Anda di halaman 1dari 111

Unggul dalam IPTEK

Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN DISCHARGE PLANNING OLEH


PERAWAT TERHADAP KESIAPAN PASIEN POST
OPERASI KATARAK DALAM MENGHADAPI
KEPULANGANNYA DI POLIKLINIK KIRANA
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA 2014

OLEH
LILIS SURYANTI
2012727048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2014
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Riset Keperawatan, Februari 2014

LILIS SURYANTI (2012727048)

Pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien


Post Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana
RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta Tahun 2014

65 Halaman + 3 Tabel + 10 Lampiran

ABSTRAK

Katarak adalah kekeruhan di lensa kristalin, yang terjadi karena peningkatan usia
atau degenerasi, namun selain itu dapat juga diakibatan karena kelainan kongenital
atau kelainan genetik, trauma, toksin, merokok dan juga sebagai akibat komplikasi
dari penyakit diabetes mellitus. Katarak biasanya ditemukan pada pasien diatas umur
50 tahun, terjadi perubahan warna lensa yang awalnya bening lama kelamaan
kebeningannya berkurangatau keruh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien Post
Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo. Desain penelitian Quasy Experimental, pre test – post test
design. Populasi dan sampel dari ini adalah pasien Operasi Katarak di Poliklinik
Kirana RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo. Alat pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah uji T- Independen. Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap
kesiapan pasien Post Operasi Katarak dalam dengan nilai p 0.000. Dengan demikian
peneliti merekomendasikan pemberian discharge planning oleh perawat terhadap
untuk mempersiapkan kepulangan pasien Post Operasi Katarak.

Kata kunci : Discharge planning, katarak, kesiapan


Daftar pustaka : 34 buah ( tahun 2000-2013)

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbill ‘allamin dengan mengucap syukur yang tak terhingga, pada

Allah SWT, karena atas ridho Nya-lah peneliti mampu menyelesaikan penelitian yang

berjudul “ Pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap

kesiapan pasien Post Operasi Katarak di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta Tahun 2014 ” Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas

mata kuliah riset keperawatan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam penulisan dan penyusunan hasil penelitian, banyak hambatan dan kesulitan

yang peneliti temukan, namun peneliti mendapatkan dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, sehinga hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dan penyusunan hasil

penelitian ini, kiritik dan saran dari para pembaca sangat peneliti harapkan untuk

mencapai kesempurnaan pembuatan laporan penelitan. Penulis menyampaikan rasa

hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ns. Rohman Azzam,

SPd., M.Kep., Sp.Kep.M.B., dan Bapak Muhammad Hadi, SKM, M.Kes., sebagai dosen

ii
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan perhatiannya, serta dorongan

pada peneliti hingga penelitian selesai dilakukan. Ucapan terima kasih yang

mendalam peneliti sampaikan juga kepada:

1. Ibu Irna Nursanti, S.Kp.M.Kep.Sp.Mat sebagai ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Jakarta.

2. My father in heaven, Abah, ibunda tercinta, dan adik-adik tersayang yang dengan

setia memberikan dukungan baik do,a maupun materi.

3. Semua pihak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan

kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian, dan teman-teman di

Poliklinik Kirana yang banyak membantu memberi kemudahan dalam perjalanan

studi peneliti.

4. Seluruh dosen, staf akademik dan staf perpustakaan serta teman-teman kelas B3.1

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta.

5. Semua pihak yang tidak bisa di sebutkan satu persatu

Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikkan pada peneliti dihitung sebagai

amal dan ibadah, serta semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Februari 2014

Hormat Saya

Peneliti

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK........................................................................................................ i

LEMBARAN PERSETUJUAN..................................................................... ii

LEMBARAN PENGESAHAN....................................................................... iii

KATA PENGANTAR..................................................................................... iv

DAFTAR ISI..................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian................................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Lensa ................…………………... 9

B. Konsep Katarak ………………………………………………….... 10

C. Konsep Discharge Planning ……………………………………….. 19

D. Konsep Kesiapan Pasien Menghadapi Kepulangannya………….... 32

E. Penelitian Terkait ............................................................................. 34

iv
BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep............................................................................... 36

B. Hipotesis............................................................................................. 38

C. Definisi Operasional............................................................................ 39

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian................................................................................ 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 41

C. Populasi dan Sampel........................................................................... 42

D. Pengumpulan Data ............................................................................ 45

E. Etika Penelitian.................................................................................. 48

F. Pengolahan Data................................................................................. 49

G. Analisa Data........................................................................................ 49

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat .............................................................................. 51

B. Analisa Bivartat ................................................................................ 54

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 59

B. Pembahasan ...................................................................................... 60

v
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 66

B. Saran ................................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... viii

LAMPIRAN ...................................................................................................... ix

A. Lembar persetujuan penelitian

B. Lembar persetujuan menjadi responden

C. Instrumen kuesioner

D. Format pengkajian

E. Protokol pemberian discharge planning

F. Format pemberian discharge planning pada pasien post operasi katarak di

Poliklinik Kirana RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta

G. Cara memberikan obat tetes mata

H. Hasil uji validitas dan uji reliabilitas keusioner

I. Hasil uji multivariat, uji bivariat dan uji T-Test

J. Rekapitulasi laporan operasi di kamar bedah mata

K. Lembar Konsul

vi
DAFTAR TABEL

Jenis Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan 52


umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan terakhir dan
pekerjaanan pada pasien Post Operasi
Katarak di Poliklinik Kirana RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun
2014

Tabel 5.2 Distribusi tingkat kesiapan responden 55


Post Operasi Katarak dalam
menghadapi kepulangannya di
Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Tahun 2014
Tabel 5.3 Distribusi tingkat kesiapan responden 57

Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya sebelum

(pre test) dan setelah diberikan

discharge planning (post test) di

Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Tahun 2014

vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata merupakan indra penglihatan yang diciptakan oleh Tuhan untuk melihat

dan sebagai penuntun untuk beraktivitas sehingga manusia mampu

mempertahankan kehidupannya. 80 persen informasi dari lingkungan sekitar

diterima melalui indra penglihatan. Indra ini sangat memerlukan perhatian

karena rawan terhadap penyakit dan kerusakan. Banyak jenis penyakit yang

dapat merusak mata seperti rabun dekat, rabun senja dan katarak sampai

dengan kebutaan. Dengan bertambahnya usia maka fungsi organ akan

mengalami perubahan termasuk lensa baik secara morfologi maupun

fungsional. Kekeruhan mulai terjadi, tampak kecil dan terlokalisasi, namun

akhirnya seluruh lensa akan mengalami kekeruhan sampai dengan kebutaan.

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

masyarakat (Depkes, 2007).

Kebutaan dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas seseorang dalam

kehidupannya dan menghambat penderitanya dalam beraktivitas serta akan

membebani keluarga dan masyarakat.


2

Semakin tinggi harapan hidup seseorang maka semakin besar kemungkian

akan terkena katarak, pada umumnya katarak muncul di usia lanjut.

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, dalam bahasa inggris

cataract dan bahasa latin cataracta yang berarti air terjun. Katarak biasanya

ditemukan pada pasien diatas umur 50 tahun, terjadi perubahan warna lensa

yang awalnya bening lama kelamaan kebeningannya berkurang( Ilyas, 2006 ).

Katarak adalah kekeruhan di lensa kristalin, yang terjadi karena peningkatan

usia atau degenerasi, namun selain itu dapat juga diakibatan oleh kelainan

kongenital atau kelainan genetik, trauma, toksin, merokok dan juga sebagai

akibat komplikasi dari penyakit diabetes mellitus (Artini, 2011).

WHO (2010) memperkirakan terdapat 39 juta angka kebutaan di dunia, 246

juta orang mengalami gangguan penglihatan lainnya. Ketua Persatuan Dokter

Spesialis Mata Indonesia Nila Moeloek, mengatakan di perkirakan ada 12

orang menjadi buta tiap menit di dunia dan 4 orang di antaranya berasal dari

Asia Tenggara, diakses dari http://www.lensaindonesia.com/ pada tanggal 10

November 2013.

Di Amerika Serikat, katarak yang terjadi akibat usia lanjut dilaporkan

mencapai 42 persen, usia 52 – 64 tahun, 60 persen usia 65 – 74 tahun, dan

usia 75 sampai 85 tahun mencapai 91persen.


3

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di

dunia. Prevalensi katarak di indonesia adalah 1,5 persen dari jumlah

penduduk keseluruhan dan setiap satu menit akan terjadi 1 kebutaan.

Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun

lebih cepat dibandingkan di daerah subtropis. Sekitar 16 - 22 persen penderita

katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. Hal itu diduga berkaitan

erat dengan faktor degeneratif akibat masalah gizi, diakses dari

http://m.republika.co.id/berita/ Pada tanggal 11 november 2013.

Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo khususnya Departemen Mata Kirana

terhitung dari Januari 2013 sampai dengan September 2013 tercatat ada

48.763 kasus gangguan penglihatan, dan sekitar 6.298 adalah kasus katarak

sisanya 42.465 dengan sembilan kasus gangguan penglihatan lainnya. Dari

data tersebut terlihat angka kasus kebutaan akibat katarak di RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sangat tinggi dan hingga saat ini

penanganan yang efektif untuk kasus katarak adalah dengan cara operasi.

Dengan kemajuan teknologi kedokteran dan kesehatan untuk tindakan

tersebut pasien dapat dirawat dalam periode yang lebih singkat, sehingga

setelah operasi pasien dapat segera pulang hanya dalam satu atau dua hari

saja.
4

Pada situasi tersebut peran tenaga medis khususnya perawat sangat penting

dalam melakukan discharge planning pada pasien-pasien yang datang untuk

memeriksakan matanya ke Rumah Sakit.

Perawat dianggap sebagai orang yang kompeten, mempunyai keahlian dalam

melakukan pengkajian secara akurat, mengelola dan memiliki komunikasi

yang baik serta memahami semua kondisi di masyarakat ( Caroll & Dowling,

2007 ).

Discharge planning merupakan suatu pendekatan interdisipliner meliputi

pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan pasien diluar Rumah Sakit

disertai dengan kerjasama antara pasien dan keluarga pasien dalam

mengembangkan rencana keperawatan setelah dirumah sakit (Burnner &

Sudarth, 2002). Discharge planning adalah proses mempersiapkan pasien

untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kepada unit lain didalam atau di

luar suatu agen pelayanan kesehatan umum ( Koizer, 2004 ).

The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan diberikan

discharge planning adalah untuk mempersiapkan pasien dan keluarga pasien

secara fisik dan fisiologis untuk pulang kerumah atau ke suatu lingkungan,

menyediakan informasi tertulis atau verbal pada pasien dan untuk memenuhi

kebutuhan mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses

pemindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan


5

kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien,

memposisikan tahap kemandirian aktivitas perawatan diri.

Dalam kegiatan sehari-hari perawat telah memberikan discharge planning

pada pasien Post Operasi Katarak, tetapi tidak mengevaluasi tingkat

pemahaman pasien terhadap isi dari discharge planning tersebut, sehingga

kesiapan pasien sebelum pulang kerumah tidak terukur. Sebagai contoh

seorang pasien Post Operasi Katarak yang ketika keesokan harinya pasien

datang kembali ke Poliklinik Kirana. Pasien mengeluh mengantuk dan badan

lemas, semalam tidak bisa tidur karena harus bangun setiap jam untuk

menetes matanya. Kasus lainnya pasien merasa takut untuk membuka dop

penutup mata, mengganti kassa pembalut mata sebelum memberikan tetes

mata sehingga mata yang telah dilakukan operasi menjadi kotor hal ini dapat

memicu timbulnya infeksi sehingga terjadi perpanjangan kunjungan pasien

tersebut ke Rumah Sakit yang berdampak pada banyaknya biaya yang harus

dikeluarkan untuk perawatan lanjutan.

Fenomena diatas dapat dihindari dengan cara memberikan discharge

planning secara terukur. Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima

disuatu pelayanan kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu rawat inap

pasien dapat diperpendek (Sommerfeld, 2001).


6

Dari fenomena diatas peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki bagaimana

pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan

pasien Post Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik

Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Discharge Planning sangat perlu di berikan pada pasien Post Operasi Katarak.

Dengan adanya discharge planning, diharapakan mampu merubah dan

mempengaruhi pola prilaku pasien sebagai upaya untuk meningkatkan

pengetahuan, pemahanan dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari sehingga dapat memperbaiki kuwalitas hidupnya. Jika discharge

planning yang diberikan kurang memadai sehingga pengobatan dan

perawatan lanjutan dirumah tidak dilakukan oleh pasien besar kemungkinan

akan timbul infeksi pada mata pasien yang telah dilakukan operasi, oleh

karena itu secara khusus peneliti ingin meneliti pengaruh pemberian

discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien dalam menghadapi

kepulangannya. Selanjutnya peneliti merumuskan masalah penelitian: Adakah

pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan

pasien Post Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik

Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun?


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian discharge

planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien Post Operasi Katarak

dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui tingkat kesiapan pasien Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya sebelum diberikan discharge planning

di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

b. Mengetahui tingkat kesiapan pasien Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya setelah diberikan discharge planning

di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

c. Mengetahui tingkat perbedaan kesiapan pasien Post Operasi

Katarak dalam menghadapi kepulangannya, sebelum dan setelah

diberikan discharge planning di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.


8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan akan digunakan oleh perawat

di ruangan dalam memberikan discharge planning untuk mempersiapkan

pasien dalam menghadapi kepulangannya, agar pasien mampu melakukan

perawatan berkelanjutan di rumah.

2. Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bukti atau evidenced dalam

pengembangan ilmu keperawatan medical bedah, khususnya pemberian

discharge planning sebagai salah satu tindakan keperawatan mandiri.

3. Manfaat Metedologis

Memberikan gambaran dan acuan pada penelitian keperawatan

selanjutnya, untuk meneliti pengaruh pemberian discharge planning oleh

perawat terhadap kesiapan pasien dalam menghadapi kepulangannya

khususnya pada pasien Post Operasi Katarak.


9

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Lensa

Secara anatomis mata terdiri dari rongga orbita, kelopak mata, sklera, limbus,

konjungtiva, kornea, iris, pupil, bilik mata depan, badan siliaris, bilik mata

belakang, badan kaca atau vitreus humor, retina, makula, koroid, papil nervus

optikus, otot-otot ekstraokular dan lensa.

Dalam penelitian ini penjelasan akan difokuskan pada lensa. Lensa merupakan

suatu struktur bikonveks, avaskular bening dan transparan. Tebal sekitar 4 mm

dan diameternya 9 mm, terletak dibelakang pupil dan iris serta di depan badan

kaca, digantung oleh zonula-zonula Zinii yang berasal dari badan siliaris. Lensa

merupakan bagian mata yang penting karena merupakan bagian mekanisme

refraksi mata. Lensa yang jernih akan memantulkan sinar. Sinar akan masuk

kedalam mata lalu diteruskan ke makula retina. Kontraksi dari otot-otot siliar

akan merealisasikan zonula zinii dan mencembungkan lensa sehingga membantu

lensa untuk menfokuskan bayangan yang dilihat oleh mata dari jarak dekat, yang

disebut dengan daya akomodasi.


10

Terdapat trias akomodasi yaitu mata akan konvergen, miosis dan lensa

mencembung. Lensa dilapisi oleh kapsul yang merupakan membrane dasar

elastis yang transparan. Kapsul tersebut menutupi korteks dan nucleus lensa

menjadi suatu lapisan tunggal dimana pada anterior kapsul mempunyai sel epitel

kuboid.

Lensa tidak mempunyai jaringan saraf atau inervasi, dan pembuluh darah,

keadaan tersebut yang membuat lensa menjadi jernih. Nutrisi yang didapat

berasal dari cairan humor akuos dan vitreus. Jaringan dikortek maupun dinukleus

berjalan melingkar dan tersusun teratur untuk menjaga kejernihannya. Lensa

normal akan berubah secara lambat dimana sel epitel terus memproduksi serabut

lensa kortikal yang baru, yang akan meningkatkan ukuran, berat dan densitas

lensa. Keadaan tersebut terus berjalan selama bertahun-tahun. Lensa yang normal

mengandung 35 persen massa protein. Persentase dari protein yang tidak larut

meningkat sejalan dengan usia dan sering dengan pertumbuhan katarak.

B. Konsep Katarak

1. Pengertian Katarak

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, dalam bahasa inggris

cataract dan bahasa latin cataracta yang berarti air terjun.


11

Katarak adalah kekeruhan di lensa kristalin, yang terjadi berkaitan dengan

peningkatan usia atau proses degenerasi, namun selain itu dapat juga

diakibatkan kelainan kongenital atau kelainan genetik, trauma, toksin,

merokok serta sebagai akibat komplikasi dari beberapa penyakit seperti

diabetes mellitus.

Katarak merupakan perubahan warna lensa yang berkurang kebeningannya.

Kekeruhan yang terjadi mulai tampak kecil dan terlokalisasi, namun ahirnya

seluruh lensa akan mengalami kekeruhan. Katarak biasanya ditemukan pada

pasien diatas umur 50 tahun.

2. Penyebab Katarak

Penyebab katarak antara lain usia lanjut, penyakit diabetes melitus, riwayat

pembedahan mata, penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama,

terpapar sinar matahari, paparan radiasi, merokok, dan konsumsi alkohol.

3. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit katarak adalah sebagai berikut tajam penglihatan menurun

secara perlahan hal ini terjadi karena lensa tidak mampu dilewati oleh sinar

akibat kekeruhan media refraksi. Pada awalnya seperti melihat kabut atau

berasap, gangguan penglihatan tersebut akan lebih terasa pada siang hari

dibanding malam hari.


12

Hal tersebut dikarenakan pada siang hari, pupil akan mengecil sehingga sinar

yang masuk terhalang oleh katarak tersebut, pada malam hari pupil akan lebih

melebar, sehingga cahaya dapat masuk melewati celah lensa yang belum

mengalami kekeruhan. Tetapi jika kekeruhan sudah menyeluruh, maka pasien

mengalami kebutaan. Derajat gangguan penglihatan yang disebabkan katarak

tergantung dari ukuran dan lokasi kekeruhan. Kekeruhan aksial

mempengaruhi area nukleus atau subkapsular sentral dapat menyebabkan

gangguan penglihatan yang lebih berat jika dibandingkan dengan kekeruhan

yang terjadi hanya diperifer.

Pasien katarak tipe sklerosis nuklear dapat menyebabkan miopia lentikuler,

ini terjadi karena adanya peningkatan kekuatan refraksi dari nukleus lebih

padat. Apabila ukuran lensa katarak membesar, maka pasien dapat mengalami

miopia secara progresif. Pasien tetap dapat membaca tanpa menggunakan

kacamata, fenomena ini disebut dengan second sight. Pasien merasakan

pandangan ganda disebabkan karena adanya refraksi yang irreguler didalam

lensa. Pasein dengan tipe katarak subkapsular posterior dapat mengalami

penurunan tajam penglihatan lebih cepat, silau, pandangan kabur atau

terdapat distrosi. Katarak tipe ini biasanya berhubungan dengan penyakit

sistemik, seperti diabetes melitus, dan penggunaan obat kortikosteroid jangka

panjang. Dengan waktu yang cukup lama, semua jenis katarak akan

mengalami kekeruhan total.


13

4. Komplikasi

Ada berbagai komplikasi yang bisa terjadi bisa terjadi pada katarak

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Komplikasi pada penyakit katarak itu sendiri yaitu :

1. Glaukoma adalah kondisi ini terjadi karena tidak adekuatnya

drainase akuos humor dari bilik anterior mata. Peningkatan

tekanan intraokuler menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan

bila tak teratasi.

2. Uveitis adalah inflamasi pada lapisan berpigmen yang

membungkus bola mata.

3. Endopthalmitis adalah infeksi dalam mata.

b. Komplikasi selama operasi antara lain:

- Ruptur kapsul posterior

- Kehilangan fragmen lensa posterior

- Perdarahan suprakoroidal

c. Komplikasi dini pasca operasi antara lain:

- Prolaps iris

- Desmenent fold

- Endoftalmitis bakterial akut.


14

d. Komplikasi lanjut pasca operasi antara lain:

- Ofasifikasi dari kapsul posterior

- Malposisi dari lensa intraokuler

- Dekompensasi kornea

- retinal deatachement

- Endofthalmitis kronik

- Sunset syndrom.

5. Penatalaksanaan

a. Pencegahan

Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak

mengandung vit C, vit B2, vit A dan vit E, juga dianjurakan untuk

menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.

Hal ini berguna untuk mengurangi paparan sinar matahari atau sinar

ultraviolet secara berlebihan.

b. Penatalaksanaan Medis

Macam- macam teknik dilakukannya operasi katarak :

1. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler, merupakan teknik yang lebih

disukai dan kurang lebih 98 persen dilakukan pembedahan katarak.

Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama

pembedahan.
15

Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior, dengan menekan

keluar nucleus lentis lalu menghisap sisa fragmen lunak

menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula

posterior dan zonula lentis tetap utuh.

2. Ekstraksi katarak intrakapsuler, merupakan proses pengangkatan

seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan lensa

diangkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada

kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada

kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe.

Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini

pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. Pengangkatan

lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina bertanggung

jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata. Koreksi optikal yang

dapat dilakukan dengan kaca mata apikal. Kaca mata ini mampu

memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25

persen sampai dengan 30 persen menyebabkan penurunan dan

distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam

memahami relasi spasial, membuat benda-benda terlihat jauh lebih

dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. Memerlukan

waktu penyesuaian yang lama sampai pasien dapat

mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan berfungsi

aman dengan medan pandang yang terbatas.


16

Atau pun bisa juga dengan lensa kontak. Lensa kontak jauh lebih

nyaman daripada kaca mata aphakia. Lensa akan memberikan

rehabilitasi visual hampir sempurna bagi mereka yang mampu

menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa kontak.

Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena

kebanyakan lansia mengalami kemunduran keterampilan, sehingga

pasien memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan

pembersihan lensa. Cara lain dengan implant lensa intraokuler.

Implant lensa okuler adalah proses penanaman lensa mata secara

permanen di dalam mata.

Lensa intraokuler mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan

ukuran normal karena lensa intraokuler mampu menghilangkan efek

optikal lensa apakia. Sekitar 95 persen Implant intraokuler lensa

dipasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa

kamera anterior dipasang pada pasien yang menjalani ekstraksi

intrakapsuler atau kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja selama

prosedur ekstrakapsuler.

3. Teknik bedah katarak lainnya adalah dengan menggunakan laser

tanpa ada sentuhan pisau yang dikenal dengan Fetosecond Laser

chatarac surgery.
17

4. Selain itu ada tenemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler yaitu

Phako emulsifikasi.

Cara ini dilakukan dengan melakukan pengambilan lensa melalui

insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi

tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel

yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama juga

memberikan irigasi kontinus.

c. Penatalaksanaan post operasi

Setelah dilakukan operasi penatalaksanaan yang harus dilakukan antara

lain :

1. Frekuensi pemeriksaan post operasi ditentukan berdasarkan tingkat

pencapaian visus optimal yang diharapkan.

2. Pada pasien dengan resiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu

mata yang mengalami kompliksai intra operasi, atau ada penyakit

lainnya sebelum operasi, seperti uveitis, glaukoma dan lain

sebagainya maka pemeriksaan harus dilakukan satu hari setelah

operasi.

3. Pada pasien yang tidak ada masalah baik saat intra operasi atau pun

post operasi yang diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya

maka akan dilakukan pemeriksaan lanjutan antara lain:


18

a. Kunjungan Pertama

Dijadwalkan dalam kurun waktu 24 jam sampai dengan 48 jam

setelah operasi.

Kunjungan ini dilakukan untuk mendeteksi dan mengatasi

komplikasi dini seperti kebocoran luka yang menyebabkan bilik

mata depan dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan intraokular,

edema kornea atau pun tanda-tanda peradangan.

b. Kunjungan Kedua

Dijadwalkan pada hari ke empat sampai dengan hari ke tujuh

setelah operasi, jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan

pertama, yaitu mendeteksi dan mengatasi kemungkinan

timbulnya endophtalmitis yang paling sering terjadi pada minggu

pertama post operasi.

c. Kunjungan Ketiga

Dijadwalkan sesuai dengan keadaan pasien yang bertujuan untuk

memberikan kacamata koreksi sesuai dengan refraksi terbaik yang

di harapkan.

4. Obat-obat yang digunakan pada saat post operasi disesuaikan keadaan

mata pasien.
19

Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid harus

di berikan pada pasien setelah operasi, setiap hari minimal selama

empat minggu.

C. Konsep Discharge Planning

1. Pengertian Discharge Planning

Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima disuatu pelayanan

kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu rawat inap pasien bisa

diperpendek (Sommerfeld, 2001).

Discharge planning merupakan suatu pendekatan interdisipliner meliputi

pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan pasien diluar Rumah Sakit

disertai dengan kerjasama antara psien dan keluarga pasien dalam

mengembangkan rencana keperawatan setelah dirumah sakit (Burnner &

Sudarth, 2002).

Discharge planning adalah proses mempersiapkan pasien untuk

meninggalkan suatu unit pelayanan kepada unit lain di dalam atau di luar

suatu agen pelayanan kesehatan umum (Koizer, 2004)

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pulang

atau discharge planning adalah suatu proses pembelajaran yang melibatkan

pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman dan

mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga tentang perawatan dirumah


20

tentang masalah kesehatan yang dihadapi guna untuk mempercepat proses

penyembuhan, menghindari kemungkinan adanya komplikasi dengan

pembatasan aktivitas,menciptakan dan memberikan lingkungan yang aman

bagi pasien.

2. Tujuan Discharge Planning

Discharge planning dimulai pada saat pasien mulai di rawat yang bertujuan

untuk membantu keberhasilan perawatan pasien setelah pasien pulang.

Menurut Almborg et al (2010 ) pemberian discharge planning dapat

meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasein mencapai kuwalitas hidup

optimum sebelum dipulangkan.

The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan dilakukan

discharge planning antara lain adalah untuk mempersiapkan pasien dan

keluarga pasien secara fisik dan fisiologis untuk ditransfer kerumah atau ke

suatu lingkungan yang dituju, memberikan informasi baik verbal maupun

tertulis dan memberikan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan

pasien dan keluarga mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses

pemindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan

kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien,

memposisikan tahap kemandirian aktivitas perawatan diri.


21

Hal ini terbukti juga dari hasil penelitain meta-analisis oleh Philips et. al

(2004) bahwa secar signifikan discharge planning mengurangi kunjungan

ulang pasien ke Rumah sakit. Oelh karena itu discharge planning telah

menjadi bagian penting dari proses perawatan ( Driscoll, 2000 ).

3. Pemberi Discharge Planning

Proses pemberian discharge planning harus dilakukan secara kompherenship

dengan melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi pelayanan

kesehatan yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan pada pasien

(Perry & Potter, 2006 ).

Menurut The Royal Marsden Hospital (2004), proses discharge planning

tidak hanya melibatkan pasien, keluarga, teman-teman serta petugas

pelayanan kesehatan.

Seseorang yang merencanakan pemulangan atau kordinator asuhan

berkelanjutan atau continuing care coordinator adalah staf rumah sakit yang

berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersama dengan

fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf

rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge

planning (Dischargae Planning association , 2008).


22

Seorang pembuat discharge planning bertugas untuk membuat rencana,

mengkoordinasikan, memonitor, memberikan tindakan dan proses kelanjutan

keperawatan. Perawat dianggap sebagai seseorang yang kompeten dan

mempunyai keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat, mengelola

dan memiliki komunikasi yang baik dan memahami semua kondisi

dimasyarakat (Caroll & Dowling, 2007 ).

Perawat sebagai discharge planners memegang peranan penting dalam

proses perawatan pasien dan sebagai discharge planners team rumah sakit,

pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan dapat

memberikan kontinuitas dalam memberikan keperawatan melalui proses

discharge planning.

Hal-hal penting dalam pembuatan discharge planning mencakup: memastikan

keamanan pasien setelah pulang, memilih jenis perawatan yang akan

digunakan, menentukan bantuan atau peralatan khusus yang diperlukan,

merancang pelayanan rehabilitasi lanjutan atau tindakan lainnya di rumah

misalnya kunjungan rumah oleh tim kesehatan, menentukan pemberi bantuan

yang akan bekerja sebagai pathner dengan pasien untuk memberikan

perawatan dan bantuan dirumah, dan mengajarakan tindakan keperawatan

yang dibutuhkan.
23

4. Penerima Discharge Planning

Semua pasein yang mendapatkan perawatan di Rumah Sakit memerlukan

discharge planning (Discharge Planning Association, 2008), namun ada

beberapa kondisi yang menyebabkan pasien tidak mampu memenuhi

kebutuhan perawatan berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pada pasien

yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen

( Rice, 1992 dalam Perry & Potter, 2005 ).

Dapat disimpulkan bahwa pasien dan seluruh anggota keluarga harus

mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual

of Ohio, 2008).

5. Prinsip Discharge Planning

Menurut The Royal Marsden Hospital ( 2004 ), Pada saat memberikan

discharge planning pada pasien ada beberapa prinsip yang harus di perhatikan

antara lain :

a. discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana

sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan

pelanyanan kesehatan ditempatkan pada suatu tempat.

b. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan

kualitas tinggi pada semua pasien.

c. Kebutuhan pemberi asuhan atau care giver juga harus di kaji.

d. Pasien harus di pulangkan pada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
24

e. Proses keperawatan yang berkelanjutan merupakan hal yang utama.

f. Informasi tentang penyusunan discharge planning harus diinformasikan

antar tim kesehatan dengan pasien atau care giver, dan discharge planning

disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan dirumah selanjutnya.

g. Ketika menyusun discharge Planning kebutuhan, kepercayaan dan

budaya pasien harus dipertimbangkan.

6. Unsur – unsur Discharge Planning

Pada saat pemberiran discharge planning ada banyak unsur yang harus di

perhatikan. Discharge planning Asociation ( 2008 ) mengatakan bahwa

unsur – unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan

antara lain :

a. Pengobatan di rumah berupa resep baru, pengobatan yang di butuhkan dan

pengobatan yang dihentikan

b. Daftar nama obat yang berupa nama obat, dosis, frekuensi pemberian, dan

efek samping obat yang bisa terjadi.

c. Hasil laboratorium yang dianjurkan dan pemeriksaan lainnya, serta

petunjuk bagaimana cara melakukan pemeriksaan laboratorium atau kapan

akan di lakukan pemeriksaan kembali.

d. Perubahan gaya hidup berupa perubahan aktivitas seperti pada pasien post

operasi katarak mata yang telah dilakukan operasi tidak boleh terkena air

selama dua minggu, pasien boleh mencuci rambut dengan posisi tengadah
25

seperti disalon agar mata tidak terkena sabun atau shampo, makanan yang

dianjurkan dan pembatasan aktivitas seperti tidak boleh menganggkat

barang lebih dari lima kg, mata tidak boleh digosok-gosok, tidak boleh

batuk, tidak boleh mengedan, tidak merokok, tidak boleh sujud, dan tidak

boleh terkena benturan .

e. Petunjuk perawatan diri, perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan

pemberian insulin, dan pemakaian pelindung mata yang dioperasi saat

tidur lain-lain.

f. Kapan dan bagaimana pengobatan lanjutan dirumah. Nama pemberi

layanan, waktu, tanggal, dan tempat untuk kontrol selanjutnya.

g. Apa yang harus di lakukan pada keadaan darurat, dan nomor telepon yang

bisa dihubungi.

h. Rencana perawatan lanjutan seperti jadwal pelayanan di rumah, perawat

yang menjenguk, penolong, pembantu jalan walker, kanul oksigen dan

lain-lain, serta nama dan nomor penting setiap institusi yang bertanggung

jawab untuk menyediakan pelayanan.

7. Manfaat Discharge Planning

Menurunkan kekambuhan, menurunkan jumlah hari perawatan dirumah sakit,

dan mengurangi kunjungan keruangan kedaruratan yang tidak perlu,

membantu klien untuk memahami kebutuhan perawatan. Meskipun pasien

telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga mengetahui tentang


26

perawatan-perawatan yang telah diberikan dan keluarga harus dapat

meneruskannya guna untuk meningkatkan status kesehatan pasien.

Selain itu ringkasan pulang tersebut dapat di sampaikan oleh perawat praktisi

atau perawat home care dan di kirim ke dokter yang terlibat untuk

dimasukkan dalam catatan institusi untuk kesinambungan perawatan dengan

kerja yang berkelanjutan ke arah tujuan dan pemantauan kebutuhan yang

berubah ( Doengoes, Morhouse & Murr, 2007 ).

8. Cara Mengukur Discharge Planning

Menurut The Royal Marsden Hospital, ( 2004 ) sebuah discharge planning

dikatakan baik apabila pasien telah di persiapkan untuk pulang, pasein telah

mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi

yang harus dilakukan, pasien diantarkan sampai ke mobil atau alat

transportasi lainnya.

Keberhasilan pemberian discharge planning menjamin pasien mampu

melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah

meninggalkan Rumah Sakit ( Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006).

Kesiapan pasien dalam menghadapi kepulangan dapat di ukur dengan

kuesioner.
27

9. Proses Pelaksanaan Discharge Planning

Proses pelaksanaan discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien,

psikologis, sosial, budaya dan ekonomi.

Perry dan Potter ( 2006 ) membagi proses discharge planning dalam tiga fase,

yaitu fase akut, fase transisional, dan fase pelayanan berkelanjutan. Pada fase

akut perhatian utama medis terfokus pada usaha discharge planning. Pada

fase transisional, kebutuhan kebutuhan pelayanan akan selalu terlihat, tetapi

tingkat uregensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk

pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Sedangkan fase

pelayanan berkelanjutan pasien mampu beradaptasi dalam perencanaan dan

pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah

pemulangan.

Perry dan Potter ( 2005 ) menyusun format discharge planning sebagai

berikut :

a. Pengkajian

- Sejak pasien masuk, kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan

menggunakan riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien dan

care giver, fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan

fisik pasien, status fungsional, sistem pendukung sosial, sumber-

sumber finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis,

tingkat pendidikan serta rintangan terhadap perawatan.


28

- Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan

berhubungan dengan bagaimana menciptakan terapi dirumah,

penggunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat

gangguan kesehatan, kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara

pembelajaran yang lebih diminati pasien seperti membaca, menonton

video, mendengarkan petunjuk-petunjuk. Jika materi tertulis yang

digunakan, pastikan materi tertulis yang layak tersedia. Tipe materi

pendidikan yang berbeda-beda dapat mengefektifkan cara

pembelajaran yang berbeda pada pasien.

- Kaji bersama-sama pasien dan keluarga terhadap setiap faktor

lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam

perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu,

lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang

berguna. Seorang perawat perawatan dirumah dapat dirujuk untuk

membantu dalam pengkajian.

- Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain seperti dokter

pemberi terapi dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan pada

pelayanan perawatan dirumah yang terlatih atau fasilitas perawatan

yang lebih luas. Kaji persepsi pasien dan keuarga terhadap

berlanjutnya perawatan kesehatan diluar rumah sakit. Mencakup

pengkajian terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care

giver dalam memberikan perawatan pada pasien.


29

Dalam hal ini sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu

berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk

mengetahui kekhwatiran yang sebenarnya atau keragu –raguan

diantara keduanya.

- Kaji penerimaan pasien terhadap masalah berhubungan dengan

pembatasan aktivitas.

- Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang

kebutuhan setelah pemulangan seperti ahli gizi, pekerja sosial,

perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di

rumah. Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning,

dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga.

Keluarga merupakan sebagai unit pemberi pelayanan memberi dampak

pada anggota keluarga yang membutuhkan pelayanan.

c. Perencanaan

Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan

adalah sebagai berikut :


30

- Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan

bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan dirumah atau

fasilitas lain, penatalaksanaan atau pengobatan apa yang dibutuhkan

dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang timbul.

- Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri atau

anggota keluarga mampu melakukan perawatan.

- Rintangan terhadap pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah

sesuai dengan keadaan rumah sehingga tidak membahayakan pasien.

d. Pelaksanaan

Pelaksanaan pemberian discharge planning dapat dibedakan dalam dua

bagian yaitu sebelum hari pemulangan dan pada hari pemulangan.

- Persiapan sebelum hari pemulangan pasien

Mempersiapkan pasein dan keluarga dengan memberikan informasi

tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan, setelah mengetahui

hambatan dan kemauan untuk belajar maka selanjutnya adakan sesi

pembelajaran dengan pasien dan keluarga pasien secepat mungkin

setelah dirawat di rumah sakit.

Pembelajaran tersebut antara lain seperti tanda, gejala, komplikasi,

kepatuhan terhadap pengobatan dan pengunaan alat-alat medis,

perawatan lanjutan, dan diet.


31

Komunikasikan respons keluarga dan pasien terhadap penyuluhan dan

usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lainnya yang

terlibat dalam pemberian keperawatan pada pasien.

- Pelasksanaaan pada hari pemulangan

Jika beberapa aktivitas berikut dapat dilakukan sebelum hari

pemulangan perencanaan akan lebih efektif. Adapun aktivitas yang

dilakukan pada hari pemulangan antara lain : berikan kesempatan pada

pasien dan keluarga dan diskusikan hal-hal yang berhubungan dengan

perawatan dirumah, periksa intruksi pemulangan dokter, terapi dan

kebutuhan alat-alat medis khusus. Persiapkan kebutuhan dalam

perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien

sampai di rumah, tentukan pasien dan keluarga telah dipersiapkan

dalam kebutuhan dan transportasi menuju ke rumah, jaga privasi

pasien sesuai kebutuhan.

e. Evaluasi

Pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit,pengobatan

yang dibutuhkan, tanda-tanda atau gejala yang harus dilaporkan ke dokter,

pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan yang

akan dilanjutkan dirumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat

membahayakan bagi pasein dan menganjurkan perbaikan.


32

D. Konsep Kesiapan Pasien dalam Menghadapi Kepulangannya

1. Defenisi dan Komponen Kesiapan

Menurut Martinsusilo ( 2007 ), ada dua komponen dari kesiapan pasien

yaitu kemampuan dan keinginan. Kemampauan adalah pengetahuan,

pengalaman,dan keterampilan yang dimiliki seseorang ataupun kelompok

untuk melakukan kegiatan atau pun tugas tertentu. Sedangkan keinginan

berkaitan dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk

menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu.

Kesiapan merupakan kombinasi dari kemampuan dan keingginan yang

berbeda yang ditujukan seseorang pada tiap-tiap tugas yang di berikan.

Berdasarkan hal diatas, maka dapat di simpulakan bahwa kesiapan pasien

menghadapi pemulangan adalah kemampuan mencakup pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan serta keinginan yang mencakup keyakinan,

komitmen, dan motivasi pasien post operasi katarak untuk melakukan

aktivitas atau keinginan yang ajarkan serta dianjurkan oleh perawat dan

klinisi lain.

2. Kriteria Pemulangan

Perry dan Potter ( 2005 ) mengatakan bahwa pada saat pulang, pasein

harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sumber yang

dibutuhkan untuk memenuhi perawatan dirinya.


33

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien mampu

melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah

meninggalkan Rumah Sakit ( Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006).

Oleh karena itu pasien dinyatakan siap menghadapi pemulangan apabila

pasein mengetahui pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang

dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah ( The Royal Marsden

Hospital, 2004 ).

3. Tingkat Kesiapan

Martinsusilo ( 2007 ) membagi tingkat kesiapan berdasarkan kuantitas

keinginan dan kemampuan bervariasi dari sanggat tinggi hingga sangat

rendah, antara lain :

a. Tingkat kesiapan 1 ( R1 )

1. Tidak mampu dan tidak ingin, yaitu tingkatan tidak mampu dan

hanya memiliki sedikit komitmen motivasi.

2. Tidak mampu dan ragu, yaitu tingkatan tidak mampu dan hanya

memiliki sedikit keyakinan.

b. Tingkat kesiapan 2 ( R2 )

1. Tidak mampu tetapi berkeinginan, yaitu tingkatan yang memiliki

sedikit kemampuan tetapi termotivasi dan berusaha.

2. Tidak mampu tetapi percaya diri, yaitu tingkatan yang hanya

memiliki sedikit kemempuan tetapi tetap merasa yakin.


34

c. Tingkat kesiapan 3 ( R3 )

1. Mampu tetapi ragu, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melaksanakan suatu tugas tetapi tidak yakin dan khawatir

untuk melakukannya sendiri.

2. Mampu tetapi tidak inggin, tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melakukan suatu tugas tetapi tidak menggunakan

kemampuan tersebut.

d. Tingkat kesiapan 4 ( R4 )

1. Mampu dan ingin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melakukan tugas sering kali menyukai tugas tersebut.

2. Mampu dan yakin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melaksanakan tugas dan yakin dapat melakukan seorang

diri.

E. Penelitian Terkait

Penelitian dilakukan oleh Mubtadi, pada Tahun 2011 Di Ruang Bougenville

RSUD Dr. Soegiri Lamongan, terhadap lima responden post operasi, untuk

mengidentifikasi pengaruh discharge planning terhadap kesiapan pasien post

operasi, dengan desain pra eksperimental (one group pre and post test

design).

Analisis statistik menggunakan uji T, dengan hasil ada pengaruh discharge

planning terhadap kesiapan pasien post operasi, sehingga dengan ini peneliti
35

menyimpulkan bahwa perlunya dilakuakan discharge planning terhadap

pasien post operasi diruangan perawatan.


36

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN,

DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan antar variabel yang

terkait dalam masalah utama yang akan diteliti, sesuai dengan rumusan

masalah dan tinjauan pustaka.

Hipotesis penelitian untuk menetapkan hipotesis nol atau alternative dan

definisi operasional adalah untuk memperjelas maksud dan tujuan suatu

penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2002).

Penelitian terdiri dari variabel independen (bebas), variabel dependen

(terikat). Variabel independen adalah variabel yang bila ia berubah akan

mengakibatkan perubahan variabel lain, sedangkan variabel dependen adalah

variabel yang berubah akibat perubahan variabel independen (Sastroasmoro &

Aminullah, 2008).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah discharge planning yang menjadi

variabel terikat adalah kesiapan pasien dalam menghadapi kepulangannya,

(Sastroasmoro & Aminullah, 2008).


37

Hubungan antar variabel dapat di lihat pada skema dibawah ini:

Pretest Post test

Kesiapan Intervensi: Kesiapan pasien dalam


pasien dalam menghadapi
Pemberian kepulangannya
menghadapi
kepulangannya discharge

planning

Dari bagan diatas akan dilakukan pengukuran kesiapan pasien post operasi katarak
dalam menghadapi kepulangannya. Pengukuran kesiapan dilakukan terlebih dahulu
(pretest), sebelum diberikan discharge planning, selanjutnya setelah diberikan
discharge planning kesiapan pasien diukur kembali (post test).

Kerangka konsep penelitian:

a. Variabel Independen

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah proses pemberian

discharge planning oleh perawat di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

b. Variabel Dependen

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesiapan pasien post operasi

katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo.


38

A. Hipotesis

Ha = Terdapat pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap

kesiapan pasien post operasi katarak dalam menghadapi kepulangannya.

B. Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

N Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala


O Ukur Ukur
1 Discharge Tindakan yang
planning diberikan oleh
perawatan untuk
mempersiapkan pasien
dalam menghadapi
kepulangannya melalui
peningkatan
pengetahuan dalam hal:
- Pemberian obat
tetes mata
- Pemeliharaan
kebersihan mata
- Pembatasan
aktivitas
dirumah
39

N Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala


O Ukur Ukur
2. Kesiapan Kemauan dan keinginan Kuesioner - Kesiapan Interval
pasien responden yang 1 (R1)
dalam ditunjukan dengan - Kesiapan
menghadapi adanya peningkatan 2 (R2)
kepulangan pengetahuan dan - Kesiapan
nya keterampilan perawatan 3 (R3)
post operasi katarak - Kesiapan
yang aman terutama 4 (R4)
dalam hal:
- Pemberian obat
tetes mata
- Pemeliharaan
kebersihan mata
- Pembatasan
aktivitas
dirumah
40

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan di bahas tentang desain penelitian, tempat dan waktu penelitian,

populasi dan sampel, pengumpulan data (alat pengumpulan data dan cara

pengumpulan data), etika penelitian, pengelolahan data, dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ini

penelitian kuantitatif, dengan menggunakan rancangan penelitian Quasy

Experimental, pre test – post test design. Pengambilan dilakukan sebanyak dua

kali yaitu sebelum dan sesudah pemberian discharge planning. Peneliti akan

mengukur keadaan awal pada suatu kelaompk dengan tujuan mengetahui kondisi

sebelum diberikan discharge planning selanjutnya dilakuakan pengukuran kedua

setelah pemberian discharge planning untuk mengetahui hasil dari perlakuan atau

tindakan yang dilakukan. Diharapkan terjadi perubahan kesiapan pada pasien post

operasi katarak sebelum dan setelah diberikan discharge planning. Perlakuan

tersebut dibandingkan dan keduanya diukur sebelum dan setelah dilakukan

intervensi (Notoatmojo, 2002).


41

4.1 Tabel Rancangan penelitian:

Quasy Experimental, pre test – post test design

Pretest Perlakuan Post test

O1 X1 O2

Keterangan:

O1 = Kesiapan pasien post operasi katarak sebelum diberikan

discharge planning

O2 = Kesiapan pasien post operasi katarak setelah diberikan

discharge planning

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah, dan pusat pendidikan

kesehatan yang memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang

dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari

2014.
42

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, jadi popolasi tidak

hanya terbatas pada orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi

juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari,

tetapi meliputi keseluruhan karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh objek

atau subjek tersebut (Sugiono, 2004). Populasi yang diambil sebagai subjek

penelitian adalah pasien Post Operasi Katarak khususnya Phaco + IOL di

Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode

Desember 2013 adalah sebanyak 187 pasien.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian sampling. Sedangkan sampling adalah proses

menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada

(Nursalam, 2008).

Dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling yaitu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel atau populasi sesuai dengan

yang dikehendaki oleh peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya ( Nursalam, 2008).


43

Kriteria sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien yang terdiagnosa katarak dan telah ditelah dilakukan operasi

Phaco + IOL

2. Laki-laki dan perempuan

3. Kesadaran compos mentis atau sadar penuh

4. Pasien bersedia menjadi responden penelitian tanpa ada unsur

paksaan dari pihak manapun

5. Pasien siap menerima informasi yang akan diberikan, adapun sampel

yang diambil menggunakan Rumus:

Keterangan :

Z = Tingkat kepercayaan penelitian

(Confidence interval ) sebesar 90% = 1,64

d = Presisi atau deviasi sebesar 10%

p = Proporsi penelitian terdahulu 50%

q = (1-p )

n = Sampel

N = Populasi

Nk = penghitungan sampel dengan populasi diketahui


44

Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah :

Diketahui : Z = 95% = 1,64

P = 50% = 0,5

d = 10% = 0,10

q = 1 – p = 1 – 0,5 =0,5

N = 187 ( jumlah populasi )

Maka :

= (1,64)² x (0,5 x 0,5)

(0,10)²

= 2,68 x 0,25 = 67
0,01

= 49.3267716519 = 50 orang

Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 responden.


45

D. Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

daftar pertanyaan tertulis atau kuesioner dibuat oleh peneliti yang mengacu

pada literatur dan kerangka konsep yang telah dibuat oleh peneliti setelah

dikonsultasikan ke pembimbing. Kuesioner terdiri dari data demografi yang

meliputi umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan dan pekerjaan

serta daftar pertanyaan yang berisi 8 pertanyaan pengetahuan tentang penyakit

katarak, 10 pertanyaan tentang cara memberikan obat tetes mata, 12

pertanyaaan tentang pemeliharaan kebersihan mata, dan 8 pertanyaan tentang

pembatasan aktivitas di rumah. Pertanyaan menggunakan skala likert, setiap

pertanyaan diberikan nilai 1 sampai 4. Nilai 4 manyatakan sangat setuju, nilai

3 menyatakan setuju, nilai 2 menyatakan tidak setuju, nilai 1 menyatakan

sangat tidak setuju sekali. Seluruh jawaban dari responden dijumlahkan, dan

di rangking menjadi 4 tingkatan, antara lain tingkat kesiapan 1 ( R1 ) jika

nilainya 38 - 67 artinya pasien tidak mampu dan tidak ingin, atau tidak

mampu dan ragu, tingkat kesiapan 2 ( R2 ) jika nilainya 67 - 95 artinya pasien

tidak mampu tetapi berkeinginan atau tidak mampu tetapi percaya diri, tingkat

kesiapan 3 ( R3 ) jika nilainya 95 – 124 artinya pasein mampu tetapi ragu

atau mampu tetapi tidak ingin, tingkat kesiapan 4 ( R4 ) jika nilainya

124 – 152 artinya pasein mampu dan ingin melakukan perawatan terhadap

dirinya setelah dirumah (Martinsusilo, 2007). Total nilai tertinggi dalam


46

instrumen ini adalah 152, dan nilai terendah adalah 38. Sebelumnya kuesioner

tersebut telah diuji cobakan terlebih dahulu pada 10 responden yang berbeda

dengan responden yang akan diteliti dengan tujuan untuk mengetahui validitas

dari kuesioner tersebut. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006).

Dari uji validitas yang telah dilakukan maka didapatkan hasil nilai Cronbach

Alpha didapatkan nilai koefisien reabilitas 0,945 sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa kuesioner tersebut sudah valid dan reliabel untuk

digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Sesuai dengan pernyataan

Dempsey & Dempsey (2002) bahwa jika hasil uji reliabilitas instrumen

bernilai > 0,60 maka kuesioner tersebut layak untuk digunakan.

2. Cara pengumpulan data

Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut:

a. Menyampaikan surat permohonan ijin dari institusi Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta.

b. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mendatangi responden

untuk melakukan pengkajian tentang persepsi dan pengetahuan

responden mengenai penyakit katarak, pemberian tetes mata,

pemeliharaan kebersihan mata, dan pembatasan aktivitas setelah


47

dirumah menggunakan format pengkajian(sesuai dengan lampiran 4 ).

Selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan teknis pengisian kuesioner. Kedua

belah pihak telah menyamakan persepsi tentang pertanyaan dalam

kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta menandatangani

lembar persetujuan menjadi responden, yang tidak bersedia menjadi

responden tidak diberikan sanksi tetapi di dropout dan tidak di carikan

penggantinya karena semua populasi dijadikan sampel.

c. Pengumpulan data dilakukan di ruang edukasi, responden diberikan

kuesioner untuk menggali tingkat kesiapan pasien sebelum diberikan

discharge planning (pre test). Pengisian kuesioner tidak dapat

diwakilkan selama responden mengisi kuesioner, menginggat kondisi

pasien post operasi maka kuesioner bisa dibacakan oleh orang lain

tetapi yang menjawab tetap pasien. Selanjutnya pasien diantar ke

kamar operasi.

d. Setelah selesai dilakukan operasi pasein diistirahatkan di ruang

edukasi selama 10 sampai 15 menit, setelah itu peneliti memberikan

discharge planning pada pasien tersebut. Untuk mengevaluasi tingkat

kesiapan pasien setelah diberikan discharge planning ( Post test )

peneliti memberikan kembali kuesioner yang sama pada responden .


48

e. Kuesioner yang telah diisi diperiksa sebelum dikumpulkan untuk

memastikan kelengkapan dan keakuratan data serta kesesuaian jumlah

responden selanjutnya untuk di analisa.

E. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan perizinan dan persetujuan untuk

melakukan penelitian yang ditujukan kepada Direktur RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta. Selanjutnya peneliti melakukan pendekatan terhadap

sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian, dengan memperkenalkan diri dan

memberikan penjelasan pada responden mengenai tujuan penelitian serta manfaat

penelitian. Peneliti juga menjelaskan kepada responden bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan kerugian dari pihak manapun dan hasilnya hanya digunakan untuk

keperluan penelitian dan pengolahan data maka peneliti meminta responden untuk

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Dalam hal ini responden

berhak menolak atau menyetujui untuk berperan serta dalam penelitian ini dan

peneliti akan menjamin kerahasiaan data yang diberikan oleh responden. Setelah

responden bersedia secara sukarelawan untuk mengisi kuesioner guna menjaga

kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan namanya pada pada lembar

pengumpulan data, hanya memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.


49

F. Pengelolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan klarifikasi data dari

kuesioner yang diisi oleh reponden apakah jawaban yang ada dalam kuesioner

lengkap, jelas, relavan dan konsisten, selanjutnya peneliti merubah data berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan, langkah berikutnya peneliti

memperoses data dengan cara mengentri data dari kuesioner ke sistem

komputerisasi, langkah terahir peneliti melakukan pengecekan kembali data yang

sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.

G. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan analisa data, yaitu

sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari

masing-masing variabelin independen dan dependen kemudian

diinterpretasikan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakaukan pada dua variabel dengan variance yang

sama yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian

discharge planning oleh perawat pada pasien post operasi katarak dengan

menggunakan uji t- depanden (paired t-test).


50

Rumus :

t= d

SD_ d/n

( Dikutip dari buku Statistik Kesehatan, Luknis Sabri, 2011)

Keterangan:

T = Nilai uji t-dipenden

d = Rata-rata standar deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2

SD_d = Standar deviasi dari deviasi /selisih sampel 1 dengan sampel


51

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan di uraikan tentang analisa Univariat dan Bivariat yang merupakan

hasil dari penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian discharge

planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien post operasi katarak dalam

menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari 50 responden.

A. Analisa Univariat

Dalam analisa ini dijelaskan secara deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian

yang terdiri dari karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, status

perkawinan, pendidikan terakhir dan pekerjaan.

Discharge planning merupakan variabel independen dan tingkat kesiapan pasein

dalam menghadapi kepulangannya merupakan variabel dependen. Hasil pengumpulan

dari analisis data akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Berikut ini akan

digambarkan tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin,

status perkawinan, pendidikan terakhir dan pekerjaanan responden.


52

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan,

pendidikan terakhir dan pekerjaanan pada pasien Post Operasi Katarak di

Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2014

NO. Data Demografi Katagori Frekuensi Persentase


Responden

1. Umur 1. < 64 tahun 24 48%


2. > 64 tahun 26 52 %
2. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 29 58 %
2. Perempuan 21 42 %
3. Status 1. Menikah 42 82 %
Perkawinan 2. Tidak menikah 8 16 %
4. Pendidikan 1. SD 6 12 %
Terakhir 2. SMP 6 12 %
3. SMU 18 36 %
4. Akademi 9 18 %
5. Perguruan 11 22 %
tinggi
5. Pekerjaan 1. Tidak bekerja 21 42 %
2. Wiraswasta 6 12 %
3. Pegawai 6 12 %
swasta
4. PNS/ABRI 17 34
53

1. Distribusi responden berdasarkan umur

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi responden menurut umur terdiri

dari dua kelompok yaitu kurang dari 64 tahun sebanyak 24 responden

(48 %) dan lebih dari 64 tahun sebanyak 26 responden (52 %). Hal ini

menunjukkan bahwa kelompok usia responden post operasi katarak lebih

banyak berusia lebih dari 64 tahun.

2. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi responden menurut jenis

kelamin terdiri dari laki-laki sebanyak 21 responden (42 %) dan

perempuan 29 responden (58 %). Hal ini menunjukkan bahwa responden

laki-laki lebih banyak lebih dibandingkan dengan responden perempuan.

3. Distribusi responden berdasarkan Status Perkawinan

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi responden menurut status

perkawinan sebanyak 42 responden (82 %) menikah dan 8 responden tidak

menikah (16 %). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menikah

lebih banyak lebih banyak dibandingkan dengan responden tidak menikah.


54

4. Distribusi responden berdasarkan Pendidikan Terakhir

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi responden menurut pendidikan

terakhir terdiri dari lima kelompok yaitu SD sebanyak 6 responden (12 %),

SMP sebanyak 6 responden (12 %), SMU sebanyak 18 responden, (36 %),

AKADEMI sebanyak 9 responden (18%), dan Perguruan tinggi sebanyak

11 responden (22%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berpendidikan SMU.

5. Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi responden menurut pekerjaan

terdiri dari empat kelompok yaitu sebanyak 21 responden (42 %) tidak

bekerja, 6 responden (12 %) wiraswasta, 6 responden (12 %) pegawai

swasta, dan sebanyak 17 responden (34 %) bekerja sebagai PNS/ABRI.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja.

B. Analisa Bivariat

Pada analisa ini peneliti membandingkan tingkat kesiapan responden yang telah

dilakukan operasi katarak sebelum dan setelah diberikan discharge planning di

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan menggunakan uji T-

Independen. Berikut ini akan di gambarkan tabel distribusi tingkat kesiapan

responden Post Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya.


55

Tabel 5.2

Distribusi tingkat kesiapan responden Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2014

No. Tingkat Kesiapan Pre discharge Post discharge

(Martinsusilo, 2007) planning %


Frekuensi planning %
Frekuensi
1. 1 : score 38-67 5 10 0 0
2. 2 : score 67-95 20 40 0 0
3. 3 : score 95-124 15 30 15 30
4. 4 : score 124-152 10 20 35 70
Jumlah 50 100 50 100

1. Distribusi tingkat kesiapan responden Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya sebelum diberikan discharge planning (pre

test)

Dari tabel diatas hasil tes yang dilakukan sebelum diberikan discharge

planning (pre test) menunjukkan bahwa 5 responden (10 %) memiliki tingkat

kesiapan 1 (R1) yaitu tidak mampu dan tidak ingin atau tidak mampu dan

ragu, 20 responden (40 %) memiliki tingkat kesiapan 2 (R2) yaitu tidak

mampu tetapi berkeinginan, atau tidak mampu tetapi percaya diri, 15

responden (30%) memiliki tingkat kesiapan 3 (R3) yaitu mampu tetapi ragu

atau mampu tetapi tidak inggin, 10 responden (20%) memiliki tingkat


56

kesiapan 4 (R4) yaitu mampu dan ingin atau mampu dan yakin, sesuai

dengan kategori tingkat kesiapan yang dinyatakan oleh Martinsusilo (2007).

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden post operasi katarak yang

belum diberikan discharge planning mempunyai tingkat kesiapan 2 (R2).

2. Distribusi tingkat kesiapan responden Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya setelah diberikan discharge planning (post

test)

Dari tabel diatas hasil tes yang dilakukan setelah diberikan discharge

planning (post test) menunjukkan bahwa 15 responden (30 %) memiliki

tingkat kesiapan 3 (R4) yaitu mampu tetapi ragu atau mampu tetapi tidak

inggin, dan 35 responden (70%) dalam kategori tingkat kesiapan 4 (R4) yaitu

mampu dan ingin atau mampu dan yakin. Hal ini menunjukan bahwa tingkat

kesiapan responden sebagian besar berada pada tingkat kesiapan 4 (R4).

3. Distribusi tingkat kesiapan responden Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya sebelum (pre test) dan setelah diberikan

discharge planning (post test)

Pada tabel dibawah ini akan digambarkan tringkat kesiapan responden

sebelum (pre test) dan setelah diberikan discharge planning (post test)
57

Tabel 5.3

Distribusi tingkat kesiapan responden Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya sebelum (pre test) dan setelah diberikan

discharge planning (post test) di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2014

Variabel Mean SD SE N P value

1. Sebelum 96,62 25,594 3,620 50

diberikan

discharge

planning

0,000
2. Setelah 133,78 13,388 1,893 50

diberikan

discharge

planning

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebelum diberikan discharge planning

tingkat kesiapan responden adalah 96,62 dengan standar deviasi 25,594.

Setelah diberikan discharge planning tingkat kesiapan responden adalah


58

133,78 dengan standar deviasi 13,388. Terlihat perbedaan tingkat kesiapan

sebelum dan setelah diberikan discharge planning, nilai mean 37,160 dengan

standar deviasi 25,666. Hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,000 dengan α <

0,05, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara tingkat

kesiapan responden sebelum dan setelah diberikan discharge planning.


59

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian tentang pengaruh pemberian

discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien Post Operasi

Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Adapun keterbatasan yang peneliti jumpai saat melakukan penelitian antara

lain:

1. Dalam pengumpulan data saat intervensi tidak bisa dilakukan sendirian

tetapi membutuhkan bantuan tenaga kesehatan lain yang bertugas di ruang

edukasi untuk melakukan pengukuran.

2. Dalam pengambilan sampel sebelum diberikan discharge planning

direncanakan setelah responden operasi tetapi pada saat pelaksanaan

responden mengeluh kelelahan lalu peneliti mengubah teknik

pengambilan sampel. Pengambilan sampel pertama sebelum diberikan

discharge planning dilakukan pada saat persiapan operasi selanjutnya

pengambilan sampel kedua dilakukan setelah responden operasi.


60

B. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasy-experiment pre

dan post test) dengan responden pasein post operasi katarak khususnya phaco

+ intra okuler lenss di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

tahun 2014.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang dibagi

menjadi dua kelompok, kelompok pertama pasein sebelum diberikan

discharge planning dan kelompok kedua setelah diberikan discharge

planning.

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik tingkat kesiapan responden berdasarkan kelompok

umur

Hasil penelitian pada 50 orang responden post operasi katarak di

Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

menunjukkan bahwa 26 responden (52 % ) berusia lebih dari 64 tahun.

Sejalan dengan pernyataan Hurlock (1999) responden yang berada

pada usia dewasa madya mengalami penurunan fungsi fisik, dan

beberapa organ tubuh yang vital sudah tidak mampu berfungsi dengan

normal, sehingga mereka cenderung berhubungan dengan berbagai

penyakit (Merril & Verbirugge, 1999 dalam Papalia, 2001). Hal ini

sesuai dengan yang di katakan oleh Ilyas ( 2006), bahwa katarak

biasanya ditemukan pada pasien diatas umur 50 tahun, terjadi


61

perubahan warna lensa yang awalnya bening lama kelamaan

kebeningannya berkurang.

b. Karakteristik tingkat kesiapan responden berdasarkan kelompok

pendidikan terakhir

Hasil penelitian pada 50 orang responden post operasi katarak di

Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

menunjukkan bahwa 18 responden (36 % ) berpendidikan SMU. Hal

ini sejalan dengan teori dominan prilaku kesehatan ( Soekidjo

Notoatmojo, 2007 ) bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu

yang terjadi melalui proses sensoris terhadap objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melelui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang ( over behavior ) dengan pengetahuan

yang baik diharapkan pasien dapat melakukan perawatan untuk

meningkatkan kesehatannya.

Pengetahuan berkaitan dengan pendidikan, yang merupakan faktor

internal. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain untuk mencapai keselamatan dan

kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.


62

Menurut YB Mantra yang dikutip dari Notoadmojo ( 2003 ),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi dan sikap

dalam pembangunan ( Nursalam, 2003 ) pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

c. Tingkat kesiapan pasien post operasi katarak dalam menghadapi

Kepulanganya sebelum diberikan Discharge Planning

Menurut Martinsusilo ( 2007 ), ada dua komponen dari kesiapan

pasien yaitu kemampuan dan keinginan. Kemampauan adalah

pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki seseorang

ataupun kelompok untuk melakukan kegiatan atau pun tugas tertentu.

Sedangkan keinginan berkaitan dengan keyakinan, komitmen, dan

motivasi untuk menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa 20 responden (40 %) sebelum

diberikan discharge planning memiliki tingkat kesiapan 2 ( R2 ) yaitu

tidak mampu tetapi berkeinginan, atau tidak mampu tetapi percaya

diri. Peneliti berpendapat perlunya di berikan discharge planning

untuk memperesiapkan kepulangan pasien dan perawat dianggap

sebagai discharge planners yang memegang peranan penting dalam

proses perawatan pasien dan sebagai discharge planners team rumah

sakit.
63

Discharge planning merupakan suatu pendekatan interdisipliner

meliputi pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan pasien diluar

Rumah Sakit disertai dengan kerjasama antara pasien dan keluarga

dalam mengembangkan rencana keperawatan setelah dirumah sakit

(Burnner & Sudarth, 2002). Peran perawat untuk mempersiapkan

kepulangan pasien dalam menghadapi kepulangan pasien melalui

proses pembelajaran bagi pasien dan keluarga, dengan tujuan untuk

meningkatkan pemahaman dan mengembangkan kemampuan pasien

tentang perawatan dirumah, dan masalah kesehatan yang dihadapi

guna untuk mempercepat proses penyembuhan, menghindari

kemungkinan adanya komplikasi dengan pembatasan aktivitas,

sehingga tercipta lingkungan yang aman bagi pasien.

d. Tingkat kesiapan pasien post operasi katarak dalam menghadapi

Kepulanganya setelah diberikan Discharge Planning

Setelah diberikan discharge planning tingkat kesiapan responden

dalam menghadapi kepulangannya mengalami peningkatan, dimana 30

responden (70 %) memiliki tingkat kesiapan 4 ( R4 ). Dalam kategori

tingkat kesiapan yang dirumuskan oleh Martinsusilo (2007) yaitu

mampu dan ingin atau mampu dan yakin dalam melakukan kegiatan

yang diajarkan oleh perawat setelah dirumah.


64

Keberhasilan pemberian discharge planning menjamin pasien mampu

melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis

setelah meninggalkan Rumah Sakit hal ini sesuai dengan yang di

ungkapkan oleh ( Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Dari hasil

pemberian discharge planning ini diharapkan mampu menurunkan

kekambuhan, mengurangi kunjungan yang tidak perlu, mampu

membantu klien untuk memahami kebutuhan perawatan setelah

dirumah ( Doengoes, Morhouse & Murr, 2007 ).

2. Analisa Bivariat

Untuk menguji perbedaan tingkat kesiapan responden post operasi katarak

sebelum dan setelah diberikan discharge planning dalam menghadapi

kepulangannya menggunakan uji T-dependent.

Dari hasil uji statistik T-dependent menunjukkan adanya peningkatan

tingkat kesiapan pasien post operasi katarak setelah diberikan discharge

planning. Hasil penelitian didapatkan nilai T hitung -10,238 dan mean

37,100 dengan standar deviasi 25,666.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,000 dengan α < 0,05, yang artinya

ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kesiapan responden sebelum

dan setelah diberikan discharge planning. Dapat disimpulkan dalam

penelitian ini hipotesis alternatif gagal di tolak atau ada pengaruh

pemberian discharge planning yang diberikan oleh perawat terhadap

kesiapan pasien post operasi katarak dalam menghadapi kepulangannya.


65

Perencanaan pulang atau discharge planning adalah suatu proses

pembelajaran yang melibatkan pasien dan keluarga pasien untuk

meningkatkan pemahaman dan mengembangkan kemampuan pasien dan

keluarga tentang perawatan dirumah tentang masalah kesehatan yang

dihadapi guna untuk mempercepat proses penyembuhan, menghindari

kemungkinan adanya komplikasi dengan pembatasan aktivitas, guna

menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien. Kesuksesan tindakan

discharge planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan

perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan Rumah

Sakit ( Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006), oleh karena itu pasien

dinyatakan siap menghadapi kepulangannya apabila pasein mengetahui

pengobatan, tanda-tanda bahaya, dan pembatasan aktivitas, serta

perawatan lanjutan dirumah ( The Royal Marsden Hospital, 2004 ).

Hal ini sejalan dengan hasil peneliatian Williams 2006) yang mendapati

adanya hubungan antara pemberian informasi dengan dilakukannya

kunjungan ulang yang tidak rutin ke fasilitas kesehatan. Dalam penelitian

tersebut Williams mendapati bahwa mayoritas pasien yang menerima

informasi tentang pemberian obat tetes mata, pemeliharaan kebersihan

mata dan pembatasan dirumah pada umumnya merasakan bahwa tidak

mengalami perasaan khawatir yang membuat mereka akan mengadakan

kunjungan tidak rutin kefasilitas kesehatan setelah dipulangkan, dalam

artian bahwa mereka telah siap menghadapi kepulangannya.


66

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil dari analisis pengaruh pemberian discharge

planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien Post Operasi Katarak dalam

menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta.

A. Keimpulan

Setelah dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian pada bab sebelumnya,

maka di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi responden menurut kelompok umur menujukan bahwa kelompok

usia terbanyak adalah > 64 tahun 24 responden (48%), jenis kelamin

terbanyak adalah laki-laki sebanyak 29 responden (58%), sebagian besar

responden menikah 42 (82%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SMU 18

responden (36%), dan rata-rata responden tidak bekerja sebanyak 21

responden (42%).
67

2. Sebelum diberikankan discharge planning (pre test) menunjukkan bahwa 20

responden (40%) memiliki tingkat kesiapan 2 (R2) yaitu tidak mampu tetapi

berkeinginan, atau tidak mampu tetapi percaya diri dalam melakukan

perawatan pada responden Post Operasi Katarak.

3. Setelah diberikankan discharge planning (post test) menunjukkan bahwa 35

responden (70%) dalam kategori tingkat kesiapan 4 (R4) yaitu mampu dan

ingin atau mampu dan yakin.

4. Ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesiapan reponden Post

Operasi Katarak sebelum dan setelah diberikan discharge planning dengan

nilai p value 0,000.

5. Ada pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan

pasien Post Operasi Katarak dalam menghadapi dibuktikan dengan hasil uji

statistik didapatkan nilai p 0,000.

B. Saran

Berdasarkan keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

1. Pelayanan keperawatan dan institusi rumah sakit

Dari hasil evidance ini diharapkan akan digunakan oleh perawat dalam

memberikan discharge planning sebagai tindakan mandiri perawat untuk

mempersiapkan pasien dalam menghadapi kepulangannya, sehingga pasien

mampu melakukan perawatan secara mandiri dan berkelanjutan di rumah.


68

Standart operation pocedur (SOP) yang ada di rumah sakit perlu ditinjau

ulang untuk dilakukan perubahan mengingat antara intruksi post operasi dari

dokter dan SOP tidak singkron.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan pendidikan keperawatan akan menekankan pemberikan materi

tentang discharge planning kepada mahasiswa.

3. Peneliti

Peneliti merekomendasikan untuk dilakukan penelitian sejenis dengan

pengambilan sampel yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama, dengan

metode obsevasi.
REFERENSI

Almborg, H., A., (2010). Discharge after stroke-importan factor for health Realeted Quality of
Life. Journal of clinical nursing.

Alligood, M., R., & Tomey, A., M., (2006). Nursing theorist and their work Edisi 6). Louis, S., T.,
Missouri: Mosby Inc.

Artini, W. (2011). Pemeriksaan dasar mata. Departeman Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. (Edisi revisi 6). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Bruce, J. et al. (2006). Lecture notes oftalmologi. (Ninth Edition). Jakarta: Erlangga.

Bupa, (2010). Cataract epiddemiology. Diakses dari http://www.news-medical.net/health/Cataract-


Epidemiology.aspx. Pada tanggal 21 Oktober 2013.

Burnner, L. & Suddarth, D. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Carpenito, L.,J., (1999). Nursing diagnosis and collaborative problems.(Third Edition).


Philadelphia: Lippincot.

Chan, M. (2012). Lions club making a difference in the figh against blindness. World Health
Organization. Diakses dari http://www.who.int/dg/speeches/2012/blindness_20120625/en/.
Pada tanggal 13 Oktober 2013.

Caroll A & Dowling (2007). Discharge Planning: Communication, education and patient
participation. British Journal of Nursing.(Volume 16).

Discharge Planning Assotiation (2008). Discharge planning. Diakses dari


http://www.dischargeplanning.org.au/. Pada tanggal 18 Juni 2013.

Driscoll, A. (2000). Managing post discharge care at home: on analysis of patients and their carers
Perception of information received during their stay in hospital. Journal of advanced Nursing.

Doengoes, E.M. et al. (2007). Nursing diagnosis manual: planning, individualizing and
documenting client care. 2nd Edition. FA Davis Company. Philladelphia: Lippincot.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi perkembangan. (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.

Hafidz, (2012). Indonesia jumlah tertinggi penderita katarak di asia tenggara diakses dari diakses
dari http://m.republika.co.id/berita/ Pada tanggal 11 November 2013.

Ilyas, S. (2006). Penuntun ilmu penyakit mata. (Edisi 2). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Inascrs. (2011). Panduan penatalaksanaan pada pasien post operasi katarak. Diakses dari
http://www.inascrs.org/old/doc/PPM_1_katarak_rev03.pdf. Pada tanggal 20 November 2013.
Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of nursing concepts process and practice. (1 st volume, 6 th
edition). New Jersey:Pearson/prentice Hall.

Laporan hasil riset kesehatan dasar Tahun 2007, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
Diakses dari
http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf. Pada
tanggal 18 Oktober 2013.

Martinsusilo. (2007). Kepemimpinan situasional. Diakses dari http://edymartin.wordpress.com/.


Pada tanggal 26 Desember 2013.

Mubtadi. (2013). Pengaruh discharge planning terhadap kesiapan pasien. Diakses dari
http://skripsijudulkeperawatan.blogspot.com/2013/03/pengaruh-discharge-planning-
terhadap.html. Pada tanggal 25 November 2013.

Medical Mutual of Ohio. (2008). Discharge planning guidelines. Diakses dari


http://www.medmutual.com/proviver/resources/hospitalservices/discharge
planning.aspx. Pada tanggal 18 Juni 2013.

Nursalam.(2008). Konsep dan penerapann metedologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Notoatmojo. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. (Edisi 1). Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2002). Metodologi kesehatan. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Perry AG & Potter PA (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, & Praktik.
(Volume I. Edisi 4). Jakarta: EGC.

Perry AG & Potter PA (2006). Clinical nursing skill & technique. (6 th edition). Missouri: Mosby
Inc.

Phillips, C.O.,et al. (2004). Comprehensive discharge planning with post discharge support for
older patients congestive heart failure: meta-analysis. National Institute For Health Research.

Siahaan, M. (2009). Pengaruh discharge planning yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan
pasien pasca bedah akut abdomen menghadapi pemulangan di RSUP H. Adam Malik Medan,
Universitas Sumatera Utara. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14260/1/09E01651.pdf. Pada tanggal 4
desember 2013.

Singapore National Eye Center. (2013). Perawatan mata setelah operasi katarak. Diakses dari
http://www.snec.com.sg/about/international/menuutama/kondisimataandperawatan/Pages/care-
after-cataract-surgery.aspx. Pada tanggal 5 Januari 2014.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002), Buku ajar medikal bedah.(Edisi 8 Volume 2). Jakarta: EGC.
Sommerfeld. (2011). Disability test 10 days after acute stroke to predict early discharge home in
patients 65 years and older.Clinical Rehabilitation. Diakses dari
http://cre.sagepub.com/content/15/5/528.short. Pada tanggal 15 oktober 2013.
The Royal Marsden. (2004). Diakses dari http://www.royalmarsden.org/ pada tanggal 5 Juli 2013.

Vaughan., et al. (2009). Oftalmologi Umum, (Edisi 17). Jakarta: EGC.


Lampiran 2

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI


RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tanggan dibawah ini, menyatakan bersedia untuk ikut
berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh:

Nama : Lilis Suryanti


NPM : 2012727048
Pembimbing : Ns. Rohman Azzam, SPd., M. Kep.,MB.
Judul : Pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat

terhadap kesiapan pasien Post Operasi Katarak dalam


menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Saya mengerti bahwa penelitian yang dilakukan ini tidak akan menimbulkan kerugian
terhadap diri saya dan jawaban yang akan saya berikan pada kuesioner adalah
jawaban yang sebenarnya dan akan menjamin kerahasiaannya. Semua berkas yang
mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk keperluan penelitian dan
pengolahan data.

Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangani tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Jakarta, Febuari 2014


Responden

( )
Lampiran 1

LEMBARAN PERSETUJUAN PENELITIAN

Kepada Yth,
Bapak / Ibu Responden yang saya hormati
Saya yang bertanda tanggan dibawah ini :
Nama : Lilis Suryanti
NPM : 2012727048

Alamat : East Park Apartemen Jl. KRT. Dr. Radjiman Tower BC


Lt. 7a No. 21 Jakarta Timur.

Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan


Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang akan melakukan penelitian
dengan judul :

Pengaruh pemberian discharge planning oleh perawat terhadap kesiapan pasien


Post Operasi Katarak dalam menghadapi kepulangannya di Poliklinik Kirana
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Dalam penelitian ini tidak akan ada akibat yang merugikan responden, untuk
keperluan tersebut saya mohon Bapak/ Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian
ini dan mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan kejujuran jawaban Bapak/Ibu
saya akan menjamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian saja.

Demikian lembar persetujuan ini kami buat, atas bantuan dan partisipasinya saya
ucapkan terima kasih.

Jakarta, Febuari 2014


Peneliti,

Lilis Suryanti
Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER PENGARUH PEMBERIAN DISCHARGE


PLANNING OLEH PERAWAT TERHADAP KESIAPAN PASIEN POST
OPERASI KATARAK DALAM MENGHADAPI KEPULANGANNYA DI
POLIKLINIK KIRANA RSUPN. DR. CIPTO MANGUNKUSUMOJAKARTA

Petunjuk pengisian quisioner :

1. Bacalah dengan cermat setiap pertanyaan

2. Tanyakan pada peneliti apabila ada yang tidak bapak/ibu pahami

3. Pilih jawaban pada kolom yang sesuai atau yang bapak/ibu anggap paling

tepat untuk diri bapak/ibu

4. Berilah tanda chek list (√) pada jawaban yang bapak/ibu anggap paling tepat

5. Jawablah semua pertanyaan dengan jujur sesuai dengan kenyataan yang

sesungguhnya

6. Sebelum bapak/ibu mengembalikan kuisoner ini kepada peneliti, periksa

kembali jawaban bapak/ibu , jangan sampai ada yang belum terjawab

7. Jika bapak/ibu ingin mengganti jawaban yang salah beri tanda (x), lalu beri

tanda chek list (√) pada jawaban yang dianggap benar.


Keterangan:

1. STS : Sangat tidak setuju

2. TS : Tidak setuju

3. S : Setuju

4. SS : Sangat setuju

I. Data demografi

Isilah sesuai dangan data pribadi saudara

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

4. Status perkawinan : Menikah Tidak Menikah

5. Pendidikan terakhir: SD SMP

SMU Akademi

Perguruan tinggi

6. Pekerjaan : Tidak bekerja Wiraswasta

Pegawai swasta PNS/ABRI


II. KUESIONER KESIAPAN PASIEN POST OPERASI KATARAK

MENGHADAPI KEPULANGANNYA

a. Pengetahuan tentang katarak

No. Pernyataan STS TS S SS


1 2 3 4
1. Katarak adalah kekeruhan lensa yang
terjadi karena proses penuaan
2. Kekeruhan pada lensa mulai terlihat
kecil pada satu bagian, namun
ahirnya akan mengalami kekeruhan
secara keseluruhan
3. Katarak biasanya ditemukan pada
orang berumur diatas 50 tahun.
4. Katarak dapat terjadi karena kencing
manis atau diabetes melitus
5. Katarak dapat terjadi karena
penggunaan kortikosteroid atau obat
dalam jangka waktu yang lama.

6. Pada katarak biasanya tajam


penglihatan menurun secara perlahan
7. Pada awalnya seperti melihat kabut
atau berasap
8. Penglihatan akan terasa lebih buram
pada siang hari dibanding malam
hari.
b. Pemberian obat tetes mata

No Pernyataan STS TS S SS

1 2 3 4
1. Saya mengetahui pentingnya
menetes obat sesuai dengan dosis
yang dianjurkan.
2. Saya akan meneteskan obat sesuai
dosis yang dianjurkan
3. Saya mengetahui pentingnya
memberikan jarak 2 sampai 5 menit
antara obat yang diteteskan
4. Saya akan memberikan jarak 2
sampai 5 menit antara obat yang
diteteskan
5. Saya mengetahui pentingnya
memperhatikan aturan pemakaian
obat (nama obat, jenis obat, waktu
dan cara pemakaian)
6. Saya akan memperhatikan aturan
pemakaian obat (nama obat, jenis
obat, waktu dan cara pemakaian)
7. Saya mengetahui pentingnya
memberikan obat tetes mata
kedalam kantong konjungtiva
8. Saya akan memberikan obat tetes
mata kedalam konjungtiva

9. Saya mengetahui pentingnya


mencuci tangan sebelum dan
sesudah memberikan obat tetes
mata

10. Saya akan mencuci tangan sebelum


dan sesudah memberikan obat tetes
mata
c. Pemeliharaan kebersihan mata

No Pernyataan STS TS S SS

1 2 3 4
1. Saya mengetahui pentingnya menjaga
supaya mata yang operasi tidak basah
2. Saya akan menjaga mata yang operasi
supaya tidak basah selama satu minggu
3. Saya mengetahui pentingnya menjaga mata
yang operasi supaya tetap bersih.
4. Saya akan menjaga mata yang dioperasi
agar tetap bersih.
5. Saya mengetahui cara membersihkan mata
yang sudah dioperasi

6. Saya akan membersihkan mata yang sudah


dioperasi

7. Saya mengetahui pentingnya segera berobat


kedokter jika mata bertambah merah setelah
operasi

8. Saya akan segera berobat kedokter jika mata


bertambah merah setelah operasi

9. Saya mengetahui pentingnya segera berobat


kedokter jika penglihatan tiba-tiba buram
setelah operasi

10. Saya akan segera berobat kedokter jika


penglihatan tiba-tiba buram setelah operasi

11. Saya mengetahui pentingnya segera berobat


kedokter jika mata terasa sakit

12. Saya akan berobat segera kedokter jika mata


terasa sakit
d. Pembatasan aktivitas di rumah

No Pernyataan STS TS S SS

1 2 3 4
1. Saya mengetahui pentingnya memakai
alat pelindung mata saat tidur setelah
dioperasi, selama satu minggu
2. Saya akan memakai alat pelindung
mata saat tidur setelah operasi, selama
satu minggu
3. Saya mengetahui dan akan mengikuti
tentang larangan mengedan setelah
operasi

4. Saya mengetahui dan akan mengikuti


tentang larangan merokok setelah
operasi.

5. Saya mengetahui dan akan mengikuti


tentang larangan mengangkat barang
lebih dari 5 kg setelah operasi

6. Saya mengetahui dan akan mengikuti


tentang larangan sujud atau menunduk
setelah operasi

7. Saya mengetahui dan akan mengikuti


tentang larangan menggosok-gosok
mata setelah operasi

8. Saya mengetahui dan akan mengikuti


tentang larangan terkena benturan atau
pukulan setelah operasi
Lampiran 4

FORMAT PENGKAJIAN

1. Persepsi dan pengetahuan pasien tentang penyakit katarak

a. Pengertian katarak

b. Gejala awal timbulnya katarak

c. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya katarak

2. Persepsi dan pengetahuan pasien tentang pemberian tetes mata yang harus

diberikan setelah dirumah

a. Dosis obat tetes mata

b. Jadwal pemakaian obat tetes mata

c. Aturan pemakaian obat tetes mata

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan setelah memberikan tetes

mata

3. Persepsi dan pengetahuan pasien tentang pemeliharaan kebersihan mata

a. Pemeliharaan kebersihan mata supaya tidak basah atau terkena air

b. Tanda-tanda bahaya yang harus dilaporkan kedokter

c. Persepsi pasien terhadap pentingnya menjaga kebersihan mata

4. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang pembatasan aktivitas setelah

di rumah

a. Pembatasan aktivitas setelah berada di rumah

b. Persepsi pasien tentang pembatasan aktivitas setelah dirumah


Lampiran 5

PROTOKOL PEMBERIAN DISCHARGE PLANNING

1. Pengertian discharge planning

Adalah proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan suatu unit

pelayanan kepada unit lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan

kesehatan umum.

2. Tujuan diberikan discharge planning

a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga pasien secara fisik dan

fisiologis untuk ditransfer kerumah atau ke suatu lingkungan yang dituju

b. Memberikan informasi baik verbal maupun tertulis

c. Memberikan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien

dan keluarga mereka dalam proses pemulangan

d. Memfasilitasi proses pemindahan yang nyaman dengan memastikan

semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan

untuk menerima pasien, memposisikan tahap kemandirian aktivitas

perawatan diri.

3. Unsur-unsur discharge planning

a. Pengobatan di rumah berupa resep baru, pengobatan yang di butuhkan dan

pengobatan yang dihentikan


b. Daftar nama obat yang berupa nama obat, dosis, frekuensi pemberian, dan

efek samping obat yang bisa terjadi

c. Perubahan gaya hidup berupa perubahan aktivitas seperti pada pasien post

operasi katarak mata yang telah dilakukan operasi tidak boleh terkena air

selama satu minggu, pembatasan aktivitas, kapan dan bagaimana

pengobatan lanjutan dirumah

d. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan tempat untuk kontrol

selanjutnya

e. Apa yang harus di lakukan pada keadaan darurat, dan nomor telepon yang

bisa dihubungi

4. Manfaat Discharge Planning

a. Menurunkan kekambuhan

b. Menurunkan jumlah hari perawatan dirumah sakit

c. Mengurangi kunjungan keruangan kedaruratan yang tidak perlu

d. Membantu klien untuk memahami kebutuhan perawatan

5. Prinsip pemberian discharge planning

a. discharge planning merupakan proses multidisiplin

b. discharge planning dilakukan secara konsisten dengan kualitas tinggi pada

semua pasien

c. Kebutuhan pemberi asuhan atau care giver juga harus di kaji

d. Pasien harus di pulangkan pada suatu lingkungan yang aman dan adekuat

e. Merupakan keperawatan berkelanjutan


f. Informasi tentang penyusunan discharge planning harus diinformasikan

antar tim kesehatan dengan pasien atau care giver, dan discharge planning

disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan dirumah selanjutnya

g. Penyusunan discharge Planning disesuaikan dengan kebutuhan,

kepercayaan dan budaya pasien

6. Pelasksanaaan pemberian discharge Planning pada hari pemulangan

 Alat yang digunakan: format petunjuk perawatan pasien post operasi

katarak, bolpoint

 Prosedur pemberian discharge Planning :

- Pengkajian :

Kaji persepsi pengetahuan, dan kemampuan pasien yang

berhubungan dengan pemberian obat tetes mata, pemeliharaan

kebersihan mata, dan pembatasan aktivitas dirumah

- Perancanaan :

Hasil yang akan dicapai setelah diberikan discharge Planning

adalah pasein mampu memberikan obat tetes mata, pasien mampu

melakukan pemeliharaan kebersihan mata, dan pasien mengetahui

dan mampu melakukan pembatasan aktivitas saat dirumah

- Pelaksanaan:

 Mengajarkan tindakan pengobatan yang akan dijalani

pasien setelah pulang kerumah mengenai pemberian obat-

obatan tetes mata, dosis obat, jadwal penetesan obat mata,

cara memberikan obat tetes mata, dan mengnjurkan pada


pasien untuk memcuci tangan dengan sabun sebelum dan

sesudah pemakaian obat tetes mata

 Memberitahukan kepada pasien tanda-tanda bahaya yang

mungkin timbul pasien setelah berada di rumah, antara lain

tanda-tanda terjadinya infeksi luka: mata bertambah merah,

penglihatan tiba-tiba buram, dan mata terasa sakit.

 Mengajarkan kepada pasien tentang perawatan mata setelah

berada dirumah mencakup pemberian obat tetes mata,

pemeliharaan kebersihan mata

 Mengajarankan kepada pasien tentang pembatasan

aktivitas di rumah yaitu mengajurkan agar pasien tidak

batuk, tidak mengedan saat buang air besar, tidak merokok,

tidak mengangkat barang lebih dari 5 kg, tidak menunduk,

tidak menggosok mata selama 1 bulan, serta mata tidak

boleh terkena benturan atau pukulan.

 Memberitahu pasien tentang pentingnya perawatan

lanjutan, dan memberitahu nama dokter yang akan

dijumpai, alamat, dan nomor telepon atau handphone yang

dapat dihubungi

- Evaluasi

 Menanyakan kembali pada pasien tentang penyakit,

pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda atau gejala

yang harus dilaporkan ke dokter, pasien


mendemonstrasikan setiap pengobatan yang akan

dilanjutkan dirumah, mengidentifikasi rintangan yang

dapat membahayakan bagi pasein dan menganjurkan

perbaikan.

 Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya.

 Memberikan motivasi pada pasien untuk menerapkan

pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya


Lampiran 6

BERIKUT INI ADALAH FORMAT DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN

POST OPERASI KATARAK YANG DIGUNAKAN DI POLIKLINIK

KIRANA RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

1. Mata yang dioperasi tidak boleh terkena air selama satu minggu, tetapi pasien

boleh mandi dan cuci rambut seperti biasa asalkan mata yang dioperasi tidak

boleh terkena air atau shampo

2. Obat-obatan disesuaikan dengan instruksi dari dokter setelah pasein menjalani

operasi katarak

3. Penggunaan obat tetes mata untuk hari selanjutnya disesuaikan dengan

petunjuk dokter

4. Sebelum dan sesudah meneteskan obat mata, harus mencuci tangan dengan

sabun

5. Memakai pelindung mata, pada mata yang dibedah terutama waktu tidur

selama satu minggu

6. Satu hari setelah pembedahan, kontrol kepoliklinik

7. Kontrol selanjutnya akan dilakukan pada hari yang sesuai dengan petunjuk

dokter ke tempat yang ditentukan


8. Jika terjadi:

a. Mata bertambah merah

b. Penglihatan tiba-tiba bertambah buram

c. Mata terasa sakit

Segera kontrol kedokter mata atau poliklinik mata tanpa menunggu jadwal

kontrol

9. Penderita tidak boleh batuk, mengedan, merokok, mengangkat barang lebih

dari 5 kg, menunduk, bersin, dan mata tidak boleh digosok-gosok selama tiga

minggu

10. Mata yang dibedah tidak boleh terkena pukulan atau benturan
Lampiran 6

CARA MEMBERIKAN OBAT TETES MATA

1. Baca program pengobatan dari dokter, termasuk nama pasien, nama obat,

konsentrasi obat, jumlah tetesan obat, waktu dan mata yang akan diberikan

obat (kanan atau kiri)

2. Cuci tangan dengan menggunakan sabun

3. Siapkan peralatan:

a. Obat tetes mata yang akan diberikan

1. Botol obat dengan tetes mata steril

2. Kassa steril atau bola kapas dan plester mata bila perlu

3. Tissu

4. Wadah cuci berisi air hangat dan kain lap

5. Sarung tanggan sekali pakai

4. Identifikasi pasien, dengan menanyakan nama dan tanggal lahir pasein sambil

mencocokkan dengan gelang identitas pasien

5. Jika ada patch mata lepaskan

6. Kaji kondisi dan struktur mata luar

7. Periksa apakah pasien alergi terhadap lateks


8. Jelaskan prosedur pada pasien

9. Atur posisi senyaman mungkin

10. Minta pasien untuk bebaring terlentang atau duduk dikursi dengan kepala

sedikit hiperektensi

11. Jika ada krusta atau kropeng atau drainase disepanjang batas kelopak mata atau

kantus dalam, buang dengan perlahan. Basahi kerak yang kering dan sulit

dipindahkan mengunakan kain atau bola kapas lembab pada mata selama

beberapa menit. Selalu mengusap dari kantus dalam ke luar.

12. Masukkan obat tetes:

a. Jika memasukkan obat tetes mata dengan mengunakan tanggan yang

tidak dominan, pegang bola kapas atu tisu pembersih pada tulang pipi

klien tepat dibawah kelopak mata bawah.

b. Jika memasukkan obat tetes dengan tisu atau kapas diletakkan

dibawah kelopak mata bawah, tekan kebawah dengan lembut, dengan

ibu jari atau telunjuk pada lingkaran tulang mata

c. Minta pasien melihat ke langit-langit

d. Masukan tetes mata:

1. Dengan tangan dominan pada dahi pasien, pegan alat tetes mata

berisi obat kira-kira 1 sampai 2 cm diatas kantong konjungtiva

2. Jika pasein mengedip atau menutup mata, atau jika tetes mata jatuh

dibatas kelopak mata luar, ulangi prosedur


3. Ketika memberiakan obat yang dapat menimbulkan efek sistemik,

lindungi jari anda dengan menggunakan tissu bersih dan beri

tekanan lembut pada duktus nasolakrimalis pasien selama 30

sampai 60 detik

4. Setelah meneteskan obat minta pasien menutup mata dengan

lembut.
Lampiran I

PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Calon Responden
Di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Atika Rahmawani
NPM : 2012727007

Adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang akan melakukan penelitian dengan judul
“Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Pada Penderita HIV/AIDS di
RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso Jakarta”. Bersama ini saya mohon Bapak/Ibu untuk
kesediannya menjadi responden dan menandatangani lembar persetujuan, serta
menjawab seluruh pertanyaan dalam lembar kuesioner sesuai dengan petunjuk yang ada.
Saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara untuk menjadi
responden dalam penelitian yang saya lakukan. Bersama ini saya akan melampirkan
surat persetujuan menjadi responden.

Atas partisipasi dan bantuan saudara saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2014


Hormat saya,

Atika Rahmawani
Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Pada


Penderita HIV/AIDS di RSPI Prof DR. Sulianti Saroso Jakarta ”.
Nama Peneliti : Atika Rahmawani
NPM : 2012727007
Pembimbing : Muhammad Hadi, SKM. M. Kep
Ninik Yunitri, Ns.,Sp.Kep.J

Saya telah diminta dan memberikan izin untuk berperan serta sebagai responden dalam
penelitian yang berjudul “Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Pada
Penderita HIV/AIDS di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso”.

Saya mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan, semua yang
mencantumkan identitas saya, hanya digunakan untuk keperluan pengelolaan data dan
bila sudah tidak di gunakan lagi akan di musnahkan. Hanya peneliti yang dapat
mengetahui kerahasiaan data ini.

Demikian secara suka rela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jakarta, Februari 2014


Responden

( )
Lampiran III
Kode :

LEMBAR KUESIONER

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI

PADA PENDERITA HIV/AIDS

DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO

Tanggal Pengisian :

PETUNJUK PENGISISAN KUESIONER

1. Bacalah pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu dengan teliti

2. Isi pertanyaan tersebut sesuai jawaban anda

3. Berikan tanda chek list (v) pada kolom jawaban yang bener serta mengisi kolom

titik-titik.

4. Bila ingin mengganti jawaban, berilah tanda dua garis sejajar (=) pada jawaban yang

salah kemudian isi dengan jawaban yang bener.

5. Bila ada pertanyaan yang belum jelas, dapat langsung di tanyakan pada peneliti

6. Periksalah kembali atas jawaban yang dipilih dan dilengkapi yang belum terisi.
A. DATA DEMOGRAFI

1. Nama Responden : (cukup inisial saja)

2. Jenis Kelamin : ( ) Laki- laki

( ) Perempuan

3. Usia : Tahun

4. Status Marital : ( ) Kawin

( ) Belum kawin/ cerai/ janda/ duda

5. Pendidikan : a. ( ) SD c. ( ) SMA

b. ( ) SMP d. ( ) Perguruan Tinggi

6. Penghasilan Keluarga : a. ( ) < Rp.1.500.000

b. ( ) > Rp.1.500.000

7. Stadium penyakit (di isi petugas)

a. ( ) I

b. ( ) II

c. ( ) III

d. ( ) IV
A. DEPRESI

Kuisioner ini terdiri dari 16 kelompok pertanyaan. Silahkan membaca masing-

masing kelompok pertanyaan dengan seksama dan pilih satu jawaban yang terbaik

pada masing-masing kelompok yang menggambarkan dengan baik bagaimana

perasaan anda.

1. a. Saya tidak merasa sedih

b. Saya merasa sedih

c. Saya sedih dan murung sepanjang waktu dan tidak bias menghilangkan

perasaan itu

d. Saya demikian sedih atau tidak bahagia sehingga saya tidak tahan lagi rasanya

2. a. Saya tidak terlalu berkecil hati mengenai masa depan

b. Saya merasa kecil hati mengenai masa depan

c. Saya merasa bahwa tidak ada satupun yang dapat saya harapkan

d. Saya merasa bahwan masa depan saya tanpa harapan dan bahwa semuanya

tidak akan dapat membaik

3. a. Saya mendapatkan banyak kepuasan dari hal-hal yang biasa saya lakukan

b. Saya tidak dapat lagi mendapat kepuasan dari hal-hal yang biasa saya lakukan

c. Saya tidak mendapat kepuasan dari apapun lagi

d. Saya merasa tidak puas atau bosan dengan segalanya


4. a. Saya tidak terlalu merasa bersalah

b. Saya merasa bersalah di sebagian waktu saya

c. Saya agak merasa bersalah di sebagian besar waktu

d. Saya merasa bersalah sepanjang waktu

5. a. Saya tidak merasa seolah saya sedang dihukum

b. Saya merasa mungkin saya sedang dihukum

c. Saya pikir saya akan dihukum

d. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum

6. a. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri

b. Saya kecewa dengan diri saya sendiri

c. Saya muak dengan diri saya sendiri

d. Saya membenci diri saya sendiri

7. a. Saya tidak lebih terganggu oleh berbagai hal dibandingkan biasanya

b. Saya sedikit lebih pemarah dari pada biasanya akhir-akhir ini

c. Saya agak jengkel atau terganggu di sebagian besar waktu saya

d. Saya merasa jengkel sepanjang waktu sekarang


8. a. Saya tidak kehilangan minat saya terhadap orang lain

b. Saya agak kurang berminat terhadap orang lain dibanding biasanya

c. Saya kehilangan hamper seluruh minat saya pada orang lain

d. Saya telah kehilangan seluruh minat saya pada orang lain

9. a. Saya mengambil keputusan-keputusan hamper sama baiknya dengan yang

biasa saya lakukan

b. Saya menunda mengambil keputusan-keputusan begitu sering dari yang biasa

saya lakukan

c. Saya mengalami kesulitan lebih besar dalam mengambil keputusan-keputusan

dari pada sebelumnya

d. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan-keputusan lagi

10. a. Saya tidak merasa bahwa keadaan saya tampak lebih buruk dari biasanya

b. Saya khawatir saya tampak lebih tua atau tidak menarik

c. Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang menetap dalam

penampilan saya sehingga membuat saya tampak tidak menarik

d. Saya yakin bahwa saya terlihat jelek

11. a. Saya dapat bekerja sama baiknya dengan waktu-waktu sebelumnya

b. Saya membutuhkan suatu usaha ekstra untuk memulai melakukan sesuatu


c. Saya harus memaksa diri sekuat tenaga untuk mulai melakukan sesuatu

d. Saya tidak mampu mengerjakan apapun lagi

12. a. Saya dapat tidur seperti biasanya

b. Tidur saya tidak senyenyak biasanya

c. saya bangun 1-2 jam lebih awal dari biasanya dan merasa sukar sekali untuk

bisa tidur kembali

d. Saya bangun beberapa jam lebih awal dari biasanya dan tidak dapat tidur

kembali

13. a. Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya

b. Saya merasa lebih mudah lelah dari biasanya

c. Saya merasa lelah setelah melakukan apa saja

d. Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun

14. a. Nafsu makan saya tidak lebih buruk dari biasanya

b. Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya

c. Nafsu makan saya kini jauh lebih buruk

d. Saya tak memiliki nafsu makan lagi

15. a. Saya tidak lebih khawatir mengenai kesehatan saya dari pada biasanya
b. Saya khawatir mengenai masalah-masalah fisik seperti rasa sakit dan tidak

enak badan, perut mual atau sembelit

c. Saya sangat cemas mengenai masalah-masalah fisik dan sukar untuk

memikirkan banyak hal lainnya

d. Saya begitu cemas mengenai masalah-masalah fisik saya sehingga tidak dapat

berfikir dengan hal lainnya

16. a. Saya tidak melihat adanya perubahan dalam minat saya terhadap seks

b. Saya kurang berminat di bidang seks dibandingkan biasanya

c. Kini saya sangat kurang berminat terhadap seks

d. Saya telah kehilangan minat terhadap seks sama sekali


B. DUKUNGAN SOSIAL

Beri tanggapan terhadap pernyataan yang paling sesuai menurut Bapak/ Ibu dengan

memberikan tanda check list (v) pada satu kolom keterangan.

NO PERTANYAAN Tidak Jarang Kadang Sering Selalu

pernah kadang

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Ada seseorang yang dapat

mendengarkan anda ketika anda

ingin berbicara atau bercerita

2. Ada seseorang yang membantu

anda memahami situasi dan

memberikan informasi

3. Ada seseorang yang memberikan

nasihat yang baik tentang penyakit

yang anda alami

4. Ada seseorang yang memberi

saran kepada anda

5. Ada seseorang yang merasakan

kekhawatiran dan ketakutan yang

anda alami

6. Ada seseorang yang memahami


masalah anda

7. Ada seseorang yang membantu

anda jika anda mengalami

keterbatasan dalam aktivitas

8. Ada seseorang yang membawa

anda ke tenaga kesehatan jika anda

membutuhkannya

9. Ada seseorang yang menyiapkan

makanan kepada anda jika anda

tidak dapat melakukannya sendiri

10. Ada seseorang yang membantu

tugas sehari-hari anda jika anda

sakit

11. Ada seseorang yang menunjukkan

cinta dan kasih sayang

12. Ada seseorang yang mau

menghabiskan waktu untuk anda

13. Ada seseorang untuk melakukan

sesuatu yang menyenangkan

bersama anda

14. Ada seseorang yang membantu

anda untuk memikirkan hal

tertentu

Anda mungkin juga menyukai