PROPOSAL
Oleh:
KISHENDRAN R GANANDRAN
NIM: 120600195
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-
Nya proposal ini telah selesai disusun. Dalam penulisan proposal ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Ganandran Rothinam dan Ibunda Tamil Chelvi atas segala doa dan
dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini.
2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Essie Octiara, drg., Sp. KGA selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi
Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran,
dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA., MSc selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Yati Roesnawi, drg selaku dosen yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi tanpa jemu selama
proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
7. Teman-teman terbaik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara, Vithyaa Devendra Kumar, Noohen Reddy, dan Sivakumar Yoganathan yang
selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.
(Kishendran R Ganandran)
NIM : 120600195
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
iv
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 35
3.2.1 Lokasi ......................................................................................... 35
3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................ 35
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 35
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 36
3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 38
3.6 Pengolahan Data ............................................................................ 38
3.7 Aspek Pengukuran ........................................................................ 39
3.8 Analisis Data .................................................................................. 40
3.9 Etika Penelitian ............................................................................. 40
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vii
Gambar 13a. Blok nervus nasopalatina1 .......................................................... 19
Gambar 13b. Blok nervus alveolar posterior superior1 .................................. 19
Gambar 14a. Penempatan jarum anestesi blok mandibula1 ............................. 21
Gambar 14b. Anestesi blok mandibula atau blok nervus alveolar inferior1 ... 21
Gambar 15a. Pistol grip jarum suntikan15 ........................................................ 21
Gambar 15b. Pena jarum suntikan otomatis intraligamen15............................. 21
Gambar 16a. Penempatan jarum anestesi15 ...................................................... 22
Gambar 16b. Anestesi intraligamen Intraligamen15 ........................................ 22
Gambar 17. Area jarum yang paling sering bengkok semua jarum yang
bengkok harus dibuang3 ............................................................. 29
Gambar 18. Trauma pada bibir terjadi kerena pasien tidak sengaja menggigit
bibir saat masih teranestesi2 ....................................................... 30
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner
ix
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Kavita Kohli (2001) melakukan sebuah survei anestesi lokal dan topikal yang
digunakan oleh dokter gigi pada anak di Amerika Serikat. Penelitian ini menunjukkan
bahwa lidokain adalah anestesi lokal yang paling banyak dipilih untuk perawatan gigi
di Kedokteran Gigi Anak. Pada penelitian ini, ukuran dan panjang jarum anestesi
lokal yang digunakan oleh dokter gigi bagi teknik infiltrasi adalah jarum pendek
gauge 30 dan bagi teknik blok adalah jarum pendek gauge 27. Penyuntikan anestesi
lokal sebanyak satu ampul memerlukan waktu 11 sampai ≥ 60 detik. Hampir semua
dokter gigi anak memilih untuk pemberian anestesi topikal.5
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengetahui
bagaimana tingkat pengetahuan dan pengalaman mahasiswa kepaniteraan klinik
tentang penggunaan anestesi pada anak oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di RSGM
FKG USU, sehingga dalam pelaksanaannya dapat menolong mahasiswa Kedokteran
Gigi Anak membuat keputusan yang tepat untuk anestesi lokal digunakan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari proses mengetahui mengenai suatu hal yang
terjadi melalui proses sensoris terutama dari mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Filosafi pengetahuan
yaitu Plato menyatakan pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan”
(justified true belief). Dalam Kamus Besar Dewan Bahasa Indonesia, pengetahuan
berarti suatu yang telah diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.Pengetahuan
merupakan hal kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu:6
1. Tahu (know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya
mengingat atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui.
3. Penerapan (application)
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam
suatu bentuk tertentu yang baru.
4
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek
tertentu.
2.2 Anestesi
Berbagai cara mengatasi rasa sakit secara farmakologi dapat menolong anak,
namun strategi yang paling banyak digunakan adalah anestesi. Anestesi berupa
anestesi general dan anestesi lokal. Penggunaan anestesi dapat mengontrol rasa sakit
dan ketidaknyamanaan Anestesi lokal aman digunakan selama teknik yang dilakukan
tepat, sehingga dapat menolong anak memiliki pengalaman yang baik. Penggunaan
anestesi merupakan bagian yang sangat penting dalam mengontrol rasa sakit dan
ketidaknyamanan pada perawatan gigi serta bila digunakan secara tepat akan sangat
membantu menghilangkan ketakutan dan kegelisahan pada anak akan rasa sakit.3
buahan dimaksudkan untuk membuat preparat tersebut lebih dapat ditolerir oleh anak,
namun sebenarnya dapat menimbulkan masalah karena merangsang terjadinya
salivasi berlebihan. Bila anestesi dilakukan dengan menggunakan semprotan, larutan
umumnya dapat didistribusikan dengan lebih mudah dan efeknya akan lebih luas
daripada yang kita inginkan. Waktu timbulnya anestesi adalah 1 menit dan durasinya
adalah 10 menit.9
2. Salep (gel)
Permukaan mukosa harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum mengoleskan
salep, dioleskan pada permukaan mukosa sebelum tindakan penyuntikan sama seperti
spray. Sediaan ini mempunyai konsentrasi yang lebih rendah yaitu lignokain
hidroklorida 5%, namun diperlukan waktu 3-4 menit untuk memberikan efek
anestesi.9
3. Emulsi
Emulsi ini akan sangat bermanfaat bila kita ingin mencetak seluruh rongga
mulut dari pasien yang sangat mudah mual. Sesendok teh emulsi dapat digunakan
pasien untuk kumur-kumur disekitar rongga mulut dan orofaring dan kemudian
dibiarkan satu sampai dua menit, sisanya diludahkan tepat sebelum pencetakan.
Emulsi ini juga dapat bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri pascaoperatif seperti
setelah gingivektomi dan tidak berbahaya bila tertelan secara tidak disengaja. Emulsi
mengandung lignokain hidroklorida 2% juga dapat digunakan.9
4. Etil klorida
Etil klorida (ethyl chloride), juga dikenal sebagai chloroethane dan
monochloroethane, adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai refrigeran.
Semprotan etil klorida yang disemprotkan ke mukosa yang telah dikeringkan sebelum
insersi jarum untuk mengurangkan nyeri dan menguap dengan cepat sehingga dapat
menimbulkan anestesi melalui efek pendinginan. Semprotan etil-klorida bekerja
dalam waktu 30 detik dan tidak mahal.9
6
Adaptor Jarum
Piston dangan Harpun
Pegangan Jari
Adaptor Jarum
Barel jarum
Cincin Jempol
Gambar 1. A. Karpul metallic jenis ampul yang siap diipasang. B.Karpul anestesi
lokal yang dibongkar.2
b. Ampul
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah
atau kontaminasi dari larutan. Sebagian besar ampul mengandung 2,2 ml, 1,8 ml dan
1,7 ml larutan anestesi lokal.2
c. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anestesi yang akan
dilakukan. Jarum suntikan pada Kedokteran Gigi tersedia dalam 3 ukuran sesuai
ADA; panjang (32 mm), pendek (20 mm) dan super pendek (10 mm). Besar optimal
dari jarum yang digunakan untuk prosedur perawatan gigi masih belum dapat
ditentukan dengan pasti, namun rata-rata besar jarum mulai dari ukuran 25 sampai 30
gauge. Jarum halus (30 gauge) digunakan untuk infiltrasi dan jarum yang lebih tebal
(27 gauge) untuk semua injeksi lain. Kebanyakan jarum yang digunakan terbuat dari
stainleess steel dan disposable.4
9
2. Bahan
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila diaplikasikan
dengan kadar yang tepat.13 Perkembangan obat-obat terus dilakukan secara konstan,
namun agen anestesi ideal dewasa ini masih belum dapat ditemukan. Persyaratan
agen ideal perlu diketahui untuk memeriksa sifat obat-obat yang digunakan dalam
bidang Kedokteran Gigi antara lain tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf
secara permanen, batas keamanan harus luas. Anestesi lokal akan diserap dari area
yang diaplikasikan, aksi reversible obat yang digunakan untuk mendapat anestesi
lokal harus sudah hilang seluruhnya dalam rentan waktu tertentu, awal kerja harus
sesingkat mungkin sedangkan masa kerja harus cukup lama, stabil dalam larutan, dan
dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.3,13
Secara kimia anestesi lokal digolongkan atas senyawa amida dan senyawa ester.
Anestesi lokal yang tergolong dalam senyawa amida antara lain adalah lidokain,
mepivakain, prilokain, artikain dan bupivakain, sedangkan yang tergolong dalam
senyawa ester adalah benzokain dan prokain.14
a. Golongan Amida
1) Lidokain
Lidokain tersedia atas tiga formula yaitu: lidokain 2% tanpa vasokonstriktor (murni),
lidokain 2% dengan dengan vasokonstriktor epinephrine 1:100.000 dan lidokain 2%
dengan epinephrine 1:50.000. Penggunaan lidokain 2% murni memiliki durasi 1-2 jam
pada jaringan lunak namun pada perawatan pulpa hanya 5-10 menit sehingga
penggunaannya terbatas. Lidokain dengan 1:50.000 epinephrine memiliki keuntungan
dapat menghemostasis darah sehingga analisa ini signifikan untuk durasi anestesi pulpa.
Penambahan epinephrine pada lidokain dapat memperpanjang masa lama kerja hampir dua
kali lipat, yang tersedia dipasaran adalah Xylocaine®, Lignospan®.15,16
11
2) Artikain
Artikain telah digunakan di Jerman sejak tahun 1976 dan di Kanada sejak tahun
1983. Sediaan artikain 4% dengan epinephrine 1:100.000. Durasi artikain pada
pulpa sekitar 1 jam dan pada jaringan lunak selama 2-3 jam. Onset anestesi ini lebih
cepat dan anestesinya lebih dalam, artikain telah menjadi anestesi yang paling banyak
digunakan di Eropa dan Kanada, yang tersedia selama ini adalah Septocaine®.16
3) Mepivakain
Mepivakain merupakan anestesi lokal golongan amida yang sifat farmakologiknya
mirip lidokain, namun mepivakain menghasilkan vasodilatasi yang lebih sedikit dari
lidokain. Mepivakain yang digunakan di Amerika Serikat berupa: mepivakain 3%
(murni) atau larutan 2% dengan 20,000 levonordefrin. Penggunaan mepivakain (murni)
digunakan pada prosedur Kedokteran Gigi dengan durasi yang pendek. Mepivakain
ketika diaplikasikan dengan konsentrasi 2% dikombinasikan dengan 1:100.000
epinephrine, memberikan efek anestesi yang mirip seperti lidokain 2% dengan
epinephrine. Mepivakain (murni) memiliki durasi anestesi pada pulpa yaitu 20-40 menit
dan pada jaringan lunak 2-3 jam. Mepivakain dengan vasokonstriktor memiliki durasi
pada pulpa yaitu 60-90 menit dan durasi jaringan lunak 3-5 jam.16
4) Prilokain
Prilokain memiliki potensi hampir sama dengan lidokain dan mepivakain,
namun berdasarkan sifat toksisitas prilokain memberikan efek lebih minimal pada
sistem saraf pusat dan kardiovaskular. Seperti mepivakain, prilokain bersifat kurang
vasolidatasi dari lidokain dan dapat digunakan untuk prosedur durasi jangka pendek.
Prilokain tersedia sebagai 4% prilokain (murni) atau 4% prilokain dengan 1:200.000
13
5) Bupivakain
Bupivakain memiliki sediaan 0,5% bupivakain dengan 1:200.000 epinephrine.
Bupivakain menunjukkan onset yang lebih lama pada beberapa pasien yaitu 6-10
menit dibandingkan dengan 2-7 menit untuk lidokain dan mepivakain. Durasi yang
lebih lama dari anestesi bupivakain dicapai terutama melalui anestesi blok
mandibular dimana durasi pulpa 1,5-7 jam dan jaringan lunak dari 5-12 jam.16
14
b. Golongan Ester
1) Prokain
Sediaan prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin.
Prokain memiliki mula kerja lama dan masa kerjanya pendek. Nama dagang adalah
Novokain®, Etokain®, Gerovital®.2
2) Benzokain
Benzokain pertama kali digunakan pada tahum 1890 di Jerman. Benzokain
diindikasikan untuk mengobati berbagai kondisi yang berhubungan dengan nyeri.
Benzokain kurang larut dalam air, tidak sesuai untuk injeksi, dapat menyebabkan
reaksi alergi. Sedian benzokain adalah aerosol, gel, patch, ointment dan cairan.2
B
15
A
Gambar 10. A. Anestesi prokain (Novocain 3%) B. Anestesi
topikal yang mengandung benzokain
® ®
(Hurricaine , Xylonor )
2.2.2.3. Mekanisme
1. Absorbsi
Pada saat diinjeksikan ke jaringan lunak, anestesi lokal menghasilkan reaksi
farmakologi pada pembuluh darah. Semua jenis anestesi lokal memiliki tingkatan
reaksi yang berbeda. Reaksi yang timbul berpengaruh pada konsentrasi yang
diberikan. Efek signifikan dari vasodilatasi meningkat ketika anestesi lokal sudah
diserap oleh pembuluh darah, sehingga menurunkan durasi dan kualitas dari rasa
sakit, tetapi meningkatkan konsentrasi anestesi lokal pada pembuluh darah dan
potensi overdosis (reaksi toksik). Tingkatan reaksi anestesi lokal yang diserap oleh
pembuluh darah dan mencapai level maksimum bervariasi sesuai dengan cara
pemberiannya.2,14
2. Distribusi
Setelah diserap oleh pembuluh darah, anestesi lokal disalurkan ke seluruh
jaringan dalam tubuh. Organ yang dilewati yaitu otak, hepar, ginjal, paru-paru, limfe
memiliki kadar anestesi yang paling tinggi. Otot-otot skeletal walaupun tidak banyak
dilewati, tetapi mengandung anestesi lokal dengan persentasi yang tinggi
dibandingkan organ atau jaringan lain karena memiliki massa jaringan yang paling
banyak di dalam tubuh. Konsentrasi plasma dari anestesi lokal memiliki pengaruh
pada organ tertentu yang dapat menyebabkan potensi toksisitas.2,14
16
3. Metabolisme
Perbedaan yang signifikan antara dua jenis anestesi lokal yaitu ester dan amida
adalah hasil metabolisme golongan ester memproduksi Para-Amino Benzoate
(PABA), yaitu zat yang dapat memicu reaksi alergi, sehingga golongan ester dapat
menimbulkan fenomena alergi. Kondisi inilah yang menjadi pertimbangan bahan
anestesium golongan amida lebih sering digunakan daripada golongan ester.2,14
4. Ekskresi
Metabolit dan sisa yang tidak termetabolisme, baik dari golongan amida
maupun ester akan dieksresikan oleh ginjal. Pada pasien dengan penyakit ginjal
terminal baik senyawa induk maupun metabolitnya akan terakumulasi oleh karena itu
penggunaan anestesi lokal baik golongan ester maupun golongan amida
kontraindikasi bagi pasien dengan penyakit ginjal yang signifikan, misalnya pasien
yang menjalani hemodialisis, glomerulonefritis kronis, atau pielonefritis.2,14
2.2.2.4 Teknik
Teknik pemberian anestesi lokal yang khusus untuk anak, namun modifikasi
dari metode standar kadang diperlukan. Teknik penyuntikan standar dilakukan
dengan mengurangi kedalaman penetrasi jarum postur anak jauh lebih kecil
dibandingkan dengan dewasa. Selain itu, tulang tengkorak anak mempunyai anatomi
yang berbeda dari dewasa.2 Tulang maksila dan mandibula pada anak secara umum
memiliki jumlah gigi lebih sedikit dan kepadatan tulangnya berbeda sehingga larutan
anestesi lokal berdifusi cepat dan anestesi lebih segera bekerja.2,3 Teknik anestesi
lokal yang digunakan di Kedokteran Gigi anak yaitu anestesi infiltrasi, blok, dan
intraligamen.1
1. Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi atau injeksi supraperiosteal digunakan untuk menunjukkan
tempat dalam jaringan dimana larutan anestesi diaplikasikan di dekat terminal dari
saraf yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial.3 Pada anak, bidang
alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terdapat saluran vaskular dari
17
pembuluh darah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi
pada gigi-gigi susu atas dan bawah.1,3 Sediaan 0,5-1,0 ml larutan anestesi lokal cukup
untuk menganestesi pulpa pada kebanyakan gigi anak.1,2
Kasa atau kapas steril diletakkan di antara jari dan membran mukosa mulut,
tarik pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk
rahang atas dan ke arah atas untuk rahang sehingga membran mukosa menjadi
tegang, untuk memperjelas area lipatan mukobukal atau mukolingual. Aplikasikan
terlebih dahulu anestesi topikal sebelum insersi jarum.1,2 Area aplikasi jaringan pada
lipatan mukosa dengan mukosa dengan bevel jarum mengarah ke tulang dan sejajar
bidang tulang (gambar 11a.).2 Setelah posisi jarum tepat, lanjutkan insersi jarum
menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi (gambar 11b)
lalu larutan diaplikasikan perlahan-lahan agar memperkecil atau mengurang rasa
sakit, anestesi akan berjalan dalam waktu lima menit.1,2
Area dilakukan anestesi infiltrasi antara lain pada area labial atau bukal
(gambar 12a, 12b dan 12c), palatal atau lingual (gambar 12d) rahang atas dan rahang
bawah.1,2
Gambar 11a. Insersi jarum pada lipatan Gambar 11b. Jarum menyelusuri
mukosa dengan jarum periosteum sampai
sejajar bidang tulang3 setinggi akar gigi3
18
Gambar 12a. Infiltrasi labial pada rahang Gambar 12b. Infiltrasi labial pada rahang
atas1 bawah1
2. Anestesi Blok
Istilah anestesi blok atau anestesi regional berarti bahwa larutan anestesi yang
diaplikasikan dekat batang saraf akan melalui pemblokiran semua impuls,
menimbulkan anestesi pada area yang disuplai oleh saraf tersebut. Tipe anestesi ini
mempunyai keuntungan yaitu area teranestesi lebih luas bisa diperoleh hanya dengan
satu titik aplikasi dan penyuntikan dilakukan dengan jarum pendek sehingga banyak
disukai oleh dokter gigi dan pasien anak.1,2
inervasi tambahan dari nervus palatina, bagian akar yang melebar ke palatal atau akan
melakukan anestesi pada gigi anterior maksila keseluruhan sekaligus, maka dapat
dilakukan blok nervus nasopalatina.1,2
Area titik aplikasi terletak pada papila insisivus yang berlokasi pada garis
tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentralis. Ujung jarum diarahkan ke atas
pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior, aplikasikan kira-kira 0,5 ml
larutan anestesi lokal. Anestesi topikal mutlak dilakukan sebelum insersi jarum untuk
mengurangi rasa sakit.1,2
Anak dengan morfologi tulang disekitar apeks gigi permanen molar satu
dimana posisi prosessus zygomaticus menutupi tulang alveolar, maka teknik infiltrasi
tidak efektif. Blok nervus alveolar posterior superior mungkin dapat digunakan dalam
keadaan ini. Titik aplikasi terletak pada lipatan mukosa tertinggi di atas akar
distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dengan kedalaman sekitar 15 mm
dan ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum. Aspirasi dan jika tidak
terlihat darah dengan perlahan-lahan aplikasikan 1,5-2 ml larutan, anestesi akan
berjalan tiga sampai lima menit.1,2
Gambar 13a. Blok nervus nasopalatina1 Gambar 13b. Blok nervus alveolar
posterior superior1
oklusal.1,12 Teknik ini dianjurkan karena penyuntikan infiltrasi biasanya tidak efektif
terutama pada regio gigi molar mandibula.1,2
Penatalaksanaan teknik ini dilakukan sama seperti pada orang dewasa. Anak harus
membuka mulutnya dengan lebar, lalu palpasi tepi anterior ramus ascendens mandibula,
raba lebih ke posterior pada krista buksinatoria. Ibu jari diletakkan pada permukaan
oklusal gigi molar, dengan ujung ibu jari bersandar pada linea obliqua dan pangkal ibu
jari bersandar pada fossa retromolar. Tempat masuk jarum diatas kuku, tahan syringe
sejajar terhadap bidang oklusal dan terletak diatas gigi premolar dan molar yang
berlawanan. Jarum dimasukkan kira-kira 15 mm dengan perlahan-lahan sampai ujungnya
berkontak dengan tulang. Kondisi ini bevariasi pada setiap anak tergantung pada ukuran
mandibula dan perubahan proporsinya sejalan dengan pertambahan umur. Ujung jarum
pada posisi yang sama, geser syringe melewati garis tengah mulut (gambar 10a). Jarum
diteruskan ke belakang menyusuri tulang sejauh 1cm, sesudah jarum masuk, maka akan
terasa jarum tidak lagi menyusuri tulang karena berada pada sulkus mandibula di atas
nervus alveolar inferior. Lakukan aspirasi, jika terdapat darah, tarik jarum sedikit dan
ulangi lagi. Apabila tidak ada darah, aplikasikan kira-kira ¾ catridge atau 1,5 ml secara
perlahan-lahan selama kira-kira 30-45 detik (gambar 14b), kemudian tarik syringe
perlahan-lahan. Nervus lingualis akan teranestesi dengan sendirinya karena pada area
masuknya jarum suntikan sejumlah kecil larutan anestesi sekitar 0,5 ml, oleh disebabkan
blok nervus alveolaris inferior telah berjalan Untuk ekstraksi atau prosedur lainnya yang
melibatkan mukosa bukal maka injeksi mandibula perlu ditambahkan dengan infiltrasi
bukal.1,2
21
Gambar 14a. Penempatan jarum anestesi Gambar 14b. Anestesi blok mandibula
blok mandibula1 atau blok nervus alveolar
inferior1
5. Anestesi Intraligamen
Anestesi intraligamen atau ligamen periodontal (PDL) telah diterima baik
dalam Kedokteran Gigi Anak karena sangat efektif dan dianggap sebagai teknik
tambahan bila teknik anestesi sulit dilakukan dengan teknik konvensional.2 Teknik ini
menggunakan sejumlah kecil larutan anestesi lokal dan dianjurkan 0,2 ml dosis setiap
akar gigi, ukuran jarum yang digunakan 30 gauge pendek atau sangat pendek.
Anestesi intraligamen dapat dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional, tetapi
lebih baik dengan syringe khusus yaitu pistol grip jarum suntikan intraligamen
(gambar 15a), karena lebih mudah memberikan tekanan yang diperlukan untuk
menyuntikkan ke dalam ligamen periodontal dan pena jarum suntikan otomatis
intraligamen (gambar 15b), ini adalah instrumen yang kurang agresif dibandingkan
jenis pistol-grip dan lebih disukai oleh anak-anak.2
Gambar 15a. Pistol grip jarum Gambar 15b. Pena jarum suntikan
suntikan17 otomatis intraligamen17
22
d. Perhitungan dosis anestesi lokal untuk anak berdasarkan tabel dosis maksimum 4
Kegagalan mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering kali
disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan anestesi
lokal yang diaplikasikan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan larutan
anestesi teraplikasi di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi biasanya dapat
diperoleh dengan mengulang pengaplikasian setelah memeriksa tenggara anatomi dan
setelah meninjau ulang teknik aplikasi yang digunakan.3
Kegagalan untuk mendapat efek anestesi juga disebabkan karena penggunaan
larutan yang sudah kadaluarsa. Dokter gigi harus terlebih dahulu memastikan bahwa
stok ampul anestesi belum kadaluwarsa dan menggunakannya dengan benar.3
2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.
Tajamnya jarum merupakan faktor penting, dan karena itulah perlu dipastikan
bahwa dokter gigi harus menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi. Bila
jaringan tegang dan ujung yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap
mukosa, penetrasi dapat terjadi segera.3
Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan non isotonik atau yang sudah
terkontaminasi. Ampul yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini.
Pemberian aplikasi blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami
sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini
merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera
ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap mengaplikasikan larutan anestesi pada situasi
seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Dokter
gigi seharusnya memberikan tekanan dan mengaplikasikan larutan anestesi secara
pelan-pelan. Selain itu, injeksi langsung ke palatal pada sebagian pasien anak dapat
menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman. Untuk meminimalkan, dapat digunakan
anestesi topikal yang diaplikasikan menggunakan cotton bud dan tekanan ringan pada
lokasi yang akan diaplikasikan sambil memasukkan jarum suntikan.2,3
3. Patahnya jarum
Sejak diperkenalkannya jarum stainless steel sekali pakai, dan dipasarkan
dalam wadah paket yang steril menyebabkan kasus patah jarum menjadi semakin
jarang terjadi. Sebelumnya, untuk memberikan sterilisasi, dokter gigi merendam
29
jarum hipodermik kecil dalam larutan desinfektan kimia, namun tindakan ini
dianggap tidak efektif dan bahkan dapat mengkorosi logam.2,3
Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga
pada pasien saat jarum menusuk otot atau kontak periosteum. Apabila gerakan pasien
berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan
patah jarum. Kebanyakan dokter gigi menggunakan jarum 27 gauge 35 mm untuk
anestesi blok nervus alveolaris inferior pada orang dewasa,kadang muncul persepsi
bahwa penggunaan jarum yang lebih kecil (30 gauge) dapat mengurangi rasa
ketidaknyamanan pada pasien. Bahkan ditunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan
dalam persepsi rasa nyeri antara penggunaan jarum 27 dan 30 gauge. Diketahui juga
bahwa defleksi jarum dan tekanan mendorong pada syringe adalah lebih besar pada
jarum dengan gauge yang lebih kecil.2,3
Diketahui bahwa patah jarum umumnya terjadi pada area hub atau pangkal
jarum (gambar 17) makanya jarum jangan diinsersikan seluruhnya ke dalam jaringan,
dan sebaiknya harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar jarum tetap
menonjol keluar dari permukaan mukosa apabila terjadi kerusakan pada jarum dapat
terlihat. 2, 3
4. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan
biasanya disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan pada saat
pemberian anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik
aseptik umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.2,3
5. Postoperative soft tissue injury
Dokter gigi harus memperingatkan orang tua bahwa anaknya yang menerima
penyuntikan anestesi lokal akan tidak mempunyai sensasi selama satu jam atau lebih
pada jaringan lunak di area yang dilakukan penyuntikan tersebut. Trauma pada
jaringan lunak ini lebih sering terjadi pada pasien anak, karena sikap yang tidak
kooperatif dan tidak mengetahui bahwa area yang teranestesi akan menghilangkan
sensasi untuk beberapa waktu. Biasanya terjadi pada penyuntikan blok nervus
alveolar inferior, anak diingatkan untuk tidak menggigit-gigit mukosa mulutnya
seperti pada bibir, lidah dan permukaan dalam pipi agar tidak terjadi ulser atau yang
sering disebut traumatic ulcer. Komplikasi tetap dapat terjadi meskipun sudah
diperingatkan, maka penanggulannya tergantung dari gejala yang terlihat. Apabila
terjadi dalam waktu 24 jam setelah penyuntikan, maka gunakan larutan salin hangat
untuk membersihkan luka dan mengurangi pembengkakan. Analgesik diberikan bila
sakit dan antibiotik diberikan supaya tidak terjadi infeksi. Lesi seperti ini dapat pulih
dengan cepat dengan sedikit meninggalkan jaringan parut.2,3,4
Gambar 18. Trauma pada bibir terjadi kerena pasien tidak sengaja menggigit bibir
saat masih teranestesi.2
31
6. Parastesis
Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka
waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal, hal ini terjadi karena adanya
trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada
keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk
beberapa jam lamanya.2,3,4
Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna,
apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Perawatan ini dapat
dilakukan dengan tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun
mata pasien harus dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Area
yang terkena dicatat dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga
kecepatan dan derajat pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan dan
lakukan termoterapi pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan.
Bila pemulihan tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau
saraf.2,4
b. Komplikasi sistemik
Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan,
terdiri dari overdosis sampai toksisitas, sinkop dan reaksi alergi.
1. Overdosis (Toksisitas)
Reaksi sistemik toksik dari anestesi dapat terjadi pada pasien anak karena berat
badan yang lebih ringan dibanding pasien dewasa. Pasien anak juga lebih sering
diberi obat penenang sebelum perawatan. Pemberian obat penenang bagi pasien anak
yang diberikan bersamaan dengan anestesi dapat mengakibatkan kemungkinan reaksi
toksin akan meningkat.4
2. Sinkop (Pingsan)
Pingsan dapat terjadi tiba-tiba dan dapat disertai atau disadari dengan hilangnya
kesadaran. Kejadian seperti ini sering terjadi pada pasien anak yang duduk Pada
sebagian besar kasus ini merupakan serangan vasovagal atau ‘pingsan’ karena
penurunan suplai darah ke otak yang mendadak dapat menimbulkan hipoksia serebral
dan umumnya akan pulih secara spontan. Pasien sering mengeluh tentang rasa pusing,
32
lemas, dan nausea, dengan kulit yang pucat, dingin serta mudah berkeringat. Sinkop
karena serangan vasovagal biasanya ditandai dengan bradikardia yang nyata sehingga
adanya denyut nadi yang lambat dan lemah dapat digunakan untuk membentuk
menentukan diagnosa banding. Pasien harus segera dibaringkan dengan posisi kepala
lebih rendah dari tubuh yaitu dengan menyesuaikan sandaran kursi unit bersudut 10°
karena posisi tersebut dapat mendrainase venus serebral dan dapat meningkatkan
perfusi darah pada otak.3
3. Alergi
Reaksi alergi adalah reaksi yang ditimbulkan oleh antibodi yang terbentuk
sebagai respon terhadap kontak dengan agen atau obat dengan struktur yang sama, di
masa lalu. Reaksi alergi pada dasarnya tidak ada hubungan dengan dosis. Keadaan ini
karena tinggi kapasitas pasien untuk bereaksi terhadap bahkan dosis kecil. Alergi
dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, beberapa di antaranya termasuk urtikaria,
dermatitis, angiedema, demam, fotosensitivitas, atau anafilaksis. Manajemen darurat
tergantung pada tingkat keparahan reaksi alergi.2,3,
33
Anestesi
Umum Lokal
- Karpul
Ester Amida Topikal Lokal Sistemik
Infiltrasi Blok Intraligamen - Ampul
-Benzokain - Lidokain - Dioleskan - Jarum
-Prokain - Artikain - Disemprotkan - Cotton Buds
- Mepivakain
- Prilokain
- Bupivakain
34
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Kriteria Inklusi
a. Mahasiswa yang sudah pernah melakukan kepaniteraan klinik
di Instalasi Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
b. Mahasiswa yang masih melakukan kepaniteraan klinik di
Instalasi Ilmu Kedokteran Gigi Anak
c. Mahasiswa yang masih belum lulus UKMPPDGI
d. Bersedia menjadi responden penelitian.
Kriteria Eksklusi
a. Jawaban kuesioner yang tidak lengkap.
Definisi Operasional
P=F/N*100%
P = Persentase
N = Jumlah Soal
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Donald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 9
th ed., Indiana: Elsevier Mosby, 2011: 241-51
2. Malamed SF. Handbook of local anesthesia. 6 th ed., Missouri: Elsevier
Mosby, 2012: 292-326
3. Howe, Geoffrey L, Whitehead F, Ivor H. Anestesi lokal. 3 rd ed., Jakarta:
Hipokrates, 1992: 99-128.
4. American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on appropriate use of
local anesthesia for pediatric dental patients. Reference Manual 2009-2015. J
Am Dent Assoc 2005; 199-205
5. Kohli K, Ngan P, Crout R, Linscott CC. A survey of local and topical
anesthesia use by pediatric dentists in the United States. American Academy
of Pediatric Dentistry 2001; 23: 265-69
6. Budiman RA. Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap dalam
penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013: 3,7-11
7. Kumar M, Chawla R, Goyal M. Topical Anesthesia. J Anaesthesiol Clin
Pharmaco 2015; 31: 450-56
8. Mathewson RJ, Primosh RE. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3 th ed.,
Missouri: Quintessence Publishing Co, 1995: 163-84.
9. Christopher D, Schraga ED. Topical Anesthesia.
http://reference.medscape.com/article/109673./ (Februari 20.2017).
10. Malamed SF. Reversing local anesthesia. Journal of Inside Dentistry 2008: 1-
3
11. Domingo LCD, Canaan TJ. Local anesthetics: review of pharmacologic
aspects and clinical properties. Clinical Update 2002; 24: 18-20
12. Reddy K. Ideal properties of local anesthesia.
http://www.drkarthikreddy.com/tag/ideal-properties-of-local-anesthesia/
44
(Februari 26.2017).
13. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Gaya baru, 2013: 77-91
14. Pinkham JR, Casamassimo PS, McTigue DJ et al. Pediatric dentistry infancy
though adolescence. 4th ed., India: Saunders, 2005: 447-61.
15. Haas DA. An update on local anasthetics in dentistry. Journal of Canadian
Dental Assoc. 2002; 68(9): 546-51
16. Budenz AW. Local anesthetics in dentistry: then and now. J Calif Dent Assoc.
2003; 31(5): 388-96.
17. Welbury R, Duggal M, Hosey M.T. Paediatric Dentistry. 3rd ed, New York:
Oxford University Press, 200: 94-115
18. Saragi M, Moore PA, Hersh EV. Local anasthetic calculation: avoiding
trouble with pediatric patients. 2015; 1: 48-52.
19. Direktoriat Bina Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pelayanan informasi bat. http://pio.binfar.depkes.go.id/. 2 Februari
2017.
20. Becker DE, Reed KL. Essential of local anesthetic pharmacology. Anest Prog.
2006; 53: 98-109.
21. Yulian E, Parmadi SP. Hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dengan prilaku seksual berisiko pada remaja di SMK Negeri 4
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika. February 2007: 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK