TRAUMATIC ULCER
Disusun Oleh
Ai Rafikah Nurpratiwi
Npm : 160110140069
Pembimbing :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
2.1.2. Anamnesa................................................................................................3
2.1.10. Diagnosa.................................................................................................9
2.2.1 Anamnesa..............................................................................................10
3.1.2 Etiologi..................................................................................................16
3.1.3 Patogenesis............................................................................................16
3.1.4 Histopatologis.......................................................................................17
3.1.6 Perawatan..............................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................................31
BAB V SIMPULAN....................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi
rongga mulut. Luka pada mukosa rongga mulut apapun penyebabnya menghasilkan
defek yang terlokalisasi pada permukaan yang dilapisi epitelium. Defek tersebut
Traumatic ulcer adalah salah satu kelainan rongga mulut yang sering terjadi,
ditandai dengan adanya lesi ulseratif dengan hilangnya lapisan epitel hingga
membran basal. Prevalensi traumatic ulcer cukup tinggi. Ulser pada rongga mulut
Traumatic ulcer dapat disebabkan oleh gigi yang patah atau tajam, tambalan yang
kurang baik, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat orthodontik, dan adanya kemungkinan
luka yang diakibatkan oleh diri sendiri (tergigit ketika makan, kebiasaan menggigit
bibir). Lokasi yang paling umum terjadi pada bibir, pipi, dan lidah.
Pada tanggal 24 Oktober 2018 Tn. A datang ke RSGM FKG Unpad dengan
keluhan terdapat sariawan di bibir bawah sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu.
Sariawan terjadi akibat tergigit saat makan. Melalui anamnesa, pemeriksaan ekstra
oral dan intra oral, didapatkan diagnosa traumatic ulcer. Pasien diinstruksikan untuk
tetap menjaga kesehatan mulutnya, diberi resep salep triamcinolone acetonide 0,1%,
1
Vitamin B12, Asam Folat dan diinstruksikan untuk menambah asupan sayur dan buah
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Pasien :A
Usia : 24 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :-
3
Alamat Rumah : Jl. Kubang Selatan No.129 Bandung
2.1.2. Anamnesa
bibir bawah kanan dan lidah sebelah kanan bawah sejak 2 hari yang lalu karena
tergigit. Terasa sakit dan perih apabila pasien makan makanan pedas dan panas.
Pasien mengaku akhir-akhir ini pola makan tidak teratur dan jarang mengkonsumsi
buah dan sayur serta jarang meminum air putih. Pasien tidak memiliki riwayat
sariawan yang
4
5
muncul tiba-tiba. Di keluarga pasien (orang tua, kakak, dan adik) tidak memiliki
riwayat sariawan yang berulang dan muncul tiba-tiba. Pasien mengobati sariawannya
dengan mengoleskan albothyl dan pasta gigi. Pasien ingin sariawannya diobati.
Hipertensi : YA / TIDAK
Asma/Alergi : YA / TIDAK
Hamil : YA / TIDAK
Kontrasepsi : YA / TIDAK
Lain-lain : YA / TIDAK
Disangkal.
Suhu : Afebris
Pernafasan : 20 x / menit
7
Nadi : 68 x / menit
Kelenjar Limfe
tidak ikterik
8
Bibir : t.a.k
Lain-lain :-
Kalkulus + / - stain + / -
Mukosa Labial : Terdapat 1 buah ulcer pada bibir bawah kanan, bentuk
Frenulum : t.a.k
a)
10
b) c)
Gambar 2. 1. a) Gambaran letak 1 buah ulcers pada mukosa labial bawah dan
Frenulum : t.a.k
Lidah : t.a.k
UE UE
11
UE UE
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.1.10. Diagnosa
Perawatan Farmakologis
s 1dd 1 p.c
13
s 1dd 1 p.c
2.2.1 Anamnesa
Empat belas hari yang lalu pasien datang ke bagian Oral Medicine RSGM
FKG Unpad dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah kanan dan lidah bawah
kanan di daerah gigi 43. Pasien diberikan resep salep triamcinolone acetonide 0,1%
in orabase yang dioleskan pada sariawannya setelah makan dan sebelum tidur,
meminum vitamin B12 dan asam folat setelah makan. Rasa nyeri pada sariawan
berkurang pada hari ketiga setelah pemberian obat. Berdasarkan hasil observasi
sariawan di bibir dan lidah pasien sembuh, tidak meninggalkan bekas, dan tidak
terasa sakit.
Kelenjar Limfe
14
Bibir : t.a.k
Lain-lain :-
Kebersihan Mulut
16 11 26 16 11 26
Baik/ sedang/
buruk
1 0 1 0 0 0
46 31 37 46 31 37
Stain +/-
0
1 0 1 0 0
DI = 4/6 KI = 0/6
OHI-S = DI + CI = 4/6 = 0,6 baik
Gingiva : bentuk normal, warna pink coral, konsistens kenyal
disemua regio
Mukosa Bukal : Terdapat teraan gigitan di sisi posterior regio 46-47
Mukosa Labial : t.a.k
Palatum Durum : t.a.k
Palatum Mole : t.a.k
Lidah : t.a.k
Dasar Mulut : t.a.k
16
a) b)
Tidak dilakukan
2.2.5 Diagnosa
1. Pro DHE
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Ulcer adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa yang
memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi sedikit. Ulcer
meluas melewati lapisan basal dari epitel dan ke dalam dermisnya (Langlais, 2000).
Traumatic ulcer adalah lesi tunggal yang paling umum terjadi dalam penyakit
mulut. Luka yang terjadi pada mukosa mulut biasanya akan mengarah kepada
mukosa oral disebabkan oleh taruma. Diagnosis biasanya didasarkan pada anamnesa
dan temuan fisik. Namun, selalu penting untuk membedakan lesi traumatis dari
karsinoma sel skuamosa. Dokter gigi harus memeriksa kembali semua pasien dengan
ulkus tunggal, secara signifikan penyembuhan terjadi dalam 1 sampai 2 minggu, jika
17
18
ulcer masih ada dalam jangka waktu 2 minggu atau manifestasi klinis mengarah
kepada dugaan adanya keganasan maka perlu dilakukan biopsi untuk memastikan
Manifestasi klinis traumatic ulcer berupa rasa perih, sakit, terdapat eksudat
fibrin putih-kekuningan, margin inflamasi dan eritem, tetapi tidak ada indurasi. Jika
disebabkan oleh gigi yang tajam biasanya ulcer terdapat pada mukosa lingual atau
bukal. Terkadang, ulcer yang besar disebabkan oleh kebiasaan menggigit bibir setelah
keratotic halo. (Cawson et al., 2002 ; Apriasari, Hendarti, 2013; Fieled, 2004). Ulser
akan sembuh dalam waktu 7-10 hari tanpa pembentukan scar, sembuh dengan
sendirinya atau dengan menghilangkan penyebabnya. Bibir, lidah, dan mukosa bukal
merupakan lokasi predileksi terjadinya ulser. (Laskaris, 2006; Regezi et al, 2012).
3.1.2 Etiologi
19
Ulcer biasanya disebabkan oleh trauma fisik, termal atau kimia pada mukosa
oral yang menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan ulserasi. Trauma fisik
dapat terjadi selama kegiatan sehari-hari seperti saat menyikat gigi, flossing, tergigit
saat makan, ujung tajam pada gigi atau gigi tiruan, tindik pada daerah mulut, ill-
fitting denture, iatrogenik (seperti terkena alat tajam saat pemeriksaan gigi) dan
kadang kebiasaan melukai diri sendiri oleh pasien pada saat mereka dalam pengaruh
anastesi lokal saat prosedur perawatan gigi (Greenberg & Glick, 2008; Langlais &
Miller, 2000).
Trauma termal biasa terjadi terjadi ketika mengkonsumsi bahan makanan atau
minuman panas seperti pizza, kopi atau teh atau dari alat gigi yang dipanaskan selama
prosedur gigi. Kerusakan mukosa mulut secara kimia dapat disebabkan oleh
penggunaan yang tidak disengaja agen terapeutik selama prosedur gigi seperti
karena mereka bisa sulit dimanipulasi. Luka bakar kimia karena aspirin terlihat pada
pasien yang mengkonsumsi tablet aspirin untuk meredakan nyeri (Dayakar, et al.,
2012).
3.1.3 Patogenesis
Perjalanan traumatic ulcer dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari,
berupa panas dan nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula
20
berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi
jaringan nekrotik dengan epitel yang hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulcer
akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari.
Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin,
terdiri dari sel inflammatory akut dengan fibrin. Epitel squamosa bertingkat dari
squamous reaktif. Dasar ulcer terdiri dari proliferasi jaringan granulasi dengan daerah
edema dan infiltrasi sel inflamatory akut dan kronis (Houston, 2009).
3.1.4 Histopatologis
jaringan fibrin berisi neutrophil. Dasar ulcer terdapat dilatasi kapiler dan jaringan
granulasi. Regenerasi epitelium dimulai dari bagian tepi ulser, dengan proliferasi sel
di atas jaringan granulasi dan di bawah bekuan fibrin (Regezi et al, 2012). Ulcer
kronis memiliki dasar jaringan granulasi, dengan scar ditemukan lebih dalam pada
jaringan. Regenerasi epitel biasanya tidak terjadi karena trauma yang berkelanjutan
atau karena faktor jaringan lokal yang tidak menguntungkan. Faktor tersebut
berhubungan dengan adhesi yang tidak tepat dari ekspresi molekul (integrin) atau
21
2012).
pemeriksaan klinis, riwayat trauma, evaluasi gigi tiruan, dan evaluasi alat ortodontik
yang digunakan pasien. Diagnosa banding traumatic ulcer adalah reccurent aphthous
stomatitis, squamous cell carcinoma dan tuberculosis ulcer (Laskaris, 2005; Sciubba,
et al., 2002).
3.1.6 Perawatan
ulcer diobati dengan fluosinonide atau triamcinolone acetonide dalam basa emolien
setelah makan dan sebelum tidur, ini biasanya mengurangi rasa sakit dan
RAS adalah gangguan yang ditandai dengan adanya ulcer yang berulang terbatas
pada mukosa oral pada pasien tanpa tanda penyakit lain (Glick, 2015). Prevalensi
RAS adalah 10-30% pada populasi umum (Laskaris, 2006). RAS terjadi pada
individu yang sehat dan umumnya muncul pada mukosa bukal, mukosa labial dan
lidah. Lesi RAS yang melibatkan mukosa berkeratin seperti pada palatum dan
gingiva lebih jarang terjadi (Akintoye, 2014). RAS muncul sebagai ulser berbentuk
bulat atau oval, dangkal dan memiliki pusat pseudomembran dikelilingi oleh tepi
yang eritem, pasien juga akan mengeluhkan rasa nyeri pada area ulser (Glick, 2015)
RAS dikelompokkan menurut ciri-ciri klinisnya: ulser minor, ulser mayor dan
ulser herpetiform.
a) b)
c)
Gambar 3.3 a) Minor Recurrent Aphtous Ulcer; b) Mayor Recurrent Aphtous Ulcer;
c) Multiple Herpetiform Ulcer (Laskaris, 2006)
23
1. Minor ulcer, yang meliputi lebih dari 80% kasus RAS, berbentuk bulat atau
kekuningan dan dikelilingi oleh tepi halo eritema, muncul sebagai lesi
berjumlah 1-2 lesi, sembuh dalam 7-14 hari tanpa meninggalkan jaringan
parut biasanya muncul pada mukosa labial, bukal dan dasar mulut (Laskaris,
2006; Glick, 2015). Ada banyak kasus dimana tidak terdapat perbedaan yang
jelas antara ulser minor dan mayor, khususnya pada pasien yang mengalami
diameternya dibawah 1cm. Lesi-lesi ini disebut sebagai ulser minor yang
berbentuk oval diameternya lebih dari 1-2cm membutuhkan waktu yang lebih
parut. Jumlah lesi biasanya bervariasi dari 1-5 lesi Laskaris, 2006). memiliki
3. Herpetiform ulcer, biasanya muncul sebagai lesi berkelompok (10 ulcers atau
lebih) dengan ukuran yang kecil + 0,5 mm dan menyebar diseluruh mukosa,
tidak sesuai namanya, lesi ini tidak berkaitan dengan infeksi virus herpes
Etiologi pasti dari SAR belum diketahui dengan jelas, namun diduga karena
adanya faktor pemicu seperti genetik, trauma, imunologi yang abnormal, penyakit
saluran pencernaan atau pernapasan, hormonal, HIV, stres, infeksi, alergi dan
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Miller menunjukkan bahwa pasien dengan
orangtua yang positif SAR memiliki peningkatan kerentanan hingga 80% terkena
SAR, sedangkan pasien dengan orangtua yang negatif SAR memiliki peluang 20%
terkena SAR, hal ini berkaitan dengan diidentifikasinya antigen leukosit manusia
yang spesifik secara genetik (Specific human leukocyte antigens HLA’s) pada pasien
dengan SAR (Glick, 2015). Faktor Genetik dianggap memainkan peranan yang
sangat besar pada pasien yang menderita RAS. Peran genetik sebagai faktor
oleh Ship pada tahun 1965 dan Miller pada tahun 1977, yang mengasumsikan bahwa
adanya gen autosomal resesif atau multi gene yang diwariskan pada pasien RAS.
Faktor risiko genetik yang dapat menentukan kerentanan individu pada kasus
perubahan dalam metabolisme sitokin, yang meliputi: interleukin (IL1β, IL-2, IL-4,
IL-5, IL-6, IL-10, IL-12), interferon γ (IFN-γ) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α),
gen transporter serotonin dan gen endotel nitrit oksida sintase (Rathee et al.,2014;
Insiden RAS dipercaya meningkat pada pasien yang memiliki riwayat keluarga
positif terkena RAS. Kurang lebih 50% keturunan derajat pertama dari penderita
RAS juga akan mengidap RAS. Sircus berpendapat bahwa bila kedua orang tua
menderita RAS maka diperkirakan besar kenungkinan timbul RAS pada beberapa
anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga RAS akan menderita RAS sejak usia
muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga RAS. Probabilitas
perkembangan RAS mungkin sangat dipengaruhi oleh status RAS orang tua dan
terdapat hubungan yang signifikan antara RAS pada kembar monozygote tapi tidak
pada kembar dizygote 8,9,10. Faktor genetik RAS diduga berhubungan dengan
peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih
menolak hal tersebut. Pada penelitian yang dilakukan pada penderita RAS dengan
etnik yang berbeda ditemukan hubungan yang signifikan antara HLA dengan RAS,
namun karena sample penelitian ini sedikit maka dianggap tidak mewakili populasi
(Oz demir et al.,2008; Greenberg, 2003). Pada penelitian di Turki ditemukan jumlah
HLA yang tidak signifikan dibandingkan subyek kontrol sehat. Antigen HLA klas I
dan II terlihat pada epithelium basal dan pada sel peri lesi pada semua lapisan
epithelium pada fase awal ulserasi yang rupanya di mediasi oleh interferon gamma
(IFN-ã) yang dilepaskan oleh sel T. Antigen ini menyerang sel-sel melalui
epithelium khususnya lapisan prickle sel sehingga terjadi kontak dengan apoptosis
prickle sel yeng kemudian di fagosit oleh neutrofil (Regezi, et al.,2012; Rogers,
Defisiensi hematologis, terutama ion serum, asam folat, atau vitamin, B1, B2,
B6, B12 nampaknya menjadi faktor etiologi kecil pada pasien SAR diperkirakan
berkisar antara 5 sampai 10%. Zat besi, asam folat, dan vitamin B12 sangat penting
untuk proses eritropoisis. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut
oksigen ke jaringan bersama haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di
pada mitokondria dalam sel menurun karena terganggunya transpor oksigen dan
proses diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat dan
selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena hilangnya keratinisasi
normal, atropi, dan lebih mudah mengalami ulserasi (Glick, 2015; Apriasari, 2010).
releasing hormone (CRH) yang berffungsi mengontrol respons tubuh terhadap stres
adrenal untuk mensekresi kortisol yang menghambat komponen dari respon imun.
IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan memicu terjadinya perubahan
27
keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 yang lebih ke arah respon tipe 2. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa disregulasi dari keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 inilah
kemungkinan pada terbentuknya lesi baru pada pasien yang rentan terhadap SAR.
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan
terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi RAS. Dalam hal ini progesteron
histologis mukosa pipi mempunyai susunan epitel yang sama dengan mukosa vagina
bagian proksimal. Keduanya tersusun dari epitel squamus yang tidak berkeratin dan
terlihat derajat maturasinya sesuai pengaruh kadar hormon Estrogen dan Progesteron.
mengubah sintesis protein kolagen dan nonkolagen serta metabolisme fibroblast, dan
RAS juga dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa
bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak
dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala
ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatalgatal, dapat juga berbentuk vesikel
kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan
Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan khusus untuk pasien RAS. Tujuan
utama dari perawatan SAR adalah untuk meminimalkan rasa sakit dan gangguan
yang tepat untuk SAR bergantung pada keparahan gejala, frekuensi, ukuran dan
Pada pasien dengan ulser okasional (sekali-sekali) atau ulser minor ringan,
biasanya tidak ada perawatan yang diperlukan kecuali pemberian obat kumur untuk
menjaga mulut tetap bersih. perawatan dengan antiseptic local dan obat antiinflamasi
dapat digunakan untuk mengurangi durasi ulser. obat kumur dengan inhibitor
29
(Regezi, 2012; Altenburg, 2007). Akan tetapi saat pasien mengalami SAR yang lebih
parah, beberapa bentuk perawatan dapat diberikan untuk mengontrol penyakit ini,
termasuk pemberian obat yang dapat memanipulai atau meregulasi respon imun,
Pada kasus ringan dengan dua atau tiga lesi kecil, penggunaan pelindung yang
lunak seperti Orabase sering mengurangi rasa sakit dan memudahkan penyembuhan.
Nyeri pada lesi minor dapat diredakan dengan agen analgesik topikal seperti
lignokain 5%, anastetik topical seperti benzokain atau lidokain. Pada beberapa kasus
yang lebih parah, penggunaan topical steroide potensi tinggi seperti betamethasone
dll yang diletakan langsung pada lesi dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
mengurangi ukuran ulser. Efektivitas dari steroid topikal didasarkan sebagian pada
instruksi dokter yang baik dan kepatuhan pasien untuk menggunakan obat secara
tepat. Gel steroid dapat diaplikasikan dengan hati-hati secara langsung pada lesi
setelah makan dan tidur 2 sampai tiga kali dalam sehari atau dicampur dengan bahan
perekat seperti Orabase sebelum diaplikasikan. Lesi yang lebih besar dapat diobati
dengan menempatkan spons kasa yang mengandung steroid topical pada ulser dan
terjadinya kontak dari obat yang lebih lama (Glick, 2015). Ketika pasien dengan
ulser mayor atau kasus-kasus yang parah dari kasus ulser minor multiple tidak
30
Squamous cell carcinoma seringkali tampak sebagai suatu ulcer. Dalam tahap dini
biasanya tampak lesi berwarna putih, lesi berwarna merah, atau keduanya; kecil, tidak
sakit, dan adanya indurasi atau ulserasi. Tapi, sifat menetap dari penyakitnya
akhirnya membentuk ulcer. Ulcer yang lebih lanjut cenderung menjadi besar,
berbentuk kawah dan bagian tengahnya tertutup oleh selaput nekrotik yang kuning
kelabu, tepinya keras, berindurasi. Squamous cell carcinoma dapat terjadi di setiap
bagian dalam mulut. Daerah yang paling umum dapat terjadi squamous cell
carcinoma adalah tepi lateral dan ventral lidah, bibir, dasar mulut, gingiva, mukosa
Gambaran yang berkaitan dengan squamous cell carcinoma adalah sakit, kebas,
sembuh dalam 14 hari, biopsi harus dilakukan. Penyebab squamous cell carcinoma
matahari, oral hygiene yang buruk, defisiensi zat besi, liver cirrhosis, infeksi
31
Candida, virus, dan tumor suppressor gen. Terapi squamous cell carcinoma adalah
Gambar 3.4 Squamous Cell Carcinoma pada Tepi Lateral Lidah (Laskaris, 2006)
Ulcer dapat berupa lesi tunggal ataupun multiple. Terdapat indurasi, kadang nyeri,
sensasi terbakar, ireguler, tidak berbatas jelas, dan terdapat granulasi pada dasar lesi.
Terdapat di dorsum lidah, gingiva, dasar mulut, mukosa bukal. Diagnosis banding
ulser ini meliputi, RAS (Recurrent Apthous Stomatitis), traumatic ulcer, syphilitic
ulcer dan keganasan termasuk squamous cell carcinoma dan limfoma. Oleh karena
radiologi (Anitasari, 2013; Hasan & Khan, 2011; Khammisa & Wood, 2011).
32
Vitamin B12 (kobalamin) adalah salah satu dari delapan vitamin B larut air dan
perannya dalam metabolism sel berkaitan dengan folat dan vitamin B lainnya (Green,
2017). Vitamin B12 adalah kofaktor penting yang merupakan bagian integral dari
proses metilasi yang penting dalam reaksi yang berkaitan dengan metabolisme sel dan
DNA, sehingga defisiensi dari vitamin ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pada DNA dan metabolisme sel sehingga berdampak serius pada klinis (Hunt, 2014).
33
Vitamin B12 adalah vitamin larut air yang penting yang umumnya ditemukan
pada beberapa jenis makanan seperti ikan, kerang daging dan produk dari susu.
Vitamin ini biasanya digunakan bersamaan dengan vitamin lain sebagai formulasi
vitamin B kompleks yang membantu menjaga kesehatan sel saraf dan sel darah
merah dan juga dibutuhkan untuk membuat DNA, bahan genetik pada sel (Hunt,
2014).
Asam folat atau juga dikenal luas dengan nama folic adalah salah satu anggota
keluarga dari vitamin B kompleks yaitu vitamin B9. Asam folat merupakan jenis
vitamin B yang larut dalam air. Asam folat dan vitamin B kompleks lainnya sangat
kesehatan sel saraf, sel darah merah dan juga dibutuhkan untuk membuat DNA (Hunt,
2014). Namun tubuh manusia tidak dapat mensintesis struktur folat, sehingga
mengandung folat, tetapi karena sifatnya termolabil dan larut dalam air, sering kali
folat dari bahan-bahan makanan tersebut rusak karena proses memasak. Pemasakan di
dapur keluarga atau pengolahan teknologi pangan dapat merusak biopotensi asam
Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau (istilah folat berasal dari kata latin
folium, yang berarti daun hijau), hati, daging tanpa lemak, serealia utuh, biji-bijian,
PEMBAHASAN
pada bagian dalam bibir bawah sebelah kanan dan bagian lidah bawah sebelah kanan.
Menurut keterangan yang diberikan pasien, sariawan muncul akibat tergigit sejak 2
hari yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat sariawan berulang yang muncul secara
spontan. Pasien mengeluhkan rasa sakit pada sariawan ketika memakan makanan
yang panas atau pedas. Gambaran lesi pada bibir bawah kanan, bentuk lingkaran
dengan batas irreguler, diameter ±3 mm, dasar datar dikelilingi tepi yang eritem.
Gambaran lesi pada lidah bawah kanan, bentuk lingkaran dengan batas irreguler,
diameter ±2 mm, dasar datar dikelilingi tepi yang eritem. Berdasarkan hasil
fisik yaitu tergigit saat makan sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa trauma
fisik dapat terjadi selama kegiatan sehari-hari seperti saat menyikat gigi, flossing,
tergigit saat makan . ujung tajam pada gigi atau gigi tiruan, tindik pada daerah mulut,
ill-fitting denture, iatrogenik (seperti terkena alat tajam saat pemeriksaan gigi) dan
kadang kebiasaan melukai diri sendiri oleh pasien pada saat mereka dalam pengaruh
anastesi lokal saat prosedur perawatan gigi (Greenberg & Glick, 2008; Langlais &
Miller, 2000).
35
Pasien diresepkan kortikosteroid topical golongan glukokortikoid yaitu
triamcinolone acetonide 0,1 % in orabase, digunakan tiga kali sehari setelah sarapan,
makan siang, dan sebelum. Meskipun traumatik ulser dapat sembuh dengan
sendirinya,
36
37
rasa nyeri dapat diobati dengan pemberian kortikosteroid topikal (Regezi et a.l,
dan RNA, sintesis protein juga menyebabkan supresi sintesis matriks intraselular
asam folat untuk meminimalisir efek samping kortikosteroid (Lechner &Jager, 2010).
Vitamin B12 dan asam folat dapat membantu menjaga kesehatan sel saraf, sel
darah merah dan juga dibutuhkan untuk membuat DNA, bahan genetik pada sel
(Hunt, 2014). Vitamin B12, zat besi dan asam folat sangat penting untuk proses
eritropoisis. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke
jaringan bersama haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di dalamnya. Adanya
dalam sel menurun karena terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga
terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat dan selanjutnya mukosa
38
mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena hilangnya keratinisasi normal, atropi, dan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis lesi yang dialami pasien
berupa traumatic ulcer dengan etiologi tergigitsaat makan. Gambaran klinis lesi ulser
pada bibir bawah kanan berbentuk bulat berwarna putih kekuningan dengan dasar
cekung dan kedalaman dangkal dengan tepi iregular dan eritematous dengan diameter
± 3 mm. Gambaran klinis lesi pada lidah kanan bawah berupa satu buah ulser
berbentuk bulat berwarna putih kekuningan dengan dasar cekung dan kedalaman
dangkal dengan tepi iregular dan eritematous dengan diameter ± 2mm. Ulser terasa
nyeri. Perawatan traumatic ulcer pada pasien dengan triamcinolone acetonide 0,1%,
Vitamin B12, Asam Folat memberikan efek penyembuhan tanpa meninggalkan bekas
dalam 3 hari.
Pada kunjungan kedua atau kontrol, traumatic ulcer ini sudah sembuh, tidak
sakit, dan tidak ada bekas luka pada bibir bawah bagian dalam sebelah kanan maupun
39
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Cawson RA, Odell EW, Porter S. 2002.Cawson’s essensials of oral pathology and
Dayakar MM, Pai PG, Madhavan SS. 2012. Tetracycline hydrochloride chemical
40
Delong L, Burkhart NW. 2008. General and oral pathology. Colombia: Thepoint
Field A, Longman L. 2004. Tyldesley’s oral medicine. 5th ed. New York, USA:
Publishing House.
41
42
Greenberg MS, Glick M, Ship JA. 2008. Burket’s Oral Medicine. BC Decker,
Hamilton, Canada.
Greenberg LB. 2003. Burket: Ilmu Penyakit Mulut, Diagnosa dan Terapi. Jakarta:
Binarupa Aksara
p.160
Hunt, A., Harrington, D., & Robinson, S. 2014. Vitamin B12 Deficiency.
Jeske, Arthur H. 2014. Mosby’s Dental Drug Reference, 11th ed. USA: Elsevier
Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 7thed. New York: Thieme
Blood.
43
Sciubba, J.J., Regezi, J. A., and Rogers, R. S. 2002. III: PDQ oral
Sun A, Wang JT, Chia JS, Chiang CP. 2006. Levamisole can modulate the serum