Bahan penunjang dalam pembuatan roti adalah air, garam, yeast atau ragi, gula,
susu, lemak, telur, dan mineral yeast food. Bahan penunjang ini berbeda fungsi
antara yang satu dengan lainnya. Misalnya, air berfungsi mengikat protein
terigu sehingga membentuk gluten dan juga sebagai pelarut bahan penunjang
lainnya (garam, gula, susu, dan sebagainya). Tanpa bahan penunjang maka
tidak akan terbentuk roti. Oleh karena itu, pemilihan bahan penunjang
yang baik akalmembantu pembentukan roti yang berkualitas baik.
1. Air
Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya
gluten serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Selain itu, air berperan
sebagai pelarut garam, penahan dan penyebar bahan-bahan bukan tepung
secara seragam, dan memungkinkan adanya aktivitas enzim. Adapun jenis
air dan pengaruhnya terhadap adonan roti adalah sebagai berikut.
1) Air lunak. Air lunak mengandung mineral 0-50 ppm. Air tersebut
akan menghasilkan adonan yang lunak dan lengket sebagai akibat
absorpsi air berkurang sampai 2 % karena tidak adanya mineral
yang memperkuat gluten. Dengan demikian, dalam adonan roti
perlu ditambahkan makanan ragi dan garam.
2) Air sedang. Air sedang mengadung mineral 50—mo ppm. Air
tersebut menghasilkan adonan yang paling baik dalam
pembuatan roti karena garam-garam mineral yang ada
berfungsi memperkuat gluten dan juga sebagai makanan ragi.
3) Air sadah. Air sadah mengandung mineral > loc) ppm. Air sadah
terlalu banyak mengandung garam sehingga akan menghambat
fermentasi karena penguatan gluten yang berlebihan. Oleh karena
itu, perlu pengurangan pemakaian ragi dan penambahan malt dalam
adonan roti.
4) Air alkali. Air alkali tidak cocok untuk pembuatan roti karena
kelebihan garam alkali. Pasalnya, keasaman yang terbentuk
selama fermentasi ragi akan dinetralisir oleh garam alkali. Selain
itu, garam alkali akan mengganggu aktivitas enzim selama
fermentasi karena menaikkan pH adonan. Padahal, aktivitas
enzim dalam adonan roti sangat dipengaruhi oleh pH medianya,
idealnya sekitar 4-5. Dengan demikian, adonan roti perlu
penambahan asam atau garam, misalnya asam cuka, asam laktat,
atau monokalsium fosfat.
2. Garam
Fungsi garam dalam pembuatan roti adalah penambah rasa gurih,
pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, pengontrol waktu fermentasi dari
adonan beragi, penambah kekuatan gluten, pengatur warna kulit, dan
pencegah timbulnya bakteri-bakteri dalam adonan. Syarat garam yang baik
dalam pembuatan roti adalah hams 10()% larut dalam air, jernih, bebas
dari gumpalan-gumpalan (lumps), murni, dan bebas dari rasa pahit.
Pemberian garam hams disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang
dgunakan. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-
2,25%. Jika kurang dari 2 % maka rasa akan hambar, sedangkan di atas
2,25 % akan menghambat aktivitas mikroba dalam ragi.
Volume roti yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh hasil CO2 selama
pengembangan adonan dan karakteristik dari protein untuk menahan gas.
Sementara yang berfungsi sebagai pengembang adonan dengan produksi gas
CO2-nya adalah ragi. Selain itu, ragi juga berfungsi sebagai pelunak gluten
dengan asam yang dihasilkan serta pemberi rasa dan aroma. Untuk pembuatan
roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae.
Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus
dipenuhi, di antaranya sebagai berikut.
1) Adanya keseimbangan gula, garam, terigu, dan air.
2) Agar mikroba tumbuh baik maka pH diatur berkisar 2,o-4,5; oksigen
cukup tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob; dan suhu
pengolahan sekitar 3o° C.
Sementara ragi yang dikehendaki hams dapat menghasilkan CO2 pada saat
pengadukan adonan sampai dimatikan dan hams sehat dengan ciri berwarna
bagus dan mudah larut dalam air.
4. Gula
Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, di antaranya
sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang
umur roti (shelf life), menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi
lebih empuk, memberikan daya pembasahan pada roti, dan memberikan warna
cokelat yang menarik pada kulit karena proses maillard atau karamelisasi.
Jenis-jenis gula yang biasa ditambahkan dalam pembuatan roti
adalah sebagai berikut.
1) Gula pasir (sukrosa). Gula yang biasanya dibuat dari tebu atau bit
tersebut mempunyai derajat kemanisan 100%.
2) Gula cokelat (brown sugar). Gula tersebut biasanya diperoleh dari
molasses yang belum dimurnikan di antaranya dapat berasal dari nira
kelapa dan tebu yang diproses dengan cara tradisional. Gula ini
ditambahkan jika diinginkan roti berwarna cokelat dan bercita rasa
khas.
3) Dextrosa atau glukosa. Gula tersebut diperoleh dari hidrolisis pati
jagung atau singkong. Jenis gula yang derajat kemanisannya 75% ini
dapat langsung dipakai oleh ragi sehingga mempercepat proses
fermentasi
4) Laktosa (gula susu). Gula yang diperoleh dari susu ini tidak dapat
dimanfaatkan oleh ragi, tetapi tertinggal dalam adonan sebagai gula
yang akan memberikan warna pada kulit dan rasa manis. Deraj at
kemanisan laktosa adalah 39%.
5) Maltosa. Gula tersebut diperoleh dari hidrolisis pati dengan
derajat kemanisan 3o%.
6) Gula invert. Gula tersebut diperoleh dari hidrolisis pati dengan
menggunakan enzim amilase, kemudian terisomerisasi sehingga
terbentuk glukosa dan fruktosa. Di pasaran dikenal ada dua jenis gula
invert, yaitu Tipe 42 dan Tipe 55 yang artinya kandungan fruktosanya
42% dan 55%. Gula ini mempunyai derajat kemanisan lebih besar
dari 100%. Kelebihannya adalah dapat langsung dimanfaatkan oleh
ragi sehingga dapat mempercepat proses fermentasi.
5. Susu
Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein rendah,
penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard) atau
berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya berupa susu padat.
Alasannya, susu padat menambah penyerapan (absorpsi) air dan
memperkuat adonan. Bahan padat bukan lemak (BPBL) pada susu padat
tersebut berfungsi sebagai bahan penegar protein tepung sehingga volume
roti bertambah. Selain itu, toleransi waktu pengadukan meningkat karena
adonan susu padat lebih toleran pada over mixing. Proses fermentasi pun
lebih lama sehingga dapat membantu pembentukan roti yang lebih baik
karena BPBL juga akan menurunkan aktivitas enzim. Warna kerak pun akan
lebih baik karena laktosa, kasein, dan protein susu akan membantu
menghasilkan kerak kekuning-kuningan dan mempertinggi mutu
pemanggangan (toasting). Tidak hanya itu, susu padat menjadikan remah
roti lebih baik dan halus sehingga mudah dipotong, mempertinggi volume
roti, meningkatkan mutu simpan, mempertahankan keempukan roti pada
saat penyimpanan, serta menambah nilai gizi karena mengandung mineral,
protein, lemak, dan vitamin.
6. Lemak (shortening)
Lemak berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
mempermudah sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih
lunak, dan dapat menahan air sehingga shelf life roti lebih lama. Selain
itu, lemak juga bergizi, memberikan rasa lezat,
mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti yang
dibakar (baked bread). Jenis-jenis lemak yang biasa digunakan dalam
pembuatan roti adalah sebagai berikut.
1) Emulsified shortening. Lemak tersebut mengandung emulsifier jenis
monogliserida dan digliserida yang berfungsi meningkatkan daya
absorpsi dan menahan air. Lemak jenis ini cocok untuk membuat
creaming.
2) Butter (mentega). Lemak yang terbuat dari susu dengan kadar lemak
sekitar 80% tersebut berfungsi sebagai buffer atau penyangga adonan
roti. Dalam pembuatan roti, penggunaan mentega hendaknya diperhatikan
kadar garamnya karena aktivitas ragi dapat terhambat jika kadar garam
berlebih. Oleh karena itu, pemilihan mentega yang tawar (unsalted) perlu
dipertimbangkan. Mentega tawar merupakan shortening terbaik karena
kandungan garamnya rendah sehingga tidak mengganggu pertumbuhan
ragi. Akan tetapi, biasanya pengusaha akan menggabungkan mentega
sebagai pembangkit rasa dengan shortening cair untuk meningkatkan
volume dan melembutkan butirannya.
3) Margarin. Lemak yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan tersebut berkadar
lemak 80%. Sifat margarin adalah lunak dan biasanya mengandung
emulsifier.
4) Pastry margarine. Lemak tersebut merupakan margarin yang mempunyai
titik cair lebih tinggi dibanding margarin biasa. Margarin ini biasanya
digunakan dalam pembuatan danish pastry karena lebih keras dan tidak
mudah mencair.
5) Puff pastry shortening. Lemak tersebut mempunyai titik cair tertinggi di
antara lemak/pastry margarine. Biasanya lemak ini digunakan dalam
pembuatan puff pastry karena dikehendaki adonan yang lebih keras
dibandingkan dengan.
7. Telur