BAB I
PENDAHULUAN
dan amyloidosis.2
diagnosa miokarditis amatlah sulit. Selain itu, insidensi aktual dari miokarditis juga
dari proses inflamasi ini, antara lain: agen infeksius, proses autoimun, toksin,
dilatasi. Infeksi virus kronis, destruksi miokard, dan proses remodelling dapat
1
Manifestasi klinis pada miokarditis amatlah bervariasi, mulai dari gambaran
fulminan, seperti: aritmia atrial dan ventrikular yang baru ataupun syok kardiogenik
hingga kematian.4-7
miokarditis yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kasus yang terlapor secara
etiologi kematian mendadak pada populasi dewasa muda berkisar antara 8,6-
12%.3,4,6,8
Miokarditis adalah suatu penyakit pada otot jantung yang diakibatkan oleh
infiltrasi sel imunokompeten ke dalam miokard dan dapat berakibat pada kerusakan
jantung, gagal jantung akut, dan kemudian berkembang menjadi sindroma gagal
jantung kronik yang progresif.9 Pada sebagian besar kasus, miokarditis terjadi
pernafasan.10
untuk deteksi awal dari inflamasi otot jantung, kuantifikasi aktivitas penyakit,
scinctigraphy memiliki spesifitas yang tinggi untuk infeksi karena granulosit akan
2
Peningkatan metabolisme glukosa merupakan sebuah tanda inflamasi. Pada
suatu inflamasi terjadi ekspresi berlebih dari transporter glukosa dan produksi
molecular dari inflamasi miokard. Indikasi untuk dilakukan PET/CT dengan FDG
X-C yang merupakan reseptor kemokin CXCR4, yang juga dieskpresikan secara
berlebihan oleh leukosit, juga memiliki peran pada perjalanan sel punca, merupakan
target untuk pencitraan molecular. Hal ini memungkinkan untuk secara langsung
target terapi, dan memonitor respon terapi.2 Pada pembahasan selanjutnya akan
diterangkan lebih lanjut mengenai tekhnik pencitraan nuklir untuk miokarditis serta
penemuan teknik baru yang disetujui dapat menjadi alternative teknik pencitraan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Miokarditis
2.1.1 Definisi
Inflamasi tersebut dapat berupa berbagai jenis kerusakan pada jantung, termasuk:
jaringan otot jantung yang timbul sebagai akibat dari paparan terhadap antigen
eksternal (virus, bakteri, parasit, toksin, dan obat) atau pemicu internal (aktivasi
suatu penyakit inflamasi pada otot jantung yang didasarkan pada kriteria histologis,
berbagai agen infeksius, penyakit sistemik, obat, dan toksin terbukti dapat
ditemukan berkaitan dengan infeksi viral dan respon post infeksi viral yang bersifat
immune mediated.3,6
4
Tabel 2.1. Etiologi Miokarditis
Agen infeksi
Bakteri Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Meningococcus,
Gonococcus, Salmonella, Corynebacterium diphteriae, Haemophillus
influenzae, Mycobacterium, Mycoplasma pneumoniae, Brucella
Spirochaeta Borrelia, Leptospira
Jamur Aspergillus, Actinomyces, Blastomyces, Candida, Coccidioides,
Cryptococcus, Histoplasma, Mucormycoses, Nocardia, Sporothrix
Protozoa Trypanosoma cruzi, Toxoplasma gondii, Entamoeba, Leishmania
Parasit Trichinella spiralis, Echinococcus granulosus, Taenia solium
Rickettsia Coxiella burnetii, Rickettsia ricketsii
Virus Virus RNA:
Coxsackie A dan B, Echovirus, Poliovirus, Influenza A dan B, measles,
mumps, Rubella, Dengue, Hepatitis C, Chikungunya, Human
Immunodeficiency Virus-1
Virus DNA:
Adenovirus, Parvovirus B19, Cytomegalovirus, Human Herpes Virus-6,
virus Epstein-Barr, virus Varicella-Zoster, virus Herpes simplex
Immune-mediated
Alergen Tetanus toxoid, vaksin, serum sickness
Obat:
Penicillin, Cefador, Kolkisin, Furosemid, Isoniazid, Lidokain, Tetrasiklin,
Sulfonamid, Fenitoin, Fenilbutazon, Metildopa, Thiazide, Amitriptilin
Alloantigen Reaksi rejeksi pada transplantasi jantung
Autoantigen Infection-negative lymphocytic, infection-negative giant cell
Penyakit autoimun:
Systemic Lupus Erythematosus, rheumatoid arthritis, Churg-Strauss
syndrome, penyakit Kawasaki, inflammatory bowel disease, skleroderma,
polimiositis, myasthenia gravis, diabetes mellitus insulin-dependent,
tirotoksikosis, sarkoidosis, Wageners granulomatosis, rheumatic fever
Agen toksik
Obat Amfetamin, Antrasiklin, Kokain, Siklofosfamid, Ethanol, Fluorourasil,
Lithium, Katekolamin, Transtuzumab, Klozapin
Logam berat Besi, tembaga, timbal
Lain-lain Sengatan kalajengking, ular, lebah, dan gigitan laba-laba, inhalasi karbon
monoksida, arsenik, fosfor
Hormon Phaeochromocytoma
Agen fisik Radiasi, sengatan listrik
Dikutip dari: Caforio dkk.3
5
2.1.3 Klasifikasi Miokarditis
Bukti histopatologi miokarditis ditemukan pada 35 orang dari 348 pasien yang
1. Miokarditis fulminan
2. Miokarditis akut
3. Miokarditis kronik-aktif
4. Miokarditis kronik-persisten
onset cepat dan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang berat.9 Subgrup ini
10%).4,11,12
Pada Marburg Myocarditis Regsitry, dari 1098 pasien dengan 14 sel infiltratif
pada biopsi, hanya 27 pasien (2,5%) yang datang dengan fenotipe klinis fulminan.
Tidak ada data mengenai insidensi miokarditis fulminan pada populasi umum. 11,13
6
Pasien datang dengan gagal jantung akut dan syok kardiogenik setelah
mengalami gejala prodormal virus pada 2 minggu sebelumnya. Pada pasien ini
dengan adanya fokus multipel dari miokarditis aktif. Penemuan histopatologis tidak
Pasien dengan miokarditis akut datang dengan onset of illness yang tidak terlalu
jelas dan gejala non spesifik. Prodromal virus ditemukan pada 20-80% kasus dan
tidak dapat diandalkan untuk menegakkan diagnosis. Pada saat admisi, pasien
sudah dalam disfungsi ventrikular yang nyata. Kondisi ini dapat memberikan
Penentuan onset pada miokarditis akut lebih mudah. Hal ini menyebabkan
miokarditis akut, dibandingkan dengan kronis. Strategi terapi pun lebih mudah
7
2.1.3.3 Miokarditis kronik
pelaporan kasus ini tidak sering. Pada sebagian besar kasus, mekanisme
hanya didapatkan di Jepang dan murni didasarkan pada riwayat terapi jangka
miokarditis.12
populasi ini, onset of illness juga tidak jelas, namun seringkali dikeluhkan adanya
gejala yang berkaitan dengan disfungsi ventrikular ringan seperti: fatigue dan
dyspnea.4
terapi imunosupresif, namun kemudian mengalami relaps baik secara klins maupun
diakibatkan oleh proses inflamasi kronik yang bersifat ringan hinga sedang.4
adanya infiltrat histologis yang persisten dengan fokal nekrosis miosit. Gejala
kardiovaskular yang sering ditemukan pada subgrup ini adalah nyeri dada ataupun
8
2.1.4 Gambaran Klinis Miokarditis
ringan hingga skenario klinis yang berat. Hal ini menyebabkan sulitnya penegakkan
diagnosis dan klasifikasi kelainan ini. Beberapa studi epidemiologi yang berbasis
karena absennya tes non-invasif yang aman dan sensitif serta dapat mengkonfirmasi
diagnosis tersebut. Frekuensi kasus miokarditis secara umum, yang bersifat klinis
9
2.1.5 Diagnosis Miokarditis
sebagai berikut5:
Kriteria ini telah digunakan selama dua dekade terakhir. Namun demikian,
miokardium yang kurang jelas serta keengganan klinisi untuk melakukan prosedur
sampling error, interpretasi yang amat bervariasi, adanya penanda infeksi viral dan
aktivasi imun yang lain, serta outcome yang berbeda-beda mengakibatkan kriteria
Maka dari itu, dilakukan penentuan kriteria baru yang didasarkan pada gabungan
kriteria klinis dan laboratoris serta didukung oleh modalitas pencitraan dengan
10
tujuan dapat menegakkan diagnosis miokarditis tanpa biopsi. Klasifikasi tersebut
2.1.6 Patofisiologi
Miokarditis adalah suatu penyakit dengan presentasi klinis dan progresi yang
bervariasi. Miokarditis dianggap sebagai suatu proses kronologis yang terdiri atas
virus mediated lysis sebagai bagian dari proses replikasi viral. Hal ini
mengakibatkan degradasi dari struktur sel yang dapat memfasilitasi entry virus
11
ke dalam sel yang lebih lanjut akan mengakibatkan kerusakan miosit dan
dilatasi kardiak.
Pada kasus fulminan, proses litik ini akan menyebabkan nekrosis miosit
Fase ini terjadi akibat disregulasi imun yang dipacu oleh kerusakan
dari fase pertama justru mengakibatkan efek merusak pada fase kedua.
Respon imun inisial memiliki peranan penting dalam pertahanan tubuh pada
infeksi awal. Akibat infeksi viral, sel natural killer (NK) dan makrofag akan
miokardium
12
- Fase ketiga (fase remodelling miokard)
Fase ketiga terdiri dari reparasi fibrotik dan dilatasi kardiak dengan/tanpa
Pada fase awal, kerusakan sel jantung diakibatkan oleh aktivasi imun innate
sebagai akibat langsung dari inifeksi virus. Pada tahap lanjut, virus akan
menyerang virus dan viral antigen namun juga miosin. Aktivasi dari sel B
proses nekrosis lebih lanjut, fibrosis, cardiac remodelling, dilatasi, dan gagal
jantung kronik.
13
Fase-fase ini lebih lanjut dijabarkan dalam gambar berikut:
2.1.7 Diagnosis
thoraks foto, EKG, pemeriksaan cardiac injury marker, teknik pencitraan non-
14
2.1.7.1 Elektrokardiogram
miokarditis. Namun demikian kelainan dalam EKG ini tidak bersifat sensitif
maupun spesifik.3
Ukena dkk menunjukkan bahwa pemanjangan durasi QRS (>120 ms) dapat
pada pasien dengan kecurigaan terhadap miokarditis tanpa adanya bukti gagal
ventricular ectopic beat juga berkaitan dengan outcome pasien. Namun kelainan
15
inflamasi pada miokarditis akut. Peningkatan troponin dan creatinin phosphokinase
Sensitivitas CK-MB untuk miokarditis adalah sebesar 8%. Nilai troponin T lebih
dari 0,1 ng/mL memiliki sensitivitas yang berkisar antara 34% hingga 53%. Petanda
lain seperti: sitokin, antibodi anti-viral, komplemen, belum dapat digunakan untuk
Studi yang dilakukan oleh Mahfoud dkk. menunjukkan bahwa serologi virus
(deteksi IgM, IgA, ataupun IgG) tidak memiliki relevansi untuk penegakan
diagnosis pada pasien dengan dugaan miokarditis.6,17 Nilai serologi yang positif
tidak mengindikasikan adanya infeksi dari suatu virus tertentu, namun hanya
menandakan adanya indikasi antara sistem imun host dengan agen infeksi. Tes
serologis masih dapat digunakan pada infeksi HCV, Lyme disease, dan pasien
2.1.7.3 Ekokardiografi
ruang-ruang jantung dan ketebalan dinding jantung pada pasien dengan miokarditis.
Ekokardiografi juga dapat digunakan untuk mengeksklusi penyebab lain dari gagal
16
dapat ditemukan pada 25% pasien dengan miokarditis. Penilaian melalui
yang menebal. Sementara pada pasien dengan miokarditis akut, ditemukan dilatasi
ventrikel kiri yang bermakna dengan ketebalan dinding yang normal. 6,17
Disfungsi ventrikel kanan jarang ditemukan pada kasus miokarditis, namun hal
miokarditis.17
pemeriksaan ini memiliki spektrum target diagnostik yang luas dan komprehensif,
hiperemia, serta nekrosis selular dan fibrosis pada kasus yang berat. Gambaran
Keunggulan lain dari CMR adalah bersifat non-invasif dan memiliki sensitivitas
dan spesifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode lainnya. Selain
17
itu, CMR juga memiliki nilai diagnostik yang hampir mendekati EMB yang
Kegunaan CMR lainnya adalah sebagai alat monitoring efek terapi. Pada studi
71% dan negative predictive value sebesar 100%.17 Cardiac Magnetic Resonance
merupakan baku emas dalam kasus miokarditis. Mengingat miokarditis dapat hanya
melibatkan regio pada satu ventrikel, beberapa pusat pelayanan jantung secara rutin
oleh operator yang berpengalaman. Endomyocardial biopsy akan amat berguna bila
pada miokarditis aktif dapat dideteksi. Teknik ini tidak hanya memberikan
18
Kontribusi diagnostik EMB menjadi lebih luas dengan analisis molekular
miokarditis dan penolakan transplantasi jantung. Pada pasien dnegan hasil biopsi
mencapai 95%, dengan nilai prediktif negatif diperkirakan 95%. Spesifitas dan nilai
2.1.8 Terapi
manajemen optimal terhadap gagal jantung harus dilakukan. Penggunaan alat bantu
stabil.3,5
19
2.1.8.2 Terapi Spesifik
Myocarditis Treatment Trial, sebuah studi yang cukup besar, gagal untuk
jantung. Tidak pula terdapat perbedaan baik pada fungsi ventrikel kiri maupun
20
BAB III
Luka inflamasi pada miokardium oleh agen penginfeksi, proses imun setelah
miokardium. Manifestasi klinis dari proses inflamasi di atas salah satunya adalah
dilakukan PET/CT dengan FDG salah satunya adalah miokarditis.2 Spesifitas FDG
dibatasi oleh pengambilan glukosa secara fisiologis oleh miokardium. Hal ini
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan alternative dari FDG Hal
sisi lokasi dari inflamasi , mengidentifikasi target terapi, dan memonitor respon
terapi.2
miokardium dapat fokal atau pun menyeluruh, melibatkan beberapa atau semua
21
jantung pada miokarditis. FDG-PET/CT dapat memvisualisasikan inflamasi
membantu untuk membedakan penyakit aktif dan kronis. CMR dan FDG-PET/CT
3.1 Gallium-67
teridentifikasi pada 8% dari spesimen biopsi. Lima dari enam sampel biopsi (87%)
dari 65 sampel biopsi yang negatif (14%) berpasangan dengan hasil pemindaian
3.2 Indium-111
Pada tahun 1976, Khaw dkk melaporkan lokalisasi spesifik antibodi terhadap
22
miosin jantung yang terpurifikasi. Antimiosin yang telah dilabel radioiodin
diberikan secara intravena dan dilokasikan secara selektif pada miokardium tujuh
ekor anjing yang mengalami infark pada 24 jam setelah oklusi arteri koroner.
Yasuda dkk adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan pencitraan antibodi
prosedur tersebut pada 28 pasien yang secara klinis dicurigai miokarditis. Hasilnya
setelah pemindaian. Hasil pemindaian antimiosin positif pada 17 pasien dan negatif
pada 11 pasien. Hasil biopsi positif pada sembilan pasien dan negatif pada enam
pasien, sisanya tidak menunjukkan perubahan yang spesifik. Seluruh pasien yang
antimiosin pada pasien yang secara klinis dicurigai miokarditis dengan hasil temuan
23
3.3 18F-FDG PET
nuklir yang bersifat noninvasive. Perkembangan PET saat ini sangat menarik untuk
diikuti karena penggunaan klinis PET berkembang dengan sangat luar biasa
terutama di bidang onkologi.24 Perkembangan ini tidak lepas dari fungsi PET itu
seperti CT atau MRI, dimana CT dan MRI hanya memberikan gambaran anatomis
walaupun gambarannya tidak sebaik MRI ataupun CT. Namun hal ini dapat diatasi
dengan penggabungan PET dengan CT dalam satu alat scanner yang dinamakan
PET/CT, dengan demikian dihasilkan gambaran anatomis dan fungsional yang jauh
lebih baik sehingga informasi yang didapat lebih baik dan pada akhirnya tercapai
deteksi resolusi tinggi dan gambaran rekontruksi yang lebih baik. Gambaran yang
Selama proses PET dilakukan dua macam scanning yaitu, emission scan yang
merefleksikan emisi photon dari dalam tubuh setelah injeksi tracer dan ancillary
transmission atau attenuation scan, yang terlihat seperti CT scan resolusi rendah
yang digunakan untuk mencocokkan absorpsi photon oleh organ. PET tomography
saat ini memiliki resolusi spatial teoritis 3 - 4 mm. Di praktek klinis resolusinya
kira-kira antara 5- 10mm, jadi lesi yang berukuran dibawah ini tidak dapat
digambarkan secara jelas. Setiap jenis PET tracer menggambarkan proses fisiologis
24
tertentu, sehingga pemilihan tracer disesuaikan dengan informasi klinis yang
diperlukan. Saat ini agen yang paling sering digunakan adalah 18F-labeled 2-
sel oleh transport glukosa dan kemudian difosforilasi, namun tidak dimetabolisme,
dan menjadi terperangkap di dalam sel. 18F-FDG tidak hanya diserap oleh jaringan
kanker saja, namun juga diserap oleh seluruh jaringan tubuh yang aktif secara
metabolik. Berbagai proses dalam tubuh yang dapat meningkatkan uptake 18F-
FDG antara lain proses infeksi, proses inflamasi, inflamasi akibat pembedahan atau
dalam molekul glukosa. 18F-FDG merupakan analog dari glukosa yang nantinya
akan diserap oleh sel-sel tubuh yang memerlukan metabolism glukosa tinggi
jaringannya. 18F-FDG akan diserap oleh sel-sel yang kemudian akan difosforilasi
oleh heksokinase yang ada di dalam hampir semua sel dan ditahan oleh jaringan
dengan aktivitas metabolik tinggi seperti pada tumor ganas. Biasanya sekitar 1 jam
setelah injeksi 18F-FDG, radiofarmaka ini secara aktif akan bergabung dengan
transporter glukosa, terutama GLUT 1 dan GLUT3, yang sensitif terhadap insulin
yang bergabung dan dipertahankan di dalam sel dengan aktivitas metabolik tinggi,
seperti sel inflamasi di dalam sel. 18F-FDG terfosforilasi dan menetap di dalam
25
intrasel tanpa transformasi lebih lanjut dalam beberapa jam.6 Gugus 2-hidroksil (-
OH) dalam glukosa normal diperlukan dalam proses glikolisis lebih lanjut namun
dimetabolisme lebih lanjut dalam sel tubuh seperti glukosa biasa. 18F-FDG-6 fosfat
akan terbentuk saat 18F-FDG memasuki sel dan tidak dapat keluar dari sel sebelum
untuk mendeteksi sel dengan metabolisme glukosa yang tinggi dan proses
fosforilasi yang terjadi di dalam tubuh. Setelah 18F-FDG meluruh secara radioaktif,
fluorin 2 diubah menjadi 18O- dan akan bergabung dengan sebuah proton H + dari
yang tidak berbahaya pada posisi C-2. Dengan kehadiran gugus 2-hidroksil maka
metabolisme glukosa biasa akan terjadi dan menghasilkan produk akhir yang
bersifat non-radioaktif.25
Secara teori 18F-FDG dimetabolisme dengan paruh selama 110 menit, namun
menjadi dua fraksi utama. Sekitar 75%-80% aktivitas fluor-18 tetap berada dalam
jaringan dan dieliminasi dengan waktu paruh 110 menit, dimana zat ini akan
20% 18F-FDG akan dieliminasi dua jam setelah pemberian dosis 18F-FDG melalui
ginjal. Maka semua radioaktivitas 18F-FDG akan meluruh dalam waktu kurang dari
2 jam baik pada 20% fraksi yang akan diekskresikan oleh urin pada 2 jam pertama
setelah zat radiofarmaka ini dimasukan maupun 80% lain nya yang tersisa dalam
26
Pemeriksaan nuklir menawarkan teknik pencitraan non-invasif untuk
memvisualisasi infeksi dan peradangan pada seluruh tubuh, sehingga lokasi dan
FDG) dapat digunakan dalam menilai tingkat penyakit serta aktivitas penyakit pada
18F-FDG diserap oleh sel hidup melalui membran transporter glukosa yang
sesuai merupakan area dengan sumber energi utama untuk fagositosis dan
tanda reaksi stress dari sel yang terinfeksi sebagai respon kerusakan sel. Serapan
18F-FDG yang tinggi dideteksi pada neutrofil selama fase akut dari suatu
FDG pada peradangan fase kronis. Sel inflamasi mengalami peningkatan ekspresi
tempat infeksi tergantung pada kecepatan glikolisis. 18F-FDG dibawa ke dalam sel
oleh transporter glukosa. Dalam kasus infeksi dan peradangan, terjadi aktivasi
27
18F-FDG PET merupakan pendekatan baru dalam diagnosis miokarditis akut
ventrikel kiri yang sedang mengalami inflamasi, seperti yang telah dikonfirmasi
oleh EMB pada subyek dengan akut miokarditis. Dalam definisi sementara kami
adalah 100% saat 18F-FDG-Pet dilakukan dalam 14 hari setelah onset miokarditis
seperti paparan radiasi (0,019 mSv/MBq) [12], harga yang mahal, ketersediaannya
yang terbatas pada institusi, dan sulit untuk dilakukan pada saat fase akut. Dalam
definisi kami terhadap 18F-FDG PET untuk deteksi miokardium yang sedang
PET dalam mendeteksi dinding posterior ventrikel kiri yang sedang mengalami
inflamasi pada EMB adalah 100% saat 1-14 hari setelah onset miokarditis akut
dicurigai. Penelitian prospektif lanjutan diperlukan pada populasi yang lebih besar,
secara lebih akurat. Jika memungkinkan, perbandingan hasil temuan 18F-FDG PET
28
dengan pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) T2 weighted dapat
dilakukan dalam jeda waktu yang singkat, sehingga dapat mendeteksi miokardium
ventrikel kiri yang sedang mengalami inflamasi pada pasien yang sedang dicurigai
PET dan MRI jantung. Prosedur tersebut mungkin cukup memungkinan untuk
dengan EMB dalam mendeteksi dinding posterior ventrikel kiri dengan inflamasi
aktif pada subyek yang secara klinis dicurigai miokarditis akut. Jika
dibandingkan EMB.26
patologi dicirikan dengan infiltrasi sel-sel imun ke dalam miokardium, seperti sel
cardiomyopathy dan henti jantung tiba-tiba pada orang dewasa muda. Presentasi
klinis miokarditis sangat beragam dan berkaitan dengan luasnya spekterum gejala
yang muncul, seperti sesak napas, nyeri dada, serta aritmia jantung. Diagnosisnya
yang hanya didasarkan pada presentasi klinis merupakan suatu tantangan tersendiri.
29
memainkan peranan penting dalam diagnosis dini yang cepat, sebagai panduan
biopsi untuk meningkatkan sensitivitas, dan untuk memantau teapi dan adaptasi/
optimasi strategi terapi. Diantara modalitas yang tersedia, MRI jantung telah
seperti nekrosis dan fibrosis dapat tervisualisasi pada late gadolinium enhancement.
inflamasi, yang penting untuk memantau respons terapi dalam mencegah perubahan
infiltrasi sel-sel imun, bahkan pada stadium awal miokarditis sebelum perubahan
diagnosis berbagai kanker, seperti tumor otak dan multiple myeloma. Baru-baru ini,
untuk mendeteksi lesi inflamasi. Kubota dkk melaporkan bahwa ambilan metionin
percobaan in vitro menggunakan sel inflamasi yang terisolasi, Oka dkk memastikan
inflamasi, termasuk makrofag, sel T, dan sel B. 18F-FDG merupakan pelacak PET
30
yang paling sering digunakan untuk mendeteksi inflamasi, seperti sarkoidosis,
infark postmiokardium, dan kondisi inflamasi akut dan kronis lainnya. Kemudian,
pada percobaan eks vivo dan in vivo. Hasil analisis autoradiografi pelacak ganda
Oleh sebab itu, 18F-FDG dan 11C-methionine cocok untuk diagnosis proses
inflamasi pada jantung. Di sisi lain, 18F-FDG PET menghasilkan kontras yang
lebih baik antara area miokardium yang inflamasi dan non-inflamasi serta ambilan
fisiologis yang rendah pada hepar dan timus. Namun, aktivitas miokardium
fisiologis dasar terkadang sulit disupresi, khususnya pada pasien dengan gagal
jantung, sehingga persiapan khusus seperti berpuasa dalam waktu yang cukup lama,
sebelum melakukan prosedur 18F-FDG PET (40,41). Pada percobaan pada mencit
rendah pada miokardium sehat, seperti yang terpapar dalam analisis kami. Evaluasi
lanjutan diperlukan untuk menilai pelacak manakah yang lebih sesuai pada berbagai
31
3.5 Tracers lainnya
integritas membran. Oleh sebab itu, penyakit infeksi seperti miokarditis mungkin
dan nekrosis. Defek perfusi miokardium dari Thallium -201 yang bersifat sugestif
fibrosis akibat miokarditis didapatkan pada atlet olahraga orienteering dan atlet
dan pelacak-pelacak lainnya tidak sering digunakan dalam praktik klinis. Sebagai
digunakan selama lebih dari dua dekade diagnosis miokarditis. Keterbatasan teknik
untuk pasien usia muda dan penundaan selama 48 jam setelah injeksi untuk
mencegah efek blood pool. Oleh sebab itu, aplikasi prosedur ini terus berkurang
32
BAB IV
KESIMPULAN
Miokarditis merupakan suatu inflamasi pada otot jantung yang didasarkan pada
gambaran klinis yang amat luas dari mulai tidak bergejala, sesak nafas yang bersifat
ringan dan nyeri dada, hingga terjadinya syok kardiogenik dan kematian.
myocarditis terjadi dalam 3 fase: infeksi virus akut, infiltrasi sel inflamasi, dan
remodelling miokardial.
cukup tinggi. Pemeriksaan nuklir juga memiliki peran penting dalam diagnosis
miokarditis.
dalam pencitraan nuklir untuk miokarditis. Pencitraan nuklir merupakan alat yang
Beberapa tracer baru termasuk 11- C methionine PET membantu untuk melewati
33
batasan dari teknik pemeriksaan standar dari pencitraan yang biasa dilakukan dan
34
1. Ross R. Atherosclerosis--an inflammatory disease. The New England
journal of medicine 1999;340:11526.
9. Kearney MT, Cotton JM, Richardson PJ, Shah AM. Viral myocarditis and
dilated cardiomyopathy: mechanisms, manifestations, and management.
Postgrad Med J 2001;77:410.
13. Hare JM, Baughman KL. Fulminant and acute lymphocytic myocarditis:
the prognostic value of clinicopathological classification. Eur Heart J
35
2001;22:26970.
15. Dennert R, Crijns HJ, Heymans S. Acute viral myocarditis. Eur Heart J
2008;29:207382.
21. Cooper LT, Baughman KL, Feldman AM, Frustaci A, Jessup M, Khl U, et
al. The Role of Endomyocardial Biopsy in the Management of
Cardiovascular Disease: A Scientific Statement From the American Heart
Association, the American College of Cardiology, and the European
Society of Cardiology. Circulation 2007;116:221633.
22. Shauer A, Gotsman I, Keren A, Zwas DR, Hellman Y, Durst R, et al. Acute
viral myocarditis: current concepts in diagnosis and treatment. Isr Med
Assoc J 2013;15:1805.
36
al. Determination of optimum periods between onset of suspected acute
myocarditis and F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography in
the diagnosis of inflammatory left ventricular myocardium. Int J Cardiol
2013;169:196200.
37