SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MERDALIS NURLIVIA
H1A010042
SKRIPSI
Oleh :
MERDALIS NURLIVIA
H1A010042
Pembimbing :
Drs. Syalfinaf Manaf, M.S
Dr. Morina Adfa, M.Si
BENGKULU
2014
iv
ABSTRAK
ABSTRACT
Merdalis Nurlivia, H1A010042, 2014, Effect of Pirson (Mallotus subpeltatus
Linn) Leaf Extract on Parasitemia Level of Mice (Mus musculus) Swiss Webster
infected with Plamodium berghei on Erythrocytes Phase. Skripsi. Medical and
Health Faculty, University of Bengkulu, Bengkulu.
Background: Use of traditional medicine is one way to overcome the problem of
resistance to malaria drugs, Pirson leaf is one of them.
Method: This study is an experimental laboratory, was conducted at the Basic
Science Laboratory, FMIPA University of Bengkulu, Kimia Farma Laboratory
and Riset Laboratory, FKIK University of Bengkulu. Samples of study are 25
male, 7-12 weeks old, 20-30 grams. Samples are injected with Plasmodium
berghei intraperitoneally untill average of parasitaemia level > 3%. Samples are
divided into positive control group, negative control group and groups treated
with Pirson (Mallotus subpeltatus Linn) leaf extracts 50, 100 and 150 mg/kgBW,
subcutaneously on third, fifth and seventh days. Observation is done on fourth,
sixth and eigth days. The results were analyzed with ANOVA test and then
continued with Duncan's test.
Result: Pirson (Mallotus subpeltatus Linn) leaf extract highly significant affect on
the decrease of parasitemia level of mice infected with Plasmodium berghei. On
fourth day (Fvalue 1,57 < Ftable 2,87 ; 5%), on sixth day (Fvalue 16,62 > Ftable 4,43 ;
1%) and on eighth day (Fvalue 93,73 > Ftable 4,43 ; 1%). At Duncan test,
observation fourth day all treatments were not significantly different, while sixth
and eighth day, there was significant difference between negative control and dose
Pirson leaf extract 50 mg/kgBW with a positive control and dose leaf extract
Pirson 100 and 150 mg/kgBW
Conclusion: Pirson (Mallotus subpeltatus Linn) leaf extract with dose 150
mg/kgBW showed the highest antimalarial activity on mice infected with
Plasmodium berghei.
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul Pengaruh Ekstrak Daun Pirson (Mallotus subpeltatus Linn)
terhadap Tingkat Parasitemia Mencit (Mus musculus), Swiss Webster yang
Diinfeksi Parasit Malaria (Plasmodium berghei) pada Fase Eritrosit.
Dalam pelaksanaan menyusun skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai
hambatan dan kesulitan. Untuk itu penulis menyampaikan rasa berterima kasih
yang sebesar-besanya kepada:
1. Drs. Syalfinaf Manaf, M.S, selaku pembimbing utama yang dengan penuh
kesabaran meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, saran, koreksi,
dan nasehat kepada penulis.
2. Dr. Morina Adfa, M.Si, selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan koreksi dan petunjuk kepada penulis.
3. Dr. Sal Prima Yudha, M.Si, selaku penguji utama yang telah berkenan
menguji sekaligus memberikan saran dan juga koreksi bagi penulis.
4. dr. Sylvia Rianissa Putri, selaku penguji pendamping yang telah berkenan
menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulisan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu yang telah memberikan pendidikan dan
pengetahuan selama mengikuti proses pendidikan.
6. Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku tersayang berserta keluarga tercinta yang
skripsi ini.
7. Teknisi laboratorium Biologi FMIPA Universitas Bengkulu, Uda Deni,
Uni Ira, Uda Edwar, Mbak Lies dan Dang Agus yang telah banyak
membantu dalam kegiatan penelitian serta teman mahasiswa jurusan
Biologi FMIPA Universitas Bengkulu.
8. Teknisi Laboratorium Kimia Farma Bengkulu, Mbak Anggi yang telah
membantu dalam kegiatan penelitian.
9. Teman satu perjuangan skripsi, Anis, Luqman, dan Pandi yang telah
bersusah payah bersama dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman: Saarah, Selfianti, Tria, Tika, Tari, Ella, Mbak Widya,
Febri, Devi, Ryan, Eko, Adi serta teman-teman lainnya, baik secara
langsung
atau
tidak
langsung
membantu
menyelesaikan
pembuatan/penyusunan skripsi ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
Amin.
Bengkulu,
Peneliti
vii
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................
iv
ABSTRAK..............................................................................................
ABSTRACT...........................................................................................
vi
PRAKATA.............................................................................................
vii
DAFTAR ISI.
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN..
xiv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
A.
Latar Belakang...........................................................................
B.
Rumusan Masalah..........................................................................
C.
Tujuan Penelitian...........................................................................
D.
Manfaat Penelitian........................................................................
A.
Malaria..........................................................................................
B.
C.
Plasmodium berghei......................................................................
10
D.
13
1. Klasifikasi.
13
14
14
E.
15
F.
16
viii
10
G.
Ekstraksi.............
18
H.
Darah.
19
1. Eritrosit.
20
2. Leukosit
21
a. Monosit...
22
b. Limfosit..
23
24
24
25
I.
J.
26
Kerangka Pemikiran......................................................................
29
1. Kerangka Teori.
29
2. Kerangka Konsep..
29
Hipotesis.........................................................................................
30
31
K.
L.
A.
31
B.
31
C.
31
D.
Kriteria Sampel..
32
1.
Kriteria Inklusi
32
2.
Kriteria Ekslusi...
32
E.
Variabel Penelitian
32
F.
33
1. Alat ..........................................................................................
33
2.
Bahan .....................................................................................
33
34
34
2. Percobaan
35
Etika Penelitian..
39
G.
H.
viii
11
I.
Pengamatan
40
1. Penilaian Parasitemia..
40
40
41
41
Analisis Data.................................................................................
42
1. Tingkat Parasitemia.................................................................
42
42
42
43
J.
A.
43
B.
43
C.
Diferensial Leukosit...
47
D.
48
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................
50
A.
Tingkat Parasitemia.......................................................................
50
B.
54
C.
56
60
A.
Kesimpulan...................
60
B.
Saran..
60
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
61
LAMPIRAN
68
ix
12
DAFTAR GAMBAR
10
13
15
29
29
44
47
48
13
DAFTAR TABEL
43
Tabel 4.2 Hasil analisa uji lanjut uji Duncan variasi dosis terhadap
tingkat parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei ...................................................
45
Tabel 4.3 Hasil analisa uji lanjut uji Duncan waktu pengamatan
terhadap tingkat parasitemia mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei..................................
xi
46
14
DAFTAR LAMPIRAN
68
69
70
74
76
78
80
81
83
84
85
87
xii
15
DAFTAR SINGKATAN
ACT
ALT
: Alanin aminotransferase
ANOVA
: Analisis of Variant
APC
API
AL
: Artemether-Lumefantrine
AST
: Aspartat aminotransferase
AS+AQ
: Artesunate + Amodiaquine
CDC
DHP
: Dihydroartemisinin-Piperaquine
EDTA
: Ethylenediaminetetaacetic acid
FKIK
GMAP
IgG
: Imunoglobulin G
IgM
: Imunoglobulin M
IL-1
: Interleukin-1
LDH
: Laktat dehidrogenase
LPS
: Lipopolisakarida
MDGs
MIPA
NADH
NCBI
RAL
Riskesdas
SPSS
Th1
: T helper 1
Th2
: T helper 2
TNF
WHO
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat.
Malaria dapat menyebabkan anemia dan penurunan tingkat produktivitas serta
salah satu pembunuh terbesar terutama pada kelompok dengan faktor risiko
tinggi misalnya bayi, balita dan ibu hamil (Harijanto, 2011). Malaria adalah
penyakit infeksi parasit yang disebabkan protozoa golongan Plasmodium serta
dapat menular melalui gigitan nyamuk Anopheles spp (Riskesdas, 2010).
Pada tahun 2010, terdapat 216 juta kejadian demam di dunia yang
disebabkan oleh malaria, dan mengakibatkan 655.000 kematian. Di Asia
Tenggara didapatkan 28 juta kasus infeksi malaria dan 38.000 diantaranya
meninggal pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, terdapat 229.819 kasus
infeksi malaria pada tahun 2010 yang menyebabkan 2.400 kematian pada anak
di bawah 5 tahun (WHO, 2012).
di
dunia
sepakat
untuk
menjalankan
suatu
program
peningkatan angka kesakitan dan kematian terutama pada bayi dan anak di
bawah 5 tahun sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya resistensi
dengan memberikan pengobatan yang tepat dan efektif (Arsin, 2012).
Obat-abat tradisional banyak digunakan masyarakat Indonesia untuk
mengatasi malaria. Pengetahuan tentang obat tersebut didapat secara turun
temurun dan dipercaya dapat mengatasi malaria secara efektif (Zein, 2005).
Selain itu, obat-obat tradisional tersebut mudah didapat, murah dan dapat
diramu sendiri. Hal ini mungkin dapat mengatasi masalah resistensi terhadap
obat malaria (Tjahyani dan Khiong, 2010).
Parasitemia sering digunakan sebagai indikator dalam penelitian
mengenai parasit malaria yaitu dengan menggunakan apusan darah tipis.
Dengan apusan darah ini dapat diketahui tingkat parasitemia mencit yang
menderita malaria. Jika tingkat parasitemia mencit 3% pada apusan darah,
maka dapat diindikasikan bahwa mencit tersebut telah terinfeksi malaria (Dewi
et al., 1996).
Setelah parasit malaria masuk ke dalam tubuh, tubuh akan berusaha
melindungi diri dengan membentuk respon imun seluler yang ditunjukkan
dengan adanya perubahan jenis leukosit.
Sedangkan
dilepaskan hati ke sirkulasi jika terjadi kerusakan pada sel hati. Perubahan
kadarnya di dalam darah dapat digunakan sebagai indikator terjadinya
kerusakan pada hati. Perbandingan kadar AST dan ALT juga digunakan untuk
tujuan diagnosis terhadap serangan malaria pada tubuh manusia (Kee, 2008).
Pirson (Mallotus subpeltatus) merupakan tanaman yang sering
digunakan masyarakat khususnya di Papua untuk mengobati malaria.
Penggunaan
dilakukan secara turun temurun dengan meminum air rebusan daunnya. Pirson
(Mallotus subpeltatus) mudah didapatkan oleh masyarakat karena banyak
terdapat di lingkungan sekitar rumahnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah pada penelitian ini, yaitu :
Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun Pirson (Mallotus subpeltatus)
terhadap tingkat parasitemia mencit
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak daun Pirson (Mallotus subpeltatus) terhadap tingkat parasitemia,
respon imun seluler, dan enzim AST dan ALT mencit (Mus musculus)
yang diinfeksi Plasmodium berghei pada fase eritrosit.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Peneliti
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan
mengenai pengaruh ekstrak daun Pirson terhadap tingkat parasitemia
mencit (Mus musculus) yang diinfeksi Plasmodium berghei pada fase
eritrosit.
daun
Pirson
terhadap
tingkat
parasitemia
mencit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual di dalam darah. Pada manusia, malaria dapat disebabkan oleh
empat spesies plasmodium, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Keempat jenis plasmodium
tersebut menimbulkan gejala klinis yang berbeda-beda.
Penderita malaria
dapat diinfeksi lebih dari jenis plasmodium (mixed infection) (Harijanto, 2011;
Riskesdas, 2010).
Bentuk sporozoit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina, yang spesiesnya sesuai dengan daerah geografisnya. Bentuk trofozoit
malaria yang menimbulkan trophozoit-induced malaria dapat ditularkan
melalui jarum suntik, transfusi darah (transfision malaria) atau melalui
plasenta dari ibu ke janin yang dikandungnya (congenital malaria) (Soedarto,
2011).
Sebelum menunjukkan gejala klinis yang khas, setiap jenis parasit
malaria
mempunyai
masa
inkubasi
yang
berbeda-beda,
transmisi infeksi malaria, jenis plasmodium, daerah asal infeksi, umur, genetik,
dan pengobatan sebelumnya (Riskesdas, 2010; Soedarto, 2011).
Malaria menunjukkan gejala klinis yang khas yaitu demam periodik,
splenomegali (pembesaran limpa) dan anemia. Demam pada malaria terdiri
dari 3 stadium, yaitu stadium rigor (kedinginan) yang berlangsung selama 1560 menit, stadium panas badan 1-4 jam dan stadium berkeringat banyak yang
berlangsung selama 2-3 jam. Anemia yang terjadi pada malaria umumnya
disertai dengan keluhan malaise penderita (Sudoyo et al., 2009).
Peningkatan jumlah
skizogoni
eritrositik
akan
berkembang
menjadi
gametosit.
muda pada saat nyamuk menghisap darah manusia yang telah terinfeksi.
Untuk dapat menginfeksi nyamuk Anopheles sp, dibutuhkan sedikitnya 12
gametosit per liter darah.
Setelah
10
C. Plasmodium berghei
Plasmodium berghei adalah salah satu hemoprotozoa penyebab penyakit
malaria pada rodensia, terutama rodensia kecil. Parasit ini dapat ditemukan
pada rodensia murni, tupai terbang, landak dan dengan mudah dapat ditularkan
kepada bermacam-macam hewan laboratorium. Plasmodium berghei pertama
kalinya ditemukan oleh Vincke pada tahun 1946 dari apusan darah lambung
nyamuk Anopheles duremi. Tahun 1948, ditemukan juga dalam apusan darah
dari Grammomys surdaster yang dikumpulkan di Kisanga, Katanga, Zaire atau
Republik Demokrasi Congo (Darlina, 2011).
Plasmodium berghei banyak digunakan dalam penelitian malaria karena
sudah tersedianya teknologi pembiakan secara in vitro dan pemurnian pada
11
serta pengetahuan
dan
: Animalia
Filum
: Protozoa
Subfilum
: Apicomplexa
Kelas
: Sporozoasida
Subkelas
: Coccidiasina
Ordo
: Eucoccidiorida
Subordo
: Haemospororina
Famili
: Plasmodiidae
Genus
: Plasmodium
Spesies
: Plasmodium berghei
Plasmodium berghei memiliki dua tahapan daur hidup, yaitu tahap daur
hidup seksual yang berlangsung di dalam tubuh nyamuk dan tahapan aseksual
dalam tubuh hospes vertebrata. Daur hidup seksual Plasmodium berghei sama
seperti Plasmodium lainnya.
dimulai setelah sporozoit yang berada dalam air liur nyamuk masuk melalui
gigitan nyamuk. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah dan setelah
12
setengah jam sampai satu jam masuk ke dalam sel hati dan berkembang biak
disana sehingga terbentuk beribu-ribu merizoit berinti satu dengan ukuran 11,8 m. Pada akhir fase preeritrosit, skizon pecah sehingga merozoit keluar
dan masuk ke peredaran darah.
(Nugroho, 2000).
13
: Plantae
Filum
: Streptophyta
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Euphorbiaceae
Subfamili
: Acalyphoideae
Genus
: Mallotus
Spesies
: Mallotus subpeltatus
14
permukaan berduri pendek jarang dan lunak, bakal buah menonjol terdapat
3 ruang (Suherman, 2011).
15
(a)
(b)
16
Derivat artemisinin tersebut adalah obat antimalaria dengan kerja sangat cepat.
Obat ini bekerja dengan waktu paruh kira-kira 2 jam dan bekerja sebagai obat
skizontisida darah (Sudoyo et al., 2009). Efek samping yang paling sering
dilaporkan adalah mual, muntah dan diare. Artemisinin juga tidak dianjurkan
untuk ibu hamil karena dapat meningkatkan produksi asam lambung dan
merangsang menstruasi (Gunawan, 2009).
Menurut Harijanto (2011) ACT yang tersedia di Indonesia ialah :
1. Kombinasi Dihydroartemisinin-Piperaquine (DHP )
2. Kombinasi Artesunate + Amodiakuin ( AS+AQ)
3. Kombinasi Artemether-Lumefantrine (AL)
Word Health Organization (2001) telah menyarankan Artemisininebased Combination Therapy (ACT) sebagai obat pada terapi penyakit malaria.
Kombinasi antimalaria dengan artemisinin dan turunannya memberikan
efektivitas terapi hingga 100% selama 3 hari pengobatan.
Selain itu,
pengobatan
falsiparum
dengan
kombinasi
artemisinin
untuk
malaria
memberikan hasil yang cepat, aman, dapat mencegah terjadinya resistensi, dan
mengurangi penularan (Sudoyo et al., 2009)
: Animalia
17
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
memiliki sepasang gigi insisivus yang berbentuk seperti pahat dan dapat
menajam dengan sendirinya (Malole dan Pramono, 1989).
Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut
cahaya dan aktif pada malam hari. Mencit yang dipelihara sendiri-sendiri
makannya lebih sedikit dan bobotnya lebih ringan dibanding yang dipelihara
bersama-sama dalam satu kandang (Yuwono et al., 2004)).
Mencit memiliki lama hidup sekitar satu hingga dua tahun, dan beberapa
bisa mencapai usia tiga tahun dengan lama produksi ekonomisnya adalah
sembilan bulan. Mencit mencapai usia dewasa pada 35 hari dimana setelah
usia delapan minggu sudah dapat dikawinkan. Lama kehamilan mencit adalah
19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor. Bobot mencit jantan
18
dewasa adalah 20-40 gram dan mencit betina adalah 18-35 gram. Mencit
laboratorium dapat dikandangkan pada kotak sebesar kotak sepatu yang dapat
terbuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik (polipropilen atau
polikarbonat), aluminium, atau baja tahan karat (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988).
G. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan
menggunakan pelarut yang tidak saling campur.
terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi
padat-cair.
padat-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau
ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan
tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan
ekstrak (Sudjadi, 1986).
Metode ekstraksi antara lain perendaman (maserasi), perkolasi, digesti,
infusi dan dekoksi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi
adalah jumlah simplisia, penambahan pelarut ekstrak, derajat kehalusan, cara
pemanasan, cara penyaringan dan perhitungan dosis pemakaian (Sudjadi,
1986).
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Metode maserasi
digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui
kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga
19
H. Darah
Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah
yang warnanya merah.
20
terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit (Guyton et al.,
2006).
1. Eritrosit
Eritrosit merupakan sel yang tidak berinti dan bersifat nonmotil.
Eritrosit yang matang sangat mudah dikenali karena morfologinya yang
unik. Pada keadaan normal, berbentuk bikonkaf (dwicekung) bulat dengan
bagian tengah yang pucat, dengan diameter rata-rata 8 m, ketebalan 2 m
dan volumenya sekitar 90 fL.
terdiri dari 62-72% air, sisanya hampir 35% adalah padatan, 95% dari
padatan adalah hemoglobin dan sisanya 5% adalah protein yang terdapat
pada stroma dan membran sel, lipid, vitamin, glukosa, enzim dan lainlainnya. Sel ini mempunyai masa hidup yang singkat yaitu selama 100-120
hari (Ganong, 2008).
Fungsi utama dari eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan
seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Selain itu
21
2. Leukosit
Leukosit merupakan bagian sistem pertahanan tubuh (imun) yang
dapat bergerak bebas ke jaringan. Leukosit terdiri dari neutrofil, eosinofil,
basofil, monosit dan limfosit. Sel-sel ini bekerja sama untuk mencegah
penyakit dengan cara fagositosis, membentuk antibodi dan sensitisasi
limfosit (Guyton et al., 2006).
Neutrofil, eosinofil dan basofil termasuk dalam polimorfonuklear
granulosit karena mempunyai gambaran granular dan intinya yang terlihat
banyak. Sedangkan monosit dan limfosit termasuk dalam mononuklear
agranulosit karena sitoplasmanya tidak memiliki granul dan berinti satu
(Sriwahyuni et al., 2009).
Neutrofil berdiameter 1215 m memilliki inti yang khas padat
terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak
teratur dan mengandung banyak granula merah. Eosinofil mirip dengan
neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih
merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih
dari tiga lobus inti. Basofil berdiameter lebih kecil dari neutrofil yaitu
sekitar 9-10 m.
22
<10 m.
kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas (Sriwahyuni et al., 2009).
a. Monosit
Monosit adalah sel utama yang berperan dalam imunitas nonspesifik selain granulosit. Monosit merupakan sel mononuklear yang
berperan sebagai sel yang mengenal dan menangkap antigen, mengolah
dan selanjutnya mempresentasikannya ke sel T. Selain itu, monosit juga
menghasilkan sitokin dan komplemen sebagai respon terhadap infeksi
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Selama pembentukan darah (hematopoeisis) di sumsum tulang, sel
progenitor monosit berdiferensiasi menjadi sel premonosit yang
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi untuk
selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang. Monosit berada di
sirkulasi selama 1 hari, selanjutnya bermigrasi ke berbagai jaringan untuk
berdiferensiasi menjadi makrofag (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Monosit dan makrofag adalah imunitas didapat non-spesifik utama
yang melawan malaria. Parasit malaria yang masuk ke dalam darah
segera dihadapi oleh respon imun non-spesifik terutama monosit dan
makrofag dengan menghasilkan TNF dan IL-1 yang secara langsung
menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik) dan membunuh parasit
(sitotoksik) (Sudoyo et al., 2009; Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
23
b. Limfosit
Limfosit adalah sel di dalam tubuh yang mampu mengenal benda
yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing/antigen yang pertama
kali terpajan denga tubuh segera dikenali oleh limfosit. Pajanan tersebut
menimbulkan sensitasi sehingga jika antigen tersebut masuk untuk yang
kedua kali makan akan dikenanal lebih cepat dan kemudian dihancurkan
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem imun humoral dan selular.
Pada sistem imun humoral, limfosit B melepas antibodi untuk
menyingkirkan mikroba ekstraseluler.
24
skizogoni eritrositik diperankan oleh limfosit, subset Th1 dan Th2. Sel
Th1 memproduksi sitokin proinflamasi yang memacu aktivasi makrofag
dan destruksi eritrosit yang terinfeksi.
25
dengan
apusan
darah
tipis
dilakukan
untuk
Hitung
26
Perubahan kadar
kerusakan sel hati adalah AST dan ALT. Kedua enzim tersebut mengkatalisis
27
pemindahan reversible satu gugus amino antara sebuah asam amino dan sebuah
alfa-keto (Kee, 2008).
Aspartat Aminotransferase mengkatalisis pemindahan gugus asam
amino pada aspartat ke gugus keto dari -ketoglutarat membentuk glutamate
dan oksaloasetat.
Reaksi
mendiagnosis
kerusakan sel hati. Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah sedikit di otot
jantung, gijal, serta otot rangka (Kee, 2008).
Di dalam sel hati, AST terdapat di sitoplasma (30%) dan di mitokondria
(70%). Sedangkan ALT hanya terdapat di sitoplasma.
Sehingga pada
peradangan atau kerusakan sel hati pada tahap awal yang menyebabkan
kebocoran membran sel maka peningkatan kadar ALT dalam darah akan
28
melebihi AST (rasio AST/ALT <0,7). Namun, jika kerusakan sel hati terus
berlangsung dan mengakibatkan kerusakan mitokondria maka peningkatan
kadar dalam darah AST akan melebihi ALT (rasio AST/ALT >0,7). Jika rasio
AST/ALT >2 menunjukkan penyakit hati yang berat terutama nekrosis sel hati.
Jika terjadi kerusakan di hati, maka kadar ALT lebih lambat kembali normal
dibandingkan dengan AST (Sudoyo et al., 2009)
29
K. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
Plasmodium berghei
Menginfeksi mencit
Hitung jenis
leukosit
Schizont Rupture
Indeks Parasitemia
Ekstrak Pirson
Parasitemia
ACT (kontrol +)
Efektif
Tidak efektif
2. Kerangka Konsep
Obat malaria :
ACT dan
ekstrak Pirson
Tingkat parasitemia
mencit yang
diinfeksi
Plasmodium berghei
Efektif
Tidak efektif
30
L. Hipotesis
H0 : Pemberian ekstrak daun Pirson (Mallotus subpeltatus) tidak berpengaruh
terhadap tingkat parasitemia mencit (Mus musculus) yang diinfeksi
Plasmodium berghei pada fase eritrosit.
H1 :
terhadap
tingkat
parasitemia
mencit
(Mus
musculus)
yang
diinfeksi
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Peneliti mengadakan
perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di
laboratorium.
32
Sehingga
D. Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
a. Mencit (Mus musculus) jantan galur Swiss webster
b. Berat badan 20-30 g
c. Usia 7-12 minggu
2. Kriteria Ekslusi
a. Terdapat penyakit penyerta pada sampel
b. Mencit mati sebelum dilakukan percobaan
E. Variabel Penelitian
Variabel Bebas
33
ACT
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah 1) mencit (Mus musculus) jantan; 2) Pirson
(Mallotus subpeltatus); 3) etanol 95%; 4) pelet (pakan standar tikus); 5)
34
G. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Daun Pirson (Mallotus subpeltatus)
a. Penyediaan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun Pirson (Mallotus subpeltatus)
yang didapatkan dari daerah Papua. Sampel dibersihkan dari kotoran dan
dicincang menggunakan pisau sampai diperoleh cacahan daun Pirson
(Mallotus subpeltatus) kemudian di keringkan di udara terbuka, setelah
kering sampel ditimbang sebanyak 1 kg.
b. Pembuatan Ekstrak
Cacahan Pirson (Mallotus subpeltatus) yang telah kering
dimaserasi dengan cara dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL dan
ditambahkan etanol 95% hingga terendam. Lalu, dibiarkan selama 4-10
hari kemudian disaring. Selanjutnya filtrat yang diperoleh dipisahkan
dari pelarutnya, pelarut diuapkan dengan bantuan rotary evaporator dan
water bath agar diperoleh ekstrak yang kental, tanpa pelarut (Santoso,
2004).
35
2. Percobaan
a. Persiapan Hewan Coba
Penelitian
ini
menggunakan
hewan
coba
berupa
mencit
(Mus musculus) jantan galur Swiss webster, dengan berat 20-30 g, yang
berumur 7-10 minggu. Hewan tersebut diperoleh dari Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Jakarta Pusat. Mencit dipelihara dalam
kandang yang cukup untuk 1-2 mencit. Kandang yang digunakan terbuat
dari bak plastik yang diberi sekam padi sebagai alas dan ditutup dengan
ram kawat. Mencit dipelihara di dalam kandang dan diberi penerangan
12 jam (jam 06.00-18.00 WIB), selama peme liharaan mencit rata-rata
suhu ruangan minimum 23,6o C dan maksimum 26o C, serta kelembaban
80,6%.
mencit. Pakan yang digunakan untuk hewan coba ini yaitu berupa pelet
yang sudah diatur komposisinya sehingga memenuhi nilai nutrisi.
dan
Pengembangan
Kesehatan
Jakarta
Pusat.
36
malaria maka diuji dengan menggunakan sediaan apus darah tipis. Jika
tingkat parasitemia sudah mencapai >3% maka mulai dilakukan
pemberian ekstrak dan ACT selama 3 hari dengan cara injeksi subkutan
sesuai perlakuan berikut :
1) Perlakuan 0 (P0) adalah mencit yang terinfeksi Plasmudium berghei
tanpa diberikan ekstrak Pirson (Mallotus subpeltatus) maupun ACT
(kontrol negatif).
2) Perlakuan 1 (P1) adalah mencit yang terinfeksi Plasmuduim berghei
yang di beri ACT (kontrol positif).
37
38
39
0,05
g/kgBB
0,0015
ekstrak
daun
Pirson
ekstrak
daun
Pirson
(Mallotus subpeltatus)
P3 = 100 mg/kgBB = 0,1 g/kgBB
Dosis yang akan diberikan ke mencit yaitu:
0,1
g/kgBB
0,003
(Mallotus subpeltatus)
P4 = 150 mg/kgBB = 0,15 g/kgBB
Dosis yang akan diberikan ke mencit yaitu:
0,15 g/kgBB = 0,0045 g/kgBB ekstrak daun Pirson
(Mallotus subpeltatus)
H. Etika Penelitian
Implikasi etik percobaan pada hewan :
1. Hewan coba dipelihara dalam animal house yang memenuhi syarat.
2. Hewan coba diletakan dalam kandang yang nyaman dan diberikan
makanan yang sesuai.
3. Pemberian perilaku dilakukan dengan cepat dan tidak menyakiti hewan
coba.
4. Hewan coba yang hendak dimatikan dilakukan dengan dislokasi servikal.
40
I. Pengamatan
1. Penilaian Parasitemia
Yang diamati pada pada penelitian ini adalah tingkat parasitemia
mencit (Mus musculus) yang telah diinfeksi secara mikroskopis.
Pemeriksaan parasitemia dilakukan dengan cara mengambil darah darah
dari ekor mencit kemudian dibuat apusan darah tipis, sediaan difiksasi
dengan metanol absolut selama 5 menit kemudian digenangi larutan Giemsa
80% selama 30-45 menit, setelah dicuci diperiksa di bawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 1000 dengan diberi minyak emersi. Untuk
melihat persentase parasitemia, seluruhnya diperiksa 1000 eritrosit, baik
yang mengandung parasit maupun tidak.
Perhitungan persentase
100%
Keterangan:
n
41
hari ke-8 pemberian perlakuan. Tiap jenis leukosit dihitung dalam 100 sel
leukosit dan dikalikan 100% sehingga didapatkan persentase tiap jenis
leukosit.
42
Buffer pH 7,5 100 mmol/L, L-Aspartat 500 mmol/L, LDH 1200 U/L dan
reagen 2 (R2/reagen pemulai) sebanyak 100 L yang berisi 2oksoketoglutarat 15 mmol/L, NADH 0,18 mmol/L, didiamkan selama 5
menit
agar
tercampur.
Selanjutnya,
absorbansinya
dibaca
dengan
J. Analisis Data
1. Tingkat parasitemia
Analisis yang digunakan adalah kuantitatif yaitu tingkat parasitemia. Data
angka parasitemia dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian
(ANOVA) pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika Fhitung >
Ftabel.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Plasmodium berghei setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
44
Perlakuan
Hari ke-6
Hari ke-8
P0
4,26 0,81
10,16 1,90
21,80 3,33
P1
5,44 1,92
4, 19 1,61
2,06 0,67
P2
5,84 1,94
7,32 2,04
8,35 2,58
P3
5,84 0,75
4,72 0,53
3,66 0,39
P4
3,90 1,31
3,38 0,98
2,30 0,62
Keterangan :
P0 : kontrol () minyak zaitun
P1 : kontrol (+) ACT (Artemisinin-based Combination Therapy)
P2 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
P4 : Ekstrak daun Pirson 150 mg/kgBB
Dari tabel 4.1 dapat dilihat rata-rata tingkat parasitemia untuk kelompok
perlakuan terapi ekstrak daun Mallotus subpeltatus dengan dosis 100
mg/kgBB, 150 mg/kgBB dan kontrol positif (pada hari ke-4, 6 dan 8)
mengalami penurunan. Diketahui pula bahwa pada hari ke-6 dan ke-8 pasca
terapi seiring dengan bertambahnya dosis ekstrak daun Mallotus subpeltatus
penurunan rata-rata tingkat parasitemia semakin tinggi. Dapat dilihat pula
peningkatan rata-rata tingkat parasitemia pada kelompok perlakuan terapi
45
Tabel 4.2. Hasil analisa uji lanjut uji Duncan variasi dosis terhadap tingkat
parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei
No
Perlakuan
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-8
Keterangan :
P0 : Kontrol () minyak zaitun
P1 : Kontrol (+) ACT (Artemisinin-based Combination Therapy)
P2 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
P4 : Ekstrak daun Pirson 150 mg/kgBB
Signifikan : 0.05
Dari data tabel 4.2. dapat dilihat tingkat parasitemia mencit yang
diinfeksi Plasmodium berghei setiap perlakuan tidak berbeda nyata pada
pengamatan hari ke-4. Sedangkan pada hari ke-6 dan 8, terjadi perbedaan
46
yang nyata antara kontrol (-) dengan dosis ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
dengan kontrol (+), dosis ekstrak daun Pirson 100 dan 150 mg/kgBB.
Tabel 4.3. Hasil analisa uji lanjut uji Duncan waktu pengamatan terhadap
tingkat parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei
No
Perlakuan
Hari ke-6
Hari ke-8
P0
P1
P2
Ab
P3
P4
Ab
Keterangan :
P0 : Kontrol () minyak zaitun
P1 : Kontrol (+) ACT (Artemisinin-based Combination Therapy)
P2 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
P4 : Ekstrak daun Pirson 150 mg/kgBB
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil dari uji Duncan terlihat
perbedaan nyata peningkatan tingkat parasitemia kontrol (-) dan ekstrak daun
Pirson 100 mg/kgBB pada pengamatan hari ke-4, 6, dan 8. Pada kontrol
positif terlihat perbedaan yang nyata pada hari ke-4 dan 6 dengan hari ke-8.
47
Sedangkan pada perlakuan dengan ekstrak daun Pirson 50 dan 150 mg/kgBB
terlihat perbedaan yang nyata pada hari ke-4 dengan hari ke-8, namun pada
hari ke-6 tidak berbeda nyata dengan pengamatan pada hari ke-4 dan 8. Hal ini
memperlihatkan bahwa ada pengaruh dari senyawa-senyawa yang terkandung
di dalam ekstrak daun Pirson dan besar dosis yang diberikan terhadap tingkat
parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei.
80
70
60
50
40
Ket :
P0 : kontrol () minyak zaitun
P1 : kontrol (+) ACT
P2 : Ekstrak daun Pirson 25 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P4: Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
30
20
10
0
P0
P1
P2
P3
P4
yang
48
D. Hasil Pengujian Kadar ALT dan AST pada Mus Musculus Setelah diberi
Perlakuan
Untuk melihat tingkat keamanan penggunaan ekstrak daun Mallotus
subpeltatus maka dilakukan pemeriksaan fungsi hati mencit yang diinfeksikan
dengan Plasmodium berghei.
indikator fungsi hati, bila terjadi kerusakan fungsi hati, maka terjadi
peningkatan AST dan ALT di dalam darah. Hasil pemeriksaan enzim ALT
pada mencit yang diinfeksikan Plasmodium berghei setelah diberi perlakuan
Hari ke-4
400
Hari ke-6
Hari ke-8
300
200
100
0
P0
P1
P2
P3
P4
Ket :
P0 : kontrol () minyak zaitun
P1 : kontrol (+) ACT
P2 : Ekstrak daun Pirson 25 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P4: Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
Gambar 4.2. Diagram pengujian kadar enzim ALT pada setiap perlakuan.
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada hari ke-4 kadar enzim ALT
mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei pada P0, P1, P2, P3, dan P4 masih
dalam keadaan normal. Pada hari ke-6 terjadi kenaikan enzim ALT hampir
semua perlakuan. Pada hari ke-8 kelompok perlakuan terapi ekstrak daun
Mallotus subpeltatus dengan dosis 50 mg/kgBB dan kelompok kontrol negatif
(P0) yang menunjukkan kadar ALT diatas keadaan normal.
49
600
Hari ke6
500
400
300
200
100
0
P0
P1
P2
P3
P4
ket :
P0 : kontrol
P1 : ACT
P2 : 50 mg/kgbb M. subpeltatus
P3 : 100 mg/kgbb M.
subpeltatus
P4 : 150 mg/kgbb M.
subpeltatus
50
BAB V
PEMBAHASAN
51
spesifik. Fungsi ATPase pada sistem kompleks pompa ion Na+/K+ adalah
mengatur kadar ion di dalam sel.
fungsi PfATP6 mengakibatkan penurunan drastis ion kalium dalam sel yang
sangat mematikan parasit (Mutiah et al., 2011).
Pemberian ekstrak daun Mallotus subpeltatus dengan berbagai dosis
yaitu 100 dan 150 mg/kgBB mampu menurunkan tingkat parasitemia. Pada
perlakuan P3 yang diberi ekstrak daun Mallotus subpeltatus 100 mg/kgBB
memperlihatkan penurunan tingkat parasitemia pada setiap hari pengamatan
yaitu pada hari ke-4 (5,84), hari ke-6 (4,72) dan hari ke-8 (3,66).
Pada
52
bahkan lebih baik daripada ACT, namun tidak berbeda nyata. Penurunan
tingkat parasitemia pada P2 dan P3 yang masih dibawah perlakuan P1 dan P4
diperkirakan karena jumlah pemberian dosis eksrak daun Mallotus subpeltatus
yang terlalu kecil sehingga kurang cepat dalam menurunkan tingkat
parasitemia.
Pada tabel 4.2 terlihat pada uji Duncan bahwa ekstrak daun Mallotus
subpeltatus pada satu hari setelah pemberian perlakuan yang pertama (hari
ke-4) belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tingkat parasitemia
mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Pada hari ke-6 dan 8, tingkat
parasitemia yang menurun pada P1, P2 dan P3 berbeda nyata dengan tingkat
parasitemia pada P0 dan P2.
infeksi
malaria
dengan
menghambat
peningkatan
tingkat
parasitemia. Sedangkan pada dosis 100 dan 150 mg/kgBB ekstrak daun
Mallotus subpeltatus tidak berbeda nyata dengan pemberian ACT dengan
dosis dihydroartemisinin 4 mg/kgBB-piperaquine 32 mg/kgBB dalam
menurunkan tingkat parasitemia.
53
Pada tabel 4.3 terlihat pada uji Duncan bahwa pada P0 terjadi
peningkatan tingkat parasitemia yang berbeda nyata. Pada P1, tidak tampak
perbedaan yang nyata pada hari ke-4 dan 6 namun mengalami penurunan
tingkat parasitemia pada hari ke-8. Pada P2, terjadi peningkatan parasitemia
yang tidak berbeda nyata pada hari ke-6, tingkat parasitemia meningkat secara
nyata setelah hari ke-8. Pada P3, penurunan tingkat parasitemia berbeda nyata
pada setiap hari pengamatan. Sedangkan pada P4, terjadi penurunan yang
berbeda nyata pada hari ke-8. Hal ini terjadi karena minyak zaitun tidak
memiliki efek antimalaria. Pemberian ACT dan ekstrak pirson 100 dan 150
mg/kgBB memiliki efek antimalaria dengan penurunan tingkat parasitemia
yang berbeda nyata.
Pada
penelitian ini belum dapat dijelaskan golongan senyawa mana dari flavonoid,
saponin dan tanin yang beraktivitas sebagai antimalaria/antiplasmodium,
karena belum dilakukan isolasi dan uji aktivitas dari isolat.
Menurut de Monbrison, et al., (2006) derivat flavonoid (dehidrosilybin
dan 8-(1;1)-DMA-kaempferide) mempunyai aktivitas sebagai antiplasmodium
secara in vitro. Tanin juga telah terbukti menghambat perkembangan parasit
54
Senyawa
Plasmodium berghei
Limfosit bertugas
mengingat dan mengenali benda yang masuk ke dalam tubuh serta membantu
55
limfosit dalam eliminasi parasit malaria stadium darah diperankan oleh subset
Th1 dan Th2. Sel Th1 memproduksi sitokin proinflamasi yang memacu
aktivasi makrofag dan destruksi eritrosit yang terinfeksi. Selain itu, sel Th2
memacu produksi antibodi spesifik yang menghambat reinvasi eritrosit lebih
banyak. Sedangkan fagosit akan menghancurkan antigen yang disebut
fagositosis. Sel utama yang berperan sebagai fagosit pada malaria yaitu
monosit dan makrofag (Baratawidjaja, 2010).
Sel limfosit merupakan jenis sel darah putih yang agranulosit. Didalam
apusan darah sel limfosit memiliki inti bulat yang kadang-kadang sedikit
bertakik. Limfosit dilepaskan dari sumsum tulang dan apabila sudah masak
mampu berperan dalam respon imunologik, disebut sel imunokompeten. Sel
limfosit imunokompeten dibagi menjadi limfosit B dan limfosit T (Darlina et
al., 2011). Hasil pengamatan jumlah sel limfosit pada semua perlakuan di
sajikan pada gambar 4.2.
Monosit merupakan sel yang terbesar diantara leukosit.
Di dalam
apusan darah, sel monosit inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau
tampak seakan-akan berlipat-lipat. Butir-butir kromatinnya lebih halus dan
tersebar rata dari butir kromatin limfosit.. Rata-rata jumlah monosit yang
ditemukan pada penelitian ini adalah 9,05% (lampiran 6.2). Monosit berperan
sebagai APC (Antigen Presenting Cell), mengenal, menyerang mikroba dan
sel kanker dan juga memproduksi sitokin, mengerahkan pertahanan sebagai
respon terhadap infeksi. Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan
56
Di antara
57
C. Hasil pengujian kadar ALT dan AST pada Mus Musculus setelah diberi
perlakuan
Berdasarkan gambar 4.3 pengujian kadar ALT pada P0, P1, P2, P3 dan
P4 menunjukan kadar ALT pada hari ke-4 masih dalam keadaan normal, yaitu
85-107 U/l. Hal ini selaras dengan ungkapan Saratikov, et al., (2001) dimana
nilai kadar normal ALT yaitu antara 76-208 U/l.
Pada hari ke-6 terjadi kenaikan pada P0, P1, P2, P3 dan P4. Hal ini
disebabkan sel-sel hati telah mengalami kerusakan karena Plasmodium
berghei yang menyerang sel-sel hati telah mencapai fase merozoit dan keluar
dari sel-sel hati untuk menyerang sel-sel eritrosit. Kadar enzim ALT yang
terdapat di dalam sel hati keluar bersamaan dengan Plasmodium berghei dan
masuk kedalam pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan kadar ALT pada
pembuluh darah.
Pada hari ke-8 hanya pada kelompok P0 dan P2 yang menunjukan kadar
ALT dalam keadaan diatas normal yaitu 424 U/l dan 254 U/I.
Hal ini
58
Pada pengujian kadar AST didapatkan pada hari ke-4 telah terjadi
peningkatan kadar AST diatas keadaan normal pada kelompok P0, P1, dan P2
(Gambar 7).
normal AST pada Mus Musculus, Swiss webster jantan yaitu berkisar 30-314
U/l.
Sehingga
59
gangguan fungsi hati tetapi bisa juga terjadi karena penyebab lain di luar hati,
dan bisa juga dianggap normal.
dihasilkan oleh hati, tetapi sebagian kecil diproduksi oleh sel otot, jantung,
pankreas dan ginjal (Lisyani, 2009).
60
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pemberian ekstrak daun Pirson berpengaruh nyata terhadap tingkat
parasitemia mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei pada fase eritrosit.
Ekstrak daun Pirson (Mallotus subpeltatus) dengan dosis 150 mg/kgBB
menunjukkan aktivitas antimalaria paling tinggi terhadap mencit yang
diinduksi Plasmodim berghei.
2. Jenis sel leukosit yang berperan dalam respon imun pada mencit yang
diinfeksi dengan Plasmodium berghei adalah limfosit dan monosit.
3. Ekstrak daun Mallotus subpeltatus dapat melindungi fungsi hati.
B. Saran
Untuk menganalisis lebih lanjut aktivitas antiplasmodium ekstrak daun
Mallotus subpeltatus, maka dipandang perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan rentang dosis yang lebih beragam, uji toksisitas akut, menganalisis
senyawa aktif, mencari farmakokinetik dan hubungan dosis-efek. Selain itu,
perlu dilakukan penelitian organ lain untuk mendapatkan gambaran tingkat
keamanan ekstrak daun Mallotus subpeltatus.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abosl AO, et al., (2006). Vangueria infausta root bark: in vivo and in vitro
antiplasmodial activity. Br J biomed scri, 63(3): 33-129
62
Darlina (2011). Parasit malaria rodensia sebagai model penelitian vaksin dengan
teknik nuklir. Buletin Alara, 13 (2): 53-60.
Darlina, Rahardjo T, Nurhayati S (2011). Perubahan jenis leukosit pada mencit
yang diimunisasi dengan Plasmodium berghei yang diradiasi. Seminar
nasional SDM teknologi nuklir VII, pp: 434-439
Dewi RM, Jekti RP, Harijani A(1996). Keadaan hematologis mencit yang
diinfeksi dengan Plasmodium berghei. Cermin Dunia Kedokteran, 106:
34-36.
Elya, B., A. Juheini dan Emiyanah. 2010. Toksisitas Akut Daun Justicia
gendarussa Burm. Makara Sains. 14 (2) : 129-134
Ganong WF (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 22. Jakarta : EGC.
63
Guyton AC & Hall JE (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 11.
Jakarta: EGC, p: 439-449.
Katzung BG (2007). Farmokologi dasar dan klinik. Edisi ke 10. Jakarta : EGC, p:
884-885.
Laihad F (2011). Eliminasi malaria pada era desentralisasi. Jurnal data dan
informasi kesehatan. Jakarta.
Lisyani, B.S. dan Indranila K.S., 2009. Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik
II. Semarang: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
64
Murray RK, Daryl KG, Victor WR (2009). Biokimia harper. Edisi ke 27. Jakarta :
EGC.
Nugroho, YA (2011). Aktivitas antimalaria (in vivo) kombinasi buah sirih (Piper
betle L), daun miyana (Plectranthus scutellarioides (L.). R. BR.) madu
dan kuning telur pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Buletin penelitian kesehatan, 39(3): 129-137.
65
Saratikov AS, YA, LitvinenkoVN, Burkova AL, Negerovskii TK, Mozhelina VS,
Chuchalin (2001). Antioxidant and Pharm Chem Journal.
Soedarto (2011). Buku ajar parsitologi kedokteran. Jakarta : Sagung Seto, p: 8099.
66
WHO (2012). Global Malaria Programme. World Malaria Report 2012. Fact
Sheet.
67
Yuwono SS, Sulaksono E, Yekti PR (2004). Keadaan nilai normal baku mencit
strain CBR Swiss derived di pusat penelitian penyakit menular : Cermin
kedokteran Volume 94. Jakarta : Grup PT Kalbe Farma.
Zein U (2005). Pemanfaatan tumbuhan obat dalam upaya pemeliharaan kesehatan.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3384.pdf - Diakses Oktober
2013.
68
69
Mencit donor
(positif malaria)
Mencit sehat di
adaptasi (1-7 hari)
Inokulasi PLASMODIUM
berghei 0,2cc
secara intraperitoneal
Randomisasi
P1
Akuades
P2
ACT
P3
25 mg/kgBB
P4
50 mg/kgBB
P5
100mg/kgBB
P1
-
P2
ACT
P3
50 mg/kgBB
P4
100 mg/kgBB
P5
150mg/kgBB
Respon imunitas
seluler
70
200 g
400 g
1,5 kg
2 kg
4 kg
12 kg
70 kg
1,0
7,0
12,25
27,8
29,7
64,1
124,2
387,9
0,14
1,0
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
56,0
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
0,04
0,25
0,44
1,0
1,08
2,4
2,5
14,2
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,1
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
Manusia 0,0026
0,018
0,031
0,07
0,076
0,16
0,32
1,0
Mencit
20 g
Tikus
200 g
Marmot
400 g
Kelinci
1,5 kg
kucing
2 kg
Kera 4
kg
Anjing
12 kg
70 kg
71
Waktu Pengamatan
H4
H6
H8
P0 1
4,30
8,10
17,90
P0 2
5,20
11,90
24,20
P0 3
4,80
10,70
23,30
P0 4
3,10
11,90
25,20
P0 5
3,90
8,20
18,70
Rata-rata
4,26
10,16
21,86
Perlakuan
Waktu Pengamatan
H4
H6
H8
P1 1
4,20
3,10
2,60
P1 2
4,80
3,20
2,10
P1 3
8,10
6,70
2,80
P1 4
3,40
3,03
1,60
P1 5
6,70
4,90
1,20
Rata-rata
5,44
4,19
2,06
72
Perlakuan
Waktu Pengamatan
H4
H6
H8
P2 1
7,30
8,40
9,70
P2 2
4,70
6,40
8,10
P2 3
8,40
10,30
13,8
P2 4
5,10
6,40
8,20
P2 5
3,70
5,10
7,40
Rata-rata
5,84
7,32
8,35
Perlakuan
Waktu Pengamatan
H4
H6
H8
P3 1
6,70
5,20
3,80
P3 2
6,60
5,30
4,20
P3 3
5,10
4,70
3,70
P3 4
5,40
4,30
3,20
P3 5
5,40
4,10
3,40
Rata-rata
5,84
4,72
3,66
73
Perlakuan
Waktu Pengamatan
H4
H6
H8
P4 1
3,90
3,20
2,70
p4 2
4,10
3,00
2,60
P4 3
6,5
5,10
2,80
P4 4
3,70
2,90
2,10
P4 5
3,1
2,70
1,30
Rata-rata
3,90
3,38
2,30
74
Mean
SD
Hari ke-4
4.2600
.81425
Hari ke-6
10.1600
1.89947
Hari ke-8
21.8600
3.33062
Total
12.0933
7.85534
15
Hari ke-4
5.4400
1.92172
Hari ke-6
4.1860
1.60608
Hari ke-8
2.0600
.66933
Total
3.8953
2.00137
15
Hari ke-4
5.8400
1.94371
Hari ke-6
7.3200
2.04132
Hari ke-8
9.4400
2.57740
Total
7.5333
2.55082
15
Hari ke-4
5.8400
.75033
Hari ke-6
4.7200
.53104
Hari ke-8
3.6600
.38471
Total
4.7400
1.06422
15
Hari ke-4
4.2600
1.30690
Hari ke-6
3.3800
.97826
Hari ke-8
2.3000
.62048
Total
3.3133
1.24892
15
Hari ke-4
5.1280
1.50983
25
Hari ke-6
5.9532
2.89055
25
Hari ke-8
7.8640
7.84835
25
Total
6.3151
4.97566
75
Pirson
P0
P1
P2
P3
P4
Total
75
Tabel 4.2. Uji ANNOVA tingkat parasitemia Mus musculus yang diinfeksi
Plasmodium berghei
Source
df
Squares
Corrected Model
1669.174
Intercept
Mean
Sig.
Square
a
Partial Eta
Squared
14
119.227
43.924
.000
.911
2991.005
2991.005
1.102E3
.000
.948
Faktor_A
783.283
195.821
72.142
.000
.828
Faktor_B
98.482
49.241
18.141
.000
.377
Faktor_A * Faktor_B
787.409
98.426
36.261
.000
.829
Error
162.862
60
2.714
Total
4823.041
75
Corrected Total
1832.036
74
Keterangan :
Faktor A : Perlakuan
Faktor B : Pengamatan
76
Subset
N
1
Duncan
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-8
4.2600
10.1600
21.8600
Sig.
1.000
1.000
1.000
Tabel 5.2. Uji Duncan waktu pengamatan terhadap tingkat parasitemia mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei untuk P1
Pengamatan
Subset
N
1
Duncan
Hari ke-8
Hari ke-6
4.1860
Hari ke-4
5.4400
Sig.
2.0600
1.000
.210
Tabel 5.3. Uji Duncan waktu pengamatan terhadap tingkat parasitemia mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei untuk P2
Pengamatan
Subset
N
1
Duncan
Hari ke-4
5.8400
Hari ke-6
7.3200
Hari ke-8
Sig.
7.3200
9.4400
.309
.154
77
Tabel 5.4. Uji Duncan waktu pengamatan terhadap tingkat parasitemia mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei untuk P3
Subset
Pengamatan
a
Duncan
Hari ke-8
Hari ke-6
Hari ke-4
3.6600
4.7200
5.8400
Sig.
1.000
1.000
1.000
Tabel 5.5. Uji Duncan waktu pengamatan terhadap tingkat parasitemia mencit
yang diinfeksi Plasmodium berghei untuk P4
Pengamatan
Subset
N
1
Duncan
Hari ke-8
2.3000
Hari ke-6
3.3800
Hari ke-4
Sig.
3.3800
4.2600
.116
.193
78
Subset
Pirson
a
Duncan
P0
4.2600
P4
4.2600
P1
5.4400
P2
5.8400
P3
5.8400
Sig.
.134
Tabel 6.2. Uji Duncan Variasi Dosis terhadap Tingkat Parasitemia Mencit yang
Diinfeksi Plasmodium berghei pada hari ke-6
Ekstrak
Subset
Daun Pirson
a
Duncan
P4
3.3800
P1
4.1860
P3
4.7200
P2
P0
Sig.
7.3200
10.1600
.203
1.000
1.000
79
Tabel 6.1. Uji Duncan Variasi Dosis terhadap Tingkat Parasitemia Mencit yang
Diinfeksi Plasmodium berghei pada hari ke-4
Subset
Ekstrak
Daun Pirson
a
Duncan
P1
2.0600
P4
2.3000
P3
3.6600
P2
P0
Sig.
9.4400
21.8600
.230
1.000
1.000
80
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Diferensial Leukosit pada Mus Musculus yang Diinfeksi Plasmodium berghei Setelah diberi
Perlakuan
Tabel 7.1. Rata-rata deferensial leukosit pada hari ke-4, 6 dan 8 pada MusMusculus yang diinfeksi Plasmodium berghei
No
1
2
3
4
5
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Rata-rata
Keterangan :,
B
0,5
0
0
0
0
0,1
E
3,7
2,1
3,2
2,2
2,1
2,7
Hari ke-4
N
L
34,2 53,3
34,8 48,3
35,2 57,0
36,7 51,6
38,1 51,4
35,8 52,3
B : Basofil
E : Eosinofil
N : Neutrofil
L : Limfosit
M : Monosit
B
0
0
0
0
0
0
E
3,2
2,0
2,5
2,7
5,0
3,1
Hari ke-8
N
L
31,3 61,3
31,9 56,8
36,8 52,5
37,7 48,7
38,8 44,7
35,3 52,8
M
4,2
9,3
8,2
10,9
11,5
8,8
81
Tabel 7.2. Rata-rata deferensial leukosit pada Mus Musculus yang diinfeksi
Plasmodium berghei setelah diberi perlakuan
No
1
2
3
4
5
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Rata-rata
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
3,10
2,13
2,73
2,50
2,87
29,43
33,40
35,97
37,27
37,73
60,77
53,23
53,60
49,20
50,67
6,53
11,23
7,70
11,03
8,73
0,03
2,67
34,76
53,49
9,05
Keterangan :
P0 : kontrol () minyak zaitun
P1 : kontrol (+) ACT (Artemisinin-based Combination Therapy)
P2 : Ekstrak daun Pirson 50 mg/kgBB
P3 : Ekstrak daun Pirson 100 mg/kgBB
P4 : Ekstrak daun Pirson 150 mg/kgBB
B : Basofil
E : Eosinofil
N : Neutrofil
L : Limfosit
M : Monosit
82
Lampiran 8. Hasil Kadar Enzim ALT dan AST pada Mus Musculus yang
Diinfeksi Plasmodium berghei Setelah diberi Perlakuan
Tabel 8. 1. Kadar enzim ALT pada Mus Musculus yang diinfeksi Plasmodium
berghei setelah diberi perlakuan
NO
Perlakuan
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-8
P0
101
234
424
P1
97
168
110
P2
107
157
254
P3
90
108
81
P4
85
93
77
Tabel 8.2. Kadar enzim AST pada Mus Musculus yang diinfeksi Plasmodium
berghei setelah diberi perlakuan
NO
Perlakuan
Hari ke-4
Hari ke-6
Hari ke-8
P0
547
550
580
P1
460
353
107
P2
482
485
490
P3
252
174
153
P4
194
96
52
83
Gambar 9.3. Giemsa, alkohol, preparat Gambar 9.4. Ekstrak, ACT dan minyak
zaitun
84
85
mencit
86
87
Gambar
12.2.
Cedera
servikal
mencit