Anda di halaman 1dari 90

“BIDAN KAMPUNG” DI MATA KLIEN SUKU BANJAR

STUDI KUALITATIF DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINUANG KABUPATEN TAPIN
KALIMANTAN SELATAN

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana S-2
Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak – Kesehatan Reproduksi
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Diajukan oleh :

SERILAILA
07/260967/PKU/09268

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
 

 
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali
yang secara tertulis dan menjadi acuan dalam naskah ini serta disebutkan
dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Juni 2009

Serilaila

iii 
 
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala


Rahmat Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis
yang berjudul “Bidan Kampung di Mata Klien Suku Banjar Studi Kualitatif
dalam Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas
Binuang Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan”. Tesis ini diajukan
sebagai salah satu prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan pada
Program Pascasarjana, Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak –
Kesehatan Reproduksi, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakatan
Universitas Gadjah Mada.
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis dengan kerendahan hati
menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan yang
tulus kepada Bapak Prof. dr. Mohammad Hakimi, SpOG(K), Ph.D
selaku pembimbing I, dan Ibu Dra. Atik Triratnawati, M.A selaku
pembimbing II, atas bantuan serta bimbingannya yang telah diberikan,
dari awal hingga selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya, penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Rektor Universitas Gadjah Mada.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
3. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah berkenan
menerima penulis sebagai karyasiswa.
4. Ketua Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak – Kesehatan Reproduksi
berserta seluruh dosen dan staf, yang selama ini dengan sabar,
senang hati serta ikhlas memberikan bantuan dan dorongan selama
penulis mengikuti pendidikan.
5. Direktur Poltekkes Bengkulu yang telah memberikan izin dan bantuan
untuk mengikuti pendidikan di Universitas Gadjah Mada.
6. Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Bengkulu beserta rekan dosen
dan staf yang telah turut memberikan izin dan dorongan untuk
mengikuti pendidikan di Universitas Gadjah Mada.

iv 
 
7. Bapak kepala Badan Kesbanglinmas Kabupaten Tapin, Dinas
Kesehatan Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan, Bapak Camat
Binuang, dan pimpinan Puskesmas Binuang beserta staf yang telah
memberikan izin serta bantuan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
8. Ibu bidan dan ibu bidan kampung serta masyarakat Binuang yang
telah bersedia menerima dan membantu memberikan informasi dalam
pengumpulan data.
9. Seluruh teman karyasiswa Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak –
Kesehatan Reproduksi angkatan 2007 serta semua pihak yang telah
memberikan dukungan kepada penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Secara khusus, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
yang tulus kepada seluruh keluarga, teristimewa untuk suami tercinta
(Hermansyah), anak-anakku tersayang (Ghina dan Hafizh) yang selama
ini berdoa dan memberikan motivasi, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis juga mohon maaf kepada semua pihak, bila penulis
terdapat kesalahan baik melalui tutur kata maupun tingkah laku. Semoga
amal dan kebaikan yang diberikan kepada penulis akan mendapatkan
berkah dan pahala yang berkelimpahan dari Allah SWT, aamiin. Akhirnya
semoga tesis ini ada manfaatnya bagi kita semua, penulis mohon kritik
dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

Yogyakarta, Juni 2009

Penulis


 
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN.................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................ iv
DAFTAR ISI....……………………………………...………..................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ix
INTISARI............................................................................................. x
ABSTRAK............................................................................................ xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang….......…........................….………….…… 1
B. Perumusan Masalah..............………........................….… 5
C. Tujuan Penelitian…………......................….…………….. 6
D. Manfaat Penelitian…………......................….…………… 6
E. Keaslian Penelitian………….......................……………… 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia…................................................................... 9
B. Sumber Daya Manusia. ……........................................... 15
C. Kepatuhan....................................……............................ 18
D. Mutu Pelayanan Kesehatan............................................. 31
E. Landasan Teori................................................................ 30
F. Kerangka Teori................................................................ 33
G. Kerangka Konsep............................................................ 34
H. Hipotesis.......................................................................... 34
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................... 35
B. Lokasi dan Subjek Penelitian........................................... 35

vi
C. Variabel Penelitian........................................................... 36
D. Definisi Operasional......................................................... 36
E. Instrumen Penelitian........................................................ 37
F. Sumber Data.................................................................... 37
G. Analisis Data………………………………………………... 38
H. Etika Penelitian……………………………………………... 38
I. Jalannya Penelitian………..……………………………….. 39
J. Kelemahan dan Kesulitan Penelitian....………………...... 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................ 42
B. Pembahasan.................................................................... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................................................................... 55
B. Saran................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… ....... 57
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Klasifikasi Pneumonia.............................................................12
Tabel 2 Dosis Pemberian Obat kotrimoksazol bagi balita sesuai
Usia………………………………………………………………..13
Tabel 3 Definisi Operasional................................................................36
Tabel 4 Frekuensi Pelatihan Petugas................................................. 44
Tabel 5 Frekuensi Waktu Pelatihan Terakhir......................................44
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian..............44
Tabel 7 Analisis Bivariat hubungan Pelatihan Dengan kepatuhan
Petugas dalam Tatalaksana Pneumonia................................45
Tabel 8 Analisis Hubungan Variabel Luar dengan Kepatuhan
Petugas Dalam Tatalaksana Pneumonia...............................46
Tabel 9 Analisis Hubungan Variabel Luar dengan Pelatihan..............47
Tabel 10 Analisis Permodelan Regresi Logistik Evaluasi Kepatuhan
Petugas Dalam Tatalaksana Pneumonia...............................48

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Angka Kematian Bayi................................................................1


Gambar 2. Cakupan Pneumonia Balita.......................................................2
Gambar 3. Angka Kematian Balita akibat Pneumonia................................3
Gambar 4. Kerangka Teori........................................................................33
Gambar 5. Kerangka Konsep....................................................................34
Gambar 6. Jumlah Petugas Kesehatan yang Patuh dan Tidak Patuh......43
Gambar 7. Jumlah Petugas Kesehatan yang telah Dilatih dan Belum
Dilatih......................................................................................43

ix
DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner
2. Surat Kelayakan Etik
3. Surat Izin Penelitian

x
INTISARI

Latar belakang: Angka kematian bayi di Propinsi Sulawesi Tengah


sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup, angka ini cukup tinggi dibanding
data Badan Pusat Statistik (SDKI 2007) sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup dan menempati urutan kelima tertinggi di Indonesia. Tingginya
angka kesakitan dan angka kematian balita akibat pneumonia di
Kabupaten Tolitoli dalam beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari
seberapa jauh upaya program pemberantasan penyakit ISPA telah
dilaksanakan. Hal ini sangat terkait dengan bagaimana kepatuhan
petugas dalam melakukan tata laksana pneumonia secara tepat. Evaluasi
kepatuhan petugas dilakukan untuk melihat pengaruh pelatihan yang
berkaitan dengan tata laksana pneumonia.
Tujuan penelitian: Diketahuinya kepatuhan petugas dalam melakukan
tata laksana pneumonia di Kabupaten Tolitoli.
Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan
rancangan cross sectional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif..
Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan subyek
penelitian dengan menggunakan lembar observasi dan kuesioner.
Hasil: Sebanyak 119 responden diikutkan dalam penelitian ini. Rata-rata
petugas yang patuh terhadap tata laksana pneumonia sebesar 69%. Hasil
analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel pelatihan dan kepatuhan
petugas dalam tatalaksana pneumonia dengan mengikutsertakan variabel
pendidikan, pengetahuan dan masa kerja untuk dianalisis secara bersama
mempunyai hubungan yang signifikan baik secara statistik maupun praktis
dengan nilai ((RP;1,79, IK 95%; 1,38 – 2,33) dan peningkatan nilai R2
sebesar 6,3% artinya petugas mempunyai peluang patuh 1,79 kali
terhadap tata laksana pneumonia.
Kesimpulan: Petugas yang telah dilatih lebih patuh dibanding petugas
yang belum dilatih dengan risiko prevalensi 1,53 kali. Faktor pendidikan,
pengetahuan dan masa kerja berhubungan secara bermakna dengan
kepatuhan petugas dalam tataksana pneumonia.

Kata kunci: pelatihan, Kepatuhan petugas tatalaksana pneumonia

xi
ABSTRACT

Background: The rate of infant mortality in Central Sulawesi Province is


52 per 1000 live births. This rate is relatively high compared with the data
from Central Bureau of Statistics (IDHS 2007) that is 34 per 1000 birth
lives and places at number five of the highest rate in Indonesia. High rates
of under-five children’s mortality and morbidity caused by Acute
Respiratory Infection (ARI) and pneumonia in Tolitoli District in past years
are inseparable with implemented efforts toward ARI eradication program.
This is indeed related to how officers comply with pneumonia management
correctly. Officers’ compliance evaluation is conducted to see pneumonia-
related training influence.
Objective: The identified description of officers’ compliance in
implementing pneumonia management in Tolitoli District.
Method: This was an observational study with cross-sectional study
design. This study used a quantitative approach. The data were gathered
through observation and interview toward the subject by using observation
and interview forms.
Results: One hundred and nineteen respondents were included in this
study. The average of officers who complied with pneumonia management
was 69%. The result of multivariate showed that variables of training and
officers’ compliance in pneumonia management by including variables of
education, knowledge and length of working service had a significant
relationship both statistically and practically with value (RP: 1.74; 95% CI:
1,38 – 2,33) and the increased value of R2 = 6.3%, meaning that the
officers had a 1.79 time chance to comply with pneumonia management.
Conclusion: Trained officers were more compliant than untrained officers
with the prevalence risk of 1.53 times. Factors of education, knowledge,
and length of working service were related to officers’ compliance in
pneumonia management

xii

 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Setiap menit seorang ibu meninggal karena penyebab yang


berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Departemen Kesehatan
(Depkes) menyebutkan bahwa setiap tahunnya di dunia diperkirakan
wanita meninggal akibat kehamilan dan persalinan berjumlah 585.000
orang. Sembilan puluh sembilan persen dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2002-2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 307 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu secara langsung adalah
perdarahan 28%, eklampsi 13%, aborsi yang tidak aman 11%, dan sepsis
10%. Angka kematian tersebut jauh lebih tinggi dari target yang ditetapkan
International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo,
yaitu di bawah 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 dan 75
per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional [Bappenas], 2004).
Angka kematian ibu juga masih tinggi di beberapa daerah di
Indonesia. Demikian juga yang terjadi di Kalimantan Selatan, seperti yang
diungkapkan oleh Adhani (Kepala Dinas Kesehatan) AKI tahun 2007
sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab masih tingginya
kematian ini salah satunya karena masih banyak kelahiran yang ditolong
oleh dukun beranak lewat cara tradisional dan belum memenuhi standar
kesehatan (Depkes RI, 2007). Salah satu Kabupaten di Kalimantan
Selatan yaitu Kabupaten Tapin melaporkan pada tahun 2007 terdapat 6
orang ibu meninggal saat persalinan, 2 diantaranya terjadi di Kecamatan
Binuang (Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin [Dinkes Kab.Tapin], 2008).
Hasil penelitian di Jawa Tengah dari jumlah persalinan 14.100 terjadi
kematian sebanyak 50 orang dan 60% kematian ibu terjadi pada

 
 

 

pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun baik yang sudah


terlatih atau tidak terlatih (Manuaba, 2001).
Pertolongan persalinan dengan dukun terutama yang tidak terlatih
dapat menyebabkan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan,
partus macet, sepsis, dan eklamsia yang sulit untuk dikontrol dan
diselamatkan (Jokhio et al., 2005). Oleh karena itu persalinan sebaiknya
ditolong atau minimal didampingi oleh petugas kesehatan terampil.
Petugas kesehatan terampil mampu memberikan pertolongan pertama
pada kegawatdaruratan obstetri neonatal (Saifuddin, 2000).
Peranan dukun diharapkan dapat digantikan oleh bidan desa
sebagai pegawai tidak tetap (PTT). Namun hingga tahun 2010 peran
dukun masih cukup tinggi sehingga risiko untuk terjadinya kegagalan
penanganan komplikasi persalinan masih tetap terjadi. Untuk itu dalam
program Making Pregnancy Safer (MPS) salah satu starteginya menjamin
agar bidan di desa dapat meningkatkan kerjasama dengan dukun bayi
untuk memberi dukungan pelayanan ibu dan bayi baru lahir. Kemitraan ini
penting dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
terutama dalam upaya peningkatan akses terhadap pelayanan oleh
tenaga kesehatan terampil (Bappenas, 2007b).
Di daerah pedesaan Guatemala, ibu hamil lebih memilih dukun bayi
untuk perawatan kehamilan dan persalinan dibandingkan ke rumah sakit.
Keputusan tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh kepercayaan bahwa
komplikasi yang dialami merupakan takdir dan atas kehendak Tuhan.
Selain itu persepsi tentang operasi caesar, malpraktek dan perlakuan
diskriminasi di rumah sakit juga mempengaruhi ibu memilih dukun
menolong pada saat persalinan. Untuk mengatasi pandangan budaya
tersebut pemerintah melakukan program bilateral culture sensitive
education bagi dukun bayi dan staf rumah sakit. Program ini ternyata
dapat menurunkan angka kematian ibu dengan adanya kerja sama antara
dukun dan petugas rumah sakit di Guatemala (Roots et al., 2004).

 
 

 

Pada saat persalinan diupayakan dilakukan oleh bidan atau tenaga


kesehatan dan dukun hanya bersifat membantu dalam proses bidan
dalam menolong persalinan. Di Kalimantan Selatan dukun bayi terlatih
masih sering melakukan proses persalinan tanpa bekerja sama dengan
bidan, atau sebaliknya bidan juga tidak melibatkan dukun untuk
bekerjasama. Hal ini terjadi terutama di daerah yang jauh dari bidan desa
atau puskesmas (Bappenas, 2007b).
Kabupaten Tapin merupakan bagian dari Propinsi Kalimantan
Selatan dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 150.094 jiwa.
Kabupaten ini terdiri dari 13 kecamatan yang memiliki sarana kesehatan
berupa 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 2 puskesmas perawatan, 11
puskesmas Induk, 40 puskesmas pembantu, 112 polindes, dan 183
posyandu. Pemberian pelayanan khususnya pelayanan kebidanan
ditolong oleh tenaga kesehatan berupa 1 orang dokter spesialis
kebidanan, 1 orang spesialis anak, 4 orang dokter umum RSUD, dan 31
orang dokter puskesmas. Selain itu tenaga DIII Kebidanan 19 orang,
bidan RS/Puskesmas 41 orang, bidan desa 63 orang. Kabupaten Tapin
tahun 2007 cakupan pelayanan kebidanan yang diberikan khususnya
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 82,24%.
Cakupan persalinan ini kurang dan berada dibawah target yang ditentukan
secara nasional yaitu 85% (Dinkes Kab.Tapin, 2008). Hal ini disajikan
pada Tabel 1.

 
 

 

Tabel 1. Cakupan Persalinan Kabupaten Tapin Tahun 2007


No. Puskesmas Sasaran Persalinan Nakes Persalinan Non Nakes
Jumlah % Jumlah %
1. Tapin Utara 519 407 78,42 112 21,58
2 Tambarangan 387 309 79,84 78 20,16
3 Salam Babaris 221 201 90,95 20 9,05
4 Tambaruntung 261 232 88,89 29 11,11
5 Pandahan 215 186 86,51 29 13,49
6 Binuang 592 433 73,14 159 26,86
7 Hatungun 199 163 81,91 36 18,90
8 Banua Padang 237 201 84,81 36 15,19
9 Lokpaikat 198 158 79,80 40 20,20
10 Piani 126 118 93,05 8 6,35
11 Bakarangan 222 187 84,23 35 15,77
12 Baringin 309 273 88,35 36 11,65
13 Margasari 417 342 82,01 75 17,99
Kabupaten 3903 3210 82,24 693 17,76
Sumber : Diolah dari Profil Kesehatan Kabupaten Tapin Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 1 terlihat Puskesmas Binuang cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hanya 73,14%. Cakupan
ini terendah dari 13 puskesmas yang ada di wilayah Dinas Kesehatan
Kabupaten Tapin. Selain itu pada tahun 2006 cakupan ini juga terendah
yaitu 72,8% dan cakupan ini berada dibawah target yang ditentukan baik
daerah maupun nasional yaitu 85%. Cakupan ini rendah terjadi antara lain
masih tingginya pertolongan persalinan oleh dukun.
Hasil penelitian Thind dan Banerjee (2004) tentang pertolongan
persalinan di rumah yang dilaksanakan di Indonesia didapatkan masih
cukup tinggi, dari 34.255 rumah tangga pertolongan persalinan dirumah
sebanyak 10.692. Pertolongan persalinan di rumah ini 53% ditolong oleh
dukun beranak, 40% oleh dokter, bidan atau perawat, dan 7% dibantu
oleh keluarga dan atau kawan. Perilaku belum memanfaatkan pelayanan

 
 

 

tenaga kesehatan dipengaruhi antara lain oleh faktor pendidikan ibu yang
juga ada kaitannya dengan pendidikan suami yang menyebabkan kurang
mendukungnya untuk memilih penolong persalinan ke tenaga kesehatan.
Selain itu juga faktor agama, sosial ekonomi dan jumlah kunjungan
antenatal mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemilihan
tempat persalinan .
Puskesmas Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan
memiliki wilayah kerja 8 kelurahan/desa. Keadaan geogafi wilayah kerja
puskesmas ini sebagian dataran tinggi dan sebagian dataran rendah
berawa-rawa serta merupakan daerah lintas antar Kalimantan. Hasil
utama Kecamatan Binuang adalah tambang batu bara yang merupakan
sumber pendapatan daerah Kabupaten Tapin. Secara sosial ekonomi
sebagian masyarakat bekerja sebagai pedagang/swasta atau karyawan
swasta (37%), dan 30% petani pemilik dan yang lainya pegawai negeri,
pegawai tidak tetap atau buruh. Menurut laporan Millenium Development
Goals (MDGs) 2007 Kalimantan Selatan sebagai propinsi yang tingkat
kemiskinan masyarakatnya pada rangking indeks keparahan kemiskinan
yaitu 0,24. Angka ini dibawah standar nasional (0.78 ) dan nomor 3
setelah DKI Jakarta dan Bali (BPS 2004 dalam Bappenas, 2007a).
Kecamatan Binuang penduduknya 95% beragama Islam dan 75% dari
mereka adalah suku bangsa Banjar sebagai penduduk asli Propinsi
Kalimantan Selatan (Puskesmas Binuang, 2007).
Survei Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD) pada wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Binuang tahun 2007,
dengan menggunakan sampel 200 kepala keluarga dari masing-masing
desa terdapat pemilihan penolong persalinan dengan tenaga kesehatan
hanya 334 orang (51,5%) dari 648 persalinan. Kurangnya pemilihan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terutama terjadi pada desa
yang penduduknya mayoritas penduduk asli (suku Banjar). Seperti yang
terdapat di Kelurahan Binuang dari 88 persalinan hanya 4 yang
melahirkan kepada tenaga kesehatan. Sementara Desa Pulau Pinang dari

 
 

 

90 persalinan hanya 3 ditolong oleh tenaga kesehatan. Hal ini berbeda


dengan desa yang banyak penduduk pendatang seperti Desa A.Yani
Pura, Desa Pualam Sari, Desa Pulau Pinang Utara, dan Desa Padang
Sari pertolongan persalinannya oleh tenaga kesehatan pencapaiannya
diatas 50% (Puskesmas Binuang, 2007).
Menurut De Broe (2005) bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok etnik tertentu terutama penduduk asli atau belum ada
percampuran etnik di Guatemala. Pemilihan pelayanan kesehatan
cenderung ke tenaga tradisional pada saat persalinan maupun kehamilan.
Adanya perbedaan etnik asli memilih perawatan pada masa pre natal
sampai post natal juga ada hubungannya dengan pendidikan, usia ibu,
status menikah dan kondisi kehidupan.
Menurut Triratnawati (1995) pada penelitian tentang pendekatan
antropologi dalam penempatan bidan di desa yang dilakukan di
Purworejo, Jawa Tengah, terdapat beberapa alasan pengguna jasa
memilih melahirkan kepada dukun bayi antara lain yaitu: 1) “babar pindah”
atau sekaligus, komplit yang maksudnya dukun bayi setelah melahirkan
juga memijat ibu dan bayi, melakukan upacara kelahiran serta merawat
plasenta, 2) biaya murah, bisa dibayar kemudian, 3) dari aspek psikologis,
dukun dapat menentramkan ibu dan keluarga serta dapat menemani
sampai berjam-jam atau lebih satu hari. Kemampuan-kemampuan di atas
tidak dimiliki oleh bidan.
Berdasarkan wawancara kepada beberapa ibu yang telah
melahirkan dengan “bidan kampung” mereka menyebut dukun bayi. Ibu
tersebut menyatakan bahwa pemilihan penolong persalinan kepada dukun
karena selain murah, ibu merasa bahwa kondisi kesehatannya saat hamil
dan mau bersalin dalam keadaan sehat. Hal ini telah diperiksakan kepada
bidan atau dokter, sehingga saat persalinan tidak memerlukan
pertolongan bidan atau tenaga kesehatan. Namun setelah melahirkan
biasanya keluarga akan memanggil bidan atau dokter untuk mendapatkan
pengobatan dan untuk disuntik.

 
 

 

Pemilihan pertolongan persalinan dukun menurut hasil penelitian


Kusumawati (2007) dipengaruhi oleh faktor budaya berupa “budaya
tunggu susah”. Budaya tunggu susah maksudnya mempercayai dukun
untuk menolong persalinan terlebih dahulu dibandingkan bidan. Dukun
dipercayai sebagai pengambil keputusan tentang kondisi persalinan dan
menganggap persalinan adalah sesuatu yang alamiah dan mudah. Selain
itu menurut hasil penelitian Inayah (2007) yang dilakukan terhadap ibu
hamil suku Banjar tentang pengetahuan tanda bahaya saat hamil dan
bersalin didapatkan bahwa dengan melakukan pantangan atau ritual
dapat menghindari bahaya pada masa hamil atau bersalin. Pantangan
yang dilakukan antara lain seperti pantang makan buah nanas, makan
ikan yang banyak duri, dan lainnya, atau ritual yang dilakukan seperti
mandi baya, mandi sembilan, atau minum banyu pelunsur (air untuk
mempermudah persalinan) yang telah dibaca doa oleh guru (alim ulama).
Kegiatan tersebut dapat menghindari ibu hamil dari gangguan atau
komplikasi pada saat hamil dan melahirkan.
Pandangan masyarakat terhadap persalinan dan penolong
persalinan yang umumnya berdasarkan pada berat ringannya masalah
atau gejala yang dirasakan dapat meningkatkan terjadinya kematian ibu.
WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya
serta dapat mengancam jiwanya (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
[Pusdiknakes], 2003). Kondisi demikian diperlukan adanya pendampingan
dari tenaga kesehatan, sehingga diharapkan komplikasi persalinan dapat
ditekan seminimal mungkin.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang pandangan klien (ibu bersalin) suku Banjar terhadap
bidan kampung atau dukun bayi dalam pemilihan penolong persalinan di
Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

 
 

 

B. Rumusan Masalah

Pemilihan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan masih


kurang terutama terjadi pada ibu suku Banjar sebagai penduduk asli di
Kalimantan Selatan. Pemilihan ini terjadi karena adanya kepercayaan
kepada bidan kampung dalam menolong persalinan. Berdasarkan
permasalahan tersebut rumusan masalahnya adalah: Bagaimana
pandangan klien suku Banjar terhadap bidan kampung dalam pemilihan
penolong persalinan di wilayah kerja Pukesmas Binuang, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan dan siapa pengambil keputusan dalam
keluarga yang menentukan penolong dalam persalinan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bidan kampung di mata klien suku Banjar dalam pemilihan penolong
persalinan di wilayah kerja Puskesmas Binuang, Kabupaten Tapin,
Kalimantan Selatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini diharapkan dapat :
1) Mengetahui alasan klien suku Banjar memilih penolong persalinan
oleh bidan kampung di wilayah kerja Puskesmas Binuang,
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
2) Mengetahui pandangan ibu terhadap kekuatan (sisi positif) dan
kelemahan (sisi negatif) bidan kampung sebagai penolong
persalinan.
3) Mengetahui pandangan klien tentang kehamilan dan persalinan.
4) Mengetahui siapa dalam keluarga yang menentukan pengambilan
keputusan penolong persalinan.

 
 

 

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:


1. Memberikan gambaran dan informasi bagi puskesmas dan tenaga
kesehatan terhadap pandangan ibu dalam memilih penolong
persalinan.
2. Menjadi bahan kajian dan masukan bagi Pemerintan Daerah
Kabupaten Tapin dalam menentukan kebijakan dengan
memperhatikan pandangan ibu suku Banjar dalam pemilihan penolong
persalinan.
3. Menjadikan acuan oleh dinas/instansi/lembaga yang terkait dalam
mengembangkan program kesehatan ibu dan anak.
4. Sebagai bahan rujukan atau masukan untuk penelitian lainnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang bidan kampung di mata klien suku Banjar dalam


pemilihan penolong persalinan yang ditinjau dari hasil penelusuran studi
pustaka antara lain adalah :
1. Mpembeni et al. (2007) melakukan penelitian dengan judul Use
pattern of maternal health services and determinants of skilled care
during delivery in Sothern Tanzania: implications for achievement of
MDG-5 targets. Penelitian ini untuk mengetahui determinan pemilihan
penolong persalinan (dokter, bidan, dukun, lainnya). Hasilnya terdapat
hubungan yang signifikan antara jarak tempat persalinan (fasilitas
kesehatan), diskusi dengan suami dalam memilih tempat persalinan,
advis terhadap rencana tempat persalinan pada saat antenatal care
(ANC), serta pengetahuan terhadap faktor risiko kehamilan.
Persamaan penelitian terdapat pada topic pemilihan penolong
persalinan tetapi berbeda metode, sampel dan lokasi penelitian.

 
 
10 
 

Peneltian ini dengan menggunakan metode kualitatif pada ibu-ibu


yang telah ditolong oleh dukun bayi saja.
2. Thind & Banerjee (2004) melakukan penelitian di Indonesia tentang
pertolongan persalinan di rumah dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan penolong persalinan. Penelitian survei terhadap 10.692
persalinan di rumah yang penolongnya adalah : 53% ditolong oleh
dukun beranak, 40% oleh dokter, bidan atau perawat, dan 7%
dibantu oleh keluarga dan atau kawan. Penelitian ini menggunakan
model Anderson”s Behavioral Model yang hasilnya bahwa pendidikan
ibu, agama, asset index quartile dan jumlah kunjungan ANC
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemilihan tempat
persalinan. Penelitian ini berbeda dengan peneliti yaitu pada metode
kualitatif yang digunakan dan sampel dibatasi pada ibu yang telah
melahirkan dengan dukun bayi.
3. D'Ambruoso et al (2005) melakukan penelitian yang berjudul Please
understand when I cry out in pain : women’s accounts of maternity
services during labour and delivery in Ghana. Penelitian ini dengan
metode kualitatif untuk mengetahui persepsi ibu bersalin terhadap
pelayanan yang diberikan oleh petugas selama persalinan. Hasil
penelitian menyatakan bahwa sikap petugas yang ramah, rasa
kepedulian dan dekat dengan klien sangat mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien. Persamaannya terletak pada topik dan metode
penelitian sedangkan pada sampel dan lokasi berbeda.
4. Triratnawati (1995), melakukan penelitian tentang pendekatan
antropologi dalam menempatan bidan desa. Penelitian dilakukan
terhadap 12 bidan desa di Kecamatan Butuh, Purworejo. Hasil
penelitian didapatkan bahwa bidan desa kalah bersaing dengan dukun
bayi karena dukun bayi dalam memberikan pelayanan yaitu: 1) “babar
pindah” atau sekaligus, komplit yang maksudnya dukun bayi setelah
melahirkan juga memijat ibu dan bayi, melakukan upacara kelahiran
serta merawat plasenta, 2) biaya murah, biasa dibayar kemudian, 3)

 
 
11 
 

dari aspek psikologis, dukun dapat menentramkan ibu dan keluarga


serta dapat menemani sampai berjam-jam atau lebih satu hari.
Persamaan penelitian terdapat pada metode dan pemilihan penolong
persalinan tetapi berbeda sampel dan lokasi penelitiannya.
5. Kusumawati (2007), melakukan penelitian tentang kepercayaan ibu
bersalin miskin dalam memilih pertolongan persalinan oleh dukun di
wilayah Puskesmas Dompu Kota Kecamatan Dompu Nusa Tenggara
Barat. Hasil penelitian didapat bahwa faktor budaya mempengaruhi
pemilihan penolong persalinan, dengan kepercayaan bahwa
persalinan itu berjalan alamiah dan mudah sehingga pertolongan
persalinan hanya kepada dukun dan faktor kurangnya sosialisasi
pemakaian kartu miskin. Persamaan penelitian terdapat pada metode
penelitian dan topik pemilihan penolong persalinan. Perbedaannya
peneliti tidak membatasi sampel pada keluarga miskin saja selain itu
tempat dan lokasi penelitian tidak sama.
Berdasarkan berbedaan dan persamaan penelitian di atas maka
penelitian ini untuk mengetahui pandangan klien suku Banjar terhadap
bidan kampung dalam menolong persalinan di Kecamatan Binuang,
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

 
 
26 
 

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus.
Pendekatan ini dilakukan karena fokus penelitian yang spesifik dan
mendalam pada kasus sebagai objek yang diteliti dan sesuai dengan
nature-nya sendiri. Studi kasus adalah pengujian intensif dengan
menggunakan berbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal yang
dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada umumnya, studi kasus dihubungkan
dengan sebuah lokasi dan kasusnya dapat sebuah organisasi,
sekumpulan orang, peristiwa atau isu lainnya (Daymon & Holloway, 2008).
Penelitian ini kasusnya adalah ibu-ibu suku Banjar yang bertempat tinggal
di Kecamatan Binuang yang telah melahirkan oleh bidan kampung. Hal ini
dilakukan untuk menggali secara mendalam terhadap pandangan ibu suku
Banjar di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan selatan
terhadap bidan kampung sehingga memilihnya sebagai penolong
persalinan. Diharapkan penelitian ini dapat mengetahui alasan ibu memilih
bidan kampung dan bagaimana kekurangan atau kelebihan bidan
kampung (dukun bayi) dibandingkan dengan bidan. Selain itu peneliti juga
ingin mengetahui tentang pandangan ibu terhadap kehamilan dan
persalinan serta siapa yang menentukan keputusan dalam memilih
penolong persalinan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Binuang,


Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Pertimbangan yang mendasari
penelitian ini adalah cakupan pertolongan persalinan di wilayah ini masih
rendah (73,14%) terutama pada daerah dengan mayoritas penduduk asli
27 
 

(Suku Banjar). Selain itu dilihat dari lokasi terhadap tempat pelayanan
kesehatan cukup terjangkau dan memadai dengan adanya puskesmas
perawatan dan tenaga full time. Sarana untuk mencapai fasilitas
kesehatan baik ke bidan atau ke puskesmas transportasi cukup lancar
menuju ke dalam maupun ke luar kota. Selain itu tenaga kesehatan baik
bidan maupun dokter lebih banyak jumlahnya dari pada kecamatan lain.

C. Subjek penelitian/Informan

Subjek penelitian ini adalah ibu-ibu yang telah melahirkan dari


bulan Maret 2008 sampai Maret 2009, yang ditolong oleh bidan kampung
dan ibu tersebut bersuku Banjar (ibu dan suami berasal dari suku Banjar).
Penentuan subyek penelitian atau informan tersebut dipilih karena ingin
menggali bagaimana pandangan klien atau ibu terhadap bidan kampung
yang dipilih sebagai penolong persalinan. Adapun cara pengambilan
subjek penelitian mengunakan teknik purposive sampling. Pemakaian
teknik ini dengan pertimbangan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
penelitian. Selain itu penetapan informan dalam konteks ini bukan
ditentukan oleh pemikiran bahwa informan harus representatif terhadap
populasi, tetapi informan harus representatif dalam memberikan informasi
yang diperlukan sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian (Sugiyono,
2008).

Pada penelitian ini pemilihan informan berdasarkan: 1) ibu yang


telah melahirkan anak dengan bidan kampung dengan sosial ekonomi
menengah ke atas dan pendidikan menengah atau tinggi; 2) ibu yang
telah melahirkan dengan bidan kampung minimal 2 kali berturut-turut; 3)
ibu yang telah melahirkan anak pertama; 4) ibu yang telah melahirkan
dengan bidan kampung dan pernah melahirkan dengan bidan (tenaga
kesehatan). 5) ibu yang telah melahirkan dengan bidan kampung dan
pernah mengalami masalah atau komplikasi saat melahirkan sehingga
28 
 

memerlukan tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan. Pada


penelitian ini jumlah informan yang didapat sebanyak 8 orang. Informan
tersebut dipilih berdasarkan informasi yang didapat sesuai dengan
kebutuhan serta setelah dilakukan wawancara hasilnya tidak ada
informasi yang baru atau sudah jenuh, maka subyek penelitian dihentikan.
Untuk melengkapi informasi yang didapat pada penelitian ini
dilakukan juga wawancara kepada informan tambahan yaitu bidan
kampung dan bidan, masing-masing 2 orang. Bidan kampung yang
dijadikan informan dipilih berdasarkan banyaknya pertolongan persalinan
yang sudah dilakukan dan telah mendapatkan pelatihan sebagai dukun
bayi. Sedangkan pemilihan bidan berdasarkan tempat tugasnya di
puskesmas Binuang dan sering menolong persalinan di Kelurahan
Binuang dan Desa Pulau Pinang. Informasi ini diharapkan dapat
mendukung dan melengkapi alasan ibu dalam memilih bidan kampung
sebagai penolong melahirkan dilihat dari persepsi masing-masing
informan tambahan.

D. Definisi Operasional

1. Pandangan ibu adalah pengalaman, perasaan atau sikap ibu terhadap


pelayanan yang diberikan oleh bidan kampung selama proses
persalinan.
2. Bidan kampung adalah panggilan dukun bayi bagi masyarakat suku
Banjar yang telah menolong persalinan secara tradisional .
3. Alasan pemilihan penolong persalinan adalah kriteria yang ditetapkan
oleh ibu sehingga memutuskan untuk memilih dukun kampung sebagai
penolong persalinan.
5. Kekuatan dan kelemahan bidan kampung adalah penilaian ibu yang
telah melahirkan anak dan ditolong oleh bidan kampung terhadap
perilaku atau tindakan yang dilakukan pada saat menolong persalinan
baik yang bernilai positif maupun negatif.
29 
 

6. Pandangan tentang kehamilan dan persalinan adalah pemahaman dan


pengalaman yang dimiliki ibu terhadap proses kehamilan dan
persalinan.
7. Pengambil keputusan adalah orang yang menentukan dan memutuskan
pilihan terhadap penolong persalinan pada saat ibu akan melahirkan.

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini menurut
Sugiono (2008) menyatakan bahwa peneliti sebagai instrumen karena
pada penelitian kualitatif peneliti yang memegang kendali dari
menentukan fokus penelitian, pemilihan sumber data, pengumpulan data,
analisis data, menafsirkan data sampai dengan menyimpulkan atas
temuan yang didapat.
Pengumpulan data pada penelitian ini bersumber pada data primer
dan data sekunder. Data primer dikumpulkan berdasarkan wawancara
secara mendalam (in depth interview) kepada informan yang bertujuan
untuk menemukan permasalahan secara terbuka dan langsung sehingga
muncul pendapat-pendapat atau ide-ide yang diperlukan untuk menggali
tentang mengapa ibu memilih bidan kampung sebagai penolong
persalinan. Dalam melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara
cermat dan teliti serta mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
Selanjutnya untuk mempermudah dalam pendokumentasian, maka hasil
wawancara peneliti menggunakan alat bantu berupa : alat perekam, buku
catatan, dan daftar pertanyaan serta kamera.
Sebelum menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman pada
saat wawancara, maka peneliti mengadakan uji coba terlebih dahulu. Uji
coba dilakukan pada beberapa orang ibu dengan cara bertanya jawab
sesuai dengan daftar pertanyaan pada pedoman wawacara. Setelah itu
peneliti akan melihat apakah ada kata atau kalimat yang tidak dimengerti
30 
 

dan perlu diperbaiki, sehingga pada saat wawancara dilaksanakan dapat


berjalan lancar.
Disamping teknik wawancara yang digunakan dalam
pengumpulan data, peneliti juga menggunakan cara observasi partisipatif
yang bersifat pasif. Teknik ini digunakan sebagai triangulasi terhadap data
yang didapat dan demi meningkatkan validasi terhadap data. Observasi ini
dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana interaksi bidan
kampung dengan ibu bersalin suku Banjar dalam aktivitas pemilihan
penolong persalinan. Selain itu untuk lebih meningkatkan hasil penelitian,
peneliti juga menggunakan sumber data berupa data sekunder yang
diperoleh dari dokumentasi Puskesmas Binuang dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tapin. Data-data tersebut berupa cakupan tentang persalinan
atau masalah kesehatan ibu lainnya yang diperlukan sebagai pendukung
hasil penelitian.

F. Analisis Data

Pada penelitian ini setelah data didapat langsung dilakukan analisis


secara terus menerus pada setiap tahap penelitian sampai akhir
penelitian. Analisis dilakukan sampai mendapatkan data yang penuh dan
jenuh. Adapun caranya adalah sebagai berikut: 1) reduksi data yaitu
melakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, dan mentransformasikan data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi ini berlangsung
secara terus-menerus selama penelitian berlangsung; 2) penyajian data,
pada langkah ini penyajian data dapat berbentuk naratif atau juga bentuk
yang lain seperti bagan atau matrik. Penyajian data merupakan
sekumpulan informasi yang berguna untuk menarik kesimpulan dan
pengambilan tindakan; 3) penarikan kesimpulan/verifikasi yaitu
menyimpulkan hasil penelitian dengan membandingkan pertanyaan
penelitian dengan hasil penelitian (Miles & Huberman, 2007).
31 
 

G. Keabsahan Data

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan valid maka pada


penelitian ini dilakukan triangulasi terhadap sumber dan metode.
Triangulasi terhadap sumber dilakukan dengan cara membandingkan dan
memeriksa ulang data yang diperoleh dari subjek tersebut dan subjek
yang berbeda. Pada triangulasi metode peneliti menggunakan metode
wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi. Penggunaan
teknik triangulasi dalam pengumpulan data dimaksudkan agar dapat
memperoleh data yang konsisten, tuntas dan pasti (Sugiono, 2008).

H. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 yang diawali dengan
pengurusan surat izin penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat ditujukan pada instansi yang terkait. Instansi yang diminta izin
dalam penelitian ini adalah kepala Badan Kesbanglinmas Kabupaten
Tapin. Selanjutnya dengan membawa surat izin dari Badan
Kesbanglinmas Kabupaten Tapin peneliti meminta izin ke Kantor Camat
Kecamatan Binuang sebagai lokasi penelitian yang dituju. Selain itu
peneliti juga melakukan uji coba terhadap pedoman wawancara yang
akan digunakan. Uji coba dilakukan kepada 2 orang ibu yang telah
melahirkan dengan bidan kampung dan berasal dari suku Banjar. Hasil uji
coba wawancara terdapat sedikit perubahan dan penambahan kata yang
diharapkan dapat mempermudah peneliti mengadakan wawancara.
Selanjutnya peneliti menentukan subjek penelitian dengan menanyakan
kepada bidan kampung dan bidan yang bertugas di puskesmas.
Berdasarkan informasi yang didapat dan dibantu bidan puskesmas peneliti
menemui ibu-ibu yang telah melahirkan dengan bidan kampung dalam
satu tahun terakhir sampai maret 2009 ini.
32 
 

2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari sampai


dengan Maret 2009. Adapun caranya adalah peneliti mendatangi rumah
informan untuk diwawancarai. Wawancara terhadap 8 orang informan inti
dilakukan berulang-ulang sampai data yang dibutuhkan memadai.
Wawancara tersebut dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dan jumlah anak yang dilahirkan serta riwayat persalinan
dan penolongnya. Pertimbangan ini diharapkan dapat menghasilkan data
yang lebih akurat dari perbedaan karakteristik informan.
Pelaksanaan wawancara dilakukan dari 1 informan langsung di
rekam dan ditranskripkan selanjutnya dianalisis. Setelah data dirasakan
jenuh atau saturasi peneliti awalnya membatasi 7 orang informan tetapi
untuk meningkatkan validitas data maka peneliti menambah 1 informan
lagi sehingga menjadi 8 orang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
apakah ada perbedaan jawaban informan bila baru saja melahirkan
dengan bidan bersama bidan kampung. Pimpinan persalinan ini terjadi
karena informan merasa persalinan tidak ada kemajuan setelah dipimpin
oleh bidan kampung sehingga akhinya memanggil bidan. Adanya keadaan
tersebut maka peneliti tertarik untuk menambah informan. Selanjutnya
peneliti melakukan analisis lagi dengan melakukan pengkodingan dan
pengkategorikan terhadap data tersebut sesuai dengan daftar pertanyaan.
Hasilnya tidak ada perbedaan yang berarti maka peneliti putuskan untuk
mencukupkan pengumpulan data kepada informan inti.
Untuk mendukung hasil penelitian juga dilakukan observasi
terhadap pelayanan yang diberikan dan interaksi yang dilakukan antara
ibu dan bidan kampung. Observasi dilakukan pada saat ibu melakukan
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, juga pada acara
yang biasa dilakukan pada setiap ibu hamil dan setelah melahirkan yang
biasanya melibatkan bidan kampung. Selain itu peneliti juga melakukan
wawancara mendalam kepada 2 orang bidan dan 2 orang bidan kampung.
33 
 

Wawancara pada bidan kampung dilakukan dengan cara peneliti langsung


menemui di rumahnya masing-masing. Sedangkan wawancara pada
bidan peneliti lakukan dengan cara menemuinya baik di puskesmas atau
di rumahnya. Selain itu kepada bidan peneliti juga meminta data-data
tentang cakupan pertolongan persalinan dan dokumentasi kesehatan ibu
anak lainnya yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Binuang baik tahun
yang lalu maupun yang sedang berjalan.
Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta izin terlebih
dahulu kepada masing-masing informan, dengan memberikan penjelasan
sesuai dengan tujuan. Bila pada saat itu ibu merasa ada keraguan untuk
memberikan informasi maka peneliti menjelaskan kembali dan
meyakinkan ibu bahwa kerahasian akan terjaga.
Kegiatan selanjutnya peneliti mengolah data yang sudah terkumpul
dan sudah ditranskripkan untuk dilakukan pengkodingan dan
pengkategorikan, kemudian dilakukan interpretasi. Selama kegiatan
berlangsung peneliti selalu berkonsultasi kepada pembimbing. Hasil dari
analisis ini akan dijadikan bahan untuk melakukan pembahasan terhadap
penelitian yang telah dilaksanakan.

3. Tahap akhir

Pada tahap ini peneliti melakukan pendokumentasian terhadap


penelitian yang telah dilaksanakan dalam bentuk format tesis. Hasil akhir
ini akan dipertanggungjawabkan di depan penguji yang merupakan salah
satu prasyarat penyelesaian program studi S2 IKM UGM Yogyakarta.

I. Keterbatasan Penelitian
1. Kelemahan penelitian
Penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk mengeksplorasi
apa yang sebenarnya dialami informan dengan mengambil bukti yang ada
dan hanya terbatas pada lokasi dan sampel yang didapat. Dengan
34 
 

demikian penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan terhadap populasi


yang besar tetapi hanya berfokus pada topik-topik penting dalam kasus
tersebut atau mengenai kelompok tertentu.

2. Kesulitan Penelitian
Pada penelitian ini kesulitan yang dialami adalah peneliti sendiri
bukan penduduk asli dan tidak mengenal secara langsung tentang
keadaan masyarakat setempat tetapi hal ini tidak mempengaruhi dalam
pengumpulan data. Ketidakmampuan peneliti membuat keterbukaan
informan untuk lebih menjelaskan keadaan yang ada setelah
dikomunikasikan tentang keingintahuan peneliti terhadap permasalahan.
Menghadapi hal ini peneliti atasi dengan meminta bantuan kepada
petugas kesehatan (bidan) di puskesmas yang lebih memahami lokasi
atau tempat tinggal informan.

J. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan surat kelayakan


etik penelitian dari Komite Etik Penelitian Biomedis pada manusia
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pada saat penelitian
berlangsung, setiap mengadakan wawancara atau observasi sebelumnya
peneliti meminta izin kepada informan dengan menjelaskan maksud dan
tujuan untuk mengadakan kegiatan tersebut. Selain itu peneliti juga
menjelaskan bahwa wawancara yang dilakukan direkam yang bertujuan
untuk mempermudah peneliti bila melakukan pencatatan. Selanjutnya
wawancara akan diteruskan bila ibu atau informan benar-benar telah
menyetujui sesuai dengan penjelasan yang dilakukan dan tidak ada unsur
pemaksaan. Untuk menjaga kerahasiaan dan privasi informan pada
pengumpulan data maupun analisis data, maka peneliti mencantumkan
identitas informan dengan nama inisial agar tersamar.
35 
 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Binuang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten


Tapin, Kalimantan Selatan yang terletak pada 2º,3º-4 3” Lintang Selatan
dan 114º.46’.13” Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayahnya adalah
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tapin Selatan, sebelah
timur berbatasan dengan Kecamatan Hatungun, sedangkan sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Candi Laras Selatan dan Kabupaten
Banjar. Kecamatan Binuang ini merupakan daerah pengunungan yang
memanjang dari daerah Timur ke Selatan dan dari arah Timur ke Barat,
serta terdapat juga dataran rendah yang kebanyakan rawa-rawa. Sarana
transportasi baik ke dalam maupun ke luar kota cukup lancar sebab
Kecamatan Binuang merupakan jalan lintas Kalimantan menuju
Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Pada sore hari terutama bila
mobil pengangkut batu bara telah diizinkan lewat, maka jalan ini biasanya
macet sampai beberapa kilometer. Hal ini terjadi karena daerah Binuang
merupakan salah satu daerah penghasil batu bara terbesar di Kalimantan
Selatan.
Wilayah kerja puskesmas Binuang cukup luas yaitu 281,1 Km2
mencakup 8 desa, yaitu kelurahan Binuang, Desa Pulau Pinang, A Yani
Pura, Pualam Sari, Pulau Pinang Utara, Tungkap, Padang Sari dan desa
Gunung Batu. Adapun jumlah penduduknya pada tahun 2008 terdapat
23.368 jiwa yang mayoritas (95%) beragama Islam. Masyarakat Binuang
terdiri dari bermacam-macam suku seperti suku Jawa, Sunda, Madura,
Batak dan suku lainnya, tetapi yang terbanyak adalah suku asli
Kalimantan yaitu suku Banjar. Masyarakat suku Banjar ini lebih banyak
36 
 

terdapat pada daerah Kelurahan Binuang dan Desa Pulau Pinang, yang
dijadikan tempat penelitian.
Puskesmas Binuang merupakan puskesmas perawatan dan
memiliki tempat pelayanan kesehatan lainnya berupa 3 puskesmas
pembantu, 25 posyandu, 2 klinik KB dan 4 polindes. Pemberian pelayanan
kesehatan puskesmas Binuang dilakukan oleh 1 orang dokter umum, 1
orang dokter gigi, 16 orang bidan (5 D III dan 11 orang D1 Kebidanan),
dan 10 orang perawat serta tenaga kesehatan lainnya. Pemberian
pelayanan kebidanan disetiap desa minimal terdapat 1 orang bidan desa.
Selain itu sebagai puskesmas perawatan, puskesmas Binuang merupakan
tempat pelayanan pertolongan persalinan yang normal juga penangani
kegawat daruratan obstetrik neonatal dasar. Pelayanan ini didukung
dengan fasilitas yang memadai dan tenaga (bidan dan dokter) yang telah
dilatih. Pada pelayanan kebidanan tradisional dilakukan oleh dukun bayi
yang berjumlah 17 orang. Dukun bayi tersebut yang sudah dilatih
sebanyak 9 orang dan tidak terlatih 8 orang. Keberadaan dukun bayi ini
hampir di setiap desa dapat ditemui dengan mudah.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Binuang terutama pada
suku Banjar mempunyai tradisi yang agamis dan bernapaskan Islam.
Setiap hari terutama di langgar-langgar yang berjumlah 35 buah dan
masjid 11 buah mengadakan pengajian baik secara bergantian atau
bersamaan. Selain itu masing-masing keluarga baik pihak ibu atau bapak
per kelompok mengadakan arisan mingguan. Pada acara arisan ini selain
arisan uang minimal Rp 20.000,- dan sampai Rp 1.000.000,- per orang,
juga diisi dengan acara pengajian Yasin dan Barzanji (bersalawat kepada
Nabi Muhammad, SAW). Acara arisan ini diadakan setiap minggu pada
malam Jum’at. Selain itu masyarakat Banjar hampir setiap bulannya
mengadakan acara peringatan hari-hari besar keagamaan, seperti 1
Muharam (tahun baru Islam), 29 Safar sebagai acara tolak bala dan
Maulid Nabi serta Israq Mi’raj yang diadakan dalam sebulan penuh serta
acara keagamaan lainnya. Acara-acara keagamaan ini bukan hanya
37 
 

dilakukan di langgar-langgar atau di masjid saja tapi juga di rumah-rumah


dan instansi pemerintahan maupun swasta. Masyarakat yang agamis ini
juga terlihat dari banyaknya ibu-ibu, bapak-bapak atau anak-anak yang
sudah menjalankan ibadah haji. Pada pelaksanaan ibadah haji dan
terutama umroh bagi masyarakat yang mampu, mereka dapat
memberangkatkan keluarga, tetangga, sahabat atau karyawan dalam
setiap tahunnya. Acara ritual lainnya yang biasa dilakukan adalah acara
ziarah ke makam-makam Wali Songo di Jawa. Perjalanan ritual ini
dilakukan oleh biro perjalanan yang biasanya hampir setiap bulan
memberangkatkkan masyarakat Binuang menuju pulau Jawa dari
Surabaya sampai Jakarta.
Kepercayaan dengan melakukan ritual secara keagamaan ini juga
diterapkan pada setiap ibu hamil dengan melakukan acara selamatan dan
pembacaan doa bersama pada saat hamil 3 bulan dan 7 bulan. Selain itu
setiap ibu hamil meminta air yang sudah didoakan oleh tuan guru atau
ulama. Setelah melahirkan ada acara batasmiah (pemberian nama) dan
akikah yang sesuai dengan sunnah Nabi. Bersamaan dengan kegiatan itu
biasanya ada acara betapung tawar/bapalas. Pada acara tersebut bidan
kampung sangatlah berperan, karena dialah yang memimpin upacara
tersebut.
38 
 

B. Karakteristik Informan

Pada penelitian ini yang menjadi informan inti sebanyak 8 orang


dengan karakteristiknya dalah sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Informan
No. Karakteristik Informan Jumlah
1. Umur
a. < 20 tahun 0
b. 20 – 35 tahun 8
c. > 35 tahun 0
2. Pendidikan
a. SD 1
b. SLTP 3
c. SLTA 2
d. D III/ S1 2
3. Pekerjaan
a. Bekerja (PNS) 2
b. Tidak bekerja 6
4. Sosial Ekonomi
a. Rendah 1
b. Menengah 4
c. Tinggi 3
5. Paritas
a. Primi para 3
b. Multi para 5
6. Riwayat Penolong Persalinan
a. Hanya bidan kampung 5
b. Bidan kampung dan bidan 3

Tabel 3 karakteristik informan terlihat bahwa usia ibu bersalin


semuanya melahirkan pada usia kisaran 20 - 35 tahun. Usia ini
merupakan usia yang cukup baik untuk kehamilan dan persalinan. Rata-
rata pendidikan yang terbanyak adalah SLTP dan disusul SLTA dan
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu ini cukup memadai untuk
menerima pengetahuan dan informasi yang disampaikan oleh petugas
kesehatan. Selanjutnya pada pekerjaan, sebagian besar ibu tidak bekerja
atau hanya sebagai ibu rumah tangga dan hampir setengah dari mereka
memiliki sosial ekonomi menengah, hal ini memungkinkan dalam
39 
 

pembayaran terhadap penolong persalinan ke tenaga kesehatan dapat


dilakukan. Sedangkan banyaknya anak yang telah dilahirkan termasuk
tinggi (3 - 5 anak) dengan riwayat penolong persalinan sebagian besar
hanya dilakukan oleh bidan kampung.
Adapun karakteristik informan tambahan yang diambil sebagai
pendukung penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Bidan Kampung

Tabel 3. Karakteristik Bidan Kampung


No. Umur Pendidikan Lama Jumlah pertolongan
Bekerja persalinan/bulan
1. 55 Tahun Tidak tamat SR 15 Tahun Min: 2-3 orang, max: 10
(setingkat SD) orang/bulan

2. 65 Tahun Tamat SR 33 Tahun Min : 15 orang, Max: 25


orang/bulan

2. Karakteristik Bidan

Tabel 4. Karakteristik Bidan


No. Umur Pendidikan Lama Jumlah pertolongan
Bekerja persalinan/bilan
1. 31 Sedang 11 Tahun Min : 1-2 orang, max : 9
Tahun pendidikan D III orang/bulan

2. 43 Tamat D III 17 Tahun Min: 1-2, Max : 10 -15


Tahun orang/bulan

Tabel 4 dan tabel 5 berdasarkan usia tergambarkan bahwa usia


bidan kampung lebih tua dan lebih lama dalam bekerja sebagai penolong
persalinan. Selain itu dari jumlah pertolongan persalinan yang mereka
lakukan dalam sebulan bidan kampung lebih banyak dibandingkan
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pada
40 
 

tingkat pendidikan, bidan lebih tinggi pendidikannya dibandingkan


pendidikan bidan kampung.

C. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap


pandangan klien suku Banjar pada bidan kampung dalam pemilihan
penolong persalinan, maka hasil penelitian ini terdiri dari 4 bagian. Hal ini
meliputi: alasan klien suku Banjar memilih bidan kampung sebagai
penolong persalinan, pandangan klien terhadap bidan kampung dalam
menolong persalinan, dan pandangan klien terhadap kehamilan dan
persalinan serta pengambilan keputusan sehingga memilih bidan
kampung sebagai penolong persalinan. Adapun hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Alasan klien suku Banjar memilih bidan kampung dalam menolong
persalinan.
Beberapa faktor yang menjadi alasan klien memilih bidan
kampung sebagai penolong persalinan, adalah sebagai berikut:
a. Faktor pengalaman
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar
informan memilih bidan kampung sebagai penolong persalinan
dikarenakan adanya faktor pengalaman. Faktor pengalaman ini
dirasakan sendiri oleh ibu karena sudah biasa melahirkan dengan
bidan kampung dan sudah kenal atau juga pengalaman dari
keluarga yang turun temurun telah melahirkan dan ditolong oleh
bidan kampung. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan beberapa
informan sebagai berikut:
“sudah kebiasaan disini rata-rata kalau mau melahirkan pasti
yang dipanggil duluan Mama Y, mungkin sudah lebih
dikenal, kan sudah lama dia itu nolong orang melahirkan, jadi
sepertinya orang-orang sini lebih percaya, anak kedua
saya juga dia yang tolong”.
(Informan 3)
41 
 

Pernyataan informan ini dirasakan atas pengalaman dan


kebiasaan lingkungannya selama tinggal di Kecamatan Binuang.
Dilihat pada riwayat pertolongan persalinan anak pertamanya,
informan pernah ditolong oleh bidan. Tetapi hal itu tidak
mempengaruhi pemilihan penolong selanjutnya pada anak ke dua
dan ke tiga. Keadaan itu terjadi karena informan saat itu
bertempat tinggal di kota lain dari Kalimantan Selatan.
Pernyataan lain tentang pengalaman ditolong bidan kampung
karena sudah kenal yaitu sebagai berikut:
“Kada patuh ulun mamanggil nang lain..... Mama Y ulun
patuh haja, anak ulun nang partama sama sidin jua... [artinya
enggak kenal saya sama yang lain.... Mama Y saya kenal
saja, anak saya yang pertama sama dia juga]”.
(Informan 4)
Selain ungkapan informan karena pengalaman sendiri
pernah ditolong oleh bidan kampung tersebut, ada juga informan
yang baru pertama kali melahirkan ingin ditolong oleh bidan
kampung. Keinginan informan ini karena melihat pengalaman
orang tuanya, saudara-saudaranya yang telah ditolong oleh bidan
kampung dan ternyata hasilnya tidak ada masalah dan sampai
sekarang sehat. Dikatakan informan dibawah ini :
“Biasa lah kalau disini, pasti melahirkan sama Mama
Y....saya saja lahir sama Mama Y, jadi sudah terbiasa,
ading-ading jua”.
(Informan 8)

Banyaknya pilihan penolong persalinan terhadap bidan


kampung dapat dilihat dari jumlah pertolongan persalinan yang
dilakukan. Bidan kampung dalam sebulan minimal 15 orang
menolong melahirkan dibanding dengan bidan maksimal 15 orang
sebulan. Umumnya bidan kampung telah berpengalaman
menolong persalinan antara 15 tahun sampai 33 tahun. Keadaan
ini tentunya akan menimbulkan ketertarikan seseorang untuk tetap
memilihnya karena secara turun temurun nenek, ibu, saudara
42 
 

atau tetangga telah ditolong oleh bidan kampung tersebut


terutama oleh Mama Y.

b. Faktor psikologis
Alasan selanjutnya dipilihnya bidan kampung dalam
menolong persalinan menurut lebih sebagian informan karena
adanya faktor psikologis. Faktor ini dirasakan oleh ibu karena
bidan kampung memberikan kemudahan dan cepat bila dipanggil
atau juga rasa tenang dan nyaman yang dirasakan pada saat
melahirkan. Seperti yang diungkapkan dibawah ini :
“Dua-dua anak saya ditolongnya.....sebenarnya saya mau
sama bidan tapi bilangnya masih lama, kita kan waktu itu
bingung, namanya mau melahirkan, jadi panggil yang
mudah lah... mudah manggilnya”.
(Informan 2)

Adanya perasaan menyenangkan, sabar membuat informan


ingin selalu memilih bidan kampung saat persalinan. Selanjutnya
adanya pijatan yang dilakukan oleh bidan kampung pada saat
timbul nyeri menjelang persalinan dapat mengurangi rasa sakit,
sehingga keadaan ini mampu menimbulkan rasa nyaman bagi ibu.
Hal demikian diungkapkan dibawah ini :
nyaman lah...waktu sidin nolong baik lah, mauruti....(diurut)
(Informan 4).

“....kita sakit di urut dilakukan pijit oleh bidan kampung bila


aduh..aduh, langsung pijit-pijit, enak rasanya bila dipijit-pijit
itu…”
(Informan 3)

Perasaan nyaman dan menyenangkan membuat informan


merasa menjadi tenang sehingga menimbulkan rasa percaya diri
saat menghadapi persalinan.
43 
 

c. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan alasan informan untuk


memilih hanya bidan kampung. Hal ini diungkapkan oleh
sebagian informan karena bidan kampung lebih murah
dibandingkan bidan. Selain itu dalam hal pembayaran bidan
kampung tidak menentukan tarip berapa yang harus dibayar.
Alasan tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai
berikut:

“mungkin murahlah..sesuai kemampuan kita, bidan


kampung enggak memberikan berapa harus bayar,
sakarela kita lah...
(Informan 1)

Pembayaran yang dilakukan kepada bidan kampung pada


saat menolong melahirkan dirasakan memang relatif lebih murah,
tetapi bila ditotalkan dengan pembayaran saat upacara adat
lainnya, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak.
Keadaan ini terjadi karena dalam pembayaran terhadap bidan
kampung dilakukan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: 1) biaya menolong
persalinan Rp. 150.000 - Rp.300.000,- 2) biaya setiap kunjungan
setelah melahirkan minimal 1 kali yaitu: Rp. 20.000 – 50.000,- 3)
biaya acara batapung tawar Rp. 100.000,- 4) membeli piduduk
(perlengkapan acara batapung tawar) terdiri dari : ayam 1 ekor,
beras ± 5 liter, kelapa 1 buah, gula merah ± 0,5 kg, kain 1 lembar,
bumbu dapur lengkap (bila anak perempuan), minyak tanah,
minyak goreng ± 0,25 liter, kayu bakar seikat, rotan seikat, total
harga diperkirakan minimal Rp.75.000-Rp.100.000,-. Dari rincian
di atas, maka dapat dijumlahkan total rata-rata yang harus
dibayarkan pada bidan kampung lebih kurang Rp. 345.000 – Rp.
550.000,-. Pembayaran ini hanya diberikan untuk bidan kampung.
44 
 

Sementara ini ada upacara yang juga mengeluarkan biaya. Biaya


tersebut antara lain untuk mengadakan upacara setelah
melahirkan minimal Rp. 10.000,- dan upacara batapung tawar
minimal Rp. 500.000,-. Upacara ini biasanya akan mengundang
tetangga dekat atau sanak keluarga.
Berdasarkan tingkat sosial ekonomi informan sebagian besar
berasal dari kelas menengah ke atas. Hasil wawancara terhadap
penghasilan seorang supir batu bara didapatkan minimal 1 hari
Rp. 200.000,- dan dikeluarkan untuk biaya makan dan lain-lain
sebesar ± Rp 100.000,-, dan dipotong istirahat hari Minggu, maka
diperkirakan minimal Rp. 2.000.000,- per bulan penghasilan itu
untuk satu keluarga. Penghasilan itu bila dibagi kepada informan
yang telah memiliki anak 4 orang dan pendidikan anak masih SD
dan belum sekolah, maka penghasilan ini dimungkinkan masih
dapat membayar bidan dalam menolong persalinan. Berdasarkan
wawancara dengan beberapa orang bidan biaya persalinan rata-
rata Rp. 250.000,- sampai Rp. 400.000,-. Pembayaran itu sudah
komplit termasuk perawatan bayi dan ibu setelah melahirkan.
Selain itu bila keluarga dinyatakan miskin dan ada surat
keterangannya maka ibu tidak perlu membayar jasa bidan
sepenuhnya.
Biaya yang dikeluarkan kepada bidan kampung lebih banyak
dibandingkan dengan bidan. Tetapi bagi informan yang ingin
tetap menjaga tradisi dan pelaksanaan yang melibatkan bidan
kampung, maka biaya tersebut bukan menjadi halangan. Selain itu
bidan kampung tetap dipakai sebagai pemimpin upacara batapung
tawar, walaupun pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan.

d. Faktor menjaga tradisi


Pemilihan penolong persalinan hanya kepada bidan
kampung karena ingin menjaga tradisi. Keadaan ini terjadi karena
45 
 

setelah melahirkan semua informan mengatakan akan


mengadakan kegiatan tradisi berupa upacara batapung
tawar/bapalas. Pada pelaksanaan kegiatan tersebut hanya bidan
kampung yang bisa melaksakannya dan sebagai pemimpinnya.
Tradisi ini harus dilakukan karena bila tidak ibu akan takut
membawa anaknya keluar rumah. Hal ini diungkap oleh informan
sebagai berikut:
“kalau sudah bapalas bayi boleh keluar rumah, dan tradisi itu
hanya dilakukan oleh bidan kampung... ..jadi kitakan kalau
tidak melahirkan dengan bidan kampung mau panggilnya
agak susah. Mungkin jadi kurang enak ya..”

(Informan 2)
Tradisi batapung tawar diyakini dapat mencegah terjadinya
gangguan setan atau makhluk halus. Kegiatan ini dianggap
penting sehingga selalu dilakukan walaupun tidak ada perintah
dalam ajaran agama. Bagi informan tradisi ini dianggap tidak
menyimpang dari agama karena pada upacara tersebut bidan
kampung selalu membaca doa-doa dengan bahasa Arab yang
sesuai menurut agama Islam. Dikutip dari hasil wawancara
sebagai berikut:
“batapung tawar untuk tidak diganggu setan, jadi bila turun
dari rumah bayi langsung diajarkan untuk menginjak tanah
supaya bebas dari gangguan setan.......kitakan tahu memang
ada makhluk lain diluar kita, kalau saya kira itu bisa-bisa saja
dilakukan, walau tidak ada dalam ajaran agama, yang
penting tidak menyimpang, ya..kan”
(Informan 3)

Selain itu hasil observasi kepada informan yang telah


melahirkan dengan bidan kampung tetapi belum ada biaya untuk
mengadakan upacara batapung tawar maka ibu tersebut tidak
berani membawa anaknya keluar rumah sampai acara tersebut
dilangsungkan. Upacara setelah melahirkan itu biasanya
46 
 

bersamaan juga dengan upacara batasmiah (pemberian nama),


sehingga untuk memanggil nama anak pun menggunakan istilah
galuh untuk anak perempuan dan utuh untuk anak laki-laki karena
belum diberi nama. Keterlambatan itu juga membuat keluarga
selalu ditanya oleh keluarga yang lain atau tetangga kapan
upacara dilangsungkan. Upacara tersebut biasanya
dilangsungkan segera setelah tali pusat lepas atau hari ke 7
sampai ke 10 setelah lahir.

e. Faktor kondisi normal


Alasan lain pemilihan bidan kampung dirasakan sebagian
informan karena kondisi badannya sehat dan meyakini tidak akan
terjadi penyulit pada saat persalinan, diakui informan antara lain
sebagai berikut :
“kada dak masalah, lancar-lancar haja, gampang haja
kadada nang susah, kada lawas lah 1-2 jam lahir, jadi kadak
parlu lah panggil-panggil bidan....sehat, badan ulun asa kuat
haja, kada sakit, enggak pusing”. (artinya : tidak ada
masalah, lancar-lancar saja, gampang saja tidak ada yang
susah, tidak lama 1-2 jam saja lahir, tidak perlu panggil-
panggil bidan....sehat, badan rasanya kuat saja, enggak
sakit, enggak pusing)
(Informan 1)

Kondisi badan sehat juga dirasakan informan lain karena


sudah diperiksa oleh dokter spesialis kandungan. Kondisi ini
diyakini oleh informan tidak masalah bila melahirkan dengan bidan
kampung. Informasi ini disampaikan informan sebagai berikut :
“....makanya saya periksa langsung dengan dokter spesialis,
kan ketahuan, apa ada penyakit atau tidak karena yakin
sehatlah saya pikir sama mama Y juga bisa, kan dia sudah
terbiasa lagi jadi tidak masalah lah kalau kita minta tolong
sama dia, kan sudah teruji, ya..kan”
(Informan 7)
47 
 

Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak informan hanya


memilih bidan kampung pada saat persalinan. Hal ini juga terlihat
dari riwayat pertolongan persalinan yang dilakukan. Persalinan
pertama dan selanjutnya tidak mempengaruhi seseorang untuk
memilih penolong melahirkan. Selain itu bila dilihat pada rata-rata
usia melahirkan 20 – 35 tahun merupakan usia ideal untuk
melahirkan dan termasuk resiko rendah untuk terjadinya penyulit
kehamilan dan persalinan.

2. Pandangan klien suku Banjar terhadap bidan kampung dalam


menolong persalinan.
Hasil penelitian pandangan klien suku Banjar terhadap bidan
kampung dalam menolong persalinan dilihat pada kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki oleh bidan kampung. Pandangan ini
diharapkan dapat mengetahui bagaimana keunggulan atau
kelemahan bidan kampung dalam menolong persalinan sehingga klien
tetap memilihnya untuk dijadikan penolong saat melahirkan. Adapun
hasilnya adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan bidan kampung
Pandangan informan terhadap bidan kampung dalam
menolong melahirkan lebih setengah informan mengatakan cukup
baik dan lancar serta tidak ada masalah. Selain itu dilihat dari
keunggulan yang bidan kampung lakukan hampir semua
mengatakan bahwa bidan kampung mampu dalam menolong
melahirkan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan informan tentang
kemampuan bidan kampung, di bawah ini :
“....pegang perut, kaini apa ya...cuma dijapai sadikit haja,
tahu sidin tu.....” [artinya pegang perut, seperti ini apa
ya...dipegang sedikit saja, sudah tahu bidan itu....(tanda mau
melahirkan)]
(Informan 6)
48 
 

Kemampuan bidan kampung ini dirasakan oleh informan


sama saja dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan
walaupun hanya dengan memegang perut saja. Selain itu
informan merasa bahwa bidan kampung lebih mahir karena
pengalamannya yang telah lama menolong melahirkan ditunjang
dengan sikap yang baik sehingga lebih menyenangkan. Hal ini
dikatakan sebagai berikut :
“karena dia itu sudah mahir, sepertinya enaklah dengan dia,
sabar, menguruti, jadi waktu sakit dia uruti, enak itu rasanya,
walau enggak ada Mama, saya rasanya nyaman jadinya,
mungkin itu ya...enaknya, jadi tenang kita rasanya.......
makanya kita-kita pada tertarik sama Mama Y, walau dia
bidan kampung, tapikan dia sudah pernah pelatihan,jadi ...
sudah tahu juga yang sesuai dengan kita kesehatan,
makanya saya percaya sama Mama Y itu, sudah terbukti”.
(Informan 7)
Keunggulan bidan kampung lainnya yang dirasakan oleh
informan dilihat dari kemampuannya pada saat menolong
melahirkan. Informan merasa bidan kampung dapat melakukan
pemutaran bayi (versi luar) pada saat ibu hamil dalam keadaan
posisi tidak normal atau sungsang dan keadaan ini jarang
dilakukan oleh bidan. Hasil wawancara diungkapkan sebagai
berikut :
“bidan kampung berani, menolong orang sungsang langsung
diputar, bidan tidak”.
(Informan 1 dan 3)
Selanjutnya pandangan informan lainnya dilihat dari
keunggulan bidan dalam menolong persalinan adalah bidan
kampung itu komplit. Komplit disini diungkapkan informan karena
bidan kampung dapat melakukan semua kegiatan baik menolong
persalinan, memeriksa kehamilan, menyunat dan kegiatan
lainnya. Dikutip dari kata informan dibawah ini :
“..... selain itu...bisa manyunat, betindik, bapalas, bidan
kampung itu komplit lah…”.
(Informan 2)
49 
 

Kemampuan bidan kampung dalam menolong melahirkan


juga dapat diketahui berdasarkan pelayanan yang diberikannya.
Pelayanan yang diberikan bukan hanya sebatas kegiatan dukun
bayi saja, tetapi ada 3 dari 5 informan yang ditolong oleh bidan
kampung tersebut menyatakan dilakukan pemeriksaan dalam.
Kegiatan ini semestinya hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli
atau bidan, tetapi bidan kampung pun mampu melaksanakannya.
Keadaan ini dapat diketahui sebagai berikut :
“....datang itu (bidan kampung) mamariksa, jarnya (katanya)
belum lagi, baru 3. (hasil periksa dalam)....... ada mungkin 2-
3 kali periksanya”
(Informan 8)

Selain kemampuan bidan kampung yang diakui oleh


informan, terdapat juga pelayanan yang tidak bisa dilakukan oleh
bidan dan hanya oleh bidan kampung. Hal tersebut diungkapkan
semua informan, kegiatan tersebut berupa tradisi setelah lepasnya
tali pusat bayi yaitu acara batapung tawar/bapalas. Pada acara
tersebut bidan kampung sebagai pemimpin upacara. Acara ini
selalu dilakukan walaupun persalinan di rumah sakit atau oleh
tenaga kesehatan. Hal ini diungkapkan oleh informan sebagai
berikut:
“....ya..tetap harus bapalas dengan bidan kampung, yang
melahirkan di rumah sakit juga kalau sudah lepas tali pusat
pasti kita adakan bapalas”.
(Informan 2)

Berdasarkan hasil observasi pada saat acara batapung


tawar, terlihat bidan kampung yang memimpin upacara. Upacara
tidak akan dimulai bila beliau belum datang. Acara tersebut penuh
dengan ritual dengan pembacaan doa-doa oleh bidan kampung.
Kepercayaan terhadap bidan kampung sangat terlihat dari mulai
acara sampai dengan selesai. Doa atau mantera yang dibacakan
pada minyak baboreh bukan hanya untuk ibu yang telah
50 
 

melahirkan dan bayi baru lahir saja, tetapi ibu dan anak-anak
yang hadir minta juga diberi percikan minyak tersebut. Minyak
yang dipercikkan diyakini dapat mengurangi penyakit dan
menghindari dari bahaya gangguan makhluk halus. Kegiatan ini
hanya bidan kampung yang melaksanakan dan merasa kurang
baik bila tidak dilaksanakan karena takut terjadi bahaya serta
bayipun belum bisa keluar rumah sebelum acara dilaksanakan.

b. Kelemahan bidan kampung

Menurut pandangan informan terhadap kelemahan bidan


kampung dalam menolong melahirkan, semua informan
menyatakan bahwa bidan kampung tidak dapat melakukan
tidakan medis dan pemberian obat-obatan, yang diungkapkan
sebagai berikut:
“pastinya kada ada obat, maka ulun minta kiawkan ibu ini,
maka ibu kamarian sudah pariksa memecahkan tembuni
ya…, sidinkan kadak, ditunggui haja, kada ada alatnya ya..
kalo”.[artinya: pastinya enggak ada obat, maka saya minta
panggilkan ibu ini, maka kemarin sudah periksa
memecahkan ketuban ya..., bidan kampungkan tidak,
ditunggui saja, tidak ada alatnya, ya..enggak.]
(Informan 8)

Kekurangan bidan kampung ini tidak membuat ibu tertarik


pada bidan karena sebagian informan mempunyai pandangan
yang kurang baik terhadap pelayanan bidan. Antara lain dikatakan
sebagai berikut :
“....tapi bila dengan bidan sepertinya....ada perasaan akan
dioperasi, takut diapa-apakan begitu…”.
(Informan 3)

“.....menjahit luka tidak bisa, tapi sepertinya ada perasaan


kita-kita itu takut sama bidan, takut dijahit, takut digunting
ya...”
(Informan 2)
51 
 

Perasaan takut digunting atau dioperasi muncul karena


informan mendengar berita itu dari mulut ke mulut. Rupanya
peristiwa episiotomi itu sangat mencekam dan membuat para ibu
takut bersalin ke bidan. Kasus ini memang pernah terjadi dalam
pemberian pelayanan kebidanan terutama pada ibu yang
melahirkan anak pertama. Biasanya bidan atau dokter akan
melakukan episiotomi karena untuk mencegah tekanan pada
kepala bayi akibat perineum yang masih kaku.

3. Pandangan klien terhadap kehamilan dan persalinan.


Pandangan seseorang terhadap kehamilan dan persalinan
dapat mempengaruhi dalam pemilihan penolong persalinan.
Pandangan ini terjadi berdasarkan pemahaman yang dimiliki, untuk itu
hasil penelitian ini terdiri dari pandangan klien terhadap kehamilan dan
persalinan dan pengetahuan tentang tanda bahaya serta
penatalaksanaanya. Untuk lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut:
a. Pandangan terhadap kehamilan dan persalinan.
Pandangan klien terhadap kehamilan dan persalinan yang
dihadapi dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih dan
memutuskan penolong persalinan. Sebagian besar informan
mengatakan bahwa kehamilan merupakan hal yang biasa bagi
seseorang yang sudah berkeluarga dan terutama ingin punya
anak. Kondisi tersebut dikatakan informan sebagai berikut:
“...hamil, kalu sebelum lahir ini kemarin hamil dulu ya
kan...ada anaknya, kalau tidak hamil pasti tidak bisa punya
anak. Kita ini biasanya kalau sudah berkeluarga pasti ingin
punya anak, kalau belum punya anak bagaimana ya...”
(Informan 8)

Begitu juga pandangan informan terhadap persalinan,


menurut sebagian besar informan bahwa persalinan itu suatu
52 
 

keadaan pengeluaran bayi yang bila sudah saatnya pasti akan


keluar. Pernyataan tersebut adalah :
“...persalinan itu...tadikan kita hamil terus...lahir lah, jadi
proses mengeluarkan bayi itu persalinan lah, yang pasti
kalau sudah waktunya mau tidak mau suka tidak suka pasti
keluar, seperti saya kemarin, karena sudah tidak tahan,
hampir lahir sendiri. He he..”
(Informan 2)

Pernyataan informan di atas sesuai dengan pengalaman


saat melahirkan sebelumnya, terutama pada ibu multigravida.
Riwayat persalinan yang dirasakan mudah dan lancar membuat
ibu tetap memilih bidan kampung.

b. Pengetahuan tentang tanda bahaya persalinan dan


penatalaksanaannya.
Pemilihan penolong persalinan biasanya sudah
direncanakan pada saat hamil. Sebagian besar ibu sudah
memeriksakan kehamilannya secara teratur kepada tenaga
kesehatan, tapi hal ini tidak mempengaruhi pengetahuan ibu akan
tanda bahaya saat persalinan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hampir seluruh informan mengenal tanda bahaya yang
dikaitkan dengan pantangan kehamilan yang diketahui
berdasarkan informasi dari bidan kampung. Keadaan ini
diungkapkan oleh beberapa orang informan antara lain:
“kalau sama mama Y itu bilang jangan minum susu, minum
es supaya anak tidak besar, jadi gampang lahirnya, kalau
disanakan bolehkan minum susu, malah dianjurkan
yakan.... jangan makan taruk jawaw (daun singkong),
supaya tidak barikit (plasenta lengket), kan susahlah itu
kalau lahir, makan sama piring yang besar ya…itu tapi saya
tidak terlalu bepantang sekali....”.
(Informan 3)

“...hamil 9 bulan tiap minggu ulun baurut (saya diurut), kata


mama Y supaya kadak barikit (tidak susah lahir plasenta),
53 
 

tidak susah melahirkan, kemarin kadak barikit lah (tidak


lengket kan plasentanya)...”.
(Informan 8)
Selain pantangan untuk mencegah bahaya pada saat
persalinan, semua informan mempunyai tradisi berupa acara
selamatan dengan mengundang tetangga dan alim ulama untuk
mendoakan keselamatan dan kesehatan pada saat hamil dan
persalinan. Tradisi lain juga dengan adanya minta banyu pilusur
kepada alim ulama yang diyakini dapat memperlancar pada saat
persalinan. Hal ini diungkapkan informan sebagai berikut:

“...itu banyu pilusur ada lah, ulun maminta banyu lawan


tuan guru, ada jua salamatan 7 bulan, a..itu haja
lah....”[artinya: itu air pilusur ada ya.., saya minta sama
ulama, ada juga acara selamatan 7 bulan, ya..itu saja]
(Informan 4)
“saya kemarin ada itu....waktu 7 bulan acara selamatan, itu
saja..mohon doa orang banyak”.
(Informan 3)

Adanya pandangan terhadap kehamilan dan persalinan


sebagai hal yang normal serta pengetahuan yang kurang tentang
tanda-tanda bahaya akan mempengaruhi seseorang terhadap
upaya kesehatan. Hasil ini diungkapkan lebih setengah informan
mengatakan tidak memerlukan pendampingan oleh tenaga
kesehatan kecuali bila dalam keadaan darurat. Kajian tersebut
diungkapnya antara lain sebagai berikut:
“Tidak perlu....kalau ada kesulitan seperti kemarin itu saya
panggil bidan In itu karena ada pusing itu haja, kalo tidak
habis makan telur itu dan langsung perdarahan, kalau tidak
pasti tidak akan panggil bidan” (diagnosa bidan In ibu
mengalami perdarahan setelah melahirkan dengan atonia
uteri)
(Informan 6)

Tidak perlunya memanggil bidan sebagai pendamping saat


persalinan diungkapkan juga oleh bidan kampung sebagai berikut:
54 
 

“...Tidak, biasanya menolong sendiri saja, kecuali pasien


yang minta biasanya mau disuntik baru panggil bidan,
jarang lah panggil bidan, saya sendiri saja.........enggak
ada, biasanya kita panggil bidan kalau mau besuntik,
na..kalau sebelumnya disuntik kan tidak boleh ya..kan?, lain
dulu sering bidan itu memberi suntik, sekarang kan tidak,
kan sudah ada aturannya ... jadi ya..cukup kita saja”.
(Bidan kampung 2)

Keadaan ini pun didukung hasil wawancara dengan bidan,


bahwa sering ibu terlambat merujuk ke tenaga kesehatan dan
telah mengalami kegawatdaruratan. Ungkapannya sebagai
berikut:
“.....sudah itu biasanya ibu-ibu itu panggil kita bila gawat
saja, pasti lah kondisinya kurang baik “.
(Bidan 1)

Kondisi di atas dapat mempengaruhi terhadap penanganan


dan pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan.
Keterlambatan pengambilan keputusan karena persepsi yang
sederhana dapat menyebabkan terjadinya kesakitan dan
kematian. Persepsi yang sederhana dan pengetahuan yang
kurang dapat dipengaruhi oleh informasi yang didapat terutama
dari petugas kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara semuanya
menyatakan tidak mendapatkan informasi dan penjelasan
mengenai kehamilan, persalinan atau juga tanda-tanda bahaya.
Sedangkan bila dilihat dari tingkat pendidikan ibu yang rata-rata
SLTA ke atas mestinya akan memudahkan petugas kesehatan
dalam mentransformasi pengetahuan kepada para ibu hamil.
Adanya informasi yang akurat diharapkan persepsi dan
pengetahuan ibu akan berubah.

4. Pengambilan keputusan dalam memilih penolong melahirkan


Hasil penelitian ini pada pengambilan keputusan dalam memilih
penolong persalinan, semua informan dapat menentukan sendiri dan
55 
 

biasanya langsung bila sudah ada tanda mau melahirkan meminta


suami untuk memanggil bidan kampung yang sudah biasa periksa.
Pernyataan tersebut di sampaikan informan antara lain adalah:
“Saya kan sudah baniat sejak hamil, karena sering bapariksa
lawan sidin, jadi waktu mau melahirkan tinggal suami panggil
mama Y, begitu lah..”
(Informan 4)
“Langsung mau melahirkan panggil bidan kampung, sama
suami bilang jangan beritahu orang, ya…saya tidak mau rame-
rame, malu”.
(Informan 3)

Proses pengambilan keputusan dalam bersalin mandiri


dilakukan oleh para ibu dan mereka tidak merencanakan sejak awal
untuk memilih ke tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan akan
dipanggil jika bidan kampung mengalami kesulitan dalam menolong
persalinan atau ibu sudah tidak tahan menahan rasa sakit yang
dialami. Ungkapan ini terjadi pada semua informan dan hasil
wawancara kepada informan yang menjelaskan tentang
pengalamanya melahirkan, hal ini antara lain sebagai berikut:

“Lahir jam 09.20 ....wah..lawas banar, maka ulun


mamanggilakan ibu ini, kan pertama ulun minta kiaukan mama
Y, tarus ulun kada tahan lagi, sakit banar…sudah sehari
semalam belum jua lahir.... hari minggu sudah terasa, tapi
belum panggil mama Y, tarus sore senin agak terasa terus baru
panggil mama Y, datang sidin, tarus ulun kada tahan lah,maka
belum lahir-lahir jam 6, ulun kiaukan abahnya ini, kiau kan lah
ibu (bidan) tu…kadak tahan lagi, maka datang, sajam lah pian
datang lahir lah” [artinya: jam 09.20 lahir....tapi lama sekali
melahirkannya, maka saya memanggil ibu ini (bidan), awalnya
panggil mama Y, lalu tidak tahan sakit sekali, sudah sehari
semalam belum juga lahir......hari minggu sudah terasa, tapi
belum panggil Mama Y, terus sore Senin agak terasa terus baru
panggil Mama Y, datang dia, terus saya tidak tahan, maka
belum lahir lahir jam 6, saya minta suami ini, panggillah bidan,
saya tidak tahan lagi, maka datang....sejam bidan datang lahir,
begitu..]
(Informan 8)
56 
 

Pada proses pengambilan keputusan untuk memanggil bidan atau


bidan kampung hanya ibu atau informan langsung yang memutuskan
dan suami cukup siaga bila diperlukan.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian maka pembahasan penelitian ini


adalah sebagai berikut :

1. Pandangan klien terhadap kehamilan dan persalinan


Hasil penelitian didapatkan sebagian besar informan
mengatakan kehamilan adalah suatu hal yang biasa dan persalinan
akan berlangsung sesuai dengan waktunya. Pandangan informan
terhadap kehamilan dan persalinan umumnya dianggap sebagai
proses yang normal. Hal ini didasarkan pada pengalamannya dalam
persalinan sebelumnya. Menurut Sarwono (2007) bahwa persepsi
masyarakat tentang sehat sakit sangat dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Pengalaman
informan akan mudah dan lancar saat hamil dan bersalin
menimbulkan persepsi bahwa persalinan itu akan berjalan alamiah
saja. Keadaan ini akan mempengaruhi seseorang dalam upaya
kesehatan. Upaya kesehatan semestinya dilakukan sejak awal dalam
rangka mencegah penyakit dan melakukan deteksi dini, upaya ini
dilakukan pada masa sehat. Tetapi pandangan klien di atas upaya
kesehatan dilakukan jika mereka telah berada dalam tahap sakit. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa informan akan mencari
tenaga kesehatan bila dalam keadaan gawat.
Adanya upaya pencarian pelayanan kesehatan bila dalam
keadaan sakit ini terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
upaya deteksi dini dengan mengenal tanda-tanda bahaya. Pada
penelitian ini sebagian besar informan menyatakan keadaan penyulit
57 
 

atau bahaya itu terjadi akibat tidak berpantang. Hal senada


diungkapkan Inayah (2007) yang melakukan penelitian juga pada ibu-
ibu di Kalimantan Selatan, bahwa pengetahuan ibu tentang tanda-
tanda bahaya sebagian besar dikaitkan dengan budaya dan faktor
penyebab dilihat dari pelanggaran terhadap pantangan.
Pengetahuan tentang tanda bahaya yang dikaitkan dengan
unsur budaya dan pantangan akan mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian baik pada ibu maupun pada anak. Keadaan demikian
dapat menyebabkan faktor keterlambatan dalam pengambilan
keputusan menuju pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil
dokumentasi puskesmas Binuang tahun 2008 angka kematian ibu ada
1 orang, dan angka kematian bayi terjadi peningkatan dari tahun 2007
terdapat 7 orang menjadi 11 orang. Kematian itu 2 diantaranya setelah
dipimpin langsung melahirkan oleh bidan kampung dan yang lainnya
dirujuk ke rumah sakit dan bidan. Sebagian rujukan yang dilakukan
awalnya telah ditangani oleh dukun. Sedangkan pada kematian ibu
yang terjadi karena perdarahan post partum yang terlambat merujuk
ke tenaga kesehatan dan langsung menuju rumah sakit, dalam
perjalanan meninggal (Puskesmas Binuang, 2008).
Persepsi klien yang sederhana dan kurangnya pengetahuan
dapat diubah bila adanya informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Hasil penelitian semua informan menyatakan tidak
mendapatkan informasi yang jelas dari petugas tentang persiapan
persalinan dan tentang tanda-tanda bahaya. Menurut Notoatmojo
(2007) untuk memperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan
norma-norma kesehatan diberikan informasi-informasi tentang cara-
cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara
menghindari penyakit dan sebagainya. Informasi dari petugas dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.
Pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya
58 
 

akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan


yang dimiliki.
Penyampaian informasi ini penting sekali dilakukan petugas
kesehatan atau bidan untuk meningkatkan pemahamam ibu tentang
tanda bahaya saat hamil dan bersalin serta upaya lain dalam
persiapan persalinan seperti tempat dan penolong persalinan.
Informasi tentang persiapan persalinan dapat mempengaruhi klien
dalam memilih penolong persalinan. Jika dilihat dari tingkat
pendidikannya sebagian besar cukup terdidik. Apalagi ditambah
kebiasaan mereka yang teratur memeriksakan kehamilannya baik
kepada bidan atau bidan kampung. Hai ini akan mempermudah dalam
penyampaian informasi karena sesuai dengan kondisi yang dialami
dan kebutuhan setiap pasien. Informasi diberikan dapat dengan cara
penyuluhan atau konseling baik secara individu maupun kelompok,
yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga
tercegah dari kesakitan dan kematian baik pada ibu maupun anak.

2. Alasan pemilihan bidan kampung dalam menolong persalinan.


Pandangan klien terhadap bidan kampung dalam pemilihan
penolong persalinan dinilai cukup baik terbukti dengan banyaknya ibu
memilih bidan kampung dibandingkan bidan. Alasan pemilihan ini
sebagian besar informan karena faktor pengalaman atau sudah biasa
ditolong oleh bidan kampung mendorong ibu untuk tetap untuk
memilih bidan kampung. Selain itu juga karena faktor yang
menyenangkan atas pelayanan yang diberikan dan biaya yang murah
serta bidan kampung lebih lengkap dalam memberikan pelayanan baik
sebagai penolong persalinan sampai upacara yang biasa dilakukan.
Hal ini akan mendukung informan untuk tetap memilih bidan kampung
dibandingkan dengan bidan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Triratnawati (1995) bahwa dukun bayi dalam memberikan pelayanan
yaitu: 1) “babar pindah” atau sekaligus, komplit yang maksudnya
59 
 

dukun bayi setelah menolong melahirkan juga memijat ibu dan bayi,
selanjutnya juga melakukan upacara kelahiran serta merawat
plasenta, 2) biaya murah, biasa dibayar kemudian, 3) dari aspek
psikologis, dukun dapat menentramkan ibu dan keluarga serta dapat
menemani sampai berjam-jam atau lebih sehari membuat ibu bersalin
lebih memilih dukun bayi dari pada bidan.
Adanya alasan pemilihan karena faktor di atas terutama karena
faktor psikologis sangat mempengaruhi proses persalinan. Menurut
Henderson (2005) dukungan psikologis selama persalinan dapat
mengurangi kecemasan dan menyiapkan wanita secara realistis
terhadap persalinan yang dihadapi, sehingga wanita tersebut dapat
beradaptasi. Selanjutnya menurut Robertson (1994, yang disitasi oleh
Henderson, 2005) menyatakan bahwa wanita yang menggunakan
tingkah laku yang alami, naluri melahirkan dan hormon fisiologis
mereka dalam penatalaksaan persalinan akan lebih sedikit
menggunakan obat. Keadaan ini dapat meningkatkan kesehatan fisik
dan emosional baik pada ibu maupun pada bayi yang akan dilahirkan.
Untuk itu penting sekali selama proses persalinan adanya dukungan
baik oleh petugas yang menangani maupun dukungan dari
lingkungan.
Menurut Bolam et al (1998) dan Thind & Banerjee (2004)
bahwa pemilihan penolong persalinan antara lain dipengaruhi oleh
faktor pendidikan, faktor sosial ekonomi, jumlah kehamilan dan faktor
kunjungan antenatal. Pada penelitian ini berbeda dengan penelitian
lain karena meskipun informan berasal dari pendidikan tinggi dan
tingkat sosial ekonomi tinggi tetapi tetap memilih bidan kampung
sebagai penolong persalinan. Begitu juga dalam perawatan antenatal
sebagian besar infoman sudah memeriksakan kehamilannya secara
teratur ke bidan. Keadaan ini terlihat dari buku KIA yang dimiliki yang
terisi secara penuh dan rutin dilakukan. Pada alasan murah jika kita
melihat dari pembayaran yang dilakukan dan sudah ditotalkan
60 
 

ternyata lebih besar pembayaran yang harus dikeluarkan


dibandingkan dengan bidan. perbedaan penelitian ini mungkin karena
faktor lain. Menurut Rosenstock (1974, yang disitasi oleh Dignan and
Carr, 1992) kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan
dipengaruhi oleh faktor sosial demografi berupa pendidikan,
pengetahuan, umur juga sosial budaya. Faktor Sosial budaya ini dapat
mempengaruhi seseorang dalam memilih penolong persalinan karena
apa yang dilakukan bidan kampung baik dalam menolong persalinan
maupun upacara sesuai tradisi mereka. Kesamaan budaya antara
pasien dan bidan kampung menyebabkan masyarakat tetap ingin
mempertahankan tradisi.
Reaksi terhadap perubahan perilaku masyarakat yang sesuai
dengan upaya kesehatan tidaklah mudah. Menurut Sarwono (2007)
ada beberapa unsur yang mempengarui yaitu: 1) keterbukaan
masyarakat, yaitu masyarakat yang banyak kontak dengan
masyarakat lain atau dengan budaya lain biasanya lebih mudah
menerima ide baru dan dianggap suatu kemajuan dengan adanya
pembaharuan; 2) intensitas unsur agama, aspek agama sangat
mendominasi kehidupan masyarakat beserta pranata sosialnya, maka
pertimbangan menerima atau menolak amat didasari pada kecocokan
terhadap norma-norma agama yang dianut; 3) struktur sosial
masyarakat yaitu struktur sosial yang berdasarkan atas sistem otoriter
umumnya sukar menerima perubahan; dan 4) bukti kemanfaatan ide
baru. Anggota masyarakat akan lebih mudah menerima suatu inovasi
yang dapat dibuktikan manfaatnya secara nyata dan bukan yang
abstrak.
Berdasarkan keadaan sosial demografi masyarakat Binuang
terutama masyarakat di Kelurahan Binuang dan Desa Pulau Pinang
terlihat masyarakat suku Banjar lebih banyak dan lebih dominan
jumlahnya dibandingkan dengan suku pendatang lainnya. Hal ini
memungkinkan akan sukarnya mempengaruhi terjadinya perubahan.
61 
 

Selain itu norma agama Islam yang kuat juga terlihat dalam kehidupan
sehari-hari serta pada acara ritual untuk ibu hamil dan bersalin
terutama yang dipimpin oleh bidan kampung. Keadaan lain yang juga
mempengaruhi adalah bidan kampung umumnya masa kerjanya lebih
lama dan pertolongan persalinannya lebih banyak dibandingkan
bidan. Selain itu ibu-ibu merasa bahwa hasil kerja bidan kampung
dalam persalinan tidak beda dengan bidan. keduanya sama-sama
berhasil menolong persalinan dengan hasil bayinya hidup dan sehat.
Keadaan dan kebiasaan masyarakat Binuang dengan tradisi
pada saat hamil seperti upacara selamatan, meminta banyu pilusur
kepada ulama dan tradisi batapung tawar setelah melahirkan dapat
saja diteruskan selama tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Tradisi ini dianggap sesuai dengan agama
karena adanya doa-doa yang dilantunkan dalam bahasa Arab
sehingga sesuai dengan lingkungan masyarakat Binuang yang
agamis. Selain itu manfaat doa-doa cukup memberi rasa aman bagi
ibu-ibu dalam menghadapi persalinan. Doa-doa yang dibacakan
dalam air juga dilakukan oleh Nabi dan bacaan Al Qur’an merupakan
obat (Al-Jauziyyah, 2008). Secara psikologis doa itu akan memberi
dukungan dan semangat bagi ibu saat menghadapi persalinan.
Dukungan lingkungan yang kondusif maka mempermudah ibu untuk
menghadapi persalinan yang sering dianggap sebagai masa yang
mengkhawatirkan. Selain itu acara batapung tawar yang diadakan
dalam 10 hari setelah melahirkan cukup baik dilakukan karena dapat
membantu masa adaptasi ibu setelah melahirkan. Dukungan keluarga
menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi ibu untuk menghadapi
peran barunya dan mencegah terjadinya post partum blues (Bobak et
al, 2005).
Alasan yang kuat untuk selalu memilih bidan kampung dan
adanya dampak yang terjadi akan pertolongan yang dilakukan dapat
diantisipasi dengan adanya kerja sama antara bidan kampung dengan
62 
 

bidan. Pernyataan ini sesuai dengan menurut Roots et al (2004)


bahwa adanya kerjasama antara petugas kesehatan dengan dukun
bayi dan dengan tetap memperhatikan kebudayaan setempat dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Senada dengan hal di atas
menurut Salham et al (2007) adanya kemitraan antara bidan dengan
dukun bayi dalam rangka alih peran pertolongan persalinan oleh bidan
desa dapat meminimalkan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi,
dan balita. Kemitraan ini diharapkan semua persalinan yang ditangani
oleh dukun bayi beralih ke bidan desa, kecuali hal-hal yang
berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat.

3. Pandangan klien terhadap kelebihan dan kekurangan bidan kampung


dalam menolong melahirkan.
Keunggulan bidan kampung dalam penolong persalinan
sebagian besar informan melihatnya dari kemampuan penolong dalam
memberikan pelayanan yang memuaskan. Pelayanan yang
memuaskan ini dirasakan informan saat bidan kampung melakukan
pertolongan persalinan. Pelayanan yang baik diujudkan bidan
kampung dari kemampuan dalam mengenal tanda-tanda persalinan,
memberikan rasa nyaman dengan memijat bila terasa nyeri, dan
dengan sabar bidan kampung akan menunggui selama proses
persalinan berlangsung. Selain itu ada tindakan bidan kampung yang
berani melakukan tindakan di luar dari tugasnya seperti melakukan
versi luar pada ibu hamil sungsang. Hal ini tentu akan meningkatkan
kepercayaan ibu untuk memilih bidan kampung sebab bidan kampung
ilmu dan keahliannya telah setara (sama) dengan bidan.
Kemampuan bidan kampung yang memuaskan ini sesuai
dengan kualitas pelayanan yang diharapkan, hal ini menurut Jain
(1993, yang disitasi oleh Darwin & Tukiran, 2001) bahwa kualitas
pelayanan itu memuaskan bila sesuai standar pelayanan antara
lain adalah: 1) berbagai jenis pelayanan sesuai dengan ciri-ciri
63 
 

pengguna jasa; 2) kemampuan petugas dalam menangani berbagai


kasus dan 3) terjadi interaksi yang positif antara petugas dengan klien.
Ketiga hal ini terdapat pada bidan kampung yang sesuai menurut
penggunanya. Pelayanan bidan kampung menyesuaikan dengan
budaya masyarakat setempat sehingga lebih dimengerti dan diikuti
oleh masyarakat. Pengetahuan bidan kampung juga telah dikenal oleh
klien sehingga secara turun temurun mereka sosialisasikan kepada
generasi penerus. Kepercayaan kemampuan bidan kampung karena
pengalamannya dan didukung dengan adanya interaksi yang positif
seperti sikap ramah dan sabar dalam pelayanan yang memuaskan,
sehingga dukun menjadi pilihan pertama bila akan melahirkan.
Pada penilaian informan terhadap kelemahan bidan kampung
terdapat pada tidak adanya alat dan obat serta tindakan medis. Hal ini
sesuai dengan kemampuan dukun bayi dalam memberikan
pelayanannya. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki baik oleh bidan
maupun oleh dukun bayi dapat dimanfaatkan dalam rangka kemitraan.
Adanya kemitraan dengan saling memperhatikan berdasarkan prinsip
kebersamaan (equity), keterbukaan (transparency), dan prinsip saling
menguntungkan (mutual benefit) dapat meningkatkan pelayanan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Notoatmojo, 2007).
Selanjutnya adanya rumor yang negatif terhadap bidan pada
saat menolong melahirkan seperti takut digunting atau tindakan-
tindakan yang dianggap seperti tindakan operasi menyebabkan
kurang tertariknya ibu untuk memilih bidan. Tindakan seperti
pengguntingan pada perineum (episiotomy) secara rutin diberikan
terutama pada primipara, untuk sekarang ini pelayanan kebidanan
terutama terhadap pertolongan persalinan telah terjadi pergeseran
paradigma. Perubahan paradigma tersebut berupa pemberian asuhan
persalinan normal antara lain menjadikan laserasi atau episiotomy
bukan sebagai tindakan rutin (MNH, 2005). Selain itu tindakan
episiotomi tidak bermanfaat bila tidak sesuai dengan indikasi dan
64 
 

dapat meningkat resiko terjadinya peningkatan kehilangan darah,


bertambah dalam luka perineum bagian posterior dan meningkatkan
rasa nyeri hari-hari pertama setelah melahirkan (Jakobi, 2003). Untuk
itulah pemberian asuhan persalinan ini terjadi perubahan dan
berfokus pada mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan
setelah bayi lahir sehingga dapat mengurangi kesakitan dan kematian
ibu dan bayi baru lahir.
Perubahan paradigma ini perlu disampaikan petugas kepada
masyarakat khususnya kepada ibu bersalin, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman ibu tentang pertolongan persalinan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Adanya penilaian yang positif
terhadap pelayanan bidan maka akan menghilangkan rumor yang
negatif terhadap pelayanan bidan yang selama ini berkembang di
masyarakat. Dampaknya bila kegiatan ini dijalankan dapat
meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

4. Pengambilan keputusan dalam memilih penolong melahirkan.


Pada pengambilan keputusan pemilihan penolong persalinan,
semua informan memiliki kemampuan untuk memutuskan sendiri dan
dapat menentukan sendiri tanpa ada ketentuan dari pihak lain atau
keluarga. Hal ini cukup baik dan sesuai menurut Marsadad et al
(2003) bahwa istri cukup berdaya dan berpengaruh bila mampu dalam
mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya pendapat Saha (2005)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi seorang wanita dalam
mengambil keputusan terhadap kesehatan reproduksi karena faktor
lingkungan dimana dia hidup. Lingkungan dekatnya adalah keluarga,
keluarga ini tinggal di masyarakat yang memiliki kultur. Budaya
tersebut turun-temurun telah dilaksanakan sehingga menjadi tradisi.
Budaya pertolongan persalinan oleh bidan kampung sudah
65 
 

merupakan tradisi dari masyarakat Banjar, sehingga pemilihan


penolong persalinan lebih cenderung kepada dukun bayi.
Selanjutnya pengambilan keputusan ibu tersebut sudah
direncanakan sejak hamil dan pemilihan terhadap bidan kampung
karena telah memeriksakan diri kepada dukun bayi tersebut walaupun
sebagian besar belum adanya kontrak pemilihan. Hal ini baik
dilakukan oleh petugas untuk mengajak ibu-ibu hamil nantinya akan
memilih ke tenaga kesehatan. Menurut Susmita et al (2007) pemilihan
terhadap penolong persalinan antara lain dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu terhadap peran petugas yang menekankan tentang
pemberian pelayanan kebidanan tersebut dan standar yang dimiliki
keluarga terhadap efek dari seringnya memeriksakan kehamilannya.
Penekanan tentang siapa yang akan menolong persalinan sudah
disiapkan sejak hamil dengan adanya penjelasan oleh petugas
kesehatan, selain menjelaskan persiapan persalinan yang lainnya,
sehingga ibu tidak ragu untuk memutuskan terhadap penolong
persalinannya.
Pada saat proses pengambilan keputusan yang didukung oleh
suami yang selalu siap untuk menemani dan memanggil bidan atau
tenaga kesehatan ini cukup baik dan perlu tetap dipertahankan.
Keadaan ini perlu diperhatikan oleh petugas pada saat menyampaikan
informasi kepada ibu untuk juga melibatkan keluarga terutama suami
sehingga dapat mendukung pilihan yang tepat saat mengambil
keputusan dalam memilih penolong persalinan.
66 
 

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa


pandangan klien suku Banjar terhadap bidan kampung dalam pemilihan
penolong persalinan di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin,
Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:
1. Alasan pemilihan bidan kampung sebagai penolong persalinan
terutama karena faktor ingin menjaga tradisi. Faktor budaya berupa
acara batapung tawar yang selalu ingin tetap dijaga dan dilaksanakan
terlihat juga berdasarkan hasil observasi. Pelaksanaan acara tersebut
melibatkan bidan kampung sebagai pemimpin upacara sehingga bidan
kampung tetap dipilih pada saat menolong persalinan. Alasan lainnya
adalah karena faktor pengalaman terhadap pertolongan persalinan
yang terdahulu yang pernah ditolong bidan kampung baik diri sendiri
atau didapatkan dari orang terdekat. Selain itu faktor psikologis yang
menyenangkan juga menimbulkan klien untuk selalu memilih bidan
kampung. Selanjutnya sebagian informan juga memilih dengan alasan
karena faktor ekonomi dan kondisi fisik yang sehat. Alasan pemilihan
ini didukung dengan banyaknya pertolongan persalinan yang
dilakukan oleh bidan kampung dibandingkan bidan.
2. Pandangan klien terhadap keunggulan bidan kampung dalam
menolong persalinan, sebagian besar informan menyatakan
berdasarkan kemampuan bidan kampung dalam memberikan
pelayanan. Kemampuan bidan kampung ini dilihat dari pelayanannya
yang diberikan pada saat menolong persalinan yang memuaskan
serta adanya tradisi yang biasa dilakukan dan sesuai dengan agama
dan budaya setempat. Kelemahan bidan kampung bagi informan
dilihat dari tidak adanya pengobatan dan tindakan medis yang
diberikan. Oleh karena itu pemanggilan bidan dilakukan hanya untuk

 
 
67 
 

mendapatkan pelayanan medis dan pengobatan yang tidak dimiliki


oleh bidan kampung.
3. Pandangan terhadap kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses
yang normal mengakibatkan para ibu dalam pengambilan keputusan
tetap memilih bidan kampung. Pemilihan bidan kampung juga
dilakukan oleh ibu dengan pendidikan tinggi dan sosial ekonomi yang
memadai. Selain itu ibu yang telah memeriksakan kehamilannya
secara teratur kepada bidan dan atau dokter spesialis kandungan juga
tetap bersalinnya memilih bidan kampung sebagai penolongnya.
Pandangan ini bagi sebagian besar informan dipengaruhi karena
kurang mendapatkan informasi dari petugas kesehatan. Keadaan
tersebut menyebabkan pemilihan kepada tenaga kesehatan bila
dalam keadaan gawat atau tidak bisa ditangani oleh bidan kampung.
4. Memilih penolong persalinan bidan kampung dilakukan sendiri oleh
ibu-ibu tanpa intervensi orang lain. Hal ini karena pengambilan
keputusan didasarkan pada pola kebiasaan masyarakat. Demikian
juga dalam pengambilan keputusan periksa ke bidan kampung atau ke
bidan atau ke dokter spesialis kandungan pada saat kehamilan juga
diputuskan sendiri. Pemanggilan penolong persalinan langsung
dilakukan bila sudah ada tanda persalinan yang didukung oleh suami
untuk memangginya.

B. Saran

Saran ini ditujukan kepada berbagai pihak yang diharapkan hasil


penelitian ini bermanfaat untuk pelayanan kesehatan umumnya dan
pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya. Adapun sarannya adalah
sebagai berikut:
1. Kepada pimpinan puskesmas dan bidan di Puskesmas Binuang
diharapkan dapat mengadakan pendekatan yang lebih intensif kepada
bidan kampung untuk mengadakan kemitraan, terutama pada saat

 
 
68 
 

pertolongan persalinan. Kemitraan yang dilaksanakan dengan


memperhatikan peran dan fungsi masing-masing serta budaya
setempat. Kemitraan yang dilaksanakan hendaknya direncanakan
terlebih dahulu dengan melibatkan bidan kampung, tokoh masyarakat
terutama ulama yang diharapkan dapat meningkatkan kerjasama ini.
2. Kepada bidan di Puskesmas Binuang diharapkan meningkatkan cara
memberikan penyuluhan dan konseling kepada setiap ibu hamil baik
secara individu maupun kelompok. Penyuluhan dan konseling yang
diberikan antara lain berupa persiapan persalinan terutama pada
pemilihan penolong persalinan dan menjelaskan pentingnya mengenal
tanda-tanda bahaya pada saat persalinan. Adanya penyampaian
informasi ini diharapkan dapat merubah pandangan dan pengetahuan
ibu terhadap upaya kesehatan yang dilakukan sejak dini terutama
pada saat persalinan. Selain itu dalam penyampaian informasi
diharapkan juga melibatkan keluarga terutama suami sehingga dapat
mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan pemilihan penolong
persalinan pada tenaga kesehatan.
3. Kepada bidan puskesmas diharapkan dapat memperhatikan budaya
setempat terutama saat menolong persalinan. Budaya atau tradisi
yang ada pada saat menolong melahirkan atau melakukan tindakan
selalu dengan menggunakan bacaan-bacaan doa menurut ajaran
agama Islam. Keadaan ini diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat akan kemampuan bidan yang bukan hanya
tenaga profesional dalam bidangnya tetapi juga memahami kedaan
dan kebutuhan klien terutama pada budaya setempat
4. Meningkatkan fungsi pengawasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Tapin terhadap pelayanan yang diberikan puskesmas terutama
pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pengawasan ini diharapkan dapat
memantau pelayanan yang diberikan baik yang dilakukan oleh bidan
maupun bidan kampung sehingga didapatkan hasil yang maksimal.

 
 
69 
 

5. Pada instansi pendidikan yang akan melahirkan tenaga bidan


diharapkan meningkatkan pemberian materi pelajaran yang berkaitan
dengan budaya. Kebiasaan atau tradisi yang ada terutama yang
berhubungan dengan bacaan-bacaan doa yang dikaitkan dengan
agama pada saat melakukan tindakan diberikan kepada bidan untuk
dilaksanakan
6. Untuk peneliti yang lain, kiranya dapat melanjutkan penelitian ini
dengan pendekatan yang lebih mendalam dengan menggunakan
study etnografi terutama terhadap budaya setempat yang belum
tergali secara mendalam. Selain itu dapat juga dilakukan penelitian
lain dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti
eksperimen atau kohort baik kepada pengguna jasa atau pemberi
jasa, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap seseorang untuk memilih penolong persalinan kepada
tenaga kesehatan.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziyyah, I.Q (2008) Berobat kepada Nabi intisari lengkap pengobatan


luar dan dalam dengan metode logika medis, tradisional ruqyah dan
doa. Jakarta: Mardon Books.

Bappenas (2004) Laporan perkembangan pencapaian tujuan


pembangunan milenium (millennium development goals). Jakarta.

_________ (2007a) Laporan perkembangan pencapaian millenium


development goals Indonesia 2007. Jakarta.

_________ (2007b) Angka kematian ibu rancang bangun percepatan


penurunan angka kematian ibu untuk mencapai sasaran millenium
development goals (MDGs). Jakarta.

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D., Perry, S.E. (2005) Buku ajar
keperawatan maternitas (Maternity nursing) edisi 4. Alih bahasa
oleh: Wijayarini, M.A & Anugerah, P.I. Jakarta: EGC

Bolam, A., Manandar, D.A., Shrestha, P., Ellis, M., Malla, K., & Costello,
A.M. (1998) Factors affecting home delivery in the Kathmandu
Valley, Nepal. Health Policy Plan, 13 (2) : 152-158.

BPS, BKKBN, Depkes, dan ORC Macro (2003) Survei demografi


kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: BPS dan ORC Macro.

Darwin, M & Tukiran. (2001) Menggugat budaya patriarkhi. Yogyakarta:


Ford Foundation dengan Pusat Penelitian Kependudukan
Universitas Gadjah Mada.

Daud, A. (1997) Islam dan masyarakat Banjar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

D’Ambruoso, L., Abbey, M & Hussein, J. (2005) Please understand when I


cry out in pain : women’s accounts of maternity services during
labour and delivery in Ghana. BMC Public Health, 5 : 140.

De Broe, S. (2005) Diversity in the use of pregnancy-related care among


ethnic groups in Guatemala. J.Fam Plann Reprod Health Care, 31
(3): 199-205.

Depdikbud Prop. Kalsel (2000) Upacara kehamilan dan kelahiran dalam


pandangan masyarakat Banjar. Banjarmasin.
Depkes RI (1992) Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak.
Jakarta.

________ (1994) Kurikulum pelatihan dukun. Jakarta.

________ (2004) Kajian kematian ibu dan anak di Indonesia. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

________ (2007) Kesehatan masyarakat. Available from


www.depkes.go.id, diakses 28 Juli 2008.

Dignan, M.B. & Carr, P.A. (1992) Program planning for health education
and promotion 2nd ed. Philadelpia : Lea & Pebiger.

Dinkes Kabupaten Tapin. (2008) Profil kesehatan Kabupaten Tapin Tahun


2007.

Foster, G.M & Anderson, B.G. (2006) Antropologi kesehatan. Jakarta : UI-
Press.

Henderson, C & Jones, K (2006) Buku ajar konsep kebidanan. Alih


bahasa oleh Anjarwati, R., Komalasari, R., & Adiningsih, D. Jakarta:
EGC.

Inayah, H.K. (2007) Pengetahuan lokal ibu hamil tentang tanda bahaya
kehamilan dan persalinan di Kota Banjarmasin. Tesis. Yogyakarta:
IKM FK UGM.

Istiarti, T.(1998) Pemanfaatan tenaga bidan desa. Yogyakarta: Pusat


Penelitian Kependudukan UGM dan Ford Foundation.

Jakobi, P.M.D. (2003) Are you happy with the epi(siotomy)?.Department


of Obstetrics and Gynecology, Rambam Medical Center, Haifa,
Israel. IMAJ; 5 : 581 – 584.

JHPIEGO & Maternal and Neonatal Health Program (2002) The


Traditional Birth Attendant: Linking Communities and Services.
Available www.mnh.jhpiego.org, diakses 11 November 2008.

Jokhio, A.H., Winter, H.R., & Cheng, K.K. (2005) An intervention involving
traditional birth attendants and perinatal and maternal mortality in
Pakistan. N Engl J Med; 352; 20.

Kusumawati, A. (2007) Kepercayaan ibu bersalin miskin tentang


pertolongan persalinan oleh dukun studi kasus di wilayah
Puskesmas Dompu Kota Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Yogyakarta:IKM FK UGM.

Maman, M. (2007) Kebudayaan Banjar Kalimantan Selatan. Banjarmasin:


Disbudpar.

Manuaba, I.B.G. (2001) Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri


ginekologi dan KB. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Marsadad, A., Rahmalina., & Rahajeng, E. (2003) Pengambil keputusan


dalam pertolongan persalinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Ekologi Kesehatan, 2 (1): 200-208.

Maternal Neonatal Health (MNH), Jaringan Nasional Pelatihan Klinik


Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR), Depkes RI (2005) Buku acuan
asuhan persalinan normal. Jakarta: JNPK-KR, MNH dan Depkes.

Mendias, E.P., Clark, M.C and Guevara, E.B. (2001) Women’s self-
perception and self-care practice: implications for health care
delivery. Health Care Women Int, 22 (3):299–312.

Miles, M.B & Huberman, A.M (2007) Analisis data kualitatif buku sumber
tentang metode-metode baru. Alih bahasa oleh Rohendi, T & Rohidi
Jakarta : UI-Press.

Moleong, L.J. (2008) Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mpembeni, R.N.M., Killewo, J.Z., Leshabari, M.T., Massawe, S.N., Jahn,


A., Mushi, D., & Mwakipa, H. (2007) Use pattern of maternal health
services and determinants of skilled care during delivery in Sothern
Tanzania : implications for achievement of MDG-5 targets. BMC
Pregnancy Child Birth, 7:29.

Mulyana, D. (2000) Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Notoatmojo, S (2007) Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta

Prawiroharjo (1999) Ilmu kebidanan. Jakarta : Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Pusdiknakes, WHO, & JHPIEGO (2003) Asuhan antenatal. Jakarta.


Puskesmas Binuang (2007) Laporan survey mawas diri dan musyawarah
masyarakat desa Kecamatan Binuang.

Puskesmas Binuang (2008) Laporan kematian ibu dan bayi tahun 2008

Roots, M., Johnsdotter, S., Liljestrand, J., & Essen,B. (2004) A qualitative
study of conceptions and attitudes regading maternal mortality
among traditional birth attendant in Rural Guatemala. BJOG, 111
(12): 1372-1377.

Saefuddin, A.B. (2000) Buku acuan nasional pelayanan kesehatan


maternal dan neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.

Saha, S. (2005) Dynamics governing women’s decision on reproductive


health matter reflections from a qualitative study in Central India. J
Health Allied Scs, 4(2): 1-11.

Salham, M.M., Baan, F., Arianto., Mansyur, N., & Pageno, I. (2007)
Kemitraan bidan dengan dukun bayi dalam rangka alih peran
pertolongan persalinan di Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah:
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Fakultas Ekonomi
Universitas Tadulako.

Sarwono, S. (2007) Sosiologi kesehatan beberapa konsep aplikasinya.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Severin, W.J. & Tankard, J.W. (2004) Teori komunikasi sejarah, metode,
dan terapan didalam media masa. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.

Sobur, A. (2003) Psikologi umum dalam lintas sejarah. Bandung: Pustaka


Setia.

Sofyan, M., Madjid, N A.,dan Siahaan, R. (2006) Lima puluh tahun Ikatan
Bidan Indonesia, bidan menyongsong masa depan. Jakarta: PP
IBI.

Sugiono (2008) Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D.


Bandung: CV Alfabeta.

Susmita, B., Manoranjam, P., Premananda, B. (2007) Obstetric care


practice in Birbhum District, West Bengal, India. Int J Quality in
Health Care, 19 (4): 244-249.
Thind, A and Banerje, K.(2004) Home delivery in Indonesia : who provides
assistance?. J Community Health, 29,(4): 285-303.

Triratnawati, A. (1995) Pendekatan antropologi dalam penempatan bidan


di desa. Jurnal Epidemiologi Indonesia, 2 (1): 7-9.

Walgito, B. (2002) Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset.


Lampiran 1

PENGANTAR
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

Dengan hormat, sehubungan dengan akan diadakannya penelitian


yang berjudul “Bidan kampung di mata klien suku Banjar dalam pemilihan
penolong persalinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin Kalimantan
Selatan”, maka peneliti mohon kesediaan ibu untuk menjawab pertanyaan
yang akan diajukan.
Kesediaan Ibu sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan
kesehatan ibu terutama pada saat melahirkan. Jawablah pertanyaan dengan
jujur, terbuka dan apa adanya sesuai dengan kondisi Ibu saat ini. Identitas
dan jawaban Ibu akan peneliti jamin kerahasiaannya.
Demikian, atas kesediaan dan bantuan yang ibu berikan peneliti
ucapkan terima kasih

Hormat saya

Peneliti


 
Lampiran 2 FORM: CONSENT

MAGISTER KESEHATAN IBU DAN ANAK-KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang


berjudul “Bidan Kampung Di Mata Klien Suku Banjar Dalam Pemilihan
Penolong Persalinan di Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin Kalimantan
Selatan”, maka saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini.

Demikian penyataan ini saya buat dengan tulus dan ikhlas tanpa ada
paksaan dari manapun.

Binuang, ………….2009
Informan penelitian

___________


 
LAMPIRAN 3

RAHASIA KODE FORM


HANYA UNTUK PENELITIAN PEDOMAN WAWANCARA

MAGISTER KESEHATAN IBU DAN ANAK-KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


BIDAN KAMPUNG DIMATA KLIEN DALAM PEMILIHAN PENOLONG
PERSALINAN

A. PENDAHULUAN
1. Perkenalan diri pewawancara kepada informan
2. Mengemukakan maksud dan tujuan wawancara
3. Permintaan izin untuk melakukan wawancara secara verbal dan
merekam percakapan yang terjadi
4. Pernyataan bahwa hasil wawancara akan dirahasiakan dan tidak akan
disebarluaskan
5. Peraturan wawancara mendalam :
a. Semua jawaban benar dan berharga
b. Semua jawaban harus diprobing
c. Melakukan wawancara sesuai dengan kesepakatan
d. wawancara dilakukan berulang-ulang.
6. Mengklarifikasi hasil wawancara kepada informan
7. Mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima kasih.


 
B. Daftar Pertanyaan
1. Karakteristik informan yang meliputi:
Identitas ibu : nama ibu (inisial) , umur, pendidikan, pekerjaan
dan identitas suami: nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa, alamat.
2. Pertanyaan penelitian :
1) Mengapa ibu memilih bidan kampung sebagai penolong
persalinan?
Probing:
a. Siapakah yang penolong persalinan ibu ?
b. Berapakah jumlah anak yang sudah dilahirkan?
c. Coba ibu ceritakan penolong persalinan yang pernah menolong
dan siapa saja (nakes/non nakes)?
d. Apa alasan ibu sehingga memilih bidan kampung sebagai
penolong persalinan?
e. Apakah alasan ekonomi sehingga ibu memilih bidan kampung,
bila ya, bagaimana biaya yang dikeluarkan pada bidan
kampung?
f. Apakah karena alasan tradisi, bila ya, tradisi apa yang
dilaksanakan, bagaimana tradisi itu dilaksanakan dan apa
tujuannya?
g. Bila ada alasan lain, tanyakan mengapa?
h. Apakah saat persalinan perlu adanya pendampingan dari
bidan?
i. Bila perlu jelaskan alasannya bila tidak mengapa tidak perlu
bidan dalam menolong persalinan?


 
2) Jelaskan bagaimana pandangan ibu terhadap bidan kampung
dalam menolong persalinan?
Probing:
a. Bagaimana pertolongan persalinan yang telah dilakukan oleh
bidan kampung?
b. Pelayanan apa saja yang telah diberikan oleh bidan kampung
saat menolong persalinan?
c. Menurut ibu apa kelebihan bidan kampung dalam menolong
persalinan, jelaskan?
d. Apakah ada perbedaan bidan kampung dalam menolong
persalinan dengan bidan, bila ada jelaskan?
e. Menurut ibu apa kekurangan bidan kampung dalam menolong
melahirkan? Bila ada jelaskan?
f. Menurut ibu pelayanan apa saja yang tidak bisa dilakukan oleh
bidan dan harus bidan kampung yang melaksakannya dan
mengapa?

3) Jelaskan bagaimana pandangan ibu tentang kehamilan dan


persalinan?
Probing :
a. Menurut pandangan ibu kehamilan itu bagaimana?
b. Bagaimana pandangan ibu tentang persalinan?
c. Apakah saat hamil ibu memeriksa kehamilan? kepada siapa
ibu periksa, berapa kali?
d. Kebiasan atau tradisi apa saja saat hamil yang dilakukan untuk
menghadapi persalinan?
e. Apakah pada saat hamil ada nasehat dari petugas untuk
menghadapi persalinan, bila ada jelaskan jenisnya dan apa
tujuannya?


 
f. Menurut ibu tanda-tanda bahaya atau kesulitan pada saat hamil
dan melahirkan itu apa?
g. Bagaimana cara mengatasi bila terjadi bahaya?
h. Bagaimana cara mencegah supaya tidak terjadi kesulitan pada
saat melahirkan?
i. Coba ibu ceritakan pengalaman ibu dari mulai adanya tanda
mau melahirkan sampai dengan persalinan? Jelaskan waktunya
dan kegiatan apa saja dilakukan?
j. Apakah pada saat melahirkan ibu mengalami kesulitan? Bila
ada jelaskan dan bagaimana tindakannya?

4) Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam memilih penolong


persalinan?
Probing:
a. Siapakah yang memutuskan dalam memilih penolong
persalinan?
b. Apakah ada anjuran dari orang lain, bila ada sebutkan siapa
dan bagaimana anjurannya?
c. Bagaimana cara proses pengambilan keputusan pada saat
akan melahirkan?
d. Bagaimana peran keluarga pada saat pengambilan keputusan?


 
Lampiran 4

RAHASIA KODE FORM


HANYA UNTUK PENELITIAN PEDOMAN WAWANCARA

MAGISTER KESEHATAN IBU DAN ANAK-KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


PERSEPSI DUKUN DALAM MENOLONG PERSALINAN

A. Pendahuluan
1. Perkenalan diri kepada dukun dan menjelaskan maksud dan tujuan
melakukan wawancara
2. Permintaan izin untuk melakukan wawancara secara mendalaml dan
merekam percakapan yang terjadi
4. Pernyataan bahwa hasil wawancara akan dirahasiakan dan tidak akan
disebarluaskan
5. Peraturan wawancara mendalam :
a. Semua jawaban benar dan berharga
b. Semua jawaban harus diprobing
c. Melakukan wawancara sesuai dengan kesepakatan
d. Wawancara dilakukan berulang-ulang.
6. Mengklarifikasi hasil wawancara kepada informan
7. Mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima kasih.


 
B. Daftar Pertanyaan
1. Karakteristik informan yang meliputi: nama, umur, pendidikan, lama
menjadi dukun, suku bangsa dan alamat.
2. Bagaimana pengalaman ibu dalam menolong persalinan?
3. Berapa jumlah pertolongan persalinan yang telah ditolong selama ini?
4. Bagaimana cara pembayaran yang diberikan oleh ibu bersalin?
5. Bagaimana cara pertolongan persalinan yang ibu lakukan?
6. Bagaimana kerjasama yang telah dilaksanakan antara ibu dengan
bidan?


 
Lampiran 5

RAHASIA KODE FORM


HANYA UNTUK PENELITIAN PEDOMAN WAWANCARA

MAGISTER KESEHATAN IBU DAN ANAK-KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


PERSEPSI BIDAN DALAM MENOLONG PERSALINAN

A. Pendahuluan
1. Perkenalan diri kepada bidan dan menjelaskan maksud dan tujuan
melakukan wawancara
2. Permintaan izin untuk melakukan wawancara secara mendalaml dan
merekam percakapan yang terjadi
4. Pernyataan bahwa hasil wawancara akan dirahasiakan dan tidak akan
disebarluaskan
5. Peraturan wawancara mendalam :
a. Semua jawaban benar dan berharga
b. Semua jawaban harus diprobing
c. Melakukan wawancara sesuai dengan kesepakatan
d. Wawancara dilakukan berulang-ulang.
6. Mengklarifikasi hasil wawancara kepada informan
7. Mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima kasih.


 
B. Daftar Pertanyaan
1. Karakteristik informan yang meliputi: nama, umur, pendidikan, lama
bekerja, suku bangsa dan alamat.
2. Bagaimana pengalaman ibu selama bertugas di wilayah kerja
puskesmas Binuang?
3. Masalah apa saja yang dirasakan selama ini terhadap pelayanan
kehamilan dan persalinan?
4. Bagaimana cara ibu mengatasi permasalahan tersebut ?
5. Bagaimana keterlibatan masyarakat atau dukun dalam menentukan
rencana kegiatan?
6. Bagaimana menurut ibu tentang pandangan masyarakat suku Banjar
terhadap penolong persalinan?
7. Bagaimana kerjasama yang telah dilakukan antara ibu dan dukun
pada saat menolong persalinan?

10 
 
Lampiran 6

RAHASIA KODE FORM


HANYA UNTUK PENELITIAN PEDOMAN 0BSERVASI

MAGISTER KESEHATAN IBU DAN ANAK-KESEHATAN REPRODUKSI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PANDUAN OBSERVASI
INTERAKSI IBU SUKU BANJAR DENGAN BIDAN KAMPUNG
DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN

Peristiwa yang diobservasi adalah :


1. Perilaku bidan kampung dalam melakukan kegiatan:
a. Pemeriksaan kehamilan
b. Pada saat menolong melahirkan
c. Setelah melahirkan pada acara batapung tawar
2. Interaksi bidan kampung dengan ibu pada saat kegiatan berlangsung.
3. Sikap ibu terhadap tindakan atau upacara yang dilakukan bidan
kampung selama pelayanan diberikan.

11 
 
HAS
SIL OBSER
RVASI

1. UPACARA
A SELAMA
ATAN HAMIIL 7 BULAN
N

Gambar : Ibu
I hamil 7 bulan dan perlengkap
pan upacarra
Gamba
ar: Pembaccaan doa pa
ada saat up
pacara sela
amatan 7 bu
ulan
2. OBSER
RVASI PAD
DA SAAT PERSALINA
P AN

Gamb
bar: Ayah se
edang men
ngazankan bayi
b baru la
ahir.

Gam
mbar: Pembe
erian kurma
a dan air za
am-zam pada bayi barru lahir
Gamb
bar: Pemba
acaan doa setelah melahirkan
3. OBSERVA
ASI UPACA
ARA BATA
APUNG TAW
WAR

Gambar: Upa
acara Batapung Tawa
ar bidan kam
mpung mem
mbawa bayyi keluar rum
mah

Gamba
ar: Upacara
a Batapung
g tawar dan Baayun
Gam
mbar: Upaccara penyerrahan pidud
duk kepada
a bidan kam
mpung

Gambar: Perlengkap
P pan Pidudukk

Anda mungkin juga menyukai