Anda di halaman 1dari 86

UJI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI ANTIMIKROBA

TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA In Vitro

TUGAS AKHIR

Oleh:
VITA UXIANA
0710710070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
UJI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI ANTIMIKROBA
TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA In Vitro

Oleh:

VITA UXIANA
0710710070

Malang,
Menyetujui untuk diuji,

Pembimbing I

Prof. DR. dr. Noorhamdani AS, DMM, SpMK


NIP. 19501110 198002 1 001

Pembimbing II

dr. Sudiarto, MS
NIP. 19460913 198002 1 001

HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

UJI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI ANTIMIKROBA


TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA In Vitro
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Umum

Oleh :
Vita Uxiana
NIM: 0710710070

Telah diuji pada


Hari
: Rabu
Tanggal
: 1 Februari 2011
dan dinyatakan lulus oleh:

Penguji I

dr. Soemardini, MPd


NIP. 19460307 197903 2 001
Penguji II / Pembimbing I

Penguji III / Pembimbing II

Prof. DR. dr. Noorhamdani AS, DMM, SpMK

dr. Sudiarto, MS

NIP. 19501110 198002 1 001

NIP. 19460913 198002 1 001

KATA PENGANTAR

AIhamdulillah, puji Syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat selesai. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program
Pendidikan Dokter Umum Universitas Brawijaya Malang.
Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis juga banyak didukung oleh
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang luar biasa kepada:
1. Dr. dr. Samsul Islam, SpMK. MKes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
2. Prof. DR. dr. Noorhamdani AS, DMM, SpMK. selaku Dosen Pembimbing pertama
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
penulis dengan sabar dan senantiasa memberi masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
3. dr. Sudiarto, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan
dukungan, saran, waktu yang diberikan serta bimbingan baik sejak penulisan hingga
selesainya penulisan Tugas Akhir ini.
4. dr. Soemardini, MPd selaku dosen penguji atas kesediaannya memberikan masukan
dan penilaian untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini
5. Seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Mas Slamet, Mbak Uci, Mas Hendri, dan Ibu Yati untuk keahlian dan ketelatenannya
dalam membantu pelaksanaan penelitian.
6. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya khususnya Dr. Dra. Sri Winarsih, Apt. dan dr. Soemardini, MPd.

7. Terima kasih kepada kedua orang tuaku, kakak dan adikku yang selalu memberikan
dukungan dan memberikan informasi kepada penulis, serta selalu mendoakan
penulis.
8. Sahabat-sahabatku, Novia A Nastiti, Akmal Fawzi, Vatien Rahmawati, Alfian Reddy,
Richi Aditya dan teman-teman yang tergabung dalam penelitian ini yang telah
memberi semangat luar biasa dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
9. Muhamad Faizal Arif C sebagai orang terdekat yang selalu memberikan semangat
dan doa untuk kelancaran penulisan ini.
10. Teman-teman pendidikan dokter angkatan 2007 yang selalu memberikan suasana
menyenangkan dalam menuntut ilmu, semoga tetap kompak sampai lulus nanti.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu
selama ini, baik secara langsung maupun tidak Iangsung.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang membangun untuk penulis sangat penulis harapkan.
Semoga Tugas Akhir ini dapat diterima dan akan bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca yang membutuhkannya.

Malang, 1 Februari 2011

Penulis

ABSTRAK
Uxiana, Vita. 2011. Uji Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai
Antimikroba Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Tugas Akhir,
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Prof. DR. dr.
Noorhamdani AS, DMM, SpMK. (2) dr. Sudiarto., MS.

lnfeksi merupakan penyebab utama penyakit di dunia terutama di daerah tropis,


seperti Indonesia. Pengobatan penyakit akibat infeksi menggunakan antibiotik banyak
menimbulkan resistensi bakteri. Pengobatan yang efektif terus dicari dalam penemuan
senyawa antimikroba. Salah satunya adalah senyawa flavanoid, alkaloid, saponin dan
polifenol yang terdapat dalam daun binahong (Anredera cordifolia) yang diketahui
sebagai senyawa antimikroba yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus secara in vitro. Sampel diperoleh dari isolat bakteri di
Laboratorium Mikrobiologi FKUB. Konsentrasi ekstrak yang dipakai yaitu 0%; 7,5%;
8,75%; 10%; 11,25% dan 12,5%. Metode yang digunakan adalah metode dilusi tabung.
Hasil statistik one-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada
perubahan konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni Staphylococcus
aureus (p<0,05). Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan negatif yang erat antara
konsentrasi ekstrak dengan jumlah koloni (Korelasi, r = -0,911: p<0,05). Berdasarkan
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun binahong mempunyai efek
antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dengan kadar bunuh minimumnya adalah
12,5%.
Keywords: Staphylococcus aureus, ekstrak daun binahong, antimikroba.

ABSTRACT
Uxiana, Vita. 2011. Test Extracts Binahong Leaf (Anredera cordifolia) As Antimicrobial
Against Staphylococcus aureus In Vitro. Final Assignment, School of Medicine
Brawijaya University. Supervisors: (1) Prof. DR. dr. Noorhamdani, AS, DMM,
SpMK. (2) dr. Sudiarto., MS.

Infection is the leader case of disease in world especially at tropical area such as
Indonesia. Treatment of infection disease using antibiotic causes many bacterial
resistance. Some studies showed that binahong has antibacterial activity. Effective
treatment continue to look for in discovery of antimicrobial compounds. One is the
flavanoid, alkaloid, sapopin and polifenol compound in binahong leaf (Anredera
cordifolia) has been known as an effective antimicrobial compound. This study aims to
determine the effectiveness of binahong leaf extract on the growth of bacterial
Staphylococcus aureus in vitro. Samples obtained from bacterial isolates in the
Laboratory of Microbiology FKUB. The concentration of extract used were 0%; 7,5%;
8,75%; 10%; 11,25% and 12,5%. The method used is a tube dilution method. The
statistics are one-way ANOVA showed significant differences in change in the
concentration of binahong leaf extract to the number of Staphylococcus aureus colonies
(p<0,05). Correlation test showed the negative close relationship between the
concentration of extract with the number of colonies (correlation, r = -0.911: p<0,05).
Based on this research, it can be concluded that binahong leaf extract has antimicrobial
effect against Staphylococcus aureus with minimum kill rate is 12,5%.

Keywords: Staphylococcus aureus, binahong leaf extract, antimicrobial.

DAFTAR lSl
Halaman
Judul ................................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii
Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Abstrak .............................................................................................................. vi
Abstract ............................................................................................................. vii
Daftar lsi ............................................................................................................ viii
Daftar Tabel ...................................................................................................... xii
Daftar Gambar .................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................ xiv
Daftar Singkatan ............................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.3.1 Tujuan umum ......................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................. 4
1.4.2 Manfaat Klinis ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Tinjauan Mengenai Tanaman Binahong .......................................... 5
2.1.1 Taksonomi Tanaman Binahong ............................................. 5
2.1.2 Sinonim Tanaman Binahong .................................................. 6

2.1.3 Morfologi dan Identifikasi Tanaman Binahong ........................ 6


2.1.4 Kandungan Tanaman Binahong............................................. 7
2.1.5 Pemakaian Dalam Pengobatan.............................................. 10
2.2 Tinjauan Mengenai Staphylococcus aureus .................................... 10
2.2.1

Epidemiologi lnfeksi Staphylococcus aureus........................ 10

2.2.2

Taksonomi ........................................................................... 11

2.2.3

Morfologi dan Identifikasi ..................................................... 11

2.2.4

Struktur Antigen ................................................................... 13

2.2.5

Toksin dan Enzim ................................................................ 14

2.2.6

Daya Tahan ......................................................................... 15

2.2.7

Patogenesis Staphylococcus aureus ................................... 16

2.2.8

Manifestasi Klinis Staphylococcus aureus ........................... 16

2.2.9

Resistensi ............................................................................ 17

2.3 Antimikroba ..................................................................................... 18


2.3.1

Mekamisme Umum Antimikroba .......................................... 18

2.3.2

Uji Kepekaan Antimikroba.................................................... 19


2.3.2.1 Metode Dilusi ............................................................ 19
2.3.2.2 Metode Difusi Cakram .............................................. 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP .......................................................................... 21


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 21
3.1.1

Daun Binahong .................................................................... 22

3.1.2

Bakteri Staphylococcus aureus ............................................ 22

3.1.3

Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri dan bahan


antimikroba .......................................................................... 22

3.2 Hipotesis Penelitian......................................................................... 23


BAB 4 METODE PENELITIAN ......................................................................... 24

4.1 Desain Penelitian ............................................................................ 24


4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 24
4.3 Sampel Penelitian ........................................................................... 24
4.4 Pengulangan dan Besar Sampel ..................................................... 25
4.4.1

Pengulangan ....................................................................... 25

4.4.2

Besar Sampel ...................................................................... 25

4.5 Variabel Penelitian .......................................................................... 26


4.5.1

Variabel Bebas .................................................................... 26

4.5.2

Variabel Tergantung ............................................................ 26

4.6 Definisi Operational ......................................................................... 26


4.7 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 28
4.7.1

Alat untuk Pembuatan Ekstrak Daun Binahong ................... 28

4.7.2

Bahan untuk Pembuatan Ekstrak Daun Binahong ............... 28

4.7.3

Alat untuk Tes Kepekaan Bakteri ......................................... 28

4.7.4

Bahan untuk Tes Kepekaan Bakteri ..................................... 29

4.7.5

Alat dan Bahan untuk Uji Dilusi Tabung ............................... 29

4.8 Operational Penelitian ..................................................................... 30


4.8.1

Pembuatan Ekstrak Daun Binahong .................................... 30

4.8.2

Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus .......................... 31


4.8.2.1 Pewarnaan Gram ..................................................... 32
4.8.2.2 Tes Katalase ............................................................ 32
4.8.2.3 Tes Koagulase ......................................................... 32

4.8.3

Pembuatan Suspensi Bakteri (106 CFU/ml) ......................... 33

4.8.4

Uji Sensitivitas Antimikroba.................................................. 34

4.8.5

Rancangan Operasional Penelitian ...................................... 35

4.9 Analisis Data ................................................................................... 36

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ......................................... 37


5.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 37
5.1.1

ldentifikasi Bakteri Staphylococcus aureus ........................... 37

5.1.2

Hasil Pengamatan Kekeruhan dan Perhitungan Jumlah Koloni


Bakteri Staphylococcus aureus ............................................ 37

5.2 Analisis Data ................................................................................... 41


5.2.1

Uji Asumsi Data ................................................................... 41

5.2.2

Analisis One-Way ANOVA ................................................... 42

5.2.3

Pengujian Berganda (Multiple Comparisons) ....................... 43

5.2.4

Pengujian Kolerasi dan Regresi ........................................... 46

BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................... 50


BAB 7 PENUTUP ............................................................................................. 56
7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 56
7.2 Saran .............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 57
LAMPIRAN ....................................................................................................... 61

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1

Uji kesamaan ragam dengan Uji Levene ...................................... 42

Tabel 5.2

Ringkasan Hasil Uji ANOVA ......................................................... 43

Tabel 5.3

Ringkasan Signifikansi antara Tiap Konsentrasi pada Uji Tukey


dengan Bentuk Notasi................................................................... 44

Tabel 5.4

Urutan Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang


Dipengaruhi oleh Pemberian Ekstrak Daun Binahong .................. 45

Tabel 5.5

Uji Korelasi ................................................................................... 46

Tabel 5.6

Model Regresi .............................................................................. 47

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.3 Morfologi dan Sifat Pewarnaan Bakteri Staphylococcus aureus 12
Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 21

Gambar 5.1

Perbandingan Tingkat Kekeruhan Tiap Konsentrasi Ekstrak


pada Medium MH Broth ........................................................... 38

Gambar 5.2

Grafik rata-rata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus


dengan kelompok perlakuan konsentrasi ekstrak daun
binahong ................................................................................. 40

Gambar 5.3

Grafik jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang


dihasilkan pada setiap perlakuan ............................................. 44

Gambar 5.4

Grafik linieritas ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni

bakteri Staphylococcus aureus pada setiap perlakuan48

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................ 61


Lampiran 2 Alat dan Bahan ............................................................................. 62
Lampiran 3 Identifikasi Bakteri dan Hasil Penelitian ........................................ 63
Lampiran 4 Uji Statistik .................................................................................... 68

DAFTAR SINGKATAN

ANOVA

: Analisis of Variance

BAP

: Blood Agar Plate

CFU

: Colony Forming Unit

IU

: International Unit

KBM

: Kadar Bunuh Minimum

KHM

: Kadar Hambat Minimum

KN

: Kontrol Negatif

KP

: Kontrol Positif

LD50

: Lethal Dose 50

mg

: miligram

MH

: Mueller Hinton

ml

: milliliter

mm

: milimeter

MRSA

: Metichillin Resistant Staphylococcus aureus

MSA

: Manitol Salt Agar

NaCl

: Natrium Chloride

NAP

: Nutrient Agar Plate

OD

: Optical Density

OI

: Original Innoculum

SPSS

: Statistical Product of Service Solution

TSST-1

: Toxin Shock Syndrome 1

: mikrogram

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penyakit infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti

bakteri merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada negara berkembang seperti
India, Filipina, Vietnam, Srilangka, dan juga Indonesia. Dalam beberapa tahun ini angka
kejadian infeksi makin meningkat terutama infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi
pada pasien rawat inap di rumah sakit. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
dibeberapa rumah sakit di Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Dilaporkan pula bahwa infeksi nosokomial
mengakibatkan 88.000 pasien di dunia meninggal setiap tahunnya (Wahid, 2007).
Dari data tersebut cukup memberikan bukti bahwa penyakit-penyakit akibat oleh
infeksi nosokomial perlu mendapatkan perhatian serius. Dalam penelitian ini penulis
membahas salah satu bakteri yang sering menyebabkan terjadi infeksi nosokomial di
rumah sakit yaitu Staphylococcus aureus sebesar 21,7% (Aguilar et al., 2003). Bakteri
Staphylococcus aureus merupakan flora normal ditubuh manusia namun bisa juga
menjadi patogen utama pada manusia, karena dapat hidup dalam keadaan yang sulit
dan berkoloni pada kulit sebagian besar manusia. Hampir setiap orang pernah
mengalami berbagai infeksi Staphyloccoccus aureus selama hidupnya dari keracunan
makanan yang berat atau infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa
disembuhkan. Sumber infeksi utama adalah tumpukan bakteri pada lesi manusia,
benda-benda yang terkontaminasi lesi tersebut, dan saluran respirasi serta kulit
manusia. Penyebaran infeksi melalui kontak telah dianggap sebagai faktor penting di
rumah sakit, dimana populasi staf dan pasien yang membawa mikroba yang resisten

antibiotik pada hidung atau kulit mereka (Jawetz et al., 2005). Staphylococcus aureus
umumnya menyebabkan penyakit yang berasal dari makanan, karena bakteri ini
menghasilkan racun yang dapat menimbulkan penyakit (Stehulak, 1998). Diantara
bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan bahanbahan kimia (Dzen dkk, 2003).
Untuk mengatasi permasalahan penyakit infeksi nosokomial yang cukup serius
dibutuhkan penggunaan antimikroba yang berkontribusi efektif untuk menghambat dan
membunuh mikroba tersebut, namun seiring perkembangan dan penggunaan dari
antimikroba, maka kemampuan mikroba untuk bertahan hidup ternyata juga makin
berkembang. Banyak bukti yang menyebutkan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi
resisten terhadap antimikroba salah satu contohnya beberapa galur Staphylococous
aureus yang menghasilakn enzim penisilinase sehingga resisten terhadap obat
golongan penisilin (Dzen dkk, 2003). Tentu saja hal ini menjadi masalah kesehatan bagi
dunia. Oleh karena itu pencarian agen-agen antimikroba baru yang lebih efektif dan
aman terus dilakukan, terutama yang berasal dari bahan alam.
Sekarang banyak masyarakat Indonesia yang mengutamakan pengobatan
secara alami, contohnya antara lain pemanfaatan pengobatan herbal yang sekarang
ramai dibicarakan, namun kebanyakan informasi pengobatan herbal yang ada hanya
sebatas bukti empiris dan belum ada bukti ilmiah, demikian juga dengan tumbuhan
binahong (Anredera cordifolia), Tumbuhan ini sebenarnya bukan tumbuhan asli
Indonesia melainkan tumbuhan obat dari daratan Tiongkok yang dikenal dengan nama
asli Deng San Chi. Tumbuhan ini mudah tumbuh dan biasanya tumbuh merambat
sehingga sering digunakan sebagai gondola atau gapura yang melingkar di atas jalan
taman, tumbuhan yang telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa dan
telah ribuan tahun lamanya dikonsumsi oleh bangsa Tiongkok, Korea, dan Taiwan
(Handayani, 2009).

Secara khusus seluruh bagian-bagian tumbuhan binahong bisa dipergunakan


sebagai pengobatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, misalnya biji binahong
dapat dipergunakan untuk penyembuhan diabetes, pembengkakan liver, dan radang
usus, sementara daun binahong dimanfaakan untuk reumatik dan penyembuhan luka
infeksi. Pada penelitian yang meneliti tentang kandungan daun-daun tanaman
menjelaskan bahwa dalam daun binahong terdapat aktivitas antioksidan dan total fenol
yang cukup tinggi. Daun binahong diketahui mempunyai kandungan asam oleanolik.
Asam oleanoik merupakan golongan triterpenoid, selain itu terdapat pula saponin,
flavanoid, dan alkaloid (Wongso, 2008).
Berdasarkan beberapa informasi tersebut diatas, maka sangat menarik dilakukan
penelitian lanjutan dan terfokus untuk mengetahui apakah ekstrak daun binahong yang
tumbuh di Indonesia memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan penyakit yang ditimbulkan oleh
Staphyococcus aureus.

1.2

Rumusan Masalah
Apakah ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) memiliki efek antimikroba
terhadap bakteri Staphylococcus aureus?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan umum
Mengetahui

efek

ekstrak

daun

binahong

antimikroba terhadap Staphylococcus aureus

(Anredera cordifolia)

sebagai

1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak daun binahong (Anredera


cordifolia) terhadap Staphylococcus aureus
2. Mengetahui Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia) terhadap Staphylococcus aureus

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat Akademis

1. Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian


lebih lanjut mengenai efek antimikroba daun binahong
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama mengenai bahan alam yang dapat
digunakan sebagai antimikroba

1.4.2

Manfaat Klinis

1. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh pengobatan alternatif dengan


menggunakan bahan alam di sekitar kita dengan efek samping yang lebih
minimal dibandingkan obat sintesis yang dijual di pasaran
2. Menambah koleksi bahan antimikroba

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Mengenai Tanaman Binahong

2.1.1

Taksonomi Tanaman Binahong


Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Tracheobionta

Superdivisio

: Spermatophyta

Divisio

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Subclass

: Hamamelidae

Ordo

: Caryophyllales

Familia

: Basellaceae

Genus

: Anredera

Spesies

: (Anredera cordifolia)
(Backer, 1986)

2.1.2

Sinonim Tanaman Binahong

Anredera cordifolia memiliki nama lain, yaitu: Boussingaultia gracilis Miers,


Boussingaultia cordifolia dan Boissingaultia basseloides. Anredera cordifolia pada
daerah tertentu juga dikenal dengan:
Indonesia

: Binahong

Cina

: Deng san Chi

Inggris

: Heartleaf maderavine madevine


(Pink, 2008)

2.1.3

Morfologi dan Identifikasi Tanaman Binahong


Tanaman binahong mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi

dan banyak dipakai sebagai tanaman hias dan obat. Tanaman binahong dibudidayakan
secara generatif, dan merupakan tumbuhan merambat yang berumur panjang
(perennial) dengan tinggi bisa mencapai 5 m. Tanaman ini memiliki batang yang lunak,
silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus
terkadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak
beraturan dan bertekstur kasar (Thitrosoepomo, 1992).
Daun tanaman binahong bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun
berseling, berwarna hijau, berdaun tunggal, dan berbentuk jantung (cordata), memiliki
panjang sekitar 5-10 cm dan lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,
dengan pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata dan permukaannya licin. Tanaman ini
memiliki bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun,
memiliki mahkota berwarna krem keputih-putihan dan memiliki bau yang harum
(Thitrosoepomo, 1992).

Tanaman binahong mempunyai akar tunggang yang berdaging lunak dan


berwarna coklat. Tanaman binahong memiliki rhizoma. Rhizoma adalah batang beserta
daun yang terdapat di dalam tanah, bercabang-cabang dan tumbuh mendatar, dari
ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu
tumbuhan baru. Rhizoma adalah penjelmaan dari batang dan bukan akar yang
bentuknya beruas-ruas, berbuku-buku, mempunyai kuncup-kuncup, berdaun namun
daunnya terlihat seperti sisik-sisik. Rhizoma berfungsi sebagai alat perkembang biakan
dan tempat penimbunan zat-zat cadangan makanan (Thitrosoepomo, 1992).

2.1.4

Kandungan Tanaman Binahong


Tanaman binahong mengandung alkaloid, flavanoid, C-glikosida jantung,

kumarin, saponin (steroid dan triterpnoid), tannin (polifenolat), dan sebagainya (Anonim,
2009).
a. Flavanoid
Flavanoid merupakan subtansi fenolik yang berwarna dan ditemukan pada
banyak tumbuhan tingkat tinggi. Lebih dari 3000 macam flavanoid telah diisolasi dari
ekstrak berbagai tumbuhan. Flavanoid dibagi menjadi 12 subgrup sesuai struktur
kimianya,

yaitu:

anthocyanidins,

flavines,

falvonols,

leucoanthosyanins,

flavanonols,

chalcones,

isoflavones,

dihydrochalcones,

anthocyanins,
aurones,

dan

catechins (Machlin, 1991).


Flavanoid bisa diekstraksi dengan menggunakan pelarut air dan alcohol
(Darusman, 2007). Flavanoid mempunyai macam efek, yaitu efek antitumor, anti HIV,
immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiradang (antiinflamasi), antivirus, antifungal,
antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai vasodilator (de Pauda et al,
1999).

Mekanisme flavanoid sebagai antioksidan dapat dibedakan menjadi dua cara


berdasarkan perbedaan kimiawinya, yaitu (Berg et al, 1992):
1. Mencegah pembentukan radikal bebas dengan menjadi agen pengikat ion metal
(chelator) dan mengurangi hidroperoksida menjadi hidroksida yang kurang reaktif.
2. Sebagai pemungut radikal bebas melalui pembentukan antioksidan radikal dan
mengkatalisasi perubahan bentuk menjadi non radikal.
Efek flavanoid sebagai antimikroba diduga karena kemampuannya berikatan
dengan protein ekstraseluler dan membran sitoplasma dari kuman. Semakin lipofilik
suatu flavanoid, maka semakin kuat daya rusak flavanoid tersebut terhadap membran
sitoplasma kuman (Tsuchiya et al, 1996).
b. Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu dari keluarga besar substansi hetrosilklik nitrogen
yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Alkaloid larut dalam alkohol. Contoh dari
alkaloid

adalah

atropin,

morfin,

nikotin,

quinin,

kafein,

kokain,

dan

striknin

(Hawley,1987).
Banyak diantaranya aktif secara farmakologi, maupun kebanyakan alkaloid
memiliki efek racun,seperti strikinin dan kolkisin, tetapi ada sebagian yang berguna
dibidang medis, seperti opium yang digunakan sebagai anesthesia dan analgesik
(Omulokuli et al,1997).
Alkaloid bersifat antibakteri dengan mengganggu proses replikasi DNA dengan
cara menginaktivasi enzim yang berperan pada proses pemasangan nukleotida pada
pita DNA tunggal setelah dua pita induk DNA bakteri terpisah (Naim, 2005).
c. Saponin
Saponin adalah senyawa yang bersifat larut air dan sebagian larut etanol dan
metanol. Memiliki sifat yang dapat merusak membran sel bakteri secara utuh karena

terdapat kombinasi antara hidrofobik triterpene dan glukosa hidrofilik sehingga


mempunyai kemampuan sebagai deterjen. Saponin berperan dalam proses perusakan
membran sel bakteri dengan cara berikatan dengan kompleks polisakarida pada dinding
sel (Hopkins, 1999).
d. Tannin
Tannin merupakan subtansi fenolik yang berasal dari nutglass, dipercaya
sebagai karsinogen, banyak ditemukan pada kopi dan teh (Hawley, 1987). Tannin dapat
diekstrasikan dengan menggunakan pelarut air dalam metanol dan etanol (Cowman,
1999). Berdasarkan tipe strukturnya dibagi menjadi dua grup yaitu tannin terhidrolisasi
dan tannin terkondensasi (Desphande, 2002). Cara kerja tannin sebagai antimikroba
adalah dengan menghambat sintesis enzim esensial yang diproduksi mikroba (Cheeke,
2000).

2.1.5

Pemakaian Dalam Pengobatan


Daun binahong diketahui bersifat antibakteri dan sitotoksik. Daun binahong dapat

dipergunakan untuk berbagai macam pengobatan. Untuk pengobatan terhadap luka


bakar sebagai pencegah infeksi, dapat juga digunakan untuk pengobatan tifus, radang
usus, asam urat, disentri dan ambeien (Anonim, 2009). Tanaman binahong juga
digunakan sebagai obat batuk atau muntah darah, darah rendah, memperlancar haid,
menambah nafsu makan, mimisan, radang hati, luka operasi, luka akibat benda tajam
dan luka bakar (Rohmawati, 2007).

2.2

Tinjauan Mengenai Staphylococcus aureus

2.2.1

Epidemiologi Infeksi Staphylococcus aureus

Semua manusia merupakan karier dari Staphylococcus aureus sehingga sumber


infeksi terkadang sulit untuk ditentukan. Pada banyak kasus, sumbernya kemungkinan
autogenus, yaitu, berasal dari kulit penderita itu sendiri. Penyebaran dari satu orang ke
orang lain dapat terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung. Petugas kesehatan
yang berkerja dengan pasien yang terinfeksi oleh Staphyloccus aureus harus
menggunakan prosedur yang seaseptis mungkin untuk menghindari transmisi penyakit
ke pasien lain. Perawat atau dokter yang menjadi karier atau memiliki lesi pada kulit
dapat juga menginfeksi pasien. Perawatan harus dilakukan kepada tangan petugas
kesehatan atau alat-alat yang terkontaminasi agar tidak terdapat penyebaran penyakit
dari satu pasien ke pasien lain (Jensen, 1989).
Staphylococcus

aureus

merupakan

penyebab

utama

terjadinya

infeksi

nosokomial yang dilaporkan pada tahun 1990-1996. Di Amerika Serikat, tercatat bahwa
angka kejadian infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA) sebanyak 52,3% dari seluruh infeksi nosokomial. MRSA
saat ini endemic pada banyak rumah sakit dan merupakan penyebab utama terjadinya
pneumonia nosokomial dan infeksi akibat luka bedah (Wise, 2002).

2.2.2

Taksonomi
Bakteri dimasukkan kedalam Kingdom Procaryotes yang terdiri atas dua divisi,

yaitu: Divisi I: Cyanobacteria (bakteri hijau) dan Divisi II: Bacteria (Dzen dkk, 2003).
Bakteri terdiri atas 19 parts (group) dimana 15 parts terdiri atas bakteri-bakteri
yang mempunyai arti penting dalam dunia kedokteran. Yang termasuk lima belas group
tersebut adalah: bakteri berdinding sel berbentuk kokus, batang, dan spiral, yang tidak
berdinding sel yaitu golongan mikoplasma, dan golongan rikettsia. Taksonomi
Staphylococcus aureus adalah, kingdom : Procaryotes, divisi: Bacteria, part 14: gram

positif, kokus, aerob, dan anaerob fakultatif; family I: Staphylococcus, spesies:


Staphylococcus aureus (Dzen dkk, 2003).

2.2.3

Morfologi dan Identifikasi


Bakteri termasuk dalam golongan prokariot, walaupun ada berbagai macam

bentuk bakteri tetapi pada dasarnya strukturnya terdiri dari dinding sel, membran
sitoplasma, sitoplasma, dan inti sel. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram
positif, tidak membentuk spora, dan bersifat aerob namun dapat anaerob fakultatif
dengan tes katalase menunjukkan hasil yang positif. Staphylococcus berbentuk bulat
(spheres) atau kokus dengan diameter 0,4-1,2 m (rata-rata 0,8m). Bakteri ini tersusun
menggerombol seperti anggur pada pewarnaan dari perbenihan padat dan lepas sendirisendiri, berpasangan atau rantai pendek yang umumnya lebih dari empat sel bila diambil
dari perbenihan cair. Bakteri ini tidak dapat bergerak, namun dapat ditemukan gerakan
Brown dengan cara tetes gantung. Beberapa Staphylococcus dapat membentuk kapsul
dan medium bikarbonat dapat merangsang pembentukannya. bakteri ini dapat menjadi
gram negatif dalam kondisi tertentu bila berasal dari tengah koloni, mengalami
fagositosis oleh sel, atau berasal dari perbenihan yang sudah tua (Dzen dkk, 2003).

Gambar 2.2.3 Morfologi dan Sifat Pewarnaan Bakteri Staphylococcus aureus

Identifikasi bakteri dapat dilakukan melalui hal-hal berikut, yaitu mengisolasi


bakteri dalam biakan murni, mempelajari sifat koloni, morfologi dan pewarnaan, sifat
biokimia, reaksi serologis, tipe bakteriofaganya, patogenisitasnya, dan resistensinya
terhadap antibiotika. Untuk membiakkan staphylococcus perlu suhu optimal antara 2838oC atau sekitar 35oC, bila dari penderita suhu optimalnya 37oC, pH optimal untuk
tumbuhnya

Staphylococcus

aureus

adalah

7,4.

Umumnya

untuk

pembiakan

Staphylococcus aureus perlu asam amino dan vitamin-vitamin, misalnya: threonin, asam
nikotinat, dan biotin. Pada isolasi primer dari infeksi (tinja, luka, dsb), perlu garam NaCl
konsentrasi tinggi misalnya 75% atau polimiksin (Polymixin Staphylococcus medium)
pada mediumnya. Medium yang biasa dipakai di laboratorium untuk pertumbuhan
bakteri ini adalah Nutrient Agar Plate (NAP) dan Blood Agar Plate (BAP) (Dzen dkk,
2003).
Medium

NAP

penting

untuk

mengetahui

pembentukan

pigmen

dan

Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni akan
berbentuk bulat dengan diameter 1-2 mm, cembung tapi rata, permukaan mengkilat dan
memiliki konsistensi lunak. Pembentukan pigmen paling baik bila dibiakkan dalam
medium ini pada suhu kamar (20oC). Pigmen ini bersifat: mudah larut alkohol, eter, dan
benzene; bersifat lipochrome, tetap tinggal dalam koloni, tidak berdifusi kedalam
medium. Umumnya bakteri yang membentuk warna kuning emas (aureus) adalah
patogen, namun hubungan antara warna pigmen dengan patogenisitas tidak selalu
tetap. Pigmen tidak terbentuk dalam kondisi anaerob dan perbenihan cair. Medium BAP
dipakai rutin, koloni akan terlihat lebih besar dan pada galur yang ganas akan tampak
zona hemolisis yang jernih disekitar koloni (Dzen dkk, 2003).

2.2.4

Struktur Antigen

Struktur antigen Staphylococcus aureus mengandung antigen polisakarida dan


protein yang memungkinkan penggolangan galur-galur dalam batas tertentu. Asam
teikoat merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat yang berikatan dengan
peptidoglikan dinding sel yang bersifat antigentik. Protein A merupakan komponen
dinding sel kebanyakan galur Staphylococcus aureus yang bisa menigkat ke bagian Fc
molekul IgG kecuali IgG3. Beberapa galur Staphylococcus aureus mempunyai kapsul
yang menghambat fagositosis oleh lekosit polomorfonuklear kecuali jika terdapat
antibodi spesifik. Sebagian besar Staphylococcus aureus mempunyai koagulase atau
faktor penggumpalan pada permukaan dinding sel (Jawetz et al., 2005).

2.2.5

Toksin dan Enzim


Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya melakukan

pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa
bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim yang berupa toksin:
a. Katalase
Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen. Tes katalase untuk membedakan Staphylococcus positif dari
Staphylococcus negatif.
b. Koagulase
Staphylococcus aureus meghasilkan koagulase, protein yang menyerupai enzim
yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan asam oksalat atau sitrat
dengan adanya suatu faktor yag terdapat dalam serum. Faktor serum beraksi dengan
koagulase untuk membentuk aktivitas penggumpalan, dengan cara yang sama ini untuk
mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Koagulase dapat membentuk fibrin pada
permukaan Staphylococcus, ini bisa mengubah pengerusakannya dalam sel fagosit.

c. Enzim lain
Enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus antara lain hyaluronidase,
staphilokinase, proteinase, lipase, dan beta-laktamase.
d. Eksotoksin
Ini meliputi beberapa toksin yang bersifat letal jika disuntikkan pada binatang,
menyebabkan nekrosis pada kulit. Alfatoksin adalah protein heterogen yang dapat
melisiskan eritrosit dan merusak platelet serta dimungkinkan sama dengan faktor letal
dari enterotoksin.

e. Lekosidin
Dapat membunuh sel darah putih pada binatang. Peran toksin dalam pathogenesis
tidak jelas karena Staphylococcus yang patogenik tidak dapat membunuh sel darah
putih dan dapat difagositosis.
f.

Toksin Eksfoliatif
Toksin ini termasuk dua protein yang menghasilkan deskuamasi generalisata pada

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome.


g. Toxic Shock Syndrome Toxin
Sebagian besar galur Staphylococcus aureus diisolasi dari pasien sindroma syok
toksik yang menghasilkan racun yang dinamakan Toxic Syndrome Toxin-1 (TSST-1)
yang secara struktural sama dengan enterotoksin B dan C.
h. Enterotoksin
Ada sedikitnya 6 toksin (A-F) yang dihasilkan hamper 50% galur Staphylococcus
aureus. Seperti TSST-1, enterotoksin dapat menimbulkan stimulasi sel T.
(Jawetz et al., 2005)
2.2.6

Daya Tahan

Diantara bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang


paling tahan bahan-bahan kimia, sehingga galur Staphylococcus tertentu digunakan
untuk standart tes evaluasi bahan-bahan antiseptika atau antibiotika misalnya
Staphylococcus aureus ATCC 29213. Dalam suhu kamar pada agar miring atau beku,
bakteri dapat bertahan hidup sampai beberapa bulan, sedangkan dalam keadaan kering
pada pus dapat hidup 14-16 minggu. Relatif tahan pemanasan 60 C selama 30 menit.
Daya tahan terhadap bahan-bahan kimia bervariasi, misalnya dalam fenol 2% mati
dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam hidrogen peroksida 3% mati dalam waktu 3
menit (Jawetz et al., 2005).

2.2.7

Patogenesis Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus, yang berada di hidung dan permukaan kulit orang sehat

adalah bakteri yang patogen oportunistik dimana bakteri tersebut sering menginfeksi
jaringan dan bagian tubuh yang memiliki imunitas yang rendah misalnya: kulit dan
membran mukosa yang rusak. Strain Staphyloccus aureus yang patogen dilengkapi
dengan enzim (koagulase, lipase, esterase) dan toksin untuk dapat hidup dan bertahan
pada jaringan host. Lesi yang disebabkan oleh Staphylococcus dikarenakan invasi pada
folikel rambut dan kelenjar lemak oleh enzim lipase esterase, koagulase,

toksin dan

leukosidin yang melawan reaksi host dan fagositosis. Bahkan setelah fagositosis,
penghancuran intraseluler yang difasilitasi oleh komplemen berlangsung tidak
sempurna. Resistensi ini dapat menyebabkan infeksi yang kronis (Cruicshank, 1978).

2.2.8

Manifestasi Klinis Staphylococcus aureus


Bakteri ini dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya tergantung dari

bagian tubuh yang terkena infeksi misalnya:

1.

Infeksi lokal atau menular

2.

Kulit dapat terjadi furunkel, impetigo, scalded skin syndrome, folikulitis

3.

Mata dapat terjadi konjungtiva dan hordeolum

4.

Pada sistem pernafasan dapat terjadi tonsillitis, bronchitis dan pneumonitis


sering kali terjadi pada usia dibawah satu tahun dapat terjadi skunder dari
influenza

5.

Di otak dapat terjadi meningitis dan ensefalonmielitis

6.

Di tulang dapat terjadi osteomielitis

7.

Toxic shock syndrome merupakan keadaan yang ditandai dengan panas


mendadak, diare, syok, diffuse maculo erythematous rash, hipermi pada
konjungtiva, orofaring dan membran mukus vagina. Terutama timbul pada wanita
yang mengalami menstruasi dan berhubungan dengan pemakaian tampon.

8.

Keracunan makanan dapat terjadi akibat menelan makanan yang telah


terkontaminasi dengan enterotoksin Staphylococcus. Jenis keracunan makanan
seperti ini tipe toksik. Masa inkubasi singkat (2-6 jam) dan gejala yang timbul
biasanya muntah dan diare, tetapi biasanya sembuh spontan (dalam 24-36 jam)
(Dzen dkk, 2003).

2.2.9

Resistensi
Staphylococcus

aureus

sensitif

terhadap

beberapa

obat

antimikroba.

Resistensinya dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu:


1. Biasanya menghasilkan enzim beta laktamase, yang berada di bawah kontrol
plasmid, dan membuat organisme resisten terhadap beberapa penicilin(penicillin
G, ampisilin, tikarsilin, piperasilin, dan obat-obat yang sama). Plasmid
ditransmisikan dengan tranduksi dan kadang juga dengan konjugasi

2. Resisten terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin dan oksasilin) yang tidak
tergantung pada produksi beta laktamase. Mekanisme resistensi nafsilin
berkaitan dengan kekurangan PBP (Penicillin Binding Protein) tertentu dalam
organisme
3. Galur Staphylococcus aureus yang mempunyai tingkat kerentanan menengah
terhadap vankomisin (kadar hambat minimum 4-8 mg/mL) telah diisolasi di
Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara lain dan ini sangat mendapat
perhatian dari para klinisi. Staphylococcus aureus pada umumnya diisolasi dari
pasien yang menderita infeksi kompleks yang mendapat terapi vankomisin
jangka panjang. Sering terdapat kegagalan terapi dengan vankomisin.
Mekanisme resistensi berkaitan dengan peningkatan sintesis dinding sel dan
perubahan dalam dinding sel serta bukan disebabkan oleh gen van seperti yang
ditemukan pada Enterokokus. Galur Staphylococcus aureus dengan tingkat
kerentanan menengah terhadap vankomisin biasanya resisten terhadap nafsilin
tetapi

pada

umumnya

rentan

terhadap

oxazolidinon

dan

terhadap

quinupristin/dalfopristin.
4. Plasmid juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin,
eritromisin, aminoglikosida dan obat-obat lainnya. Hanya pada beberapa galur
Staphylococcus, hampir semua masih peka terhadap vankomisin (Jawetz et al.,
2005).

2.3

Antimikroba

2.3.1

Mekanisme Umum Antimikroba


Mekanisme kerja obat antimikroba atau antibiotik terhadap sel organisme dapat

melalui berbagai macam jalur, antara lain: menghambat sintesis dinding sel (penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin), merusak plasma membran (polimiksin B),

menghambat replikasi asam nukleat dan transkripsi (kuinolon, rifampin), menghambat


sintesis protein (kloramfenikol, eritromisin, tetrasiklin, streptomisin), menghambat
sintesis metabolit esensial (sulfanilamid, trimetroprim) (Dzen dkk, 2003).

2.3.2

Uji Kepekaan Antimikroba


Pada dasarnya uji kepekaan antimikroba dapat dilakukan melalui metode dilusi

dan metode difusi cakram (Dzen dkk, 2003).

2.3.2.1 Metode Dilusi


Cara ini digunakan untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar
Bunuh Minimum (KBM) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode ini adalah mengisi
satu seri tabung reaksi dengan media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji.
Kemudian masing-masing tabung diisi obat yang diencerkan. Lalu diinkubasikan pada
suhu 37oC selama 18-24 jam, setelah itu diamati kekeruhannya. Konsentrasi terendah
obat pada tabung yang menampakkan kejernihan pada hasil biakan (tidak ada
pertumbuhan mikroba) adalah Kadar Hambat Minimum (KHM). Selanjutnya biakan dari
semua tabung yang jernih diinokulasi pada biakan media agar padat, diinkubasi,
keesokannya diamati ada tidaknya koloni yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada
biakan padat yang ditunjukkan dengan ketiadaan pertumbuhan koloni mikroba adalah
Kadar Bunuh Minimum (KBM) (Dzen dkk, 2003).

2.3.2.2 Metode DIfusi Cakram


Prinsip dari metode ini yaitu antimikroba dijenuhkan ke dalam cakram kertas
kemudian cakram kertas tersebut diletakkan pada medium perbenihan agar padat yang
telah ditanami mikroba yang akan diuji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama

18-24 jam kemudian diamati zona jernih sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba (Dzen dkk, 2003).
Untuk mengevaluasi hasil kepekaan tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Kirby Bauer
Prinsip dari cara Kirby Bauer ini adalah dengan membandingkan diameter dari
area jernih (zona hambatan) di sekitar cakram dengan menggunakan tabel standar
yang dibuat oleh NCCLS (National Committee Centre for Laboratory Standard). Dengan
tabel NCCLS ini dapat diketahui apakah bakteri uji tersebut masuk dalam kriteria
sensitif, sensitif sedang atau resisten.

b. Joan-Stokes
Prinsip dari cara Joan-Stokes ini adalah dengan membandingkan radius zona
hambatan yang terjadi antara bakteri kontrol yang sudah diketahui kepekaannya
terhadap antimikroba tersebut dengan bakteri yang akan diuji. Pada cara ini, prosedur
uji kepekaan untuk bakteri kontrol dan bakteri uji dilakukan bersama-sama dalam satu
cawan petri (Dzen dkk, 2003).

BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1

Kerangka Konsep

Tanaman Binahong (Anredera Cordifolia )


Daun Binahong

alkaloid

Kemampuan
untuk
berinteraksi/
meletakan diri
di antara DNA

Menghambat
replikasi DNA

saponin

Membentuk
kompleks
polisakarida

Merusak
membran sel
bakteri

tannin

Inhibitor
enzim oleh
senyawa
yang
teroksidasi

Ganggu fungsi
enzim dan
substrat

Hambatan pertumbuhan Staphylococcus


aureus (jumlah koloni akteri)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

flavanoid

Berikatan
dengan protein
ekstraselular
dan membran
sitoplasma

Merusakan
membran &
dinding sel
bakteri

3.1.1

Daun Binahong
Khasiat dan kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam Anredera

cordilofia antara lain adalah sebagai antioksidan, asam askrobat, total fenol yang cukup
tinggi, sitotoksik, dan anti bakteri. Daun binahong sendiri mengandung beberapa
senyawa aktif biologi seperti flavanoid, alkoloid, saponin, dan tannin (Rohmawati, 2007).

3.1.2

Bakteri Staphylucoccus aureus


Staphylcoccus aureus adalah patogen utama pada manusia. Hampir setiap

orang pernah manjalani berbagai infeksi Staphylcoccus aureus selama hidupnya. Dari
keracunan makanan yang berat infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa
disembuhkan (Dzen dkk, 2003).

3.1.3

Mekanisme Penghambatan Pertumbuhan Bakteri dari Bahan Antimikroba


Mekanisme yang dianggap bertanggung jawab terhadap saponin pada

mikroorganisme karena saponin bersifat merusak membran sel bakteri secara utuh.
Berperan dalam proses perusakan membran sel bakteri dengan cara berikatan dengan
kompleks polisakarida pada dinding sel (Hopkins, 1999).
Aktivitas tannin dengan menghambat sintesis enzim esensial yang diproduksi
mikroba (Cheeke, 2000). Flavanoid merupakan suatu zat aktif yang memiliki efek
antimikroba. Mekanisme berkaitan dengan kemampuan membentuk kompleks dengan
protein polipeptida dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan pada dinding bakteri
dan bakteri lisis (Darusman, 2007).
Alkorolid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik, yang mengandung basa
nitrogen (Hawley, 1987). Mekanisme kerja alkaloid dihubungkan dengan kemampuan
mereka untuk berinteraksi atau meletakkan diri di antara DNA. Adanya zat yang berada

diantara DNA tertentu akan menghambat replikasi DNA itu sendiri, akibatnya terjadi
gangguan replikasi DNA dan menyebabkan terjadinya kematian sel (Naim, 2005).

3.3

Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konsep seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis yang

diambil penulis adalah, ekstrak daun binahong (Anredera cordifiola) memiliki efek
antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorik.

Uji antimikroba secara in vitro dengan menggunakan tube dilution test untuk mengetahui
aktivitas ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) sebagai antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus. Proses ekstraksi daun binahong menggunakan metode
maserasi dengan pelarut metanol. Sedangkan pengujian ekstrak daun binahong sebagai
antimikroba menggunakan metode dilusi tabung. Metode dilusi tabung meliputi dua
tahap, yaitu tahap pengujian bahan pada media broth dan tahap penanaman pada
medium NAP (Nutrient Agar Plate) dengan metode streaking (penggoresan) yang
bertujuan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh
Minimal). Besarnya konsentrasi yang digunakan, ditetapkan melalui eksperimen
pendahuluan.

4.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya pada bulan Maret - Oktober 2010.

4.3

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun binahong

dan menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus yang dimiliki oleh Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

4.4

Pengulangan dan Besar Sampel

4.4.1

Pengulangan
Pada penelitian ini, digunakan 5 macam dosis konsentrasi perlakuan berbeda

serta 1 kontrol positif dan 1 kontrol negatif, sehingga jumlah pengulangan yang
digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan rumus estimensi pengulangan sbb
(Loekito, 1998):
p (n-1) 15
7 (n-1) 15
7n 7 15
7n 22
n

22/7

3,1 4

Keterangan:
p = jumlah perlakuan (terdiri dari tujuh macam perlakuan)
n = jumlah ulangan yang diperlukan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka pada penelitian ini masing-masing
perlakuan dilakukan empat kali pengulangan.

4.4.2

Besar Sampel
Setelah diketahui jumlah perlakuan dan pengulangan, maka besar sampel

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Loekito, 1998):


a =pxn
=7x4
= 28
Keterangan :

s = besar sampel
p = jumlah perlakuan (konsentrasi ekstrak daun binahong)
n = jumlah pengulangan

4.5

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu

variabel bebas dan variabel tergantung.

4.5.1

Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variabel) adalah konsentrasi ekstrak daun

binahong yang dibuat dalam konsentrasi awal 0%; 7,5%; 8,75%; 10%, 11,25%; 12,5%;
dan 100%.

4.5.2

Variabel Tergantung
Variabel Tergantung (dependent variabel) adalah jumlah koloni bakteri

Staphylococcus aureus yang tumbuh pada Nutirent Agar Plate.

4.6

Definisi Operational

4.6.1

Daun binahong (annredera cordifolia) yang digunakan dalam penelitian ini


berasal dari lingkungan di sekitar rumah peneliti.

4.6.2

Uji Kepekaan Antimikroba adalah uji sensitivitas dan efektifitas suatu


antimikroba dalam melawan mikroba patogen. Ada 2 metode yaitu dilusi tabung
dan metode difusi cakram. Pada penelitian ini digunakan metode dilusi tabung.

4.6.3

Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar atau konsentarsi minimal larutan
ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus aureus.

4.6.4

Kadar Bunuh Maksimal (KBM) adalah kadar atau konsentrasi minimal larutan
ekstrak daun binahong (Andredera coedifolia) yang mampu membunuh bakteri
uji Staphylococcus aureus.

4.6.5

Kontrol positif adalah tabung konsentrasi 0% larutan ekstrak daun binahong.

4.6.6

Kontrol negatif adalah tabung dengan konsentrasi 100% larutan ekstrak daun
binahong.

4.6.7

Original inoculum adalah inokulasi bakteri dengan 106 CFU/ml yang


diinokulasikan pada media agar padat yang digunakan untuk mencari kategori
KBM (Kadar Hambat Minimal)

4.6.8

Sediaan ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pelarut


metanol dan menggunakan metode maserasi yaitu dengan meredam bahan uji
(daun binahong yang sudah dikeringkan dan dihaluskan) terlebih dahulu
selama 1 malam.

4.6.9

Pengamatan kualitatif digunakan untuk menentukan skor pertumbuhan


Staphylococcus aureus berdasarkan bayangan tiga garis hitam yang tampak di
balik tabung. Kriteria skoring adalah sebagai berikut:
0 : Jernih
1 : Agak keruh
2 : Keruh
3 : Sangat keruh

4.6.10

Pengamatan

kuantitatif

digunakan

untuk

menentukan

pertumbuhan

Staphylococcus aureus dengan cara menghitung jumlah koloni bakteri dengan


colony counter.

4.7

Alat dan Bahan Penelitian

4.7.1

Alat untuk Pembuatan Ekstrak Daun Binahong


1. Oven
2. Timbangan
3. Gelas Erlenmeyer (2)
4. Corong Gelas (1)
5. Kertas saring (1)
6. Labu evaporator (1)
7. Labu penampung metanol (1)
8. Pendingin spiral /rotary evaporator (1)
9. Selang water pump (1)
10. Water pump
11. Water Bath
12. Vacum pump

4.7.2

Bahan untuk Pembuatan Ekstrak Daun Binahong


1. Daun Binahong
2. Metanol 96%
3. Aquades

4.7.3

Alat untuk Tes Kepekaan Bakteri


1. Cawan petri
2. Ose
3. Tabung reaksi
4. Labu Erlenmeyer
5. Inkubator

6. Gelas obyek
7. Cover glass
8. Bunsen
9. Korek api
10. Spidol permanen
11. Mikroskop
12. Penggaris
13. Colony counter

4.7.4

Bahan untuk Tes Kepekaan Bakteri


1. Biakkan bakteri Staphylococcus aureus
2. Nutrient Broth
3. NAP
4. Aquades steril
5. Pewarnaan garam (keristal violet, lugol, alkohol 96%, safarin)
6. Minyak emersi
7. H202 3%
8. Serum plasma darah mamalia

4.7.5

Alat dan Bahan untuk Uji Dilusi Tabung


1. Tabung reaksi
2. Pipet steril ukuran 1 ml
3. Karet penghisap
4. Inkubator
5. Ekstrak daun binahong
6. Vortex

7. Pembenihan cairan yang distandarisasikan (NaCI, Broth)


8. Bunsen (lampu spiritus)
9. Korek api
10. Gelas objek
11. Plate kosong dan steril
12. Alat penjepit (scalpel) steril
13. Kapas
14. NAP
15. Colony counter

4.8

Operasional Penelitian

4.8.1

Pembuatan Ekstrak Daun Binahong

1. Daun binahong dipotong kecil-kecil dan dikeringkan kemudian dihaluskan


blender dan ditimbang sebanyak 100 gram (sampel kering). Ini bertujuan agar
senyawa aktif yang terkandung dalam daun binahong dapat larut dalam metanol.
2. Kemudian masukkan 100 gram hasil blenderan ke dalam gelas Erlynmener
ukuran 1 liter lalu rendam dengan metanol 96% sampai volume 1000cc.
3. Kocok sampai benar benar tercampur kurang lebih 30 menit dan diamkan satu
malam sampai mengendap.
4. Setelah satu malam, lapisan paling atas dari larutan campuran metanol dan daun
binahong diambil dan diletakkan dalam gelas ekstraksi kemudian dilanjutkan
proses evaporasi.
5. Pasang evaprorator pada tiang permanen agar dapat tergantung dengan
kemiringan 30-400 terhadap meja percobaan, dengan susunan dari bawah ke
atas : Alat pemanas air, labu penampung hasil, rotary evaprorator,dan tabung
pendingin.

6. Tabung pendingin dihubungkan dengan alat pompa sirkulasi air dingin dengan
bak penampung air dingin melalui pipa plastik, tabung pendingin juga terhubung
dengan pompa vakum dan penampung hasil penguapan.
7. Labu penampung hasil evaporasi diisi dengan hasil ekstraksi, kemudian
dirangkai kembali.
8. Rotary evaporator, alat pompa sirkulasi air dingin dan alat pompa vakum
dinyalakan.
9. Pemanas aquades dinyalakan juga sehingga hasil ekstraksi dalam tabung
penampungan evaporasi ikut mendidih dan pelarut metanol mulai menguap.
10. Hasil penguapan metanol akan dikondensasikan menuju labu penampung
metanol sehingga tercampur dengan hasil evaporasi, sedangkan uap lain
tersedot pompa vakum.
11. Proses evaporasi dilakukan sehingga volume hasil ekstraksi berkurang dan
menjadi kental.
12. Setelah kental maka proses evaporasi dihentikan dan hasil evaporasi diambil.
13. Hasil evaporasi ditampung dalam cawan penguap kemudian dioven selama 2
jam pada suhu 800 C untuk menguapkan pelarut yang tersisa sehingga
didapatkan ekstrak daun binahong 100%.
14. Ekstrak kemudian ditimbang dengan neraca analitik.

4.8.2

Identfikasi Bakteri Staphylococcus aureus


Dilakukan pemurnian bakteri terlebih dahulu dengan menanam bakteri yang

diduga Staphylococcus aureus pada NAP, diinkubasikan dalam inkubator selama 18-24
jam pada suhu 370C.
Dilakukan uji konfirmasi, masing-masing dilakukan pewarnaan Gram, tes
katalase, dan tes koagulase. Masing-masing uji konfirmasi adalah sebagai berikut:

4.8.2.1

Pewarnaan Gram
Prosedur Pengecatan Gram

1. Buatlah sediaan apusan bakteri pada gelas objek.


2. Tuangi sediaan dengan Kristal Violet selama 1 menit. Buang sisa Kristal Violet
dan bilas dengan air. Kristal Violet berfungsi sebagai bahan warna dasar.
3. Tuangi sediaan dengan Lugol selama 1 menit. Buang sisa lugol dan bilas
dengan air.
4. Tuangi sediaan dengan alkohol 96% selama 5-10 detik atau sampai warna cat
luntur. Buang sisa alkohol dengan bilas dengan air.
5. Tuangi sediaan dengan Safranin selama 0,5 menit. Buang sisa Safranin dan
bilas dengan air. Safranin berfungsi sebagai warna pembanding.
6. Keringkan sediaan menggunakan kertas penghisap.
7. Lihat dibawah mikroskop dengan lensa objektif perbesaran 1000x.

4.8.2.2

Tes Katalase

1. Ambilah sisa pembenihan cair yang sebagian telah dipergunakan untuk tes
koagulase pada tabung.
2. Tetesi dengan larutan H2O2 3%.

4.8.2.3

Tes Koagulase
Teknik untuk melakukan tes koagulase yaitu dengan tabung (tube coagulase

test) :
1. Ambilah tabung reaksi yang kosong.
2. Masukkan kedalam tabung tersebut plasma darah (0,5 ml).
3. Tambahkan perbenihan cair kuman (0,1 ml).

4. Diamkan pada suhu 370C, diamati setiap 0,5 jam selama 4 jam. Bila belum
terjadi reaksi penggumpalan, didiamkan lagi selama 24 jam.

4.8.3

Pembuatan Suspensi Bakteri (106 CFU/ml)

1. Beberapa

koloni

bakteri

Staphylococcus

aureus

dipindahkan

ke

broth

menggunakan oase.
2. Kemudian dilakukan spektrofotometri pada tabung reaksi tersebut dengan
panjang gelombang 625 nm untuk mengetahui optical densisty dari suspensi.
Untuk mendapatkan konsentrasi bakteri sebesar 108 ml yang setara dengan
OD=0,1, dilakukan perhitungan sebagai berikut.
n1 x V1 = n2 x V2

Keterangan
V1 : Volume bakteri yang akan ditambah mengencer
N1 : Nilai absorbansi suspensi (hasil spektrofotometri)
V2 : Volume suspensi bakteri uji (10ml)
N2 : OD (0,1 =setara dengan 108/ml)
3. Sehingga diperoleh volume (ml) bakteri yang akan ditambah pengencer untuk
mendapatkan bakteri dengan konsentrasi 108/ml sebanyak 10ml.
4. Setelah diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 108/ml sebanyak 10ml,
selanjutnya

dilakukan

pengenceran

sebanyak

100

kali

lebih

menggunakan NaCI dan nutrient broth sehingga kuman menjadi 108/ml.


5. Selanjutnya bakteri telah siap untuk penelitian.

dengan

4.8.4

Uji Sensitifitas Antimikroba

1. Ekstrak daun binahong disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15


menit agar larutan ekstrak menjadi homogen dan tidak mengendap. Untuk
perlakuan, yang diambil adalah larutannya.
2. Disediakan 7 tabung reaksi untuk masing-masing perlakuan dengan konsentrasi
0%, 7,5%, 8,75%, 10%, 11,25%, 12,5%, dan 100%.
3. Tabung reaksi 1 diisi dengan 2 ml suspensi bakteri.
4. Tabung reaksi 2, 3, 4, 5, 6 diisi dengan aquades steril @0,925ml; 0,9125ml;
0,90ml; 0,8875ml; 0,875ml kemudian diisikan dengan ekstrak daun binahong
0,075ml; 0,0875ml; 0,1125ml; 0,125 ml.
5. Ditambahkan suspensi bakteri sebanyak @ 1ml pada tabung 2 sampai 5.
Sedangkan tabung 7 sebagai kontrol bahan ditambahkan 2ml ekstrak daun
binahong.
6. Dari tabung reaksi 1 diambil larutan sebanyak 1 ose kemudian dilakukan
penggoresan pada NAP untuk membuat original inoculum.
7. Tabung 1-7 dan NAP diinkubasikan selama 18-24 jam dengan suhu 37-37,50C.
8. Hari ke-2 semua tabung dikeluarkan dari inkubator. Tabung no.2 sampai 6
dibandingkan kekeruhannya dengan tabung no.1 untuk menentukan KHM lalu
dari tabung no.1-7 diambil larutan sebanyak 1 ose kemudian dilakukan
penggoresan pada 7 NAP.
9. Masing-masing NAP kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam dengan suhu
37-37,50C.
10. Jumlah koloni pada masing-masing NAP dihitung dengan colony counter.
11. Skor kekeruhan ditentukan berdasarkan tingkat kekeruhan, dimana control
bakteri diharapkan memiliki tingkat kekeruhan paling tinggi.

4.8.5

Rancangan Operasional Penelitian

Hari 1

0
0

0,925
0,075

0,9125 0,09
0,0875 0,1

Aquades (ml)

0,8875 0,0875 0
0,1125 0,125 2

Ekstrak daun binahong

Ditambahkan identifikasi
bakteri (ml)
1

0
KB : Kontrol Bahan

0%%

7,5%

8,75%%

10%

11,25%

12,5%

100%

KK : Kontrol
Kuman

100%
(KB)
(KK
)

Ditanam pada NAP


0
(18-24 jam, 37-37,5 C)

Original inoculum

Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37-37,5, kemudian


dianalisis kadar Hambat Minimalnya (KHM)

Hari 2
Keseluruhan yang terjadi pada masing-masing diamati dan ditentukan KHM.
Nilai KHM ditentukan dengan penanaman pada NAP

Hari 3
Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada NAP untuk setiap perlakuan yang diamati
apakah terdapat penurunan jumlah koloni

Dibuat grafik gambaran pengaruh ekstrak daun binahong dalam berbagai


Konsentrasi terhadap jumlah koloni yang tumbuh pada NAP

Analisis data

4.9

Analisis Data
Analisis data menggunakan uji statistik one-way ANOVA, pada taraf

kepercayaan 95% (p<0,05). Uji statistik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
pemberian berbagai macam konsentrasi ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara
peningkatan konsentrasi ekstrak dengan penurunan koloni bakteri digunakan regenerasi
linier dan korelasi sederhana dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1

Hasil Penelitian

5.1.1

Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus


Penelitian ini menggunakan isolate bakteri dari stock culture yang disimpan di

Laboratorium Mikrobiologi FKUB. Sampel ini diidentifikasikan untuk membuktikan bahwa


bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus. Beberapa tes untuk
mengidentifikasi yang dilakukan dengan tes katalase, pewarnaan gram, tes koagulase,
serta penanaman bakteri pada medium MSA. Hasil identifikasi bakteri adalah sebagai
berikut, pada tes katalase menunjukkan hasil positif kemudian dilanjutkan dengan
pengecatan

gram.

Pada

pengecatan

gram

dilihat

secara

mikroskopis

yaitu

mengamatinya di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x maka didapat koloni


berbentuk

kokus

gram

positif

bergrombolan

anggur.

Indentifikasi

berikutnya

menggunakan tes koagulase yang menunjukkan hasil koagulase positif, kemudian pada
identifikasi bakteri pada medium MSA, bakteri dapat tumbuh pada konsentrasi NaCI
10% adapaun secara makroskopik apabila di tanam pada medium NAP, koloni bakteri
berwarna kuning keemasan.

5.1.2

Hasil Pengamatan Kekeruhan dan Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri


Staphylococcus aureus
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsentrasi ekstrak daun

binahong, dengan variasi 7,5%; 8,75%; 10%; 11,25%; 12,5% serta konsentrasi 0%
(bakteri tanpa ekstrak) dan konsentrasi 100% (bahan ektsrak) sebagai kontrol positif dan
negatif.

Warna ekstrak daun binahong berwarna hijau kehitaman. Sebelum diinkubasi warnanya
sudah terlihat keruh sehingga penelitian ini tingkat kekeruhan masing-masing
konsentrasi tidak dapat

diamati dan tidak

dapat dianalisis secara kualitatif.

Perbandingan tingkat kekeruhan pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada


Gambar 5.1

Gambar 5.1 Perbandingan Tingkat Kekeruhan Tiap Konsentrasi Ekstrak Pada


Medium MH Broth

Pada Gambar 5.1 dapat dilihat makin besar konsentrasi ekstrak maka akan
terlihat makin keruh. Semestinya dengan meningkatnya konsentarsi ekstrak akan terlihat
makin jernih karena pertumbuhan bakteri akan makin menurun seiring dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak. Akibat kekeruhan ini, maka Kadar Hambat Minimal
(KHM) ekstrak daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus tidak dapat
ditentukan dengan metode dilusi tabung.
Masing-masing konsentrasi kemudian distreaking pada NAP (Nutrient Agar
Plate) kemudian diinkubasikan pada suhu 370 selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi,

maka dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah pertumbuhan koloni bakteri pada
masingh-masing plate. Hasil pengamatan dapat dilihat pada sampel di Lampiran 3.
Pada tabung dengan konsentrasi ekstrak 0% (kontrol positif), 7,5%; 8,75%;
10%; 11,25%; 12,5% dan konsentrasi 100% (kontrol negatif) dilakukan streaking pada
NAP. Selanjutnya masing-masing plate dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh
dengan menggunakan colony counter. Cara perhitungan jumlah koloni bakteri tersebut
adalah sebagai berikut: pertama dilakukan pengamatan pertumbuhan koloni pada plate
secara subjektif apakah koloni sangat rapat atau tidak. Apabila sangat rapat maka dipilih
9 kotak yang mewakili tiap-tiap plate jumlah koloni yang didapatkan adalah hasil kali
jumlah koloni 9 kotak dengan luas plate, apabila dalam suatu plate semua koloni dapat
terhitung semua, maka tidak perlu dikalikan luas plate.
Dari pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus dapat ditentukan
Kadar Hambat Minimal (KBM). Konsentrasi ekstrak menunjukkan KBM jika jumlah
koloninya <0,1% dari original inoculum pada rata-rata jumlah koloni dari pengulangan 1,
pengulangan 2, pengulangan 3, dan pengulangan 4. Original inoculum bakteri
Staphylococcus aureus adalah 1600 CFU/plate. Maka dapat konsentrasi KBM-nya
adalah pada konsentrasi 12,5% (0,1% dari 1600 adalah 1,6: konsentrasi ekstrak yang
memenuhi adalah 12,5%). KBM ekstrak daun binahong adalah pada konsentrasi 12,5%.
Menurut

pengamatan

terhadap

hasil

penelitian

jumlah

koloni

bakteri

Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP pada beberapa macam
konsentrasi ekstrak daun binahong dan kontrol positif (konsentrasi) ekstrak daun
binahong dan kontrol positif (konsentrasi 0%) menunjukkan hasil yang bermacammacam. Hasil seperti ini didapatkan karena adanya perbedaan konsentrasi ekstrak daun
binahong pada perlakuan yang memberikan efek antimikroba yang berbeda terhadap
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.
Pengaruh yang berbeda tersebut dapat dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah koloni

bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP setelah diberikan perlakuan dengan
ekstrak daun binahong pada konsentrasi 7,5% dibandingkan dengan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP pada kelompok kontrol
positif (konsentrasi 0%). Dapat diamati bahwa jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus pada medium NAP cenderung lebih rendah dari pemberian ekstrak dengan
konsentrasi 12,5% tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus
pada medium NAP. Sedangkan pada konsentrasi 100% sama sekali tidak didapat
pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP. Oleh karena itu,
berdasarkan penilaian secara diskriptif menurut rata-rata pertumbuhan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP, dapat dikatakan bahwa pemberian
perlakuan berupa ekstrak daun binahong menunjukkan pengaruh sebagai antimikroba
dengan kekuatan berbeda-beda bila dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus pada medium NAP secara keseluruhan pada
setiap perlakuan diatas dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 5.2 berikut.

Gambar 5.2 Grafik rata-rata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dengan
kelompok perlakuan konsentrasi ekstrak daun binahong

Dari hasil penelitian untuk selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan


SPSS 15 dengan analisis One Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan sensitifitas
tiap macam konsentrasi binahong terhadap pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus
aureus juga pengujian korelasi dan regresi untuk megetahui lebih jauh mengenai
pengaruh pemberian ekstrak daun binahong terhadap pertumbuhan koloni bakteri
Staphylococcus aureus.

5.2

Analisis Data

5.2.1

Uji Asumsi Data


Sehubungan dengan analisis data yang akan digunakan adalah dengan One

Way Anova, maka untuk mengetahui apakah data yang dapat dianalisis menggunakan
ANOVA atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan uji normalitas dan uji varians
untuk memenuhi syarat ANOVA, yakni data harus mempunyai sebaran normal dan
mempunyai varian yang homogen.
a.

Normalitas Data
Untuk menguji apakah sampel memiliki distribusi normal maka digunakan

Kolmogoroy-Smirnov terhadap masing-masing variabel. Dari pengujian ini nilai


signifikasi yang dapat disebar 0,091 (p>0,05) sehingga Ho diterima dan dapat
disimpulkan bahwa data variabel tersebut menyebar mengikuti sebaran normal.
Sehingga pengujian dengan One way ANOVA dapat dilakukan karena asumsi
kenormalan distribusi telah terpenuhi.
b.

Homogenitas Ragam Data


Untuk mengetahui terdapatnya heterogenitas maka dilakukan pengujian ragam

yaitu Levane (Levane test homogenity of variances) dengan hasil pengujian sebagai
berikut.

Table 5.1 Uji Kesamaan ragam dengan uji Levane


Test of Homogenity of Variance
Levance Statistik

df 1

df2

Sig

1.847

15

.172

Jenis koloni
Staphylococcus
Aureus Based on
Meaan

Oleh karena nilai signifikasi (p) dari uji Levane sebesar 0,172 dan menunjukan
nilai yang lebih besar dari p 0,05 (p>0,05), maka disimpulkan bahwa ragam data jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP relatif homogen.
Karena asumsi homogenitas ragam data telah terpenuhi maka dapat dilakukan
pengujian dengan ANOVA untuk tahap berikutnya.

5.2.2

Analisis One-way ANOVA


Penelitian ini menggunakan One Way ANOVA yang merupakan uji analisis

varians suatu faktor dengan menggunakan variabel numerik. Variabel numerik dengan
satu faktor yang digunakan adalah perbedaan jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus yang tumbuh pada medium NAP pada setiap perlakuan khususnya yang
dipengaruhi oleh pemberian ekstrak daun binahong dengan berbagai konsentrasi yang
di uji coba di Laboratorium Mikrobiologi FKUB. Berdasarkan hasil penelitian yakni jumlah
koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP yang terdapat
pada lampiran, untuk selanjutnya data yang diolah dan dianalisis untuk mengetahui
perbedaan efek dari berbagai konsentrasi ekstrak binahong terhadap jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.

Hasil uji ANOVA terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus di


medium NAP pada setiap perlakuan akan ditampilkan dalam Tabel 5.2
Table 5.2 Ringkasan Hasil Uji ANOVA
Sum

of
Df

Mean Square

Sig.

4616.005 0.000

Squares

Between Groups

2641894

660473.375

Within Groups

2146.250

15

143.083

Total

2644040

19

Dari hasil uji ANOVA, didapatkan nilai signifikan sebesar 0,000 (p<0,05),
sehingga Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan minimal yang signifikan pada efek
antimikroba ekstrak daun binahong antara dua perlakuan terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP.

5.2.3

Pengujian Berganda (Multiple Comparsions)


Data yang ada selanjutnya diolah menggunakan metode post hoc test sebagai

uji pembandingan berganda (multiple comparisons) dengan uji Tukey (Tukeys test).
Metode ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh pemberian ekstrak
daun binahong sebagai antimikroa terhadap jumlah koloni bakeri Staphylococcus aureus
pada medium NAP pada setiap konsentrasi yang berbeda, hasil dapat dilihat di Tabel
5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Ringkasan Signifikan antara Tiap Konsentrasi pada Uji Tukey dengan
Bentuk Notasi
Dosis perlakuan

Rata-rata

Notasi

12,5%

11,25%

19,75%

10%

64,5%

8,75%

121

7,5%

313

Keterangan:
-Angka- angka yang diikuti huruf menunjukan prebedaan yang tidak bermakna (p>0,05)
-Angka- angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukan perbedaan yang bermakna (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 5.3, jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang


tumbuh di medium NAP pada konsentrasi 12,5%; 11,25%; 10%; 8,75% dan 7,5%
memiliki perbedaan yang bermakna satu sama lain dengan jumlah konsentrasi bakteri
Staphylococcus aureus yang diberi ekstrak daun binahong. Perbedaan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP dapat dilihat dari
Gambar 5.3 berikut
Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus

Gambar 5.3 Grafik jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan
pada setiap perlakuan

Plot respon atau efek utama pada Gambar 5.3 tersebut menunjukan besarnya
pengaruh (efek) dari setiap perlakuan, khususnya karena pemberian ekstrak daun
binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada
medium NAP. Dari plot respon dapat ditetapkan urutan efek perlakuan sebagai
antimikroba terhadap koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium
NAP dari yang paling tinggi sampai paling rendah dalam Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Urutan Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang Dipengaruhi
oleh Pemberian Ekstrak Daun Binahong
No

Konsentrasi

Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus


(mean+std.dev)

0%

1169.750074.19063

7,5%

313.00008.75595

8,75%

121.000010.36018

10%

64.500011.90238

11,25%

19.75007.13569

12,5%

00

100%

00

Pemberian ekstrak daun binahong pada konsentrasi 12,5% dan 100%


menunjukkan rata-rata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh di
medium NAP jumlahnya paling rendah (rata-rata 0) atau paling sensitif daripada
pemberian ekstrak daun binahong yang konsentrasi di bawahnya. Berdasarkan
pengamatan pada Tabel, dapat dikatakan bahwa makin kecil konsentrasi ekstrak daun

binahong yang diberikan pada suatu kelompok coba, maka jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP akan makin besar.

5.2.4

Pengujian Korelasi dan Regerasi


Untuk mengetahui besarnya hubungan pemberian ekstrak daun binahong

sebagai antimikroba terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP, dilakukan uji korelasi hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 5.5 Uji Korelasi


Keterangan

Kesimpulan

-0,911

0.000

Ada korelasi yang

Pemberian ekstrak daun binahong


Sebagai anti mikroba terhadap jumlah
Koloni bakteri Staphylococcus aureus

signifikan

Pada NAP

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5 di atas, dapat diketahui bahwa
pemberian ekstrak daun binahong sebagai antimikroba dengan jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP (r =-0,911, p=0,000)
mempunyai hubungan (korelasi) yang signifikan (p<0,05), dan kekuatan korelasinya
adalah kuat (nilainya 0,911) dengan arah korelasi negatif (karena korelasi bernilai
negatif). Hal tersebut mempunyai makna bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak daun
binahong cenderung akan menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
yang dihasilkan pada medium NAP, dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi ekstrak yang lebih rendah maupun pada
kelompok kontrol.

Seberapa besar pengaruh pemberian ekstrak daun binahong terhadap jumlah


koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP dapat dianalisa
dengan regresi (bentuk hubungan). Berdasarkan hasil pengujian dengan analisis regresi
linier, dengan hasil persamaan regresi pada setap konsentrasi adalah sebagai berikut.

Tabel 5.6 Model Regresi


Persamaan Regresi

R Square

Y = 685.450 29.090 X

83%

Keterangan:
Y

= jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus

= konsentrasu ekstrak daun binahong

Adapun model regresi dari pengaruh pemberian ekstrak daun binahong dengan
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP yaitu Y
= 685.450 29.090 X , dimana Y adalah jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
sedangkan X adalah konsentrasi daun binahong. Hal ini dapat diartikan bahwa tanpa
dipengaruhi

pemberian

ekstrak

daun

binahong,

maka

jumlah

koloni

bakteri

Staphylococcus aureus pada medium NAP akan cenderung jumlah meningkat secara
konstan sebesar 685.450 koloni bakteri (karena koefisien konstanta bernialai positif).
Namun apabila mempertimbangkan pengaruh dari perlakuan pemberian ekstrak daun
binahong, dimana setiap peningkatan 1% konsentrasi ekstrak daun binahong justru
akan menyebabkan penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus

yang

tumbuh pada medium NAP mengalami penurunan hingga 29.090 koloni bakteri.
Berdasarkan dari hasil uji regresi juga didapatkan bahwa nilai koeffisien
determinasi (R Square = r2) yang menyatakan besarnya pengaruh dan pemberian
ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang

dihasilkan pada medium NAP, dalam bentuk presentase, dan presentase sisanya (1- R
Square) ditentukan oleh faktor lain, jadi dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak daun
binahong berpengaruh cukup besar terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus
aureus yang dihasilkan pada medium NAP hingga 83%. Sedangkan 17.0% keragaman
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkan pada medium NAP
tersebut dipengaruhi oleh faktor lain selain pemberian ekstrak daun binahong (Dahlan,
2008). Misalnya faktor medium, kondisi saat dilakukan spektrome
, faktor alat-alat yang digunakan pada penelitian dsb. Sehingga semakin tinggi
konsentrasi pemberian ekstrak daun binahong yang dipergunakan, maka berpengaruh
signifikan dalam menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP.
Terdapat pengaruh signifikan dari pemberian ekstrak daun binahong dalam
menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium
NAP, berdasarkan hasil penelitian dapat ditunjukan dalam bentuk grafik linieritas
sebagai berikut:

Gambar 5.4 Grafik linieritas ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Sthaphylococcus aureus pada setiap perlakuan

Dari grafik linieritas di atas terlihat bahwa garis regresi antara pemberian
ekstrak daun binahong dengan jumlah bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh
pada medium NAP mengarah ke kanan bawah. Hal tersebut menunjukkan adanya
linieritas dari pemberian ekstrak daun binahong terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP. Artinya, peningkatan
perlakuan berupa pemberian konsentrasi daun binahong cenderung akan menurunkan
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada medium NAP,
dibandingkan dengan jumlah koloni Staphylococcus aureus pada konsentrasi yang lebih
rendah maupun kelompok kontrol.

BAB 6
PEMBAHASAN

Penelitian eksperimental ini memiliki tujuan untuk mengetahui efek ekstrak


daun binahong sebagai antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in
vitro. Selain itu, juga untuk mengetahui besar pengaruh pemberian ekstrak daun
binahong terhadap pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus. Metode yang
digunakan adalah metode dilusi tabung (tube dilution test). Berdasarkan metode ini,
didapatkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak daun binahong yang ditunjukkan
dengan pertumbuhan koloni bakteri pada medium NAP < 0,1% dari original inoculum.
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini, berasal dari stock culture bakteri
yang disimpan di laboratorium Mikrobiologi FKUB. Sebelum digunakan dalam penelitian,
bakteri Staphylococcus aureus ditumbuhkan kembali pada medium NAP (streaking)
untuk kemudian dipergunakan kembali dalam pengulangan-pengulangan berikutnya.
Dengan pewarnaan Gram serta pengamatan di bawah mikroskop menggunakan
pembesaran 1000x, didapatkan gambaran sel bakteri yang berbentuk kokus
bergerombol seperti anggur dan berwarna ungu (Gram positif). Bakteri Staphylococcus
aureus dapat dibedakan secara makroskopis dengan bakteri lain, hal ini ditunjukkan dari
tampak warna kuning keemasan pada koloni yang tumbuh di medium NAP.
Ekstrak daun binahong yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh
dengan cara ekstraksi metanol 96% dan evaporasi dengan water bath. Sebelum
diekstraksi, daun binahong mengalami proses pengeringan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di daun binahong. Setelah kering,
dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan metanol. Setelah proses ekstraksi
selesai, dilakukan evaporasi dengan water bath.

Sebelum mendapatkan konsentrasi perlakuan, penulis terlebih dahulu


melakukan penelitian eksplorasi. Dari hasil penelitian eksplorasi pertumbuhan bakteri
tidak didapatkan pada konsentrasi 12,5% akan tetapi masih didapatkan pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi 7,5%, sehingga dari rentan tersebut dipilih konsentrasi 7,5%
hingga 12,5% sebagai konsentrasi perlakuan dengan rentan konsentrasi 1,25%. Dari
penelitian eksplorasi juga didapatkan hasil bila rentan konsentrasi lebih jauh misalnya
2,5% maka pertumbuhan koloni sangat jauh berbeda, sehingga tidak dapat diamati
Kadar Bunuh Minimal (KBM) dengan seksama dan dapat mempengaruhi homogenitas
data. Oleh karena itu, dipilih rentang konsentrasi 1,25% pada penelitian ini. Konsentrasi
perlakuan yang digunakan adalah 0% (kontrol positif); 7,5%; 8,75%; 10%; 11,25%; dan
12,5%.
Warna ekstrak daun binahong adalah hijau kehitaman, sehingga tingkat
kekeruhan dari masing-masing konsentrasi perlakuan tidak dapat diamati secara
kualitatif untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM). Sebelum dilakukan inkubasi,
masing-masing tabung sudah mengalami kekeruhan. Masing-masing tabung perlakuan
ditanam pada medium NAP dan diinkubasikan pada suhu 37C selama 18-24 jam.
Kemudian dilakukan penghitungan menggunakan colony counter terhadap bakteri yang
tumbuh dari masing-masing konsentrasi perlakuan.
Dari pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus tersebut dapat
ditentukan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Konsentrasi ekstrak menunjukkan KBM jika
jumlah koloninya < 0,1% dari original incoulum pada rata-rata jumlah koloni dari
pengulangan 1, pengulangan 2, pengulangan 3, dan pengulangan 4. Sedangkan original
inoculum bakteri Staphylococcus aureus adalah 1600 CFU/plate. Maka dapat ditentukan
besar KBM adalah pada konsentrasi 12,5% (0,1 dari 1600 adalah 1,6; konsentrasi
ekstrak yang memenuhi adalah 12,5%).

Bila dilakukan perbandingan efek antimikroba ekstrak daun binahong


berdasarkan literatur yang ada didapatkan bahwa ekstrak petroleum eter dan etanol
70% rhizoma binahong tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli
sampai konsentrasi 15% (Setiaji, 2007). Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa ekstrak daun binahong memiliki efek antimikroba lebih sensitif
pada Staphylococcus aureus dibanding bakteri yang lain. Dari literatur lain disebutkan
pula ekstrak daun binahong dalam sediaan salep mempunyai efek terhadap
penyembuhan luka bakar pada punggung tikus, dan salah satu bakteri yang berperan
dalam luka bakar adalah Staphylococcus aureus (Hidayati, 2009).
Hasil dari penghitungan jumlah koloni bakteri ini kemudian dianalisis dengan
menggunakan SPSS 15, menggunakan uji statistik One Way ANOVA, Uji Kolerasi, dan
Uji Regresi. Dari uji ANOVA, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,0000 (p < 0,05) yang
berarti terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan pada efek antimikroba pada
pemberian ekstrak daun binahong antara dua perlakuan terhadap jumlah koloni bakteri
Staphylococcus

aureus.

Berdasarkan

analisis

pengujian

berganda

(multiple

comparisons) menggunakan Uji Tukey didapatkan beberapa perbedaan yang bermakna.


Dari Uji Kolerasi didapatkan nilai signifikansi 0,0000 dan koefisiensi kolerasi -0,911 yang
berarti pemberian ekstrak daun binahong mempunyai hubungan (kolerasi) yang
signifikan dengan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dengan arah kolerasi
negatif, artinya semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong cenderung akan
menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian dari Uji Regresi
dapat diketahui seberapa besar pengaruh pemberian ekstrak daun binahong terhadap
jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus. Hasil persamaan regresi liniernya adalah
Y = 685.450 29.090 X, dimana Y adalah jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
yang dihasilkan pada medium NAP, sedangkan X adalah perlakuan pemberian ekstrak
daun binahong. Nilai koefisien determinasi (R square = r2) yang didapatkan sebesar

83% sedangkan sisanya 17% disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
(Dahlan, 2008).
Efek antimikroba daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus
diperankan zat-zat aktif yang larut dalam metanol, sebab metode ekstraksi pada
penelitian ini menggunakan pelarut metanol, diperkirakan zat-zat aktif yang larut dalam
metanol adalah adalah flavanoid, alkaloid, polifenol, dan tannin (Darusman, 2007).
Aktivitas flavanoid ini disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks
berikatan dengan protein ekstraseluler, protein soluble dan dinding sel. Flavanoid yang
bersifat lipofollik mempunyai kemampuan akan merusak membran sel mikroba.
Rusaknya membran dan dinding sel akan menyebabkan metabolit penting di dalam sel
akan keluar, akibatnya terjadi kematian sel (Tsuchiya et al., 1996). Alkaloid merupakan
senyawa nitrogen heterosiklik, yang mengandung basa nitrogen. Mekanisme kerja dari
alkloid dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinteraksi atau melekatkan diri
di antara DNA. Adanya zat yang berada di antara DNA akan menghambat replikasi DNA
itu sendiri, akibatnya terjadi gangguan replikasi DNA yang akhirnya akan menyebabkan
kematian sel (Naim, 2005). Tannin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi
sebagai growth inhibitor sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroba (Cheeke,
2000). Sedangkan mekanisme kerja saponin pada mikroorganisme adalah berkaitan
dengan kompleks polisakarida pada dinding sel, sehingga dapat merusak dinding sel
dari bakteri tersebut (Hopkins, 1999).
Dengan melihat fakta hasil penelitian yakni adanya penurunan jumlah koloni
bakteri Staphylococcus aureus seiring dengan peningkatan konsentrasi perlakuan yang
diperkuat dengan data kandungan bahan aktif ekstrak daun binahong yang mampu
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, maka dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun binahong terbukti memiliki efek sebagai antimikroba terhadap bakteri

Staphylococcus aureus. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang telah disusun
sebelumnya adalah benar.
Keterbatasan penelitian ini antara lain pada metode pembuatan ekstrak yang
bersifat acak dan kasar, jumlah pasti masing-masing bahan aktif yang dihasilkan dari
proses ekstraksi tidak diketahui secara pasti. Bahan aktif tersebut bekerja sendiri-sendiri
ataupun bersama-sama untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Adanya variasi biologis dari masing-masing spesies daun binahong juga dapat
mempengaruhi jumlah bahan aktif antimikroba. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi
adalah Iamanya masa penyimpanan ekstrak. Makin lama disimpan, maka sensitifitas
ekstrak biasanya akan menurun. Akan tetapi ada beberapa ekstrak yang mengalami
peningkatan efek.
Aplikasi klinis yang mungkin penelitian ini adalah penggunaan ekstrak daun
binahong secara topikal untuk pengobatan infeksi Staphylococcus aureus pada kulit.
Sedangkan untuk penggunaan secara sistemik, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut, yaitu melalui pengujian pada hewan coba maupun pengujian pada manusia (uji
klinik). Sebelum calon obat baru dapat dicobakan pada manusia, dilakukan penelitian
terlebih dahulu untuk menentukan farmakodinamik, farmakokinetik dan efek toksiknya
pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup pengembangan teknik
analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan
biologis. Semuanya dilakukan untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil
resiko yang merugikan pada penelitian terhadap manusia. Studi toksikologi pada hewan
umumnya dilakukan 3 tahap yaitu penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya
dosis tunggal yang membunuh 50% sekelompok hewan coba (LD50), penelitian
toksisitas jangka panjang meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat
dalam jangka panjang, penelitian toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap sistem
reproduksi termasuk teratogenitas, uji karsinogenitas, dan mutagenisitas, serta uji

ketergantungan. Sedangkan pengujian pada manusia (uji klinik) terdiri dari uji fase I
sampai IV (Setiawati, 2007). Pada dasarnya uji klinik tersebut bertujuan untuk
memastikan efikasi, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada
manusia akibat pemberian suatu obat (Setiawati, 2007), dalam hal ini adalah obat yang
berasal dari daun binahong.

BAB 7
PENUTUP

7.1

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun binahong terbukti memiliki efek sebagai antimikroba terhadap
bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro.
2. Makin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka makin rendah tingkat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
3. Kadar Hambat Minimal (KHM) dari penelitian ini tidak dapat ditentukan karena
sebelum maupun sesudah diinkubasi pertumbuhan bakterinya tetap keruh
sehingga tidak dapat diinterpretasikan KHM-nya.
4. Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak daun binahong yang dapat membunuh
bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 12,5%.

7.2

Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan dari penelitian ini adalah:
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui presentase masing-masing bahan
aktif yang terkandung di dalam ekstrak daun binahong.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahan aktif apa yang paling
berperan sebagai antimikroba pada ekstrak daun binahong
3. Diharapkan dapat dilakukan penelitian Iebih Ianjut tentang efek antimikroba daun
binahong pada bakteri lain, jamur maupun virus.

DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, G., W. A Hammerman, R. Edward and S. L. Kaplan. 2003. Clindamycin
treatment of invasive infection caused by community-acquired methicilinresistant
and methicilin susceptible Staphylococcus aureus in children. Pediatr Infect Dis
J. 22:593-8.

Anonim. 2009. KIR Binahong. (Online). http://www.scribd.com/doc/19009447/ khasiatbinahong, diakses 2 Desember 2009. 19.45.

Backer C, RC Bakhuizen van den Brink. 1986. Flora of Java Vol III. Groningen: Wolters
Noordhoff.

Berg W, Keller W, Michel C, Susan M. 1992. Structural Principle of Flavanoid


(Antioxidant in Free Radical and the Liver. Germany: Springer-Verlag Berlin
Herdelberg. P. 68-69.

Cheeke PR. 2000. Actual and potential applications saponin. Plant products as
antimicrobial agents. Clinical Microbiology Rev. 12(4), pp: 564-582.

Cowman M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews,


(Online), 12(4): 564-582 (http://www.pubmedcentral.com, diakses 4 Desember
2009).
Cruickshank R, Duguid JP, Marmion BP, Swain RHA, 1978. Microbial Infection 13th
edition. Livingstone. Adelaide, South Australia: The English Language Book
Society and Churchill.

Dahlan, SM. 2008. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika. Hal 83-95, 155-162, 195-200.

Darusman L. 2007. Riset IPB, (Online), (http://www.depkes.co.idlindex.php, diakses 7


Desember 2009 pukul 16.45 WIB)

de Pauda L, Bunyapraphatsara N, Lemmens S. 1999. Plant Resources of South East


Asia No 12(1). Medical and Poisonous Plants 1. Printed in Bogor Indonesia
(PROSEA). Leiden, the Netherlands: Backhuys Publishers. P. 36-48.

Desphande S. 2002. Handbook of Food Toxicology. New York: Marcel Dekker Inc.

Dzen SM, Roekistiningsih, Santoso S, Winarsih S, Sumamo, Islam S, AS Noorhamdani,


Murwani S, Santosaningsih 0. 2003. Bakteriologi Medik. Malang : Bayumedia
Publishing.

Handayani F. 2009. Tanaman Obat Binahong. (Online).


(http://www.scribd.com/doc/19009447/khasiat-binahong, diakses 5 Maret 2010
pukul 13.30 WIB)
Hawley G. 1987 Condensed Chemical Dictionary. 11th Edition. New York: Van Nostrand
Reinhold Company Inc.

Hidayati I. 2009. Uji Aktivitas Salep Ekstrak Daun Binahong sebagai Penyembuh Luka
Bakar pada Kulit Punggung Kelinci (Online).
(http://docs.google.com\viewer?a=v&q=cache:zbu4pXIX7sJ). Diakses 10
Desember 2010.
Hopkins G. 1999. Introduction to Plant Physiology 2nd edition. Toronto: John Wiley &
Sons Inc.

Jawetz, Melnick, Adelbergs. 2005. Medical Microbiology 24th Edition. United State: The
McGraw-Hill companies.
Jensen M. 1989. Introduction to Microbiology for the health Science 2nd edition. New
Jersey: Prentice Hall Inc.

Loekito H. 1998. Rancangan Percobaan Suatu Pengantar. Malang: lKlP.


MachIin LJ. 1991. Handbook of Vitamins. 2nd Edition. New York: Marci Dekker Inc. p.
572-575.

Naim, R. 2005. Senyawa antimikroba dari tanaman. Harian Kompas edisi Rabu, 15
September 2004 (http://kompas.com/kompas-cetak/contactus.htm diakses
tanggal 1 Desember 2009 pukul 14.30 WIB).

Omulokuli E, Khan B, Chabra S.C. 1997. Antiplasmodial Activity of Four Kmnyam


Medical Plants. J. Ethnopharmacol, (Online), 56(2): 133-137,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov, diakses 11 Desember 2009 14:00 WIB)

Pink A. 2008. Profile for Anredera cordifolia (heartleaf madeiravine). Gardening for the
Million. United States: Project Gutenberg Inc.

Rohmawati A. 2007. Pengaruh Pemberian Topikal Daun Binahong Tumbuk terhadap


Penyembuhan Luka bakar pada Mencit (Online). http://digilib.uns.ac.id/abstrak
11865 pengaruh-pemberian-topikal-daun binahong-%7Banredera-cordifolia--ten.-steenis%7D-tumbuk-terhadap penyembuhan-Iuka-bakar-pada-mencit.html.
Diakses 30 Oktober 2010. 20.30.

Setiawati EC. 2007. Pengaruh pemberian campuran produk ekstrak kering daun dewa
(Gynura procumbens Lour) dan daging buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa Scheff Boerl) terhadap kadar glukosa darah tikus putih jantan normal
yang dibebani glukosa. Risalah Temu llmiah Farmasi Klinik II tahun 2007.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hal: 268-299.

Setiaji A. 2007. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK PETROLEUM, ETIL ASETAT


DAN ETANOL 70% RHIZOMA BINAHONG TERHADAP Escherichia coli SERTA
SKRINING FITOKIMIANYA. (Online).
(http://etd.eprints.ums.ac.id/5253/1/K100050288.pdf, diakses 9 Desember 2009
pukul 15.00 WIB)

Stehulak N. 1998. Staphylococcus aureus A Most Common Cause. (Online)


(http://ohioline.osu.edu/hyg-fact/5000/5564.html, diakses 12 Oktober 2010 pukul
15.30 WIB)

Thitrosoepomo G, 1992, Taksonomi Tumbuhan 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Tsuchiya H, Sato M, Miyazaki T, Fujiwara S, Tanigaki S, Ohyama M, Tanaka T, Linuma


M. 1996. Comparative Study on the Antibacterial Activity of Phytochemical
Flavones against MRSA. J. Ethnopharmacol, (Online), 50(1), p. 27-34,
(http://www.ncbo.nlm.nih.gov, diakses 14 Desember 2009 pukul 05.00 WIB).
Wahid, M. H. 2007. MRSA Update: Diagnosis dan tatalaksana. 4th Symposium of
Indonesia Antimicrobial Resistence Watch (IARW). Dalam: Andra. Jakarta, 29
Juni-1 Juli. Jakarta: Farmacia. hal 64.

Wise S. 2002. Methicillin-Resistante Staphylococcus aureus (MRSA), (Online),


(http://www.hopkins-beic.orglinfection_disease/mrsn.html,
diakses 22
Desember 2009 pukul 17.30 WIB).

Wongso A. 2008. Binahong (Anredera Coridfolia (Ten.) Steenis) .(Online).


(http://wongsukses.blog.friendster.com/2008/12/binahong-andredera-cordifoliaten-steenis/, diakses 9 Desember 2009 pukul 11.00 WIB).

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

: Vita Uxiana

NIM

: 0710710070

Program Studi

: Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari
dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 1 Februari 2011


Yang membuat pernyataan,

Vita Uxiana
0710710070

Lampiran 2 (L2) Alat Dan Bahan

Gambar L2.1 Spektrofotometri

Gambar L2.3 Vortex

Gambar L2.2 Mikroskop

Gambar L2.4 Daun Binahong

Lampiran 3 (L3) Identifikasi Bakteri dan Hasil Penelitian

Gambar L3.1 Hasil Inkubasi Kontrol Kuman Bakteri Staphylococcus aureus


Kontrol kuman setelah diinkubasi nampak keruh

Gambar L3.2 Koloni bakteri pada Medium NAP


Koloni bakteri Staphylococcus aureus (SA) yang tumbuh berwarna kuning

Gambar L3.3 Pewarnaan Gram


Pada pengamatan di bawah mikroskop bakteri SA terlihat berbentuk kokus,
menggerombol dan berwarna ungu

Gambar L3.4 Koloni Bakteri pada Medium MSA


Koloni SA yang tumbuh tampak mengkilap

Gambar L3.5 Hasil Tes Katalase


Pada pengujian ini SA memproduksi buih yang tampak pada tabung maupun plate
(positif)

Gambar L3.6 Hasil Tes Koagulase


Bakteri SA menunjukkan hasil yang positif (terkoagulasi) tampak pada tabung sebelah
kanan

Original inoculum

Kontrol Kuman

Konsentrasi 7.5%

Konsentrasi 8.75%

Konsentrasi 10%

Konsentrasi 11.25%

Konsentrasi 12.5%

Gambar L3.8 Hasil Pertumbuhan Koloni Staphylococcus aureus pada medium


NAP dengan Konsentrasi 7.5%; 8.75%; 10%; 11.25%; 12.5%; Kontrol Kuman; dan
Original Inoculum
Gambar ini membuktikan efektifitas ekstrak daun binahong terhadap Staphylococcus
aureus yang ditunjukkan dengan makin tinggi dosis makin sedikit jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang tumbuh.
Tabel L3.9 Hasil penghitungan jumlah koloni Staphylococcus aureus pada NAP
Konsentrasi

Penggulangan
1

0%

1254

7.5%

Jumlah Koloni

Rata-rata

Bakteri

Koloni Bakteri

1130

1089

1206

4678

1169.75

310

302

319

321

1251

313

8.75%

122

132

107

123

484

121

10%

74

51

58

75

258

64.5

11.25%

27

22

10

20

79

19.75

12.5%

100%

Tabel L3.10 Konversi konsentrasi persen ekstrak daun binahong yang digunakan
dalam miligram (mg)
Konsentrasi ekstrak dalam %

Konversi dalam mg

7.5%

750 mg

8.75%

875 mg

10%

1000 mg

11.25%

1125 mg

12.5%

1250 mg

Contoh cara konversi:


50 gram 5 ml 100%
10 gram 1ml 100%
100% ekstrak setara dengan 100 gram berat kering daun binahong
N1 x V1 = N2 x V2
100% x V1 = 7.5% x 1 ml
V1 = 0.0075 ml
Untuk membuat konsentrasi 7.5% ekstrak dibutuhkan 0.075 ml ekstrak 100% dan 0.925
ml aquades
1 ml 10 gram
0.075 ml 0.75 gram
0.75 gram = 750 mg
Jadi, konsentrasi 7.5% setara dengan 750 mg berat kering daun binahong

Lampiran 4 Uji Statistik


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
koloni
N
Normal parameters a,b

28
Mean

241.1429

Std. Deviation

685.450

Most Extreme

Absolute

.512

Differences

Positive

.512

Negative

-.344

Koloforov-Smirnov Z

2.710

Asymp Sig (2-tailed)

.091

Test of Homogenity of Variances


koloni
Levene
df1
Statistic
1.847
4

df2

Sig
15

.172

Uji Kolerasi
Correlations
Konsentrasi
konsentrasi

Koloni

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

Koloni
1

28
-.911**
.000
28

-.911**
.000
28
1
28

Uji regresi linear


Regression
Descriptive Statistics
Mean
koloni
konsentrasi

241.1429
21.4286

Std. Deviation
400.52500
32.88890

N
28
28

Variables Entered/Removed
Model
Variabeles
Entered
a
Konsentrasi
a. All requested variables entered
b. Dependent Variable koloni

Model
1

Variables
Removed

Method
.

Model Summary
R Square

.911*
a. Predictors: (Constant), konsentrasi

.830

Enter

Adjusted R
Square
.820

Std. Error of the


Estimate
49.07337

Model

ANOVA
df

Sum of
Squares
Regression
557422.0
Residual
3773925
Total
4331347
a. Predictors: (Constant), konsentrasi
b. Dependent variable: koloni

Mean Square
1
26
27

557422.026
145150.977

F
503.840

Sig.
.001*

Anda mungkin juga menyukai