Uji ELISA
1. Antibodi pertama (antibodi pelapis) dilapiskan pada fase padat,
kemudian ditambahkan serum penderita.
2. Selanjutnya tambahkan antibodi kedua (antibodi pelacak) yang
berlabel enzim.
3. Kemudian tambahkan substrak.
4. Selanjutnya tambahkan reagen penghenti reaksi
5. Kemudian hasilnya dinyatakan secara kuantitatif.
Uji Imunotubidimetri
1. CRP dalam serum akan mengikat antibodi spesifik terhadap CRP
membentuk suatu kompleks imun.
2. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi sebagai akibat ikatan tersebut
3. Diukur secara fotometris.
4. Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dengan
pengukuran turbidimetrik.
TROMBOSIT
DESKRIPSI (Permenkes, 2011)
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah.
Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding
endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup
trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit
terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.
Fungsi dari trombosit adalah untuk membantu
menghentikan perdarahan bila ada cedera pada tubuh kita. Prinsip
pemeriksaan trombosit adalah darah diencerkan serta di cat
dengan suatu larutan lalu sel-selnya dihitung dalam kamar
penghitungan dalam kamar hitung dibawah mikroskop.
NILAI NORMAL (Permenkes, 2011)
Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L
MASALAH KLINIS (Permenkes, 2011)
Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi,
polisitemia vera, trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis
reumatoid.
Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik
trombositopenia purpura (ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan
pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan multipledysplasia
syndrome.
Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam
valproat dapat menyebabkan trombositopenia
Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan
perdarahan spontan dalam jangka waktu yang lama,
peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.
Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada
jumlah platelet.
PROSEDUR PEMERIKSAAN
Cara langsung (Menggunakan Tabung)
1. Larutan Rees Ecker dipipet pada tabung I sebanyak 200 mikro liter.
2. Larutan Rees Ecker dipipet pada tabung I sebanyak 400 mikro liter.
3. Darah kapialer atau darah vena dengan antikoagulan dipipet
sebanyak 20 uL pada tabung I kemudian pindahkan ke tabung II
sebanyak 20 uL, campu lalu buang 20 uL.
4. Larutan darah dimasukkan ke dalam kamar penghitung tutup
dengan cover gelas, kita tunggu selama 10 menit supaya trombosit
mengendap.
5. Untuk mencegah kekeringan kamar hitung dimasukkan kedalam
petridish yang didalamnya sudah diberi sepotong kapas basah.
6. Dihitung jumlah trombosit yang terdapat dalam 5 kotak eritrosit.
7. Gunakan objektif 45 x
ANTI STREPTOLISIN O (ASTO)
DESKRIPSI
Streptolisin O adalah toksin yang dihasilkan oleh Streptococcus
haemolyticus. Uji anti-streptolisin O (anti-streptolysin O test, ASTO)
merupakan uji laboratorium yang paling sering dikerjakan pasca-infeksi
streptokokal/sekuelenya (demam reumatik dan glomerulonefritis pasca-
streptokokal akut).
Berbagai teknik kini sudah dikembangkan, tetapi ASOT "standar"
berbasis pada fakta yang menunjukkan bahwa streptolisin O akan melisiskan
eritrosit manusia atau domba, kecuali kalau sudah dineutralkan oleh
antibodi anti-streptolisin O yang terdapat dalam serum pasien.
pemeriksaan ini adalah salah satu jenis pemeriksaan imunoserologi
yang bertujuan untuk mendeteksi arah Streptolisin O pada serum dengan
cara pemurnian kualitatif. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah pencampuran
antara suspensi latex dengan serum yang kadarnya ditingkatkan, lalu
kemudian terjadilah aglutinasi yang terjadi dalam waktu 2 menit.
NILAI NORMAL
Pada pemeriksaan ASTO tidak ada nilai normal yang
dicantumkan karena pada pemeriksaan ini yang diliat
hanyalah terjadi aglutinasi atau tidak terjadi aglutinasi
MASALAH KLINIS
1. Diagnosa Demam rematik memiliki beberapa fase dan
manifestasi klinik yang tdk spesifik. Fase awal penderita
mngalami keluhan berupa nyeri kerongkongan, demam,
kesulitan makan dan minum, lemas, sakit kepala, dan
batuk. Tapi pada fase ini kebanyakan penderita hanya
didiagnosa mengalami penyakit flu atau amandel dan
biasanya hanya diberikan obat penurun panas dan nyeri.
2. Demam rematik mulai bisa diindikasikan jika penderita
beberapa minggu kemudian mengalami keluhan dengan
keluhan yang lebih spesifik dan serius, terutama yang
berkaitan dengan sendi, jantung, dan saraf.
PROSEDUR PEMERIKSAAN (Mahode, 2011)
1. Buat tiga pengenceran serum pasien (sudah diinaktifkan pada 56°C selama
30 menit) sebagai berikut:
0,5 ml serum + 4,5 ml dapar fosfat = 1:10
0,5 ml serum 1:10 + 4,5 ml dapar fosfat = 1:100
1 ml serum 1:100 + 4,5 ml dapar fosfat = 1:500
2. Dari ketiga larutan di atas, buat pengenceran serial. Untuk penapisan
(screening), Anda cukup memakai ketujuh tabung yang pertama dan
kedua tabung kontrol.
3. Tambahkan 0,5 ml (setara dengart 1 Satuan. Internasional (International
Unit, IU) streptolisin O tereduksi ke dalam tiap-tiap tabung. Kocok hingga
homogen dan inkubasi di dalam penangas air pada 35C selama 15 menit.
4. Tambahkan 0,5 ml suspensi eritrosit-domba 5% kedalam tiap-tiap tabung.
Kocok hingga homogen dan inkubasi di dalam penangas air pada suhu
37C selama 45 menit; sewaktu penginkubasian sudah berjalan 15 menit,
tabung-tabung tersebut dikocok lagi agar tetap homogen.
5. Sentrifugasi tabung pada 500g selama 3 menit dan amati apakah terjadi
hemolisis atau tidak.
WIDAL
DESKRIPSI
Tes widal merupakan suatu uji serum darah yang memakai
prinsip reaksi aglutinasi terhadap antigen O dan H untuk
mendiagnosa demam typhoid.
Pemeriksaan widal adalah salah satu pemeriksaan serologi
yang bertujuan untuk menegakkan diagnosa demam typhoid. Uji
widal positif artinya ada zat antibodi terhadap kuman salmonella ,
menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan
kuman salmonella tipe tertentu.
Pemeriksaan widal bertujuan untuk mendeteksi adanya
antibodi (kekebalan tubuh) terhadap kuman salmonella dengan
cara mengukur kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan
H dalam sampel darah.
NILAI NORMAL
Pada pemeriksaan widal tidak terdapat nilai atau
kadar normal pada hasil pemeriksaan tetapi pada
pemeriksaan ini kita melihat apakah didalam tubuh
terdapat antibodi yang berperan terhadap kuman atau
bakteri salmonella.
MASALAH KLINIS
1. Demam typhoid dengan melihat gejala dan hasil dari
pemeriksaan widal untuk menunjang diagnosis.
2. Pemeriksaan widal selalu disalah artikan karena di
anggap positif bila ada kuman dalam tubuh, padahal uji
widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap
kuman salmonella.
3. Untuk menetukan seseorang menderita demam typhoid :
a. Tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai
dengan demam typhoid.
b. Uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang
menunjang diagnosis. Karena seseorang tanpa gejala
dengan uji widal yang positif tidak dapat dikatakan
menderita demam typhoid.
PROSEDUR PEMERIKSAAN
a. Slide Aglutinasi
1. Dengan menggunakan pipet khusus untuk tiap pengenceran,
sejumlah serum berikut ditambahkan di atas lingkaran slide
berdiameter 27 mm : 0,08 ml, 0,04 ml, 0,02 ml, 0,01 ml, 0,005 ml.
2. Antigen yang telah disuspensi sepenuhnya ditambahkan sebanyak 1
tetes pada lingkaran slide.
3. Campur dan ratakan hingga ke seluruh permukaan dalam lingkaran.
4. Dengan perlahan dan sering, guncang dan putar tes slide selama 1
menit hingga terlihat adanya aglutinasi
5. Hasil yang diperoleh dicocokkan dengan titer tabung aglutinasi
berturut-turut 1:20; 1:40, 1:80, 1:160, 1:320
6. Di anjurkan untuk mencocokkan hasil titrasi slide dengan teknik
tabung.
b. Tube Aglutination
1. Siapkan rak dengan 10 tabung
2. Tambahkan 1,9 ml saline pada tabung 1 dan 1,0 ml saline pada tiap tabung
lainnya.
3. Tambahkan 0,1 ml serum pasien pada tabung 1, campur dengan baik.
4. Ambil 1,0 ml dari tabung 1 dan pindahkan pada tabung 2, lanjutkan
pengenceran secara serial sampai tabung 9, lalu buang 1 ml dari tabung 9.
5. Tambahkan 1 tetes suspensi antigen yang telah dicampur homogen pada
masing-masing tabung. Jangan mencampur suspensi sebelum dipakai.
6. Tabung 1 sampai 9 sekarang mengandung serum yang diencerkan dari 1/20
sampai 1/5120. tabung 10 hanya mengandung saline dan antigen sebagai
antigen kontrol.
7. Campur sampai homogen dan inkubasi pada suhu beriku kemudian periksa
adanya aglutinasi
titrasi antigen O pada suhu 50 C selama 4 jam
titrasi antigen H pada suhu 50 C selama 2 jam
antigen kontrol tidak menunjukkan adanya aglutinasi
Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(Elisa) atau Enzyme Immunoassay (EIA)
DESKRIPSI
ELISA atau EIA merupakan teknik biokimia yang
banyak digunakan dibidang imunologi untuk mendeteksi
adanya antibodi atau antigen pada suatu sampel.
ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya
interaksi antigen dengan antibodi didalam suatu sampel
dengan menggunakan enzim sebagai reporter label.
Terdapat beberapa jenis teknik ELISA :
1. Indirect ELISA,
2. Direct ELISA,
3. ELISA Sandwich
4. ELISA Multiplex, dan
5. ELISA Biotin Streptavidin.
Fungsi dari test ELISA yaitu bukan hanya untuk
mengetahui keberadaan suatu antigen dengan antibodi
tetapi juga untuk mengukur kadar antigen atau antibodi
tersebut dengan menggunakan alat spektrofotometer.
Spektrofotometer adalah sebuah alat yang dapat mengukur
jumlah dari cahaya yang menembus sumuran dari
micropipet.
PROSEDUR PEMERIKSAAN SECARA UMUM
1. Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada
suatu permukaan yang berupa microtiter.
2. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan
microtiter, dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan
antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau
antibodi yang diuji.
3. Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan
dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel => bila
sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik ,
sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen
spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat
terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian.
4. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatau
substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal.
5. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim
yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang
berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang
dapat dideteksi.
DAFTAR PUTAKA
Mahode A.A, 2011, “Pedoman Tekni Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan”, Jakarta
: EGC.
Permenkes, 2011, “Pedoman Interpretasi Data Klinik”, Jakarta.
Sapulete, I.V, 2015, “kajian Terhadap Imunoglobulin A (IgA) Serum yang Diinduksi
Olahraga Pada Pagi Hari”, Manado.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana pengaruh terhadap pemeriksaan jika pasien
mendapat vaksin atau imunisasi? (Herlina - 15020140030)
Jawaban : (Fauzia Fitrah 15020140033)
Pemeriksaan imunoglobulin akan berpengaruh, karena pemeriksaan
imunoglobulin ingin mengetahui sistem kekebalan tubuh di dalam
tubuh, sehingga di tuliskan dalam slip laboratorium jika pasien mendapat
vaksinasi atau imunisasi agar tidak mengalami kesalahan pada saat tes
laboratorium
2. Bagaimana cara pengambilan antibody dalam
pemeriksaan uji ELISA? (Ayu lestari – 150 2014 0195)
Jawaban : (Suci Indah Sari 15020140250)
Antibody yg terdapat dalam darah, dapat di ambil sesuai dengan prosedur
umum dalam pengambilan darah untuk memperoleh serum.
Cara memperoleh serum yaitu:
Ambil sampel darah yang di inginkan, tampung sampel darah ke
tabung penyimpanan
Diamkan hingga darah membeku
Sentrifuge darah dengan kecepatan 300 rpm selama 10 menit
Ambil cairan paling atas yg berwarna kuning bening (serum)
3. Penyakit-penyakit pada penurunan atau peningkatan
trombosit? (Andi mukhlisa – 150 2014 0065)
Jawaban : (Suci Indah Sari 15020140250)
Peningkatan trombosit :
Myeloploriferative syndromes
Peradangan (Infeksi akut, Demam reumatik akut, Artritis
rematoid )
Kelainan hormonal (Nephrotic syndrome)
Kelainan pada darah (Hemoglobinopati dan anemi
hemolitik tronis)
Penyakit keganasan (Limpoma maligna, Carcinoma)
Penurunan trombosit :
Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan
dengan perdarahan spontan dalam jangka waktu
yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis, seperti : Ruam di Kulit, Gusi
Berdarah, Anemia aplastik, mielofibrosis
4. Apa itu histokompatibilitas? (Risna Rahmayanti-
15020140085)
Jawaban : (Dwi Indah Pratiwi 15020140086)
Histokompatibilitas (major histocompatibility complex atau MHC)
adalah sekumpulan gen penting yang mengendalikan respon imun dan
memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Keragaman
gen MHC-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab dalam perbedaan antara
individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Gen tersebut
terdiri dari ± 4 juta bp yang terdapat di kromosom nomor 6 manusia dan
lebih dikenal sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein
MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempresentasikan
antigen peptide ke sel T.
5. Mengapa perubahan bentuk limfosit dapat mengukur
histokompatibilitas? (Nurlinda Pratiwi 15020140059)
Jawaban : (Dwi Indah Pratiwi 15020140086)
Karena Major Histocompatibility Complex (MHC)
merupakan antigen limfosit yang terdapat pada sel berinti
terutama pada sel limfosit sehingga perubahan bentuk
limfosit dapat mengukur histokompatibilitas.