Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT


TINGKAT II ROBERT WOLTER
MONGISIDI MANADO

PRE KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
RUTH JULITA EMMA RUMOKOY
NIM19020056

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK III MANADO


AGUSTUS 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan Pre Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul Asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru di Rumah
Sakit TK II Robert Wolter Mongisidi Manado
Adapun maksud dan tujuan pembuatan Pre Karya Tulis Ilmiah ini untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program Diploma III
Keperawatan di Akademi Keperawatan Rumkit Tk. III Manado.
Dalam penyusunan Pre Karya Tulis Ilmiah penulis banyak menemui kesulitan
dan hambatan,akan tetapi berkat doa bimbingan dan arahan serta bantuan dari
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Pre Karya Tulis Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Pre Karya Tulis Ilmiah ini masih
terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun dalam menyempurnakan Pre Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga Pre Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, terutama dalam pendidikan keperawatan. Semoga Tuhan Yang Maha
Pengasih selalu memberikan hikmat dan berkat-Nya kepada kita semua.

Manado, Agustus 2020


Penulis

Ruth Julita Emma Rumokoy

ii
DAFTAR ISI

halaman
COVER................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv
DAFTAR TABEL................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar belakang........................................................................ 1
B. Ruang Lingkup....................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................... 3
E. Metode Penulisan.................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan............................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................. 5


A. Pengertian............................................................................... 5
B. Anatomi Fisiologi................................................................... 5
C. Etiologi................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis................................................................... 9
E. Patofisiologi............................................................................ 11
F. Pathway Tuberkulosis Paru ................................................... 13
G. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 14
H. Komplikasi.............................................................................. 14
I. Penatalaksanaan...................................................................... 15
J. Asuhan Keperawatan pada pasien tuberculosis paru.............. 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 30

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Fisiologi................................................................... 5


Gambar 2 Pathway Tuberkulosis Paru ................................................... 13

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rencana Keperawatan ............................................................... 26

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan. Cara
penularan TB Paru yaitu melalui percikan dahak (droplet nuclei) pada saat pasien
batuk atau bersin terutama pada orang disekitar pasien seperti keluarga yang
tinggal serumah dengan pasien. Perilaku keluarga dalam pencegahan TB Paru
sangat berperan penting dalam mengurangi resiko penularan TB Paru.
Meningkatnya penderita TB Paru di Indonesia disebabkan perilaku hidup yang
tidak sehat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
Menurut WHO, Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan
kematian akibat Tuberkulosis telah menurun, namun Tuberkulosis diperkirakan
masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
Tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh
penderita di dunia (WHO, 2015).
Tuberkulosis paru di Indonesia berdasarkan profil data kesehatan Indonesia
pada tahun 2015 insiden tuberkulosis paru diperkirakan 330.729 kasus.
Tuberkulosis paru pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis paru
sebanyak 351.893 kasus, terjadi peningkatan bila dibandingkan pada tahun 2015
yaitu sebanyak 330.729 kasus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2018)
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 ( data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
Tuberkulosis tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Bahkan berdasarkan survey prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada
laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang
terjadi di negara-negara lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)

1
Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan masalah Tuberkulosis Paru. Asuhan keperawatan yang
profesional diberikan dapat membantu dalam mengatasi masalah pada pasien
Tuberkulosis Paru. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru di Rumah Sakit TK II Robert
Wolter Mongisidi Manado

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pre Karya Tulis Ilmiah ini adalah Asuhan keperawatan pada
Pasien dengan Tuberculosis Paru di Rumah Sakit TK II Robert Wolter Mongisidi
Manado dengan menggunakan proses keperawatan melalui pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dalam Pre Karya Tulis Ilmiah ini adalah menerapkan Asuhan
keperawatan pada Pasien dengan Tuberculosis Paru di Rumah Sakit TK II
Robert Wolter Mongisidi Manado meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, intervensi, implementasi sampai pada evaluasi sesuai standar
asuhan keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan proses keperawatan secara sistematis yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi, melalui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
tuberculosis paru.
b. Mengetahui adanya kesenjangan antara teori dan praktik dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru
c. Mengetahui adanya faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru

2
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Pasien dapat memperoleh asuhan keperawatan yang tepat sehingga mampu
membantu kesembuhan pasien dan sebagai tambahan informasi buat pasien
tentang penanganan pasien tuberculosis paru secara tepat
2. Bagi Institusi Akademik
Dapat menambah referensi bagi institusi akademik agar dapat dijadikan
sebagai bahan kajian dalam perkuliahan sehingga dapat menjadi pustaka
ilmiah dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya asuhan
keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru
3. Bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien tuberculosis paru sehingga dapat menjadi pustaka untuk
meningkatkan pelayananan keperawatan khususnya pada pasien tuberculosis
paru
4. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah informasi dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru

E. Metode
Metode penulisan yang akan digunakan dalam penulisan Pre Karya Tulis Ilmiah
ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan pada Pasien dan keluarga.
2. Observasi
Observasi dilakukan selama 3 hari
3. Pemeriksaan fisik
Dilakukan pada pasien secara head to toe dan komprehensif meliputi bio,
psiko, sosio dan spiritual.

3
4. Kepustakaan
Mengumpulkan data atau informasi dari literatur-literatur yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru
5. Dokumentasi.
Dengan mempelajari data dari pasien dan menggunakan catatan medis
keperawatan.

F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Pre Karya Tulis Ilmiah yang digunakan adalah :
BAB I : Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Ruang Lingkup, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan, Manfaat Penulisan, dan
Sistematika Penulisan
BAB II : Tinjauan teoritis meliputi : Konsep Dasar tuberculosis paru ,
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
tuberculosis paru

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) yang ditularkan melalui udara
(droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas
(Widoyono, 2011)
2. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat masuk ke saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada area kulit (Price, Sylvia A.Wilson,
2014)
3. Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer, S.C. & Bare, 2015)
4. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan.

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 1 Anatomi Fisiologi Paru

5
1. Anatomi Paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paruparu adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan
dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi menjadi
beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri
dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
Sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam sistem pernafasan bagian
atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru
Menurut Mukti (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari 10 dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang
baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
2. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena

6
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2012)
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan
kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih
dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang
udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan
yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat
dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup dan berada pada posisi semula (Pearce, 2013). Inspirasi

7
merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang, tekanan
intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer.
Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan
recoil paru-paru dan dinding 12 dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar
dari paru-paru (Mukti, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi(Guyton, 2012)
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida.
Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu,
faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses
transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2012)

5. Etiologi
Penyebab terjadinya Tuberculosis Paru adalah Mycrobacterium Tuberculosis,
yang merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm
dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium
Tuberculosis adaah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap

8
asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena
itu, Mycrobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandugan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi daerahnya kondusif untuk
penyakit Tuberculosis Paru (Soemantri, 2012)
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular virus tuberculosis adalah:
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik
dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa
muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun)
5. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
6. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
7. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang beresiko tinggi (Smeltzer, S.C. & Bare, 2015)

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinin Tuberculosis Paru ini dapat dibagi atas :
a. Gejala sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari Tuberculosis Paru, biasanya
timbul pada sore hari disertai dengan keringat mirip demam influenza
yang segara mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi
kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6
bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin
lama makin panjang masa serangannya, sedangkan masa bebas serangan

9
akan makin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 400 –
410C.
2) Malaise
Malaise karena Tuberculosis Paru bersifat radang menahun, maka dapat
terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang
dapat terjadi gangguan siklus haid.
b. Gejala respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus.
Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk
produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi
peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma
pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa
broncus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita
berobat ke dokter.
3) Sesak Nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah di temukan.
4) Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat local pleuritik.(Manurung, S, 2012)

10
7. Patofisiologi
M. tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih
besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada di ruang alveolus di bagian bawah lobus atau bagian atas lobus
bakteri M. tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tadi dan mefagosit bakteri tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari pertama maka lekosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
– gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau biasa dikatakan proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit tau berkembang biak di dalam sel.
Bakteri juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya berlangsung 10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relative padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari epilteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk
jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan terserang kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan komplek ghon. Komplek ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang mengalami
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan di mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan treakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain
dari paru atau bakteri M. tuberculosis dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau

11
usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang tedapat dekat dengan perbatasan bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak mengalir melalui saluran yang
ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar
melalui saluran limfe atau pembuluh darah ( limfohematogen ). Organisme yang
lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah lebih kecil
yang kadang – kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
( ekstrapulmoner ). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya,
A.S dan Putri, 2013)

12
8. Pathway
Infeksi bakteri tuberculosis paru

Infeksi primer sembuh

Bakteri dormant

Bakteri muncul beberapa


tahun kemudian

Reaksi Inflamasi

Peningkatan produksi Kerusakan membrane Reaksi sistemik


sekret alveolar kapiler

Bersihan jalan nafas Sesak nafas


tidak efektif

Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran


gas

Defisit nutrisi Intake menurun Anoreksia

Penurunan energi

Intoleransi aktifitas

Gambar 2 Pathway Tuberkulosis Paru

13
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
1) Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
2) Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
3) Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada
umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
b. Pemeriksaan radiologi
1) Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
2) Bayangan yang berawan atau berbecak
3) Adanya kavitas tunggal atau ganda
4) Adanya kalsifikasi
5) Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
6) Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
c. Pemeriksaan bakteriologik (sputum) Ditemukan kuman mikobakterium
tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis tuberculosis paru
pada pemeriksaan dahak.
d. Uji tuberkulin Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif
pada orang dewasa kurang bernilai.(Manurung, S, 2012)

10. Komplikasi
Menurut Abd. Wahid dan Imam Suprapto (2014) dampak masalah yang sering
terjadi pada TB paru adalah:
a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan

14
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
f. Insufisiensi kardiopulmonar

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien tuberkulosis dengan masalah keperawatan bersihan
jalan napas tidak efektif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi farmakologi
dan non farmakologi.
1. Terapi Farmakologi
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (ObatAnti
Tuberkulosis). Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya
berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali
timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Jenis obat utama (lini 1) yang
digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis obat
tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon. Pengobatan
Tuberkulosis Paru pada orang dewasa dibagi dalam beberapa kategori yaitu :
a. Kategori 1: 2HRZE/4HR3R3 Selama 2 bulan minum obat INH,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol setiap hari (tahap intensif) dan 4
bulan selanjutnya minum obat INH dan Rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada
1) Penderita baru Tuberkulosis Paru BTA positif.
2) Penderita Tuberkulosis Ekstra Paru (Tuberkulosis di luar paru-paru)
berat.
b. Kategori 2: HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada:
1) Penderita kambuh.
2) Penderita gagal terapi.
3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

15
c. Kategori 3: 2HRZ/4H3R2 diberikan kepada penderita BTA (+) dan
rontgen paru mendukung aktif.
d. Kategori 4: RHZES Diberikan pada kasus Tuberkulosis kronik (Smeltzer,
S.C. & Bare, 2013)
1) kali bila diperlukan

12. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru


1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki
dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang
tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, sehingga masuknya
cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim (Wahid, 2013).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
pasien yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimptomatik (Muttaqin, 2014).
Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu
a) Keluhan Respiratori, meliputi : (Muttaqin, 2014)
(1) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan
apakah keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau
sputum bercampur darah

16
(2) Batuk Darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi
alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal
ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari
jalan napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah
yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau
bercak-bercak darah
(3) Sesak Napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain
(4) Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB
b) Keluhan Sistemis,meliputi:
(1) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek
(2) Keluhan Sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan
biasanya bersifat bersifat gradual muncul dalam beberapa
minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan akut dengan batuk,
panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia (Muttaqin, 2014)
c. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian
yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk

17
melengkapi data pengkajian. Apabila, keluhan utama klien adalah sesak
napas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan
untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan
pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas yang ditimbulkan
oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika tingkat kerusakan
parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertainya
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain (Muttaqin,
2014).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut Muttaqin ( 2014) pengkajian yang mendukung adalah dengan
mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan
batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran
getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti
diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat
OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu.
Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul.
Sering kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.
Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam
enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang disebabkan karena meminum OAT.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut Muttaqin (2014) secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi
perawat menanykan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah.
f. Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data

18
hasil pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat
ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosio-spritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pasien dengan
Tuberkulosis sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yang dialaminya.
Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman pasien bertempat
tinggal. Hal ini penting, mengngat TB paru sangat rentan dialami oleh
mereka yang bertempat tinggal dipemukiman padat dan kumuh karena
populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat kumuh dengan
ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang. TB paru
merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat miskin
karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan
mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, dan juga tidak mampu untuk
membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat pasien diharuskan
bekerja bekerja secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Pasien TB kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya
mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan
kesehatan merupakan hal yang penting. Padahal, taraf hidup yang baik
amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan dalam
menghadapi infeksi pada khususnya (Muttaqin, 2014).
g. Pola-pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan steroid bisa menjadi faktor resiko timbulnya
penyakit.(Doenges, 2000) Tujuan pemberian pengobatan adalah :
menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien, mencegah kamatian akibat TBC, menurunkan tingkat
penularan TBC kepada orang lain
(2) Pola Nutrisi dan Metabolik

19
Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya kehilangan nafsu makan.
Pasien TB paru akan mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan (Muttaqin, 2014).
(3) Pola Eliminasi
Dapat ditemukan adanya oliguria. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi. Pada saat BAK warna urine pasien akan berwarna jingga
pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal jika
pasien TB sudah mendapatkan OAT (Doenges, 2000).
(4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dapat mengalami kelemahan umum, napas pendek karena kerja,
takikaria, takipnea atau dispnea pada kerja, kelemahan otot dan nyeri
(Doenges, 2000). Menurut Muttaqin, 2008, menjelaskan bahwa gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga yang tidak teratur.
(5) Pola sensori dan Kognitif Dalam keadaan kronis perubahan mental
(bingung) mungkin dapat terjadi. Menurut Muttaqin ( 2014)
menjelaskan bahwa Pasien dengan TB paru kebanyakan berpendidikan
rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa
penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting.
(6) Pola Tidur dan Istirahat
Pasien yang mengalami TB paru harus banyak tirah baring dan
membatasi aktivitas (Doenges, 2000)
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya. Persepsi
yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam
kehidupan pasien (Muttaqin, 2014).

20
(8) Pola Hubungan dan Peran
Gangguan pada pernapasan sangat membatasi pasien untuk menjalani
kehidupan secra normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
dengan hubungan dan peran pasien, baik dilingkungan rumah tangga,
masyarakat ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang
terjadi setelah pasien mengalami gangguan pernapasan (Muttaqin,
2014)
Menurut DiGiulio, M., Jackson, D., & Keogh (2014) menjelaskan
bahwa pasien dengan TB Paru akan mengalami perasaan isolasi karena
menderita penyakit menular.
(9) Pola Reproduksi Seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu karena pasien mengalami ketidakmampuan umum,
penderita TB Paru akan mengalami perubahan pola reproduksi dan
seksual karena kelemahan dan nyeri dada.
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada pasien dapat ditemukan banyak stessor. Perlu dikaji penyebab
terjadinya stress, frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan
pasien serta cara penanggulangan terhadap stressor (Doenges, 2000)
(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia di percaya dapat
meningkatkan kekuatan pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan dan
mendekatkan diri Kepada-Nya merupakan metode penanggulangan
stress yang konstruktif
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru meliputi
pemeriksaan fisik head to toe dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, serta pemeriksaan yang fokus dengan
pemeriksaan menyeluruh sistem pernapasan
(12) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

21
Keadaan umum pada pasien TB dapat dilakukan secraa selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu dinilai secara umum tentang kesadaran pasien yang terdiri atas
compas mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Seorang perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang
konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat
menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila
kesadaran pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan
penilaian. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas, meningkatkan apabila disertai sesak napas, denyut
nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit seperti hipertensi (Muttaqin, 2008).
h. Pemeriksaan fisik Head To Toe (Muttaqin, 2014)
1) Kepala
Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak
2) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
3) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
4) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak
5) Wicara Kaji
fungsi wicara, perubahan suara, afasia, dysfonia
6) THT
Inspeksi hidung : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada
secret/tidak

22
Telinga : Kaji telinga luar bersih/tidak, membran tympani, ada
secret/tidak
Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
7) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)
Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
8) Sistem Pernafasan B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Palpasi trakea
Adanya pergeseran trakea menunjukkanmeskipuntetapi tidak spesifik-
penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya efusi
pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah
berlawanan dari sisi sakit
Perkusi
Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
akan di dapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura.
Auskultasi
Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronchi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi
ronchi. Bunyi yang terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal. Pasien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan
penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit
9) Sistem Kardiovaskular B2 (Blood)
Pada pasien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:

23
Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura massif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan (Muttaqin, 2008)
10) Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringat berat. Pada pengkajian objektif,
pasien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang
danmenggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan
hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati
11) Sistem Endokrin
Kaji terjadinya pembesaran kelenjar thyroid, palpitasi, exopthalmmus,
neuropati, retinopati
12) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena
meminum OAT terutaman Rifampisin (Muttaqin, 2008).

24
13) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetep dan jadwal olahraga menjadi tak teratur
14) Sistem Intergumen
Inspeksi
Kaji warna kulit, edema/tidak, eritmea.
Palpasi
Kaji CRT normal/tidak, perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan,
clubbing finger
2. Diagnosa Keperawatan
Muttaqin (2014) menjelaskan bahwa kemungkinan diagnosis keperawatan
yang muncul pada pasien TB paru diantaranya sebagai berikut.
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan mebran
alveolus kapiler
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

25
3. Rencana Keperawatan
Tabel 1 Rencana Keperawatan(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

No Diagnosis Luaran Intervensi


Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
nafas tidak efektif tindakan 1. Identifikasi
berhubungan keperawatan kemampuan batuk
dengan bersihan jalan nafas 2. Monitor adanya
hipersekresi jalan meningkat dengan retensi sputum
nafas kriteria hasil 3. Atur posisi semi
1. Batuk efektif fowler
2. Produksi 4. Ajarkan batuk efektif
sputum menurun 5. Kolaborasi
3. Mengi dan pemberian mukolitik
wheezing atau ekspektoran
menurun Manajemen jalan nafas
4. Dipsnea 1. Monitor pola nafas
menurun 2. Monitor bunyi nafas
5. Rr : 20-22 3. Pertahankan
x/menit kepatenan jalan nafas
4. Posisi semi fowler
5. Beri minum air
hangat
6. Lakukan fisioterapi
dada
7. Lakukan pengisapan
lender
8. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan nafas


efektif tindakan 1. Monitor pola nafas
berhubungan keperawatan pola 2. Monitor bunyi nafas
dengan hambatan nafas membaik 3. Pertahankan
upaya nafas 1. Dipsnea kepatenan jalan nafas
menurun 4. Posisi semi fowler
2. Penggunaan otot 5. Beri minum air
bantu nafas hangat
menurun 6. Lakukan fisioterapi
3. Frekuensi nafas dada

26
membaik 7. Lakukan pengisapan
lender
8. Kolaborasi
pemberian oksigenasi

3 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


pertukaran gas tindakan 1. Monitor
berhubungan keperawatan frekuesi,irama,kedala
dengan perubahan pertukaran gas man dan upaya nafas
mebran alveolus meningkat dengan 2. Monitor pola nafas
kapiler kriteria hasil 3. Monitor saturasi
1. Dipsnea oksigen
menurun 4. Monitor nilai AGD
2. Bunyi nafas 5. Dokuemntasikan
tambahan hasil pemantauan
menurun 6. Jelaskan tujuan dan
3. Takikardia prosedur pemantauan
membaik Terapi oksigen
4. Sianosis 1. Monitor kecepatan
membaik aliran oksigen
5. PCO2 membaik 2. Monitor aliran
6. PO2 membaik oksigen secara
periodic
3. Monitorn tanda-tanda
hipoventilasi
4. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
5. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan status 1. Identifikasi status
dengan kurangnya nutrisi membaiki nutrisi
asupan makanan dengan kriteria hasil 2. Berikan makanan
1. Pori makanan tinggi kalori dan
yang dihabiskan protein
meningkat 3. Ajarkan diet yang di
2. Berat badan programkan
meningkat 4. Kolaborasi dengan
ahli gizi

5 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Manajemen Energi


berhubungan tindakan 1. Monitor kelelahan
dengan kelemahan keperawatan tingkat fisik
aktivitas meningkat 2. Lakukan latihan

27
dengan kriteria hasil rentang gerak pasif
1. Klien dapat dan aktif
mentolerir 3. Berikan aktivitas
aktifitas yang distraksi yang
dilakukan menyenangkan
2. Klien 4. Anjurkan melakukan
melakukan aktivitas secara
aktivitas secara bertahap
bertahap 5. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
6. Kolaborasi ahki gizi
cara meningkatkan
asupan makanan
.
(Tim POKJA SLKI DPP PPNI, 2018)

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan
ini perawat melakukan fungsinya secara independen, Interdependen dan
dependen (Tarwoto dan Watonah, 2011).

5. Evaluasi keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan). (Tarwoto dan Watonah, 2011)
Tehnik Pelaksanaan SOAP
a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.

28
b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
c. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa

29
DAFTAR PUSTAKA

DiGiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Rapha
Publishing (ed.)).
Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.
Guyton, A. C. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (13th ed.). EGC.
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Info Data Infomasi Tuberkulosis
2018. Kemenkes RI.
LeMone, P. dkk. (2015). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. EGC.
Manurung, S, dkk. (2012). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. CV. Trans
Info Media.
Mukti, A. H. dan. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Airlangga University
Press.
Muttaqin. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Salemba Medika.
PDPI. (2011). Diagnosis dan penatalaksaan PPOK. Perhimpunan dokter paru
Indonesia (PDPI),Univesitas Indonesia.
Pearce, E. C. (2013). Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua
puluh Sembilan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Price, Sylvia A.Wilson, L. M. (2014). Buku Ajar Patofisiologi: Konsep Klinis
ProsesProses Penyakit (Edisi 6). EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8). EGC.
Soemantri, I. (2012). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka.
Tarwoto dan Watonah. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st
ed.). DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. TIM.

30
WHO. (2015). Health Topics: Tuberculosis.
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga.
Wijaya, A.S dan Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Nuha Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai