Anda di halaman 1dari 74

OUTLINE

PENGARUH PEMIJATAN PERINEUM PADA


PRIMIGRAVIDA TERHADAP KEJADIAN
EPISIOTOMI SAAT PERSALINAN
DI UPT PUSKESMAS DANAU PANGGANG

Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah


Metodelogi Penelitian

Pembimbing :

Umi Hanik Fetriyah, S.Kep., Ns., M. Kep

Disusun Oleh :
Nama : Afida Nur Aini

NIM : 11194862111241

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN

2022
HALAMAN PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
PENGARUH PEMIJATAN PERINEUM PADA PRIMIGRAVIDA TERHADAP KEJADIAN
RUPTUR PERINEUM SAAT PERSALINAN

DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS DANAU PANGGANG

PROPOSAL
SKRIPSI

Oleh

Afida Nur Aini

NIM : 11194862111241

Telah Disetujui Untuk Diajukan Dalam Ujian Proposal Skripsi

Pada tanggal

Pembimbing
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


nikmat, Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, karunia dan petunjuk-Nya yang tiada terkira sehingga penulis dapat
merasakan indahnya beriman islam dan menyelesaikan tugas mata kuliah
metediologi penelitian dalam bentuk pra-proposal dengan judul “ Pengaruh Terapi
Murrotal Al Quran Surah Maryam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Ibu
Hamil Primigravida Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Danau Panggang”.
Tugas pra-proposal ini merupakan tugas untuk memenuhi persyaratan mata kuliah
metodologi penelitian.

Pada penyusunan dan penyelesaian Pra-proposal ini, penulis mendapat


banyak bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, maka penuh dengan
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Umi Hanik
Fetriyah, S.Kep., Ns., M. Kep sebagai dosen pembimbing. Peneliti menyadari
bahwa dalam pembuatan penelitian ini memiliki banyak kekurangan, sehingga
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan pra-proposal penelitian ini.

April, 2022

Afida Nur Aini


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING........................ i
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI.................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 10
B. Rumusan Masalah.............................................................. 14
C. Tujuan Penelitian............................................................... 14
D. Manfaat Penelitian............................................................. 15
E. Keaslian Penelitian............................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori................................................................. 21
1. Konsep Hipertensi........................................................ 21
2. Konsep Kepatuhan Minum Obat.................................. 33
3. Konsep Lama Pengobatan............................................ 42
B. Kerangka Teori................................................................. 55
C. Kerangka Konsep............................................................. 56
D. Hipotesis........................................................................... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Waktu dan Sasaran Penelitian............................. 57
B. Metode Penelitian............................................................. 57
C. Populasi dan Sampel Penelitan......................................... 58
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.................. 60
E. Pengumpulan Data............................................................ 62
i
F. Uji Validitas dan Reabilitas.............................................. 66
G. Metode Analisis Data....................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1. Keaslian Penelitian Hubungan Lama Pengobatan dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang
..........................................................................................................
..........................................................................................................
16
2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

23
2.2 Klasifikasi Hipertensi

23
2.3 Kategori Tekanan Darah

23
2.4 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada JNC VIII

24
3.1 Definisi Operasional Penelitian Hubungan Lama Pengobatan
dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang....

61

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Teori penelitian


..........................................................................................................
..........................................................................................................
55
..........................................................................................................
2.2. Kerangka Konsep Penelitian
..........................................................................................................
..........................................................................................................
56
..........................................................................................................

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Skrinning Judul Penelitian Proposal Skripsi


Lampiran 2. Surat Studi Pendahuluan dari LPPM Universitas Sari Mulia
Lampiran 3. Surat Balasan Studi Pendahuluan dari Dinas Kesahatan Kabupaten
Hulu Sungai Utara

v
Lampiran 4. Surat Balasan Studi Pendahuluan dari UPT Puskesmas Danau
Panggang
Lampiran 5. Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 6. Lembar Permohonan Persetujuan Informan/ Responden
Lampiran 7. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed
Consent)
Lampiran 8. Kuesioner Penelitian

Lampiran 9. Catatan Konsultasi


Lampiran 10. Jadwal Pengingat Minum Obat untuk Pasien Hipertensi
Lampiran 11. Menu Kontrol Diet untuk Pasien Hipertensi
Lampiran 12. Leaflet Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) 2018, mencatat sekitar

830 wanita di seluruh dunia meninggal setiap harinya akibat komplikasi yang

terkait kehamilan maupun persalinan sebanyak 99% kematian ibu terjadi di

Negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara – Negara berkembang

adalah 239/100.000 kelahiran hidup versus 12/100.000 kelahiran hidup di

Negara maju. Hampir 75% penyebab utama kematian ibu yaitu perdaharan

(WHO,2018). Menurut World Health Organization (WHO) Terdapat 2,7 juta

kasus rupture perineum pada ibu bersalin, diperkirakan akan mencapai 6,3 juta

ditahun 2050.

Menurut Kemenkes 2019, menemukan bahwa dari total 305 kematian

ibu per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu

terbanyak adalah perdarahan 1.280 kasus , Hipertensi dalam kehamilan 10.66

kasus, dan infeksi 207 kasus (Kemenkes RI, 2019). Di Indonesia laserasi

perineum dialami oleh 75% ibu melahirkan pervaginam. Pada tahun 2017

menemukan bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu

mendapat jahitan perineum (28% karena episiotomy dan 29% karena robekan

spontan) (Kemenkes RI, 2017).

Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil.

Sebagian besar kehamilan ini berlangsung aman. Namun, sekitar 15%

7
8

menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang

mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari

setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia

dan Afrika sub sahara, 10% di Negara berkembang lainnya, dan kurang dari

1% di negara-negara maju. Di beberapa Negara risiko kematian ibu lebih tinggi

dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di Negara maju risiko ini kurang dari 1

dalam 6.000 (Bardja, 2017).

Dalam menjalankan asuhan praktik kebidanan, kewenangan bidan untuk

melakukan suatu tindakan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 28 tahun 2017 mengatur tentang izin dan penyelenggaraan praktik

bidan yang berbunyi sebagai berikut: Bidan dalam memberikan pelayanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk: (a) episiotomi; (b) penjahitan

luka jalan lahir tingkat I dan II; (c) penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan

perujukan; (d) pemberian tablet Fe pada ibu hamil; (e) pemberian vitamin A dosis

tinggi pada ibu nifas; (f) fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air

susu ibu eksklusif; (g) pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum; (h) penyuluhan dan konseling; (i) bimbingan pada kelompok ibu hamil;

(j) pemberian surat keterangan kematian; dan (k) pemberian surat keterangan cuti

bersalin. Episiotomi adalah tindakan operatif untuk memperlebar jalan lahir dengan

cara menyayat jaringan-jaringan perineum menurut alur tertentu. Penyayatan paling

baik dilakukan pada saat kontraksi, ketika jaringan sedang merentang, agar mudah

terlihat daerahnya, dan perdarahan kemunkinan tidak akan terlalu parah .(Kemenkes

RI, 2017)
9

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Pengaruh pemijatan perineum pada

primigravida terhadap kejadian rupture perineum saat persalinan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas diketahui kasus rupture perineum


merupakan masalah yang terjadi pada hampir seluruh ibu melahirkan pervaginam
di Indonesia yaitu 57% ibu mendapat jaitan perineum (28% karena episiotomy
dan 29% karena robekan spontan. Sehingga dibutukan review atau pembahasan
mendalam mengenai jurnal dan literature yang meneliti tentang Pengaruh
Pemijatan Perineum Pada Primigravida Terhadap Kejadian Ruptur Perineum Saat
Persalinan sehingga didapatkan bukti empiris dari beberapa literature jurnal yang
mendukung. Oleh karena itu, pertanyaan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah pengaruh pemijatan perineum pada primigravida terhadap kejadian
rupture perineum?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemijatan perineum pada primigravida

terhadap terjadinya rupture perineum saat persalinan di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Danau Panggang pada tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengaruh pemijatan perineum pada primigravida di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang.

b. Mengidentifikasi terjadinya rupture perineum pada persalinan di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang.


10

c. Menganalisis pengaruh pemijatan perineum pada primigravida terhadap

terjadinya rupture perineum saat persalinan di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Danau Panggang

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat dijadikan

sebagai masukan dan bacaan untuk menambah wawasan tentang ilmu

pendidikan Kebidanan dan Keperawatan.

2. Praktis

a. Bagi profesi bidan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan dan sebagai pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam upaya

mengurangi prevalensi angka kesakitan karena rupture perineum.

b. Bagi Puskesmas

Dapat memberikan informasi bagi penyusunan program kesehatan kedepannya

terutama tentang pelayanan ibu bersalin

c. Bagi peneliti

Memberikan informasi baru tentang peneliti terkait, sehingga dapat menjadi

referensi untuk penelitian pengembangan metodologinya yang berikutnya.

d. Bagi institusi pendidikan


11

Skripsi ini sebagai acuan untuk dapat digunakan sebagai data dasar untuk

penelitian selanjutnya dan juga untuk pembelajaran mata kuliah Kebidanan dan

Keperawatan Maternitas di kampus Sari Mulia.

e. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi baru kepada masyarakat mengenai teknik pemijatan

perineum.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang mempunyai kemiripan dengan penelitian

yang dilakukan peneliti adalah:

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Pengaruh Pijat Perineum pada Ibu Hamil
Primigravida terhadap Kejadian Episiotomi saat Persalinan di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang

No Judul dan Pengarang Desain Hasil


1. Effectiveness of 1. Quantitative Women who received
antenatal perineal Research APM were
massage in reducing 2. This study was A significantly more
perineal trauma and randomized likely to have an intact
post-partum controlled trial of perineum after
morbidities: A
108 childbirth [27/53
randomized controlled
trial.
primigravidae (50.9%) vs 16/55
3. This analyzed (29.1%); RR: 1.75;
used Mann 95% CI: 1.07–2.86; P =
Whitney Test 0.02]. The incidence of
(Ugwu et al., 2018) episiotomy was lower
in the intervention
group [20/53 (37.7%)
vs 32/55 (58.2%); RR:
0.65; 95% CI: 0.43–
0.98; P = 0.03; NNT =
5]. Women who
received APM were
significantly less likely
to develop flatus
12

incontinence [4/53
(8.3%) vs 13/55
(26.0%); RR: 0.32;
95% CI: 0.11–0.91; P =
0.03]. However, the
incidences of
premature rupture of
membranes, preterm
labor and birth
asphyxia were similar
between the two groups
(P > 0.05).
2. The effect of 1. Quantitative Frequency of
perineal massage Research episiotomy was 69.47%
during the second 2. This study was a in the intervention
stage of birth on randomized group and 92.31% in
nulliparous women clinical trial . The the control group, and
perineal: A participants were the difference was
randomization selected through statistically significant
clinical trial convenience (p < 0.005) The results
sampling, and revealed 23.16% of
randomly assigned
(Roonak Shahoei, et first-degree perineal
to two groups:
al., 2017) intervention and laceration and 2.11% of
control groups. second-degree perineal
3. This study used laceration in the
descriptive intervention group, and
statistics and no vestibular laceration
analytical or third- and fourth-
statistics, degree lacerations in
including t test, the intervention group.
Chi-square test, However, there were
and Fisher's test. 5.13% of vestibular
The p < 0.005 laceration, 7.69% of
was considered as first-degree laceration,
statistically 2.56% of second-
significant. degree laceration, and
1.05% of third-degree
laceration (one woman)
in the control group.
Based on the results,
the postpartum perineal
pain was significantly
different in both
groups.
3. Perineal massage 1. Quantitative Delivery was
and training reduce Research significantly less
13

perineal trauma in 2. This study was a complicated by


pregnant women randomized perineal tear,
older than 35 years: clinical trial. . episiotomy and
a randomized 3. Statistical postnatal pain in the
controlled trial. analysis was first than in the second
done using the group (p < 0.05).
IBM SPSS Grades of perineal tear
computer were mostly of first and
(Dieb et al., 2020)
program second degree in the
(Statistical first group compared
Package for the with the second group.
Social Sciences; We found a
IBM Corp, significantly lower
Armonk, NY, need for analgesia and
USA), release fewer ampoules
22 for Microsoft required during the
Windows. hospital stay in the first
group (p < 0.001,
0.002, respectively).
4. Pengaruh Pijat 1. Penelitian 1. Setelah diberikan
Perineum Terhadap Kuantitatif intervensi pijat
Laserasi Perineum 2. Penelitian ini perineum yang
pada Ibu Bersalin menggunakan . dilakukan sebanyak 7 –
desain quasi 8 kali dengan waktu 3-
eksperimen 5 menit selama
dengan menjelang persalinan
(Shinta Novelia,
rancangan sebanyak 13,3% pada
Tommy J Wowor,
eksperimental kelompok eksperimen
2022)
dan control grup mengalami luka
populasi. laserasi derajat II,
3. Data analisis sedangkan pada
menggunakan uji kelompok control yang
Chi Square Test. tidak diberi intervensi
pijat perineum
sebanyak 86,7 %
mengalami laserasi
derajat II. Hasil
penelitian
menunjukkan P value
0.003 (<0.005) artinya
ada perbedaan yang
signifikan antara
laserasi pada kelompok
ekperimen dan
kelompok kontrol .
5. Pengaruh Pijat 1. Penelitian Berdasarkan hasil
14

Perineum Selama Kuantitatif penelitian yang didapat


Masa Kehamilan 2. Penelitian ini selama melakukan pijat
terhadap Rupture menggunakan . perineum antara
Perineum di PMB Ida desain quasi kelompok intervensi
Iriani, S.SIT dan PMB eksperimen ini dan kelompok kontrol
Erniati, AM.Keb
yang digunakan dengan jumlah sampel
Kabupaten Aceh
Utara. dalam bentuk 72 responden,
Post Tes Only masingmasing
Control Group kelompok 36
Design responden dengan
(Afdila & Saragih, 3. Uji Statistik menggunakan uji mann
2021) menggunakan whitney maka didapat
Mann–Whitney nilai mean rank
kelompok intervensi
45,42 dan kelompok
kontrol 27,28 dengan
nilai p value (0,000)
yang artinya ada
pengaruh pijat
perineum terhadap
ruptur perineum.

Keterangan:

Perbedaan penelitian dengan yang peneliti yang dilaksanakan adalah:

1. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari penelitian sebelumnya yakni

variable dependent yaitu kejadian rupture perineum dengan kejadian episiotomi

, responden yang diteliti, tempat penelitian dan tahun penelitian.

2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari penelitian sebelumnya yakni

variabel Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian episiotomi dalam

proses persalinan, responden yang diteliti, sampel penelitain, tempat penelitian

dan tahun penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Landasan Teori

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup dari dalam uterus kedunia luar. Persalinan mencakup proses

fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada

ibu untuk dapa tmelahirkan janinnya melalui jalan lahir. Persalinan dan

kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu

maupun janin (Herry Rosyati, SST, 2017)

Pesalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

aterm (bukan premature atau postmatur), mempunyai persalinan yang

spontan (tidak diinduksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak

saat waktunya, mempunyai janin tunggal dengan presentase puncak

kepala, telaksana tanpa bantuan artifical, tidak mencakup komplikasi,

plasenta lahir normal. (Herry Rosyati, SST, 2017)

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan

2.2.1 Passage (Jalan Lahir)

Faktor jalan lahir yang mempengaruhi persalinan meliputi

perubahan pada servik, pendataran servik, pembukaan servik, dan

perubahan pada vagina dan dasar panggul.

6
7

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian panggul yang

padat, dasar panggul, vagina, dan introitus. Janin harus berhasil

menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatifkaku, oleh

karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum

persalinan dimulai .

2.2.2 Power (Kekuatan)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his,

kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament

2.2.2.1 His (kontraksi uterus)

His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding

uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri dimana tuba falopi

memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari

“pacamaker” yang terdapat dari dinding uterus daerah tersebut.

Pada waktu kontraksi, otot-otot polos Rahim bekerja

dengan baik dan sempurna memiliiki sifat:

 Kontraksi simetris.
 Fundus dominan.
 Relaksasi.

Pada waktu berkontraksi, otot-otot Rahim menguncup

sehingga menjadi menebal dan lebih pendek. Kafum uteri

menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantong amnion

kearah segmen bawah rahim dan cervik.


8

His memliki sifat :

a) Involutir.

b) Intermiten.

c) Terasasakit.

d) Terkoordinasi.

e) Serta kadang dipengaruhi oleh fisik, kimia, psikis.

Perubahan-perubahan akibat His :

a) Pada uterus dan serviks : uterus terabakeras / padat karena

kontraksi. Tekanan hidrostatis air lrtuban dan tekanan intra

uteri naik serta menyebabkan servik menjadi mendatar

(affecement) dan terbuka (dilatasi).

b) Pada ibu : rasa nyeri karena iskemia Rahim dan dan kontraksi

uterus. Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.

c) Pada janin: pertukaran oksigen pada sirkulasi uteri plasenta

kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin

melambat kurang jelas didengar karena adanya iskemia

fisiologis, jika benar-benar terjadi hipoksia janin yang agak

lama, misalnya pada kontraksi 60 tetanik, maka terjadi gawat

janin asfiksia dengan denyut jantung janin di atas 160 per

menit, tidak teratur

2.2.2.2 Mengejan

Dalam proses persalinan normal ada 3 komponen yang

amat menentukan, yakni passenger (janin), passage (jalan lahir)


9

dan power (kontraksi). Agar proses persalinan berjalan lancar,

ketiga komponen tersebut harus sama-sama dalam kondisi baik.

Bayi yang ukurannya tidak terlalu besar pasti lebih mudah

melalui jalan lahir normal, jalan lahir yang baik akan

memudahkan bayi keluar, kekuatan ibu mengejan akan

mendorong bayi cepat keluar.

Yang pegang kendali atau yang paling menentukan dalam

tahapan ini adalah proses mengejan ibu yang dilakukan dengan

benar, baik dari segi kekuatan maupun keteraturan. Ibu harus

mengejan sekuat mungkin seirama dengan instruksi yang

diberikan. Biasanya ibu diminta menarik nafas panjang dalam

beberapa kali saat kontraksi terjadi lalu buang secara perlahan.

Ketika kontraksi mencapai puncaknya, doronglah janin dengan

mengejan sekuat mungkin (Walyani,2019).

2.2.3 Passenger

2.2.3.1 Janin

Passanger utama lewat jalan lahir adalah janin. Ukuran

kepala janin lebih lebar dari pada bagian bahu, kurang lebih

seperempat dari panjang ibu. 96% bayi dilahirkan dengan bagian

kepala lahir pertama. Passanger terdiri dari janin, plasenta, dan

selaput ketuban. (Walyani, 2015).

Presentasi dipakai untuk menentukan bagian janin yang

terbawah dan tiap presentasi terdapat 2 macam posisi yaitu kanan


10

dan kiri dan tiap posisi terdapat 3 macam variasi yaitu depan,

lintang, dan belakang (kiri depan, kiri lintang dan kiri belakang,

kanan depan, kanan lintang, dan dan kanan belakang). Bila kaput

suksadenum besar, maka posisi dan variasinya sulit ditentukan.

Macam – macam presentasi. Pada kehamilan aterm atau hampir

aterm terdapat bermacam – macam presentasi.

2.2.3.2 Presentasi kepala

2.2.3.2.1 Presentasi belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil

disegmen depan, di sebelah kiri depan (kira-kira 2/3), di

sebelah kanan depan (kira – kira 1/3) dan ini adalah posisi

yang normal ataunormoposisi. Presentasi belakang kepala

dengan penunjuk ubun – ubun kecil di belakang dapat di

sebelah kiri, kanan belakang, dan dapat pula ubun – ubun

kecil terletak melintang baik kanan maupun kiri dan ini

adalah posisi yang tidak normal atau malposisi.

2.2.3.2.2 Presentasi puncak kepala :kepala dalam defleksi ringan

dengan penunjuk ubun – ubun besar.

2.2.3.2.3 Presentasi dahi : kepala dalam defleksi sedang dengan

penunjuk dahi / Frontum.

2.2.3.2.4 Presentasi muka : kepala dalam defleksi maksimal dengan

penunjuk dagu / mentum (Herry Rosyati, SST, 2017)


11

2.3 Tanda-tanda persalinan

Tanda-tanda persalinan menurut Walyani (2019) yaitu:

2.3.1 Adanya Kontraksi Rahim

Secara umum, tanda awal bahwa ibu hamil untuk melahirkan

adalah mengejangnya Rahim atau dikenal dengan istilah kontraksi.

Kontraksi tersebut berirama, teratur, dan involunter, umumnya

kontraksi bertujuan untuk menyiapkan mulut lahir untuk membesar

dan meningkatkan aliran darah di dalam plasenta.

Setiap kontraksi uterus memilikitiga fase

2.3.1.1 Increment : ketika intensitas terbentuk.

2.3.1.2 Acme : puncak atau maximum.

2.3.1.3 Decement : ketika otot relaksasi.

Kontraksi yang sesungguhnya akan muncul dan hilang secara

teratur dengan intensitas makin lama makin meningkat.

2.3.2 Keluarnya lender bercampur darah

Lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar lender servik

pada awal kehamilan. Lendir mulanya menyumbat leher rahim,

sumbatan yang tebal pada mulut Rahim terlepas, sehingga

menyebabkan keluarnya lendir yang berwarna kemerahan bercampur

darah dan terdorong keluar oleh kontraksi yang membuka mulut

rahim yang menandakan bahwa mulut Rahim menjadi lunak dan

membuka. Lendir inilah yang dimaksut sebagai bloody slim.


12

Bloody slim paling sering terlihat sebagai rabas lender

bercampur darah yang lengket dan harus dibedakan dengan cermat

dari perdarahan murni.

2.3.3 Keluarnya air-air ketuban

Proses penting menjelang persalinan adalah pecahnya air

ketuban. Selama Sembilan bulan masa gestasi bayi aman melayang

dalam cairan amnion. Keluarnya air-air dan jumlahnya cukup

banyak, berasal dari ketuban yang pecah akibat kontraksi yang

makin sering terjadi. Ketuban mulaipecah sewaktu-waktu sampai

pada saat persalinan. Kebocoran cairan amniotic bervariasi dari yang

mengalir deras sampai yang menetes sedikit demi sedikit, sehingga

dapat ditahan dengan memakai pembalut yang bersih. Tidak ada rasa

sakit yang menyertai pemecahan ketuban dan alirannya tergantung

pada ukuran, dan kemungkinan kepala bayi telah memasuki rongga

panggul ataupun belum.

2.3.4 Pembukaan serviks

Penipisan mendahului dilatasi servik, pertama aktivitas uterus

dimulai untuk mencapai penipisan, setelah penipisan kemudian

aktivitas uterus menghasilkan dilatasi servik yang cepat.

Membukanya leher Rahim sebagai respon terhadap kontraksi yang

berkembang. Tanda ini tidak dirasakan oleh pasien tetapi dapat

diketahui dengan pemeriksaan dalam. Petugas akan melakukan

pemeriksaan untuk menentukan pematangan, penipisan, dan


13

pembukaan leher rahim. Servik menjadi matang selama periode yang

berbeda-beda sebelum persalinan, kematangan servik, mengidikasi

kesiapannya untuk persalinan

2.4 Tahapan-tahapan persalinan

Pada proses persalinan menurut (walyani, 2019) dibagi 4 kala yaitu:

2.4.1 Kala I : kala pembukaan Waktu untuk pembukaan serviks sampai

menjadi pembukaan lengkap (10 cm). Dalam kala pembukaan dibagi

menjadi 2 fase:

2.4.1.1 Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan

pembukaan serviks secara bertahap.

2.4.1.1.1 Pembukaan kurang dari 4 cm

2.4.1.1.2 Biasanya berlangsung kurang dari 8 jam

2.4.1.2 Fase aktif

2.4.1.2.1 Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya

meningkat (kontraksi adekuat / 3 kali atau lebih dalam 10

menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih.

2.4.1.2.2 Serviks membuka sari 4 ke 10, biasanya dengan

kecepatan 1 cm/ lebih perjam hingga pembukaan lengkap.

2.4.1.2.3 Terjadi penurunan bagian terbawah janin

2.4.1.2.4 Berlangsung selama 6 jam dan di bagi 3 fase yaitu :


14

Berdasarkan kurva friedman

a) Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam pembukaan

menjadi 4 cm

b) Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam

pembukaan berlangsung cepat dari 4 menjadi 9 cm.

c) Periode diselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam

pembukaan 9 cm menjadi 10 cm/lengkap.

Gambar 2.1 mekanisme pembukaan serviks

2.4.2 Kala II : pengeluaran janin

Waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan

mengejan mendorong janin hingga lahir,

Pada kala ini memiliki ciri:

 His terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama kira-kira 2-3 menit

sekali.

 Kepala janin telah turun masuk ruang panggul dan secara reflek

toris menimbulkan rasa ingin mengejan

 Tekanan pada rectum, ibu merasa ingin BAB

 Anus Membuka
15

Anus membuka Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan,

vulva membuka dan perineum meregang, dengan his dan mengejan

yang terpimpin kepala akan lahir dan diikuti seluruh badan janin.

Lama pada kala II ini pada primi dan multipara berbeda yaitu:

1) Primipara kala II berlangsung 1,5 jam-2 jam

2) Multipara kala II berlangsung 0,5 jam-1 jam

2.4.3Kala III : kala uri

Yaitu waktu pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah

bayi lahir kontraksi Rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras

dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi

tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his

pengeluaran dan pelepasan uri, dalam waktu 1-5 menit plasenta

terlepas terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau

dengan sedikit dorongan.

Tanda kala III terdiri dua fase :

2.4.3.1 Fase pelepasan uri

Mekanisme pelepasan uri terdiri atas :

2.4.3.1.1 Schultze

Data ini sebanyak 80 % yang lepas terlebih dahulu ditengah

kemudian terjadi retero plasenter hematoma yang menolak

uri mula-mula di tengah kemudian seluruhnya, menurut

cara ini perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri lahir dan

banyak setelah uri lahir.


16

2.4.3.1.2 Dunchan

Lepasnya uri mulai dari pinggirnya, jadi lahir terlebih

dahulu dari pinggir (20 %) dan darah akan mengalir semua

antara selaput ketuban.

2.4.3.1.3 Serempak dari tengah dan pinggir plasenta.

2.4.3.2 Fase pengeluaran Uri

Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu:

2.4.3.2.1 Kustner

Meletakan tangan dengan tekanan pada / di atas simfisis,

tali pusat diregangkan, bila plasenta masuk berarti belum

lepas, bila tali pusat diam dan maju (memanjang) berarti

plasenta sudah lepas.

2.4.3.2.2 Klien

Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat

kembali berarti belum lepas, bila diam / turun berarti sudah

terlepas.

2.4.3.2.3 Strastman

Tegangan tali pusat dan ketuk pada fundus, bila tali pusat

bergetar berarti belum lepas, bila tidak bergetar berarti

sudah terlepas.

2.4.3.2.4 Rahim menonjol di atas sympisis

2.4.3.2.5 Tali pusat bertambah panjang

2.4.3.2.6 Rahim bundar dan keras


17

2.4.3.2.7 Keluar darah secara tiba-tiba

2.4.4 Kala IV (Tahap Pengawasan)

Tahap ini di gunakan untuk melakukan pengawasan

terhadap bahaya perdarahan. Pengawasan ini dilakukan

selama kurang lebih 2 jam. Dalam tahap ini ibu masih

mengeluarkan darah dari vagina, tapi tidak banyak, yang

berasal dari pembuluh darah yang ada di dinding Rahim

tempat terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari anda

akan mengeluarkan cairan sedikit darah yang di sebut lokia

yang berasal dari sisa-sisa jaringan. Pada beberapa keadaan,

pengeluaran darah setelah proses kelahiran menjadi banyak.

Ini di sebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi

atau tidak berkontraks iotot-otot rahim. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengawasan sehingga jika perdarahan semakin

hebat, dapat dilakukan tindakan secepatnya.(Ari Kurniarum,

S.SiT., 2016)

1. Episiotomi

a) Pengertian episiotomi

Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan


18

kerusakan yang lebih pada jaringan lunak akibat daya regang

yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan

tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk vmelakukan

episiotomi harus mengacu pada penelitian klinik yang tepat

dan teknik paling sesuai dengan kondisi yang sedang

dihadapi. Dengan demikian tidak dianjurkan untuk melakukan

prosedur untuk episiotomi secara rutin dengan mengacu pada

pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh

beberapa pakar dan klinisi, ternyata tidak terdapat bukti

bermakna tentang manfaat episiotomi rutin

Beberapa pendapat mengemukakan bahwa episiotomi

merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

selaput darah dan jaringan pada septum rektovaginal.(Is

Susiloningtyas, 2020)

Kemudian pendapat lain, episiotomi adalah tindakan operatif

untuk memperlebar jalan lahir, dengan cara menyayat

jaringan-jaringan perineum menurut alur tertentu. Penyayatan

paling baik dilakukan pada saat kontraksi, ketika jaringan

sedang merentang, agar mudah terlihat daerahnya, dan

perdarahan kemunkinan tidak akan terlalu parah. Pendapat


19

selanjutnya yaitu, episiotomi adalah suatu insisi bedah yang

dilakukan pada perineum untuk memudahkan pelahiran bagian

presentase janin. Meskipun dahulu dilakukan secara rutin,

kajian sistematik terhadap bukti-bukti memastikan bahwa

praktik ini harus dibatasi sesuai kebutuhan klinis

Inti dari episiotomi adalah untuk mengurangi resiko

cedera maternal pada jaringan selama proses kelahiran. Bukti

saat ini mendukung membatasi penggunaan episiotomi yang

diadopsi oleh sebagian besar negara maju, episiotomi rutin

merupakan praktik kebidanan tradisional yang masih

dilakukan di Nigeria. Praktek episiotomi rutin telah

mengakibatkan tingkat episiotomi tinggi yang disertai

komplikasi. Seperti komplikasi perdarahan, peyembuhan luka

berkepanjangan, dan infeksi. (Nyengidiki Tammy, dkk, 2008).

b) Macam-macam Episiotomi

Untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan

insisi pada perineum pada saat kepala tampak dari luar dan

mulai meregangkan perineum (Nurasiah Ai.dkk, 2014:).

1) Mediolateralis

Sayatan dimulai dari titik tengah Fourchette dan

diarahkan 450 denganmidline kearah suatu titikpertengahan


20

ischialtuberositydan anus. Garis akan menghindari bahwa kerusakan

pada spincter ani maupun kelenjar bartholin. Namun sayatan ini yang

paling sulit untuk dijahit kembali.

2) Medialis

Arah guntingan dibuat digaris tengah

3) Lateral

Sayatan ini pada garis tengah yang mengikuti garis alamiah insersi

otot-otot perineum. Cara ini yakini sangat sedikit membuat perdarahan

tetapi lebih tetapi lebih tinggi insiden kerusakan pada spincter anus.

Sayatan ini mudah dijahit kembali dan hanya sedikit rasa sakit serta

dyspareunia.

c) Tujuan Episiotomi

1) Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan

instrument.

2) Mencegah robekan perineum yang baku atau diperkirakan tidak

mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan (misalnya

bayi yang sangat besar atau makrosomia)

3) Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada asus

letak/presentase upnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di

belakang) dengan menyediakan tempat lebih luas untuk persalinan

yang aman. (Pudiastuti Ratna Dewi, 2012).


21

d) Jenis-Jenis Episiotomi

a. Episiotomi Medialis

(a) Secara anatomis lebih alamiah

(b) Menghindari pembuluh-pembuluh darah dan syaraf, jadi

penyembuhan tidak terlalu sakit.

(c) Lebih mudah dijahit karena anatomis jaringan lebih muda.

(d) Kehilangan darah lebih sedikit.

(e) Jika meluas bisa lebih memanjang sampai ke sphincter ani yang

mengakibatkan kehilangan darah lebih banyak, lebih sulit dijahit

dan jika sampai sphincter ani harus dirujuk.

b. Episiotomi Mediolateralis

(a) Pemotongan dimulai dari garis tengah fossa vestibula vagina ke

posterior ditengah antara spina ischiadica dan anus.

(b) Dilakukan pada ibu yang memiliki perineum pendek dan pernah

ruptur grade.

(c) Kemunkinan perluasan laserasi ke sphincter ani akan semakin

kecil.

(d) Penyembuhan terasa lebih sakit dan lama.

(e) Munkin kehilangan darah lebih banyak.

(f) Jika dibandingkan dengan medialis (yang tidak sampai sphincter

ani) lebih sulit dijahit.

(g) Bekas luka parut kurang baik.


22

(h) Pelebaran introitus vagina.

e) Kadang kala diikuti nyeri saat berhubungan (dyspareunia)

Indikasi Episiotomi
1) Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan

harus segera diakhiri.

2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distokia

bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.

3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.

4) Perineum kaku dan pendek.

5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum

6) Premature untuk mengurangi tekanan pada kepala janin. (Nurasiah

Ai.dkk, 2014).

f) Prosedur Pelaksanaan Tindakan Episiotomi

1) Persiapan

(a) Peralatan
(1) Bak steril berisi kasa

(2) Gunting episiotomi

(3) Betadin

(4) Spuit 10 ml dengan jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4

cm.
23

(5) Lidokain 1% tanpa epineprin. Bila lidokain 1% tidak ada dan

tersedia likokain 2% maka buatlah likokain tadi menjadi 1%

dengan cara melarutkan 1 bagian lidokain 2% ditambah 1

bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.

(b) Pelaksanaan

(1) Pemberian Anestesi Local

(a) Penjelasan prosedur kepada pasien.

(b) Cuci tangan.

(c) Memakai sarung tangan.

(d) Hisap 10 ml larutan lidokain 1% tanpa epinefrin.

(e) Letakkan 2 jari tangan kiri ke dalam vagina diantara kepala

janin dan perineum.

(f) Masukkan jarum di tengah fourchette dan arahkan jarum

sepanjang tempat yang akan diakukan episiotomi.

(2) Lakukan aspirasi (menarik batang penghisap spuit) untuk

memastikan jarum tidak berada di dalam pembuluh darah.

Bila terdapat darah maka tariklah jarum dan tusukkan kembali

pada daerah di dekatnya. Hal ini untk menghindari kematian

ibu karena lidokain yang di suntikkan kedalam pembuluh

darah dapat mengakibatkan kejang pada ibu.

(3) Tarik jarum perlahan sambil mendorong lidokain, suntikkan

maksimal 10 ml, cabut jarum bila sudah kembali ke titik asal


24

pada saat jarum ditusukkan. Kulit perineum akan terlihat dan

teraba pada palpasi menggelembung di sepanjang garis yang

akan dilakukan episiotomi.

2) Prosedur Episiotomi

a) Tindakan episiotomi dilakukan pada saat perineum menipis dan

pucat, kepala janin sudah terlihat 3-4 cm saat kontraksi. Hal ini

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perdarahan.

b) Masukkan 2 jari tangan kiri (jika penolong tidak kidal) ke dalam

vagina diantara kepala janin dan perineum. Kedua jari agak

diregangkan dan sedikit melakukan tekanan kearah luar

perineum denga lembut. Tindakan ini dimaksudkan untuk

melindungi kepala janin dari gunting dan membuat episiotomi

lebih mudah karena perineum menjadi rata.

c) Dengan gunting episiotomi desinfeksi tingkat tinggi atau steril,

tempatkan gunting di tengah faurchette posterior dan posisi

gunting mengarah ke sudut yang diinginkan dengan episiotomi

mediolateral atau lateral. Bila menginginkan medio lateral,

tempatkan gunting kea rah menjauhi anus.

d) Gunting perineum dengan satu atau guntingan yang mantap

sekitar 3-4 cm. jangan menggunting dengan cara sedikit demi

sedikit. Hal ini akan mengakibatkan waktu penyembuhan luka

lebih lama karena tepi luka tidak rata.


30

e) Gunting ke arah dalam vagina sekitar 2-3 cm.

f) Bila kepala janin belum lahir, maka lakukan penekaran dengan

kasa desinfeksi tingkat tinggi pada luka perineum untuk

mencegah terjadinya perdarahan. Kendalikan lahirnya kepala,

bahu dan badan janin dengan hati-hati apakah luka episiotomi,

perineum, dan vagina bertambah panjang atau terdapat laserasi

tambahan.(Sumarah.dkk, 2012: 172).

3) Proses menjahit luka episiotomi

a) Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya

lampu sorot pada daerah yang benar.

b) Keluarkan sisa dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva

dan perineum.

c) Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan

pasanglah tampon atau kassa ke dalam vagina untuk mencegah

darah mengalir ke daerah yang akan dijahit.

d) Letakkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.

e) Uji efektifitas anestesi local yang diberikan sebelum episiotomi

masih bekerja (sentuhan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika

terasa sakit, tambahkan anestesi local sebelum penjahitan

dilakukan.

f) Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan

aman dari cemaran.


31

g) Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan

secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm

diatas ujung luka didalam vagina, ikat dan potong salah satu

ujung dari benang dengan menyisakan benang dengan

menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm.

h) Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur

dengan jerat kebawah sampai lingkaran sisa hymen.

i) Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina didepan

hymen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa

jarak tempat keluarnya jarum diperineum dengan batas atas

irisan episiotomi.

j) Lakukan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutisa dan

otot sampai ke ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada

kedua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup

dengan baik).

k) Setelah mencapai ujung luka, baliklah arah jarum ke lumen

vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jahitan

subkutikuler.

l) Bila telah mencapai lingkaran hymen, tembuskan jarum ke liar

mukosa vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukan terakhir

subkutikuler.
32

m) Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian

tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2

mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sis

berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.

n) Ikat benang yang dikeluarkan dengan pada klem dengan

simpul kunci.

o) Lakukan control jahitan dengan pemeriksaan colok (lakukan

tindakakn yang sesuai bila diperlukan).

p) Tutup jahitan luka episiotomi dengan kassa yang dibubuhi

cairan antiseptik. (Pudiastuti Ratna dewi, 2012: 5)

1. 3. Kehamilan
a. Pengertian Kehamilan
Beberapa pengertian dari kehamilan adalah sebagai berikut:
1) Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara
kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam
kandungan dan kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir
(Sukarni dan Wahyu, 2013).
2) Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40
minggu atau 9 bulan 7 hari). Kehamilan ini dibagi atas 3 semester
yaitu; kehamilan trimester pertama mulai 0-14 minggu, kehamilan
trimester kedua mulai mulai 14-28 minggu, dan kehamilan
trimester ketiga mulai 28-42 minggu (Yuli, 2017).
Peneliti merangkum dari kedua pengertian diatas bahwa,
kehamilan adalah suatu proses yang natural bagi perempuan, dimulai
dari konsepsi sampai lahirnya janin dengan rentang waktu 280 hari
(40 minggu/ 9 bulan 7 hari).
33

b. Proses Kehamilan
1) Fertilisasi
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang
mengandung ovum dibuahi oleh sperma atau terjadi penyatuan
ovum dan sperma. Penetrasi zona pelusida memungkinkan
terjadinya kontak antara spermatozoa dan membran oosit.
Membran sel germinal segera berfusi dan sel sperma berhenti
bergerak. Tiga peristiwa penting terjadi dalam oosit akibat
peningkatan kadar kalsium intraseluler yang terjadi pada oosit
9

saat terjadi fusi antara membran sperma dan sel telur. Ketiga
peristiwa tersebut adalah blok primer terhadap polispermia,
reaksi kortikal dan blok sekunder terhadap polispermia. Setelah
masuk kedalam sel telur, sitoplasma sperma bercampur dengan
sitoplasma sel telur dan membran inti (nukleus) sperma pecah.
Pronukleus laki-laki dan perempuan terbentuk (zigot). Sekitar 24
jam setelah fertilisasi, kromosom memisahkan diri dan
pembelahan sel pertama terjadi.(Herry Rosyati, SST, 2017)
2) Nidasi
Umumnya nidasi terjadi di dinding depat atau belakang
uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjdi, barulah
dapat disebut adanya kehamilan. Bila nidasi telah terjadi,
mulailah terjadi diferensiasi zigot menjadi morula kemudian
blastula (Sukarni dan Wahyu, 2013). Blastula akan membelah
menjadi glastula dan akhirnya menjadi embrio sampai menjadi
janin yang sempurna di trimester ketiga (Saiffullah, 2015).

c. Perubahan Fisiologi Kehamilan Terhadap Sistem Tubuh


Menurut Sukarni dan Margareth Fauziah dan Sutejo dan Yuli
(2017), menuliskan bahwa perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
1) Sistem reproduksi
a) Uterus
Tumbuh membesar primer maupun sekunder akibat
pertumbuhan isi konsepsi intrauterin. Estrogen menyebabkan
hyperplasia jaringan, progesteron berperan untuk elastisitas/
kelenturan uterus.
b) Vulva/ vagina
Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan
progesteron, menyababkan warna menjadi merah kebiruan
(tanda Chadwick).
10

c) Ovarium
Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta,
terutama fungsi produksi progesteron dan esterogen. Selama
kehamilan ovarium tenang/ beristirahat.
d) Payudara
Akibat pengaruh estrogen terjadi hyperplasia sistem duktus
dan jaringan interstisial payudara. Mammae membesar dan
tengang, terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar
Montgomery, terutama daerah areola dan papilla akibat
pengaruh melanotor. Puting susu membesar dan menonjol.
2) Peningkatan berat badan.
Normal berat badan meningkat sekitar 6 sampai 16 kg,
terutama dari pertumbuhan isi konsepsi dan volume berbagai
organ/ cairan intrauerin.(Maritalia, 2017)
3) Perubahan pada organ-organ sistem tubuh lainnya:
a) Sistem respirasi; kebutuhan oksigen menigkat sampai 20%,
selain itu diafragma juga terdorok naik ke kranial terjadi
hiperventilasi dangkal akibat kompensasi dada menurun.
Volume tidal meningkat, volume residu paru dan kapasitas
vital menurun.
b) Sistem gastrointestinal; estrogen dan HCG meningkat dengan
efek samping mual dan muntah, selain itu terjadi juga
perubahan peristaltik dengan gejala sering kembung,
konstipasi, lebih sering lapar/ perasaan ingin makan terus.
c) Sistem sirkulasi/ kardiovaskuler; tekanan darah selama
pertengahan pertama masa hamil, tekanan sistolik dan
diatolik menurun 5-10 mmHg. Selama trimester ketiga
tekanan darah ibu hamil harus kembali kenilai tekanan pada
trimester pertama.
11

d) Sistem integumen; Striae gravidarum, Linea nigra, dan


Chloasma.

e) Sistem mukuluskeletal; kram otot, sendi-sendi melemah dan


karies gigi.
f) Sistem perkemihan; sering berkemih.
g) Sistem hematologi
Menurut Gant (2010), perubahan yang terjadi pada
sistem hematologi terkadi pada volume darah, dimana
volume darah pada atau mendekati akhir kehamilan rata-rata
adalah sekitar 45% di atas volume pada keadaan tidak hamil.
Derajat peningkatan volume sangat bervariasi. Peningkatan
terjadi pada trimester pertama, meningkat paling cepat
selama trimester kedua, kemudian peningkatan dengan
kecepatan lebih lambat selama trimester ketiga. Selain itu
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrium terjadi sebagai
respons terhdap diet tinggi natrium. Perubahan hematokrit
dan hemoglobin sedikit menurun selama kehamilan normal.
Akibatnya viskositas darah berkurang.(Maritalia, 2017)
4) Perubahan Psikologi pada Ibu Hamil
Menurut Yuli (2017), Kehamilan merupakan saat terjadinya
krisis bila keseimbangan hidup ternggangu.
a) Teori krisis.
Tahap syok dan menyangkal, bingung dan preoccupation,
tindakan dan belajar dari pengalaman, intervensi
memudahkan kembali keadaan keseimbangan.
b) Awal penyesuaian terhadap kehamilan baik ibu maupun
bapak mengalami syok.
(1) Persepsi terhadap peristiwa bervariasi menurut individu.
(2) Dukungan situsional penting untuk memberikan bantuan
dan perhatian.
12

(3) Mekanisme koping; kekuatan dan keterampilan dipelajari


untuk mengatasi stress.
c) Lanjutan penyesuaian terhadap kehamilan
(1) Trimester pertama (bulan 1-3)
Ditandai dengan adanya penyesuaian terhadap ide-ide
menjadi orang tua, tingkat hormon yang tinggi, mual dan
muntah serta lebih.
(2) Trimester kedua (bulan 4-6)
Waktu yang menyenangkan, respons seksual meningkat,
quickening memberikan dorongan psikologis.

(3) Trimester ketiga (bulan 7-9)


Letih, tubuh menjadi besar dan terlihat aneh,
kegembiraan yang menyusut dengan kelahiran bayi.

d. Ibu Hamil Golongan Resiko Tinggi


Sukarni dan Wahyu (2013), menulis ada beberapa golongan ibu
hamil yang dikatakan memiliki risiko tinggi walaupun dalam
kesehariannya hidup dengan sehat dan tidak menderita suatu penyakit.
Golongan yang dimaksud berisiko tinggi meliputi:
1) Ibu hamil terlalu muda dan terlalu tua (< 16 tahun dan > 35
tahun).
2) Ibu baru hamil setelah perkawinan selama 4 tahun.
3) Jarak dengan anak terkecil dengan anak > 10 tahun.
4) Jarak kehamilan terlalu dekat yaitu < 2 tahun.
5) Terlalu banyak anak yaitu > 4.
6) Tinggi badan terlalu pendek < 145 cm.
7) Terlalu gemuk atau terlalu kurus, ini akan berpengaruh pada gizi
keduanya.
8) Riwayat persalinan jelek.
9) Riwayat adanya cacat bawaan atau kehamilan masa lalu.
13

10) Ibu seorang perokok berat, kecanduan obat dan memiliki hobi
minum-minuman keras.

e. Asuhan Antenatal Care (ANC)


Asuhan antenatal care (ANC) adalah pengawasan sebelum
persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim (Yulaikhah, 2008). Pelayanan ANC dilakukan oleh tenaga
yang profesional dibidangnya sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajari/
digeluti.(Dharmayanti et al., 2019)

f. Tujuan Asuhan Antenatal Care (ANC)


Menurut Maulana (2008), Status kesehatan dapat diketahui dengan
memeriksakan diri dan kehamilannya kepelayanan kesehatan terdekat,
puskesmas, atau poliklinik kebidanan. Adapun tujuan dari pemeriksaan
kehamilan yang disebut dengan Antenatal Care (ANC) adalah sebagai
berikut:
1) Memantau kemajuan kehamilan. Dengan demikian, kesehatan ibu
dan janin pun dapat dipastikan keadaannya.
2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental
ibu.
3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi
yang mungkin terjadi selama kehamilan.
4) Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat.
5) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima bayi.
6) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal.
1. Primigravida

a. Definisi

Primigravida adalah keadaan di mana seorang wanita mengalami

masa kehamilan untuk pertama kalinya (Manuaba, 2007). Dengan

kemungkinan risiko tinggi, sehingga dibutuhkan perawatan antenatal,

natal dan postnatal (Nargis et al., 2010). Perbedaan mendasar

kehamilan primigravida dengan multigravida yaitu pada primigravida

ostium uteri internum belum terbuka dan akan terbuka lebih dahulu,

sehingga serviks akan mendatar dan menipis kemudian ostium uteri

internum baru akan membuka. Sedangkan pada multigravida, ostium

uteri internum dan ostium uteri eksternum sudah sedikit terbuka

(Prawirohardjo, 2009).

Pengawasan pada ibu hamil dengan usia di bawah 18 tahun perlu

diperhatikan karena pada saat itu sering terjadi risiko anemia,

hipertensi menuju preeklamsia/eklamsia, persalinan dengan berat bayi

lahir rendah, kehamilan disertai infeksi, penyulit proses persalinan

yang diakhiri dengan tindakan operasi. Aspek sosial yang sering

menyertai ibu hamil dengan usia muda adalah kehamilan yang belum

diinginkan, kecanduan obat dan atau perokok, dan antenatal care yang

5
kurang diperhatikan. Dalam era modern, wanita karir dan

berpendidikan banyak yang ingin hidup mandiri mengejar karir

sehingga kemungkinan akan terlambat menikah dan hamil di atas usia

35 tahun (Manuaba, 2007).

b. Usia Primigravida

Usia terbaik seorang wanita untuk hamil adalah 20 tahun hingga

35 tahun. Apabila seorang wanita mengalami primigravida (masa

kehamilan pertama kali) di bawah usia 20 tahun, maka disebut

primigravida muda. Sedangkan apabila primigravida dialami oleh

wanita di atas usia 35 tahun, maka disebut primigravida tua. Bukti

menunjukkan bahwa patofisiologi primigravida dengan preeklamsia

berbeda dari observasi pada multigravida, yang menunjukkan bahwa

risiko preeklamsia pada primigravida lima belas kali lebih besar

daripada multigravida

Beberapa peneliti menggunakan istilah “advanced maternal age”

pada ibu hamil usia 35 tahun atau lebih, tanpa melihat paritas. Atau

Older woman atau Gravida tua atau Elderly gravid (Cunningham,

1995). Sedangkan dalam Jurnal Naqvi et al. (2004) menyebut older

primigravida pada ibu yang hamil pertama pada usia 35 tahun atau

lebih.

c. Primigravida Tua

Primigravida tua (older primigravida) adalah seorang wanita

dimana mengalami pada usia lebih dari 35 tahun.


Seorang primigravida tua memiliki risiko preeklamsia lebih tinggi oleh

karena adanya perbedaan elastisitas dan kemunduran sistem

kardiovaskuler, selain itu seorang primigravida tua memiliki

kecenderungan mengalami masalah obesitas lebih tinggi dibanding

primigravida muda (Naqvi et al., 2004). Banyak faktor yang

menyebabkan seorang wanita mengalami primigravida tua. Selain oleh

karena faktor alami biologis, kini wanita karir dan terdidik banyak

yang ingin hidup mandiri untuk mengejar karir sehingga akan

terlambat menikah dan hamil di atas usia 35 tahun. Pengawasan perlu

diperhatikan karena dapat terjadi hipertensi karena stres pekerjaan

yang kemudian hipertensi ini dapat menjadi pemicu preeklamsia,

Diabetes Melitus, perdarahan antepartum, abortus, persalinan

prematur, kelainan kongenital, dan ganggguan tumbuh kembang janin

dalam rahim (Manuaba, 2007).

d. Komplikasi

Baik primigravida muda maupun primigravida tua memiliki

Kehamilan Risiko Tinggi (KRT), yaitu keadaan di mana jiwa ibu dan

janin yang dikandungnya dapat terancam, bahkan dapat

mengakibatkan kematian. Namun pada primigravida muda memiliki

risiko lebih rendah, karena dianggap memiliki ketahanan tubuh lebih

baik daripada primigravida tua (Manuaba, 2007). Hal ini diperkuat

oleh suatu penelitian yang membandingkan antara primigravida muda

dan primigravida tua. Didapatkan pada kehamilan primigravida tua


17

memiliki risiko komplikasi lebih berat, seperti hipertensi

kronis, superimposed hypertension, tingkat persalinan dengan

operasi caesar yang lebih tinggi, persalinan dengan bantuan

bila dibandingkan primigravida muda (Shehadeh, 2002). Juga

ditemukan adanya kelainan pertumbuhan intrauterin dan

malformasi kongenital (Naqvi et al., 2004).

Dikemukakan juga oleh penelitian Al-Turki et al. (2003)

dan Heija A (2000) bahwa pada primigravida tua memiliki

risiko komplikasi seperti Diabetes Melitus, preeklamsia,

plasenta previa dan besar kemungkinan menyebabkan

persalinan secara sectio caesarea bila dibandingkan dengan

penyebab lain seperti umur kehamilan lewat bulan dan berat

lahir bayi.

3. Pemijatan Perineum

3.1 Definisi pemijatan perineum

Pijat perineum adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan

lunak, biasanya otot atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau

perubahan sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan

memperbaikki sirkulasi (Lisa & J., 2017)

Pemijatan perineum bertujuan untuk meningkatkan aliran darah,

elastisitas dan relaksasi otot-otot dasar panggul dengan cara memijat

perineum pada saat hamil usia kehamilan > 34 minggu atau 1-6 minggu
18

sebelum persalinan, pemijatan tersebut dilakukan sebanyak 16 kali pada

usia kehamilan > 34 minggu sampai 38 minggu. Pemijatan perineum

membantu menyiapkan mental ibu pada saat dilakukan pemeriksaan

dalam dan mempersiapkan jaringan perineum menghadapi situasi saat

proses persalinan terutama pada saat kepala bayi crowning supaya

perineum lebih rileks (Fatimah, 2018) pemijatan perineum ini dilakukan

setiap hari dengan frekuensi 1 kali sehari dan lama sekitar 5-10 menit.

3.2 Manfaat Pemijatan Perineum

Pijat perineum pada kehamilan dapat meningkatkan elastis

perineum dan menurunkan trauma perineum. Sehingga dengan

melakukan pijat perineum efektif dapat mengurangi robekan perineum

selama proses persalinan (Shinta Novelia, Tommy J Wowor, 2022)

Jaringan ikat pada perineum menyatukan jaringan yang lain yang

berbeda melalui akumulasi protein dan zat yang mirip gel yang

disekresikan dari fibrolast kedalam ruangan yang mengelilingi sel. Zat

protein yang disekresikan mencakup kolagen, suatu serabut putih yang

tebal dan berfungsi sebagai penunjang structural, elastis, protein yang

dapat direngangkan yang memungkinkan jaringan melentur sewaktu

direngangkan yang memungkin organ mengakomadasi peningkatan

volume. Zat serupa gel, sebagian besar terdiri atas asam hialoronat,

terdapat berselang seling diseluruh ruangan interstinum untuk

mempertahankan air dan berfungsi sebagai penunjang dan pelindung

(Corwin, Elizabeth J, 2019)


19

Menurut (Aprilia,2020) manfaat dan keuntungan dari pijat

perineum diantaranya, adalah

3.2.1 Kemungkinan melahirkan bayi dengan perineum utuh.

3.2.2 Dapat dilakukan sebagai ritual hubungan seksual.

3.2.3 Teknik ini digunakan untuk membantu merenggankan dan

mempersiapkan kulit perineum pada saat proses persalinan.

3.2.4 Teknik ini bukanhanya membantu mempersiapkan jaringan

perineum, tapi juga membantu anda untuk mempelajari sensasi saat

proses persalinan. Dengan demikian akan membantu untuk lebih

rileks dalam menghadapi proses persalinan nanti.

3.2.5 Menstimulasi aliran darah ke perineum yang akan membantu

mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan.

3.2.6 Membantu ibu lebih santai saat dilakukan pemeriksaan vagina

(vagina toucher).

3.2.7 Membantu menyiapkan mental ibu terhadap tekanan dan

renggangan perineum di kala kepala bayi akan keluar.

3.2.8 Menghindari kejadian episiotomy atau robeknya perineum di kala

melahirkan dengan meningkatkan elastisitas perineum.

3.3 Waktu Pemijatan

Menurut (Aprilia,2020) pijat perineum sebaiknya mulai sejak 6

minggu sebelum tanggal persalinan atau saat umur kehamilan lebih dari

34 minggu. Lakukan 5-6 kali seminggu, kemudian semakin intens


20

menjadi setiap hari pada 2 minggu terakhir menjelang hari H dengan

durasi sebagai berikut :

a. Minggu pertama 5 menit

b. Sisa seminggu menjelang persalinan 5-10 menit

c. Berhenti pada saat ketuban pecah atau persalinan dimulai

3.4 Cara melakukan pemijatan perineum

3.4.1 Peralatan yang dibutuhkan

Sebelum melakukan pijat perineum ada beberapa hal yang harus

dipersiapkan, adapun yang harus dipersiapkan tersebut adalah :

3.4.1.1 Minyak pijat yang hangat, misalnya essential oil khusus

persalinan, pilihla yang tanpa aroma.

3.4.1.2 Beberapa bantal agar posisi ibu lebih nyaman.

3.4.2 Posisi ibu untuk pijat perineum

Jika ibu melakukan pemijatan sendiri, posisinya adalah berdiri

dengan satu kaki diangkat dan ditaruh ditepi bak mandi atau kursi.

Gunakan ibu jari untuk memijat. Jika dipijat pasangan, posisi ibu

sebaiknya setengah berbaring. Sangga punggung, leher, kepala dan

kedua kaki dengan bantal. Regangkan kaki, kemudian taru bantal

dibawah setiap kaki. Gunakan jari tengah dan telunjuk atau kedua

jari telunjuk pasangan untuk memijat (Aprilia,2020)

3.4.3 Petunjuk umum

Adapun petunjuk umum sebelum dilakukannya pijat perineum

menurut (Aprilia,2020), diantaranya adalah :


21

1.) Pertama kali digunakan cermin untuk mengidentifikasi daerah

perineum

2.) Jika ibu merasa tegang, silakan mandi dengan air hangat atau

kompres hangat pada perineum selama 5-10 menit.

3.) Jika ibu memiliki luka bekas episiotomy pada persalinan

sebelumnya, makafokuskan untuk memijat pada daerah

tersebut. Jaringan parut bekas luka episiotomy menjadi tidak

begitu elastis ,sehingga memerlukan Sperhatian yang ekstra.

4.) Posisi persalinan sangat mempengaruh sangat mempengaruhi

terjadinya robekan pada jalan lahir

5.) Jika ibu melakukan pijat sendiri, paling mudah menggunakan jari-

jari telunjuk.

3.5 Teknik Pemijatan

Adapun teknik pelaksanaan pijat perineum sangat mudah, sebelum

mulai memijat perineum, sebaaiknya potong pendek kuku jari-jari tangan

anda, lalu cuci kedua tangan dengan sabun sehingga bersih. Identifikasi

daerah perineum (bisa dibantu dengan cermin). Siapkan posisi yang

nyaman mungkin. Posisi setengah berbaring, sanga punggung, leher dan

kedua kaki dibantal. Renggangkan kaki, kemudian ditaruh bantal dibawah

setiap kaki. Gunakan jari tengah dan telunjuk atau kedua jari telunjuk

pasangan untuk memijat. Setelah itu, barulah memualai memijat, dengan

urutan sebagai berikut :


22

3.5.1 Oleskan minyak pada daerah perineum

3.5.2 Tarik nafas dan rileks. Lalu, dengan hati-hati dan tetap yakin

mulailah memijat daerah tersebut.

3.5.3 Masukkan ibu jari kedalam perineum sekitar 3-4 cm (maksimal

7cm) dengan posisi ditekuk, sementara jari lainnya berada diluar

perineum.

3.5.4 Dengan mempertahankan tekanan yang mantap, tekan pada

daerah perineum kearah bawah (rectum) dan kesamping secara terus

menerus. Pijatan tidak boleh terlalu keras dapa tmengakibatkan

pembengkakan pada jaringan perineum. Pada awalnya terasa

kencangnya otot-otot di daerah ini, seiring berjalannya waktu dan

semakin sering latihan jaringan ini akan melemas.

3.5.5 Rasakan sampai timbul rasa hangat.

3.5.6 Terus tekan dengan jari, lalu. Pijat perlahan dan dengan lembut

kearah bagian bawah vagina.

3.5.7 Hindari daerah saluran kemih karena akan menyebabkan iritasi.

3.5.8 Dengan mempertahankan tekanan yang mantap, gerakan ibu jari

atau telunjuk kedalam vagina membentuk U kearah bawah, selama 1-2

menit (20-30 kali).

3.5.9 Lakukan pemijatan kearah luar perineum seperti proses jalan akan

lahir.

3.5.10 Setelah dilakukan pemijatan di perineum bagian dalam, lanjutkan

pada bagian luar.


23

Setelah pemijatan selesai, lakukan kompres hangat pada jaringan

perineum selama kurang lebih 10 menit. Lakukan secara perlahan dan

hati-hati. Kompres hangat ini akan meningkatkan sirkulasi darah sehingga

otot-otot di daerah perineum kendor (tidak berkontraksi atau tegang)

(Aprilia,2010)

Gambar 2.2 pemijatan perineum

3.6 Hal-hal yang harus diperhatikan

3.6.1 Sebelum melakukan pemijatan

3.6.1.1 Jangan memijat seandainya didaerah kemaluan ibu

terdapat infeksi

3.6.1.2 Jangan memaksakan posisi pijat tertentu pada ibu

3.6.1.3 Jangan memaksa ibu untuk dipijat

3.6.2 Pada saat pemijatan

Hentikan pemijatan ketika kantung ketuban mulai pecah dan

cairan ketuban mulai keluar. Atau, pada saat proses persalinan sudah

dimulai.

3.6.3 Hal-hal yang perlu diingat segera setelah melakukan

pemijatan Jika terjadi iritasi, segera datang untuk

memberitahukan bidan.
Pijatan perineum ini tidak untuk semua orang dan juga

mungkin tak membantu pada semua kasus. Yang tak kalah

penting, pilihlah bidan atau dokter yang berpengalaman

membantu persalinan tanpa episiotomi.


25

A. Kerangka Teori

Faktor Ibu :

1. Usia

2. Paritas

3.Kondisi Perineum

4. Proses Persalinan

Episiotomi Intervensi Episiotomi


Faktor Janin :

1. Ukuran Janin
2. Posisi dan
Presentasi Janin
3. Kelainan
Kongenital
4. Distosia

Pijat Perineum

Penurunan Resiko
Tindakan Episiotomi

Epi

Sumber : Bianti Nuraini. 2015

Keterangan : Tidak diteliti

Diteliti
26

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen ( Bebas) Variabele Dependen (Terikat)

Kejadian Episiotomi
Pijat Perineum pada
pada Ibu Bersalin
Ibu Hamil Primigravida
Pp
Gambar 2.6 Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian,

biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara 2 variabel yakni

variabel bebas dengan variabel terikat (Notoadmojo, 2018).

Jenis-jenis rumusan hipotesis dalam statistika (Kurniawan dan Agustini, 2021):

1. Hipotesis Nol (H0), merupakan hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan

antara variable yang satu dengan variable yang lainnya atau hipotesis yang

menyatakan tidak ada perbedaan antara variable yang satu dengan yang lainnya.

2. Hipotesis Alternatif (Ha), merupakan hipotesis yang menyatakan ada hubungan

antara variable yang satu engan variable yang lainnya atau hipotesis yang

menyatakan ada perbedaan antara variable yang satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang sudah dipaparkan,

maka hipotesis penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan antara pijat perineum pada primigravida dengan

kejadian rupture perineum pada persalinan

Ha : Ada hubungan antara pijat perineum pada primigravida dengan kejadian

episiotomi pada persalinan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penentuan Lokasi, Waktu dan Sasaran Penelitian

1. Penentuan lokasi penelitian

Berdasarkan penentuan lokasi, maka penelitian ini dilakukan di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara.

(Notoatmodjo, 2018)

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 2 bulan yakni dari bulan Oktober

sampai dengan November 2021.

3. Sasaran penelitian

Sasaran penelitian adalah ibu hamil primigravida umur kehamilan >34

minggu di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Danau Panggang.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan rancangan

penelitian yang digunakan adalah studi korelasi dengan pendekatan cross

sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara dua variabel.

Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel

dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) yang di

observasi sekaligus pada waku yang sama (Notoatmodjo, 2018).

27
28

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti yang

mana untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018).

Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil primigravida umur

kehamilan >34 minggu di UPT Puskesmas Danau Panggang Kabupaten Hulu

Sungai Utara dengan total pasien yaitu 60 orang dari bulan Januari- Juni 2021.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari elemen populasi untuk diteliti (Swarjana, 2016).

Sampel di penelitian responden akan ditentukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling yaitu teknik sampling yang digunakan responden dengan

menggunakan kriteria- kriteria dan dapat digunakan sebagai sampel jika sesuai

sebagai sumber data (Yusuf, 2017).

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias

hasil penelitian. Adapun kriteria penentuan sampel terdiri dari:

a) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian mewakili

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi adalah

karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

(Setiana dan Nuraeni, 2018).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Pasien primigravida umur kehamilan > 34 minggu yang tercatat dibuku register
29

rawat jalan poli kebidanan UPT Puskesmas Danau Panggang

2) Bersedia menjadi responden penelitian.

3) Responden berada dipuskesmas/ dirumah pada saat pengambilan data

b) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan dimana subyek penelitian tidak dapat mewakili

semua sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel dan akan

menimbulkan bias pada hasil penelitian (Setiana dan Nuraeni, 2018). Kriteria

eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab yang dapat menimbulkan bias

pada hasil penelitian (Kurniawan dan Agustini, 2021).

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu :

1) Ibu hamil yang bukan primigravida dan umur kehamilan < 34 minggu

2) Responden menolak berpartisipasi

3) Pasien tidak menyelesaikan pengisian kuesioner dari awal hingga akhir.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus Slovin yaitu Formula untuk menghitung jumlah sampel

minimal jika perilaku sebuah populasi belum diketahui secara pasti. Ukuran

sampel menurut Slovin dalam (Rangga, 2021) ditentukan berdasarkan rumus

N
berikut : n = 2
1+(N ×e )

Dimana : n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan


30

penarikan sampel yang masih dapat ditolerir atau

diinginkan, misalnya 5%.

Adapun jumlah sampel yang diteliti :

60
n =
1+(60 ×0,05 2)

60
= 1,15

= 52 sampel

Jadi jumlah sampel yang diteliti dengan jumlah 60 populasi adalah 52

sampel ibu hamil primigravida umur kehamilan > 34 minggu di UPT Puskesmas

danau Panggang.

D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas

(Independent Variable) dan variabel tergantung/terikat (Dependent Variable)

menurut ( Sugiyono, 2018):

1. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas (Independent Variable) yang sering disebut variabel

stimulus, prediktor, anteseden merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Nikolaus, 2019).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemijatan perineum pada ibu hamil

primigravida

2. Variabel tergantung/terikat (Dependent Variable)

Variabel tergantung/terikat (Dependent Variable) sering disebut sebagai


31

variabel output, kriteria, konsekuen. yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Nikolaus, 2019). Variabel tergantung/terikat dalam

penelitian ini adalah kejadian episotomi saat persalinan

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dirancang untuk mendeskripsikan variabel penelitian

sedemikian rupa sehingga bersifat spesifik (tidak berinterpretasi ganda)

(Setyaningsih, 2019). Ada pun definisi operasional pada masing-masing variabel

penelitian ini dapat dijabarkan dalam tabel berikut:

Table 3.1

Definisi Operasional Penelitian Pengaruh Pemijatan Perineum pada Ibu Hamil

Primigravida dengan Kejadian Episiotomi saat Persalinan

No Variabel Definisi Parameter Alat Hasil dan Kategori Skala


Operasional Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Pemijatan Melakukan tekanan 1. Melakukan Kuesione 1. Area Nominal
Perineum tangan pada pemijatan r pemijatan :
pada jaringan lunak, area daerah
perineum perineum
Primigravida biasanya otot atau
2. Frekuensi sekitar 3-4
ligamentum, tanpa 20-30 kali cm
menyebabkan 3. Durasi 1-2 (maksimal
gerakan atau menit 7cm)
Ordinal
perubahan sendi 2. Frekuensi :
untuk meredakan jumlah
nyeri, pemijatan
yang
menghasilkan
dilakukan
relaksasi, dan selama
memperbaikki pemijatan Ordinal
sirkulasi pada ibu 3. Waktu :
hamil primigravida durasi
umur kehamilan waktu yang
dilakukan
32

>34 minggu setiap kali


pemijatan.
Variabel Dependent
2 Episiotomi Merupakan suatu 1. Dilakuk Observas 1. Dilakukan Ordinal
saat tindakan insisi pada an i pada Episiotomi
Persalinan perineum yang episioto buku 2. Tidak
menyebabkan mi dilakukan
rekam
terpotongnya 2. Tidak Episiotomi
selaput lendir dilakuk medis
vagina, cincin an
selaput darah dan episioto
jaringan pada mi
septum
rektovaginal.

E. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

a. Jenis data

Jenis data penelitian ini yakni (Anshori dan Iswati, 2019) :

1) Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan penelitian yang terstruktur dan

mengkuantifikasikan data untuk dapat digeneralisasaikan, dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

a) Tujuan, pendekatan, subyek, sampel, sumber data sudah mantap dan rinci sejak

awal.

b) Langkah penelitan direncanakan sampai matang ketika persiapan disusun.

c) Mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian. Hipotesis menentukan

hasil yang diramalkan.

d) Dalam desain penelitian sudah jelas langkah-langkah penelitian dan hasil yang

akan diharapkan.
33

e) Kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan.

f) Analisis data dilakukan sesudah semua data terkumpul.

Jadi, pada penelitian pengaruh pijat perineum pada ibu hamil

primigravida terhadap kejadian episiotomy saat persalinan di wilayah kerja Upt

Puskesmas Danau Panggang menggunakan jenis data penelitian kuantitatif.

b. Sumber Data

Sumber data pada penelitian terbagi dua yaitu (Puspita, 2016):

1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari repsonden

melalui kuesioner.

2) Data sekunder adalah data pendukung untuk melengkapi data primer dan

merupakan data yang diperolah bukan dari responden yang akan diteliti akan

tetapi dari sumber lain.

c. Cara pengumpulan data

1) Menggunakan data primer, data yang didapat peneliti dari responden

dilapangan dengan menggunakan instrument berupa kuesioner untuk

mengetahui tindakan pijat perineum pada ibu hamil primigravida di wilayah

kerja UPT Puskesmas Danau Panggang .

2) Mengunakan data sekunder, data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Hulu Sungai Utara dan tempat penelitian di UPT Puskesmas Danau

Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu data jumlah kunjungan pasien

ibu hamil yang akan dijadikan sebagai sampel dan data tindakan episiotomi
34

saat persalinan melalui rekam medis pasien di UPT Puskesmas Danau

Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara

d. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam pemberian terapi pijat perineum pada ibu hamil

primigravida di wilayah kerja UPT Puskesmas Danau Panggang yaitu:

1) Memberikan lembar informed consent untuk ketersediaan sampel

mengikuti penelitian sampai akhir.

2) Memberikan media untuk menjelaskan bagaimana cara pijat perineum.

3) Melakukan terapi pijat perineum.

e. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti

dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan

dipermudah olehnya (Musafaah, 2018). Instrumen dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang sudah di uji valid dan realibilitas. Kuesioner berisi sejumlah

pertanyaaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

sesuai tujuan yang diinginkan oleh calon peneliti (Ridwan 2019).

2. Pengolahan Data

Ada beberapa tahapan dalam pengolahan data, yaitu:

a. Coding, merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Pemberian kode bertujuan untuk

mempermudah analisis data dan entry data (Puspita, 2016). Peneliti melakukan
35

pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data, semua variabel

diberi kode. Pada kejadian episiotomi peneliti menggunakan kode berupa

angka jawaban dilakukan episiotomi = 0, tidak dilakukan episiotomy =1.

b. Editing, merupakan kegiatan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah

diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden, relevan jawaban dengan

pertanyaan, dan konsisten. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang

tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner

tersebut dikeluarkan (Puspita, 2016). Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi

data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner

dari responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila

ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses penelitian ada

beberapa data yang tidak terisi sehingga peneliti meminta responden untuk

melengkapinya sehingga didapatkan data yang lengkap.

c. Entry Data, adalah suatu proses memasukkan data dari lembar kuesioner

kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan

menggunakan program computer setelah semua jawaban diberikan kode serta

lembar kuesioner terisi penuh dan benar.

d. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk

memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut.


36

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner “valid” dan “reliable” dilakukan uji

validitas dan reliabilitas (Puspita, 2016). Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di

UPT Puskesmas Amuntai Selatan yang berada di Jl. Gaya Baru Desa Telaga

Silaba Kecamatan Amuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan 15

Responden. Berdasarkan kaidah penelitian yaitu batas minimal jumalah 15

responden karna jumlah 15 responden adalah batas jumlah antara sedikit dan

banyak yang akan mendekati fenomena ciri atau sifat alami yang sebenarnya

(Ridwan, 2019).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur. Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini

menggunakan program komputer dengan uji pearson product moment, dimana

hasil akhirnya (r hitung) dibandingkan dengan r tabel yang dapat dilihat pada

tabel nilai r product moment. Suatu instrumen dikatakan valid jika r yang

didapatkan dari hasil pengukuran item soal (r hasil) lebih besar dari r tabel

(0,361), r tabel didapatkan dari r pearson product moment dengan α =5% (0,05)

(Sugiyono, 2016).

Kriteria pengujian validitas menggunakan product moment, sebagai berikut :

a. Jika rhitung > rtabel maka instrumen dinyatakan valid.

b. Jika rhitung < rtabel maka instrumen dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas
37

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan berkali-kali.

Penentuan reliabilitas instrumen, hasil uji coba ditabulasi dalam tabel dan analisis

data dicari varian tiap item kemudian dijumlahkan menjadi varian total. Instrumen

dikatakan realibel dan dapat digunakan sebagai alat untuk pengumpulan data jika

r yang didapatkan >r α (0,6), dengan r α sebesar 0,6 (Puspita, 2016). Penetapan

suatu data reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai Cronbach’s Alpha

yang harus lebih besar konstanta (Setyaningsih, 2019).

Untuk reliabilitas dengan melihat koefisien Cronbach Alpha dengan

memperbandingkannya dengan ketetapan reliabilitas sebesar 0,7. Kriteria

pengujian reliabilitas, sebagai berikut:

a. Jika rhitung > rtabel maka instrumen dinyatakan reliabel.

b. Jika rhitung < rtabel maka instrumen dinyatakan tidak reliabel.

D. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah untuk mencari hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

1) Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan Untuk menjelaskan karakteristik responden

dengan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya faktor independen dan

dependen sehingga diketahui varian dari masing-masing variabel (Sugiyono,

2018). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah terapi pijat perineum dan

tindakan episiotomi dengan kuesioner kemudian ditabulasi, dikelompokkan, dan

diberi skor. Untuk penelitian ini variabel kejadian episiotomi merupakan jenis
38

data kategori. Data terapi pijat perineum, dalam bentuk distribusi frekuensi dan

presentase dengan bantuan komputer.

2) Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi yaitu antara variabel bebas dan variabel

terikat (Puspita, 2016). Analisis bivariat pada penelitian ini guna untuk

mengetahui pengaruh pijat perineum pada ibu hamil prmigravida terhadap

kejadian episiotomi saat persalinan.

Analisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis dengan mengggunakan uji

statistik chi square, karena penelitian ini menggunakan data kategorik, jenis

penelitian analitik, desain Cross Sectional, jenis hipotesis assosiatif atau

hubungan dengan skala pengukuran ordinal dan nominal. Dan penghitungan

Confidence Interval (CI) digunakan taraf signifikansi 95% dengan nilai kesalahan

5% (Puspita, 2016).

Memilih nilai  2 atau pvalue yang paling sesuai harus berpedoman pada

asumsi-asumsi yang terkait dengan uji  2 , yaitu

a. Pada tabel lebih dari 2x2 (misalnya 3x2 atau 3x3), apabila nilai frekuensi

harapan (expected) yang kurang dari 5 tidak lebih dari 20%, maka nilai  2 atau

p-value dari pearson chi-square atau likelihood ratio yang digunakan.

b. Jika tabel 2x2, nilai  2 atau p-value dari continuity correction dilaporkan.

Tetapi jika nilai frekuensi harapan kurang dari 5 sebanyak 20% atau lebih,

maka nilai p-value dari fisher’s exact test yang digunakan. Hasilnya berpatokan

pada jika :
39

a) Nilai Sig < 0,05 Ho ditolak artinya ada perbedaan proporsi atau ada

hubungan antara kedua variabel.

b) Nilai Sig ≥ 0,05 Ho diterima artinya tidak ada hubungan perbedaan proporsi

atau tidak ada hubungan antara kedua variabel (Setyaningsih, 2019).


DAFTAR PUSTAKA

Afdila, R., & Saragih, N. (2021). PENGARUH PIJAT PERINEUM SELAMA MASA

KEHAMILAN TERHADAP RUPTURE PERINEUM DI PMB IDA IRIANI, S.SiT

dan PMB Erniati, Am.Keb KABUPATEN ACEH UTARA. PREPOTIF : Jurnal

Kesehatan Masyarakat, 5(2), 814–820. https://doi.org/10.31004/prepotif.v5i2.1986

Ari Kurniarum, S.SiT., M. K. (2016). Asuhan Persalinan Normal dan Bayi Baru Lahir

(M. A. Dr. Nurul Huda (ed.); 1st ed., p. 169). Pusdik SDM Kesehatan.

Dharmayanti, I., Azhar, K., Tjandrarini, D. H., & Hidayangsih, P. S. (2019). Pelayanan

Pemeriksaan Kehamilan Berkualitas Yang Dimanfaatkan Ibu Hamil Untuk

Persiapan Persalinan Di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan, 18(1), 60–69.

https://doi.org/10.22435/jek.18.1.1777.60-69

Dieb, A. S., Shoab, A. Y., Nabil, H., Gabr, A., Abdallah, A. A., Shaban, M. M., & Attia,

A. H. (2020). Perineal massage and training reduce perineal trauma in pregnant

women older than 35 years: a randomized controlled trial. International

Urogynecology Journal, 31(3), 613–619. https://doi.org/10.1007/s00192-019-

03937-6

Herry Rosyati, SST, M. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. In Buku Ajar Asuhan

Kebidanan.

Is Susiloningtyas, R. Y. A. (2020). KAJIAN KONTROVERSI PENGARUH

EPISIOTOMI DAN NON EPISIOTOMI TERHADAP PERSALINAN. Majalah

Ilmiah Sultan Agung.

Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017.

Lisa, U. F., & J., M. R. H. (2017). Efektifitas Pijat Perinium terhadap Tingkat Ruptur

Perinium pada Ibu Hamil Primigravida di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie dan

Suka Mulia Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Journal of

40
41

Healthcare Technology and Medicine, 3(1), 58.

https://doi.org/10.33143/jhtm.v3i1.259

Maritalia. (2017). Pengertian Kehamilan. Archive of Community Health, 1(1), 63–68.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Roonak Shahoei, F. Z., Hashemi, N. L., & Ranaei, F. (2017). The effect of perineal

massage during the second stage of birth on nulliparous women perineal: A

randomization clinical trial. Electronic Physician, 9(10). https://doi.org/:

http://dx.doi.org/10.19082/5588

Shinta Novelia, Tommy J Wowor, D. P. (2022). Pengaruh Pijat Perineum Terhadap

Laserasi Perineum Pada Ibu Bersalin. JAKHKJ.

Ugwu, E. O., Iferikigwe, E. S., Obi, S. N., Eleje, G. U., & Ozumba, B. C. (2018).

Effectiveness of antenatal perineal massage in reducing perineal trauma and post-

partum morbidities: A randomized controlled trial. Journal of Obstetrics and

Gynaecology Research, 44(7), 1252–1258. https://doi.org/10.1111/jog.13640

Anda mungkin juga menyukai