Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENYELIDIKAN KASUS TB PARU

DI JORONG LIMO SUKU KECAMATAN SUNGAI PUA

TAHUN 2020

“PUSKESMAS SUNGAI PUA”

OLEH:

WAHYU KURNIADI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur kehadiran ALLAH SWT karena rahmat dan karunia nyalah kami
dapat menyelesaikan laporan ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam tidak lupa
kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari
zaman kebodohan sampai zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penyusunan laporan ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Surveilans
Kesehatan Masyarakat. Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini, kepada Ibuk Cici
Aprilliani, SKM, MKM yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian
laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami memohon maaf kepada pembaca atas kritik dan
saran nya guna melengkapi laporan ini pada Mata Kuliah Surveilans Kesehatan
Masyarakat. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
pembaca itu sendiri maupun pihak yang lainnya.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Bukittinggi, 18 Desember 2019

Kelompok 7

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan : LAPORAN TB PARU DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS


SUNGAI PUA KABUPATEN AGAM TAHUN 2019

Kelompok : 7 (SURVEILANS TB Paru Jorong Limo Suku)

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan..................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 4
1.3 Manfaat ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
2.1 TB Paru................................................................................... 6
2.1.1 Defenisi ......................................................................... 6
2.1.2 Etiologi ......................................................................... 7
2.1.3 Epidemiologi ................................................................. 8
2.1.4 Distribusi Penyakit TB Paru .......................................... 10
2.1.5 Gejala Penyakit TB Paru................................................ 12
2.1.6 Masa Inkubasi dan Diagnosa Penyakit TB Paru ............. 13
2.1.7 Determinan Penyakit TB Paru ....................................... 17
2.1.8 Komplikasi .................................................................... 20
2.1.9 Cara Penularan dan Pencegahan Penyakit TB Paru ........ 21
2.1.10Cara Penanggulangan dan Pengobatan Penyakit TB Paru 24
2.2 Penyelidikan Epidemiologi Penyakit TB Paru ......................... 26
BAB III METODOLOGI .......................................................................... 29
3.1 Wilayah Penyelidikan ............................................................. 29
3.2 Penegakan Diagnosa ............................................................... 29
3.3 Pengumpulan Data .................................................................. 29
3.4 Variabel Penelitian .................................................................. 30
3.5 Analisa Data............................................................................ 30
iv
3.6 Defenisi Operasional ............................................................... 30
3.7 Jadwal Penelitia ...................................................................... 31
BAB IV HASIL PENYELIDIKAN .......................................................... 32
4.1 Lokasi Penyelidikan ................................................................ 32
4.2 Hasil Penyelidikan .................................................................. 34
BAB V PENUTUP ................................................................................... 55
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 53
5.2 Saran ....................................................................................... 54
DOKUMENTASI ........................................................................................ 55

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis.Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru)

merupakan penyakit infeksi kronik menular masyarakat yang masih menjadi

masalah utama kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

World Health Organization (WHO) memperkirakan pada saat ini Indonesia

merupakan negara urutan ke-4 dengan kasus TB paru terbanyak pada tahun

2010 setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Prevalensi kasus TB paru di

Indonesia sebesar 244 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB paru

adalah 228 per 100.000.Insidensi kasus TB paru-BTA positif sebesar 102 per

100.000 dan angka kematian mencapai 39 kasus per 100.000 atau sekitar 250

orang per hari. Fakta tersebut didukung oleh kondisi lingkungan perumahan,

dan sosial ekonomi masyarakat (WHO, 2009).

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia

setelah penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya.Setiap tahun terdapat

583.000 kasus baru TB paru di Indonesia.Prevalensi tuberkulosis paru BTA

positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu Sumatera, Jawa,

dan Bali.Prevalensi tuberkulosis di wilayah Sumatera sebesar 160 per 100.000

penduduk.Prevalensi tuberkulosis di wilayah Jawa dan Bali sebesar 110 per

100.000 penduduk.Prevalensi tuberkulosis di wilayah Indonesia bagian timur

sebesar 210 per 100.000 penduduk (Departemen Kesehatan,

1
2

2008).Ditemukan cakupan semua kasus TB paru di daerah Jawa Tengah

mencapai 39.238 penderita (Dinas Kesehatan Jawa tengah, 2011).Penemuan

penderita TB paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta

mencapai 3.697 kasus pada tahun 2012 (Data BBKPM Surakarta, 2012).

Penyakit ini ditularkan melalui udara ataupun kontak dengan

penderita.Masa inkubasi dari penyakit TBC paru adalah sekitar dari mulai

terinfeksi sampai juga pada lesi primer yang muncul, sedangkan waktunya

berkisar diantara 4-12 minggu untuk mengalami tuberkulosis paru.

Tuberkulosis paru yang menginfeksi paru akan berlanjut menjadi infeksi

kronis apabila tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat sehingga

menyebabkan terjadinya bronkiektasis (Alsagaff & Mukty, 2002). Setelah

penderita sembuh dari TB paru, terdapat banyak traction bronkiektasis yang

menyebar luas di sekitar jaringan bekas luka atau obstruksi bronkus.Dengan

demikian bronkiektasis merupakan manifestasi ireversibel dari tuberkulosis

paru pada pasien yang telah sembuh. Disisi lain bronkiektasis yang

menyebabkan dilatasi bronkus dapat menyebabkan tuberkulosis paru. Hal ini

terjadi karena mucus pada bronkus dapat menjadi media infeksi yang baik

sehingga mudah terinfeksi oleh bakteri M. tuberculosis. Dengan kata lain

brokiektasis dapat menyebabkan tuberkulosis paru ( Jeong Min et al, 2013).

Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh kurangnya

kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan rendahnya

sikap serta pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB Paru (Suronto,

2007).
3

Pengembangan program pengendalian penyakit TB dengan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy) sampai tahun 2008

telah dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota, pelaksanaan program penyakit

TB sampai tahun 2008 telah dapat menurunkan insiden kasus menular dari

130/100.000 penduduk menjadi 104/100.000 penduduk (Profil Dinkes Provinsi

Aceh Tahun 2009).

Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah: menurunkan insidens TB Paru

pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat

TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990,

sedikitnya 70% kasus TB Paru dan diobati melalui program DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru

dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); dan

sedikitnya 85% tercapai succes rate. DOTS adalah strategi penyembuhan TB

Paru jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.

Oleh karena itu dalam hal pengobatan dan pencegahan penularan penyakit

Tuberkulosis paru (TBC paru) yang dilakukan oleh keluarga sangatlah

berperan supaya tidak terjadi penularan dalam anggota keluarga lainnya. Akan

tetapi penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) dapat dicegah dengan berbagai

cara yaitu dengan hidup sehat (makan makanan bergizi, istirahat cukup, olah

raga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stres), bila batuk

mulut ditutup, jangan meludah di sembarang tempat serta menerapkan strategi

DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) (Ferry, 2010).


4

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka kami merasa

tertarik untuk melakukan penyelidikan epidemiologi tentang kasus TB Paru di

Jorong Limo Suku, Kecamatan Sungai Pua Tahun 2020.

1.2. Tujuan Laporan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penyakit TB Paru di Jorong Limo Suku,

Kecamatan Sungai Pua Tahun 2020.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Memastikan responden apakah menderita TB Paru atau tidak

2. Mengetahui gambaran penyakit TB Paru yang dialami responden

3. Melakukan identifikasi penyebab penyakit TB Paru yang dialami

responden

4. Melakukan identifikasi penularan penyakit TB Paru

5. Melakukan identifikasi kontak erat yang juga menderita gejala

6. Merumuskan saran dan pencegahan untuk mengurangi kejadian

TB Paru dimasa yang akan datang

1.3. Manfaat

1.3.1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang didapat di perkuliahan

mengenai penyelidikan epidemiologi dalam pelaksanaan Penyelidikan

Epidemiologi TB Paru Tahun 2020.

1.3.2. Bagi Masyarakat


5

Dengan penyelidikan ini diharapkan memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai TB Paru dan untuk pencegahan dimasa yang akan

datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TB Paru

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh

mycobacterium, yang berkembang biak didalam bagian tubuh dimana terdapat

banyak aliran darah dan oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya menyebar

melewati pembuluh darah dan kelenjar getah bening, tetapi secara utama

menyerang paru-paru. Bakteri TB membunuh jaringan dari organ yang

terinfeksi dan membuatnya sebagai kondisi yang mengancam jika tidak

dilakukan pengobatan.

Tuberkulosis telah hadir pada manusia sejak jaman dahulu.Deteksi jelas

awal Mycobacterium tuberculosis adalah sisa-sisa bison tanggal 17.000 tahun

sebelum sekarang ini. Namun,Apakah berasal TBC pada sapi dan kemudian

ditransfer ke manusia, atau menyimpang dari satu nenek moyang, saat ini tidak

jelas. Menunjukkan sisa-sisa kerangka manusia prasejarah (4000 SM) telah

TB, dan pembusukan TBC telah ditemukan di punggung mumi Mesir 3000-

2400 SM penyakit paru-paru adalah istilah Yunani untuk konsumsi;.sekitar 460

SM, Hippocrates diidentifikasi penyakit paru-paru sebagai penyakit yang

paling luas kali melibatkan batuk darah dan demam, yang hampir selalu fatal.

Studi genetik menunjukkan bahwa TB hadir di Amerika dari sekitar tahun 100

Masehi.

Tuberkulosis terdapat dua tipe atau tingkat, yaitu TB Laten dan TB

Aktif. TB Laten merupakan bentuk non-aktif dari penyakit ini karena sistem

6
7

kekebalan tubuh dapat melawan bakteri TB. Orang dengan TB Laten tidak

akan mengalami keluhan selama penyakit tersebut tidak menjadi aktif. Dan TB

Laten ini tidak menular. Sedangkan TB Aktif terjadi ketika bakteri mulai

memenangkan perlawanan terhadap sistem pertahanan tubuh dan mulai

menyebabkan gejala. Saat bakteri menginfeksi paru-paru, TB Aktif dapat

menyebar dengan mudah ke orang lain.

2.1.2. Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisme kompleks termasuk

M. Bovis dan M. Africanum (Innes JA, Reid PT, 2005). Tuberkulosis

berbentuk batang lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini

berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.

Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan

lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis

adalah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut cord

factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam

mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang

dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan

peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan.

Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.

Tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap

bertahan upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.


8

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. Tuberculosis dapat

diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002).

Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam genus myobacteria.

Mycobacterium adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk

batang, non motil, habitatnya ditanah, lingkungan akuatik air, binatang dan

manusia. Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri tumbuh-lambat yang disebut

Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang orang dengan faktor resiko

penyuit seperti :

a. Pasien dengan kelainan yang melemahkan sistem kekebalan

b. Orang yang memiliki kontak dengan penderita TB aktif

c. Orang yang hidup atau bekerja di daerah padat penduduk

d. Mereka yang memiliki sedikit akses hingga tidak mempunyai akses

sama sekali terhadap pelayanan kesehatan yang memadai

e. Pengguna obat-obatan terlarang dan alkohol

f. Orang yang bepergian ke daerah dimana kasus TB mewabah

2.1.3. Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat

ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan

Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai Global Health Emergency. TB

dianggap sebagai masalah penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia

terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB

yang tercatat diseluruh dunia.


9

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun

1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara

0,2 - 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang

dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002

mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya

diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi, insidensi dan

kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang

tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu

sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan

dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka

kematian dan demografi.

Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah

dilaksanakan oleh National Institute for Health Research &

Development (NIHRD) bekerja sama dengan National Tuberculosis

Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini

mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah

tangga di 30 propinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru yang dapat

digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi, sehingga

diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah TBC.

Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus

1997-2004 dan Tingkat Pelaporan 1995 - 2000] terlihat adanya peningkatan

pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun

2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per

100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25


10

menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat

angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua

(dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus

masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment : Age Specific

Notification Rate 2004].

Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada

usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya

prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian

yang muncul di Asia. Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3

tertinggi di duniaa setelah China dan India.

Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini

disebabkan :

a. Kemiskinan pada berbagai penduduk

b. Meningkatnya penduduk dunia

c. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi

d. Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB

e. Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.

2.1.4. Distribusi Penyakit TB Paru

Tuberkulosis menyebar secara merata diseluruh wilayah Indonesia, tapi

penyebaran terbesar terjadi di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua,

Nusa Tenggara, dan Maluku. Masalah kesehatan TBC (Tuberkulosis) di Papua

sangat memprihatinkan, sekitar 60 persen pengindap HIV di Provinsi Papua


11

diketahui menderita tuberkulosis, demikian pula sebaliknya 40 persen pasien

TB/TBC kemudian terdeteksi terserang virus penyakit mematikan tersebut.

Per Februari 2013, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jayapura

mencatat sekitar 477 kasus TBC (Tuberculosis) yang terjadi. Dinas Kesehatan

mencatat ada sekitar 15 orang yang meninggal akibat penyakit TBC.

Dijelaskan dari catatan kesehatan daerah Papua bahwa sebanyak 477 kasus

TBC, diantaranya 417 kasus sudah sembuh, 15 kasus meninggal, dan 45 kasus

gagal atau Drop Out.

Menurut data dinas kesehatan, tingkat pengendalian penyakit TB baru

55,3 persen dengan angka keberhasilan pengobatan hanya 75,5 persen. Dari

365 puskemas di seluruh Papua, baru 202 yang menjalankan program

pengendalian penyakit TB paru,dengan pengobatan jangka pendek dengan

pengawasan langsung.

a. Orang

Karena bakteri menginfeksi melalui udara maka setiap orang sangat rentan

untuk terinfeksi penyakit TB ini. Terutama yang termasuk usia produktif (15-

50 tahun) dan anak-anak. Masyarakat yang rentan terkena penyakit ini biasanya

berada dekat sumber penularan (Penderita TB), lingkungan yang kotor, serta

daya tahan tubuh yang lemah, karena resiko untuk terkena TB meningkat pada

orang yang mengalami penurunan sistem imun (kekebalan).

b. Tempat

Penyakit ini tidak memandang siapapun dan dimanapun seseorang itu

berada. Karena penyakit ini dapat berpindah melalui udara, sehingga

memungkinkan siapapun dapat terinfeksi penyakit ini. Penularan TB ini


12

biasanya juga dipicu dengan keadaan lingkungan tempat tinggal seseorang.

Dimana jika lingkungan itu tidak terjaga dengan baik, maka bisa dipastikan

akan sangat mudah penyakit TB ini dapat menular.

c. Waktu

Seperti yang sama-sama diketahui bahwa penyakit ini berpindah melalui

udara maka bakteri mycobacterium tuberculosis dapat berpindah dengan cepat

dari seseorang ke orang lain. Apabila penderita TB batuk, berbicara, atau bersin

maka hal ini tentu saja dapat menularkan kepada orang lain.

2.1.5. Gejala Penyakit TB Paru

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala

khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.Gambaran secara klinis

tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk

menegakkan diagnosa secara klinik.

a. Gejala umum

1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.

3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat


13

penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan

suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.

2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah

demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat

terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC

dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru

dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan

� 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa

dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan

serologi/darah.

2.1.6. Masa Inkubasi dan Diagnosa Penyakit TB Paru

Masa tunas(masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai

dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar

antara 4 -12 minggu untuk tuberkulosis paru.Pada pulmonair progressif dan

extrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang lebih lama,

sampai beberapa tahun.Perioda potensi penularan, selama basil tuberkel ada

pada sputum (dahak). Beberapa kasus tanpa pengobatan atau dengan


14

pengobatan tidak adekwat mungkin akan kumat-kumatan dengan sputum

positif selama beberapa tahun. Tingkat atau derajat penularan tergantung

kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil dan

peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara keras secara

umum.Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak

ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita.

Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir

usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua.

Penegakan diagnosis pada penyakit TB-paru dapat dilakukan dengan

melihat keluhan/gejala klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis,

radiologik dan tuberkulin test. Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan didapat

lebih baik, namun waktu pemeriksaannya biasanya memakan waktu yang

terlalu lama. Sehingga pada saat ini pemeriksaan dahak secara mikroskopis

lebih banyak dilakukan karean sensitivitas dan spesivitasnya tinggi disamping

biayanya rendah.

Seorang penderita tersangka dinyatakan sebagai penderita paru

menular berdasarkan gejala batuk berdahak 3 kali.Kuman ini baru kelihatan

dibawah mikroskopis bila jumlah kuman paling sedikit sekitar 5000 batang

dalam 1 ml dahak.Dalam pemeriksaan ini dahak yang baik adalah dahak

mukopurulen berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3 – 5 ml tiap

pengambilan.Untuk hasil yang baik spesimen dahak sebaiknya sudah dapat

dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan.Dahak yang dikumpulkan

sebaiknya dahak yang keluar sewaktu pagi hari.

a. Morfologi dan identifikasi Mycobacterium Tuberkulosis


15

1) Bentuk

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak

bengkok dengan ukuran 0,2- 0,4 x 1-4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam.

2) Penanaman

Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2

minggu bahkan kadangkadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37°C,

tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C. Medium padat yang

biasa dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4-7,0.

3) Sifat-sifat

Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-

20 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama

2 jam.Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.Basil yang berada dalam

percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.Biakan basil ini dalam

suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari

dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Myko bakteri tahan terhadap berbagai

khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam

sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam

5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Bahan pemeriksaan

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu

pengambilan, tempat penampungan, waktu penyimpanan dan cara


16

pengiriman bahan pemeriksaan. Pada pemeriksaan laboratorium

tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu:

a) Sputum(dahak), harus benar-benar dahak, bukan ingus juga bukan

ludah. Paling baik adalah sputum pagi hari pertama kali keluar. Kalau

sukar dapat sputum yang dikumpulkan selama 24 jam (tidak lebih 10

ml). Tidak dianjurkan sputum yang dikeluarkan ditempat

pemeriksaan.

b) Air Kemih, Urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan urin

pancaran tengah. Sebaiknya urin kateter.

c) Air kuras lambung, Umumnya anak-anak atau penderita yang tidak

dapat mengeluarkan dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk

mendapatkan dahak yang tertelan. Dilakukan pagi hari sebelum

makan dan harus cepat dikerjakan.

d) Bahan-bahan lain, misalnya nanah, cairan cerebrospinal, cairan

pleura, dan usapan tenggorokan.

2. Cara Pemeriksaan Laboratorium

a) Mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dilakukan

identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi

dua golongan:

1) Bakteri tahan asam, adalah bakteri yang pada pengecatan ZN

tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan

alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Dibawah

mikroskop tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar

biru muda.
17

2) Bakteri tidak tahan asam, adalah bakteri yang pada pewarnaan

ZN, warna pertama, yang diberikan dilunturkan oleh asam dan

alkohol, sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Dibawah

miskroskop tampak bakteri berwarna biru tua dengan warna

dasar biru yang lebih muda.

b) Kultur (biakan), Media yang biasa dipakai adalah media padat

Lowenstein Jesen. Dapat pula Middlebrook JH11, juga sutu media

padat. Untuk perbenihan kaldu dapat dipakai Middlebrook JH9 dan

JH 12.

c) Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti tuberkulosis, tujuan

dari pemeriksaan ini, mencari obat-obatan yang poten untuk terapi

penyakit tuberkulosis.

2.1.7. Determinan Penyakit TB Paru

1. Faktor Host

Host dari penyakit ini tentu saja manusia. Manusia yang

rentan, yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah akan dapat

dengan mudah terinfeksi penyakit ini. Host dari penyakit ini

biasanya adalah masyarakat usia produktif (5-50 tahun). Penyakit

ini ditularkan dari manusia ke manusia, dan tidak berasa dari

hewan.

2. Faktor Agent

Faktor utama penyebab penyakit ini yaitunya

bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat berpindah

melalu udara, dan tentunya menginfeksi manusia dengan cepat.


18

Sumber penularan penyakit TBC adalah penderita TBC dengan

BTA (+). Apabila penderita TBC batuk, berbicara, atau bersin

dapat menularkan kepada orang lain.

3. Faktor Lingkungan

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,

lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja

yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan

keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena

pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak

dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Selain faktor diatas, ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi

penyebaran dari penyakit ini, faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Faktor Sosial Ekonomi.

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,

lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang

buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat

erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat

orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat

besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini

merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada

orang dewasa maupun anak -anak.


19

3. Umur.

Penyakit TB -Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau

usaia produktif (15 –50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi

demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi.

Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang

menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk

penyakit TB -Paru.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-

laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode

setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB -Paru,

dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi

kematian yang disebabkan oleh TB -Paru dibandingkan dengan akibat

proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit

ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga

dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah

terpapar dengan agent penyebab TB -Paru.

2.1.8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang sering ditemukan pada pasien TB apabila

tidak ditangani atau diobati dengan segera antara lain sebagai berikut :

1. Kerusakan tulang dan sendi

Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi

kuman TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang.Dalam banyak kasus,

tulang iga juga bisa terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
20

2. Kerusakan otak

Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis

atau peradangan pada selaput otak.Radang tersebut memicu pembengkakan

pada membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau

mematikan.

3. Kerusakan hati dan ginjal

Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah.

Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut

terinfeksi oleh kuman TB.

4. Kerusakan jantung

Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB.Akibatnya

bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan

yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan

akibatnya bisa sangat fatal.

5. Gangguan mata

Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan,

mengalami iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.

6. Resistensi kuman

Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak

disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang

tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal,

sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek

samping yang tentunya lebih berat.


21

2.1.9. Cara Penularan dan Pencegahan Penyakit TB Paru

Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman

tersebut diudara melalui dahak berupa droplet.Penderita TB-Paru yang

mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat lansung dengan mikroskop

pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular.

Penderita TB Paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman keudara

dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin.Droplet

yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang

mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat bertahan diudara selama beberapa

jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika

kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya,

maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi

dari satu orang keorang lain.

Tindakan Pencegahan :

a. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,

seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

b. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau

suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi

penderita, kontak, suspect, perawatan.

c. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap

penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.


22

d. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan

perlindungan bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian

pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

e. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong

sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.

f. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup

udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan

sebagainya.

g. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.

h. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko

tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita,

petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.

i. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil

pemeriksaan tuberculin test.

Tindakan pencegahan lainnya dapat dikerjakan oleh penderita,

masyarakat dan petugas kesehatan :

a. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu

batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan

terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.

3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang

penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang

ditimbulkannya.
23

4) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan

khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi

penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan

program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi

dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang

ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,

hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari

yang cukup.

6) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-

orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan

lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak

lanjut bagi yang positif tertular.

7) Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh

anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila

cara-cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3

bulan, perlu penyelidikan intensif.

8) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan

yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter

diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12

bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan

pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.


24

2.1.10. Cara Penanggulangan dan Pengobatan TB Paru

a. Pengendalian Penderita Tuberkulosis.

1) Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat

kerja penderita.

2) Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita

tetap teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan

penderita yang lali. Disamping itu agar menunjak seorang pengawas

pengobatan dikalangan keluarga.

3) Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah

penderita dan menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan

serta mengamati kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat

pemberian obat.

b. Pengobatan Penderita Tuberkulosis

1) Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan

untuk menjalani pengobatan di puskesmas.

2) Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi

penderita secara darurat atau karean jarak tempat tinggal penderita

dengan puskesmas cukup jauh untuk bisa berobat secara teratur.

3) Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu

penderita dibawa ke puskesmas.

c. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

1) Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya

secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas


25

melalui tatap muka, ceramah dan mass media yang tersedia

diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB-paru.

2) Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada

waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah

sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.

3) Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada

penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah

penyebaran penyakit kepada orang lain.

4) Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan

lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat.

5) Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya

ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.

6) Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena

penyakit TB Paru bukan lagi penyakit yang memalukan,dapat

dicegah

dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain.

7) Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada

koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan

kader.

2.2 Penyelidikan Epidemiologi Penyakit TB Paru

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih

menjadi masalah kesehatan Masyarakat.Di Indonesia maupun diberbagai

belahan dunia. Penyakit tuberculosis merupakan penyakit menular yang

kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan
26

kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki

urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang. Tuberkulosis adalah suatu

penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal

dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui

perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis

paru.Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan

terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian

menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru

dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.

Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang

disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun.Kejadian

kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok

masyarakat dengan sosio ekonomi lemah.Terjadinya peningkatan kasus ini

disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri

individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.

Tindak lanjut hasil PE :

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan

membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap

bayi harus diberikan vaksinasi BCG.

3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit

TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
27

4) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan

khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang

kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya

yang karena alasan-alasan social ekonomi dan medis untuk tidak

dikehendaki pengobatan jalan.

5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu

perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat

tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

6) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang

sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya

yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif

tertular.

7) Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota

keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini

negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu

penyelidikan intensif.

8) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang

tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum

dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai

adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh

dokter.
28
BAB III

METODOLOGI

3.1. Wilayah Penyelidikan

Penyelidikan kasus TB Paru ini dilakukan di Jorong Limo Suku, Kecamatan

Sungai Pua Tahun 2020.

3.2. Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul selama

kejadian berlangsung, penetapan diagnosis sedikit dilonggarkan menjadi

paling sedikit 3 gejala untuk mencermati kontak erat kasus.

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan dalam pelacakan ini meliputi

karakteristik responden dan faktor resiko yang berhubungan dengan

kejadian TB Paru.

1. Data karakteristik responden meliputi nama, umur, jenis kelamin,

alamat, pekerjaan, dan riwayat pernah menderita serta riwayat klinis

responden, pada riwayat klinis responden dibagi menjadi 2 yaitu

gejala utama dan gejala tambahan.

2. Data yang berhubungan dengan faktor resiko kejadian TB Paru

meliputi kegiatan kasus dan kontak sebelum sakit.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam pelacakan ini diambil

berdasarkan laporan kasus TB Paru di Puskesmas Sungai Pua,Kecamatan

Sungai Pua,Kabupaten Agam dari tanggal 02-04 Januari 2020.

29
30

3.4. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif untuk

mengidentifikasi faktor resiko penyebab TB Paru.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penyelidikan ini adalah kondisi lingkungan

fisik rumah, umur, riwayat kontak,pekerjaan. Data dari variabel-variabel

tersebut diambil melalui pengamatan dan wawancara yang kami lakukan.

3.6. Analisa Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui faktor resiko

yang paling berperan menyebabkan kejadian TB Paru di wilayah tersebut.

3.7. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Kategori


1. Pengetahuan PMO Pengetahuan PMO Kuesioner Ordinal Tidak
tentang penyakit TBC, Normal,
dan peran-peran serta Baik :x>12
tugas PMO yaitu Kurang : x
mengawasi pasien saat
minum obat, memberi
dorongan agar mau
berobat, dan
mengingatkan pasien
untuk periksa ulang
dahak.
2. Sikap PMO Reaksi atau respon Kuesioner Ordinal Baik: x>28
PMO tentang peran Kurang : x
PMO pada penderita
31

dengan pengobatan
strategi DOTS.
3. Praktik/perilaku Tindakan yang Kuesioner Ordinal Baik : x>14
PMO dilakukan oleh PMO Kurang :
terhadap penderita x<14
dengan pengobatan
strategi DOTS.
4. Kesembuhan Pasien yang telah Catatan Nominal Sembuh : 1
menyelesaikan medis (kartu Tidak
pengobatan strategi pengobatan Sembuh : 0
DOTS secara lengkap tuberkulosis)
dan pemeriksaan
dahak paling sedikit
dua kali berturutturut
yaitu pada akhir bulan
ke-2 dan akhir bulan
ke-6 dan dinyatakan
sembuh/tidak sembuh
oleh dokter
berdasarkan catatan
rekam medis.

3.8. Jadwal Penyelidikan

Penyelidikan dilakukan dari tanggal 02-04 Januari 2020.


33
BAB IV

HASIL PENYELIDIKAN

4.1. Lokasi Penyelidikan

4.1.1. Kecamatan Sungai Pua

1. Letak Geografis

Gambar 4.1.1

Peta Kecamtan Sungai Pua

Sungai Pua merupakan salah satu nagari yang sekaligus menjadi

nama sebuah kecamatan yaitu kecamatan Sungai Pua di Kabupaten

Agam,Provinsi Sumatera Barat.Nagari ini terletak dibagian barat

Gunung Marapi,atau sekitar 10 kilometer dari Kota Bukittinggi kea rah

Gunung Marapi.Luas daerah Kecamatan Sungai Pua lebih kurang 3650

Ha.Kecamatan Sungai Pua terdiri dari 5 Nagari yaitu Nagari

Sariak,Nagari Batu Palan,Nagari Batagak,Nagari Sugai Pua,Nagari

Padang Laweh dan 28 Jorong.Kondisi alam Kecamatan Sungai Pua

32
33

berupa perbukitan dengan lapisan Tuff dari lereng Gunung Marapi

sehingga tanahnya subur dan dimanfaatkan untuk pertanian .

Batas-batas daerah Kecamatan Sungai Pua:

a. Utara : Berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Banuhampu

b. Selatan : Berbatas dengan Kabupaten Tanah Datar

c. Barat : Berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Banuhampu

d. Timur : Berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Lasi

2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Sungai Pua yaitu 21.478 jiwa. Dengan

jumlah KK sebanyak 5.442 KK. Sebagian Masyrakat Kecamatan Sungai

Pua di Jorong Limo Suku berprofesi sebagai pandai besi dan konveksi.

Karena kondisi tanah yang subur masyrakat memanfaatkan lahan

tersebut untuk bertani dan berkebun.

3. Pendidikan

Kecamatan Sungai Pua merupakan daerah yang terletak di

Kabupaten Agam. fasilitas pendidikan yang dimiliki Kecamatan Sungai

Pua adalah: 9 Taman Kanak-Kanan (TK), 16 Sekolah Dasar (SD), 6

Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), 4 Sekolah Lanjut Tingkat Atas

(SLTA).

4. Derajat Kesehatan

a. Pelayanan Imunisasi

Pelayanan imunisasi adalah salah satu program kesehatan yang

berupaya menlindungi penduduk terhadap penyakit tertentu, seperti


34

:Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Radang Selaput Otak, Radang Paru-paru,

Pertusis, dan polio.

b. Pemberian Kapsul Vitamin A

Pemberian kapsul Vitamin A dalam rangak mencegah dan

menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada

balita.Vitamin A berperan terhadap penurunan angka kematian,

pencegahan kebutaan, serta pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak.

4.2. Hasil Penyelidikan

4.2.1. Jorong Limo Suku,Kecamatan Sungai Pua

Hasil Penyelidikan

Penyelidikan ini dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner dan

mewawancarai penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Sungai Pua

tepatnya Jorong Limo Suku sebanyak 5 orang . Kemudian kelompok mencari

dan mewawancarai kontak erat kasus untuk melihat penularannya.

1. Kasus TB Paru Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pua(Jorong Limo Suku

) Tahun 2020

Terdapat 7 kasus TB Paru yang dilakukan penyelidikan pada tanggal 02-

04 Januari 2020, berikut daftar nama kasus :

Tabel 4.2.1
Daftar Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat
Kasus TB Paru

No Nama Jenis Kelamin Umur Alamat


1 Armen Laki-Laki 60 tahun Limo
Suku
2 Alfi Laki-Laki 48 tahun Limo
Suku
35

3 Masnirianti Perempuan 47 tahun Limo


Suku
4 Mahendri Laki-Laki 40 Tahun Limo
Suku
5 Almh.Gustinawati Perempuan 64 tahun Limo
Suku
6 Indra Laki - Laki 19 Tahun Limo
Suku
7 Tiara Perempuan 45 Tahun Limo
Suku

Dari data sekunder Puskesmas Sungai Pua Kasus TB Paru di wilayah limo

suku sebanyak 6 kasus, setelah kami lakukan kegiatan surveilans ditemukan 1

lagi kasus TB Paru, dimana penderita tersebut mengaku sudah melakukan

pengobatan selama 2 kali pengobatan dan tertular dari suaminya yaitu ibuk

Masnirianti.

Dari 6 kasus yang ada setelah kami turun lapangan ditemukan bahwa 1

kasus sudah meninggal yaitu Almh. Gustinawati, pada kasus ini ibuk tersebut

sudah meninggal sebelum selesai melakukan pengobatan TB Paru, selain itu

ibuk tersebut juga menderita penyakit DM.

Pada kasus yang bernama mahendri, ia sudah pindah ke bangkinang tetapi

kami sudah mewawancarai adiknya untuk mengisi kuisoner.

2. Identifikasi Suspek Tb Paru

Tabel 4.2.2
Daftar Identifikasi Suspek Tb Paru

No Nama Jenis Kelamin Umur Alamat


1 Adrian Laki-Laki 37 tahun Limo Suku
36

2 Roni Saputra Laki-Laki 34 tahun Limo Suku


3 Harzanil Laki-Laki 75 tahun Limo Suku
4 Yusnidar Perempuan 60 tahun Limo Suku
5 Ahmad Laki-Laki 38 tahun Limo Suku
6 Ehsan Laki-Laki 40 tahun Limo Suku
7 Mukhlis Laki-Laki 35 tahun Limo Suku
8 Ningsih Perempuan 30 tahun Limo Suku
9 Arif Laki-Laki 32 tahun Limo Suku
10 Sartini Perempuan 41 tahun Limo Suku

Suspek bisa juga disebut sebagai kontak erat, yang dimaksud dengan kontak

erat ialah orang orang yang berada di sekeliling penderita baik itu yang memiliki

gejala atau tidak, biasanya yang menjadi kontak erat ialah anggota keluarga,

serta tetangga di lingkungan rumah yang sering berkomunikasi dengan

penderita.

Seperti yang kami temukan dilapangan, suspek yang didapat yaitu dari

anggota keluarga penderita TB Paru. Dari 10 suspek yang kami jumpai 3

diantaranya memiliki gejala dari TB Paru, yaitu batuk berdahak lebih dari 2

minggu, berat badan berkurang, sering merasa lelah, dan kurang enak badan.

a. Identifikasi Penyakit Kasus

Tabel 4.2.2
Daftar Identifikasi Kasus ada/ tidak komplikasi

NO NAMA KOMPLIKASI
1 Armen Ada ( asam lambung )
2 Alfi Tidak Ada
3 Masnirianti Ada ( asam lambung )
4 Mahendri Tidak Ada
37

5 Almh. Gustinawati Tidak Ada


(Pengobatan belum
tuntas)
6 Indra Tidak Ada
7 Tiara Tidak Ada

b. Gejala yang dialami Kasus

Tabel 4.2.4
Daftar gejala yang dialami kasus

NO NAMA GEJALA YANG MUNCUL


1 Armen Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
2 Alfi Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
3 Masnirianti Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
4 Mahendri Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
5 Almh. Gustinawati Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
38

6 Indra Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,


Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah
7 Tiara Batuk berdahak lebih dari 1 bulan,
Sesak nafas, Nafsu Makan
menurun, keringat malam, demam
meriang, badan terasa lemah

c. Riwayat Kontak Erat Kasus


Tabel 4.2.5
Daftar Ada/Tidaknya Riwayat Kontak Kasus

NO NAMA KONTAK ERAT


1 Armen Ada
2 Alfi Ada
3 Masnirianti Ada
4 Mahendri Ada
5 Almh. Gustinawati Ada
6 Indra Ada
7 Tiara Ada

d. Kontak Erat Kasus TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pua (Jorong
Limo Suku)
Tabel 4.2.6
Daftar Nama, Jenis Kelamin, Umur dan alamat Kontak Erat Kasus

NO NAMA JK UMUR ALAMAT


1 Adrian L 37 Limo Suku
2 Harzanil L 75 Limo Suku
3 Roni Saputra L 34 Limo Suku
39

4 Yusnidar P 60 Limo Suku


5 Ahmad L 38 Limo Suku
6 Ehsan L 40 Limo Suku
7 Mukhlis L 35 Limo Suku
8 Ningsih P 30 Limo Suku
9 Arif L 32 Limo Suku
10 Sartini P 41 Limo Suku

e. Status Imunisasi Kontak Erat Kasus


Tabel 4.2.7
Daftar Status Imunisasi Kontak Erat Kasus

NO NAMA STATUS IMUNISASI


1 Adrian Ada
2 Harzanil Tidak Ada
3 Roni Saputra Ada
4 Yusnidar Tidak Ada
5 Ahmad Ada
6 Ehsan Ada
7 Mukhlis Ada
8 Ningsih Tidak Tau
9 Arif Tidak Ada
10 Sartini Tidak Tau
f. Gejala yang dialami Kontak Erat Kasus
Tabel 4.2.8
Jenis Gejala yang dirasakan Kontak Erat

NO NAMA GEJALA

1 Adrian Tidak Ada

2 Harzanil Ada

3 Roni Saputra Ada


40

4 Yusnidar Ada

5 Ahmad Tidak Ada

6 Ehsan Tidak Ada

7 Mukhlis Tidak Ada

8 Ningsih Tidak Ada

9 Arif Tidak Ada

10 Sartini Tidak Ada

g. Faktor Resiko

1) Faktor Resiko Penderita TB Paru

NO NAMA FAKTOR RESIKO


1 Armen Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
2 Alfi Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
3 Masnirianti Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
4 Mahendri Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
41

5 Almh. Gustinawati Perilaku,Lingkungan Fisik


Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
6 Indra Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
7 Tiara Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan

2) Faktor Resiko Suspek Tb Paru


Tabel 4.2.9
Faktor Resiko suspek Tb

NO NAMA FAKTOR RESIKO


1 Adrian Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
2 Harzanil Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
3 Roni Saputra Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
4 Yusnidar Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
42

Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
5 Ahmad Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
6 Ehsan Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
7 Mukhlis Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
8 Ningsih Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
9 Arif Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan
10 Sartini Perilaku,Lingkungan Fisik
Rumah,Status
Ekonomi,Gizi, dan
Keturunan

1. Gambaran Kasus Berdasarkan Orang, Tempat, Waktu

a) Gambaran Kasus Menurut Orang

Distribusi Frekuensi Kasus TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin


43

Tabel 4.3.1
Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin

NO JENIS KELAMIN JUMLAH

1 Laki-laki 4

2 Perempuan 3

Grafik 4.3.1

Berdasarkan grafik diatas, terlihat dari semua penderita TB di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pua tahun 2019 pada Bulan Januari-

Desember 2019 57% diderita oleh laki-laki dan 43% perempuan.

Hal ini dikarenakan laki laki banyak yang merokok jika

dibandingkan dengan perempuan, merokok merupakan salah satu faktor

resiko dari penyakit Tb Paru, karena kandungan zat dan asap yang

dikeluarkannya, selain itu aktivitas diluar ruangan yang lebih sering jika

dibandingkan perempuan, dimana hal ini membuat laki laki lebih mudah
44

terpapar asap, debu dan polusi yang merupakan salah satu faktor resiko dari

TB Paru.

b) Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Umur


Tabel 4.3.2
Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Umur

NO UMUR JUMLAH
1 < 1 tahun 0
2 1 – 3 tahun 0
3 4 – 6 tahun 0
4 7 – 9 tahun 0
5 10 – 12 tahun 0
6 13 -15 tahun 0
7 16-20 tahun 1
8 21-30 tahun 0
9 31-40 tahun 0
10 41-50 tahun 4
11 50-60 tahun 0
12 60-70 tahun 2
13 70-80 tahun 0
JUMLAH 7

Berdasarkan tabel diatas,dapat diketahui bahwa kasus TB Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pua pada Bulan Januari-Desember 2019

paling banyak diderita oleh usia 41-50 tahun yaitu pada usia Produktif.

Setelah dilakukan analisis salah satu penyebab nya ialah tingkat

pendidikan yang rendah pada kasus usia produktif. Rata rata pendidikan

nya ialah SD dan SMP. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan


45

seseorang maka tinggi juga tingkat pengetahuan nya, begitupun

sebaliknya.

c) Gambaran Kasus Menurut Tempat


Tabel 4.3.3
Distribusi Frekuensi Kasus TB Paru
Berdasarkan Tempat pada Tahun 2019

NO NAGARI Jumlah

1 Limo Suku 6
2 Tangah Koto 5
3 Kapalo Koto 2
4 L. Kampuang 2
5 Batagak 1
6 Sawah Landek 1
7 Talao 4
8 Kubu 1
9 Simpang Tigo 3
10 Sariak Ateh 1
11 Luar Wilayah 4
Jumlah 30

Grafik 4.3.3
Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Tempat
46

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa penyebaran penyakit TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Sungai Pua paling banyak terdapat di

wilayah Limo Suku sebanyak 6 orang. Setelah dilakukan survei

didapatkan hasil bahwa wilayah limo suku merupakan wilayah yang paling

banyak pemnduduknya dibandingkan wilayah kerja puskesmas Sungai

Pua lainnya, selain itu wilayah limo suku terletak dekat dengan kaki

gunung merapi sehingga suhu menjadi dingin, akibatnya banyak

masyarakat yang mau membuka jendela bahkan ada kami temukan jendela

nya ditutup dengan plastic agar udara dirumahnya tidak menjadi dingin.

Hal ini tentunya berpengaruh pada keadaan udara dirumah mereka dimana

tidak adanya cahaya matahari yang masuk dan juga sangat pengap karena

tidak adanya tempat pertukaran udara.

Selain itu di wilayah limo suku mayoritas penduduk memiliki

pekerjaan sebagai pandai besi dan memiliki konveksi dirumah. Hal ini juga

menjadi salah satu faktor penyebab terkenanya penyakit TB Paru, karena

banyaknya debu yang mereka hirup pada saat bekerja. Penyebab lainnya

yaitu merokok, banyak dari kasus saat kami tanya mereka memang

perokok.

d) Gambaran Kasus Menurut Waktu


Tabel 4.3.4
Distribusi Frekuensi Kasus Berdasarkan Waktu Terjadinya

NO TAHUN JUMLAH
1 2012 11
2 2013 9
3 2014 6
47

4 2015 3
5 2016 6
6 2017 6
7 2018 3
8 2019 6
JUMLAH 50

Dapat dilihat pada tabel bahwa kasus TB Paru mengalami penurunan

dan mengalami peningkatan lagi darii tahun 2012-2019, dan kasus

terbanyak terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 11 kasus.

2. Gambaran Faktor Resiko


1) Pada Kasus

Tabel 4.4.1
Distribusi Kasus Menurut Status Imunisasi TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Pua

NO IMUNISASI TB JUMLAH
PARU
1 Ada 4
2 Tidak 3
JUMLAH 7

Grafik 4.4.1
Distribusi Kasus Menurut Status Imunisasi TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Pua
48

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita

TB Paru telah mendapat imunisasi TB Paru sebanyak 57 %.

2) Pada Kontak Erat Kasus


Tabel 4.4.2
Distribusi Status Imunisasi pada Kontak Erat Kasus TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Sungai Pua

NO IMUNISASI TB Paru JUMLAH


1 Ada 5
2 Tidak Ada 3
3 Tidak Tahu 2
JUMLAH 10

Grafik 4.4.2
Distribusi Status Imunisasi pada Kontak Erat Kasus di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Pua

Berdasarkan grafik diatas , status Imunisasi pada kontak erat paling

banyak ialah mendapatkan Imunisasi yaitu 5 orang mendapatkan imunisasi.

3. Gambaran Gejala Penyakit TB Paru


a. Pada Kasus
Tabel 4.4.1
Distribusi Frekuensi Gejala Penyakit TB Paru pada Kasus
NO GEJALA JUMLAH
1 Demam meriang 7
49

2 Batuk berdahak 7
3 Nafsu makan menurun 5
4 Berat badan turun 6
5 Nyeri dada 7
6 Keringat malam 5
7 Sesak nafas 6
8 Lain-lain 3

Grafik 4.4.1
Distribusi Frekuensi Gejala Penyakit TB Paru pada Kasus

Dari grafik terlihat, penderita TB Paru mengalami gejala nafsu makan


menurun, berat badan turun, keringat malam sebanyak 5 orang . Disusul gejala
terbanyak berikutnya yaitu demam meriang, batuk berdahak, nyeri dada dan
sesak nafas.
b. Pada Kontak Erat Kasus
Tabel 4.4.2
Distribusi Frekuensi Gejala Penyakit TB Paru
pada Kontak Erat Kasus

NO GEJALA JUMLAH
1 Demam meriang 3
2 Batuk berdahak 3
50

3 Nafsu makan menurun 0


4 Berat badan turun 2
5 Nyeri dada 2
6 Keringat malam 0
7 Sesak nafas 2
8 Lain-lain 1

Distribusi Frekuensi Gejala Penyakit TB Paru pada Kontak Erat Kasus

0
demam batuk bb turun nyeri dada sesak lain lain
meriang berdahak nafas

Dari grafik terlihat, pada kontak erat kasus TB Paru mengalami gejala
sesak nafas, keringat malam hari, berat badan turun, nafsu makan menurun
sebanyak 2 orang. Disusul gejala terbanyak berikutnya yaitu batuk berdahak,
demam meriang dan nyeri dada sebanyak 3 orang.

4. Hasil Laboratorium
a. Penderita TB Paru
Tabel 4.2.2
Daftar Nama, Jenis kelamin, Umur, Hasil Sampel Postputum TB

NO NAMA JENIS UMUR HASIL


KELAMIN
1 Armen Laki-laki 60 Tahun BTA Negatif (-)

2 Alfi Laki-laki 48 Tahun BTA Negatif (-)


3 Masnirianti Perempuan 47 Tahun BTA Negatif (-)
4 Mahendri Laki-laki 40 Tahun -
51

5 Almh. Gustinawati Perempuan 64 Tahun -


6 Indra Laki-laki 19 Tahun -
7 Tiara Perempuan 45 Tahun -

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil laboratorium dari sputum

yang didapat dari 3 penderita Tb Paru yaitu BTA Negatif (-), hal ini

dikarenakan ketika pengambilan sputum penderita hanya memberikan air

ludah, tidah berupa sputum. Selain itu diperkirakan penderita sudah

menyikat giginya terlebih dahulu sebelum dilakukan pengambilan sputum.

b. Suspek Tb Paru
Tabel 4.2.2
Daftar Nama, Jenis kelamin, Umur, Hasil Sampel Postputum TB

NO NAMA JENIS UMUR HASIL


KELAMIN
1 Adrian Laki-laki 37 tahun -

2 Roni Saputra Laki-laki 34 tahun BTA Negatif (-)


3 Harzanil Laki-Laki 75 tahun BTA Negatif (-)
4 Yusnidar Perempuan 60 tahun BTA Negatif (-)
5 Ahmad Laki-Laki 38 tahun -
6 Ehsan Laki-Laki 40 tahun -
7 Mukhlis Laki-Laki 35 tahun -
8 Ningsih Perempuan 30 tahun -
9 Arif Laki-Laki 32 tahun -
10 Sartini Perempuan 41 tahun -

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil laboratorium dari sputum yang

didapat dari 3 Suspek Tb Paru yaitu BTA Negatif (-), hal ini dikarenakan

ketika pengambilan sputum Suspek memberikan alasan sputum tidak ada dan
52

tidak mau keluar sehingga suspek hanya memberikan air ludah, tidah berupa

sputum. Selain itu diperkirakan suspek sudah menyikat giginya terlebih dahulu

sebelum dilakukan pengambilan sputum.

5. KIE yang Diberikan

Selama melakukan surveilans dilapangan saat kami melakukan kunjungan

kerumah kasus dan suspek, setelah selesai melakukan wawancara untuk

pengisisan kuesioner dan pengambilan sputum kami memberikan edukasi

kepada kasus dan suspek mengenai TB Paru, cara penularannya, gejala yang

ada, bagaimana etika batuk yang benar serta pentingnya mengkonsumsi secara

rutin obat TB. Selain itu kami juga menyarankan kepada kasus dan suspek serta

anggota keluarga untuk menggunakan masker disaat bekerja karena pekerjaan

mereka mudah terkontaminasi debu, dan untuk menghindari hal tersebut bisa

dengan menggunakan masker Sensi. Kami juga memberikan edukasi mengenai

bahaya rokok dan kandungan zat yang ada pada rokok. Kami juga

menyarankan kepada kasus maupun suspek untuk mengurangi perilaku

merokok karena merokok salah satu faktor resiko dari TB Paru.


BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyelidikan surveilens epidemiologi penyakit TB
yang dilakukan tanggal 02 – 04 Januari 2020 ditemukan :
1. Surveilens dilakukan pada keluarga dan individu (responden) yang
menunjukkan gejala DO dari TB. Dan dari hasil pemeiksaan BTA
sputum ditemukan semua sputum negative BTA {BTA (-)} juga tidak
merupakan penderita TB Klinis.
2. Sebagian besar responden Tb paru di Kecamatan Sungai Pua Jorong
Limo Suku berpendidikan menengah, dalam masa usia produktif, dan
dalam kategori kurang mampu dari sisi sosial ekonomi.
3. Berdasarkan hasil wawancara dan visual Tempat tinggal sebagian besar
responden Tb paru di Kecamatan Sungai Pua Jorong Limo Suku belum
memenuhi kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian,
pencahayaan, ventilasi, dan kelembaban. Namun mereka mengerti
dampaknya terhadap penularan dan penyebaran penyakit TB.
4. Berdasarkan SE penyakit TB diketahui Pengetahuan semua responden
Tb paru sudah cukup baik, namun masih ada sebagian yang masih
berperilaku buruk yaitu tidak menutup mulut saat batuk.
5. Peran tokoh masyarakat di Kecamatan Sungai Pua Jorong Limo Suku
sudah cukup menunjang program pencegahan dan penanggulangan
penyakit Tb paru. Ditandai dengan aktifnya kader TB dalam usaha
penemuan suspect penderita TB dan melaporkan ke Puskesmas secara
rutin.
6. Peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas
melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan
pencarian kasus baru secara aktif.
5.2. Saran
1. Pemerintah kecamatan Sungai Pua Jorong Limo Suku sebaiknya membuat
kebijakan tentang memprioritaskan program perbaikan rumah bagi tempat
warga yang memenuhi syarat syarat rumah sehat khususnya dalam rangka

53
54

2. pencegahan dan penanggulangan penyakit TB. Dan dalam hal ini


pemerintah dapat menekankan program ini pada saat pengurusan izin
mendirikan bangunan oleh masyarakat agar memperhatikan sanitasi,
ventilasi dll.
3. Petugas kesehatan harus lebih menggiatkan pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan penyakit TB. Dengan melakukan lebih giat SE TB dan
pendidikan kesehatan tentang TB kepada semua kalangan masyarakat.
4. Pemerintah sebaiknya melaksanakan program perberdayaan tokoh
masyarakat pedesaan untuk menjadi penguat program pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
5. Pemerintah seharusnya membuat sistem yang efektif tetapi efisien untuk
melaksanakan case finding secara aktif.
6. Penelitian selanjutnya sebaiknya berupa penelitian tindakan untuk mencoba
suatu upaya penguatan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb
paru di daerah baik intervensi terhadap penderita, tempat tinggal, tokoh
masyarakat, maupun sistem case finding.
DOKUMENTASI

55
56
57

Anda mungkin juga menyukai