Anda di halaman 1dari 13

I.

Judul Praktikum : Pembuatan Nata de Soya


II. Tujuan : Setelah melakukan percobaan ini praktikan diharapkan
dapat membuat Nata de Soya
III. Landasan Teori :
Selama ini air limbah tahu belum pernah dimanfaatkan sehingga dapat mencemari
lingkungan sekitar khalayak mitra. Air limbah tahu adalah air sisa penggumpalan tahu
(whey) yang dihasilkan selama proses pembuatan tahu.
Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung
nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan
dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika
dimanfaatkan akan menguntungkan pemilik mitra tahu atau masyarakat yang berminat
mengolahnya. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media
fermentasi bakteri.
Pemanfaatan air limbah industri tahu untuk produk pangan yang digemari
masyarakat merupakan alternatif terbaik yang dapat ditawarkan kepada pengusaha tahu.
Selama ini mereka hanya memproses kedelai menjadi tahu dan membuang seluruh
limbah pabrik. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa limbah tersebut tidak
bernilai ekonomis sama sekali. Padahal pemanfaatan bisa meningkatkan pendapatan
dari khalayak itu sendiri berupa pemanfaatan limbah tahu menjadi Nata de Soya.
Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar
dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada
permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan
baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey). Nata yang dibuat dari air
kelapa disebut dengan Nata de Coco, dan yang dari whey tahu disebut dengan Nata de
Soya. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda.
Kandungan serat nata de coco dan nata de soya berturutturut yaitu 8,51 % dan 10,60
% (Sutriah dan Sjahriza, 2000 dalam Legiyon, 2011).
Menurut hasil analisi gizi, Nata de Soya tergolong produk pangan yang bergizi
tinggi terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar. Data tersebut
membuktikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum mampu mengubah air limbah tahu
yang tidak bernilai menjadi suatu produk bernilai gizi tinggi (Basrah Enie & Supriatna,
1993).
Kandungan Gizi Nata de Soya dan Air Limbah Tahu dalam 100 gr
Zat Gizi
(satuan)
Nata de Soya
Air Limbah
Tahu
Karbohidrat (g) 20 2
Protein (g) 2,35 1,75
Lemak (g) 1,68 1,25
Serat kasar (g) 3,2 0,001
Kalsium (mg) 4,6 4,5
Nata de soya adalah selulosa yang mengandung air sekitar 98% dengan tekstur
kenyal, kokoh, putih, dan transparan dengan rasa yang mirip kolang-kaling. Produk ini
dapat dipakai sebagai sumber makanan yang rendah kalori untuk keperluan diet dan
mengandung serat yang sangat dibutuhkan dalam proses fisiologi (Cahyadi, 2009).
Pembentukan nata de soya terjadi karena proses pengambilan glukosa dari dalam
limbah cair tahu oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut
digabungkan dengan asam lemak membentuk prekusor pada membran sel dan bersama
enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel (Cahyadi, 2009).
Produk gel terbentuk melalui mekanisme biokonversi oleh mikrobia yaitu proses
perubahan substrat menjadi suatu substansi menyerupai benang-benang polisakarida
(Stainer et al, 1963 dalam KNLH, 2007). Substrat yang biasa digunakan sebagai media
pembentukan nata antara lain air kelapa, sari nenas, limbah cair tahu dan lainnya atau
bahan-bahan lain yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk gel.
Bila bakteri tersebut ditumbuhkan pada media tersebut yang mengandung gula, maka
bakteri akan mengkonversi sekitar 19 % gula tersebut menjadi selulosa (gel). Gel yang
dihasilkan merupakan polimer dari gula ikatan 1,4glukosa glukosida (Atyh et al, 1995
dalam KNLH, 2007). Selulosa yang disekresikan ke medium berupa benang-benang
yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan membentuk
menyerupai kristal putih (Djide, 1994 dalam KNLH, 2007).
Proses pembentukan gel dimulai dengan proses kimiawi yaitu glikolisis.
Karbohidrat yang berasal dari medium dihidrolisis melalui cara asam (asam asetat)
maupun secara enzimatis yang merupakan penyusunan polisakarida selulosa (Yusuf,
1992 dalam KNLH, 2007). Sukrosa pada proses glikolisis dengan hidrolisis asam
menghasilkan D-glukosa dan D-fruktosa.
Karbohidrat yang ada dalam media dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana
misalnya menjadi glukosa untuk digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan
sel-sel mikrobia. Bila dalam media konsentrasi karbohidrat kurang, maka kemampuan
mikrobia untuk membentuk gel tidak berjalan dengan optimal bahkan mengalami
kegagalan.
Secara teoritis pembentukan selulosa cukup unik, karena bakteri mensintesis alat
pelindung diri untuk mencegah terhadap faktor lingkungan yang kurang
menguntungkan dengan cara menjerat diri dalam selulosa yang dibentuknya, tetapi cara
ini tidak selamanya menguntungkan karena penjeratan yang terlalu ketat justru dapat
mematikan bakteri itu sendiri karena tidak tersedianya faktor kehidupan cukup untuk
berlangsungnya aktivitas bakteri manakala selulosa telah menebal.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel diantaranya :
1. Sumber karbon merupakan faktor penting terhadap pembentukan gel. Menurut
Suratiningsih (1994) dalam Nurhayati (2006), bahwa bakteri Acetobacter
xylinum mampu mensintesis nata dari glukosa, maltosa, maupun gliserol.
Macam dan kadar gula yang ditambahkan akan mempengaruhi ketebalan dan
sifat nata yang terbentuk. Sukrosa sering digunakan sebagai sumber karbon,
karena merupakan gula lokal, harganya murah dan menghasilkan nata yang
tebal dan kenyal. Penambahan gula 5-8 % dapat memicu pertumbuhan optimal
bakteri. Penambahan gula terlalu banyak kurang menguntungkan, selain
mengganggu aktivitas bakteri juga mengakibatkan penurunan pH secara drastis
(KNLH, 2007).

2. Sumber nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
yang dapat diperoleh dari yeast ekstrak, natrium nitrat, urea, ammonium sulfat.
Di dalam fermentasi apabila nitrogen tidak tersedia maka nata tidak akan
terbentuk (Nurhayati, 2006).

3. Tingkat keasaman media fermentasi juga berpengaruh terhadap hasil nata.
Menurut Sunarso (1992) dalam Nurhayati (2006), semakin rendah pH media
fermentasi diperoleh nata yang semakin tebal. Hal ini disebabkan semakin
terseleksinya pertumbuhan mikroba akibat turunnya pH, maka Acetobacter
xylinum akan semakin sedikit mendapat saingan dengan mikroba yang lain
untuk mendapat nutrien dari media pertumbuhannya. Banyak penelitian setuju
bahwa pH optimum untuk menghasilkan selulosa antara pH 4 sampai 6 dengan
nilai maksimum pada 5 sampai 5,5 (Hestrin et al., 1954, Lapuz et al., 1967,
Masaoka et al., 1993, Embuscado et al., 1994 dalam Hafzialman, 2011).

4. Suhu juga merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan bakteri
Acetobacter, hal ini mengingat bahwa mikroba tertentu mempunyai suhu
optimum untuk bisa hidup. Menurut Sunarso (1992) dalam Nurhayati (2006),
suhu inkubasi fermentasi sangat berpengaruh terhadap pembentukan nata.
Suhu inkubasi 2831 C merupakan suhu optimal bagi pembentukan nata yang
akan menghasilkan nata yang tebal dan kenyal.


5. Kebutuhan oksigen, bakteri Acetobacter xylinum bersifat aerob sehingga
selama fermentasi diperlukan keberadaan oksigen (KNLH, 2007).

IV. Alat dan bahan :
a. Alat :
- Kompor
- Panci
- Timbangan
- Gelas ukur
- Saringan
- Wadah plastik
- Pengaduk kayu
- Hair Dryer
- Sendok

b. Bahan :
- Air limbah tahu (whey) 2 Liter
- Gula pasir 200 gr
- Urea 2 gr
- Cuka makan 5 ml
- Starter 200 ml
- Kertas koran

V. Prosedur Percobaan :
Pembuatan Nata de Soya
Air limbah tahu (whey) sebanyak 2 L disaring, lalu dimasak sampai mendidih
dan busa yang ada dibuang.
Kemudian ditambahkan gula pasir sebanyak 200 gr dan diaduk sampai
semuanya homogen.
Ditambahkan Pupuk ZA sebanyak 2.0 gr
Lalu didinginkan sampai suhu kamar.
Ditaruh kedalam talang plastik (sebagai wadah fermentasi)
Setelah dingin, kemudian ditambahkan asam cuka makan sebanyak 5 ml dan
diaduk sampai semuanya homogen.
Setelah semuanya dihomogenkan lalu ditambahkan starter sebanyak 200 ml.
Tutup rapat menggunakan koran diatas wadah plastik agar tidak ada udara yang
masuk.
Difermentasi selama 2 minggu sampai semuanya menjadi lapisan Nata.

Pengolahan Nata de Soya
Nata yang telah jadi diambil dan dicuci dengan air, berulang-ulang sampai
bersih,
Kemudian dilakukan pemotongan dengan menggunakan pisau tahan karat
dengan bentuk seperti kubus-kubus kecil.
Kemudian dicuci lagi berulang-ulang sampai rasa asam dari Nata tersebut
hilang.
















VI. Diagram Alir :


VII. Hasil Pengamatan :
Perlakuan Hasil Pengamatan
Whey tahu (2,5L) + Gula
(250 gr) + urea (12,5 gr)
lalu dipanaskan
Whey tahu (keruh) + Gula (putih) + urea (putih)
Larutan A
Setelah dingin,
Larutan A + Asam Cuka (5
mL), pH mencapai 4
Larutan A (bening) + asam cuka (tidak berwarna)
larutan B (bening)
Larutan B + starter (250 ml) Larutan B (bening) + starter (putih keruh)
larutan C (bening)
Larutan (III) disimpan,
Pada minggu pertama,
Pada minggu pertama, terbentuk lapisan nata
dengan permukaan yang rata. Namun tidak begitu
tebal. Karena dikhawatirkan akan terjadi
kontaminasi lebih lanjut, maka nata langsung
dipanen.


VIII. Mekanisme Reaksi :








IX. Pembahasan :
Nata yang kami buat dilihat secara keseluruhan dikatakan berhasil dengan baik,
karena keseluruhan air limbah tahu (whey) dapat diubah oleh Acetobacter xylinum
menjadi produk nata. Walaupun ketebalan yang diperoleh tidak setebal nata de coco.
Hal ini dikarenakan waktu panen yang percepat yaitu hanya satu minggu proses
fermentasi.
Terbentuknya Nata seperti jelly disebabkan oleh aktivitas mikroba acetobacter
xylinum untuk merombak jaringan protein menjadi bio sellulosa sehingga timbul
benang-benang (serat) sellulosa yang sangat banyak dimana makin lama, persediaan
whey tahu terombak semua menjadi bio sellulosa.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam
air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim
ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa.
Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar
benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan,
yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan mempunyai rasa asam, oleh karena dalam pembuatannya
kita menggunakan asam cuka agar didapatkan pH 3,0 4,5 sebagai kondisi optimum
pertumbuhan kedua jenis bakteri ini, sehingga mempengaruhi rasanya, tapi rasa asam
ini dapat kita hilangkan dengan jalan dilakukan pencucian berulang-ulang kali sampai
rasa asamnya itu hilang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan
adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media
temperature, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi
nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling
banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti
urea. Meskipun bakteri Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun
akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter Xylinum pada suhu 28 31
0
C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk
mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi zat-
zat yang tidak diinginkan sehingga akan membuat nata de coco gagal membentuk
lapisan.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam memproduksi nata
de soya yakni adanya kontaminasi dari zat ataupun unsur lain yang tidak seharusnya,
wadah tempat menyimpan biakan nata de soya terlalu sering terkena goncangan, wadah
yang digunakan untuk pembiakan kurang steril sehingga masih ada bakteri-bakteri lain,
dan masih banyak lagi faktor lain yang dapat menyebabkan kegagalan.

X. Kesimpulan :
1. Nata de soya merupakan selulosa yang mengandung air sekitar 98% dengan
tekstur kenyal, kokoh, putih, dan transparan dengan rasa yang mirip kolang-
kaling.
2. Pembentukan nata de soya terjadi karena proses pengambilan glukosa dari
dalam limbah cair tahu oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa
tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekusor pada
membran sel dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi
selulosa di luar sel.
3. pH optimal untuk tumbuhnya bakteri Acetobacter Xylinum yaitu pada pH 4,3
dan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28
31
0
C.
4. Tempat inkubasi memberikan pengaruh terhadap produksi Nata dimana jumlah
Nata yang diproduksi lebih baik dan lebih banyak ketika pada proses
pembuatan Nata, wadah media dalam keadaan statis daripada digoyang.
5. Kebersihan merupakan faktor sangat penting untuk keberhasilan dan proses
pembuatan Nata de Soya.







DAFTAR PUSTAKA
Ikranegara, Nheno. 2013. Nata de Soya. (online),
(http://nhenoikranegara.blogspot.com/, diakses tanggal 6 Maret 2014).
Fajar. 2013. Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Nata De Soya (Amdal). (online),
(http://ajanksifajar.blogspot.com/2013/01/pengolahan-limbah-tahu-menjadi-nata-
de.html, diakses tanggal 6 Maret 2014).

















LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA II
Pembuatan Nata de Soya



DISUSUN OLEH :

NAMA : IBNU DARMAWANTO
NIM : 06111010008
SEMESTER : VI
KELOMPOK : 6 B
DOSEN PENGASUH : 1. Drs.Made Sukaryawan, M.Si
2. Desi, S.Pd., M.T.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Anda mungkin juga menyukai