TUGAS AKHIR
Oleh:
VITA UXIANA
0710710070
HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
UJI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI ANTIMIKROBA
TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA In Vitro
Oleh:
VITA UXIANA
0710710070
Malang,
Menyetujui untuk diuji,
Pembimbing I
Pembimbing II
dr. Sudiarto, MS
NIP. 19460913 198002 1 001
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Oleh :
Vita Uxiana
NIM: 0710710070
Penguji I
dr. Sudiarto, MS
KATA PENGANTAR
AIhamdulillah, puji Syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat selesai. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program
Pendidikan Dokter Umum Universitas Brawijaya Malang.
Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis juga banyak didukung oleh
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang luar biasa kepada:
1. Dr. dr. Samsul Islam, SpMK. MKes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
2. Prof. DR. dr. Noorhamdani AS, DMM, SpMK. selaku Dosen Pembimbing pertama
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
penulis dengan sabar dan senantiasa memberi masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
3. dr. Sudiarto, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan
dukungan, saran, waktu yang diberikan serta bimbingan baik sejak penulisan hingga
selesainya penulisan Tugas Akhir ini.
4. dr. Soemardini, MPd selaku dosen penguji atas kesediaannya memberikan masukan
dan penilaian untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini
5. Seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Mas Slamet, Mbak Uci, Mas Hendri, dan Ibu Yati untuk keahlian dan ketelatenannya
dalam membantu pelaksanaan penelitian.
6. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya khususnya Dr. Dra. Sri Winarsih, Apt. dan dr. Soemardini, MPd.
7. Terima kasih kepada kedua orang tuaku, kakak dan adikku yang selalu memberikan
dukungan dan memberikan informasi kepada penulis, serta selalu mendoakan
penulis.
8. Sahabat-sahabatku, Novia A Nastiti, Akmal Fawzi, Vatien Rahmawati, Alfian Reddy,
Richi Aditya dan teman-teman yang tergabung dalam penelitian ini yang telah
memberi semangat luar biasa dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
9. Muhamad Faizal Arif C sebagai orang terdekat yang selalu memberikan semangat
dan doa untuk kelancaran penulisan ini.
10. Teman-teman pendidikan dokter angkatan 2007 yang selalu memberikan suasana
menyenangkan dalam menuntut ilmu, semoga tetap kompak sampai lulus nanti.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu
selama ini, baik secara langsung maupun tidak Iangsung.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang membangun untuk penulis sangat penulis harapkan.
Semoga Tugas Akhir ini dapat diterima dan akan bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca yang membutuhkannya.
Penulis
ABSTRAK
Uxiana, Vita. 2011. Uji Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai
Antimikroba Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Tugas Akhir,
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Prof. DR. dr.
Noorhamdani AS, DMM, SpMK. (2) dr. Sudiarto., MS.
ABSTRACT
Uxiana, Vita. 2011. Test Extracts Binahong Leaf (Anredera cordifolia) As Antimicrobial
Against Staphylococcus aureus In Vitro. Final Assignment, School of Medicine
Brawijaya University. Supervisors: (1) Prof. DR. dr. Noorhamdani, AS, DMM,
SpMK. (2) dr. Sudiarto., MS.
Infection is the leader case of disease in world especially at tropical area such as
Indonesia. Treatment of infection disease using antibiotic causes many bacterial
resistance. Some studies showed that binahong has antibacterial activity. Effective
treatment continue to look for in discovery of antimicrobial compounds. One is the
flavanoid, alkaloid, sapopin and polifenol compound in binahong leaf (Anredera
cordifolia) has been known as an effective antimicrobial compound. This study aims to
determine the effectiveness of binahong leaf extract on the growth of bacterial
Staphylococcus aureus in vitro. Samples obtained from bacterial isolates in the
Laboratory of Microbiology FKUB. The concentration of extract used were 0%; 7,5%;
8,75%; 10%; 11,25% and 12,5%. The method used is a tube dilution method. The
statistics are one-way ANOVA showed significant differences in change in the
concentration of binahong leaf extract to the number of Staphylococcus aureus colonies
(p<0,05). Correlation test showed the negative close relationship between the
concentration of extract with the number of colonies (correlation, r = -0.911: p<0,05).
Based on this research, it can be concluded that binahong leaf extract has antimicrobial
effect against Staphylococcus aureus with minimum kill rate is 12,5%.
DAFTAR lSl
Halaman
Judul ................................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii
Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Abstrak .............................................................................................................. vi
Abstract ............................................................................................................. vii
Daftar lsi ............................................................................................................ viii
Daftar Tabel ...................................................................................................... xii
Daftar Gambar .................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................ xiv
Daftar Singkatan ............................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.3.1 Tujuan umum ......................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................. 4
1.4.2 Manfaat Klinis ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Tinjauan Mengenai Tanaman Binahong .......................................... 5
2.1.1 Taksonomi Tanaman Binahong ............................................. 5
2.1.2 Sinonim Tanaman Binahong .................................................. 6
2.2.2
Taksonomi ........................................................................... 11
2.2.3
2.2.4
2.2.5
2.2.6
2.2.7
2.2.8
2.2.9
Resistensi ............................................................................ 17
2.3.2
3.1.2
3.1.3
Pengulangan ....................................................................... 25
4.4.2
4.5.2
4.7.2
4.7.3
4.7.4
4.7.5
4.8.2
4.8.3
4.8.4
4.8.5
5.1.2
5.2.2
5.2.3
5.2.4
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.3 Morfologi dan Sifat Pewarnaan Bakteri Staphylococcus aureus 12
Gambar 3.1
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
ANOVA
: Analisis of Variance
BAP
CFU
IU
: International Unit
KBM
KHM
KN
: Kontrol Negatif
KP
: Kontrol Positif
LD50
: Lethal Dose 50
mg
: miligram
MH
: Mueller Hinton
ml
: milliliter
mm
: milimeter
MRSA
MSA
NaCl
: Natrium Chloride
NAP
OD
: Optical Density
OI
: Original Innoculum
SPSS
TSST-1
: mikrogram
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
bakteri merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada negara berkembang seperti
India, Filipina, Vietnam, Srilangka, dan juga Indonesia. Dalam beberapa tahun ini angka
kejadian infeksi makin meningkat terutama infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi
pada pasien rawat inap di rumah sakit. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
dibeberapa rumah sakit di Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Dilaporkan pula bahwa infeksi nosokomial
mengakibatkan 88.000 pasien di dunia meninggal setiap tahunnya (Wahid, 2007).
Dari data tersebut cukup memberikan bukti bahwa penyakit-penyakit akibat oleh
infeksi nosokomial perlu mendapatkan perhatian serius. Dalam penelitian ini penulis
membahas salah satu bakteri yang sering menyebabkan terjadi infeksi nosokomial di
rumah sakit yaitu Staphylococcus aureus sebesar 21,7% (Aguilar et al., 2003). Bakteri
Staphylococcus aureus merupakan flora normal ditubuh manusia namun bisa juga
menjadi patogen utama pada manusia, karena dapat hidup dalam keadaan yang sulit
dan berkoloni pada kulit sebagian besar manusia. Hampir setiap orang pernah
mengalami berbagai infeksi Staphyloccoccus aureus selama hidupnya dari keracunan
makanan yang berat atau infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa
disembuhkan. Sumber infeksi utama adalah tumpukan bakteri pada lesi manusia,
benda-benda yang terkontaminasi lesi tersebut, dan saluran respirasi serta kulit
manusia. Penyebaran infeksi melalui kontak telah dianggap sebagai faktor penting di
rumah sakit, dimana populasi staf dan pasien yang membawa mikroba yang resisten
antibiotik pada hidung atau kulit mereka (Jawetz et al., 2005). Staphylococcus aureus
umumnya menyebabkan penyakit yang berasal dari makanan, karena bakteri ini
menghasilkan racun yang dapat menimbulkan penyakit (Stehulak, 1998). Diantara
bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan bahanbahan kimia (Dzen dkk, 2003).
Untuk mengatasi permasalahan penyakit infeksi nosokomial yang cukup serius
dibutuhkan penggunaan antimikroba yang berkontribusi efektif untuk menghambat dan
membunuh mikroba tersebut, namun seiring perkembangan dan penggunaan dari
antimikroba, maka kemampuan mikroba untuk bertahan hidup ternyata juga makin
berkembang. Banyak bukti yang menyebutkan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi
resisten terhadap antimikroba salah satu contohnya beberapa galur Staphylococous
aureus yang menghasilakn enzim penisilinase sehingga resisten terhadap obat
golongan penisilin (Dzen dkk, 2003). Tentu saja hal ini menjadi masalah kesehatan bagi
dunia. Oleh karena itu pencarian agen-agen antimikroba baru yang lebih efektif dan
aman terus dilakukan, terutama yang berasal dari bahan alam.
Sekarang banyak masyarakat Indonesia yang mengutamakan pengobatan
secara alami, contohnya antara lain pemanfaatan pengobatan herbal yang sekarang
ramai dibicarakan, namun kebanyakan informasi pengobatan herbal yang ada hanya
sebatas bukti empiris dan belum ada bukti ilmiah, demikian juga dengan tumbuhan
binahong (Anredera cordifolia), Tumbuhan ini sebenarnya bukan tumbuhan asli
Indonesia melainkan tumbuhan obat dari daratan Tiongkok yang dikenal dengan nama
asli Deng San Chi. Tumbuhan ini mudah tumbuh dan biasanya tumbuh merambat
sehingga sering digunakan sebagai gondola atau gapura yang melingkar di atas jalan
taman, tumbuhan yang telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa dan
telah ribuan tahun lamanya dikonsumsi oleh bangsa Tiongkok, Korea, dan Taiwan
(Handayani, 2009).
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) memiliki efek antimikroba
terhadap bakteri Staphylococcus aureus?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Mengetahui
efek
ekstrak
daun
binahong
(Anredera cordifolia)
sebagai
1.3.2
Tujuan Khusus
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis
1.4.2
Manfaat Klinis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisio
: Spermatophyta
Divisio
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Subclass
: Hamamelidae
Ordo
: Caryophyllales
Familia
: Basellaceae
Genus
: Anredera
Spesies
: (Anredera cordifolia)
(Backer, 1986)
2.1.2
: Binahong
Cina
Inggris
2.1.3
dan banyak dipakai sebagai tanaman hias dan obat. Tanaman binahong dibudidayakan
secara generatif, dan merupakan tumbuhan merambat yang berumur panjang
(perennial) dengan tinggi bisa mencapai 5 m. Tanaman ini memiliki batang yang lunak,
silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus
terkadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak
beraturan dan bertekstur kasar (Thitrosoepomo, 1992).
Daun tanaman binahong bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun
berseling, berwarna hijau, berdaun tunggal, dan berbentuk jantung (cordata), memiliki
panjang sekitar 5-10 cm dan lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,
dengan pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata dan permukaannya licin. Tanaman ini
memiliki bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun,
memiliki mahkota berwarna krem keputih-putihan dan memiliki bau yang harum
(Thitrosoepomo, 1992).
2.1.4
kumarin, saponin (steroid dan triterpnoid), tannin (polifenolat), dan sebagainya (Anonim,
2009).
a. Flavanoid
Flavanoid merupakan subtansi fenolik yang berwarna dan ditemukan pada
banyak tumbuhan tingkat tinggi. Lebih dari 3000 macam flavanoid telah diisolasi dari
ekstrak berbagai tumbuhan. Flavanoid dibagi menjadi 12 subgrup sesuai struktur
kimianya,
yaitu:
anthocyanidins,
flavines,
falvonols,
leucoanthosyanins,
flavanonols,
chalcones,
isoflavones,
dihydrochalcones,
anthocyanins,
aurones,
dan
adalah
atropin,
morfin,
nikotin,
quinin,
kafein,
kokain,
dan
striknin
(Hawley,1987).
Banyak diantaranya aktif secara farmakologi, maupun kebanyakan alkaloid
memiliki efek racun,seperti strikinin dan kolkisin, tetapi ada sebagian yang berguna
dibidang medis, seperti opium yang digunakan sebagai anesthesia dan analgesik
(Omulokuli et al,1997).
Alkaloid bersifat antibakteri dengan mengganggu proses replikasi DNA dengan
cara menginaktivasi enzim yang berperan pada proses pemasangan nukleotida pada
pita DNA tunggal setelah dua pita induk DNA bakteri terpisah (Naim, 2005).
c. Saponin
Saponin adalah senyawa yang bersifat larut air dan sebagian larut etanol dan
metanol. Memiliki sifat yang dapat merusak membran sel bakteri secara utuh karena
2.1.5
2.2
2.2.1
aureus
merupakan
penyebab
utama
terjadinya
infeksi
nosokomial yang dilaporkan pada tahun 1990-1996. Di Amerika Serikat, tercatat bahwa
angka kejadian infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA) sebanyak 52,3% dari seluruh infeksi nosokomial. MRSA
saat ini endemic pada banyak rumah sakit dan merupakan penyebab utama terjadinya
pneumonia nosokomial dan infeksi akibat luka bedah (Wise, 2002).
2.2.2
Taksonomi
Bakteri dimasukkan kedalam Kingdom Procaryotes yang terdiri atas dua divisi,
yaitu: Divisi I: Cyanobacteria (bakteri hijau) dan Divisi II: Bacteria (Dzen dkk, 2003).
Bakteri terdiri atas 19 parts (group) dimana 15 parts terdiri atas bakteri-bakteri
yang mempunyai arti penting dalam dunia kedokteran. Yang termasuk lima belas group
tersebut adalah: bakteri berdinding sel berbentuk kokus, batang, dan spiral, yang tidak
berdinding sel yaitu golongan mikoplasma, dan golongan rikettsia. Taksonomi
Staphylococcus aureus adalah, kingdom : Procaryotes, divisi: Bacteria, part 14: gram
2.2.3
bentuk bakteri tetapi pada dasarnya strukturnya terdiri dari dinding sel, membran
sitoplasma, sitoplasma, dan inti sel. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram
positif, tidak membentuk spora, dan bersifat aerob namun dapat anaerob fakultatif
dengan tes katalase menunjukkan hasil yang positif. Staphylococcus berbentuk bulat
(spheres) atau kokus dengan diameter 0,4-1,2 m (rata-rata 0,8m). Bakteri ini tersusun
menggerombol seperti anggur pada pewarnaan dari perbenihan padat dan lepas sendirisendiri, berpasangan atau rantai pendek yang umumnya lebih dari empat sel bila diambil
dari perbenihan cair. Bakteri ini tidak dapat bergerak, namun dapat ditemukan gerakan
Brown dengan cara tetes gantung. Beberapa Staphylococcus dapat membentuk kapsul
dan medium bikarbonat dapat merangsang pembentukannya. bakteri ini dapat menjadi
gram negatif dalam kondisi tertentu bila berasal dari tengah koloni, mengalami
fagositosis oleh sel, atau berasal dari perbenihan yang sudah tua (Dzen dkk, 2003).
Staphylococcus
aureus
adalah
7,4.
Umumnya
untuk
pembiakan
Staphylococcus aureus perlu asam amino dan vitamin-vitamin, misalnya: threonin, asam
nikotinat, dan biotin. Pada isolasi primer dari infeksi (tinja, luka, dsb), perlu garam NaCl
konsentrasi tinggi misalnya 75% atau polimiksin (Polymixin Staphylococcus medium)
pada mediumnya. Medium yang biasa dipakai di laboratorium untuk pertumbuhan
bakteri ini adalah Nutrient Agar Plate (NAP) dan Blood Agar Plate (BAP) (Dzen dkk,
2003).
Medium
NAP
penting
untuk
mengetahui
pembentukan
pigmen
dan
Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni akan
berbentuk bulat dengan diameter 1-2 mm, cembung tapi rata, permukaan mengkilat dan
memiliki konsistensi lunak. Pembentukan pigmen paling baik bila dibiakkan dalam
medium ini pada suhu kamar (20oC). Pigmen ini bersifat: mudah larut alkohol, eter, dan
benzene; bersifat lipochrome, tetap tinggal dalam koloni, tidak berdifusi kedalam
medium. Umumnya bakteri yang membentuk warna kuning emas (aureus) adalah
patogen, namun hubungan antara warna pigmen dengan patogenisitas tidak selalu
tetap. Pigmen tidak terbentuk dalam kondisi anaerob dan perbenihan cair. Medium BAP
dipakai rutin, koloni akan terlihat lebih besar dan pada galur yang ganas akan tampak
zona hemolisis yang jernih disekitar koloni (Dzen dkk, 2003).
2.2.4
Struktur Antigen
2.2.5
pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa
bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim yang berupa toksin:
a. Katalase
Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen. Tes katalase untuk membedakan Staphylococcus positif dari
Staphylococcus negatif.
b. Koagulase
Staphylococcus aureus meghasilkan koagulase, protein yang menyerupai enzim
yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan asam oksalat atau sitrat
dengan adanya suatu faktor yag terdapat dalam serum. Faktor serum beraksi dengan
koagulase untuk membentuk aktivitas penggumpalan, dengan cara yang sama ini untuk
mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Koagulase dapat membentuk fibrin pada
permukaan Staphylococcus, ini bisa mengubah pengerusakannya dalam sel fagosit.
c. Enzim lain
Enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus antara lain hyaluronidase,
staphilokinase, proteinase, lipase, dan beta-laktamase.
d. Eksotoksin
Ini meliputi beberapa toksin yang bersifat letal jika disuntikkan pada binatang,
menyebabkan nekrosis pada kulit. Alfatoksin adalah protein heterogen yang dapat
melisiskan eritrosit dan merusak platelet serta dimungkinkan sama dengan faktor letal
dari enterotoksin.
e. Lekosidin
Dapat membunuh sel darah putih pada binatang. Peran toksin dalam pathogenesis
tidak jelas karena Staphylococcus yang patogenik tidak dapat membunuh sel darah
putih dan dapat difagositosis.
f.
Toksin Eksfoliatif
Toksin ini termasuk dua protein yang menghasilkan deskuamasi generalisata pada
Daya Tahan
2.2.7
adalah bakteri yang patogen oportunistik dimana bakteri tersebut sering menginfeksi
jaringan dan bagian tubuh yang memiliki imunitas yang rendah misalnya: kulit dan
membran mukosa yang rusak. Strain Staphyloccus aureus yang patogen dilengkapi
dengan enzim (koagulase, lipase, esterase) dan toksin untuk dapat hidup dan bertahan
pada jaringan host. Lesi yang disebabkan oleh Staphylococcus dikarenakan invasi pada
folikel rambut dan kelenjar lemak oleh enzim lipase esterase, koagulase,
toksin dan
leukosidin yang melawan reaksi host dan fagositosis. Bahkan setelah fagositosis,
penghancuran intraseluler yang difasilitasi oleh komplemen berlangsung tidak
sempurna. Resistensi ini dapat menyebabkan infeksi yang kronis (Cruicshank, 1978).
2.2.8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.2.9
Resistensi
Staphylococcus
aureus
sensitif
terhadap
beberapa
obat
antimikroba.
2. Resisten terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin dan oksasilin) yang tidak
tergantung pada produksi beta laktamase. Mekanisme resistensi nafsilin
berkaitan dengan kekurangan PBP (Penicillin Binding Protein) tertentu dalam
organisme
3. Galur Staphylococcus aureus yang mempunyai tingkat kerentanan menengah
terhadap vankomisin (kadar hambat minimum 4-8 mg/mL) telah diisolasi di
Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara lain dan ini sangat mendapat
perhatian dari para klinisi. Staphylococcus aureus pada umumnya diisolasi dari
pasien yang menderita infeksi kompleks yang mendapat terapi vankomisin
jangka panjang. Sering terdapat kegagalan terapi dengan vankomisin.
Mekanisme resistensi berkaitan dengan peningkatan sintesis dinding sel dan
perubahan dalam dinding sel serta bukan disebabkan oleh gen van seperti yang
ditemukan pada Enterokokus. Galur Staphylococcus aureus dengan tingkat
kerentanan menengah terhadap vankomisin biasanya resisten terhadap nafsilin
tetapi
pada
umumnya
rentan
terhadap
oxazolidinon
dan
terhadap
quinupristin/dalfopristin.
4. Plasmid juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin,
eritromisin, aminoglikosida dan obat-obat lainnya. Hanya pada beberapa galur
Staphylococcus, hampir semua masih peka terhadap vankomisin (Jawetz et al.,
2005).
2.3
Antimikroba
2.3.1
melalui berbagai macam jalur, antara lain: menghambat sintesis dinding sel (penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin), merusak plasma membran (polimiksin B),
2.3.2
18-24 jam kemudian diamati zona jernih sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba (Dzen dkk, 2003).
Untuk mengevaluasi hasil kepekaan tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Kirby Bauer
Prinsip dari cara Kirby Bauer ini adalah dengan membandingkan diameter dari
area jernih (zona hambatan) di sekitar cakram dengan menggunakan tabel standar
yang dibuat oleh NCCLS (National Committee Centre for Laboratory Standard). Dengan
tabel NCCLS ini dapat diketahui apakah bakteri uji tersebut masuk dalam kriteria
sensitif, sensitif sedang atau resisten.
b. Joan-Stokes
Prinsip dari cara Joan-Stokes ini adalah dengan membandingkan radius zona
hambatan yang terjadi antara bakteri kontrol yang sudah diketahui kepekaannya
terhadap antimikroba tersebut dengan bakteri yang akan diuji. Pada cara ini, prosedur
uji kepekaan untuk bakteri kontrol dan bakteri uji dilakukan bersama-sama dalam satu
cawan petri (Dzen dkk, 2003).
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Konsep
alkaloid
Kemampuan
untuk
berinteraksi/
meletakan diri
di antara DNA
Menghambat
replikasi DNA
saponin
Membentuk
kompleks
polisakarida
Merusak
membran sel
bakteri
tannin
Inhibitor
enzim oleh
senyawa
yang
teroksidasi
Ganggu fungsi
enzim dan
substrat
flavanoid
Berikatan
dengan protein
ekstraselular
dan membran
sitoplasma
Merusakan
membran &
dinding sel
bakteri
3.1.1
Daun Binahong
Khasiat dan kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam Anredera
cordilofia antara lain adalah sebagai antioksidan, asam askrobat, total fenol yang cukup
tinggi, sitotoksik, dan anti bakteri. Daun binahong sendiri mengandung beberapa
senyawa aktif biologi seperti flavanoid, alkoloid, saponin, dan tannin (Rohmawati, 2007).
3.1.2
orang pernah manjalani berbagai infeksi Staphylcoccus aureus selama hidupnya. Dari
keracunan makanan yang berat infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa
disembuhkan (Dzen dkk, 2003).
3.1.3
mikroorganisme karena saponin bersifat merusak membran sel bakteri secara utuh.
Berperan dalam proses perusakan membran sel bakteri dengan cara berikatan dengan
kompleks polisakarida pada dinding sel (Hopkins, 1999).
Aktivitas tannin dengan menghambat sintesis enzim esensial yang diproduksi
mikroba (Cheeke, 2000). Flavanoid merupakan suatu zat aktif yang memiliki efek
antimikroba. Mekanisme berkaitan dengan kemampuan membentuk kompleks dengan
protein polipeptida dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan pada dinding bakteri
dan bakteri lisis (Darusman, 2007).
Alkorolid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik, yang mengandung basa
nitrogen (Hawley, 1987). Mekanisme kerja alkaloid dihubungkan dengan kemampuan
mereka untuk berinteraksi atau meletakkan diri di antara DNA. Adanya zat yang berada
diantara DNA tertentu akan menghambat replikasi DNA itu sendiri, akibatnya terjadi
gangguan replikasi DNA dan menyebabkan terjadinya kematian sel (Naim, 2005).
3.3
Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konsep seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis yang
diambil penulis adalah, ekstrak daun binahong (Anredera cordifiola) memiliki efek
antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorik.
Uji antimikroba secara in vitro dengan menggunakan tube dilution test untuk mengetahui
aktivitas ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) sebagai antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus. Proses ekstraksi daun binahong menggunakan metode
maserasi dengan pelarut metanol. Sedangkan pengujian ekstrak daun binahong sebagai
antimikroba menggunakan metode dilusi tabung. Metode dilusi tabung meliputi dua
tahap, yaitu tahap pengujian bahan pada media broth dan tahap penanaman pada
medium NAP (Nutrient Agar Plate) dengan metode streaking (penggoresan) yang
bertujuan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh
Minimal). Besarnya konsentrasi yang digunakan, ditetapkan melalui eksperimen
pendahuluan.
4.2
4.3
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun binahong
dan menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus yang dimiliki oleh Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
4.4
4.4.1
Pengulangan
Pada penelitian ini, digunakan 5 macam dosis konsentrasi perlakuan berbeda
serta 1 kontrol positif dan 1 kontrol negatif, sehingga jumlah pengulangan yang
digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan rumus estimensi pengulangan sbb
(Loekito, 1998):
p (n-1) 15
7 (n-1) 15
7n 7 15
7n 22
n
22/7
3,1 4
Keterangan:
p = jumlah perlakuan (terdiri dari tujuh macam perlakuan)
n = jumlah ulangan yang diperlukan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka pada penelitian ini masing-masing
perlakuan dilakukan empat kali pengulangan.
4.4.2
Besar Sampel
Setelah diketahui jumlah perlakuan dan pengulangan, maka besar sampel
s = besar sampel
p = jumlah perlakuan (konsentrasi ekstrak daun binahong)
n = jumlah pengulangan
4.5
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu
4.5.1
Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variabel) adalah konsentrasi ekstrak daun
binahong yang dibuat dalam konsentrasi awal 0%; 7,5%; 8,75%; 10%, 11,25%; 12,5%;
dan 100%.
4.5.2
Variabel Tergantung
Variabel Tergantung (dependent variabel) adalah jumlah koloni bakteri
4.6
Definisi Operational
4.6.1
4.6.2
4.6.3
Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar atau konsentarsi minimal larutan
ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus aureus.
4.6.4
Kadar Bunuh Maksimal (KBM) adalah kadar atau konsentrasi minimal larutan
ekstrak daun binahong (Andredera coedifolia) yang mampu membunuh bakteri
uji Staphylococcus aureus.
4.6.5
4.6.6
Kontrol negatif adalah tabung dengan konsentrasi 100% larutan ekstrak daun
binahong.
4.6.7
4.6.8
4.6.9
4.6.10
Pengamatan
kuantitatif
digunakan
untuk
menentukan
pertumbuhan
4.7
4.7.1
4.7.2
4.7.3
6. Gelas obyek
7. Cover glass
8. Bunsen
9. Korek api
10. Spidol permanen
11. Mikroskop
12. Penggaris
13. Colony counter
4.7.4
4.7.5
4.8
Operasional Penelitian
4.8.1
6. Tabung pendingin dihubungkan dengan alat pompa sirkulasi air dingin dengan
bak penampung air dingin melalui pipa plastik, tabung pendingin juga terhubung
dengan pompa vakum dan penampung hasil penguapan.
7. Labu penampung hasil evaporasi diisi dengan hasil ekstraksi, kemudian
dirangkai kembali.
8. Rotary evaporator, alat pompa sirkulasi air dingin dan alat pompa vakum
dinyalakan.
9. Pemanas aquades dinyalakan juga sehingga hasil ekstraksi dalam tabung
penampungan evaporasi ikut mendidih dan pelarut metanol mulai menguap.
10. Hasil penguapan metanol akan dikondensasikan menuju labu penampung
metanol sehingga tercampur dengan hasil evaporasi, sedangkan uap lain
tersedot pompa vakum.
11. Proses evaporasi dilakukan sehingga volume hasil ekstraksi berkurang dan
menjadi kental.
12. Setelah kental maka proses evaporasi dihentikan dan hasil evaporasi diambil.
13. Hasil evaporasi ditampung dalam cawan penguap kemudian dioven selama 2
jam pada suhu 800 C untuk menguapkan pelarut yang tersisa sehingga
didapatkan ekstrak daun binahong 100%.
14. Ekstrak kemudian ditimbang dengan neraca analitik.
4.8.2
diduga Staphylococcus aureus pada NAP, diinkubasikan dalam inkubator selama 18-24
jam pada suhu 370C.
Dilakukan uji konfirmasi, masing-masing dilakukan pewarnaan Gram, tes
katalase, dan tes koagulase. Masing-masing uji konfirmasi adalah sebagai berikut:
4.8.2.1
Pewarnaan Gram
Prosedur Pengecatan Gram
4.8.2.2
Tes Katalase
1. Ambilah sisa pembenihan cair yang sebagian telah dipergunakan untuk tes
koagulase pada tabung.
2. Tetesi dengan larutan H2O2 3%.
4.8.2.3
Tes Koagulase
Teknik untuk melakukan tes koagulase yaitu dengan tabung (tube coagulase
test) :
1. Ambilah tabung reaksi yang kosong.
2. Masukkan kedalam tabung tersebut plasma darah (0,5 ml).
3. Tambahkan perbenihan cair kuman (0,1 ml).
4. Diamkan pada suhu 370C, diamati setiap 0,5 jam selama 4 jam. Bila belum
terjadi reaksi penggumpalan, didiamkan lagi selama 24 jam.
4.8.3
1. Beberapa
koloni
bakteri
Staphylococcus
aureus
dipindahkan
ke
broth
menggunakan oase.
2. Kemudian dilakukan spektrofotometri pada tabung reaksi tersebut dengan
panjang gelombang 625 nm untuk mengetahui optical densisty dari suspensi.
Untuk mendapatkan konsentrasi bakteri sebesar 108 ml yang setara dengan
OD=0,1, dilakukan perhitungan sebagai berikut.
n1 x V1 = n2 x V2
Keterangan
V1 : Volume bakteri yang akan ditambah mengencer
N1 : Nilai absorbansi suspensi (hasil spektrofotometri)
V2 : Volume suspensi bakteri uji (10ml)
N2 : OD (0,1 =setara dengan 108/ml)
3. Sehingga diperoleh volume (ml) bakteri yang akan ditambah pengencer untuk
mendapatkan bakteri dengan konsentrasi 108/ml sebanyak 10ml.
4. Setelah diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 108/ml sebanyak 10ml,
selanjutnya
dilakukan
pengenceran
sebanyak
100
kali
lebih
dengan
4.8.4
4.8.5
Hari 1
0
0
0,925
0,075
0,9125 0,09
0,0875 0,1
Aquades (ml)
0,8875 0,0875 0
0,1125 0,125 2
Ditambahkan identifikasi
bakteri (ml)
1
0
KB : Kontrol Bahan
0%%
7,5%
8,75%%
10%
11,25%
12,5%
100%
KK : Kontrol
Kuman
100%
(KB)
(KK
)
Original inoculum
Hari 2
Keseluruhan yang terjadi pada masing-masing diamati dan ditentukan KHM.
Nilai KHM ditentukan dengan penanaman pada NAP
Hari 3
Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada NAP untuk setiap perlakuan yang diamati
apakah terdapat penurunan jumlah koloni
Analisis data
4.9
Analisis Data
Analisis data menggunakan uji statistik one-way ANOVA, pada taraf
kepercayaan 95% (p<0,05). Uji statistik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
pemberian berbagai macam konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara
peningkatan konsentrasi ekstrak dengan penurunan koloni bakteri digunakan regenerasi
linier dan korelasi sederhana dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05).
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1
Hasil Penelitian
5.1.1
gram.
Pada
pengecatan
gram
dilihat
secara
mikroskopis
yaitu
kokus
gram
positif
bergrombolan
anggur.
Indentifikasi
berikutnya
menggunakan tes koagulase yang menunjukkan hasil koagulase positif, kemudian pada
identifikasi bakteri pada medium MSA, bakteri dapat tumbuh pada konsentrasi NaCI
10% adapaun secara makroskopik apabila di tanam pada medium NAP, koloni bakteri
berwarna kuning keemasan.
5.1.2
binahong, dengan variasi 7,5%; 8,75%; 10%; 11,25%; 12,5% serta konsentrasi 0%
(bakteri tanpa ekstrak) dan konsentrasi 100% (bahan ektsrak) sebagai kontrol positif dan
negatif.
Warna ekstrak daun binahong berwarna hijau kehitaman. Sebelum diinkubasi warnanya
sudah terlihat keruh sehingga penelitian ini tingkat kekeruhan masing-masing
konsentrasi tidak dapat
Pada Gambar 5.1 dapat dilihat makin besar konsentrasi ekstrak maka akan
terlihat makin keruh. Semestinya dengan meningkatnya konsentarsi ekstrak akan terlihat
makin jernih karena pertumbuhan bakteri akan makin menurun seiring dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak. Akibat kekeruhan ini, maka Kadar Hambat Minimal
(KHM) ekstrak daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus tidak dapat
ditentukan dengan metode dilusi tabung.
Masing-masing konsentrasi kemudian distreaking pada NAP (Nutrient Agar
Plate) kemudian diinkubasikan pada suhu 370 selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi,
maka dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah pertumbuhan koloni bakteri pada
masingh-masing plate. Hasil pengamatan dapat dilihat pada sampel di Lampiran 3.
Pada tabung dengan konsentrasi ekstrak 0% (kontrol positif), 7,5%; 8,75%;
10%; 11,25%; 12,5% dan konsentrasi 100% (kontrol negatif) dilakukan streaking pada
NAP. Selanjutnya masing-masing plate dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh
dengan menggunakan colony counter. Cara perhitungan jumlah koloni bakteri tersebut
adalah sebagai berikut: pertama dilakukan pengamatan pertumbuhan koloni pada plate
secara subjektif apakah koloni sangat rapat atau tidak. Apabila sangat rapat maka dipilih
9 kotak yang mewakili tiap-tiap plate jumlah koloni yang didapatkan adalah hasil kali
jumlah koloni 9 kotak dengan luas plate, apabila dalam suatu plate semua koloni dapat
terhitung semua, maka tidak perlu dikalikan luas plate.
Dari pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus dapat ditentukan
Kadar Hambat Minimal (KBM). Konsentrasi ekstrak menunjukkan KBM jika jumlah
koloninya <0,1% dari original inoculum pada rata-rata jumlah koloni dari pengulangan 1,
pengulangan 2, pengulangan 3, dan pengulangan 4. Original inoculum bakteri
Staphylococcus aureus adalah 1600 CFU/plate. Maka dapat konsentrasi KBM-nya
adalah pada konsentrasi 12,5% (0,1% dari 1600 adalah 1,6: konsentrasi ekstrak yang
memenuhi adalah 12,5%). KBM ekstrak daun binahong adalah pada konsentrasi 12,5%.
Menurut
pengamatan
terhadap
hasil
penelitian
jumlah
koloni
bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP pada beberapa macam
konsentrasi ekstrak daun binahong dan kontrol positif (konsentrasi) ekstrak daun
binahong dan kontrol positif (konsentrasi 0%) menunjukkan hasil yang bermacammacam. Hasil seperti ini didapatkan karena adanya perbedaan konsentrasi ekstrak daun
binahong pada perlakuan yang memberikan efek antimikroba yang berbeda terhadap
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.
Pengaruh yang berbeda tersebut dapat dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP setelah diberikan perlakuan dengan
ekstrak daun binahong pada konsentrasi 7,5% dibandingkan dengan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP pada kelompok kontrol
positif (konsentrasi 0%). Dapat diamati bahwa jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus pada medium NAP cenderung lebih rendah dari pemberian ekstrak dengan
konsentrasi 12,5% tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus
pada medium NAP. Sedangkan pada konsentrasi 100% sama sekali tidak didapat
pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP. Oleh karena itu,
berdasarkan penilaian secara diskriptif menurut rata-rata pertumbuhan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP, dapat dikatakan bahwa pemberian
perlakuan berupa ekstrak daun binahong menunjukkan pengaruh sebagai antimikroba
dengan kekuatan berbeda-beda bila dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP secara keseluruhan pada
setiap perlakuan diatas dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 5.2 berikut.
Gambar 5.2 Grafik rata-rata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dengan
kelompok perlakuan konsentrasi ekstrak daun binahong
5.2
Analisis Data
5.2.1
Way Anova, maka untuk mengetahui apakah data yang dapat dianalisis menggunakan
ANOVA atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan uji normalitas dan uji varians
untuk memenuhi syarat ANOVA, yakni data harus mempunyai sebaran normal dan
mempunyai varian yang homogen.
a.
Normalitas Data
Untuk menguji apakah sampel memiliki distribusi normal maka digunakan
yaitu Levane (Levane test homogenity of variances) dengan hasil pengujian sebagai
berikut.
df 1
df2
Sig
1.847
15
.172
Jenis koloni
Staphylococcus
Aureus Based on
Meaan
Oleh karena nilai signifikasi (p) dari uji Levane sebesar 0,172 dan menunjukan
nilai yang lebih besar dari p 0,05 (p>0,05), maka disimpulkan bahwa ragam data jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP relatif homogen.
Karena asumsi homogenitas ragam data telah terpenuhi maka dapat dilakukan
pengujian dengan ANOVA untuk tahap berikutnya.
5.2.2
varians suatu faktor dengan menggunakan variabel numerik. Variabel numerik dengan
satu faktor yang digunakan adalah perbedaan jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus yang tumbuh pada medium NAP pada setiap perlakuan khususnya yang
dipengaruhi oleh pemberian ekstrak daun binahong dengan berbagai konsentrasi yang
di uji coba di Laboratorium Mikrobiologi FKUB. Berdasarkan hasil penelitian yakni jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP yang terdapat
pada lampiran, untuk selanjutnya data yang diolah dan dianalisis untuk mengetahui
perbedaan efek dari berbagai konsentrasi ekstrak binahong terhadap jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.
of
Df
Mean Square
Sig.
4616.005 0.000
Squares
Between Groups
2641894
660473.375
Within Groups
2146.250
15
143.083
Total
2644040
19
Dari hasil uji ANOVA, didapatkan nilai signifikan sebesar 0,000 (p<0,05),
sehingga Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan minimal yang signifikan pada efek
antimikroba ekstrak daun binahong antara dua perlakuan terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.
5.2.3
uji pembandingan berganda (multiple comparisons) dengan uji Tukey (Tukeys test).
Metode ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh pemberian ekstrak
daun binahong sebagai antimikroa terhadap jumlah koloni bakeri Staphylococcus aureus
pada medium NAP pada setiap konsentrasi yang berbeda, hasil dapat dilihat di Tabel
5.3 berikut ini.
Tabel 5.3 Ringkasan Signifikan antara Tiap Konsentrasi pada Uji Tukey dengan
Bentuk Notasi
Dosis perlakuan
Rata-rata
Notasi
12,5%
11,25%
19,75%
10%
64,5%
8,75%
121
7,5%
313
Keterangan:
-Angka- angka yang diikuti huruf menunjukan prebedaan yang tidak bermakna (p>0,05)
-Angka- angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukan perbedaan yang bermakna (p>0,05)
Gambar 5.3 Grafik jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan
pada setiap perlakuan
Plot respon atau efek utama pada Gambar 5.3 tersebut menunjukan besarnya
pengaruh (efek) dari setiap perlakuan, khususnya karena pemberian ekstrak daun
binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada
medium NAP. Dari plot respon dapat ditetapkan urutan efek perlakuan sebagai
antimikroba terhadap koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium
NAP dari yang paling tinggi sampai paling rendah dalam Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Urutan Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang Dipengaruhi
oleh Pemberian Ekstrak Daun Binahong
No
Konsentrasi
0%
1169.750074.19063
7,5%
313.00008.75595
8,75%
121.000010.36018
10%
64.500011.90238
11,25%
19.75007.13569
12,5%
00
100%
00
binahong yang diberikan pada suatu kelompok coba, maka jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP akan makin besar.
5.2.4
sebagai antimikroba terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP, dilakukan uji korelasi hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kesimpulan
-0,911
0.000
signifikan
Pada NAP
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5 di atas, dapat diketahui bahwa
pemberian ekstrak daun binahong sebagai antimikroba dengan jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP (r =-0,911, p=0,000)
mempunyai hubungan (korelasi) yang signifikan (p<0,05), dan kekuatan korelasinya
adalah kuat (nilainya 0,911) dengan arah korelasi negatif (karena korelasi bernilai
negatif). Hal tersebut mempunyai makna bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak daun
binahong cenderung akan menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
yang dihasilkan pada medium NAP, dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi ekstrak yang lebih rendah maupun pada
kelompok kontrol.
R Square
Y = 685.450 29.090 X
83%
Keterangan:
Y
Adapun model regresi dari pengaruh pemberian ekstrak daun binahong dengan
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP yaitu Y
= 685.450 29.090 X , dimana Y adalah jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
sedangkan X adalah konsentrasi daun binahong. Hal ini dapat diartikan bahwa tanpa
dipengaruhi
pemberian
ekstrak
daun
binahong,
maka
jumlah
koloni
bakteri
Staphylococcus aureus pada medium NAP akan cenderung jumlah meningkat secara
konstan sebesar 685.450 koloni bakteri (karena koefisien konstanta bernialai positif).
Namun apabila mempertimbangkan pengaruh dari perlakuan pemberian ekstrak daun
binahong, dimana setiap peningkatan 1% konsentrasi ekstrak daun binahong justru
akan menyebabkan penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
yang
tumbuh pada medium NAP mengalami penurunan hingga 29.090 koloni bakteri.
Berdasarkan dari hasil uji regresi juga didapatkan bahwa nilai koeffisien
determinasi (R Square = r2) yang menyatakan besarnya pengaruh dan pemberian
ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang
dihasilkan pada medium NAP, dalam bentuk presentase, dan presentase sisanya (1- R
Square) ditentukan oleh faktor lain, jadi dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak daun
binahong berpengaruh cukup besar terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus yang dihasilkan pada medium NAP hingga 83%. Sedangkan 17.0% keragaman
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP
tersebut dipengaruhi oleh faktor lain selain pemberian ekstrak daun binahong (Dahlan,
2008). Misalnya faktor medium, kondisi saat dilakukan spektrome
, faktor alat-alat yang digunakan pada penelitian dsb. Sehingga semakin tinggi
konsentrasi pemberian ekstrak daun binahong yang dipergunakan, maka berpengaruh
signifikan dalam menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP.
Terdapat pengaruh signifikan dari pemberian ekstrak daun binahong dalam
menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium
NAP, berdasarkan hasil penelitian dapat ditunjukan dalam bentuk grafik linieritas
sebagai berikut:
Gambar 5.4 Grafik linieritas ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Sthaphylococcus aureus pada setiap perlakuan
Dari grafik linieritas di atas terlihat bahwa garis regresi antara pemberian
ekstrak daun binahong dengan jumlah bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP mengarah ke kanan bawah. Hal tersebut menunjukkan adanya
linieritas dari pemberian ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP. Artinya, peningkatan
perlakuan berupa pemberian konsentrasi daun binahong cenderung akan menurunkan
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP,
dibandingkan dengan jumlah koloni Staphylococcus aureus pada konsentrasi yang lebih
rendah maupun kelompok kontrol.
BAB 6
PEMBAHASAN
aureus.
Berdasarkan
analisis
pengujian
berganda
(multiple
83% sedangkan sisanya 17% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
(Dahlan, 2008).
Efek antimikroba daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus
diperankan zat-zat aktif yang larut dalam metanol, sebab metode ekstraksi pada
penelitian ini menggunakan pelarut metanol, diperkirakan zat-zat aktif yang larut dalam
metanol adalah adalah flavanoid, alkaloid, polifenol, dan tannin (Darusman, 2007).
Aktivitas flavanoid ini disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks
berikatan dengan protein ekstraseluler, protein soluble dan dinding sel. Flavanoid yang
bersifat lipofollik mempunyai kemampuan akan merusak membran sel mikroba.
Rusaknya membran dan dinding sel akan menyebabkan metabolit penting di dalam sel
akan keluar, akibatnya terjadi kematian sel (Tsuchiya et al., 1996). Alkaloid merupakan
senyawa nitrogen heterosiklik, yang mengandung basa nitrogen. Mekanisme kerja dari
alkloid dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinteraksi atau melekatkan diri
di antara DNA. Adanya zat yang berada di antara DNA akan menghambat replikasi DNA
itu sendiri, akibatnya terjadi gangguan replikasi DNA yang akhirnya akan menyebabkan
kematian sel (Naim, 2005). Tannin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi
sebagai growth inhibitor sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroba (Cheeke,
2000). Sedangkan mekanisme kerja saponin pada mikroorganisme adalah berkaitan
dengan kompleks polisakarida pada dinding sel, sehingga dapat merusak dinding sel
dari bakteri tersebut (Hopkins, 1999).
Dengan melihat fakta hasil penelitian yakni adanya penurunan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus seiring dengan peningkatan konsentrasi perlakuan yang
diperkuat dengan data kandungan bahan aktif ekstrak daun binahong yang mampu
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, maka dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun binahong terbukti memiliki efek sebagai antimikroba terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang telah disusun
sebelumnya adalah benar.
Keterbatasan penelitian ini antara lain pada metode pembuatan ekstrak yang
bersifat acak dan kasar, jumlah pasti masing-masing bahan aktif yang dihasilkan dari
proses ekstraksi tidak diketahui secara pasti. Bahan aktif tersebut bekerja sendiri-sendiri
ataupun bersama-sama untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Adanya variasi biologis dari masing-masing spesies daun binahong juga dapat
mempengaruhi jumlah bahan aktif antimikroba. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi
adalah Iamanya masa penyimpanan ekstrak. Makin lama disimpan, maka sensitifitas
ekstrak biasanya akan menurun. Akan tetapi ada beberapa ekstrak yang mengalami
peningkatan efek.
Aplikasi klinis yang mungkin penelitian ini adalah penggunaan ekstrak daun
binahong secara topikal untuk pengobatan infeksi Staphylococcus aureus pada kulit.
Sedangkan untuk penggunaan secara sistemik, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut, yaitu melalui pengujian pada hewan coba maupun pengujian pada manusia (uji
klinik). Sebelum calon obat baru dapat dicobakan pada manusia, dilakukan penelitian
terlebih dahulu untuk menentukan farmakodinamik, farmakokinetik dan efek toksiknya
pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup pengembangan teknik
analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan
biologis. Semuanya dilakukan untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil
resiko yang merugikan pada penelitian terhadap manusia. Studi toksikologi pada hewan
umumnya dilakukan 3 tahap yaitu penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya
dosis tunggal yang membunuh 50% sekelompok hewan coba (LD50), penelitian
toksisitas jangka panjang meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat
dalam jangka panjang, penelitian toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap sistem
reproduksi termasuk teratogenitas, uji karsinogenitas, dan mutagenisitas, serta uji
ketergantungan. Sedangkan pengujian pada manusia (uji klinik) terdiri dari uji fase I
sampai IV (Setiawati, 2007). Pada dasarnya uji klinik tersebut bertujuan untuk
memastikan efikasi, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada
manusia akibat pemberian suatu obat (Setiawati, 2007), dalam hal ini adalah obat yang
berasal dari daun binahong.
BAB 7
PENUTUP
7.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun binahong terbukti memiliki efek sebagai antimikroba terhadap
bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro.
2. Makin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka makin rendah tingkat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
3. Kadar Hambat Minimal (KHM) dari penelitian ini tidak dapat ditentukan karena
sebelum maupun sesudah diinkubasi pertumbuhan bakterinya tetap keruh
sehingga tidak dapat diinterpretasikan KHM-nya.
4. Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak daun binahong yang dapat membunuh
bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 12,5%.
7.2
Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan dari penelitian ini adalah:
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui presentase masing-masing bahan
aktif yang terkandung di dalam ekstrak daun binahong.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahan aktif apa yang paling
berperan sebagai antimikroba pada ekstrak daun binahong
3. Diharapkan dapat dilakukan penelitian Iebih Ianjut tentang efek antimikroba daun
binahong pada bakteri lain, jamur maupun virus.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, G., W. A Hammerman, R. Edward and S. L. Kaplan. 2003. Clindamycin
treatment of invasive infection caused by community-acquired methicilinresistant
and methicilin susceptible Staphylococcus aureus in children. Pediatr Infect Dis
J. 22:593-8.
Anonim. 2009. KIR Binahong. (Online). http://www.scribd.com/doc/19009447/ khasiatbinahong, diakses 2 Desember 2009. 19.45.
Backer C, RC Bakhuizen van den Brink. 1986. Flora of Java Vol III. Groningen: Wolters
Noordhoff.
Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications saponin. Plant products as
antimicrobial agents. Clinical Microbiology Rev. 12(4), pp: 564-582.
Dahlan, SM. 2008. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika. Hal 83-95, 155-162, 195-200.
Desphande S. 2002. Handbook of Food Toxicology. New York: Marcel Dekker Inc.
Hidayati I. 2009. Uji Aktivitas Salep Ekstrak Daun Binahong sebagai Penyembuh Luka
Bakar pada Kulit Punggung Kelinci (Online).
(http://docs.google.com\viewer?a=v&q=cache:zbu4pXIX7sJ). Diakses 10
Desember 2010.
Hopkins G. 1999. Introduction to Plant Physiology 2nd edition. Toronto: John Wiley &
Sons Inc.
Jawetz, Melnick, Adelbergs. 2005. Medical Microbiology 24th Edition. United State: The
McGraw-Hill companies.
Jensen M. 1989. Introduction to Microbiology for the health Science 2nd edition. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
Naim, R. 2005. Senyawa antimikroba dari tanaman. Harian Kompas edisi Rabu, 15
September 2004 (http://kompas.com/kompas-cetak/contactus.htm diakses
tanggal 1 Desember 2009 pukul 14.30 WIB).
Pink A. 2008. Profile for Anredera cordifolia (heartleaf madeiravine). Gardening for the
Million. United States: Project Gutenberg Inc.
Setiawati EC. 2007. Pengaruh pemberian campuran produk ekstrak kering daun dewa
(Gynura procumbens Lour) dan daging buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Scheff Boerl) terhadap kadar glukosa darah tikus putih jantan normal
yang dibebani glukosa. Risalah Temu llmiah Farmasi Klinik II tahun 2007.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hal: 268-299.
LAMPIRAN
: Vita Uxiana
NIM
: 0710710070
Program Studi
: Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari
dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Vita Uxiana
0710710070
Original inoculum
Kontrol Kuman
Konsentrasi 7.5%
Konsentrasi 8.75%
Konsentrasi 10%
Konsentrasi 11.25%
Konsentrasi 12.5%
Penggulangan
1
0%
1254
7.5%
Jumlah Koloni
Rata-rata
Bakteri
Koloni Bakteri
1130
1089
1206
4678
1169.75
310
302
319
321
1251
313
8.75%
122
132
107
123
484
121
10%
74
51
58
75
258
64.5
11.25%
27
22
10
20
79
19.75
12.5%
100%
Tabel L3.10 Konversi konsentrasi persen ekstrak daun binahong yang digunakan
dalam miligram (mg)
Konsentrasi ekstrak dalam %
Konversi dalam mg
7.5%
750 mg
8.75%
875 mg
10%
1000 mg
11.25%
1125 mg
12.5%
1250 mg
28
Mean
241.1429
Std. Deviation
685.450
Most Extreme
Absolute
.512
Differences
Positive
.512
Negative
-.344
Koloforov-Smirnov Z
2.710
.091
df2
Sig
15
.172
Uji Kolerasi
Correlations
Konsentrasi
konsentrasi
Koloni
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Koloni
1
28
-.911**
.000
28
-.911**
.000
28
1
28
241.1429
21.4286
Std. Deviation
400.52500
32.88890
N
28
28
Variables Entered/Removed
Model
Variabeles
Entered
a
Konsentrasi
a. All requested variables entered
b. Dependent Variable koloni
Model
1
Variables
Removed
Method
.
Model Summary
R Square
.911*
a. Predictors: (Constant), konsentrasi
.830
Enter
Adjusted R
Square
.820
Model
ANOVA
df
Sum of
Squares
Regression
557422.0
Residual
3773925
Total
4331347
a. Predictors: (Constant), konsentrasi
b. Dependent variable: koloni
Mean Square
1
26
27
557422.026
145150.977
F
503.840
Sig.
.001*