Anda di halaman 1dari 34

TUBERKULOSIS PARU

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu :
Ns. Mareta Dea Rosaline, M.Kep

Kelas D

Disusun Oleh :
Kelompok 5

1. Mega Fajar Brillianty 2010711011


2. Siti Fikriya Salim 2010711057
3. Rachma Fitriya Ningsih 2010711101
4. Kholil Lailatus 2010711109

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.wr.wb

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan Nikmat-
Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah I.
Tidak lupa kita haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, berkat
perjuangan-Nya dapat membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman
terang-benderang.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Mareta Dea


Rosaline, M.Kep. selaku dosen pengampu dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I kelas D. Makalah ini disusun dengan usaha yang maksimal dan berkat
bantuan dari berbagai sumber penulis textbook, jurnal maupun artikel ilmiah.
Kami berharap makalah berjudul “Tuberkulosis Paru” bisa memperluas wawasan
kita dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Namun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami
buat. Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang tidak kami
sadari. Oleh karena itu kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran sebagai sarana perbaikan makalah yang lebih baik

Wassalamualaikum.wr.wb

Salam Hormat

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................2


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................4

2.1 Definisi dan Klasifikasi.....................................................................4

2.1.1 Definisi..................................................................................4

2.1.2 Klasifikasi.............................................................................4

2.2 Prevalensi.............................................................................................6

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko.................................................................7

2.3.1 Etiologi...................................................................................7

2.3.2 Faktor resiko.........................................................................7

2.4 Patofisiologi..........................................................................................9

2.5 Tanda dan Gejala................................................................................9

2.6 Komplikasi..........................................................................................10

2.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................10

2.8 Penatalaksanaan Medis.....................................................................12

2.9 Asuhan Keperawatan........................................................................14

2.9.1 Pengkajian...........................................................................14

2.9.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................17

2
2.9.3 Rencana Keperawatan........................................................18

2.10 Jurnal Kasus.....................................................................................25

A. Deskripsi Jurnal...................................................................../25

B. Resume Jurnal.........................................................................25

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................28

3.1 Kesimpulan.........................................................................................28

3.2 Saran....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang


disebabkan oleh Mycrobacterium tubercolosis,suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara (Asih,2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit Tuberkulosis paru bila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti : pleuritis, efusi
pleura, empiema, laringitis, dan TB usus.

Asia termasuk kawasan dengan penyebaran Tuberkulosis (TB) tertinggi di


dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien atau klien di Asia yang meninggal dunia
karena penyakit ini.sebelas dari 22 negara dengan angka kasus Tuberkulosis
tertinggi berada di Asia, diantaranya Bangladesh, China, India, Indonesia dan
Pakistan. Di Indonesia, angka kematian akibat Tuberkulosis mencapai 140.000
orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap
tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB dan 75 persen penderita
termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan
ketiga besar di dunia setelah India dan China. Mengingat bahaya akan TB paru
ini, penting bagi perawat memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
mendeteksi dini, memberikan terapi secara tepat serta pencegahan dan
penanganan TB paru.

Terkait TBC, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016,


Indonesia menempati posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren
insiden kasus TBC di Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang
belum terjangkau dan terdeteksi, walaupun terdeteksi dan telah diobati tetapi
belum dilaporkan. TBC di Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit
penyebab kematian nomor empat setelah penyakit stroke, diabetes dan hipertensi.
Kasus penyakit TBC di Indonesia masih terbilang tinggi yakni mencapai sekitar
450 ribu kasus setiap tahun dan kasus kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang.
Penyakit TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan tubuhnya,

1
lanjut usia, dan pasien yang pernah terserang TBC pada masa kanak kanaknya.
Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang diakibatkan dari kuman
Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui udara dengan
sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang terhirup oleh
orang sekitarnya.

TBC di Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit penyebab kematian


nomor empat setelah penyakit stroke, diabetes dan hipertensi. Kasus penyakit
TBC di Indonesia masih terbilang tinggi yakni mencapai sekitar 450 ribu kasus
setiap tahun dan kasus kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang. Penyakit TBC
lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan tubuhnya, lanjut usia, dan
pasien yang pernah terserang TBC pada masa kanak kanaknya. Penyebab penyakit
TBC adalah infeksi yang diakibatkan dari kuman Mycobaterium tuberkulosis
yang sangat mudah menular melalui udara dengan sarana cairan yang keluar saat
penderita bersin dan batuk, yang terhirup oleh orang sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Tuberkulosis Paru?


2. Apa saja klasifikasi Tuberkulosis Paru?
3. Berapa prevalensi Tuberkulosis Paru di Indonesia?
4. Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari Tuberkulosis Paru?
5. Bagaimana patofisiologi dari Tuberkulosis Paru?
6. Apa saja tanda dan gejala dari Tuberkulosis Paru?
7. Apakah terdapat komplikasi dari Tuberkulosis Paru?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Tuberkulosis Paru?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis pada Tuberkulosis Paru?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Tuberkulosis Paru?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Tuberkulosis Paru.
2. Mengetahui klasifikasi dari Tuberkulosis Paru.

2
3. Mengetahui prevalensi Tuberkulosis Paru di Indonesia.
4. Mengetahui etiologi dan faktor resiko dari Tuberkulosis Paru.
5. Mengetahui patofisiologi dari Tuberkulosis Paru.
6. Mengetahui tanda dan gejala dari Tuberkulosis Paru.
7. Mengetahui komplikasi dari Tuberkulosis Paru.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Tuberkulosis Paru.
9. Mengetahui penatalaksanaan medis pada Tuberkulosis Paru.
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada Tuberkulosis Paru.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Klasifikasi


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Kata Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru dapat menular melalui udara, seperti
pada saat batuk, bersin atau bicara.

Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular secara langsung


yang disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Kuman
Tuberculosis (TB) menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang
organ Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi


kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet)
dari penderita TB kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008). Bakteri
Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang
ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (bakteri
tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4
μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini
tergantung pada kondisi lingkungan (Ginanjar, 2010).

2.1.2 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan

4
sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru di antara
lain:

a. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA (+) Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif
adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

2) Tuberkulosis Paru BTA (-) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
(-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru
BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

b. Tuberculosis Ekstra Paru TBC


Ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1) TBC ekstra-paru ringan Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa


unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2) TBC ekstra-paru berat Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,


pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin.

c. Tipe Penderita Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Ada beberapa tipe penderita yaitu:

1) Kasus Baru Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

2) Kambuh (Relaps) Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah


mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

5
3) Pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).

4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out) Adalah penderita yang


sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

2.2 Prevalensi
Saat ini, Indonesia berada pada peringkat ketiga negara yang memiliki
beban tuberkulosis tertinggi di dunia dengan estimasi jumlah kasus sebesar
845.000. Kasus TB anak di Indonesia memiliki prevalensi yang beragam. Tahun
2010 kasus TB anak dengan BTA positif tercatat sebesar 5,4% dari semua kasus
TB anak. Tahun 2011, data naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 angka tersebut
turun menjadi 6%. Pada tahun 2013, angka penemuan kasus baru dan
kekambuhan tuberkulosis pada anak usia 0-14 tahun di Indonesia tercatat sebesar
26.054 kasus.

Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis menunjukkan angka 4%


dari jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa dari setiap 100.000
penduduk yang ada di Indonesia ternyata terdapat 400 orang yang telah
didiagnosis menderita TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan
Kementerian Kesehatan RI untuk mengendalikan penyakit TB yaitu dengan
melakukan pengobatan namun berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2013
menunjukkan bahwa dari sebanyak 194.853 orang menderita TB paru di
Indonesia dan tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak 161.365
orang (82,80%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964 kasus
(7,70%).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa


TB paru telah didiagnosis pada kelompok umur < 1 tahun sebesar 2%, kelompok
umur 1-4 tahun sebesar 4%, kelompok umur 5-14 tahun sebesar 0,30%,
sedangkan pada kelompok umur orang dewasa lainnya juga menunjukkan
prevalensi yang sama sebesar 3%. Hasil penelitian Riskesdas tahun 2013 juga

6
memperlihatkan bahwa terjadi suatu masalah kesehatan terbaru terkait kejadian
TB paru yang sudah menyerang kelompok umur anak-anak dan balita

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


2.3.1 Etiologi
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis
BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah
kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini


berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang tebal, tumbuh lambat, tahan
terhadap asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA).
Kuman ini memasuki tubuh manusia terutama melalui paru-paru, namun dapat
juga lewat kulit, saluran kemih, dan saluran makanan (Sofro, dkk, 2018).

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau


kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm.
sebagian besar kuman berupa lemak /lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap kimia/ fisik. Sifat lain kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan

7
oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada
penyakit tuberkulosis (Somatri, 2012).

2.3.2 Faktor Resiko


Penyakit Tuberkulosis Paru disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai
berikut:

1. Umur

Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa


muda hal ini disebabkan karena pada usia tersebut mayoritas orang banyak
menghabiskan waktu dan tenaga untuk bekerja. Dengan kurangnya waktu
istirahat maka daya tahan tubuh lemah sehingga rentan terkena penyakit.
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun .

2. Jenis Kelamin

Jumlah penderita Tuberkulosis Paru lebih banyak terjadi pada laki-


laki dibandingkan dengan wanita karena mayoritas laki-laki mempunyai
kebiasaan merokok, melakukan pekerjaan yang lebih berat dan kurang
istirahat sehingga menyebabkan daya tahan tubuh lemah dan memudahkan
terjangkitnya Tuberkulosis paru.

3. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko yang harus dihadapi


setiap individu. Jika bekerja di lingkungan yang berdebu maka paparan
partikel debu akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan. Selain itu jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi
pendapatan keluarga yang akan berdampak pada pola hidup sehari-hari
diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan dan kepemilikan
rumah (konstruksi rumah). Pendapatan yang rendah menyebabkan
keluarga mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai

8
dengan kebutuhan sehingga status gizi yang kurang memudahkan terkena
penyakit infeksi diantaranya Tuberkulosis Paru.

4. Kebiasaan merokok

Merokok mempunyai hubungan peningkatan resiko terhadap


berbagai penyakit seperti TB paru, kanker paru-paru, penyakit jantung
koroner, bronkitis kronik.

5. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang relatif rendah menyebabkan keterbatasan


informasi yang didapatkan. Tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang salah satunya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit Tuberkulosis Paru. Dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat, sehingga akan terhindar dari penyakit menular salah
satunya adalah penyakit Tuberkulosis Paru.

2.4 Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi


Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah
inhalasi, ada beberapa kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi,
yaitu pembersihan langsung dari bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi
aktif.

2.5 Tanda dan Gejala

9
Keluhan yang dirasakan pasien Tuberkulosis Paru dapat bermacam
macam. Banyak juga pasien yang ditemukan TB Paru tanpa adanya keluhan.
Gejala yang biasa dirasakan yaitu gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala
umum berupa demam, demam ini mirip dengan demam yang disebabkan oleh
influenza. Gejala respiratorik berupa batuk kering merupakan gejala yang sering
terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit Tuberkulosis Paru.
Tanda gejala lain diantaranya adalah yaitu:

•Batuk / batuk darah (hemaptoe = hemoptysis) batuk lama > 3 mgg

•Demam sub febris 39˚C – 40˚C berulang dan lama

•Sesak nafas abses, pneumothoraks, efusi pleura

•Nyeri dada pleuritis, radang pleura

•Malaise anoreksia, pusing, BB turun

•Berkeringat banyak pada malam hari

2.6 Komplikasi
Komplikasi dari TB paru adalah :
a. Pleuritis tuberkulosa
Pleuritis TB atau pleurisy tuberculosis adalah bentuk lanjutan atau salah
satu jenis penyakit TB luar paru yang dapat menyebabkan efusi pleura (pleuritis).
Seperti penyakit TB, status kekebalan tubuh seseorang dapat mempengaruhi
infeksi yang terjadi.

b. Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)


Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di
antara lapisan pleura yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang
menempel pada dinding dalam rongga dada. Kondisi ini umumnya merupakan
komplikasi dari penyakit lain.

c. Tuberkulosa milier

10
TB milier merupakan komplikasi dari suatu fokus infeksi tuberkulosis
yang disebarkan secara hematogen. Gambaran berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.a

d. Meningitis tuberkulosa
Meningitis TB atau meningitis tuberkulosis adalah suatu penyakit di mana
bakteri Mycobacterium tuberculosis menyerang selaput meninges yang melapisi
otak serta sistem saraf tulang belakang. Infeksi bakteri TB ini menyebabkan
peradangan di selaput otak (meningitis).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.

3. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum).


Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
4. Skin test (PPD, Mantoux)

Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :

● indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil


negative.
● indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan.
● indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif.
● indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat.
● reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
5. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan

11
yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas
dan area fibrosa.

6. Pemeriksaan histology / kultur jaringan


Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
7. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.

8. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.

9. Analisa gas darah (AGD)


Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.

10. Pemeriksaan fungsi paru


Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa,
hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis
kronis)

2.8 Penatalaksanaan Medis


a. Pengobatan TBC Paru
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:

1. Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti


TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan
cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah
efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat.

12
2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2
macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni
kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.

b. Perawatan bagi penderita tuberkulosis


Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis
adalah:

1. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini


adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2. Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk
bila diperlukan
3. Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada
bulan kedua, kelima dan enam.
6. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan
pencahayaan yang baik.

c. Pencegahan penularan TBC


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

1. Menutup mulut bila batuk.


2. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak
pada wadah tertutup yang diberi lisol.
3. Makan makanan bergizi.
4. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
5. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi
yang baik.
6. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010).

2.9 Asuhan Keperawatan

13
Kasus

Seorang pasien berusia 45 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan


keluhan utama Haemapto, Dispneu dan demam. Saat dilakukan anamnesa pasien
setiap malam sering berkeringat, anoreksia, TTV: TD: 130/90 Mmhg, HR:
95x/mnt, Sh: 38 0 C, RR: 26x/menit, BB menurun BB sebelumnya: 70 kg BB saat
ini: 55 kg, malaise dan nyeri dada. Pasien mengatakan ada keluarga yang
mengalami penyakit TBC dan pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Maka Dokter
mencurigai penularannya melalui droplet, kemudian dokter melakukan
pemeriksaan Lab: LED meningkat, Leukosit khususnya limfosit meningkat, Allen
Test/AGD: asidosis respiratori, Foto Rontgen kesan:adanya pembesaran hilus
bilateral dan bercak awan putih, Tes Tuberkulin (+) dan Tes BTA I (+).dan
Dokter mendiagnosis suspect TB Paru.Lalu dokter melakukan tes BTA yang
terakhir (+). Maka Diagnosis terakhir yaitu TB paru. Maka dokter memberikan
Oksigen/nasal kanul dan Terapi OAT dan menganjurkan kepada pasien untuk
tidak boleh putus OAT nya. Pasien bertanya kenapa bisa terkena penyakit
tersebut.

2.9.1 Pengkajian

DATA FOKUS

Nama Klien/Umur : Tn. X/ 45 tahun

No. Rekam Medis : 123456

Ruangan/No. Kamar : 012

Data Subjektif Data Objektif


- Klien mengeluh haemapto - Observasi TTV :
(batuk berdarah) TD : 130/90 mmHg
- Klien mengeluh dispneu HR : 95 x/menit
(sesak napas) Nadi : 100 x/menit

14
- Klien mengeluh demam Suhu : 38ºC
- Klien mengeluh setiap malam RR : 26 x/menit
berkeringat - BB menurun (sebelumnya 70
- Klien mengatakan tidak nafsu kg, saat ini 55 kg)
makan (Anoreksia)
- Klien merasa kurang sehat Pemeriksaan penunjang :
secara umum (malaise) - Hasil pemeriksaan lab :
- Klien mengeluh nyeri dada - LED meningkat
- Klien mengatakan ada - Leukosit khususnya
keluarga yang mengalami limfosit meningkat
penyakit TBC - Allen Test/AGD : asidosis
- Klien mengatakan ia bekerja respiratori
sebagai buruh pabrik - Foto Rontgen : adanya
pembesaran hilus bilateral dan
bercak awan putih
- Tes Tuberkulin (+)
- Tes BTA I (+)

ANALISA DATA

Nama Klien/Umur : Tn. X/ 45 tahun

No. Rekam Medis : 123456

Ruangan/No. Kamar : 012

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Mukus berlebih: Ketidakefektifan
- Klien mengeluh eksudat didalam bersihan jalan nafas
haemapto (batuk alveoli (NANDA Edisi 11.
berdarah) Domain 11. Kelas
- Klien mengeluh 2. Kode diagnosis
dispneu (sesak 00031. Hal. 384)

15
napas)
- Klien mengeluh
nyeri dada
- Klien mengatakan
ada keluarga yang
mengalami penyakit
TBC

DO :
- Observasi TTV :
TD : 130/90 mmHg
HR : 95 x/menit
RR : 26 x/menit
- Foto Rontgen :
adanya pembesaran
hilus bilateral dan
bercak awan putih
- Tes Tuberkulin (+)
- Tes BTA I (+)
2. DS : Ketidakseimbangan Hambatan
- Klien mengeluh ventilasi-perfusi pertukaran gas
dispneu (sesak (NANDA 2018-
napas) 2020 Domain 3
- Klien merasa Kelas 4 Kode
kurang sehat secara Diagnosis 00030
umum (malaise) Hal 207)
DO :
- Observasi TTV :
RR : 26 x/menit
- Allen Test/AGD :
Asidosis respiratori

3. DS : Proses Infeksi Hipertermia

16
- Klien mengeluh (NANDA Edisi 11.
demam Domain 11. Kelas
- Klien mengeluh 6. Kode diagnosis
setiap malam 00007. Hal. 434)
berkeringat

DO :
- Observasi TTV :
HR : 95 x/menit
Suhu : 38ºC
- Hasil pemeriksaan
lab :
- LED
meningkat
- Leukosit
khususnya
limfosit
meningkat
- Tes Tuberkulin (+)
- Tes BTA I (+)
4. DS : Faktor Biologis Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan Nutrisi : Kurang
tidak nafsu makan dari kebutuhan
(Anoreksia) tubuh
(NANDA Edisi 11.
DO : Domain 2. Kelas 1.
- BB menurun Kode diagnosis
(sebelumnya 70 kg, 00002. Hal. 153)
saat ini 55 kg)

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

17
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mukus berlebih: eksudat di
dalam alveoli d.d batuk berdarah (haemapto), sesak napas (dispneu), nyeri
dada, dan RR : 26x/menit
2. Hambatan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d
sesak dapas (dispneu), malaise, dan Allen Test/AGD : Asidosis respiratori
3. Hipertermia b.d proses infeksi d.d suhu 38ºC, hasil Tes Tuberkulin (+) dan
Tes BTA 1 (+) dan limfosit meningkat
4. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis d.d tidak nafsu makan (anoreksia) dan berat badan menurun dari
70kg menjadi 55kg

2.9.3 Rencana Keperawatan


Paraf
Tujuan &
No. Rencana Tindakan &
Kriteria Hasil
DX (NIC) Nama
(NOC)
Jelas
1. Bersihan jalan nafas, Bersihan jalan
Ketidakefektifan nafas,
(bagian empat, hal 599) ketidakefektifan
Setelah dilakukan tindakan (bag. enam, hal 500)
keperawatan selama 3x24
jam pasien dengan masalah
ketidakefektifan bersihan Manajemen: Jalan
jalan nafas b.d mukus Nafas
berlebih: eksudat di dalam (Bag. Tiga, kode
alveoli d.d batuk berdarah 3140. Hal. 186)
(haemapto), sesak napas
1. Posisikan pasien
(dispneu), nyeri dada, dan
untuk
RR : 26x/menit dapat
memaksimalkan
teratasi dengan kriteria
ventilasi.
hasil:
2. Instruksikan
Status Pernafasan
bagaimana agar
(Bag. Tiga. Kode 0415.

18
Hal. 556) bisa melakukan
1. Irama napas nomal batuk efektif.
2. Sesak napas berkurang 3. Buang sekret
3. Batuk berkurang dengan cara
Status Pernafasan: memotivasi
Pertukaran Gas (Bag. pasien untuk
Tiga. Kode 0402. Hal. 559) melakukan batuk
1. Allen test/AGD : atau menyedot
Normal lendir.
- pH : 7,35-7,45 4. Posisikan untuk
- PaCO2 : 75- meringankan
100mmHg sesak nafas.
- HCO3 : 22-28 5. Monitor status
mEq/L pernapasan dan
2. Foto Rontgen : tidak oksigenasi,
adanya pembesaran sebagaimana
hilus bilateral dan tidak mestinya.
ada bercak awan putih
Kolaboratif

Tanda-tanda Vital (Bag. 1. Terapi oksigen


Tiga, kode 0802, hal. 563) seperti nebulizer
1. RR 16-20x/menit
2. Kelola udara atau
2. TD 120/80 mmHg
oksigen yang
3. HR 80-100x/menit
dilembabkan.

3. Bantu dengan
dorongan
spirometer

Monitor Pernafasan
(Bag. Tiga, kode
3350)

19
1. Monitor sekresi
pernafasan klien
2. Catat perubahan
pada saturasi O2,
volume tidal akhir
CO2, dan
perubahan nilai
analisa gas darah
dengan tepat
3. Monitor hasil foto
Rongent

Monitor Tanda-
tanda Vital (Bag.
Tiga, Kode 6680)

1. Monitor tekanan
darah, nadi , suhu,
dan status
pernafasan
dengan tepat
2. Monitor pola
pernapasan
abnormal
3. Monitor suara
paru paru

2. Pertukaran Gas, Pertukaran Gas,


Gangguan (Bag. Empat, Gangguan (Bag.
hal. 656) Enam, hal. 575)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam pasien dengan masalah Monitor
Hambatan pertukaran gas Pernapasan (Bag.

20
b.d ketidakseimbangan Tiga, kode. 3350,
ventilasi-perfusi d.d sesak hal. 236)
dapas (dispneu), malaise,
1. Monitor
dan Allen Test/AGD :
kecepatan, irama,
Asidosis respiratori, dapat
kedalaman dan
teratasi dengan kriteria :
kesulitan
bernafas.
Status Pernapasan :
2. Monitor suara
Pertukaran Gas (Bag.
nafas tambahan
Tiga, kode 0402, hal. 559)
seperti ngorok
1. Keseimbangan
atau mengi.
ventilasi dan perfusi
3. Monitor pola
2. Hasil rontgen dada
napas (misalnya,
normal
bradipneu,
3. Tidak ada sesak
takipneu,
napas (dispnea)
hiperventilasi,
pernapasam
kusmaul,
pernapasam 1:1,
apneustik,
respirasi biot, dan
pola ataxic)
4. Auskultasi suara
nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan.
5. Monitor
kemampuan batuk

21
efektif pasien
6. Monitor sekresi
pernafasan pasien.
7. Monitor keluhan
sesak napas
pasien, termasuk
kegiatan 30 yang
meningkatkan
atau
memperburuk
sesak napas
tersebut.

Kolaboratif

1. Berikan bantuan
terapi nafas
(misalnya masker
NRB)
2. Catat perubahan
pada saturasi O2,
volume tidal akhir
CO2 dan nilai
AGD dengan
tepat
3. Pantau hasil foto
thoraks

3. Hipertermia (Bagian tiga. Hipertermia


Hal 283, D.IV, Kode.1922 (Bagian enam. Hal.
Hal. 611) 518)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam pasien masalah Perawatan demam

22
Hipertermia b.d proses (Bag. Tiga. Kode
infeksi d.d suhu 38ºC, hasil 3740. Hal. 355)
Tes Tuberkulin (+) dan Tes
1. Pantau suhu dan
BTA 1 (+) dan limfosit
tanda – tanda
meningkat
vital lainnya

Termoregulasi (Bag. Tiga 2. Pastikan


Kode 0800. Hal. 564) kepatenan jalan
1. Tidak ada demam nafas
dengan suhu : 36°C – 3. Berikan oksigen
37,5°C sesuai kebutuhan
2. Tidak ada berkeringat 4. Monitor adanya
yang mengganggu komplikasi
3. Tingkat pernapasan
normal Kolaboratif
Tanda – tanda vital
1. Beri paracetamol
(Bag. Tiga kode 0802. Hal.
500 mg.
563)
1. Suhu tubuh dalam Pengaturan suhu
rentang normal : 36,5°C
( Kode 3900, hal.
– 37,5°C
308)
2. Tekanan nadi dalam
rentang normal : 60- 1. Monitor suhu
100×/menit paling tidak
3. Irama pernapasan setiap 30 menit
teratur setelah pemberian
paracetamol.
2. Monitor adanya
tanda – tanda
hipertermia
3. Sesuaikan suhu
lingkungan untuk

23
kebutuhan pasien

4. Nutrisi: Nutrisi:
Ketidakseimbangan, Ketidakseimbangan,
Kurang dari Kebutuhan Kurang dari
Tubuh Kebutuhan Tubuh
(Bag. Empat, hal 644) (Bag. Enam, hal
Setelah dilakukan tindakan 558)
keperawatan selama 3x24
jam pasien dengan masalah
Ketidakseimbangan Manajemen
Nutrisi : Kurang dari Gangguan Makan
kebutuhan tubuh b.d asupan (Bag. tiga, kode
diet kurang d.d tidak nafsu 1030. Hal 179)
makan (anoreksia) dan berat
1. Kolaborasi
badan menurun dari 70kg
dengan tim
menjadi 55kg
kesehatan lain
dapat teratasi dengan
untuk
kriteria hasil:
mengembangkan
Nafsu Makan (Bag. Tiga, rencana
kode 1014. Hal. 319) perawatan dengan
melibatkan klien
1. Hasrat / keinginan untuk
dan orang-orang
makan meningkat
terdekatnya
2. Rangsangan untuk
dengan tepat
makan dipertahankan
2. Ajarkan dan
tidak terganggu
dukung konsep
3. Intake makanan dan
nutrisi yang baik
nutrisi meningkat
dengan klien dan
orang terdekat
klien dengan
tepat

24
3. Monitor
intake/asupan
kalori dan cairan
secara tepat

1.10 Jurnal Kasus

A. Deskripsi Jurnal
Jurnal 1

1. Nama Jurnal : CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL


2. Volume :4
3. Nomor :2
4. Tahun : April 2020
5. Author : Devi Listiana, Buyung Keraman, Andri Yanto
6. Judul : Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada Pasien TB Di Wilayah Kerja Puskesmas Tes Kabupaten
Lebong

Jurnal 2

1. Nama Jurnal : MEDIA NELITI


2. Tahun : 2016
3. Author : Siti Aminah
4. Judul : Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap
Konsentrasi Oksigen Darah Pada Penderita Tuberkulosis Paru

25
B. Resume Jurnal
Jurnal 1
1. Prosedur Intervensi :Pengaruh batuk efektif terhadap
pengeluaran sputum.
2. Subjek : Pasien TB di wilayah puskesmas
Kabupaten Lebong
3. Hasil intervensi :
Hasil penelitian didapatkan: (1) 11 orang (55%) jumlah (ml)
pengeluaran sputum sebelum teknik batuk efektif baik, dan 9 orang
(45%) jumlah (ml) pengeluaran sputum tidak baik; (2) 20 orang
(100%) jumlah (ml) pengeluaran sputum sesudah teknik batuk efektif
baik dengan hasil sputum >3 ml; (3) Ada pengaruh batuk efektif
terhadap pengeluaran sputum pada pasien TBC paru.Hasil Uji
Wilcoxon Signed Ranks Test didapat nilai Z = -3,669 dengan p-
value=0,000.
4. Keefektifan intervensi :
Pada penderita dengan tuberculosis paru, sekret yang dikeluarkan
terus menerus menyebabkan batuk menjadi lebih dalam dan sangat
mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Hal ini
akan menimbulkan reaksi rangsang batuk yang terus menerus.
Tekanan di paru-paru meninggi sekali sehingga dapat menimbulkan
cedera pada struktur paru-paru yang halus, tenggorokan dan pita
suara bengkak, suaranya menjadi serak, gatal serta muka menjadi
merah. Sekret ini dapat dikeluarkan dengan maksimal melalui cara
batuk efektif. Dari hasil review ini menunjukan bahwa penerapan
batuk efektif dapat mempermudah pengeluaran sputum pada pasien
TB Paru, pasien yang telah di lakukan batuk efektif juga mengalami
kebaikan irama napas, kebaikan mengeluarkan sputum,
menghilangkan suara napas tambahan dan memperbaiki frekuensi
napas.

Jurnal 2

26
1. Prosedur Intervensi : Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap
Konsentrasi Oksigen Darah
2. Subjek : Pasien TB Paru RSAU dr. M.
Salamundengan
3. Hasil intervensi :
Dari hasil analisis didapatkan rata-rata konsentrasi oksigen darah di
perifer setelah latihan nafas dalam 93,50 %. Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi oksigen darah di
perifer pada penderita tuberkulosis paru di RSAU dr. Salamun. Pada
saat latihan nafas dalam, memungkinkan abdomen terangkat perlahan
dan dada mengembang penuh dengan tujuan untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi
kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan
pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara
yang terperangkap
4. Keefektifan intervensi :

Pengaruh latihan nafas dalam terhadap konsentrasi oksigen darah


di perifer pada penderita dengan tuberkulosis juga berhubungan
dengan jumlah kadar hemoglobin pada penderita tuberkulosis
tersebut. Hal ini terkait dengan jumlah maksimum oksigen yang
dapat bergabung dengan hemoglobin darah.Orang normal
mengandung hemoglobin hampir 15 gram dalam tiap-tiap 100 ml
darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal
kira-kira 1,34 ml oksigen. Oleh karena itu, rata-rata hemoglobin
dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan total kira-kira 20 ml
oksigen bila tingkat kejenuhan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi oksigen darah dipengaruhi oleh kadar hemoglobin
penderita tuberkulosis.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Kata Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru.

Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis


BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.

Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi


Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah
inhalasi, ada beberapa kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi,

28
yaitu pembersihan langsung dari bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi
aktif.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf
Dewi, N. L. P. T., Wati, N. M. N., & Juanamasta, I. G. J. (2019). Dukungan
Caregiver Berdampak Terhadap Penerimaan Diri Pasien TBC.
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), 192-198.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Infodatin Tuberkulosis. Jakarta
World Health Organization (WHO). 2003. Global tuberculosis control
summary. WHO / CDCS/TB.316. (http://www.who. int/ gtb.html diakses 23
Agustus 2021)
World Health Organization. Global tuberculosis programme: Global
tuberculosis control, WHO Report 1999.
Mario, C.R.& Richard, J.O., (2012). Tuberculosis. Dalam: Kasper, D., L., et
al. Harrison Principles of Internal Medikine. Ed 16. Mc Graw-Hill.
Listiana, Devi., Keraman, Buyung., Yanto, Andri., (2020).Pengaruh Batuk
Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tbc Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tes Kabupaten Lebong.CHMK Nursing Scientific Journal, 4(2),
Hal. 220-227

29
Danusantoso, H. (2016). Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Saku Ilmu
Penyakit Paru, Edisi 2.Jakarta: EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai