Anda di halaman 1dari 74

DIREKTORAT KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2016 a
b
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa,


karena atas izin dan karunia-Nya akhirnya kegiatan penyusunan
pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas dapat
diselesaikan dengan baik. Pedoman ini disusun agar tersedia
acuan bagi petugas Puskesmas dalam rangka menghilangkan
atau mengurangi dampak risiko gangguan kesehatan yang
ditimbulkan oleh potensial bahaya yang ada di Puskesmas.

Ruang lingkup pedoman ini adalah pengenalan potensi


bahaya di Puskesmas dan masalah kesehatan yang
ditimbulkannya; pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di Puskesmas; Standard Precaution (Kewaspadaan
Standar) di Puskesmas; dan penatalaksanaan tertusuk jarum
suntik/benda tajam.

Penyusun dan pencetakan buku Pedoman Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) Puskesmas ini merupakan cetakan edisi
kedua setelah ada review karena ada perubahan kebijakan di
Puskesmas dengan harapan pedoman sesuai dengan
perkembangan kebijakan yang baru.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah


mendukung pelaksanaan penyusunan Pedoman Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) di Puskesmas ini. Semoga apa yang
telah dicurahkan baik fikiran, material maupun moril untuk
terbentuknya buku ini mendapat balasan setimpal dari Tuhan
Yang Maha Kuasa.

i
Kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan guna
penyempurnaan pedoman ini. Akhirnya, semoga Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas bermanfaat
bagi kita semua.

Jakarta, November
2016
Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga

drg. Kartini Rustandi, M.Kes


NIP 196304071987122001

ii
TIM PENYUSUN

dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS


dr. Elisabeth Lbn Tobing, MPH
dr. Dina Dariana, MKK
Rosani Azwar, SKM, M. Kes
Jelsi Marampa, SKM,
MKKK dr. Imran Agus
Nurali, SpKO Syahrul
Efendi P., MKKK
dr. Guntur Argana, M. Kes.
dr. Bambang Setia Sutrisno
dr. Eny Riang Wati Tanzil, SpKO
drg. Wahyu Nugroho MPH
drs. Sunarja, MM
drg. Triari Sarwastuty, M. Kes
Rosidi Roslan, SKM, MPH
Ika Ratna Wati, SKM, MKKK
dr. Yulia Renniayati Febrina Saat
Fregat Mada, ST
Kosirin, S.Pd
Nur Fatayani, S.Pd
Safira Cahyandari,
SKM

iii
iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. i


TIM iii
PENYUSUN .....................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................... v
I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................... 4
C. Sasaran ................................................................... 5
D. Ruang Lingkup ........................................................ 5
E. Landasan Hukum .................................................... 5
F. Pengertian ............................................................... 6

II PENGENALAN POTENSI BAHAYA DAN MASALAH


KES DI 9
PKM ....................................................................
A. Potensi Bahaya ....................................................... 9
B. Hirarkhi Pengendalian ............................................. 16

III PELAKSANAAN K3 DI PUSKESMAS ............................. 19


A. Tahap perecanaan .................................................... 19
1. Komitmen dan Kebijakan K3 Puskesmas .......... 19
2. Pembentukan Organisasi K3/Tim K3 Puskemas 19
3. Perencanaan K3 Puskemas ............................. 20
B. Tahap Pelaksanaan .................................................. 22
C. Tahapan Pengawasan .............................................. 30

v
IV STANDAR PRECAUSTION DI PUSKESMAS ................. 32
A. Cuci Tangan Guna Mencegah Infeksi Silang ............ 32
B. Pemakaian Sarung Tangan dan Alat Pelindung Lain 36
C. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam untuk Mencegah
Perlukaan ................................................................. 38
D. Penatalaksanaan Peralatan ..................................... 39
E. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan ...............
41
F. Penatalaksaan Tertusuk Jarum Bekas/Benda Tajam
V INDIKATOR KEBERHASILAN K3 DI PUSKESMAS ........ 42 47

VI PENUTUP ...................................................................... 49

LAMPIRAN .............................................................................. 50

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada BAB XII
Kesehatan Kerja pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa
upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan
serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Pekerja dalam ayat tersebut termasuk tenaga kesehatan dan
non kesehatan yang bekerja di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Polindes dan Poskesdes.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
dasar merupakan ujung tombak terdepan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat. Puskesmas berfungsi sebagai pusat
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat primer dan pusat pemberdayaan
masyarakat. Sebagai unit pelayanan kesehatan memiliki
berbagai potensi bahaya yang berpengaruh buruk pada
tenaga kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di
Puskesmas, pasien, pengunjung dan masyarakat
disekitarnya. Potensi bahaya tersebut meliputi golongan fisik,
kimia, biologi, ergonomik dan psikososial. Khususnya
golongan biologi merupakan bahaya potensi yang paling
sering menyebabkan gangguan kesehatan di Puskesmas.
Potensi bahaya golongan biologis tersebut antara lain virus,
bakteri, jamur, protozoa, parasit, hewan pengerat. Virus dan
bakteri merupakan potensi bahaya yang paling sering
mengancam pada petugas Puskesmas. Hal tersebut terkait
dengan masih tingginya prevalensi berbagai penyakit yang

1
disebabkannya yakni TB Paru, Hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV/ AIDS yang dapat menular dari pasien ke petugas
Puskesmas selama menjalankan pekerjaan. Penyakit-
penyakit tersebut digolongkan dalam penyakit akibat kerja.
Prevalensi TB pada kelompok yang pernah didiagnosis
tertinggi adalah Papua sebesar 1,441% diikuti Banten
sebesar 1,282% dan Sulawesi Utara sebesar 1,221%
sedangkan prevalensi terendah pada provinsi Lampung
sebesar 0,27% diikuti Bali 0,306% dan DI Yogyakarta
0,311%. Pada tahun 2010
Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat
tusukan jarum yang terkontaminasi virus yang diperkirakan
mengakibatkan:
a. terinfeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari
semua infeksi baru),
b. terinfeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari
semua infeksi baru),
c. terinfeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi
baru).

Di Indonesia, jumlah penderita Hepatitis B dan C diperkirakan


mencapai 30 juta orang. Sekitar 15 juta orang dari penderita
Hepatitis B dan C berpotensi menderita chronic liver
diseases. Indonesia sendiri digolongkan ke dalam kelompok
daerah dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat
endemisitas menengah sampai tinggi. Dari total sebanyak
5.870 kasus Hepatitis di Indonesia berdasarkan hasil
pendataan tahap pertama yang dilakukan Oktober 2007
hingga 9 September 2008, 40% di antaranya berasal dari
pengguna jarum suntik.
Permasalahan kesehatan yang juga menjadi potensial risiko
pada petugas Puskesmas saat ini berdasarkan kasus dengan
menggunakan case rate AIDS dengan membandingkan
jumlah

2
kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk menurut provinsi
tahun 2010 menunjukkan propinsi papua sebesar 173,69
diikuti oleh Bali 49,16 dan DKI 44,74 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan cara penularan kasus AIDS kumulatif yang
dilaporkan melalui heteroseksual (52,7,8%), Injecting Drug
User IDU (38,9%), lelaki seks lelaki (3%), perinatal (2,6%),
transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%) Profil
kesehatan 2010.
Dari prevalensi yang tinggi tersebut, disisi lain pengendalaian
bahaya di fasilitas kesehatan khususnya Puskesmas belum
memadai. Hal ini dibuktikan dari berbagai penelitian
pengendalian bahaya antara lain: Starh dengan Quick
Investigation of Quality yang melibatkan 136 fasilitas
kesehatan dan 108 diantaranya adalah Puskesmas,
menunjukkan bahwa hampir semua petugas Puskesmas
belum memahami dan mengetahui tentang kewaspadaan
universal. Hasil penelitian di wilayah Jakarta Timur yang
dilakukan oleh Sri Hudoyo 2004 menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan petugas menerapkan setiap prosedur tahapan
kewaspadaan universal dengan benar hanya 18,3%, dengan
status vaksinasi Hepatitis B pada petugas Puskesmas masih
rendah yaitu 12,5%, riwayat pernah tertusuk jarum bekas
84,2%.
Pada tahun 2010 jumlah Puskesmas 9.133 buah dengan
berbagai jenis tenaga kesehatan dan non kesehatan yang
terdiri dari berbagai profesi dan disiplin ilmu yaitu dokter,
perawat, bidan, sanitarian, analis kimia, nutrisionis,
kesehatan lingkungan, administrasi, pekarya kesehatan dan
petugas kebersihan.
Deklarasi Alma Ata tahun 1978, mengakui akan pentingnya
petugas Puskesmas dan petugas kesehatan masyarakat
untuk memelihara kesehatan di lingkungan tempat tinggal
dan tempat kerja. Petugas Puskesmas di banyak negara
berkembang tidak

3
terlatih dalam hal pencegahan dan pengendalian sederhana
terhadap berbagai masalah kesehatan pekerja.
Mengingat potensi bahaya yang tinggi bagi petugas
Puskesmas, sehingga diperlukan Pedoman Pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Puskesmas yang
diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap
perlindungan kesehatan petugas Puskesmas khususnya
petugas kesehatan yaitu mulai dari kegiatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Salah satu teknik pengelolaan risiko penularan penyakit di
Puskesmas adalah dengan penerapan standard precaution.

B. Tujuan
1. Umum
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan
produktif untuk petugas Puskesmas, pasien, pengunjung/
pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar
Puskesmas.
2. Khusus
a. Terbentuknya kelompok kerja atau tim sebagai
penanggung jawab kegiatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di
Puskesmas cara
b. Teridentifikasinya potensi bahaya/risiko dan
pengendaliannya
c. Tersusunnya rencana kerja Keselamatan
d. dan Kesehatan
Terlaksananya Kerja
kegiatan di Puskesmas
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Puskesmas yang paripurna
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas

4
C. Sasaran
Sasaran pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Puskesmas adalah petugas Puskesmas dan pengguna jasa
Puskesmas.

D. Ruang Lingkup
1. Pengenalan potensi bahaya di Puskesmas dan masalah
kesehatan yang ditimbulkannya.
2. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Puskesmas
3. Standard Precaution di Puskesmas
4. Indikator keberhasilan

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28h ayat (1) tentang
hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997
Pengelolaan
tentang
Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor tahun 2003 tentang
13 Ketenagakerjaan
4. Undang-Undang Nomor tahun 2009 tentang
36 Kesehatan Kerja

5. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo Nomor
85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
7. Keppres Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul Karena Hubungan Kerja

5
8. Kepmenkes Nomor 1758 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
9. Kepmenkes Nomor 038/Menkes/SK/I/2007 tentang
Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas
Kawasan Industri/Sentra Industri
10. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
11. Kepmenkes Nomor 1758/MENKES/SK/XII/2003 tentang
Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
12. Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat

F. Pengertian
1. Bahaya adalah suatu potensi yang dapat menimbulkan
kerugian, gangguan kesehatan, cidera, kerusakan
properti dan lingkungan atau kerugian dalam produksi.
2. Kesehatan Kerja adalah suatu layanan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan (fisik,
mental dan sosial) yang setinggi-tingginya bagi pekerja
di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,
perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang adaptasi
antara pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan
jabatannya (ILO/WHO 1995)
3. Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa
dengan unsur-unsur tidak diduga, tidak dikehendaki,
tidak disengaja, terjadi dalam hubungan kerja,
menimbulkan trauma/ruda paksa, kecacatan, dan
kematian disamping itu menimbulkan kerugian dan/atau
kerusakan properti.

6
4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya
memberikan jaminan kesehatan, keselamatan dan
derajat kesehatan pekerja dengan cara
peningkatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
pencegahan
5. Manajemen Risiko adalah proses pengendalian risiko
secara berkelanjutan mulai dari identifikasi, penilaian
risiko, penetapan program pengendalian, pelaksanaan
program pengendalian, monitoring dan evaluasi risiko.
6. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan ujung
tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat di wilayah kerjanya.
7. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang
diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
8. Penilaian risiko adalah proses perkiraan kemungkinan
terjadinya suatu kejadian yang tidak diinginkan disertai
perkiraan besarnya akibat dalam jangka waktu tertentu.
9. Risiko adalah kesempatan untuk terjadinya cidera/
kerugian dari suatu bahaya, atau kombinasi dari
kemungkinan dan akibat.
10. Risiko kesehatan adalah besarnya kemungkinan yang
dimiliki oleh suatu bahan, proses atau kondisi untuk
menimbulkan kesakitan, gangguan kesehatan, dan
penyakit akibat kerja yang dipengaruhi oleh magnitude
of hazard (konsentrasi dan dosis), efek rating (tingkat
dampak: fatality, very serious, serious, moderate, Low,
trivial), probabilitas (kemungkinan), frekwensi pajanan,
durasi pajanan
11. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah penetapan
standar pelaksanaan pekerjaan baik secara resmi

7
maupun tidak resmi oleh manajemen tentang tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan pekerja sebagai acuan
dalam bekerja.
12. Standard Precaution. yaitu pengurangan terjadinya
penyakit infeksi yang disebabkan penularan kontak
langsung terhadap bahan infeksius maupun alat yang
tidak steril atau mengandung bahan infeksius.
13. Tenaga Kesehatan Kerja adalah setiap orang yang
mengabdikan dirinya di bidang kesehatan kerja serta
memiliki kemampuan yang meliputi pengetahuan dan
atau keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan
berjenjang dan pelatihan kompetensi dalam bidang
kesehatan kerja dan bidang-bidang lain serta memenuhi
kode etik yang bersifat melayani masyarakat berkaitan
dengan pekerja yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan kerja.

8
BAB II
PENGENALAN POTENSI BAHAYA DI PUSKESMAS DAN
MASALAH KESEHATAN YANG DITIMBULKANNYA

A. Potensi Bahaya
Puskesmas sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya
yang beragam terhadap kesehatan. Potensi bahaya tersebut
terdapat disetiap ruangan baik di dalam maupun di luar
gedung yang dapat timbul dari lingkungan tempat kerja,
proses kerja, cara kerja, alat dan bahan kerja yang dapat
menimbulkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK).
Tujuan pengenalan potensi bahaya di Puskesmas dan
masalah kesehatan yang ditimbulkannya adalah agar
petugas Puskesmas dapat melakukan pengendalian risiko
dengan benar sehingga terhindar dari berbagai masalah
kesehatan yang diakibatkan dari pekerjaannya (PAK dan
KAK).
Potensi bahaya di Puskesmas dapat di kelompokkan sebagai
berikut:
1. Potensi bahaya umum yaitu potensi bahaya yang sama
terdapat di setiap ruangan seperti tabel di bawah ini:

9
10
2. Potensi bahaya khusus yaitu potensi bahaya spesifik
yang terdapat di ruang tertentu antara lain:

11
12
13
14
3. Potensi Masalah Kesehatan Kerja di Luar Gedung
Potensi masalah kesehatan kerja di luar gedung dapat
dilihat pada contoh berikut

15
B. Hirarkhi Pengendalian Bahaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Secara Umum
Idealnya pengendalian risiko K3 di Puskesmas dapat dilakukan
sesuai dengan hirarki pengendalian sebagai berikut:

Me
Menghilangkan
n

Penggantian

Engineering/rekayas

a Administrasi

Alat Pelindung Diri

1. Eliminasi/menghilangkan bahaya: Merupakan langkah


ideal dengan menghilangkan sumber potensi bahaya,
contohnya mengganti tensi meter yang menggunakan
merkuri dengan tensi meter digital.
2. Subtitusi/penggantian: Prinsip dari langkah ini adalah
mengganti sumber potensi bahaya dengan cara atau
bahan lain yang mempunyai tingkat risiko lebih rendah,
contohnya mengganti bahan tambal gigi amalgam
dengan bahan seperti Glass Ionomer Composite

16
3. Rekayasa teknik: Pengendalian risiko melalui
perubahan desain atau modifikasi peralatan, sistem
ventilasi dan proses yang mengurangi sumber eksposur,
contohnya penutupan/isolasi mesin kompresor ruang
poli gigi.
4. Administrasi: Mengatur cara kerja, mencakup pemilihan
waktu pekerjaan, kebijakan-kebijakan dan aturan lain,
contohnya Standar Prosedur Operasional (SPO),
pengaturan shift kerja, imunisasi dll.

17
5. Alat Pelindung Diri (APD):
merupakan upaya pencegahan
oleh pekerja dengan
menggunakan berbagai alat
untuk melindungi tubuh dari
potensi bahaya, contohnya
sarung tangan, apron, masker,
google, penutup kepala, sepatu
boot dll.

Dalam pelaksanaan pengendalian faktor risiko


di Puskesmas hirarkhi tersebut
di
dilaksanakan atasdengan
sesuai dengan kondisi setempat dapat
mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan,
ketersediaan sumber daya dan keefektifitas hasil yang
diharapkan.

18
BAB III
PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DI PUSKESMAS

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Puskesmas dapat


dilaksanakan melalui beberapa tahap yang meliputi tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pengawasan,
pemantauan dan evaluasi.

A. TAHAP PERENCANAAN

1. Komitmen dan Kebijakan K3 Puskesmas


Komitmen melaksanakan K3 di Puskesmas merupakan
kesepakatan seluruh pegawai Puskesmas. Hasil dari
komitmen dituangkan dalam bentuk kebijakan tertulis
Puskesmas untuk pelaksanaan K3. Keberhasilan
pelaksanaan K3 di Puskesmas sangat dipengaruhi oleh
dukungan kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengingat bahwa Puskesmas sebagai Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Komitmen pelaksanaan K3 di Puskesmas diwujudkan
dalam bentuk penandatanganan kesepakatan oleh
seluruh pegawai Puskesmas setelah dilakukan
sosialisasi oleh Kepala Puskesmas pada saat lokakarya
mini. Kebijakan K3 di Puskesmas dituangkan dalam
bentuk Surat Keputusan Kepala Puskesmas yang
berisikan tentang ruang lingkup pelaksanaan K3 di
Puskesmas.

2. Pembentukan Tim K3 di Puskesmas


Pembentukan tim K3 di Puskesmas ditetapkan melalui
Surat Keputusan Kepala Puskesmas yang menyangkut
susunan organisasi, tugas dan tanggung jawab setiap

19
pegawai. susunan organisasi inti tim K3 di Puskesmas
minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Penanggung
Jawab Pelayanan Kesehatan Kerja, Penanggung Jawab
Sarana Prasarana. Tim K3 di Puskesmas melibatkan
seluruh koordinator ruangan dengan latar belakang
pendidikan kesehatan yang berbeda seperti dokter,
dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, sanitarian, asisten
apoteker dan penyuluh kesehatan. Tim K3 diharapkan
mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan kerja.
Tugas Tim K3 di Puskemas yakni memberikan
rekomendasi dan pertimbangan kepada kepala
Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota mengenai masalah-masalah yang berkaitan
dengan K3 dan membuat program K3 di Puskesmas.
Fungsi dari Tim K3 ini mengumpulkan dan menganalisa
seluruh data dan menginformasikan permasalah K3 di
Puskesmas, membantu kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan upaya promosi
K3, koreksi, pelatihan dan penelitian kecil tentang K3 di
Puskesmas, melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan program K3. Semua pegawai Puskesmas
terlibat dalam pelaksanaan K3 di Puskesmas.

3. Perencanaan K3 di Puskesmas
Setelah adanya komitmen dan terbentuknya tim K3 di
Puskesmas, bersama Kepala Puskemas membuat
rencana kerja K3 di Puskesmas.
Dalam perencanaan K3 Puskesmas Tim sebelumnya
melakukan identifikasi atau Mapping potensi bahaya
setiap ruang di Puskesmas yakni administrasi, ruang
pelayanan kesehatan dan ruangan lainnya serta tempat-
tempat lain

20
yang ada di lingkungan Puskesmas seperti sumur,
tempat pembuangan sampah, garasi dari berbagai
golongan bahaya potensial dibandingkan dengan
perencanaan yang ada.
Hasil identifikasi dituangkan dalam matrik seperti contoh
di bawah ini.

Setelah melakukan identifikasi dan mapping potensi


bahaya di Puskesmas Tim K3 membuat perencanaan
selama satu tahun atau selama lima tahun seperti
contoh sebagai berikut:

21
B. TAHAP PELAKSANAAN
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO), rambu,
petunjuk K3
Agar pelaksanaan kegiatan K3 di Puskesmas berjalan
sesuai dengan standar perlu disusun SPO meliputi:
SPO cara kerja/pelayanan, SPO pengelolaan alat, SPO
penggunaan APD, SPO pengelolaan limbah, dll.
2. Pembudayaan K3 melalui pemanfaatan SPO,
Sosialisasi SPO yang telah disusun pada seluruh jajaran
petugas Puskesmas sesuai dengan tempat kerjanya.
3. Penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana yang
mendukung dan menunjang pelaksanaan K3 di
Puskesmas.
4. Pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat,
- Pelayanan kesehatan kerja merupakan pelayanan
kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja, berkala dan khusus untuk petugas
kesehatan yang paling berisiko di Puskesmas
seperti petugas Poli IGD dan laboratorium.
Pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan
memberikan pengobatan dan perawatan pada
petugas Puskemas yang menderita sakit termasuk
peningkatan kesehatan fisik dan mental.
- Mapping lingkungan tempat kerja (area yang
dianggap berisiko dan berbahaya),
- Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat,
membuat rambu-rambu jalan keluar evakuasi
apabila terjadi bencana.

22
5. Pengelolaan alat berupa kegiatan penyediaan dan
pemeliharaan peralatan Puskesmas agar layak
digunakan dengan selalu di kalibrasi dan sertifikasi.
6. Pengelolaan limbah dilakukan seperti penyediaan
fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas, pengelolaan limbah medis dan non
medis.
7. Peningkatan kemampuan sumber daya
Merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan bagi petugas Puskesmas dalam
bekerja yang sehat dan aman antara lain dengan
mengirim pegawai Puskesmas mengikuti pelatihan
tentang pencegahan infeksi, pelatihan tentang
penatalaksanaan alat.
8. Penyediaan dukungan
sarana dan
prasarana K3 yang
mendukung
pelaksanaan kegiatan
K3 di K3
alat Puskesmas
secara
dengan
sederhanamenyediakan
APD, antiseptik,(APAR
vaksin dll.)
,
9. Monitoring dan evaluasi yaitu kegiatan pemantaun yang
berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3 dengan
melakukan inspeksi dan pengujian sesuai dengan
objeknya sehingga perlu dilakukan identifikasi potensi
bahaya di setiap ruang administrasi, ruang pelayanan
kesehatan dan ruangan lainnya serta tempat-tempat lain
yang ada di lingkungan Puskesmas seperti sumur,
tempat pembuangan sampah, garasi dari berbagai
golongan
23
bahaya potensial dibandingkan dengan perencanaan
yang ada.

Hasil identifikasi dituangkan dalam matrik di bawa h ini.

10. Penilaian risiko (lama pajanan, frekwensi, durasi,


intensitas)
Tidak semua bahaya potensial di tempat kerja
(Puskesmas) perlu dilakukan pengendalian disesuaikan
dengan tingkat risiko yang ada.
11. Pengendalian risiko dengan menggunakan pendekatan
pelayanan kesehatan yang meliputi:
a. Upaya Promotif
1) Menginformasikan potensi bahaya yang ada di
Puskesmas kepada seluruh petugas
Puskesmas
2) Melakukan penyuluhan tentang potensi bahaya
di lingkungan kerja dan masalah kesehatan
yang ditimbulkannya, penyuluhan penggunaan
APD yang tepat dan benar

24
3) Memasang leaflet, poster dan penyebaran
brosur
4) Menginformasikan PHBS di tempat kerja
5) Melaksanakan latihan fisik, bimbingan rohani,
rekreasi

b. Upaya Preventif
Pelaksanaan upaya preventif dengan
menggunakan:
1) Penerapan prinsip pencegahan berupa
:penerapan cuci tangan, penggunaan sarung
tangan, barier protection (penggunaan lotion,
masker, apron, mengganti tensi meter yang
menggunakan merkuri dengan tensi meter
digital, mengganti bahan tambal gigi amalgam
dengan bahan seperti Glass Ionomer
Composite, mengurangi sumber eksposur,
contohnya penutupan/isolasi mesin kompresor
ruang poli gigi, pengaturan shift kerja,
penyusunan SPO dan lain lain
2) Pemberian immunisasi pada petugas
kesehatan diberikan dengan memperhatikan
tingkat risiko penularan. Saat ini diharapkan
petugas kesehatan dapat diberikan imunisasi
Hepatitis B dan Influenza serta imunisasi yang
tersedia sesuai kebutuhan.
3) Penatalaksanaan limbah Puskesmas termasuk
pembuangan sampah.
- Limbah domestik/ rumah tangga
Limbah yang berasal dari kegiatan non
medis, seperti kegiatan dapur, sampah dari
pengunjung, dll yang tidak
mengandung

25
kuman infeksius. Termasuk pula
didalamnya kardus obat, plastik
pembungkus syringe, dan benda lainnya
yang tidak mengandung dan tidak
terkontaminasi kuman patogen atau
bahan infeksius. Limbah ini ditampung
dalam kantong hitam, untuk selanjutnya
dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA).
- Limbah benda tajam
Yaitu materi padat yang memiliki sudut
lancip dan dapat menyebabkan luka iris
atau tusuk. Contohnya jarum suntik, kaca
sediaan, infus set, ampul/ vial obat, dll.
Limbah benda tajam tidak boleh dilakukan
recapping langsung ditampung dalam
safety box atau kontainer lain yang kuat
dan tidak bocor sebelum ditimbun. Daur
ulang dari limbah benda tajam sangat tidak
dianjurkan.
- Limbah infeksius
Yaitu limbah yang diduga mengandung
patogen (virus, bakteri, parasit, dan jamur)
dalam jumlah yang cukup untuk
menyebabkan penyakit pada pekerja yang
rentan, misalnya kultur dan stok agen
infeksius dari aktifitas laboratorium, limbah
hasil operasi dari pasien penderita penyakit
menular, limbah pasien yang menderita
penyakit menular dari bagian isolasi, alat
atau materi lain yang tersentuh oleh orang
sakit.

26
Limbah infeksius ditampung dalam wadah
yang kuat dan tidak bocor, dan dipilah dari
sumbernya. Limbah infeksius tidak boleh
dicampur dengan limbah jenis lain. Bila
terjadi pencampuran dengan limbah non
infeksius maka limbah non infeksius
dianggap sebagai limbah infeksius.
Penyimpanan sementara limbah infeksius
di Puskesmas tidak lebih dari 48 jam sejak
mulai penyimpanan dengan persyaratan
penyimpanan diruang khusus, tertutup,
ada pencatatan jumlah timbulan limbah
setiaphari, tidak memungkinkan binatang
pengerat keluar masuk termasuk
pembatasan akses orang untuk masuk
ketempat tersebut.
- Limbah Patologis
Yaitu limbah yang berasal dari jaringan
tubuh, limbah jenis ini harus ditampung
dalam kontainer/wadah yang kuat dan
tidak bocor misalnya organ tubuh, janin,
darah, muntahan, air seni, dan cairan
tubuh lainnya. Pengolahannya sama
seperti limbah infeksius, jika dalam bentuk
padat maka di olah dengan alat
pengolahan limbah padat jika dalam
bentuk cair maka harus di olah melalui
instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
- Limbah Farmasi
Yaitu limbah yang mengandung bahan-
bahan farmasi seperti produk farmasi,
obat, vaksin, serum yang sudah
kadaluarsa, dan

27
lainnya. Limbah farmasi dapat
dikembalikan kepada produsennya
sementara bila terjadi tumpahan obat dan
menggunakan pasir absorben untuk
menyerap tumpahannya atau sesuai
dengan lembar data keselamatan yang
ada dari produsen. Pasir absorben atau
materi penyerap tumpahan farmasi ini
termasuk limbah B3 dan harus dikelola
dan diolah secara khusus oleh pihak yang
bisa mengelola limbah tumpahan farmasi.
- Limbah Kimia
Yaitu yang mengandung zat kimia berasal
dari aktivitas diagnostik, pemeliharaan
kebersihan, dan pemberian desinfektan.
Contohnya formaldehid, zat kimia untuk
rontgen, dan lain lain, jika dalam jumlah
kecil limbah kimia dapat disatukan dengan
limbah infeksius dalam pengolahannya.
- Limbah Logam Berat
Adalah limbah medis yang mengandung
logam berat dalam konsentrasi tinggi
biasanya sangat toksik, seperti limbah
merkuri dari bocoran peralatan kedokteran
(termometer, alat pengukur tekanan darah,
dll) penampungan dipisah dengan limbah
lainnya dan penampunganya harus kuat
dan tidak bocor serta menguap. Dalam
pengolahannya sebaiknya bekerjasama
dengan Dinas/badan lingkungan hidup
setempat.

28
5) Deteksi Dini melalui Medical Chek Up (MCU)
- Pemeriksaan prakerja atau sebelum kerja
dilakukan pada pegawai baru yang akan
mulai kerja atau kepada pegawai pindahan
atau mutasi dari tempat lain atau antar
tempat kerja untuk mendapatkan data
dasar status kesehatan calon atau petugas
puskesmas.
- Pemeriksaan berkala dilakukan kepada
seluruh pegawai Puskesmas minimal
1 (satu) tahun sekali untuk mengetahui
perubahan status kesehatan pekerja
secara dini.
- Pemeriksaan kesehatan khusus
dilaksanakan kepada yang
pegawai
mengalami pajanan tertentu untuk menilai
adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu
terhadap pegawai atau golongan pegawai
tertentu (pegawai laboratorium dan bagian
radiologi).

c. Upaya Kuratif
Pelaksanaan tindakan pengobatan bagi petugas
Puskesmas yang mengalami gangguan kesehatan
selama melakukan pekerjaan
1) Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti
tertusuk jarum bekas /benda tajam alat
tindakan medis
2) Penatalaksanaan cedera akibat kecelakaan
kerja

29
3) Pengobatan penyakit akibat kerja (PAK)
mengikuti pedoman penatalaksanaan penyakit
akibat kerja.
4) Melakukan rujukan kasus
d. Upaya Rehabilitatif
Pengendalian melalui upaya rehabilitatif ditujukan
untuk mencegah kematian dan kecatatan yang
semakin berat.
Misalnya pada petugas kesehatan yang tertusuk
jarum, dilakukan pemantauan status HBsAg,
konseling untuk HIV AIDS.
Rekomendasi terhadap penempatan kembali
pekerja sesuai kemampuannya dan pentahapan
untuk dapat kembali pada pekerjaan semula
setelah sembuh dari sakit/ kecelakaan kerja.

C. TAHAP PENGAWASAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Pengawasan dilakukan oleh Tim K3 Puskesmas secara
berkala sesuai jadual yang sudah ditentukan dalam
perencanaan.
Pemantauan dilakukan terhadap kepatuhan SPO,
penggunaan APD, penyediaan kebutuhan sarana dan
prasarana, pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat,
pengelolaan alat, pengelolaan limbah, peningkatan
kemampuan sumber daya, penyediaan dukungan sarana
dan prasarana K3 (Alat Pemadam Api Ringan/APAR, APD),
penilaian risiko (lama pajanan, frekuensi, durasi, intensitas).
Bentuk pemantauan dilakukan dengan menggunakan
instrumen sehingga didapatkan data pemantauan berkala
sesuai dengan pelaksanaan kegiatan K3 di Puskesmas.

30
Evaluasi dilakukan secara internal oleh Tim K3 Puskesmas
setiap tahun yang bertujuan untuk menilai pelaksanaan K3
yang telah dilakukan tahun terakhir dan hasilnya digunakan
untuk perencanaan kegiatan selanjutnya. Evaluasi yang
dilakukan meliputi input, proses dan output dengan
menggunakan instrumen (terlampir).

31
BAB IV
STANDARD PRECAUTION (KEWASPADAAN STANDAR)
DI PUSKESMAS

Standard Precaution (Kewaspadaaan Standar) merupakan suatu


upaya pencegahan terhadap penularan infeksi Hepatitis B Virus
(HBV), Hepatitis C Virus (HCV) dan Human Immuno Virus (HIV)
secara parenteral melalui mebran mukosa, permukaan kulit yang
tidak intak, dengan memperlakukan semua darah, secret vagina,
air mani, cairan amnion dan cairan tubuh lain terkecuali feces,
urin, keringat, dahak, ingus, air mata, muntahan tanpa campuran
darah dari semua pasien sebagai sumber yang potensial untuk
menularkan infeksi tanpa memperhatikan diagnosis maupun risiko
yang ada pada pasien tersebut.
Tahapan kewaspadaan standar terdiri dari:
1. Cuci tangan untuk mencegah infeksi silang
2. Pemakaian sarung tangan dan alat pelindung lain
3. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
4. Penatalaksanaan peralatan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

A. Cuci Tangan Guna Mencegah Infeksi Silang


Mencuci tangan dengan benar merupakan tindakan amat
penting untuk menghilangkan/mengurangi mikro organisme
yang ada pada tangan sehingga penyebaran penyakit dapat
dikurangi. Tujuan dari cuci tangan adalah mengurangi atau
menghilangkan kuman transient yang merupakan
kontaminan dari luar termasuk dari darah atau cairan tubuh
yang terinfeksi. Mikro organisme transien mudah dibersihkan
dari tangan

32
melalui gesekan mekanis pada tangan dan pencucian
dengan sabun atau deterjen.
Jenis cuci tangan sendiri dapat dikelompokan menjadi tiga
yaitu:
1. Cuci tangan rutin
Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan
sabun PH netral selama 10–15 menit, pada kondisi tidak
tersedia air dan tangan dalam keadaan tidak kotor oleh
darah atau tidak kotor oleh bahan organik lainnya dapat
menggunakan larutan gliserin dan alkohol 60% - 90%
2. Cuci tangan aseptik
Cuci tangan dengan sabun antiseptik selama 1 menit
pada air mengalir dan dilakukan sebelum tindakan non
bedah yang memerlukan tindakan aseptik
3. Cuci tangan bedah
Membersihkan tangan kuku dan lengan menggunakan
sabun antiseptik (4% chlorhexidin atau detergen yang
mengandung povidon iodine 0,75% selama 3-5 menit (5
menit untuk pencucian pertama dan 3 menit untuk setiap
pencucian berikutnya). Posisi tangan lebih tinggi dari
siku dan jangan menutup kran dengan tangan yang
sudah dicuci.

Indikasi cuci tangan untuk mencegah infeksi silang


adalah:
Cuci tangan sebelum tindakan:
Saat akan mulai pekerjaan, saat akan memeriksa pasien,
saat akan memakai alat yang telah dilakukan desinfeksi
tingkat tinggi (DTT).

33
Indikasi cuci tangan sesudah tindakan yakni:
Saat hendak pulang ke rumah, setelah memeriksa pasien,
setelah menyentuh membrana mukosa, darah atau cairan
tubuh lain, setelah membuka sarung tangan, setelah dari
toilet dan setelah bersin atau batuk.
Gambar cara mencuci tangan yang benar

34
35
B. Pemakaian Sarung Tangan dan Alat Pelindung Lain
Pemakaian sarung tangan dan alat pelindung lain sebagai
alat pencegah kontak dengan darah serta cairan tubuh lain
yang diduga terkontaminasi meskipun penggunaan sarung
tangan tidak mengurangi risiko perlukaan tapi terbukti dapat
mengurangi volume paparan material infeksi dan secara
bermakna mengurangi risiko terpapar.
Sarung tangan terbuat dari bahan vinil atau lateks yang dapat
melindungi dari paparan bahan cairan, benda tajam dan
pemakaian hanya untuk satu pasien.
Berdasarkan penggunaannya sarung tangan terdiri dari:
1. Sarung tangan bedah
yang berupa sarung
tangan steril
digunakan yang
prosedur tindakan
dimana pada
terjadi kontak mungkin
dengan
darah atau jaringan di
bawah kulit.
2. Sarung tangan untuk
pemeriksaan/tindakan
rutin
Dipakai untuk tindakan rutin dimana terdapat kontak
dengan selaput mukosa intak pada saat melakukan
tindakan, dan juga untuk mengurangi risiko terhadap
paparan darah atau cairan lain saat tindakan.
3. Sarung tangan untuk membersihkan tempat kerja.
Merupakan sarung tangan tebal yang terbuat dari karet
yang dipakai untuk kerja membersihkan permukaan

36
peralatan, lantai yang terkontaminasi, menangani limbah
dll.
4. Pemakaian alat pelindung lain yakni apron, masker,
sepatu, kacamata dll bergantung pada jenis tindakan
yang akan dikerjakan atau tingkatan paparan dengan
darah dan cairan tubuh lain saat melakukan tindakan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memakai sarung


tangan:
1. Dianjurkan memakai sarung tangan untuk sekali pakai
kecuali sarung tangan untuk membersihkan tempat
kerja,
2. Jangan menggunakan sarung tangan bocor
3. Tidak dianjurkan memakai sarung tangan rangkap
4. Sarung tangan yang di Desinfeksi Tingkat tinggi (DTT)
atau disterilisasi dianjurkan jangan dipakai lebih 3 kali.

Prosedur/Tindakan yang memerlukan sarung tangan

37
C. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam untuk Mencegah
Perlukaan
Penularan penyakit Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV/AIDS di
fasilitas kesehatan sebagian besar adalah akibat kecelakaan
dengan jarum atau benda tajam yang terkontaminasi.
Kecelakaan tersebut di atas umumnya dapat dicegah oleh
petugas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbangkes tahun 1998
menunjukan bahwa 85% suntikan imunisasi yang dilakukan
oleh petugas kesehatan ternyata tidak aman (satu jarum
dipakai berulang) dan 95% petugas kesehatan mencoba
ketajaman jarum dengan ujung jari.
Tindakan mencegah kecelakaan jarum dan alat tajam yang
lain untuk mengurangi risiko kecelakaan tersebut dilakukan
dengan:
1. Memperhatikan secara cermat
ketika menggunakan jarum
dan alat tajam lainnya
2. Meletakan jarum yang sudah
dipakai pada tempat yang
kedap tusuk
3. Memastikan bahwa setiap
ruangan tindakan
memilikipembuangan sampah
tempat
4. Menggunakan sarung tangan
tebal saat mencuci peralatan
tajam serta saat menangani limbah
5. Tindakan menyerahkan alat/benda
tajam secara langsung
antar petugas (teknis hands free)

38
6. Tidak membengkokkan, mematahkan atau menutup
kembali jarum bekas pakai, jika terpaksa menutup
kembali menggunakan teknik satu tangan.
7. Menggunakan forcep atau pinset saat mengerjakan
jahitan

D. Penatalaksanaan Peralatan
Penatalaksanaan peralatan dilakukan untuk menjamin
peralatan dalam kondisi steril. Semua alat, bahan dan obat
yang akan dimasukkan ke dalam jaringan yang steril harus
dalam keadaan steril.
Proses penatalaksanaan peralatan melalui 4 tahapan yakni:
1. Dekontaminasi
Merupakan proses merendam peralatan pada larutan
klorin 0,5% selama 10 menit segera setelah melakukan
tindakan yang bertujuan membunuh virus dan
mikroorganisme lain. Proses dekontaminasi juga dapat
mencegah pengeringan darah dan jaringan pada
peralatan sehingga segera dilakukan apabila
penggunaan telah selesai.
Alat atau bahan yang harus didekontaminasi adalah:
peralatan operasi/tindakan, jarum dan semprot yang
akan dipakai ulang, sarung tangan, kontener untuk
tempat penyimpanan peralatan.
2. Pencucian
Merupakan langkah mencuci dan menyikat peralatan
dengan sabun atau deterjen sebelum dilakukan
sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi. Proses
pencucian harus menghilangkan darah, cairan tubuh
lain dan jaringan serta bahan organik serta kotoran.
Pencucian dapat menurunkan jumlah mikroorganisme
pada peralatan.

39
3. Sterilisasi/Desinfeksi Tingkat Tinggi
Proses sterilisasi
ini
bertujuan menghilangkan
seluruh mikroorganisme
dan
pada direkomendasikan
peralatan yang
kontak dengan darah
atau jaringan
kulit. Proses ini bawah
dilakukan dengan dapat uap
panas bertekanan
tinggi, panas kering atau
mengunakan bahan kimia
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan alternatif
penatalaksanaan instrumen apabila sterilisasi tidak
tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT tidak
membunuh semua mikroorganisme khususnya bakteri
dengan endospore seperti tetanus dan gas ganggren
sehingga dianjurkan untuk tetap memakai sterilisasi
apabila kejadian penyakit tetanus masih sering di
temukan. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus,
menggunakan bahan kimia atau menggunakan uap
panas.

4. Penyimpanan
Penyimpanan yang baik pada
prinsipnya sama dengan
sterilisasi karena akan tetap
menjamin peralatan tersebut
steril.

40
Cara penyimpanan alat tersebut meliputi:
a. Peralatan dibungkus
Pembungkusan peralatan bertujuan untuk menjaga
tetap sterilnya peralatan. Umur steril peralatan
sangat dipengaruhi oleh packing, handling, jumlah
petugas yang menangani packing, kebersihan,
kelembaban dan suhu penyimpanan.
b. Peralatan tidak dibungkus
Peralatan yang tidak dibungkus harus segera
digunakan setelah proses sterilisasi.

E. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan


Kegiatan pelayanan kesehatan selain menghasilkan sampah
rumah tangga juga menghasilkan sampah yang bersifat
medis dan berbahaya sehingga perlu penanganan yang
benar agar tidak membahayakan bagi pasien, petugas
kesehatan dan masyarakat luas.
Sampah hasil pelayanan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Sampah rumah tangga
Umumnya lebih dikenal
dengan sampah
domestik yaitu sampah
yang dihasilkan dari
kegiatan di ruang
tunggu, ruang
administrasi, kebun yang
meliputi sisa makanan,
pembungkus makanan,
kertas, plastik dll

41
2. Sampah medis
Merupakan hasil dari kegiatan
diagnostik,
pengobatan dan atau
immunisasi. Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah
darah atauyang
material cairan mengandung
tubuh,
darah, sampah organik dari
jaringan tubuh serta benda
tajam seperti jarum
jarum jahit, suntik,
skalpel,dll yang infeksius pipet,
tabung
3. Limbah berbahaya adalah
limbah kimia yang mempunyai
sifat racun, radiasi.

F. Penatalaksaan Tertusuk Jarum Bekas/Benda Tajam


Setiap petugas kesehatan yang memeriksa atau melakukan
tindakan pada pasien mempunyai kemungkinan terpajan
dengan darah atau cairan tubuh pasiennya. Pajanan darah
atau cairan tubuh dari pasien dapat membahayakan jika
ditularkan kepetugas kesehatan melalui perlukaan atau kulit
petugas kesehatan yang tidak utuh. Darah atau cairan tubuh
pasien dapat masuk ketubuh petugas kesehatan melalui
perlukaan langsung atau melalui luka karena kelainan kulit
atau mukosa. Perlukaan langsung, dapat berupa tertusuk
jarum bekas pakai, terluka benda tajam peralatan kesehatan
bekas pakai. Sedangkan luka karena kelainan kulit dapat
berupa eksim, luka gores dan bisul (walaupun kecil) yang
pecah. Oleh karena itu seorang petugas kesehatan harus
berusaha melindungi dirinya agar tidak terpajan darah dan
cairan tubuh pasien. Petugas kesehatan harus
memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain. Jika
petugas kesehatan mengalami

42
kecelakaan kerja (terluka), seharusnya dicatat dan dilaporkan
kepada yang berwenang untuk mendapatkan pertolongan
lebih lanjut (misalnya di Puskesmas/RS, kepada atasannya
atau tim K3) harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada
atasannya. Sebaiknya petugas kesehatan yang terpajan
harus diberikan immunisasi. Petugas kesehatan yang
mendapatkan kecelakaan kerja (terluka) seharusnya
diberikan konseling. Dokter praktik sebaiknya melaporke RS
terdekat.
Langkah-langkah yang penting adalah :
a. Jangan panik
b. Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh
yang tertusuk dan cuci dengan air mengalir atau air
dengan jumlah banyak dan gunakan sabun atau anti
septik
c. Jika darah mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dan gunakan sabun dan air mengalir
d. Jika darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
e. Jika darah terpercik pada mata, cucilah mata dengan air
mengalir (irigasi) atau garam fisiologis
f. Jika darah memercik kehidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air
g. Luka tertusuk tidak boleh dihisap (memakai mulut)
h. Lapor ke tim Panitia Infeksi Nosokomial (PIN) dan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Setiap pajanan
dicatat dan dilapor dalam 24 jam.

Tim PIN/K3 akan melakukan tindakan lanjut :


i. Menentukan status pasien sebagai sumber jarum/alat
tajam bekas pakai terhadap status HIV, HBV, HCV

43
ii. Petugas yang terpapar diperiksa status HIV, HBV, HCV
jika tidak diketahui sumber paparannya
iii. Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan
dalam masa inkubasi tidak perlu tindakan khusus untuk
petugas, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan
konseling
iv. Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan
status HIV, HBV, HCV petugas kesehatan tersebut
Konseling Pre Test
Sumber pajanan perlu dievaluasi untuk
kemungkinan adanya infeksi HIV. menentukan
- Tes HIV pada pasien yang diduga menjadi sumber
infeksi dapat dilaksanakan hanya jika pasien telah
diberikan konseling pratest dan pasien memberikan
persetuijuan tindakan medis (informed consent) dan
tersedia rujukan untuk konseling serta dukungan
selanjutnya, kerahasiaan harus dijaga.
- Setiap petugas yang terpajan dilakukan evaluasi klinik
dan tes jika telah diberi konseling dan petugas
kesehatan memberi persetujuannya (informed consent)
- Jika hasil pre test negatif sementara sumber pasien
positif HBV maka diberikan immunisasi HBV, bila pasien
positif HIV rujuk ke Tim AIDS

Profilaksis Pasca Pajanan HIV/AIDS


- Obat ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 36
jam, bila lebih dari 36 jam efek pencegahan menurun.
- Bila petugas terpajan terhadap darah, cairan
cerebrospinal, cairan semen/cairan vagina, cairan
sinovial/pleura/ perikardial/peritonial/amnion pasien
dengan HIV positif

44
Pemberian Profilaksis Pasca Pajanan dengan ARV
Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan (Sesuai
kategori Pajanan dan Kadar RNA HIV dari sumber)

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan


Kesehatan

Therapi terhadap HIV dilakukan bila :


- HIV positif
- AIDS (ada gejala) atau
- Limfosit total kurang dari 1200

45
Anti Retro Viral (ARV) yang di gunakan pada HIV/AIDS
ARV Lini 1 yang tersedia di Indonesia :
- ZDV/AZT/ZIDOVUDIN
- 3 TC/LAMIVUDIN
- D4T/STAVUDIN
- NVP/NEVIRAPINE
- EFV/EFAVIRENS

ARV Lini 2 yang tersedia di Indonesia :


- DIDANOSINE (ddl)
- TENOFOVIR (TDF)
- RITONAVIR boosted (LPV/r) = KALETRA
Mencegah penularan HIV dikalangan pekerja/petugas
Puskesmas/Rumah Sakit:
1. Penyuluhan
2. Layanan testing dan konseling sukarela
3. Pelayanan diagnosis
4. Layanan therapi
5. Dukungan psikologi dan sosial

46
BAB V
INDIKATOR KEBERHASILAN K3 DI PUSKESMAS

1. Komitmen dan kebijakan Kepala puskemas; dituangkan


dalam Lembar Komitmen (input)
2. Adanya SK Tim K3 di Puskesmas (input)
3. Adanya Rencana Kerja (input)
4. Adanya dukungan Sumber Daya (SDM terlatih, alokasi Dana,
Sarana dan Prasarana peralatan penunjang K3)(input)
5. Tingkat kepatuhan pelaksanaan K3 di Puskesmas -
persentase/
jumlah realiasasi rencana (proses)
6. Angka kecelakaan (Adanya pencatatan dan pelaporan
kecelakaan tertusuk jarum suntik dan benda tajam)(out put)
7. Angka Penyakit umum dan Penyakit akibat kerja pada
petugas kesehatan (output).
8. Review Standar Prosedur Operasional, rambu, petunjuk K3
(proses) jumlah SPO
9. Pembudayaan K3 melalui pemanfaatan SOP (proses)jumlah
pertemuan.
10. Pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat (output) data
pelayanan kesehatan petugas puskesmas
11. Pengelolaan limbah (proses) adanya pemilahan sampah
puskesmas, adanya petugas pengolah sampah atau pihak
ketiga

47
48
BAB VI
PENUTUP

Puskesmas sebagai ujung tombak terdepan dalam pelayanan


kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama ,
diharapkan dapat menjadi contoh dalam menerapkan kesehatan
dan keselamatan kerja, khususnya di sarana kesehatan .
Puskesmas merupakan tempat kerja yang banyak terdapat risiko
kesehatan kerja, yang berasal dari proses kerja, pasien,
pengunjung maupun alat kerja yang dapat membahayakan
petugas puskesmas dan pengunjung. Dengan dilaksanakan
kesehatan dan keselamatan kerja maka akan tercipta lingkungan
kerja yang sehat aman dan nyaman bagi petugas kesehatan,
pengunjung dan lingkungan sekitarnya.
Diharapkan Kesehatan dan Keselamatan kerja dapat
dilaksanakan oleh semua puskesmas yang ada di Indonesia agar
di peroleh derajat kesehatan petugas puskesmas yang sehat,
selamat, produktif dan sejahtera.

49
Lampiran Evaluasi Pelaksanaan K3 di Puskesmas.

INSTRUMEN EVALUASI INTERNAL PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DI PUSKESMAS.

NAMA PUSKESMAS : :
KECAMATAN
KABUPATEN
PROVINSI
ALAMAT;

:
TANGGAL
PELAKSANAAN
PELAKSANA EVALUASI
EVALUASI; :
1.......................................................................................Jabatan....................

2.......................................................................................Jabatan.......................
.

3.......................................................................................Jabatan...................

4.......................................................................................Jabatan......................

A. Perencanaan;
No Kegiatan ada tidak Lampiran Keterangan
SK Dok perencanan
1 Komitmen dan Kebijakan
2 Pembentukan Tim K3
3 Perencanaan K3

B.PELAKSANAAN K3 DI
PUSKESMAS
No Kegiatan ada tidak Lampiran Keterangan
SK Dok perencanan
1 Penyusunan SOP, Tanda
Bahaya, Petunjuk K3
2 Pembudayaan K3
3 Penyediaan Kebutuhan dan
Saran K3
4 Pelayanan Kesehatan Kerja
a. MCU
b. Emergeny Plan
c. Mapping Bahaya
d. Penyiapan prasarana
tanggap darurat
e. dll
5 Pengelolaan dan
Pemeliharaan alat Puskesmas

50
a. Alat sterilisasi
b. Alat medis
c. Alat K3
d. Kalibrasi alat
e. dll
6 Pengelolaan Limbah
a. Limbah Padat
b. Limbah cair
c. Limbah Gas
d. Limbah Medis
e. Limbah Non Medis
7 Peningkatan Kapasitas SDM
a. Pelatihan K3
eksternal
b. Pelatihan
K3 Internal
c. Sosialisasi
K3
d. Sosialisasi
Pencegahan
Infeksi
e. dll
8 Penyediaan Sarana dan
dukungan K3
a. Wastafel air mengalir
dan sabun
b. APAR
c. APD
d. Sterilisasi
(Autocklaf basah
kering, dll)
e. Anti septik
f. Vaksin
9 Monitoring dan Pemantauan
K3 di Puskesmas
10 Penilaian Risiko K3 di
Puskemas (sesuai mapping)
11 Pengendalian Risiko
Kesehatan:
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif
d. Rehabilitatif
(sesuai
Pedoman)

51
CEKLIST
MANAJEMEN K3
PUSKESMAS KECAMATAN
TAHUN
Ada Tidak
A. TahapPerencanaan.

1. Komitmen :
Lembar kain atau kertas yang susah ditangani semua
petugas
2. Kebijakan :
a. Adanya S.K Kepala Puskesmas tentang pelaksanaan K3
b. Dukungan sumber daya
 SDM untuk pelaksanaan K3
 Dana
 Sarana ( Peralatan pendukung K3 )
 Prasarana ( Ruangan K3 )
c. Pembentukan tim pelaksana K3
 Adanya S.K tim pelaksana K3
 Tugas danfungsi tim
d. Melaksanakan kewaspadaan standar
e. Pembuatan SPO K3
f. Membuat rencana kerja K3
g. Menetapkan indikator

3. Advokasike Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten/Kodya


4. S.K Kadinas kesehatan Tingkat Kab/Kodya
S.K Kadinas kesehatan Tingkat Propinsi

B. TahapPelaksanaan K3
B1. Dalam gedungPuskesmas.
5. Sosialisasi K3 kepada semua petugas
6. Peningkatan kemampuan petugas K3
7. Identifikas bahaya potensial :
a. Umum
b. Khusus / Spesifik
8. Penilaian Resiko K3.

52
I. SecaraUmum
a. Menghilangkan bahaya
b. Substitusi / mengganti
c. RekayasaTehnik
d. Administrasi :
- Cara kerja yang aman
- Bekerja sesuai SPO
- Pengaturan waktu kerja atau shift kerja
- Kebijakan / Aturan

II. Pengendaliandalamaspekkesehatan
a. Promotif
- Penyuluhan bahaya potensial
Dengan gangguan yang timbul
- Penyuluhan penggunaan APD
yang benar
- Pemasangan Leaflet brosur
- Pemenuhangizi
- Penyusunan SPO pelayanan
- PHBS Kerja
- Pelatihan K3
- Olahraga
- Rekreasibersama
- Konseling
- Manajemen stress
- Binroh
b. Preventif
- Penggunaan APD berdasarkan potensi
bahaya :
 Sarungtangan
 Masker
Topi
Kacamata
 Apron
 Sepatu
bot
 Dll,
sebutkan
…………..
- Imunisasi :
 Hepatitis 53
B
 Dll,
sebutkan
…………..
- Penatalaksanaan Limbah :
 Limbah Domestik
 Limbah Benda tajam
 Limbah Infeksius
 Limbah Patologis
 Limbah Farmasi
 Limbah Kimia
 Limbah Logam Berat
- Deteksidini melalui MCU
 Pemeriksaan prakerja
 Pemeriksaan berkala
 Pemeriksaan khusus
c. Kuratif
- Penatalaksanaan
tertusuk jarum bekas /
Benda tajam
- Penatalaksanaan
kecelakaan kerja
- Penatalaksanaan
gawat darurat
- Pengobatan penyakit
akibat kerja
- Rujukan kasus
- Evaluasi tingkat kecacatan
- Penatalaksanaan
- Rekomendasi penempatan kembali
pasca pajanan
Sesuai kemampuan
-
d. Rehabilitatif
B2. Luar Gedung Puskesmas
- Puskesmaskeliling
- Kunjungan rumah
 PHN
 Gizi
 UKS
 Surveilans
- UKBM
 Posyandu
 Pos UKK
 PosLansia

54
- Fogging
- Pemantauan

C. Pengawasan
- Dilakukan olehKepala Puskesmas
- Kepala Dinas Kesehatan Tingkat Kab / Kodya

D. Monitoring danEvaluasi
1. – Pencatatan dan Pelaporan K3
- Pencatatan semua kegiatan K3
- Pencatatan dan Pelaporan KAK
- Pencatatan dan Pelaporan PAK

- Pencatatan gawat darurat


- Pencatatan tertusuk benda tajam / jarumsuntik
- Pencatatan pasca pajanan
2. – Inspeksidan pengujian
- Inspeksi
- Pengujian
3. Audit K3
- Audit Internal
- Audit eksternal
4. Tindakan perbaikan dan pencegahan

E. Tinjauan penerapan / pelaksanaan K3

F. Pengembangan / peningkatan yang berkelanjutan

55
CEKLIST
IDENTIFIKASI BAHAYA POTENSIAL
PUSKESMAS KECAMATAN …………….
RUANGAN………….
TAHUN……..

A. PotensiBahayaUmum
1. Fisik :
a. Bahanbangunan
 Dinding
 Lantai
 Atap
b. Pintu masuk keluar
c. Tata letak ruangan
d. Ukuran ruangan
e. Pencahayaan
f. Suhu
 Panas
 Dingin
 Lembab
g. Ventilasi
h. Listrik
 Kabel terkelupas digigit tikus
 Konslet
 Beban listrik berlebihan
 Dll, sebutkan………….
i. Dll, sebutkan…………
2. Kimia
 Debu
 Dll, sebutkan………..
3. Biologi
 Lalat
 Kecoak
 Tikus
 Nyamuk, jentik
 Dll, sebutkan…………

56
4. Ergonomi
a. Porsidudukterlalu lama ( > 6jam )
b. Posisistatis
c. Dll, sebutkan……………
5. Psikososial
a. Hubungansesamapetugas
b. Bebankerja
c. Ketidakpuasan
d. Kesejahteraan
e. Dll, sebutkan………….
6. Sanitasi
a. Sampah
b. Sumber Air
c. Dll,sebutkan………….
7. Gaya Hidup
a. Polamakan
b. Olahraga
c. Merokok
d. Perilaku
e. Dll,sebutkan………….
B. Potensi bahaya khusus / spesifik
8. Fisik
 Benda tajam / Jarum suntik
 Alatmedis
 Pendingin ruangan
- AC
- Kipas angin
- Jendela terbuka
 Komputer
 Sinarronsen
 Genset
 Bising
 Suhupanas
 Api
 Tabung gas
 Lantai
- Licin
- Kasar / bergelombang

57
 Tangganaik
- Pegangan
- Tinggi>20 cm
- Lebar>20 cm
 Dll,sebutkan………..

2. Kimia
a. Desinfektan
b. Merkuri
c. Glassionomer
composite
d. Silikat
e. Kloretil
f. Larutan Kimia
g. Reagen
h. Debu
i. Gas
j. Asap
k. Obat
l. Klorin
m. Sabun
n. Dll,sebutkan………
….
3. Biologi
a. Virus
b. Bakteri
c. Jamur
d. Parasit
e. Dll,
sebutkan………….
4. Ergonomi
a. Posisi janggal
b. Gerakan berulang
c. Angkatangkut
d. Duduk lama
e. Posisistatis
f. Dll,
sebutkan…………..
5. Psikososial
a. Bebankerja
b. Kerja monoton
c. Keadaang awat
darurat
d. Hubungan petugas denganpasien
e. Shift kerja
f. Perilakumerokok
g. Kecanduan obat
h. Masalah RumahTangga
i. Dll, sebutkan…………….

59
CEKLIST
POTENSI BAHAYA DILUAR GEDUNG PUSKESMAS
PUSKESMAS KECAMATAN……………..
TAHUN…………

1. Fisik
a. Kendaraan roda dua / roda empat
b. AlatMedis
c. Jarum suntik dan benda tajam
d. Dll, sebutkan………………..
2. Kimia
a. Debu
b. Organofospat
c. Obat-obatan
d. Vaksin
e. Larutan
3. Biologi
a. Bakteri
b. Virus
c. Dll, sebutkan………….
4. Ergonomi
a. Duduk lama > 6 jam
b. Posisi janggal
c. Dll, sebutkan …………..
5. Psikososial
a. Bebankerja
b. Cemas
c. Dll, sebutkan ………….

60
CEKLIST
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
BAGI PETUGAS
PUSKESMAS
KECAMATAN…………….
TAHUN…………

A. Pencegahan
1. Pencegahan primer ( promotif )
 Penyuluhan bahaya potensial
dan Gangguan kesehatan yang
timbul
 Penggunaan APD yang benar
 Sosialisasi SPO
 Asupan Gizi
 Pelatihan K3
 Olahraga
 PHBS
 Kebersihan lingkungan
 Konseling
 Manajemenstres
 Pengelolaan hipertensi dan
penyakit Degenerative lainnya
 Rekreasi bersama
 Binroh
2. Pencegahan sekunder ( Spesific
Protection )
 Penggunaan APD sesuai dengan
potensi bahaya
 Pelaksanaan pelayanan sesuai
dengan Kewaspadaan standar
 Pengendalian administratif
 Pengendalian teknis
 Pemakaian APD
 Imunisasi
3. Pencegah antertier ( Early Diagnosis and
Prompt Treatment )
Deteksidinimelalui MCU
a. Pemeriksaan kesehatan pekerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
d. Surveilance medis
e. Surveilance lingkungan
B. Pengobatan
a. Pengobatan PAK segera saat ditemukan
b. Penatalaksanaan tertusuk jarum suntik / benda tajam
c. Penatalaksanaan kecelakaan kerja
d. Penatalaksanaan gawat darurat
e. Penatalaksanaan pasca pajanan
f. Pelayanan ketergantungan obat-obatan
g. Rujukan
C. Dis Ability
Evaluasi kembali untuk bekerja
D. Rehabilitatif
a. Evaluasi ti ngkat kecacatan
b. Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi petugas
c. Mengganti pekerjaan sesuai dengan kemampuan
petugas
E. Pencatatan danPelaporan

62
SPO PENGELOLAAN LIMBAH PADAT PUSKESMAS

1. Petugas kebersihan dalam melakukan kegiatan penanganan


limbah padat medis selalu mengutamakan kesehatan da
nkeselamatan dengan memakai APD (sarungtangan yang
melewatisaku, sepatu bot )
2. Disetia pruangan tersedia 2 bak sampah, yaitu bak sampah
medis dan non medis yang ada tulisannya.
3. Didalam bak sampah medis ada kantong plastic warna
kuning, didalam bak sampah non medis ada kantong plastic
warna hitam.
4. Jika sampah sudah 2/3 volume bak sampah, maka petugas
kebersihan mengambil sampah untuk dipindah
kepenampungan sementara.
5. Sampah medis yang mengandung cairan tubuh akan
ditambahkan klorin 0,5% oleh petugas kesehatan yang
menghasilkan sampah medis tersebut.
6. Sampah non medis dikumpulkan kepenampungan sementara
sampai diambil Pemda atau badan yang bekerjasama
lainnya.
7. Disetiap kantong plastic kuning yang akan dikirim selalu diberi
tulisan “sampah medis berbahaya“
8. Bak sampah yang telah digunakan selalu diperiksa
kebersihan dan keutuhannya sebelum dikembalikan
keruangan masing- masing.
9. Selesai bekerja, petugas kebersihan membersihkan sarung
tangan dan cucitangan sesuai SPO.

63
SPO CARA KERJA PELAYANAN

1. Petugas beresiko diberi edukasi dan pelatihan untuk


perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatannya.
2. Disediakan alat untuk penanganan untuk pembuangan limbah
medis dan non medis.
3. Petugas mencucitangannya dibawah air mengalir, dibersihkan
dengan sabun, dikeringkan dengan handuk / tissue kering
bersih.
4. Pakai masker / kacamata, sarung tangan steril.
5. Setelah selesai mengerjakan pelayanannya sesuai SPO,
maka petugas :
• Petugas menaruh alat medis di bak / wadah untuk
dilakukan dekontaminasi
• Limbah medis ditaruh diwadah yang kuat dan diberi
klorin 0,5%.
6. Setelah membuka sarung tangan, petugas mencuci kembali
tangannya sesuai prosedur.

64
SPO PENGGUNAAN APD

1. Petugas diberi edukasi tentang kegunaan APD dan cara


memakai APD dengan benar.
2. APD disediakan oleh bagian perencanaan Puskesmas.
3. Setelah cucitangan dengan sabun lalu dikeringkan dengan
handuk bersih atau tissue kering ,maka petugas memegang
sarung tangan steril sebelah kanan dibagian dalam,
kemudian tangan kiri membantu memegang sarung tangan
kanan yang sebelah dalam.
4. Tangan kanan dimasukkan kebagian dalam sarung tangan.
5. Sarung tangan steril yang sudah terpasang ditangan kanan,
memegang sarung tangan sebelah kiri dibagian sebelahluar.
6. Tangan kiri dimasukkan kebagian dalam sarung tangan kiri.

65
SPO PENGELOLAAN ALAT

1. Lakukan dekontaminasi dengan klorin 0,5% selama 10 menit.


2. Lalualatdicucidengan air, sabun atau deterjen oleh petugas
yang memakai sarung tangan, masker.
3. Pengeringan di udara terbuka atau dengan handuk kering
atau dengan mesin pengering.
4. Sterilisasidengan :
• Autoklaf dengan TEK 106 K Pa 121˚ C selama 20 menit
bila terbungkus, 30 menit bila terbuka.
• Atau pemanasankering selama 1 jam padasuhu 170 C.
• Kimiawi, rendamselama 10 – 24 jam
Pendinginan.Setelah dilakukan sterilisasi, sebelum dipakai
harus didingin kandulu.
5. Atau sterilisasi dengan desinfeksi tingkat tinggi dengan cara :
Merebus atau kukus dengan wadah tertutup selama 20 menit
setelah air mendidih. Atau kimiawi, direndam selama 20
menit.

66

Anda mungkin juga menyukai