Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH DEFESIENSI SITOKIN

OLEH :

EKA UMMI RAHAYU


H411 16 022

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi antar sel

untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem imun komunikasi antar sel umumnya

melibatkan sitokin. Mediator ini diperlukan untuk proliperasi dan diferensiasi sel-sel

hematopoitik dan untuk mengatur dan menentukan respon imun. Sitokin dalam

menjalankan fungsinya sebagai mediator saling berinteraksi antara sitokin sendiri dan

interaksi ini dapat berjalan sinergis atau antagonis. Oleh karena interaksi tersebut, konsep

kerja sitokin sebagai suatu “network”.

Sitokin merupakan protein atau glikoprotein yang diproduksi oleh leukosit dan sel-

sel berinti lainnya. Bekerja sebagai penghubung kimia antar sel dan tidak bertindak sebagai

molekul efektor. Sitokin mempunyai berbagai macam fungsi, namun pada umumnya

sitokin bertindak sebagai pengatur pertahanan tubuh untuk melawan hal-hal yang bersifat

patogen dan menimbulkan respons inflamasi. Hampir seluruh sitokin akan disekresi dan

sebagian dapat ditemukan pada membran sel, sisanya disimpan dalam matriks

ekstraseluler.

Sitokin dibagi menjadi beberapa famili menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-

4,- IL-6/IL-12, Interferon, TNF, IL-l, Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan

Kemokin. Pada umumnya sitokin merupakan faktor pembantu pertumbuhan dan

diferensiasi. Sebagian besar sitokin bekerja pada selsel dalam sistim Hemapoetik.

Sitokin yang berperan sebagai mediator dan regulator respon imun alami dihasilkan

terutama fagosit mononuklear seperti makrofag dan sel dendrit dan sebagian kecil oleh

limfositT dan sel NK. Sitokin-sitokin tersebut diproduksi sebagai respon terhadap agen

molekul tertentu seperti LPS (Hpopoysaccharide), peptidoglykan monomers, teicoid acid

dan DNA double stranded. Beberapa sitokin yang penting adalah tumor necrosis factor

(TNF), IL-1, interferon gamma (IFN gamma), IL-6, IL-10,1L-12. Sitokin-sitokin yang

berfungsi sebagai mediator dan regulator respon imun didapat terutama diproduksi oleh
limfosit T yang telah mengenal suatu antigen spesifik untuk sel tersebut. Sitokine ini

mengatur proliferasi dan diferensiasi limfosit pada fase pengenalan antigen dan

mengaktifkan sel efector. Bakteri atau antigen yang berbeda akan merangsang sel T helper

CD4+ untuk berdeferensiasi menjadi Th-1 dan Th-2 yang mengahasilkan sitokin yang

berbeda pula. Beberapa diantaranya yang penting adalah : IL- 2, IL-4, IL-5, TGF

(tranforming growth factor), IFN gamma, IL-13. Sedangkan sitokin yang merangsang

hematopoiesis yaitu sitokine diperlukan untuk mengatur hematopoiesis dalam sumsum

tulang. Beberapa sitokin yang diproduksi selama respon imunitas alami dan didapat,

merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel progenitor sumsum tulang. CSF , IL-3,

GM-CSF, G-CSF merupakan beberapa sitokin yang penting untuk proses hemopoiesis.

A. Contoh Penyakit

Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia.

Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

risiko timbulnya kanker. Inflamasi kronik yang terjadi akan menimbulkan stimulus berulang

dan mengakibatkan kerusakan DNA ireversibel, diikuti dengan mutasi onkogen, gen

supresor tumor, gen pengatur proliferasi dan apoptosis sel. Hubungan antara inflamasi

kronik dengan kanker erat, hal tersebut tampak jelas pada pasien kanker kolorektal yang

sebelumnya menderita inflammatory bowel disease (IBD). IBD merupakan suatu penyakit

akibat inflamasi kronik dan dapat dibedakan menjadi ulcerative colitis (UC) dan Crohn's

disease (CD). IBD merupakan faktor risiko kanker kolorektal, IBD akan meningkatkan

risiko kanker kolorektal 19 kali lebih sering dibandingkan orang normal dan rata-rata 5%

pasien IBD akan menderita kanker kolorektal dalam waktu 10-15 tahun kemudian.

Prevalensi kanker kolorektal per tahun secara global hampir satu juta kasus dan 50%

kasus berakhir dengan kematian. Prevalensi kanker kolorektal pada tahun 2000 diperkirakan

ada 994.717 kasus, pria 498.754 kasus dan wanita 445.973 kasus. Peneliti di Amerika
Serikat melaporkan bahwa kanker kolorektal merupakan kanker tersering pada kelompok

usia di atas 75 tahun, walaupun telah ditemukan beberapa metode pengobatan tetapi belum

menunjukkan hasil yang memuaskan. Angka kematian akibat kanker kolorektal sejak tahun

1983 hingga 2003 menunjukkan peningkatan, di Jepang lima kali lipat dan di Korea empat

kali lipat.

Prevalensi kanker kolorektal tinggi di negara Amerika Utara, Argentina, dan

Australia, diduga berhubungan dengan western life style. Pola diet merupakan faktor risiko

timbulnya kanker kolorektal. Radikal bebas yang terbentuk pada proses inflamasi kronik

dan terdapat dalam diet sehari-hari. berperan dalam patogenesis kanker kolorektal (Tanaka,

2009). Peneliti selanjutnya melaporkan bahwa kanker kolorektal sering diakibatkan mutasi

protoonkogen K-RAS, hipometilasi DNA, loss of heterozygocity pada gen supresor tumor

APC (adenomatous polyposis coli) pada kromosom 5 (5q21), atau hilangnya alel kromosom

18q dan 17p.

Kerusakan DNA sendiri tidak terlepas dari akibat pembentukan dan pelepasan sitokin

proinflamasi untuk jangka waktu lama. Pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan

TNF-α akan meningkat akibat stimulasi NF-κB. Peningkatan ekspresi IL-1 dan TNF-α akan

menstimulasi proliferasi sel-sel sistem imun dan menghasilkan IL-6 yang memicu ke arah

keganasan.

Interleukin-1 adalah sitokin polipeptida yang dihasilkan pada proses inflamasi dengan

spektrum aktivitas imunologik luas. Beberapa penelitian menunjukkan peranan IL-1 sebagai

mediator inflamasi penyakit dengan onset akut dan kronik. IL-1 juga berperan mengontrol

limfosit, sedangkan peran IL-1 dalam proses peradangan secara umum bersifat tidak

spesifik. Kelompok IL-1 (IL-1 gene family) terdiri dari 3 jenis yaitu IL-lα, IL-1β, dan IL-1

receptor antagonist (IL-1Ra). Interleukin-1α dan IL-1β bersifat agonis menimbulkan reaksi

radang atau disebut sitokin proinflamasi. Interleukin-1 receptor antagonist bersifat


menghambat efek biologis IL-1 atau disebut sitokin antiinflamasi. Peningkatan produksi IL-

1 oleh sel mononuklear sudah dikemukakan pada beberapa kondisi patologis seperti kolitis

dan kanker kolorektal. Interleukin-1 juga merupakan mediator penting dalam proses

keganasan.

Anda mungkin juga menyukai