Disusun Oleh:
SUPRIYANI
NPM : 2011727177
Supriyani
Abstrak
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini
dengan judul ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kardiogenik syok pada
pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Ruang Diagnostik Invasif dan Intervensi Non
bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan. maka
dengan senang hati peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dalam kesempatan ini peneliti telah banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti
3. Ibu Hj.Tri Kurniati,Skp,Mkes selaku penguji yang selalu memberikan saran yang
5. Bapak Dr. Hananto Sp.JPK selaku Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh darah Harapan Kita Jakarta beserta staf yang telah memberikan
6. Rekan-rekan kerja UPF Diagnostik Invasif dan Intervensi Non Bedah dan teman-
7. Suami, dan anak-anakku tercinta Aliya, Alfath, Fath Thya yang telah memberikan
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah membantu dalam penyusunan
laporan penelitian ini. Akhirnya semoga laporan hasil penelitian ini berguna baik bagi
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN.....................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................................ii
ABSTRAK ......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
vii
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
C. Hipotesis ....................................................................................................39
BAB VI PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .................................................................................................74
B. Saran .............................................................................................................76
viii
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................77
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Dependen) ....................................................................................................40
x
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) termasuk bagian dari penyakit kardiovaskular dan
merupakan penyakit yang menjadi “wabah” di dunia modern saat ini. Laporan
penyakit PJK merupakan penyebab kematian pertama saat ini. Pada tahun 2004
diperkirakan 17,1 juta orang meninggal akibat PJK. Angka ini merupakan 29 % dari
penyebab kematian global dengan perincian 7,2 juta meninggal karena PJK dan
sekitar 5,7 juta orang meninggal karena stroke (Santoso, 2010 dalam Yahya, 2010).
sebesar 26,9 % dari seluruh penyebab kematian, sedangkan kematian akibat PJK
sebesar 9,3 %. Dengan demikian apabila kedua penyakit tersebut digabung sebagai
penyakit jantung dan pembuluh darah, maka penyakit kardiovaskuler tetap menjadi
penyebab utama kematian di Indonesia yaitu sebesar 36,2 % dari seluruh penyebab
1
2
Sakit jantung Harapan Kita sebagai salah satu rujukan berbasis Nasional.
mengalami peningkatan pada 2010 sebesar 23.1% dan tahun 2011 menjadi 47.1%.
Salah satu komplikasi pada PJK yang bersifat mengancam jiwa yaitu Sindrom
Koroner Akut (SKA). Wasid 2007, menyebutkan Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark
Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau
adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil.
mendadak setelah oklusi trombus pada plak ateroskelrosis yang sudah ada
sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus secara cepat pada lokasi injuri vascular
adalah tindakan reperfusi segera pada pasien yang mengalami serangan jantung,
tindakan IKPP merupakan indikasi kelas I untuk STEMI tetap mempunyai resiko
diantaranya adalah aliran pembuluh koroner menjadi lambat/ (No reflow), arritmia
Kardiogenik syok merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri terjadi bila
ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. dan ditandai dengan tekanan darah
sistolik < 90 mm Hg selama 1 jam dengan laju nadi ≥ 100 x/mt : 1). Tidak responsif
terhadap pemberian cairan saja. 2). Sekunder untuk disfungsi jantung, atau 3).
Terkait dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks jantung < 2,2 L / min per m2
dan tekanan baji paru-kapiler > 18 mm, atau juga dapat diartikan pasien dengan
Di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta pada bulan Januari –
Desember 2011 pasien STEMI yang dilakukan IKPP sebanyak 277 pasien dan
terjadi kardiogenik syok 32 pasien. Pada bulan Januari – September tahun 2012
pasien STEMI yang dilakukan IKPP sebanyak 223 pasien dan terjadi kardiogenik
yang dilihat dari data rekam medis RS Jantung Harapan Kita yang diambil pada
periode yang tidak sama pada bulan Januari – Desember 2011 dan bulan Januari -
September 2012, sebanyak 500 pasien dengan perkiraan 25 pasien setiap bulannya.
Disini peneliti mengambil data secara retrospektif dari data rekam medis RS
Jantung Harapan Kita bulan Januari - Desember 2011, bulan Januari - September
2012 pada STEMI yang dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok. Terdapat banyak
faktor faktor yang berubungan dengan STEMI saat dilakukan IKPP terjadi
kardiogenik syok antara lain: Umur, ras, keturunan, merokok ,DM, hiperlidemia,
4
hipertensi, inaktifitas, stress, gagal jantung, riwayat infark, lamanya onset serangan,
B Perumusan Masalah
Prevalensi pasien STEMI yang dilakukan IKPP pada bulan Januari – Desember
2011 berjumlah 277 pasien dan bulan Januari - September 2012 berjumlah 223
pasien, dengan perkiraan 25 pasien STEMI yang dilakukan IKPP setiap bulan.
Dimana salah satunya tindakan pasien STEMI adalah IKPP. IKPP adalah tindakan
kardiogenik syok. Jurnal Kardiologi Eropa tahun 2011 menyebutkan STEMI dapat
jantung, riwayat infark, lamanya onset serangan, arritmia, door to balon ≥ 90 menit
< 90 menit.
C. Pertanyaan Penelitian.
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka muncul pertanyaan yang
kardiogenik syok.
3. Apakah luas infark pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP berhubungan
4. Apakah door to ballon ≥ 90 menit < 90 menit pada pasien STEMI yang
D. Tujuan
1. Tujuan Umun
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui yang berhubungan
2. Tujuan Khusus
E. Manfaat Penelitian
kardiogenik syok.
2. Bidang Keilmuan sebagai masukan untuk dapat dikembangkan pada pada mata
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit jantung koroner (PJK) sebagai salah satu bentuk dari penyakit jantung dan
koroner, pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung.
sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin). Timbunan ini disebut dengan
plak. Terdapat dua macam plak yaitu plak stabil dan plak tidak stabil, vulnerable, rapuh
1. Definisi SKA
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.
SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering
terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak
7
8
Wasid (2007) menyebutkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu
fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
2. Patogenesis
a. Ruptur Plak
yang diakibatkan oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang
terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung
lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi
plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan
pembuluh darah 100% akan terjadi STEMI, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi
Gambaran klinis pada ruptur plak yaitu, aliran darah terganggu karena
lumen tertutup trombus dan seringkali timbul spasme disekitar plak. Berat
aliran darah tidak banyak berubah maka gambaran klinis hanya sebagai
keadaan angina tak stabil. Bila timbul blok total setelah ruptur dan kolateral
tidak cukup akan terjadi kerusakan otot jantung yang diikuti infark jantung
yang terjadi antar lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak
trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak tidak
c. Vasospasme
pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan
trombus.
11
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot
1. Definisi STEMI
STEMI adalah adanya aliran darah koroner yang menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak ateroskelrosis yang sudah ada sebelumnya.
STEMI terjadi jika trombus secara cepat pada lokasi injuri vascular (Jurnal
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses dege-
EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
dengan nyeri dada khas, perubahan EKG berupa elevasi segmen ST pada lead
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injury vaskular, dimana injuri ini di cetuskan oleh fakto seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Infark
Mio kard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium yang disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya
menit terjadinya sumbatan infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan
bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.
13
3. Manifestasi klinis
a. Keluhan utama klasik: nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
yang menyertai: berkeringat, pucat, mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
c Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d Bisa atipik: Pada manula bisa kolaps atau bingung, pada pasien diabetes
perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai
nyeri dada.
menjadi plasmin, yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin (zat
dalam kurun waktu kurang dari 12 jam, mulai dari saat pasien mengalami
14
1. Definisi
angioplasti (dengan atau tanpa stent) dalam 12 jam pada lesi culprit setelah
simptom, tanpa didahului oleh pemberian fibrinolitik atau obat lain yang dapat
melarutkan bekuan darah. Prosedur ini bertujuan untuk membuka infarc related
artery saat terjadinya infark miokard akut dengan elevasi segment ST (Jurnal
dan dilatasi ventrikel baik global maupun regional, reperfusi juga mengurangi
g. Diabetes mellitus.
i. Pasien dengan STEMI kurang dari 12 jam, dengan Left Bundle Branch
Block (LBBB), dan juga STEMI dengan komplikasi gagal jantung yang
4. Komplikasi
5. Peran Perawat
Dimana peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah bila pasien
untuk tindakan IKPP harus memperhatikan Keadaan umum pasien dan faktor
lain yang menjadi penyebab terjadi serangan jantung. seperti Faktor Resiko,
Unit Gawat Darurat sebagai data awal untuk mempersiapkan pasien agar dalam
akan terjadi saat prosedural agar pasien tidak jatuh dalam keadaan kardiogenik
harus dipantau dengan ketat oleh perawat untuk mendeteksi tanda kelebihan
cairan. Bolus cairan intravena yang terus ditingkatkan harus diberikan dengan
pengisisan optimal untuk memperbaiki curah jantung (Alpret & Blecker, 1993).
2). Dukungan mekanik pada kasus dimana curah jantung pasien tidak
vasoaktif, dan bolus cairan, alat bantu mekanik dapat digunakan sebagai cara
(Intra Aotic Balon Pump) adalah salah satu cara bantuan sementara untuk
balon secara teratur diletakan di aorta desendens. Alat ini dihubungkan dengan
diastole ventrikel dan dikempiskan saat sistole dengan kecepatan yang sama
17
sistole yang akan mengurangi beban kerja ventrikel, dimana alat ini berfungsi
untuk mengurangi kerja jantung. 3). Temporary Pace Maker (TPM) bila
saat tindakan terjadi sinus bradikardia dengan HR< 40 x/mt dan berhubungan
Sulfas Atrofin dengan dosis maksimal 2 mg tetapi tidak ada perubahan 4).
Penanganan yang cepat dan tepat pada pasien kadiogenik syok ini mempunyai
ancaman kematian.
D. Kardiogenik syok
1. Definisi
atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata ≤30 mmhg) dan atau penurunan
pengeluaran urine (≤0.5 ml/kg/jam) dengan laju nadi ≥ 100 x/mt dengan atau
2012).
Kardiogenik syok merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
18
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital ( jantung,
komplikasi Miocard Infark, namun bisa terjadi pada tamponade jantung, emboli
didefinisikan sebagai tekanan < 80 mmHg yang berlangsung lebih dari 30 menit
Syok dapat dibagi dalam tiga stadium yang makin lama makin berat :
a. Stadium terkompensasi (non progresif), pada tahap ini fungsi organ vital
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar dan
operasi jantung
20
3. Manifestasi klinis
a. Keluhan pokok
b. Tanda penting
c) Takhikardia
f) Sianosis
g) Diaporesis
jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir
arteria darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru
akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan
akibat iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari
depresi kontraktilias miokard. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat
dari pada yang lain. Seperti telah diketahui miokardium akan menderita
kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja
juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka
faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang
Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu
dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan. Perfusi ginjal
pula keluaran kemih. karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan
air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan
Bila hipotensi berat dan berkepanjangan dapat terjadi nekrosis tubular akut
yang kemudian disusul gagal ginjal akut. Syok yang berkepanjangan akan
zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati yang masif
pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya
aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral ternyata
tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan
neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika
pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
5. Faktor Resiko
a. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah: Umur, Jenis kelamin, Genetik.
a) Jenis kelamin
kedua jenis kelamin setara pada usia 70 sampai 80-an tahun. Terapi
menjadi sama seperti pria. Hal ini diduga adanya efek perlindungan
ada hubungan antara jenis kelamin dengan PJK. Pada pria terkena
b) Umur
usia lebih dari 35 tahun keatas dan pada usia 55 – 64 tahun terdapat 40%
nyeri dada, dimana keadaan ini mencakup hampir 40% kasus. Pada
dengan IMA. Peningkatan kadar gula darah merupakan salah satu ciri
non spesifik pada tahap awal Infark Miocard Acut (IMA) yang banyak
Peningkatan kadar gula darah disebut sebagai stress akibat IMA sebagai
juga penderita yang non diabetik dengan frekuensi yang lebih sedikit.
b) Merokok
mudah terjadi.
C). Dislipidemia
dalam ukuran normal maksimal 10% dari 30% total lemak yang
bahan kalori. Pada kadar kolesterol diatas 300 mg% angka kematian
200 mg%. Kelebihan itu akan mengendap dalam pembuluh darah arteri
menjadi STEMI.
c. Faktor lainnya
a) Area infark
Area infark dapat diketahui dari hasil rekaman EKG. Yang paling
kiri yang luas (biasanya > 40% luas ventrikel kiri), ini ditemukan pada
sekitar 80% pasien syok (2) Infark ventrikel kanan terdapat pada 10%
yang masih hidup di sekitar daerah infark, ini artinya akan lebih banyak
b) Luas infark
miokard hampir selalu terjadi pada ventrikel kiri dan dengan nyata
c) Arritmia
pada pasokan darah yang terkena infark karena aritmia sering ditemukan
recognizinghttp://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction (diunduh
d) Gagal jantung
fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi sudah
buruk, maka tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel kiri yang terkena infark maupun
abnormal itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak
(Hollenberg,S,2003).
pasien dengan nyeri dada infark dengan durasi kurang atau sama
32
0.1mV di dua atau lebih lead yang berdekatan atau LBBB baru atau
sakit sekitar 3%, meningkat menjadi 4.2%, 5.7% dan 7.4%. Jika terjadi
keterlambatan 91-120 menit, 121-150 menit dan lebih dari 150 menit.
menjadi kurang dari 90 menit, akan mengurangi 6.3 kematian per 1000
g) Hipotensi
pebruari 2013). Hipotensi terjadi akibat dari refleks vagus yang berlebih,
h) Hipovolemia
i) Arritmia reperfusi
tingkat saluran ion. Hal ini diduga bahwa dalam aritmia reperfusi
nonsustained, sinus bradikardia. Saat ini tidak ada bukti yang pasti
kondisi klinis. Namun, hasil dari uji klinis terbaru dengan inhibitor ACE
(Ref.89,Tab.1.) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9919746).
36
KERANGKA TEORI
Intervensi
3. Kardiogenik syok
DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka konsep
Pada bab ini akan disampaikan tentang kerangka konsep yang menjadi dasar dalam
teliti, karena data 5 variabel lainnya tidak tersedia di data rekam medis. Dengan
Variabel Independen
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Merokok Kejadian syok
4. DM pada pasien
5. Dislipidemia STEMI saat
6. Luas Infark dilakukan IKPP
7 Adanya aritmia
8. Door to ballon≥ 90
menit, < 90 menit
37
38
B. Hipotesis
1. Hipotesis mayor :
umur, jenis kelamin dengan pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat
dilakukan IKPP.
c. Ada hubungan antara faktor lainnya seperti (Luas infark, arritmia, door to
ballon ≥ 90 mnit atau < 90 menit ) dengan kardiogenik syok saat dilakukan
IKPP.
2. Hipotesis minor :
d. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kardiogenik syok pada pasien
e. Ada hubungan antara umur dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI
f. Ada hubungan luas infark dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI
g. Ada hubungan antara adanya arritmia dengan kardiogenik syok pada pasien
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
2.Infark tidak
luas,
penyempitan
hanya 1 area
pembuluh
darah
koroner.
(IVD)
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang desain penelitian, lokasi dan waktu
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Case kontrol
data diambil berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari data rekam medis.
Sakit Jantung Harapan Kita, pada bulan Maret 2013 dengan menggunakan data
Rekam Medis bulan Januari – Desember tahun 2011 dan bulan Januari – September
tahun 2012 untuk mencari data pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi
kardiogenik syok.
42
43
= 0.89
p = proporsi shock
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan = 55 pasien. Untuk mencegah drop out, maka
jumlah sampel ditambah 10%, sehingga sampel minimal menjadi 61 pasien. Untuk
menghindari design effect, sampel minimal dikali 2. Jadi, jumlah sampel final sebesar
122 pasien.
44
1. Jenis data
Data diambil berdasarkan data Rekam Medis RS Jantung Harapan Kita bulan
Januari – Desember 2011 dan Januari – September 2012 yang berjumlah 500
pasien dan diambil secara random berjumlah 122 responden pasien STEMI
2. Instrumen penelitian
berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. Kemudian akan diisi sesuai
data sekunder sebanyak 122 responden yang diperoleh dari Rekam Medik.
E. Etika Penelitian
Dalam suatu penelitian mempunyai prinsip etika yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh peneliti. Tujuan dari etika penelitian adalah untuk menjaga
penelitian terdiri dari: menghormati harkat dan martabat manusia (respect for
for privacy and confidentiality), keadilan dan inklusivitas (respect for justice and
privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat
Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk
F. Pengolahan Data
1. Editing
2. Coding
3. Processing
4. Cleaning
ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat
G. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik RS Jantung Harapan Kita pada
pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKPP terjadi kardiogenik syok bulan
Januari – Desember 2011, dan Januari - September 2012. Data hasil daftar tilik
pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP dan terjadi kardiogenik syok yang
kemudian dilakukan tabulasi data yang meliputi variabel DM, merokok, umur, jenis
kelamin, luas infark, dislipidemia, adanya arritma, door to balon ≥ 90 menit <
90 menit Setelah data terkumpul maka data dilakukan analisa statistik yaitu:
47
1. Analisa Univariat
antara variabel terkait, yaitu dengan melihat nilai p. Bila hasil perhitungan
statistik diperoleh nilai p < 0,05 Ho ditolak, maka hasil perhitungan statistik
p > 0,05 Ho gagal, maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak
(O E ) 2
( X² ) = ∑
E
O = Observasi, yaitu nilai observasi atau nilai yang didapat dari penelitian
atau objektif.
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Maret 2013 , yang meliputi hasil analisa univariat dan analisa bivariat yang menyatakan
A. Analisa Univariat
karakteristik pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok
48
49
Tabel 5.1
Januari - Oktober2012
Tabel 5.1 Menggambarkan pasien STEMI saat tindakan terjadi kardiogenik syok
(44.3%), sebagian besar adalah pria (85.2%), umur ≥ 40 tahun (93.4%) dan
Dan terjadi kardiogenik syok dengan TD < 90 mmHg dan denyut nadi ≥ 100
x/mt (44.3% ), infark luas (60.7%), adanya arritmia (37.7%) dan door to balon
B. Analisa Bivariat
Pada analisis ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara, Jenis kelamin, Umur,
to balon ≥ 90 menit < 90 menit pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat
dilakukan tindakan IKPP yang lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut
dependent, kedua variabel ini bersifat kategorik, maka uji statistik yang digunakan
dilakukan IKPP.
51
Tabel 5.2
Agustus 2012
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel jenis kelamin dengan
kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP diperoleh
syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP sebanyak 10 orang (55,6 %).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,431 secara statistik dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kardiogenik
syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP. Didapatkan Odds Ratio sebesar
0,587 artinya respoden yang berjenis kelamin wanita mempunyai peluang lebih
kecil 0,587 kali untuk mengalami kardiogenik syok pada pasien STEMI saat
Oktober 2012
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel umur ≥ 40 tahun pasien
STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok diperoleh data sebanyak
50 orang (43,9 %), sedangkan diantara umur yang < 40 tahun ada 4 orang
53
(50 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh diperoleh
nilai p=1 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan kejadian kardiogenik
syok antara umur ≥ 40 tahun dan < 40 tahun. Dari hasil analisis diperoleh
nilai OR = 1.280 artinya Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilaku-
kan IKPP pada pada orang yang umur ≥ 40 tahun 1.28 kali lebih tinggi
pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok diperoleh data
sebanyak 41 (75.9 %), sedangkan diantara yang tidak merokok ada 13 orang
(24.1 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh nilai
antara yang merokok dan tidak merokok. Dari hasil analisis diperoleh nilai
IKPP pada pada orang yang merokok 2.642 kali lebih tinggi dibanding pada
ada 14 orang (25.9 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik dipe-
roleh nilai p=0,028 maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian kardi-
ogenik syok antara yang hiperlipidemia dan yang tidak dislipidemia. Dari
pada pada orang yang disrlipidemia 2.540 kali lebih tinggi dibanding kejadian
126 mg/dl dengan pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik
syok diperoleh data sebanyak 47 orang (87 %), sedangkan yang mempunyai
GDS < 126 mg/dl diperoleh data 7 orang (13 %). Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,014 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kejadian kardio-
genik syok pada pasien yang memiliki GDS ≥126 mg/dl dengan yang GDS
<126 mg/dl. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,291 artinya kejadian
55
kardiogenik syok pada pada orang yang tidak memiliki riwayat DM (GDS <
126 mg/dl) 0.291 kali lebih rendah dibanding kejadian kardiogenik syok
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel adanya arritmia sebe-
(74.1 %) pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP, sedangkan diantara yang
tidak adanya arritmia ada 10 orang (16,1 %) yang terjadi kardiogenik syok.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan ada hubu-
ngan kejadian kardiogenik syok antara yang adanya gangguan arritmia sebe -
lum tindakan dan yang tidak adanya gangguan arritmia. Dari hasil analisis
yang adanya gangguan arritmia 29.524 kali lebih tinggi dibanding kejadian
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel luas infark ( ≥ 2 area
yang tersumbat) pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan
56
luas ( hanya 1 pembuluh darah yang tersumbat) 12 orang ( 19,1%) yang terjadi
kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disim-
pulkan ada hubungan kejadian kardiogenik syok antara luas infark (≥ 2 area
yang tersumbat, Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 3.398, artinya kejadian
kardiogenik syok pada pasien STEMI yang infaknya luas 3.398 kali lebih
tinggi dibanding kejadian syok pada orang yang infarknya tidak luas.
menit pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan IKPP dengan
to ballon yang < 90 menit terjadi kardiogenik syok ada 15 orang (27.8%).
Hasil uji statistik diperoleh diperoleh nilai p=1.183 maka dapat disimpulkan
syok. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0.502, artinya kejadian kardi-
ogenik syok saat rekanalisasi ≥ 90 menit 0.502 kali lebih rendah dibanding
PEMBAHASAN
Pada BAB ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan hasil
penelitian dan konsep teoritis. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang keterbatasan
A. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak meneliti status cairan pada pasien STEMI terjadi kardiogenik
syok.
Januari -Septemberr 2012 berjumlah 500 responden dan diambil secara random
Dalam penelitian ini jenis kelamin pasien STEMI yang dilakukan IKPP
57
58
(14.8%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Viktor Culic
lebih banyak yang mengalami Akut STEMI dari pada perempuan (25,1%),
dan sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki dan meningkat
premenopause, hal ini oleh karena adanya efek estrogen, dan perempuan
relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai menopause, dan
adalah umur ≥ 40 tahun sebanyak 114 orang (93.4%), dan umur < 40 tahun
terjadinya penyakit jantung koroner. STEMI lebih sering timbul pada usia lebih
tidak dapat dimodifikasi, dimana seseorang yang berumur lebih atau sama
Hal ini karena pada laki- laki selain umur didukung oleh merokok, dimana
pada miokardium ini biasanya tidak akan menimbulkan gejala atau di sebut
silent ischemia, tapi lama kelamaan hal ini akan memperburuk sehingga
(Idrus,2007).
Menurut Penelitian Whitchall –civil servant pada 18.240 laki-laki antara umur
40-64 tahun mendapatkan hubungan dengan miokard iskemik, faktor resiko dan
kematian akibat PJK yang berkembang menjadi STEMI, dimana faktor resiko
yang < 90 mmHg dan Denyut nadi > 100 x/mt sebanyak 54 orang ( 44.3%),
sedangkan TD > 100 mmHg dan denyut nadi < 100 x/mt sebanyak 68 orang
Hal ini juga sesuai dengan Jurnal kardiologi Indonesia bahwa aliran sistemik
vena sistemik.
Selain TD dan Nadi, status cairan pada pasien STEMI terjadi kardiogenik
Begitu juga dilihat dari luasnya, (area infark ≥ 2 area pembuluh darah yang
(60.7%), sedangkan yang infarknya tidak luas ( area infark 1 pembuluh darah
darah, dan sebagai hasilnya hampir semua otot jantung yang disuplai oleh
Dari penelitian ini terlihat bahwa dari 122 responden, yang mengalami
kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP sebanyak 54 orang
(44.3%) disini dilihat dari data hemodinamik, tetapi dalam hal ini peneliti tidak
Dan berjenis kelamin laki-laki 44 orang (42.3%), dan umur ≥40 tahun 114
orang (93.4%) dan infarknya luas ( area infark ≥2 pembuluh darah yang
Hasil analisis hubungan antara umur dengan kardiogenik syok pada pasien
kardiogenik syok. Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin tua umur maka
semakin besar.
Hal ini sejalan Menurut T Bachri Anwar, 2008 telah dibuktikan adanya
hubungan antara umur dan STEMI . Dan sebagian besar kematian terjadi pada
Hasil uji statistik diperoleh nilai p: 1 secara statistik dapat disimpulkan tidak
ada hubungan antara umur dengan pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi
kardiogenik syok.
Hal ini tidak sejalan oleh Zeiher, (1993) bahwa semua penyakit kardiovaskuler
atheroma dan pecah, yang selanjutnya akan mengundang trombosit yang akan
berakibat fatal pada otot-otot jantung yang disuplai oleh pembuluh darah
Menurut peneliti tidak adanya hubungan antara umur dengan pasien STEMI
saat dilakukan terjadi kardiogenik syok. karena jumlah sampel antara umur ≥
40 tahun dan umur < 40 tahun pada kelompok kasus dan kelompok kontrol
ventrikel kiri dan penurunan tekanan arteri, yang dapat memperburuk iskemi
miokard. Kejadian kardiogenik syok secara keseluruhan lebih tinggi dari pada
Pada penelitian ini pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik
perempuan. Hal ini dikarenakan bahwa pada pasien STEMI lebih banyak
63
meningkat.
seperti laki-laki. Hal ini di duga karena adanya efek perlindungan estrogen.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p : 0.431 secara statisik dapat disimpulkan
Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Menurut silvia dan Loraine (2006) bahwa
ada hubungan antara jenis kelamin dengan PJK. Pada pria kerentanan terkena
Menurut Subagio,http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-2a-
dan regurgitasi mitral akut yang berat. Perempuan juga memiliki insiden yang
jantung/infark-miokard-1199818.html
Pada penelitian ini terlihat bahwa pasien STEMI terjadi kardiogenik syok
Hal ini sesuai sejalan menurut American Heart Association / American College
Kematian mendadak karena STEMI 2–3 kali lebih banyak pada perokok di
Hasil analisis didapatkan nilai p: 0.068 yang berarti ada hubungan yang
lemak. Hal ini yang akan menimbulkan jaringan parut dan penebalan arteri
menjadi carboksi-Hb.
Bahan-bahan kimia didalam rokok diserap kedalam aliran darah dari paru-paru
dan mengelilingi seluruh tubuh, mempengaruhi setiap sel tubuh. Bahan kimia
keping darah yang disebut platelets menjadi lebih lengket, jadi meningkatkan
. Sumber: Wahyu,http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-
25 pebruari 2013
66
Pada penelitian ini terlihat bahwa pasien STEMI saat dilakukan IKPP
kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan protein seperti trigliserida dan
LDL, tetapi sebalikya kadar HDL menurun. Dislipidemia tidak lepas dari
keterpajanan terhadap asupan lemak sehari – hari terutama asupan lemak jenuh
Dikatakan setiap penurunan 200 mg asupan kolesterol per 1000 kalori akan
asupan lemak jenuh maksimal 10% dari 30% lemak keseluruhan yang
digunakan sebagai bahan kalori.Pada kadar kolesterol diatas 300 mg% angka
Hasil analisis didapatkan nilai p value 0.028 yang berarti ada hubungan yang
dan proses ini disebut arteriosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan
67
menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung dan terjadi kardiogenik syok
bahkan kematian.
Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok
kardiogenik syok.
68
Hasil analisis didapatkan p value 0.004 yang berarti ada hubungan yang
syok saat dilakukan IKPP. Hal ini didukung dari buku Ilmu Penyakit
mengikuti STEMI, tidak hanya pada pasien diabetik tapi juga penderita
yang non diabetic dengan frekuensi yang lebih sedikit. Stress hiperglikemi
yang terjadi pada STEMI berkaitan dengan resiko mortalitas pada pasien –
pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang dengan diabetes. Hal ini
kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP lebih banyak
Aritmia ditemukan pada fase akut STEMI, hal ini menyebabkan gangguan
Hasil analisis didapatkan p value 0.001 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara arritmia dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI saat
dilakukan IKPP.
Hal ini sejalan menurut American Heart Association's Heart Attack website
Jika aliran darah ke jantung terganggu berlangsung cukup lama, hal itu memicu
proses yang disebut kaskade iskemik, sel jantung di wilayah arteri koroner
tersumbat mati (terutama melalui nekrosis) dan tidak tumbuh kembali. Studi
terbaru menunjukkan bahwa bentuk lain dari kematian sel yang disebut
mengancam kehidupan.
Jaringan parut pada jantung melakukan impuls listrik lebih lambat dari jaringan
memicu re-entry atau umpan balik yang sebagai penyebab aritmia yang
irama jantung yang sangat cepat dan kacau yang merupakan penyebab utama
70
memompa darah secara efektif. Cardiac output dan tekanan darah bisa jatuh ke
Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok
saat dilakukan IKPP lebih banyak pada yang infarknya luas dibandingkan
Akut STEMI pada miokardium diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang
dipicu oleh perubahan akut pada plak yang disertai trombosis parsial,
STEMI hampir selalu terjadi pada ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi
fungsi LV, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Hasil analisis didapatkan p value 0.001 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara luas infark dengan terjadinya kardiogenik syok pada pasien
71
STEMI saat dilakukan IKPP. Hal ini didukung oleh Richard N Fogoros, (2008).
STEMI arteri koroner benar-benar diblokir oleh bekuan darah, dan sebagai
hasilnya hampir semua otot jantung yang disuplai oleh arteri yang mati.
tidak dapat lagi bekerja hal ini yang diakibatkan oleh kegagalan pompa jantung,
Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok
saat dilakukan IKPP lebih banyak pada yang door to balon ≥ 90 menit
koroner. Hal ini didukung oleh panduan dari Europan Society of Cardiology
and American Heart Association, sasaran door to balon adalah 90 menit. Hal ini
mengancam jiwa (misalnya gagal nafas), atau penundaan karena terkait dengan
Hasil analisis diperoleh p value 0.502 yang berarti tidak ada hubungan
bermakna antara door to balon ≥ 90 menit dengan kardiogenik syok pada pasien
STEMI saat dilakukan IKPP. Hal ini di tidak sejalan oleh Jurnal Kardiologi
Infarction) melaporkan door to balloon time kurang dari 90 menit, maka angka
kematian di rumah sakit sekitar 3%, meningkat menjadi 4.2%, 5.7% dan 7.4%.
Jika terjadi keterlambatan 91-120 menit, 121-150 menit dan lebih dari 150
menjadi < 90 menit, akan mengurangi 6.3 kematian per 1000 pasien.
Hal inipun sejalan dengan Azwar Agoes, (2004). Waktu 90 menit dari kontak
medis pertama. IKPP dapat mengembalikan aliran darah koroner dalam 90%
Menggunakan stent dengan IKPP lebih baik daripada tidak menggunakan. Jika
RS tidak memiliki fasilitas untuk IKPP, pasien tidak dapat ditransfer dalam
waktu 90 menit, dan pasien yang memenuhi syarat untuk terapi fibrinolitik,
dianjurkan untuk pasien yang telah menerima terapi IKPP atau fibrinolitik.
BAB VII
Dalam bab ini peneliti akan membahas kesimpulan penelitian yang telah dilakukan serta
dengan kejadian Kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP.
A. Kesimpulan
dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok sebagian besar berjenis kelamin pria,
umur diatas 40 tahun, dan mempunyai kebiasaan yang buruk yaitu merokok,
arritmia dan infark yang luas yang mengenai lebih dari 2 pembuluh darah
2. Tidak Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kardiogenik syok
pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan
3. Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian kardiogenik syok pada
pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
73
74
pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan
pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan
8. Ada hubungan antara adanya arritmia dengan kejadian kardiogenik syok pada
pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
9. Ada hubungan antara luas infark dengan kejadian kardiogenik syok pada pasien
STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan
10. Tidak Ada hubungan antara Door to balon .≥90 menit < 90 menit dengan
kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita dengan nilai P < 0,05 yaitu 0.007
75
B. Saran
1. Perlu diteliti pasien STEMI saat dilakukan IKPP dengan penggunaan inotropik
2. Untuk penelitian lebih lanjut, pada penelitian ini pemantauan status cairan
tidak diambil pada pasien STEMI dengan kardiogenik syok, dan data diambil
secara retrospektif maka pemantaun status cairan dapat merujuk dari hasil
Anand SS, Islam S,Rosengren A, Franzosi MG, Steyn K, Hussein Aet al. Risk factors
for myocardial infarction in women and men: insights from the
INTERHEART study,EurHeartJ.200829(7):932-940.
Brunner, dkk. 2007. Textbook of Medical Surgical Nursing: Edisi Eleven, Volume 2.
Jakarta: Kedokteran EGC
K,ed:2007Ellen C. Keeley, M.D., L. David Hillis, M.D. 2007. Primary PCI for
Myocardial Infarction with ST-Segment Elevation. N, Engl, J, Med, (356)
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et.al. (Ed.). Harrison's Principles of Internal
Medicine. Seventeenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United
States of America. 2008. Chapter 264, 266
77
Firdaus, I. 2011. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI. Jakarta: Jurnal
Kardiologi Indonesia
Gray H.H, Dawkins KD., Simpson I.A., & Morgan J.M., (2005) Lecture Notes :
Kardiologi ( Agus Azwar & Asri Dwi Rahmawati, penerjemah), Jakarta :
Erlangga
Hartono A, 2004. Gizi dan Diet di Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Idrus Alwi. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Aru W. Sudoyo, Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Joyce M. Black, PhD, RN, CPSN, CWCN, FAPWCA and Jane Hokanson Hawks,
DNSc, RN, BC. Medical-Surgical Nursing - Single Volume, 8th Edition
clinical Management for positive Outcomes
Libby, Peter; Bonnow, Robert; Mann, Douglas; Zipes, Douglas (2007). Braunwald's
Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dari Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Mubin H. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Terapi. Edisi 2.
EGC. Jakarta. Cetakan I: 2008:715-8.
Richard N. Fogoros, M.D., About.com Guide Updated September 03, 2008 STEMI -
ST Segment Elevation Myocardial Infarction
Wolfe RE, Fischer CM. Shock. In: Roppolo LP, Davis D, Kelly SP, Rosen P (Ed.).
Emergency Medicine Handbook: Critical Concepts for Clinical Practice.
Mosby Elsevier. Philadelphia. USA. 2007;7:61-4.
Yahya AF,2010. Menaklukan Pembuluh No.1. Bandung : Qanita
(fasya,medicallanguaage.blogspot.com/2011/04/1/.html,diunduh tanggal 21
februari 2013).
National Heart Lung and Blood Institute. 2008. What Is a Heart Attack?.
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/HeartAttack/HeartAttack_Wha
tIs.html. November 22nd, 2010.
American Heart Association's Heart Attack web site Information and resources for
preventing, recognizing and treating heartattack
http://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction .(diunduh tanggal 27
februari 2013).
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK SYOK PADA PASIEN STEMI SAAT DILAKUKAN
INTERVENSI KORONER PERKUTAN PRIMER (IKPP) DI RUMAH SAKIT JANTUNG HARAPAN KITA
NO Nama Umur Jenis Diagnosa DM Rokok Dislipi D oor to Ada TD Nadi Hasil Infark luas ≥ 2 Syok
kelamin medis mg/dl demia balon >90 nya (mmHg) {x/ angiografi area pembuluh
menit< 90 arrit mt) koroner yang
menit mia tersumbat
Nama : Supriyani
Agama : Islam
No Telp : 08128275767/02134674192