Anda di halaman 1dari 6

II.

2 Nata

Nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin

sebagai nature yang berarti terapung-apung. Nata juga dikenal sebagai salah satu

produk makanan fermentasi yang berbentuk gelatin seperti agar-agar atau kolang-

kaling yang dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim, dan youghurt. Nata

berwarna putih hingga abu-abu muda dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling.

Nata dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan fungsional untuk keperluan diet,

memperbaiki proses pencernaan dan berfungsi mengatasi kelebihan kolestrol

(Amiarsi, dkk., 2015).

Nata de coco yang berasal dari limbah air kelapa yang terdapat melimpah di

Indonesia dapat digunakan sebagai sumber selulosa mikrobioal dan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku membran selulosa asetat (Lindu, dkk., 2010).

Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter

xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah

industry nanas. Nata de coco adalah nata yang dibuat dengan bahan baku air kelapa

(Suryani, dkk., 2005).

 Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan

murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan.

Pemeliharan tersebut meliputi:

1. Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas

(kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan, dan


2. Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan

viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi.

3. Penyimpanan. A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat

dari media Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi

diantaranya, Glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 gram), K2HPO4 (5

gram), (NH4)2SO4 (0,6 gram), MgSO4 (0,2 gram), agar (18 gram) dan air

kelapa (1 liter). Pada agar miring dengan suhu penyimpanan 4-7°C, mikroba

ini dapat disimpan selama 3-4 minggu.

4. Penyegaran. Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan

kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan

harus diuji dengan melakukan isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni

asing pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi.

Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan

dimurnikan kembali sebelum disegarkan.

Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap

diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat

dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media

fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih

segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan

biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis

berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan

semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9

hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan
lagikarenakondisifisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat

kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume

media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari

5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang

terlalu banyak tidak dianjurkan karenatidak ekonomis.

 Fermentasi

Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter.

Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba

tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai nata

yang terbentuk cukup tebal (1,0 – 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah

10 hari (semenjak diinokulasi dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke

15. Jika fermentasi tetap diteruskan, kemungkinan permukaan nata mengalami

kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini

adalah massa mikroba berkapsul dari selulosa. Lapisan nata mengandung sisa media

yang sangat masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan

perendaman dan perebusan dengan air bersih.


II.3 Roti

Di Indonesia, roti menjadi makanan siap saji yang bayak dipilih masyarakat.

Kesibukan Kerja dan gaya hidup yang serba cepat membuat masyarakat memilih

makanan yang penyajiannya praktis. Roti dipilih sebagai alternative sumber kalori

pengganti nasi dan camilan pngganjal perut. Masuk akal karena selain praktis, roti

relative tahan lama, kaya karbohidrat, dan harganya cukup terjangkau semua kalanga

(Sutomo, 2007).

Mesir kuno menggunakan ragi untuk pembuatan anggur dan roti. Ragi dapat

mengubah glukosa dalam cairan anggur menjadi alcohol. Dalam pembuatan roti, ragi

akan menghasilkan gelembung gas pada proses fermentasi, sehingga akan membuat

tekstur roti menjadi empuk (Rahardjanto, 2011). Di Indonesia S. cereviceae sebagai

khamir yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan pembuatan roti dan

kue (Ahmad, 2005).

Di dalam proses fermentasi, ragi mengubah gula dan karbohidrat di dalam

adonan menjadi gas karbondioksida dan alcohol. Terbentuknya zat inilah yang

membuat adonan men gembang, membentuk pori-pori dan beraroma harum ketika

dipanggang (Sutomo, 2007).

Di dalam adonan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi sehingga ragi bias

berkembang lebih cepat dan proses fermentasi berjalan baik. Gula juga memberikan

rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses karamelisasi selama

pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis menjadikan roti lebih awet. Gunakan

gula sekitar 25% dari berat tepung terigu. Roti tertentu, seperti roti manis,

memerlukan jumlah gula lebih banyak. Penambahan gula yang terlalu banyak
menyebabkan proses fermentasi berjalan cepat sehingga pori-pori menjadi kasar dan

roti lebih cepat gosong saat dipanggang. Pilih gula yang tidak bergumpal, butirannya

halus, dan berwarna putih bersih (Sutomo, 2007).

Umumnya, adonan roti menggunakan lemak nabati (margarin) dan lemak

hewani (mentega). Namun, ada jenis roti tertentu, seperti adonan kulit pizza yang

menggunakan minyak goring atau olive oil dan puff pastry yang menggunakan

korsvet, pastry margarin atau lemak beku. Pilih lemak sesuai dengtan kebutuhan

resep. Penggunaan lemak biasanya 2-6% dari berat tepung. Lemak membuat roti

lebih empuk dan beraroma harum. Tekstur roti juga lebih halus (Sutomo, 2007).

Kadang, adonan roti ditambah dengan cairan seperti air dingin, susu cair, jus

buah atau santan. Gunakan jumlahnya sesuai petunjuk resep. Kelebihan cairan

menyebabkan adonan lembek. Sebaliknya, kekurangan cairan menyebabkan adonan

keras sehigga sulit digiling dan dibentuk. Cairan membuat adonan keras sehingga

sulit digiling dan dibentuk. Cairan membuat kepadatan adonan bisa dikontrol dan

menyebarkan bahan-bahan lain agar tercampur rata (Sutomo, 2007).

Telur yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah telur ayam. Telur

berfungsi memperbaiki nilai gizi roti, meningkatkan citarasa dan membantu

pembentukan tekstur serat roti yang lebih halus. Kandungan lesitin di dalam kuning

telur membantu mengemulsi adonan sehingga struktur adonan lebih kompak. Pilih

telur ayam yang baru, tidak retak dan bersih (Sutomo, 2007).

Garam membuat proses fermentasi ragi dapat dikontrol. Jika tidak ada garam,

fermentasi berjalan lebih cepat dan gula habis dimaka ragi. Akibatnya, warna kulit

roti menjadi pucat dan berkerut karena tidak ada gula. Garam juga berfungsi
menstabilkan kekokohan gluten di dalammenhan gas sehingga adaonan tidak mudah

turun. Fungsi lainya, garam memperbaiki cita rasa roti menjadi lebih gurih dan lebih

awet. Penambahan garam 2-2,5% dari jumlah tepung (Sutomo, 2007).

Anda mungkin juga menyukai