Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA RINGAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

KURNIAWATI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN ACEH


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU KELAS BANDA ACEH
BANDA ACEH
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CEDERA KEPALA RINGAN

KARYA TULIS ILMIAH

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan

Oleh:

KURNIAWATI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN ACEH


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU KELAS BANDA ACEH
BANDA ACEH
2020
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR

Pujidan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas

berkat dan Rahmat-Nya, saya dapat membuat karya tulis ilmiah ini dengan judul

“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala Ringan”.

Penulisan studi kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada prodi D-III Keperawatan

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Aceh.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dalam prosesnya penulis banyak

mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.

Nurleli,S.Kep.,MNS sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan

masukan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Selanjutnya penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. H.Ampera Miko, DN.Com, MM, sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes Aceh.

2. Bapak Dr. Hermansyah, SKM., MPH, sebagai Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Aceh.

3. Ibu Dr. Ns. Wirda Hayati, M.Kep., Sp.Kom, sebagai Ketua Prodi D-III

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Aceh.

4. Bapak Setio Budi Raharjo, S.Kp., M.kep sebagai penguji I Karya Tulis Ilmiah

5. Ibu Nurhayati, S.Kep., MPH sebagai penguji II Karya Tulis Ilmiah

6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Aceh.
7. Sahabat-sahabat yang turut membantu dan saling memotivasi untuk dapat

menyelesaikan studi kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan

kritika dan saran untuk perbaikan. Demikianlah penulis sampaikan dan semoga

dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak.

Banda Aceh, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMANSAMPUL DEPAN................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................ ii
HALAMANPERSETUJUAN...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................. v
ASBTRAK .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL......................................................................................... viii
DAFTAR SKEMA ....................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. RumusanMasalah..................................................................... 5
C. TujuanPenulisan....................................................................... 5
1. Tujuan Umum.................................................................... 5
2. Tujuan Khusus................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan.................................................................... 6
1. Bagi Pasien dan Keluarga.................................................. 6
2. BagiPerawat....................................................................... 6
3. Rumah Sakit ...................................................................... 6
4. Penulis................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7


A. Konsep Medis Cedera Kepala Ringan..................................... 7
1. Pengertian............................................................................. 7
2. Penyebab.............................................................................. 7
3. Tanda dan Gejala ................................................................. 13
4. Patofisiologi ......................................................................... 16
5. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 20
6. PenatalaksaanMedis............................................................. 21
B. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................. 22
1. Pengkajian ........................................................................... 22
2. Diagnosa Keperawatan......................................................... 28
3. Rencana keperawatan........................................................... 31
4. Tindakan Keperawatan......................................................... 36
5. Evaluasi ............................................................................... 39

BAB III METODE PENULISAN ............................................................... 40


A. Pendekatan/Desain..................................................................... 40
B. Instrumen Pengumpulan Data.................................................... 40
C. Pengumpulan Data..................................................................... 40
BAB IV METODE PENULISAN ............................................................... 41
A. Pengkajian Keperawatan .......................................................... 41
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................. 46
C. Rencana Keperawatan .............................................................. 49
D. Tindakan Keperawatan ............................................................. 49
E. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 57

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 59


A. Kesimpulan ............................................................................... 59
1. Pengkajian Keperawatan ..................................................... 59
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................ 59
3. Rencana Keperawatan ......................................................... 59
4. Tindakan Keperawatan ........................................................ 60
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................... 60
B. Saran .......................................................................................... 60
1. Pasien ................................................................................... 60
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan ............................................. 60
3. Bagi Perawat ........................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma/cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan

otak. Cedera kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit

neurologis yang serius diantara penyakit neurologis lainnya serta

mempunyai proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya.

Diperkirakan 100 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera

kepala dan lebih dari 700 ribu orang mengalami cedera cukup berat yang

memerlukan perawatan di rumah sakit. (Waldman, 2011).

Secara global, pada tahun 2019 prevalensi penyakit cedera kepala

ringan (CKR) dan tingkat kekambuhan terus meningkat, dengan pilihan

obat yang efektif sangat terbatas. Cedera kepala ringan mempengaruhi

sekitar 12% dari populasi dunia. Hal ini terjadi pada semua usia, jenis

kelamin dan ras tetapi terjadi lebih sering pada pria dari pada pada wanita

dalam rentang usia 20-49 tahun. Jika pasien tidak menggunakan

metafilaksis, tingkat kekambuhan dari formasi cedera kepala sekunder

diperkirakan 10-23% per tahun, 50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20

tahun pasien. Namun, tingkat kekambuhan seumur hidup lebih tinggi pada

laki-laki, meskipun kejadian cedera kepala terus berkembang pada

perempuan (Mayans, 2019).


Studi terbaru melaporkan bahwa prevalensi cedera kepala ringan

meningkat dalam beberapa dekade terakhir di negara maju dan

berkembang. Tren yang berkembang ini diyakini terkait dengan perubahan

dalam modifikasi gaya hidup seperti tidak berhati- hati dalam melakukan

aktivitas, banyaknya kecelakaan dalam perjalanan maupun yang sedang

melakukan aktifitas. Di Amerika Serikat, cedera kepala ringan menyerang

1 dari 11 orang, dan diperkirakan 10.000 orang Amerika menderita cedera

kepala ringan setiap tahun. Pada populasi India, sekitar 12% di antaranya

diperkirakan memiliki resiko cedera kepala ringan dan 50% di antaranya

mungkin berakhir dengan hilangnya fungsi otak (Alelign & Petros, 2018).

Cedera kepala ringan di Indonesia, berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 terjadi sebanyak 6 per 1000

penduduk atau 1.499.400 penduduk Indonesia menderita cedera kepala

ringan. Prevalensi CKR pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dibandingkan

dengan perempuan (0,2%). Berdasarkan karakteristik umur prevalensi

tertinggi pada kategori usia diatas 20 tahun (0,6%), dimana mulai terjadi

peningkatan pada usia 35 tahun ke atas. Konsumsi minuman bersoda dan

berenergi lebih dari tiga kali perbulan berisiko 25,8 kali mengalami cedera

kepala ringan. (Kemenkes, 2018).

Jumlah penderita cedera kepala ringan di Provinsi Aceh berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 Provinsi Aceh adalah

28.179 kasus atau 0,49% untuk skala nasional. Sedangkan kasus cedera
kepala ringan di Banda Aceh sebanyak 133 kasus, yaitu 64,66% terjadi

pada laki-laki dan 35,34% pada perempuan (Kemenkes, 2019).

Diniz, Blay dan Schor (2017) mengatakan bahwa Resiko utama

pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat

perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cedera dan

menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Dampak lain yang

bisa ditimbulkan akibat CKR adalah hemoragik (perdarahan), infeksi,

edema dan herniasi (Bowling, Sawyer, Campbell, Ahmed & Allman,

2011). Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien cedera

kepala ringan adalah tingkat kesadaran, gangguan perfusi jaringan serebral

bahkan gangguan mobilitas fisik serta nyeri yang parah yang dapat

mengganggu kualitas hidup pasien pasien (Smeltzer & Bare, 2012).

J Steggall dan Omara (2018) mengatakan peran perawat dalam

merawat pasien dengan cedera kepala ringan dapat dibagi dalam tiga fase,

yaitu saat kejadian; selama perawatan; dan pada saat discharge planning.

Peran perawat pada pasien cedera kepala ringan saat pertama kali terjadi

adalah menilai secara akurat tindakan anamnesis dan pemeriksaan fisik

umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang

sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur.

Tindakan keperawatan lain yang juga diperlukan adalah mempertahankan

tirah baring dan mengobservasi tingkat kesadaran 24 jam pertama. Jika

pasien masih muntah kesadaran dipuasakan terlebih dahulu berikan terapi


intravena bila ada indikasi dan pemberian obat – obat analgetik (Colella,

Kochis, Galli & Munver, 2015).

Peran perawat pada pasien cedera kepala ringan selama masa

perawatan adalah memantau tanda-tanda vital, terutama karena obat

analgesik yang mengandung opiat atau penenang sering diperlukan untuk

mengatasi nyeri. Obat analgesik tersebut dapat menekan laju pernapasan,

sehingga membuat pasien berisiko mengalami komplikasi. Sedangkan

peran perawat dalam memberikan discharge planning adalah

menganjurkan pasien untuk menigkatkan asupan cairan dan pengaturan

diet tertentu dan mengurangi aktifitas berat selama masa penyembuhan

untuk mencegah terjadinya komplikasi yang baru (Kennedy-Malone,

Martin-Plank & Duffy, 2018).

Beberapa penelitian telah menjelaskan peran perawat dalam

asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan.

Abdelmowla, Hussein, Shahat, Ahmed dan Abdelmowla (2018) dalam

penelitiannya mengatakan bahwa intervensi keperawatan dan pendidikan

pada pasien cedera kepala ringan memiliki efek yang menguntungkan

terhadap peningkatan kualitas hidup. Pasien dengan cedera kepala ringan

harus menerima perawatan dan pendidikan yang cermat untuk

meningkatkan kualitas hidup mereka. Zhang, Bao dan Liu (2019) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan intervensi keperawatan

secfara komprehensif pada pasien cedera kepala ringan dapat secara efektif
mengurangi insiden komplikasi dan mengurangi emosi negatif dan nyeri

serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan data, fenomena dan uraian diatas, maka dirasakan perlu

untuk memberikan perawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan

secara komprehensif. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk memberikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan (CKR).

B. Rumusan Masalah

Pasien dengan cedera kepala ringan mengalami gejala utama yaitu

nyeri yang hebat (renal colic) yang dapat menghambat pemenuhan

kebutuhan hidup sehari-hari secara mandiri. Perawat dapat menjalankan

perannya dalam memberikan perawatan secara komprehensif kepada

pasien dengan cedera kepala ringan. Oleh sebab itu, yang menjadi

permasalahan adalah bagaimanakah pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pasien dengan cedera kepala ringan (CKR)?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk melakukan studi literatur terhadap pelaksanaan asuhan

keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan studi literatur tentang pengkajian keperawatan pada

pasien dengan cedera kepala ringan


b. Melakukan studi literatur tentang diagnosa keperawatan pada

pasien dengan cedera kepala ringan.

c. Melakukan studi literatur tentang rencana keperawatan pada pasien

dengan cedera kepala ringan

d. Melakukan studi literatur tentang implementasi keperawatan pada

pasien dengan cedera kepala ringan

e. Melakukan studi literatur tentang evaluasi keperawatan pada pasien

dengan cedera kepala ringan.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi pasien dan keluarga.

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan

dalam memberikan perawatan pada pasien dengan cedera kepala

ringan.

2. Bagi Rumah Sakit.

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat di jadikan sebagai masukan bagi

perawat di rumah sakit dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan

pada pasien dengan cedera kepala ringan.

3. Bagi penulis.

Sebagai sarana dan alat memperoleh informasi dan pengetahuan serta

menambah pengalaman tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan cedera kepala ringn dan memberikan wawasan serta


pemahaman pada penulis dalam memberikan dan menyusun

penatalaksana asuhan keperawatan medikal bedah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Cedera Kepala Ringan

1. Pengertian

Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera

langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan

kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014). Cedera kepala

(trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak

langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,

fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak

itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).

Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera

langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan

kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).

2. Etiologi

Otak Anda memiliki konsistensi atau tekstur seperti gelatin. Otak

terlindungi dari guncangan dan gerakan tubuh sehari-hari berkat adaya

cairan serebrospinal di dalam tengkorak kepala. Apabila Anda mengalami

cedera kepala ringan, kepala Anda terbentur sangat keras dan hal tersebut

dapat mengakibatkan otak bergerak di dalam tempurung kepala Anda.

Terdapat banyak penyebab cedera kepala ringan. Beberapa penyebab yang

paling sering memberikan benturan keras ke kepala adalah:


a. Benda jatuh

b. Kecelakaan di jalan raya

c. Kecelakaan olahraga

d. Benda yang menghantam kepala

Kecelakaan tersebut dapat memengaruhi fungsi otak, yang

biasanya hanya berlangsung sementara. Tergantung kekuatan benturan,

Anda bisa mengalami cedera kepala ringan atau jenis cedera kepala yang

lebih berat. Gejala apapun dari sebagian besar cedera kepala ringan

biasanya membaik dalam sebulan atau kurang. Cedera kepala ringan

biasanya tidak menyebabkan komplikasi, tetapi dalam beberapa kasus

ditemukan pula komplikasi yang diakibatkan rusaknya fungsi otak

(Upahita & Na’imah, 2020).

3. Gejala

Tanda dan gejala cedera kepala ringan meliputi: (Dawodu & Medscape,

2017)

a. Sakit kepala

b. Pusing

c. Kebingungan

d. Mual dan muntah

e. Telinga berdengung sementara

f. Hilang kesadaran selama beberapa detik atau menit

g. Kelelahan dan mengantuk

h. Kesulitan berbicara
i. Kesulitan tidur

j. Gangguan keseimbangan

k. Pandanagn mata kabur

l. Perubahan kemampuan indra penciuman

m. Sensitive terhadap cahaya atau suara

n. Permasalahan pada daya ingat atau kemampuan berkonsentrasi

o. Rasa cemas yang berlebihan atau depresi

p. Perubahan emosi

Cedera kepala ringan mungkin agak sulit untuk dideteksi.

Walaupun Anda mungkin dapat melihat luka atau memar di kepala, Anda

bisa jadi baru merasakan gejala-gejalanya beberapa hari bahkan minggu

setelah kecelakaan terjadi. Ada beberapa gejala yang memengaruhi

mental, fisik, dan emosional seseorang yang mengalami cedera kepala

jenis ringan. Gejala yang paling umum terjadi adalah sakit kepala,

gangguan ingatan sementara, dan kebingungan (Upahita & Na’imah,

2020).

Berikut adalah tanda-tanda yang mungin dirasakan:

a. Gejala fisik

Gejala-gejala pada fisik yang mungkin dirasakan adalah: (Upahita &

Na’imah, 2020).

1) Mungkin pingsan selama beberapa detik sampai beberapa menit

2) Terkadang tidak kehilangan kesadaran, tapi mungkin merasa

lingkung, kebingungan atau disorientasi.


3) Sakit kepala

4) Mual dan muntah

5) Lelah atau mengantuk

6) Sulit tidur

7) Tidur lebih lama

8) Pusing atau kehilangan keseimbangan

9) Kejang-kejang

b. Gejala indra

Tanda-tanda pda panca indra setelah mengalami cedera kepala ringan

yaitau:

1) Gangguan indra, misalnya penglihatan buram, telinga berdenging,

mulut terasa buruk atau perubahan pada kemampuan untuk

mencium

2) Sensitivitas terhadap cahaya atau suara.

4. Faktor – Faktor Resiko

Cedera kepala ringan memang dapat terjadi pada siapa saja dan setiap

orang dari berbagai golongan usia. Namun, ada beberapa faktor yang dapat

meningkatkan risiko Anda terkena cedera kepala ringan (Upahita &

Na’imah, 2020).

Aktivitas dan faktor risiko yang dapat memicu terjadinya cedera kepala

ringan adalah: (Upahita & Na’imah, 2020).

a. Bayi dan anak-anak berusia 0 – 4 tahun

b. Remaja dan orang dewasa muda, berumur antara 15 hingga 25


c. Orang dewasa dan lansia berumur 75 dan lebih

d. Pernah terjatuh

e. Mengikuti olahraga berisiko tinggi seperti sepak bola, hockey, tinju,

bela diri, dan lainnya

f. Berolahraga tanpa peralatan dan pengawasan yang memadai

g. Pernah mengalami kecelakaan kendaraan bermotor

h. Pernah mengalami kecelakaan kendaraan bermotor

i. Pernah ditabrak sepeda atau kendaraan bermotor

j. Tentara yang ikut berperang

k. Pernah menjadi korban kekerasan fisik

l. Pernah mengalami cedera kepala sebelumnya

5. Patofisiologi

Pada saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh

kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau

peregangan pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera

primer dapat bersifat fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera

primer langsung menyebabkan kematian sel neuron (Lozano, et al, 2015).

Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik dan seluler

memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder atau cedera

sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya proses

trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan

menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer (Stippler,

2015).
Cedera sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya

tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema

pada jaringan otak. Cedera sekunder terjadi pada lokasi cedera dan

jaringan sekelilingnya. Proses cedera sekunder terdiri dari: (Stippler,

2015).

a. Eksitoksisitas, neuron yang rusak mengeluarkan glutamat ke ruang

ekstraseluler dan menstimulasi reseptor N-methyl-d-aspartate

(NMDA) dan α-amino-3-hydroxy- -methyl-4-isoxazolepropionic acid

(AMPA) berlebihan sehingga terjadi peningkatan radikal bebas dan

nitrit oksida dan faktor transkripsi untuk kematian sel.

b. Stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya akumulasi Ca2+

intraseluler di dalam mitokondria

c. Disfungsi mitokondria, kerusakan oksidatif yang dimediasi oleh

peroksida lemak menyebabkan terganggunya rantai transpor elektron

dan pembentukan ATP sehingga memicu apoptosis sel

d. gangguan pada sawar darah-otak, permeabilitas sawar darah-otak

meningkat. Akibatnya molekul besar hingga leukosit dapat masuk ke

jaringan otak dan menyebabkan tekanan osmosis jaringan otak

meningkat

e. Inflamasi, neuroinflamasi melibatkan sel imun, mikroglia, sitokin,

faktor kemotaktik yang mengeksaserbasi kematian sel neuron (Lozano,

et al, 2015).
6. Pathway
7. Komplikasi
Cedera kepala ringan yang tidak segera ditangani sedini mungkin

berpotensi menyebabkan munculnya berbagai komplikasi, seperti: Sakit

kepala post-traumatik. Sakit kepala post-traumatik dapat dialami oleh

orang-orang dengan cedera kepala ringan beberapa minggu atau bula

setelah kecelakaan (Upahita & Na’imah, 2020).

a. Vertigo post-traumatik

Selain itu, orang yang mengalami kecelakaan juga berisiko menderita

vertigo post-traumatik dengan gejala kepala berputar-putar dan sangat

pusing.

b. Sindrom pasca cedera kepala

Beberapa orang memiliki gejala pusing, kesulitan berpikir, dan sakit

kepala yang terlalu parah berbulan-bulan setelah kecelakaan.

c. Efek kumulatif atau penumpukan dari kecelakaan sebelumnya

Sangat mungkin terjadi apabila seseorang yang beberapa kali

mengalami cedera kepala akan menderita kerusakan otak jangka

panjang.

8. Diagnosis Cedera Kepala Ringan

Dalam memastikan diagnosis untuk cedera kepala ringan, beberapa hal di

bawah ini umumnya akan  dilakukan oleh dokter: (Tan, 2019)

a. Mengevaluasi gejala yang Anda alami serta memeriksa riwayat

kesehatan Anda.
b. Melakukan pemeriksaan saraf guna mengecek penglihatan,

pendengaran, kekuatan, kepekaan terhadap rasa, refleks, koordinasi,

serta keseimbangan tubuh Anda

c. Melakukan cognitive testing yang terdiri dari beberapa tes untuk

mengevaluasi kemampuan berpikir Anda dalam kaitannya dengan

memori, konsentrasi, dan kemampuan Anda dalam mengingat suatu

informasi.

d. CT scan yang merupakan metode pemeriksaan standar yang dapat

dilakukan tepat setelah seseorang mengalami cedera kepala.

Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kondisi otak dan tulang

tengkorang pada kepala.

e. MRI untuk melihat adanya perubahan pada otak maupun komplikasi

yang mungkin terjadi setelah mengalami cedera kepala.

9. Pengobatan Cedera Kepala Ringan

Dokter akan melakukan penilaian cedera dengan menggunakan

skala kesadaran penderita (Glascow Coma Scale/ GCS). Apabila skala

GCS menunjukkan angka yang tinggi, maka dapat diindikasikan bahwa

orang tersebut mengalami cedera bersifat ringan (NINDS, 2018)

Dokter juga akan menanyakan proses kejadian yang menyebabkan

cedera. Anda mungkin tidak dapat mengingat secara rinci mengenai

kejadian tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya bawalah keluarga atau pihak

yang menyaksikan kejadian tersebut secara langsung (Greenwald, 2012)


Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan neurologis untuk

mengevaluasi fungsi saraf, kekuatan otot, pergerakan mata, dan sensasi

pancaindra. Pemeriksaan lebih lanjut dengan CT Scan atau MRI akan

dilakukan apabila terdapat perdarahan, pembengkakan, gumpalan darah,

atau retakan pada tulang tengkorak (Greenwald, 2012)

Pada kasus cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan terapi

atau perawatan khusus. Dokter akan menyarankan Anda untuk beristirahat

dan meminum paracetamol sebagai obat nyeri dan obat sakit kepala (NHS,

2015)

Apabila terjadi keparahan gejala atau muncul gejala baru, dokter

baru akan menyarankan tindakan penanganan lebih lanjut. Apabila gejala

telah mereda dan tidak terjadi permasalahan pada organ-organ vital tubuh,

Anda dapat kembali beraktivitas normal seperti biasanya (NHS, 2015).

Supaya bisa pulih dan sembuh lebih cepat, lakukan beberapa hal berikut

ini: (NINDS, 2018)

a. Mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol selama masa

penyembuhan.

b. Banyak beristirahat dan mengurangi aktivitas yang banyak

membutuhkan kemampuan kognitif atau berpikir

c. Tidak mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin.

d. Menghentikan aktivitas olahraga yang banyak melibatkan kontak fisik

dengan sesama pemain.

e. Menghindari stres emosional.


f. Tidak bepergian sendirian atau tanpa didampingi kerabat.

g. Pastikan Anda tetap berada dalam pengawasan dokter selama masa

pemulihan berlangsung

Berikut adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan dokter dalam

mendiagnosis cedera kepala ringan: (Upahita & Na’imah, 2020).

a. Keseimbangan

b. Konsentrasi

c. Koordinasi

d. Pendengaran

e. Ingatan

f. Reflex gerakan

g. Penglihatan

Tes cedera kepala yang dapat diandalkan adalah tes skala koma

Glasgow, di mana Anda akan dinilai berdasarkan respon mata, verbal, dan

motorik. Semakin rendah nilai, semakin serius cedera kepala. Tes

pencitraan (X-ray, MRI) berguna untuk melihat apakah terdapat kerusakan

pada tengkorak kepala atau otak (Upahita & Na’imah, 2020).

Cara mengobati cedera kepala ringan: Cedera kepala ringan

biasanya tidak memerlukan pengobatan karena akan cepat membaik. Jika

terdapat gejala macam sakit kepala atau pusing, mereka dapat diobati

dengan obat tanpa resep (Upahita & Na’imah, 2020).


a. Istirahat total

Agar kepala cepat pulih dari cedera, dokter sangat

menyarankan Anda untuk beristirahat penuh. Tubuh akan cepat

melakukan perbaikan pada sel-sel otak yang terdampak apabila Anda

tidur yang cukup setiap malam. Pastikan Anda tidur selama 7-8 jam

sehari (Upahita & Na’imah, 2020).

b. Konsumsi obat-obatan

Dokter juga akan meresepkan obat-obatan yang dapat

mengurangi rasa sakit di kepala, seperti acetaminophen (Tylenol).

Anda harus menghindari obat-obatan antiinflamasi nonsteroid seperti

aspirin dan ibuprofen (Upahita & Na’imah, 2020).

c. Berhenti berolahraga untuk sementara

Karena Anda diharuskan beristirahat sebanyak mungkin, maka

kegiatan Anda mungkin akan dibatasi, termasuk berolahraga. Tunggu

hingga tubuh dan kepala Anda sudah benar-benar pulih, dan dokter

sudah memastikan bahwa cedera tidak menimbulkan masalah yang

serius di tubuh Anda. Dokter mungkin meminta Anda mengawasi

cedera kepala Anda dengan teliti seandainya muncul gejala baru atau

gejala memburuk. Dalam periode ini, cara terbaik adalah menghindari

aktivitas fisik atau berpikir dan banyak beristirahat. Dokter juga akan

memeriksa Anda setelah beberapa waktu untuk melihat apakah Anda

sehat untuk kembali bekerja atau bersekolah (Upahita & Na’imah,

2020).
10. Pencegahan Cedera Kepala Ringan

Berikut ini berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah cedera

kepala ringan, yaitu: (Mayo Clinic, 2018)

a. Menggunakan sabuk pengaman dan airbags saat berkendara. Bayi dan

anak-anak usia dibawah 5 tahun sebaiknya diletakkan pada carseat.

Mengenakan sabuk pengaman saat berkendara dapat menurunkan

risiko terjadinya cedera kepala ringan dan berat selama kecelakaan

kendaraan bermotor (Upahita & Na’imah, 2020).

b. Tidak berkendara dibawah pengaruh alkohol atau obat penenang

Pastikan Anda tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain dengan

menyetir secara aman. Hindari mengonsumsi alkohol atau obat-obatan

yang membuat Anda ngantuk (Upahita & Na’imah, 2020)

c. Menggunakan helm saat mengemudi motor atau sepeda.

Apabila Anda bepergian dengan motor atau melakukan olahraga

ekstrem, selalu pastikan Anda mempunyai peralatan pelindung,

terutama helm (Upahita & Na’imah, 2020).

d. Memasang pegangan tangan (handrail) di kamar mandi untuk

mencegah orang tua usia lanjut terjatuh saat berada di kamar mandi

e. Memiliki pencahayaan yang cukup di malam hari.

f. Bebaskan lantai dan tangga dari benda-benda yang mengganggu orang

untuk berjalan.

g. Menggunakan karpet atau keset anti-slip


h. Tidak meletakkan barang berat di atas lemari atau tempat yang tinggi

agar tidak mengenai kepala.

i. Pola makan dan olahraga

Memperbaiki pola makan dan olahraga dapat membantu menjaga

massa dan kepadatan tulang. Tulang yang lebih kuat tidak akan mudah

mengalami kerusakan saat cedera terjadi (Upahita & Na’imah, 2020).

Tips dan pencegahan lain yang dapat Anda coba adalah: (Upahita &

Na’imah, 2020).

1) Memastikan Anda tetap dalam jangkauan telepon dan pertolongan

medis dalam beberapa hari berikutnya

2) Banyak beristirahat dan menghindari situasi menekan

3) Menunjukkan lembar fakta kepada teman atau anggota keluarga

yang bisa mengawasi kondisi Anda

4) Meminum obat penghilang rasa sakit seperti paracetamol untuk

sakit kepala

5) Jangan tinggal di dalam rumah sendirian selama 48 jam setelah

meninggalkan rumah sakit

6) Jangan minum aspirin atau obat tidur tanpa berkonsultasi dengan

dokter

7) Jangan kembali bekerja sampai Anda merasa siap

8) Jangan berolahraga berat atau ekstrem selama setidaknya tiga

minggu tanpa berkonsultasi dengan dokter


9) Jangan kembali berkendara sampai Anda merasa telah pulih. Kalau

masih ragu, konsultasikan kepada dokter

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses atau tahapan kegiatan dalam

perawatan yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai tatanan

pelayanan kesehatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan

kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan yang bersifat humanistik dan berdasarkan kebutuhan

objektif pasien untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien serta dilandasi

kode etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung

jawab keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan dengan

pendekatan proses keperawatan, yaitu pengkajian, meneggakkan diagnosa

keperawatan, menyusun perencanaan keperawatan, memberikan tindakan

keperawatan dan melakukan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan

keperawatan (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2016).

Proses keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan adalah

sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah pengumpulan informasi mengenai

status fisiologis, psikologis, sosiologis dan spiritual pasien oleh perawat.

Pengkajian keperawatan adalah langkah pertama dalam proses

keperawatan. Pengkajian keperawatan dalam beberapa kasus sangat luas


cakupannya dan dalam kasus lain mungkin berfokus pada satu sistem

tubuh atau kesehatan mental (Berman & Snyder, 2016). Pengkajian

keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan

pasien saat ini dan yang akan datang. Pengkajian keperawatan

menggabungkan penilaian fisiologi tubuh normal versus abnormal.

Penilaian yang cepat atas perubahan yang berkaitan bersama dengan

keterampilan berpikir kritis memungkinkan perawat untuk

mengidentifikasi dan memprioritaskan intervensi yang tepat. Format

penilaian mungkin sudah ada untuk digunakan di fasilitas tertentu dan

dalam keadaan tertentu (Potter et al., 2016).

Pengkajian pada pasien dengan nefrolitisis yang dilakukan oleh

perawat meliputi:

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan

mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital.

1. Riwayat Kesehatan. Keluhan utama berisi data subjektif yang dirasakan

pasien ketika masuk rumah sakit.

2. Riwayat Penyakit Sekarang. Pasien menglaami pnurunan kesadaran,

latergi, mual muntah, nyeri kepala, kelemahan, perdarahan, fraktur

tengkorak, amnesia sesaat, gangguan pendengaran dan gangguan

penciuman.
3. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien pernah mengalami penyakit sistem saraf,

riwayat trauma terdahulu, riwayat penyakit darah, dan riwayat penyakit

sistemik.

4. Riwayat Penyakit Keluarga: adanya riwayat penyakit menular.

5. Pola Kegiatan Sehari-hari

a. Aktivitas dan istirahat

Gejala: merasa lemah, lelah, kaku hilang keseimbangan

Tanda:

1) Perubahan kesadaran, letargi

2) Himiparese

3) Ataksia cara berjalan tidak tegap

4) Masalah dalam keseimbangan

5) Cedera/ trauma ortopedi

6) Kehilangan tonus otot

b. Sirkulasi

Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal

Tanda: Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg

diselingi bradikardia disritmia

c. Integritas ego

Gejala: Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda: Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi

d. Eliminasi

Gejalan : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami


e. Makanan/ cairan

Gejala: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda: muntah, gangguan menelan

f. Neurosensori

Gejala:

1) Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,

vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran

2) Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia,

kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan

dan penciuman.

Tanda:

1) Perubahan kesadran bisa sampai koma

2) Perubahan status mental

3) Perubahan pupil

4) Kehilangan penginderaan

5) Wajah tidak simetris

6) Genggaman lemah tidak seimbang

7) Kehilangan sensasi sebagian tubuh

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya

lama

Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yang

hebat, merintih.
h. Pernafasan

Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,

mengi.

i. Keamanan

Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda:

1) Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan

2) Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda batle disekitar

telinga, adanya aliran cairan dari telinga atau hidung

3) Gangguan kognitif

4) Gangguan rentang gerak

5) Demam

C. Diagnosa Keperawatan

NANDA International mengatakan bahwa diagnosis keperawatan

merupakan bagian dari proses keperawatan dan merupakan penilaian klinis

tentang pengalaman/tanggapan individu, keluarga, atau masyarakat terhadap

masalah kesehatan aktual/potensial/proses kehidupan. Diagnosis keperawatan

mendorong praktik independen perawat (misalnya kenyamanan pasien)

dibandingkan dengan intervensi dependen yang didorong oleh perintah dokter

(misalnya pemberian obat) (Herdman & Kamitsuru, 2018).

Herdman dan Kamitsuru (2018) lebih lanjut mengatakan bahwa

diagnosis keperawatan dikembangkan berdasarkan data yang diperoleh selama


penilaian keperawatan. Diagnosis keperawatan berbasis masalah menyajikan

respons masalah yang muncul pada saat penilaian. Diagnosis risiko mewakili

kerentanan terhadap masalah potensial, dan diagnosis promosi kesehatan

mengidentifikasi bidang-bidang yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan

kesehatan. Sedangkan diagnosis medis mengidentifikasi gangguan, diagnosis

keperawatan mengidentifikasi cara unik di mana individu merespons terhadap

kesehatan dan / atau proses kehidupan dan / atau krisis. Proses diagnostik

keperawatan unik antara lain. Diagnosis keperawatan mengintegrasikan

keterlibatan pasien, jika memungkinkan, di seluruh proses. NANDA

International (NANDA-I) adalah badan profesional yang mengembangkan,

meneliti dan menyempurnakan taksonomi resmi diagnosis keperawatan.

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan

menurut NANDA International Nursing Diagnosis and Calssification 2018-

2020 adalah sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan pola nafas

Yaitu: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat

2. Nyeri akut

Yaitu: pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan

sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas

ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi,

dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.

3. Ketidakefektifas bersihan jalan nafas


Yaitu: ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Yaitu: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

5. Kerusakan integritas kulit

Yaitu: kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.

D. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan pasien dengan cedera kepala ringan

berdasarkan pada Nursing Outcomes Classification (NOC) dalam Moorhead,

Johnson, Maas dan Swanson (2018) dan Nursing Interventions Classification

(NIC) dalam Butcher, Bulechek, Dochterman dan Wagner (2018) sebagai

berikut:

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektifan a. Respiratory status : Airway Management
pola nafas Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
b. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
Airway patency bila perlu
c. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi pasien perlunya
a. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
batuk efektif dan suara buatan
nafas yang bersih, 4. Pasang mayo bila perlu
tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
dyspneu (mampu perlu
mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mampu bernafas atau suction
dengan mudah, tidak 7. Auskultasi suara nafas, catat
ada pursed lips) adanya suara tambahan
b. Menunjukkan jalan 8. Lakukan suction pada mayo
nafas yang paten (klien 9. Berikan bronkodilator bila
tidak merasa tercekik, perlu
irama nafas, frekuensi 10. Berikan pelembab udara Kassa
pernafasan dalam basah NaCl Lembab
rentang normal, tidak 11. Atur intake untuk cairan
ada suara nafas mengoptimalkan
abnormal) keseimbangan.
c. Tanda Tanda vital 12. Monitor respirasi dan status O2
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, Oxygen Therapy
pernafasan) 1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengakajian nyeri
keperawatan 3 x 24 jam secara komprehensif
pasien tidak mengalami 2. Observasi reakso non verbal
nyeri. dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga
Kriteria hasil: untuk mencari dan menemukan
1. Mampu memngontrol dukungan
nyeri 4. Control lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri seperti
nyeri berkurang suhu ruangan, pencahayaan dan
dengan menggunakan kebisingan.
manajemen nyeri 5. Kajikultur budaya yang
3. Mampu mengenali mempengaruhi respon nyeri
nyeri 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Menyatakan rasa aman 7. Gunakan teknik komunikasi
setelah nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
5. Tanda vital dalam pengalaman nyeri
rentang normal 8. Kaji tipe dan sumber nyeri
6. Tidak mengalami untuk menentukan intervensi
gangguan tidur 9. Ajarkan teknik non
farmakologi: nafas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin
10. Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri
11. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang, dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur.
12. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
3 Ketidakefektifas a. Mendemonstrasikan 1. Kaji fungsi nafas
bersihan jalan nafas batuk efektif dan suara 2. Auskultasi bunyi nafas
nafas yang bersih 3. Bersihkan sekret dari mulut dan
b. Tidak ada sianosis dan trakea
dyspneu 4. Berikan oksigen untuk
c. Menunjukkan jalan memenuhi kebutuhan oksigen
nafas yang paten 5. Gunakan alat yang steril untuk
d. Mampu setiap melakukan tindakan
mengidentifikasikan 6. Anjurkan pasien istirahat dan
dan mencegah faktor nafas
yang dapat 7. Ajarkan keluarga pentingnya
menghambat jalan untuk tidak merokok dalam
nafas ruangan perawatan,
8. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
9. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
4 Ketidakseimbangan a. Nutritional Status Nutrition Management
nutrisi kurang dari b. Nutritional Status : 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
c. Nutritional Status: untuk menentukan jumlah
nutrient Intake Weight kalori dan nutrisi yang
control dibutuhkan pasien
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
berat badan sesuai 4. Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal vitamin C
sesuai dengan tinggi 5. Berikan substansi gula
badan 6. Yakinkan diet yang dimakan
3. Mampu mengandung tinggi serat untuk
mengidentifikasi mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih
4. Tidak ada tanda-tanda (sudah dikonsultasikan dengan
malnutrisi ahli gizi)
5. Menunjukkan 8. Ajarkan pasien bagaimana
peningkatan fungsi membuat catatan makanan
pengecapan dan harian
menelan 9. Monitor jumlah nutrisi dan
6. Tidak terjadi kandungan kalori
penurunan berat badan 10. Berikan informasi tentang
yang berarti kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
9. Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
10. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor kalori dan intake
nutrisi
13. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
14. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
5 Kerusakan Tujuan: Tidak terjadi 1. Ajari klien menghindari atau
integritas kulit kerusakan pada kulit menurunkan paparan terhadap
alergen yang telah diketahui
Kriteria hasil: Klien akan 2. Pantau kegiatan klien yang
mempertahankan integritas dapat menyebabkan terpapar
kulit, ditandai dengan langsung dengan alergen.
menghindari alergen. Seperti : stimulan fisik. dan
kimia
3. Baca label makanan kaleng
agar terhindar dari bahan
makan yang mengandung
alergen
4. Hindari binatang peliharaan
5. Gunakan penyejuk ruangan
(AC) di rumah atau di tempat
kerja, bila memungkinkan

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang

dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria

hasil yang diharapkan (Berman & Snyder, 2016). Tugas perawat dalam

perawatan pada pasien dengan nefrolitiasis adalah menjaga agar rasa sakit

pasien tetap terkontrol, memberikan cairan, menyaring urin, dan memantau

komplikasi (Smeltzer & Bare, 2012).

Tindakan keperawatan pada pasien dengan nefrolitiasis berfokus pada

membantu pasien untuk mengontrol rasa sakit. Pasien membutuhkan obat

penghilang rasa sakit sepanjang waktu. Perawat akan membantu menjaga obat

penghilang rasa sakit pada tingkat darah konstan dan membantu

mengendalikan rasa sakit.

F. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil

meningkatkan kondisi pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam

proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan

dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi terhadap keberhasilan

implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan kriterian yang ditetapkan

dalam Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead et al, 2018).


BAB III

METODE PENULISAN

A. Pendekatan/Desain

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan KTI ini adalah study

literatur tentang hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

dengan cedera kepala ringan berdasarkan publikasi ilmiah.


B. Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam studi literatur tentang

hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala

ringan berdasarkan publikasi ilmiah menggunakan mesin pencari online,

yaitu Google Scholar.

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran artikel publikasi

pada Elsevier, NCBI menggunakan kata kunci pasien, asuhan keperawatan

dan cedera kepala ringan.

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

Pembahasan terkait dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan

cedera kepala ringan penulis lakukan berdasarkan tinjauan literatur dari berbagai

publikasi ilmiah yang penulis kutip dari sumber seperti Elsevier, NCBI. Adapun

hasil tinjauan literatur adalah sebagai berikut:


A. Pengkajian

Keluhan utama pasien dengan cedera kepala ringan terutama sekali

adalah nyeri, khususnya di area kepala. Sebagian besar nyeri kepala ini

bersifat sederhana, yaitu berkaitan dengan kerja otak, ligamen. Gejala nyeri

kepala dapat bervariasi pada tiap orang, meliputi sakit dan kaku, kebas (mati

rasa), serta kesemutan. Nyeri otak dapat menjalar kebagian tubuh lain, seperti

bokong, tungkai, dan kaki (Bull, Archad 2007 dalam Dyah & Natalia 2010).

Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, pasien dengan cedera

kepala ringan sering mengeluh nyeri kepala apabila sudah duduk terlalu lama

saat bekerja. Nyeri kepaa tersebut dapat terjadi pada berbagai situasi kerja,

tetapi risikonya lebih besar apabila duduk terlalu lama dalam posisi statis,

karena akan menyebabkan kontraksi otak yang terus menerus serta pembuluh

darah terjepit. Penyempitan pembuluh darah menyebabkan aliran darah

terhambat dan iskemia, jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi, sedangkan

kontraksi otak yang lama akan menyebabkan penumpukan asam laktat. Kedua

hal tersebut menyebabkan nyeri (Dyah & Natalia, 2010). Keluhan pertama

biasanya dimulai pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan terus bertambah

sejalan dengan bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang, maka akan

terjadi degenerasi pada kerja otak yang selanjutnya akan timbul kerusakan

jaringan. Hasilnya adalah terbentuknya jaringan parut sehingga terjadi

penurunan stabilitas dan kesehatan. (Hadyan, 2015).

Pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pada pasien cedera

kepala,yaitu pada riwayat kesehatan. Penyebab cedera kepala ringan sebagian


besar (85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa

cedera kepala, ligamen,spasme atau keletihan otak. Penyebab lain yang serius

adalah spesifik antara, infeksi dan tumor (Kemenkes RI, 2018).

Pengkajian pola fungsional pada pasien cedera kepala, yang sering

terjadi yaitu masalah berat badan yang menurun. Hal ini membawa

konsekuensi akan meningkatnya resiko terkena penyakit – penyakit lain salah

satunya adalah nyeri kepala. (Purnamasari, Gunarso, Rujito, 2010).

Peningkatan IMT dapat menyebabkan terjadinya risiko beragam penyakit

serius pada orang dewasa. Risiko terjadinya penyakit akibat meningkatnya

IMT ini berupa penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus,

penyakit kandung empedu, sleep apnea dan gangguan penyakit

muskuloskeletal khususnya yang berkaitan dengan Nyeri kepala (Flegal,

Orpana, & Graubard, 2013).

Pada pola aktivitas, salah satu yang menyebabkan cedera kepala yaitu

masalah pekerjaan. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban

yang dimaksud antara lain fisik, mental maupun sosial. Aktivitas fisik yang

berat seperti mengangkat beban, menurunkan, mendorong, menarik,

melempar, memindahkan atau memutar beban dengan menggunakan tangan

atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling dapat

menyebabkan nyeri pada kepala (Nurzannah, Sinaga & Salmah, 2015).

Salah satu dampak yang diakibatkan oleh cedera kepala ringan yaitu

pada pola tidur atau istirahat. Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan

sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak


berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen

oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga

(Sherwood, 2014). Seseorang pasti pernah mengalami gangguan tidur semasa

hidupnya. Umumnya keluhan nyeri kepala akut merupakan alasan pertama

orang untuk datang pergi ke dokter. Gangguan tidur diketahui meningkat

kejadiannya sebagai gejala-gejala yang penting secara klinis pada penderita

nyeri kepala akut. Ditemukan adanya peningkatan gangguan tidur sebesar

57% pada penderita cedera kepala ringan (Alsaadi et. al, 2011). Menurut

Alsaadi (2011) gangguan tidur tergantung dari intensitas nyeri yang dialami.

Dimana pada peningkatan satu angka pada pengukuran skala nyeri Visual

Analog Scale (VAS) dapat meningkatkan 10% kejadian gangguan tidur.

Pemeriksaan penunjang/diagnostik yang dilakukan pada pasien cedera

kepala ringan, salah satunya adalah radiologi atau x-ray. Pemeriksaan tersebut

sering menjadi pilihan pertama dan baik dilakukan jika ingin mengevaluasi

adanya fraktur, deformitas tulang yang termasuk didalamnya adalah

perubahan-perubahan degeneratif seperti pembentukan osteofit, dan lain

sebagainya (Lateef & Patel, 2009). Seperti yang ditemukan pada penelitian

Sari, Martadiani, dan Asih (2019), temuan pada pemeriksaan radiologi berupa

kelainan – kelainan yang terjadi pada tulang seperti adanya perdarahan di

otak, pembengkakan otak ,dll

CT Scan dapat menjadi pilihan modalitas pemeriksaan karena

kemampuannya dalam menggambarkan tulang. Berdasarkan studi oleh Lateef

dkk, pemeriksaan CT scan dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang


memiliki riwayat trauma karena dapat memvisualisasikan fraktur dengan baik.

CT scan juga sangat berguna dalam menilai fraktur kompresi (lateef & Patel,

2009). Pada penelitian Sari, Martadiani, dan Asih (2019), hanya sebanyak 1

orang (20%) pasien cedera kepala ringan non trauma yang dirujuk melakukan

pemeriksaan CT scan, sebagian besar sampel yang di rujuk melakukan

pemeriksaan CT scan merupakan pasien cedera kepala ringan dengan riwayat

trauma.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang didapat pada pasien – pasien cedera

kepala ringan yaitu: 1) Nyeri akut (Wayne, 2019), 2) ketidakefektifan pola

nafas, 3) ketidakefektifan bersihan jalan naafas (Nursing Care Plan, 2011).

Diagnosa keperawatan nyeri akut didefinisikan menurut NANDA

dalam Herdman dan Kamitsuru (2018) mendefinisikan nyeri akut sebagai

pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Kondisi ini termasuk:1) perubahan selera makan, 2) perilaku distraksi, 3) bukti

nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang

tidak dapat mengungkapkannya, 4) perilaku ekspresif, 5) menunjukkan

ekspresi wajah nyeri, 6) putus asa, 7) sikap melindungi area nyeri, 8) perilaku

protektif, 9) keluhan tentang intensitas dan karakteristik nyeri dengan

menggunakan standar instrumen nyeri. Faktor yang berhubungan dengan nyeri


yaitu: 1) agen cedera fisik, 2) agen cedera biologi, dan 3) agen cedera kimiawi

(Herdman dan Kamitsuru, 2018).

C. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien cedera kepala ringan dengan

diagnosa nyeri akut disusun berdasarkan Nursing Outcomes Classification

(NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC) yang dikutip dari

(Bulechek, Butcher, Dochterman & Wagner, 2018) dengan tujuan: 1)

memperlihatkan pengendalian nyeri, 2) menunjukkan tingkat nyeri. Indikator

yang ditetapkan juga mengacu kepada NOC, yaitu 1) manajemen nyeri,

melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi, lokasi, karakteristik,

awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan

faktor presipitasinya. 2) ajarkan untuk teknik non farmakologis misalnya

relaksasi, terapi musik, distraksi, 3) kendalikan faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan misalnya suhu,

lingkungan, cahaya, serta kegaduhan, 4) kolaborasi pemberian analgetik sesuai

indikasi.

Rencana keperawatan pada pasien cedera kepala ringan dengan

diagnosa ketidakefektifan pola nafas adalah sebagai berikut a) buka jalan

nafas pasien, gunakan teknik chin lift atau jau trust bila perlu, b) posisikan

pasien untuk memaksimalkan ventilasi, c) identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan napas buatan, d) pasangkan mayo bila perlu, e) lakukan

fisioterapi dada bila perlu, e) keluarkan secret dengan batuk atau


menggunakan suction, f) auskultasi suara nafas dan catat adanya suara

tambahan, g) berikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab.

Rencana keperawatan pada pasien cedera kepala ringan dengan

diagnosaketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah sebagai berikut: a) kaji

fungsi nafas pasien, b) auskultasi bunyi nafas pada pasien, c) bersihkan secret

dari mulut dan trakea, d) berikan oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen,

e) gunakan alat yang steril untuk setiap melakukan tindakan, f) anjurkan

pasien istirahat dan ajarkan keluarga pentingnya untuk tidak merokok didalam

ruang perawatan pasien.

D. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien cedera kepala

ringan untuk masalah keperawatan nyeri akut didasarkan pada klasifikasi dari

Nursing Interventions Classification (NIC) dari Bulechek, Butcher,

Dochterman & Wagner, (2018). Adapun berdasarkan beberapa literatur,

tindakan keperawatan terkait dengan nyeri akut pada pasien dengan cedera

kepala ringan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi, lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya. Pada beberapa kasus, nyeri

dapat mempengaruhi tanda-tanda vital pasien (Perry & Potter, 2010).

2. Mengajarkan untuk teknik non farmakologis misalnya relaksasi, terapi

musik, distraksi. Selanjutnya diinstruksikan untuk menggunakan teknik


relaksasi. Menurut Taylor (2011) terdapat beberapa terapi non

farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu penggunaan distraksi. Teknik

distraksi dapat mengatasi nyeri menurut teori gate control, bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahananan

disepanjang sistem saraf pusat (Rampengan, 2014). Teknik lain yang

digunakan yaitu mendengarkan musik, hal ini dapat merangsang pelepasan

hormon endhorphin yang merupakan substansi sejenis morphin yang

disuplai oleh tubuh, sehingga pada saat reseptor nyeri di saraf perifer

mengirim sinyal ke sinaps, kemudian terjadi transmisi sinaps antara neuron

saraf perifer dan neuron yang menuju otak tempat yang seharusnya

substansi P akan menghasilkan impuls. Ketika terjadi proses di atas,

endhorpin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik

sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Rosdianto, 2012).

Kemudian teknik imagery, merupakan salah satu teknik terapi

tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara mengajak pasien

berimajinasi membayangkan sesuatu yang indah dan tempat yang disukai

atau pengalihan perhatian terhadap nyeri yang bisa dilakukan dengan

posisi duduk atau berbaring dengan mata terpejam dan memfokuskan

perhatian dan berkonsentrasi, sehingga tubuh menjadi rileks dan nyaman

(Ratnasari, 2012). Relaksasi meningkatkan efektivitas obat penurun rasa

nyeri karena dapat menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan aliran

darah (Majid dan Proyogi, 2013).


3. Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan. Lingkungan yang asing, tingkat

kebisingan yang tinggi, pencahayaan dan aktivitas yang tinggi di

lingkungan tersebut dapat memerberat nyeri.Selain itu, dukungan dari

keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang

memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang

sendiriaan, tanpa keluarga atau teman – teman yang mendukungnya,

cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang

mendapat dukungan dari keluarga dan orang – orang terdekat (Mubarak et

al., 2015).

4. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Pemberian

analgesik merupakan terapi farmakologis untuk mengatasi keluhan nyeri

dan memberikan rasa nyaman kepada pasien (Ramadani, Hidayat dan

Fauzia, 2017).

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera

kepala ringan untuk masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik didasarkan

pada klasifikasi dari Nursing Interventions Classification (NIC) dari

Bulechek, Butcher, Dochterman & Wagner, (2018). Adapun berdasarkan

beberapa literatur, tindakan keperawatan terkait dengan ketidakefektifan pola

nafas pada pasien dengan cedera kepala ringan adalah sebagai berikut:

1. Membuka jalan nafas pasien , gunakan tekik chin lift atau jaw thrust bila

perlu

2. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


3. Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafs buatan

4. Memberikan alat pasang mayo bila perlu

5. Melakukan fisioterapi dada jika diperlukan

6. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau suction

7. Malakukan auskultasi pada suara nafas pasien dan catat adanya suara

tambahan

8. Memberikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab.

Adapun berdasarkan beberapa literatur, tindakan keperawatan terkait

dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien dengan cedera

kepala ringan adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji fungsi nafas pada pasien

2. Melakukan pemeriksaan auskultasi buyi nafas pada pasien

3. Membersihkan sekret dari mulut dan trakea pasien

4. Memberikan oksigen untuk memenuhi oksigen pada pasien

5. Menggunakan aat steril untuk setiap melakukan tindakan pada pasien

6. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.

E. Evaluasi

Tinjauan literatur terhadap evaluasi tindakan keperawatan pada pasien

dengan cedera kepala ringan didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh

Nursing Outcomes Classification (NOC) (Bulechek, Butcher, Dochterman &

Wagner, 2018). Berdasarkan beberapa literatur yang penulis analisis terkait


dengan kriteria evaluasi terhadap keberhasilan tindakan keperawatan untuk

masalah keperawatan nyeri akut pada pasien dengan cedera kepala ringan

adalah antara lain yang di kemukakan oleh Perry & Potter (2010), Taylor

(2011), Rampengan (2014), Rosdianto (2012), Ratnasari (2012), Majid dan

Prayogi (2013), adalah sebagai berikut:

1. Pasien dapat mengungkapkan nyeri yang dirasakan

2. Pasien memahami dan mengaplikasikan teknik non farmakologis

Analisis terkait dengan kriteria evaluasi terhadap keberhasilan tindakan

keperawatan untuk masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas pada

pasien dengan cedera kepala ringan berdasarkan beberapa literatur yang

dikemukakan oleh Lintong dan Rumampuk (2016), National Institute of

Neurological Disorders and Stroke, 2014; Gordon, Bloxham (2016),

Smeltzer& Bare (2015), Huda (2015), Ermawan (2016), Tarwoto&Wartonah

(2015) adalah sebagai berikut:

1. Pasien dapat melakukan demonttrasi batuk efektif dan suara nafas yang

bersih , tidak ada sianosis dan dyspneu

2. Menunjukkan jaan nafas yang paten ( pasien tidak merasa tertekan atau

tercekik, irama nafas, frekuensi nafas dalam rentang normal)

Selanjutnya analisis terkait dengan kriteria evaluasi terhadap

keberhasilan tindakan keperawatan untuk masalah keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien dengan cedera kepala ringan

berdasarkan beberapa literatur yang dikemukakan oleh Davis, Jacklin,


Sevdalis, &Vincent, 2007 dalam Silfa, Hardisman, Pabuti (2018), adalah

sebagai berikut:

1. Pasien mampu menunjukkan jalan nafas yang paten

2. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat

jalan nafas pada pasien

3. Tidak ada sianosis dan dyspneu

4. Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Hasil tinjauan iteratur terhadap pengkajian keperawatan pada

pasien cedera kepala ringan dapat disimpulkan bahwa pasien dengan

cedera kepala ringan mengalami keluhan nyeri di area kepala. Nyeri

tersebut sering terjadi ketika saat duduk terlalu lama serta saat beraktivitas

berat.Pada pola fungional pasien cedera kepala ringan, yang sering terjadi

yaitu masalah menurunnya berat badan. Pada pola aktivitas, salah satu

yang menyebabkan cedera kepala yaitu masalah pekerjaan.Salah satu

dampak yang diakibatkan oleh cedera kepala ringan yaitu pasien pada pola

tidur atau istirahat terganggu. Pada pemeriksaan penunjang/diagnostik

didapatkan adanya kelainan yang terjadi pada otak, dan pada pemeriksaan

MRI yaitu kelainan pada area kepala maupun otak.

2. Diagnosa Keperawatan

Hasil tinjauan literatur terhadap diagnosa keperawatan prioritas

pada pasien dengan cedera kepala adalah: 1) nyeri akut, 2)

ketidakefektifan pola nafas, 3) ketidakefektifan bersihan jalan nafas

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan

berdasarkan hasil tinjauan literatur sudah sesuai dengan kriteria yang


telah ditetapkan oleh Nursing Outcomes Classification (NOC) dan

Nursing Interventions Classification (NIC).

4. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan

berdasarkan hasil tinjauan literatur sudah sesuai dengan rencana

keperawatan yang telah disusun berdasarkan Nursing Interventions

Classification (NIC)

5. Evaluasi

Evaluasi keberhasilan tindakan pada pasien dengan cedera kepala

ringan berdasarkan hasil tinjauan literatur sudah sesuai dengan kriteria

yang telah ditetapkan oleh Nursing Outcomes Classification (NOC).

B. Saran

1. Pasien

Meningkatkan pemahaman tentang perawatan cedera kepala ringan

dengan cara berpartisipasi aktif bersama perawat dalam proses perawatan

untuk mengatasi masalah kesehatan saat ini.

2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya

dalam memberikan asuhan keperawatan serta memberikan pelayanan

profesional dan komprehensif pada pasien agar lebih maksimal, khususnya

pada pasien dengan cedera kepala ringan.


3. Bagi Perawat

Perawat diharapkan dapat membantu memberikan asuhan

keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan cedera kepala

ringan.

Anda mungkin juga menyukai