0,30 pada
kelompok isoflurane-fentanil. Pada kelompok isoflurane-fentanil, KGD T1, T2,
T3 berada diatas nilai normal glukosa serum, sementara pada kelompok propofol-
fentanil hanya T2 saja yang berada diatas nilai normal.
Azemati (2013) meneliti 100 wanita yang akan menjalani menunjukkan
kombinasi isoflurane-remifentanil meningkatkan KGD intraoperasi, sementara
kombinasi propofol-remifentanil menurunkan KGD intraoperasi pada
pembedahan laparoskopi ginekologi. Azemati membandingkan kombinasi
remifentanil 0,25mcg/kgbb/menit dengan isofluran 0,8% (grup 1) dibandingkan
dengan kombinasi remifentanil (0,25mcg/kgbb/menit) dengan propofol
100mcg/kgbb/menit (grup 2). Glukosa awal 82,9±12 mg/dl pada grup 1 dan
5
82,8±1 mg/dl pada grup 2. Pada kedua grup kadar glukosa meningkat secara
signifikan P<0,05. Glukosa pada grup lebih rendah pada grup 1 nilai pada P1
(P<0,02) dan nilai P2 (P<0,001).
Shehab (2013) meneliti 64 pasien yang menjalani bedah laparoskopi,
membandingkan pemberian remifentanil infus kombinasi sevoflurane dengan
fentanil kombinasi sevoflurane terhadap KGD selama operasi laparoskopi.
Penilaian KGD dilakukan 6 x, yaitu (T0) pada saat sebelum induksi (KGD awal) ,
(T1) paska intubasi, (T2) stres maksimum (setelah insisi), (T3) 1 jam setelah
insisi, (T4)1 hari dan (T5) 2 hari setelah operasi. Hasil penelitian Shehab ini
menunjukkan KGD pada kelompok Remifentanil rerata (T0) 94,2±6,6, (T1)
95±6,9, (T2) 126,8±30,8, (T3) 134,8±28, (T4) 123±40,4, dan (T5) 108,6±10,2.
Sedangkan pada ada kelompok fentanil rerata (T0) 92,7±9,1, (T1) 93,4±9, (T2)
140,5±29,6, (T3) 145,2±33,7, (T4) 142,3±49,4, dan (T5) 113,4±8,9. Pada kedua
kelompok, terjadi peningkatan kadar gula darah setelah insisi, 1 jam setelah insisi
dan 1 dan 2 hari setelah operasi yang signifikan dibandingkan dengan KGD awal
masing-masing (P > 0,05). Namun peningkatan KGD pada kelompok remifentanil
lebih rendah dibandingkan peningkatan KGD pada kelompok fentanil.
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk melihat
perbandingan efek analgesi fentanil dan remifentanil dalam menekan peningkatan
KGD, pada pasien yang menjalani bedah abdominal dengan anestesi umum.
1.3. Hipotesa
Tidak ada perbedaan efek analgesi fentanil dan remifentanil dalam
menekan peningkatan kadar gula darah, pada pasien yang menjalani bedah
abdominal dengan anestesi umum.
6
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan efek analgesi fentanil dan remifentanil
terhadap KGD pada pasien yang menjalani bedah abdominal dengan anestesi
umum.
7
8
glukosa dari sirkulasi sehingga tidak bergantung pada insulin. Insulin juga
berperan dalam promosi glikolisis, suatu proses pemecahan glukosa untuk energi
seluler; promosi glikogenesis, suatu proses pengubahan glukosa menjadi glikogen
untuk disimpan; inhibisi lipolisis, suatu proses pemecahan lipid menjadi energi.
(Triplitt, 2012).
Di dalam hepar, insulin dibutuhkan dalam regulasi luaran glukosa bukan dalam
fasilitasi ambilan glukosa. Ketika konsentrasi insulin rendah, luaran glukosa
hepatik meningkat. Insulin membantu hepar menyimpan sebagian besar glukosa
yang diabsorpsi dalam bentuk glikogen. Ginjal dikenal memainkan peran penting
dalam homeostasis glukosa melalui pelepasan glukosa ke dalam sirkulasi
(glukoneogenesis), ambilan glukosa dari sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan
energi pada ginjal, dan reabsorpsi glukosa pada tubulus proksimal renal. Ginjal
juga dimaksudkan berperan dalam eliminasi kelebihan glukosa (>180 mg/dL)
dengan memfasilitasi ekskresi glukosa dalam urin. (Triplitt, 2012).
12
Faktor yang menaikkan KGD dapat naik pada beberapa kondisi berikut ini
(Triplitt, 2012).
Faktor yang Menurunkan Kadar gula darah dapat turun pada kondisi berikut ini:
(Triplitt, 2012).
• Intake makanan yang kurang
• Penggunaan alkohol
• Penggunaan insulin atau obat anti diabetes yang berlebihan
• Aktivitas fisik yang berlebihan
• Insulinoma
• Endokrinopati, contohnya kegagalan hipofisis atau adrenal
• Penyakit ginjal atau hepar kronik
• Sepsis
• Pembedahan gastrik menyebabkan transit yang cepat
• Penyakit metabolik inheritan
2.2. Fentanil
Fentanil adalah analgesik golongan opiat sintetis yang umum digunakan
bersamaan dengan agen anestesi lainnya, dengan tujuan untuk menciptakan
balanced general anesthesia, dan memiliki efek pereda nyeri dan sedasi. Fentanil
13
dinilai 100 kali lebih kuat dari morfin, dimana 100 mikrogram fentanil setara
dengan 10 miligram morfin. ( Carlos, 2020). Fentanil dosis 2 – 20 μg/kg
intravena dapat diberikan untuk mengurangi respon kardiovaskuler pada tindakan
laringoskopi dan intubasi endotrakhea karena cara kerjanya yang memblok
rangsang nyeri, depresi tonus simpatis sentral dan aktivasi tonus vagal. Fentanil
dengan dosis 2 – 20 μg/kg intravena juga dapat digunakan untuk mengatasi
perubahan mendadak akibat stimulasi saat pembedahan. Sementara dosis besar
fentanil 50 – 150 μg/kg intravena digunakan dalam surgical anesthesia sebagai
obat anestesi tunggal. (Cummings, 2015).
Penggunaan fentanil dosis tinggi sebagai anestetik tunggal mempunyai
keunggulan stabilnya hemodinamik dikarenakan tidak adanya efek langsung
depresi jantung, tidak adanya pelepasan histamine, supresi respon stress akibat
pembedahan. Kelemahan penggunaan fentanil sebagai agen anestesi tunggal
termasuk gagalnya pencegahan respon sistem saraf simpatik akibat rangsang nyeri
hebat akibat pembedahan, kemungkinan sadarnya pasien, kemungkinan depresi
nafas paskabedah. (Carlos, 2020).
2.2.1. Farmakokinetik
Fentanil memiliki onset kerja lebih cepat dibandingkan morfin, walaupun
demikian, ada jeda waktu antara puncak konsentrasi plasma fentanil dengan
puncak penurunan gelombang EEG. Hal ini disebabkan karena Fentanil memiliki
afinitas lipid lebih tinggi dibandingkan morfin, sehingga pada penyuntikan,
Fentanil cenderung dapat menembus jaringan dengan lapisan kaya lemak dan
pembuluh darah, seperti otak, paru-paru dan jantung. Eliminasi Fentanil pada
populasi lanjut usia cenderung memanjang karena Fentanil sangat mudah
berikatan dengan protein, sehingga, perlu pengaturan dosis karena Fentanil dapat
bekerja lebih lama dengan dosis yang sama, jika dibandingkan dengan populasi
pasien yang lebih muda (Cummings and Naguib, 2015).
14
2.2.2 Farmakodinamik
Fentanil dimetabolisme oleh N-demethylation, menghasilkan norfentanil,
hydroxyproprionyl-Fentanil, and hydroxyproprionyl-norFentanil. Norfentanil
secara struktur mirip normeperidine dan merupakan metabolit dasar dari Fentanil
pada manusia. Kadar puncak fentanil dalam darah dicapai dalam 5 – 15 menit,
onset secara suntikan intravena tercapai dalam 30 detik, dan diikuti lama kerjanya
obat dalam darah selama 30 – 60 menit. Fentanil dikeluarkan melalui urin setelah
72 jam suntikan pertama (Cummings and Naguib, 2015).
2.2.3. Dosis
Dalam praktik klinis biasanya, pemberian titrasi fentanil pada 1,5-5 μg/kg
sebelum pemberian barbiturat atau agen induksi lainnya. Karena fentail mencapai
kadar puncak di dalam plasma sekitar 3-5 menit, pemberian fentail harus selesai
sekurangnya 3 menit sebelum intubasi, untuk dapat menumpulkan respon
hemodinamik saat intubasi trachea. Sementara dalam rumatan, dapat diberikan
dosis incremental 0,5-2,5 μg/kg yang diberikan berkala setiap 30 menit, atau
dengan infus kontinu, diberikan dosis 2-10 μg/kg.jam. Dosis tinggi fentanil 100
μg/kg mencegah peningkatan kadar dalam plasma zat berikut seperti epinefrin,
kortisol, KGD, free fatty acids, dan growth hormone (respon stres) selama
15
pembedahan, tetapi dosis yang lebih rendah 5 μg/kg diikuti infus 3 μg/kg.jam
tidak mempengaruhi.
2.3. Remifentanil
Remifentanil adalah opiat kerja-pendek dari kelas phenylpiperidine yang
lebih poten daripada opiat alkaloid, memberikan efek agonis pada reseptor mu,
dan digunakan secara luas di bidang anestesi, baik anestesi umum maupun sadar
sejak diterima oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat
pada tahun 1996. (Twersky, 2001).
Remifentanil dapat digunakan sebagai alternatif fentanil untuk mencegah
reaksi hiperdinamik akut pada saat tindakan dengan efek nyeri yang kuat dan
singkat. Pada anestesi umum, remifentanil awalnya diberikan sebagai bolus 1
µg/kg intravena (IV) selama 60 sampai 90 detik, bersamaan dengan agen hipnotik
atau inhalasi induksi. Dosis rumatan berkisar pada 0.05-2 µg/kg/menit. Tambahan
bolus 1 µg/kg dapat diberikan secukupnya, sementara dosis besar fentanil 50 –
150 μg/kg IV digunakan dalam pembedahan sebagai obat anestesi tunggal.
(Cummings, 2015). Kecepatan pemberian selama anestesi dapat dititrasi secara
meningkat sampai 25-100% atau diturunkan sampai 25-50% selama 2-5 menit
untuk mendapatkan efek obat yang diinginkan.
2.3.1. Farmakokinetik
Farmakokinetik remifentanil pada pasien yang gemuk maupun kurus tidak
memiliki perubahan signifikan, sehingga, disarankan menghitung dosis obat ini
berdasarkan berat badan ideal pasien. Remifentanil memiliki onset cepat (kira-kira
1 menit) dan eliminasi half-life yang pendek (10 menit), sehingga remifentanil
tidak berakumulasi di dalam tubuh, tidak seperti opioid (Sridharan and
Sivaramakrishnan, 2019). Remifentanil merupakan derivat dari piperidine dengan
affinitas terhadap reseptor µ dan reseptor κ. Obat ini memiliki onset yang sangat
cepat (waktu paruh untuk ekuilibrasi plasma-efek adalah 1-1.5 menit) dan volume
distribusi yang ecil (0.2-0.4 l/kg). Efek puncak setelah pemberian dosis bolus
dicapai dalam waktu 1.5 menit. Redistribusi terjadi dengan cepat dan waktu paruh
eliminasi sedang waktu 8-20 menit (untuk alfentanil memerlukan waktu 60-120
menit). Remifentanil dimetabolisme oleh esterase nonspesifik, sehingga
farmakokinetik tidak bergantung dari fungsi hati atau ginjal.
Metabolit utama dari obat ini adalah asam remifentanil, yang 800-1200 kali
lebih lemah dari remifentanil. Segera setelah pemberhentian infus, konsentrasi
dari remifentanil berkurang secara cepat, tanpa memperhatikan durasi dari
pemberian obat, waktu paruhnya adalah 3-5 menit. Setelah <15 menit,
konsentrasinya akan berkurang sampai 80%, sehingga depresi pernafasan yang
tertunda sangat sedikit kemungkinannya untuk terjadi. (Sreevastava, 2004).
Tabel 1. Farmakokinetik dari Remifentanil
Karaktersitik Waktu
Volume distribusi 0.3-0.4 l/kg
Waktu Paruh Eliminasi 8-20 menit
Waktu paruh untuk ekuilibrasi antara 1.0-1.5 Menit
kompartemen plasma dan efek obat
Waktu paruh sensitive pada konteks 3-5 menit
17
2.3.2. Farmakodinamik
Remifentanil secara kimiawi terkait dengan fentanyl dan memiliki sifat
farmakodinamik yang serupa dengan onset aksi yang cepat tetapi sedikit lebih
kuat daripada fentanyl. Remifentanil unik karena metabolismenya tidak
tergantung pada fungsi organ. Sebaliknya, remifentanil dimetabolisme oleh
esterase plasma nonspesifik yang terletak terutama di dalam eritrosit. Metabolit
primer adalah turunan asam karboksilat tanpa aktivitas opiat yang akhirnya
diekskresikan dalam urin. Metabolisme luas dari remifentanil menghasilkan
pembersihan cepat dengan t1 / 2β 9 menit. Selain itu, paruh waktu konteks-sensitif
tetap pendek, bahkan setelah infus berkepanjangan Misalnya, setelah infus
remifentanil selama lebih dari 8 jam, paruh waktu konteks-sensitif tetap sekitar 3
menit. Sebagai perbandingan, infus fentanyl 3 jam memiliki paruh waktu konteks-
sensitif 180 menit.36 Dengan demikian efek remifentanil akan mereda dengan
sangat cepat, bahkan setelah infus yang berkepanjangan. Seperti semua opioid,
efek samping lain dari remifentanil termasuk apnea, depresi pernapasan, dan
kekakuan otot, yang semuanya dapat terjadi dengan cepat dengan pemberian
bolus. Mual, muntah, dan pruritus juga merupakan efek samping yang umum.
Remifentanil tidak diketahui menyebabkan pelepasan histamin dan jarang
menyebabkan reaksi alergi. Seperti dengan semua opioid, efek sampingnya dapat
dibalikkan dengan antagonis opioid. (Bryan Simmons, Alexander Kuo,2019).
2.3.3. Dosis
Laboratorium penelitian manusia menyebutkan remifentail memproduksi
efek analgesik yang terikat pada dosis. Efek analgesik pada bolus intravena
0,0625-2,0 μg/kg, sama baiknya dengan uji komputer mencapai target konsentrasi
18
plasma 0,75-3,0 ng/ml. Dosis bolus menghasilkan efek analgesik puncak antara 1-
3 menit dan durasi sekitar 10 menit.
Respon sitokin
Pelepasan sitokin dan IL-1, IL-6, TNF-α
Mediator infalamasi Adhesi platelet
Peningkayan Peningkatan koagulasi;
protaglandin Peningkatan aktivitas
HPA axis.
Peningkatan Neutrofil Inflamasi lokal,nyeri
Penekanan limfosot
Pireksia Peningkatan kebutuhan Peningkatan demand
metabolik tubuh pada sistem
kardiovaskular
jam sejak dimulai operasi, Kadar gula darah awal 150mg/dl serum insulin juga
meningkat pada rata-rata 1 jam dimulai operasi. Peningkatan ini berkurang pada
pemberian remifentanil-1% glukosa (p<0,05). Peningkatan yang sama tampak
pada pemberian sevoflurane-ringer laktat, dan berkurang pada pemberian
remifentanil-ringer laktat. Serupa dengan peningkatan glukosa serum, insulin
serum juga meningkat pada 1 jam sejak operasi dimulai pada anestesi sevoflurane
3%, namun peningkatan ini kadarnya menurun pada kelompok remifentanyl-
glukosa 1% (p<0,05). Kadar TNF-α pada kelompok sevoflurane 3% meningkat
pada rata-rata 1 jam operasi dimulai, sementara IL-6 mencapai puncak tertinggi
pada 3 jam operasi operasi dimulai. Konsentrasi TNF-α dan IL-6 lebih rendah
pada kelompok remifentanil-ringer laktat dibandingkan pada kelompok
sevoflurane 3%.
Mujagic (2007) meneliti glukosa dan laktat serum pada 50 pasien yang
menjalani pembedahan abdominal. Pasien dibadi dalam dua kelompok, kelompok
1 dengan propofol-fentanil dan kelompok 2 dengan isoflurane-fentanil. Sampel
glukosa dan laktat diambil 30 menit sebelum operasi (T0), 30menit setelah operasi
dimulai (T1), setelah operasi selesai (T2), 2 jam paska operasi (T3), dan 24 jam
setelah operasi (T4). Hasil diperoleh (KGD dalam satuan mmol/l), kelompok
propofol-fentanil (T1) 5,79 ± 0,13, (T2) 6,63±0,17, (T3) 5,82±0,10 meningkat
dibandingkan (T0) 4,6±0,09, namun lebih rendah secara signifikan bila
dibandingkan dengan (T1) 6,19±0,16, (T2) 7,53±0,18, (T3) 8,57±0,30 pada
kelompok isoflurane-fentanil. Pada kelompok isoflurane-fentanil, KGD T1, T2,
T3 berada diatas nilai normal glukosa serum, sementara pada kelompok propofol-
fentanil hanya T2 saja yang berada diatas nilai normal.
Azemati (2013) meneliti 100 wanita yang akan menjalani menunjukkan
kombinasi isoflurane-remifentanil meningkatkan KGD intraoperasi, sementara
kombinasi propofol-remifentanil menurunkan KGD intraoperasi pada
pembedahan laparoskopi ginekologi. Azemati membandingkan kombinasi
remifentanil 0,25mcg/kgbb/menit dengan isofluran 0,8% (grup 1) dibandingkan
dengan kombinasi remifentanil (0,25mcg/kgbb/menit) dengan propofol
100mcg/kgbb/menit (grup 2). Glukosa awal 82,9±12 mg/dl pada grup 1 dan
26
82,8±1 mg/dl pada grup 2. Pada kedua grup kadar glukosa meningkat secara
signifikan P<0,05. Glukosa pada grup lebih rendah pada grup 1 nilai pada P1
(P<0,02) dan nilai P2 (P<0,001).
Shehab (2013) meneliti 64 pasien yang menjalani bedah laparoskopi,
membandingkan pemberian remifentanil infus kombinasi sevoflurane dengan
fentanil kombinasi sevoflurane terhadap KGD selama operasi laparoskopi.
Penilaian KGD dilakukan 6 x, yaitu (T0) pada saat sebelum induksi (KGD awal) ,
(T1) paska intubasi, (T2) stres maksimum (setelah insisi), (T3) 1 jam setelah
insisi, (T4)1 hari dan (T5) 2 hari setelah operasi. Hasil penelitian Shehab ini
menunjukkan KGD pada kelompok Remifentanil rerata (T0) 94,2±6,6, (T1)
95±6,9, (T2) 126,8±30,8, (T3) 134,8±28, (T4) 123±40,4, dan (T5) 108,6±10,2.
Sedangkan pada ada kelompok fentanil rerata (T0) 92,7±9,1, (T1) 93,4±9, (T2)
140,5±29,6, (T3) 145,2±33,7, (T4) 142,3±49,4, dan (T5) 113,4±8,9. Pada kedua
kelompok, terjadi peningkatan kadar gula darah setelah insisi, 1 jam setelah insisi
dan 1 dan 2 hari setelah operasi yang signifikan dibandingkan dengan KGD awal
masing-masing (P > 0,05). Namun peningkatan KGD pada kelompok remifentanil
lebih rendah dibandingkan peningkatan KGD pada kelompok fentanil.
Fentanil Remifentanil
Respons Stres
Stimulasi
hipotalamik
Pengeluaran ACTH
Glikogenolisis
Glukoneogenesis Peningkatan Kortisol
Lipolisis/Proteolisis
Ketogenesis
FENTANIL
KADAR GLUKOSA
DARAH
REMIFENTANIL
= Variabel
BAB IIIbebas
= Variabel Terikat
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Setelah dihitung secara statistik, seluruh sampel di bagi menjadi 2
kelompok yaitu:
a. Kelompok A diberikan fentanil dosis 2 mcg/kgBB diencerkan dengan NaCl
0,9% hingga 5 ml, injeksi IV selama 1 menit, dan dilanjutkan dosis rumatan
2 mcg/kgBB/jam via syringe pump dalam pengenceran NaCl 0,9% hingga
50ml.
b. Kelompok B diberikan remifentanil dosis 1 mcg/kgBB diencerkan dengan
NaCl 0,9% hingga 5 ml, injeksi IV selama 1 menit, dan dilanjutkan dosis
rumatan 20 mcg/kgBB/jam via syringe pump dalam pengenceran NaCl 0,9%
hingga 50ml.
29
30
+
= = 2 +3
−
n1 = Jumlah subyek yang mendapat perlakuan Remifentanil
n2 = Jumlah subyek yang mendapat perlakuan Fentanil
Zα = Kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64
Zβ = Kesalahan tipe 2, ditetapkan sebesar 20%, sehingga Zβ = 0,84
x1 – x2 = Selisih minimal hemodinamik yang dianggap bermakna pada kedua
kelompok subyek = 1
s = Simpangan baku gabungan, ditetapkan dengan nilai = 0,7
+
= = 2 +3
−
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus besar sampel di atas maka
diperoleh besar sampel 15. Ditambah 10% untuk drop out, menjadi 17 pasien pada
masing-masing kelompok, sehingga total sampel untuk kedua kelompok sebesar
34 sampel.
b. Alat monitor non invasif otomatik (tekanan darah, denyut jantung, frekuensi
nafas, EKG, saturasi oksigen) (Infinity ®)
c. Laringoskop set dewasa (Macintosh® dan Miller®)
d. Pipa endotrakea 3 (6.5, 7, 7.5) ukuran sesuai usia (Aximed®)
e. Glukometer (Easy touch GCU®)
f. Matras Penghangat: BLANKETROL III (CSZ®)
g. Spuit 3 ml, 5 ml, 50 ml (Terumo®)
h. Syringe pump (Terumo ®), extention tube (GEA®)
i. Kanul vena 18G, infus set, threeway (Terumo®)
j. Pencatat waktu (Jam)
k. Alat tulis dan formulir penelitian
3.6.2. Bahan
a. Obat premedikasi: sulfas atropine® 0,25mg/ml dan midazolam® 5mg/5mL
b. Obat-obatan induksi anestesi umum: Propofol 200mg/20mL (Fresofol®)
c. Cairan kristaloid: ringer laktat
d. Obat analgetik: Fentanyl® 100 mcg/2ml ( PT. KIMIA FARMA),
Remifentanil 1g/ml® (PT. PHARMAPROS)
e. Obat emergensi : Efedrin (Vasodrin®) 50 mg/mL dan Dexamethasone®
5mg/ml
f. Pelumpuh otot: Rokuronium 50mg/5ml (Roculax®)
g. Reversal: neostigmin® 0,5mg/ml
3. Pencatatan identitas berupa jenis kelamin, umur, dan ASA dilakukan pada
subjek penelitian.
4. Dilakukan pengundian untuk menentukan kelompok yaitu kelompok A:
Fentanil atau kelompok B: Remifentanil
5. Subjek penelitian akan dipuasakan 8 jam sebelum operasi. Sebelum subjek
penelitian masuk ke ruang operasi, pastikan bahwa subjek penelitian telah
terpasang jalur intravena.
6. Saat tiba di ruang operasi, pasien dibaringkan di meja operasi yang sudah
dilapisi matras penghangat. Kemudian dilakukan pemasangan alat
monitoring standar : noninvasive arterial blood pressure (NIBP), oksimeter
dan kateter urin.
7. KGD (T0) diperiksa dengan menggunakan glukometer (Easy touch GCU®).
8. Pada kelompok A : diberikan premedikasi midazolam dosis 0,05
mg/kgBB/IV, selanjutnya diberikan fentanil dosis 2 mcg/kgBB diencerkan
dengan NaCl 0,9% hingga 5 ml, injeksi IV selama 1 menit, dan dilanjutkan
dosis rumatan 2 mcg/kgBB/jam via syringe pump dalam pengenceran NaCl
0,9% hingga 50ml. 3 menit sejak bolus fentanil diberikan induksi propofol
dosis 1mg/kgBB/IV serta pelumpuh otot rocuronium dosis 1mg/kgBB/IV,
setelah onset tercapai dilakukan intubasi. Selama operasi rumatan dengan
inhalasi isoflurane 1 % dan atracurium dengan dosis 0,5mg/kgBB/jam/IV.
Pada kelompok B : diberikan premedikasi midazolam dosis 0,05
mg/kgBB/IV, selanjutnya diberikan remifentanil dosis 1 mcg/kgBB
diencerkan dengan NaCl 0,9% hingga 5 ml, injeksi IV selama 1 menit, dan
dilanjutkan dosis rumatan 20 mcg/kgBB/jam via syringe pump dalam
pengenceran NaCl 0,9% hingga 50ml. 3 menit sejak bolus remifentanil
diberikan induksi propofol dosis 1mg/kgBB/IV serta pelumpuh otot
rocuronium dosis 1mg/kgBB/IV, setelah onset tercapai dilakukan intubasi.
Selama operasi rumatan dengan inhalasi isoflurane 1 % dan atracurium
dengan dosis 0,5mg/kgBB/jam/IV.
9. KGD diperiksa kembali pada 30 menit (T1) dan 60 menit (T2) setelah insisi
34
10. Cairan rumatan selama operasi digunakan Ringer Lactate. Apabila terjadi
hipotensi, diberikan efedrin 6 mg intravena (Phapros®). Pada akhir
pembedahan, semua agen anestesi dihentikan. Untuk me-reverse pelumpuh
otot, diberikan neostigmin 0,05mg/kg dan atropin 0,02 mg/kg.
11. Periksa kadar glukosa sewaktu 1 jam (T3) dan 3 jam (T4) setelah ekstubasi.
12. Seluruh data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara statistik.
Populasi
Inklusi Eksklusi
Sampel
Randomisasi
Kelompok A Kelompok B
Insisi
Laporan hasil
38
39
Finnerty, C. C., Mabvuure, N. T., Ali, A., Kozar, R. A., & Herndon, D. A.
2013, ‘The Surgically Induced Stress Response’, Journal of Parenteral and
Enteral Nutrition, vol. 37, no. 5, pp. 21S-29S.
Güemes M, Rahman SA, Hussain K. What is a normal blood glucose? Arch Dis
Child [Internet]. 2016 Jun [cited 2019 Mar 16];101(6):569–74. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26369574
Gupta K, Aman Maggo, Manish Jain, Prashant K Gupta, Bhawna Rastogi,
Apoorva B. Singhal. Blood Glucose estimation as an indirect assesment of
modulation of neuroendocrine stress response by dexmedetomidine versus
fentanyl premedication during laparoscopic cholecystectomy: a clinical study.
Anesthesia: Essays and researches, Jan-Apr.2013;7(1).
Hasegawa Akira, Iwasaka H, Hagiwara S, dkk. Remifentanil and Glucose
Suppress Inflammation in a Rat Model of a Surgical Stress. Surg Today. 2011; 41:
1617-1621.
Karanci AN, Dirik G. Predictors of pre and postoperative anxiety in emergency
surgery patients. J Psychosom Res. 2003.55(4):363-369.
Lacoumenta S, Walsh ES, Waterman AE, Ward I, Paterson JL, Hall GM. Effects of
ketamine anaesthesia on the metabolic response to pelvic surgery. Br J Anaesth. 1984
May;56(5):493–7.
Lubis, F. R., Kumaat, L. T., & Tambajong, H. F. 2016, ‘Gambaran
perubahan kadar gula darah pada pasien pra-pasca bedah dengan anestesi spinal
menggunakan bupivakain di IBS RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Desember
2015 – Januari 2016’, Journal e-Clinic, vol. 4, no. 1, pg. 412.
Mujagic Z, Cicko E, Vegar-Brozovic V, dan Praso M. Serum level of
glucose and lactate in patients teated under total intravenous anesthesia with
propofol-fentanyl and under balanced anesthesia with isoflurane-fentanyl.
Biochemia Medica. 2007; 17 (1);1-138.
Murphy GS, Szokol JW, Marymont JH, Avram MJ, Vender JS. The effects
of morphine and fentanyl on the infl ammatory response to cardiopulmonary
bypass in patients undergoing elective coronary artery. Anesth Analg 2007:
104;1334-42.
Ouattara A, Lecomte P, Le Manach Y, Landi M, Jacqueminet S, Platonov I,
Bonnet N, Riou B, Coriat P. Poor intraoperative blood glucose control is
40
Riwayat Pendidikan
1994 - 2000 : SD Xaverius 9 Medan
2000 - 2003 : SLTP Panti Budaya Medan
2003 - 2006 : SMA St. Thomas 1 Medan
2006 - 2011 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2016 – Sekarang : PPDS-1 Anestesiologi dan Terapi Intensif FK- USU
42
43
Lampiran 2
JADWAL TAHAPAN PENELITIAN
NO Tahapan Penelitian Rencana
1 Bimbingan Proposal Maret 2020
2 Seminar Proposal Maret 2020
3 Perbaikan Proposal Maret 2020
4 Komisi Etik Penelitian April 2020
5 Pengumpulan Data Mei-Juni 2020
6 Pengolahan dan Analisa Data Juni 2020
7 Bimbingan Penyusunan laporan Akhir Juni 2020
8 Seminar Akhir Penelitian Juni 2020
9 Perbaikan Laporan Akhir Penelitian Juni 2020
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Pengumpulan data
Bimbingan penyusunan
laporan akhir
Seminar akhir penelitian
Lampiran 3
LEMBAR PENJELASAN KEPADA PASIEN/ WALI SUBJEK PENELITIAN
Salam Sejahtera,
Bapak/Ibu/Saudara/i Yth,
Perkenalkan Saya, dr. Alland Angelbarth Kewas, peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan sedang melakukan penelitian yang
berjudul:
“Perbandingan Efek Analgesi Fentanil Dan Remifentanil Terhadap Kadar
Gula Darah, Pada Pasien Yang Menjalani Bedah Abdominal Dengan
Anestesi Umum”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah terhadap 2 jenis
obat analgesik opioid selama tindakan bedah abdominal dengan pembiusan umum
di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.
Bapak/Ibu/Saudara/i Yth :
Penelitian ini menyangkut pelayanan tindakan pembiusan pada pasien yang
menjalani bedah abdominal yang terencana. Tindakan pembiusan pada pasien
laparatomi dengan pemberian obat opioid yang dimasukkan ke pembuluh darah
dapat menghilangkan rasa nyeri selama pembedahan dan diharapkan dapat
mengatur kadar gula darah pasien selama dalam pembedahan.
Dalam prosedur ini, obat-obatan opioid yang digunakan antara lain Fentanil
dan Remifentanil yang juga sudah lazim digunakan di RSUP H. Adam Malik
Medan dan di seluruh dunia.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan menunjukkan apakah terdapat
hubungan fentanil dan remifentanil terhadap kadar gula darah pada pasien bedah
abdominal yang dilakukan dengan pembiusan umum.
Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian akan diambil sebagai subjek sukarelawan pada
penelitian ini, berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk
lebih jelasnya pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian ini,
Bapak/Ibu/Saudara/i akan menjalani prosedur sebagai berikut :
45
Lampiran 4
Perbandingan Efek Analgesi Fentanil Dan Remifentanil Terhadap Kadar
Gula Darah, Pada Pasien Yang Menjalani Bedah Abdominal Dengan
Anestesi Umum
I. Identitas Pasien
Nama : No. RM :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Alamat :
Suku /Agama : /
Berat badan : kg
Tinggi badan : m
BMI : kg/m2
Diagnosis :
Riwayat Diabetes Melitus : Ya / Tidak
Tindakan Operasi :
PS ASA : I/ II/III
Drop Out : Ya/ Tidak
Lama Operasi :
Lampiran 5 RM.2.11/IC.SPenelitian/20…
NRM :
Nama :
Jenis Kelamian :
RSUP H. Adam Malik- FK USU Tgl. Lahir :
-------------------------------------------
Nama Wali Subyek Peneliti
------------------------------------------ ------------------------------------
51
Lampiran 6
ANGGARAN PENELITIAN
Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian
Remifentanil 15 Rp 200.000,- Rp 3.000.000,-
Fentanil 15 Rp 200.000,- Rp 3.000.000,-
Easy touch® kadar gula darah stick 4 Rp 180.000,- Rp 720.000,-
Spuit 3 cc (Terumo®) 64 Rp 3.000,- Rp 192.000,-
Spuit 10 cc (Terumo®) 64 Rp 3.000,- Rp 192.000,-
Spuit 50cc (Terumo®) 64 Rp 5.000,- Rp 320.000,-
Pengadaan Literatur Rp 500.000,-
Konsumsi Rp 1.000.000,-
Hasil Penelitian Rp 500.000,-
Biaya Komisi Etik Penelitian Rp 250.000,-
Biaya Izin Penelitian Rp 300.000,-
Total biaya penelitian Rp 9.974.000,-