Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENANGANAN DAN PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PEMBUATAN ROTI DI FPTC

Nama : Daniel Nugroho Adi

NIM : 215040107111026

Kelas : H

Asisten : Gina Alya Syahrani, STP

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
A. PEMBUATAN ROTI

A.1 PENDAHULUAN

A.1.1 Latar Belakang

Penerapan teknologi pengolahan pangan salah satunya dengan mengimplementasikan


organisme patogen seperti mikroorganisme pada pangan untuk merangsang terjadinya
fermentasi.

Proses ini dapat disesuaikan untuk menghasilkan roti dengan menambahkan penghuni
pertama atau ragi. Fungsi utama ragi adalah ekspansi roti yang terjadi karena pembentukan
karbon dioksida (CO2) selama fermentasi. Selama memanggang, gas terperangkap di lapisan
gluten roti, menyebabkannya mengembang. Bahan lain yang membentuk aroma dan rasa roti
berasal dari asam dan alkohol. Umumnya khamir atau khamir adalah mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae yang akan ditambahkan ketika adonan telah dicampur dengan air.
Ketika tepung dan gula tersedia, mikroorganisme ini akan tumbuh dengan mengubah gula
(glukosa) menjadi karbon dioksida dan senyawa aromatik. Fungsi air adalah sebagai perantara
gluten dan karbohidrat untuk memberikan kesadahan roti. Pertumbuhan terjadi secara serempak
antara peningkatan volume dengan terikat karbon dioksida (CO2), protein terlarut, lemak dan
karbohidrat.

Untuk lebih memahami tentang fermentasi roti, maka perlu dilakukan praktek pembuatan
roti mulai dari adonan hingga pemanggangan untuk melihat peran dan dampak mikroorganisme
dalam pemanfaatannya untuk makanan langsung. Harapannya, praktisi dapat lebih memahami
manfaat peran patogen daripada hanya merugikan.

A.1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan ragi pada
pembuatan roti yang merupakan asal mula dari bakteri Saccharomyces cerevisiae. Manfaat dari
pembuatan laporan ini yaitu agar memahami bagaimana proses pembuatan roti dan
mendapatkan hasil data yang dapat berguna bagi masyarakat luas di masa yang akan datang.
A.2 TINJAUAN PUSTAKA

A.2.1 Tepung Terigu (Karakteristik, Fungsi penambahan pada roti)

Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti. Tepung terigu merupakan
tepung yang diperoleh dari biji gandum yang digiling. Sifat yang dimiliki tepung terigu
yaitu kemampuan dalam membentuk gluten pada adonan membuat adonan elastis dan tidak
mudah hancur pada proses pemasakan hingga pencetakan. Tepung ini memiliki tekstur yang
halus dan warna putih. Dalam tepung terigu terdapat protein yang berfungsi mengikat/
mengabsorbsi air membentuk gluten. Terdapat beberapa tepung terigu yang dapat dijadikan
berbagai macam olahan seperti Roti, Mi, dan Kue. Namun, pada pembuatan roti, tepung yang
digunakan berupa tepung protein tinggi. Gluten berfungsi menahan gas CO2 yang dihasilkan
dalam proses fermentasi. Semakin tinggi kadar protein pada tepung, semakin kuat juga tingkat
glutenisasi yang dapat memperkuat struktur pada roti. Karbohidrat dari tepung terigu juga akan
menyerap air menjadi adonan bersama gluten, yang dengan adanya panas dalam oven akan
membentuk gelatin. Gluten dan gelatin ini merupakan kerangka dan jaringan pada roti. Gluten
pada tepung terigu protein tinggi bereaksi saat fermentasi dengan mengeluarkan zat CO2
sehingga terjadi pembentukan rongga yang dapat memperkuat struktur pada roti dan juga dapat
menambah volume pada roti. Tepung terigu yang dapat digunakan untuk membuat roti, adalah
tepung terigu dengan kandungan protein minimal 11% (Respati, A. N., 2010).

A.2.2 Telur (Karakteristik, Fungsi penambahan pada roti)

Telur ayam ras memiliki fisik terdiri dari 10% kerabang (kulit telur/cangkang), 60% putih
telur dan 30% kuning telur. Akan tetapi Suprapti, dalam jurnal Rakhman (2018) mengatakan
bahwa secara umum telur terbagi atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11%
dari bobot tubuh), putih telur (57% dari bobot tubuh) dan kuning telur (32% dari bobot tubuh). Telur
utuh terdiri atas beberapa komponen yaitu air 66% dan bahan kering 34% yang tersusun atas
protein 12%, lemak 10%, karbohidrat 1% dan abu 11%. Kuning telur adalah salah satu komponen
yang mengandung nutrisi terbanyak dalam telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48% dan
lemak 33%. Kuning telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen, dan kolestrol. Putih telur
terdiri atas protein terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk membantu
mengurangi kerusakan telur.

Telur adalah bahan yang penting dalam pembuatan roti. Pada produksi roti, telur
merupakan bahan tambahan yang fungsinya membuat roti lebih empuk, rasanya lebih enak,
memberi warna dan menambah nilai gizi. Secara kimia, telur juga berperan sebagai emulsifier
yang dapat mempertahankan kelembaban adonan.
A.2.3 Air (Karakteristik, Fungsi penambahan pada roti)

Pada pembuatan roti, air memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan tepung. Karena itu
kualitasnya perlu diperhatikan dengan mencermati beberapa hal seperti:

• Rasa

Penggunaan air tanah perlu dicermati karena terkadang setelah hujan deras air memiliki rasa
dan bau yang berbeda. Hal ini akan sangat mempengaruhi kualitas dan konsistensi roti Anda.
Penggunaan filter air untuk menjamin konsistensi rasa dan bau merupakan ide yang baik untuk
dilakukan.

• Bahan Kimia

Perusahaan Air Minum menggunakan khlorin dalam proses penjernihan air. Kandungan
khlorin dalam air akan sangat mempengaruhi efektifitas ragi dalam proses fermentasi. Karena itu
tidak disarankan menggunakan air yang tinggi kadar khlorinnya, atau solusi lainnya adalah
penggunaan filter yang spesifik berfungsi mengurangi kadar khlorin dalam air

• Kandungan Mineral

Air secara natural memiliki kandungan mineral yang utamanya terdiri dari Kalsium,
Magnesium, dan Sodium. Kadar mineral yang dimiliki air tanah akan berbeda-beda tergantung
lokasi, dan hal ini dapat mempengaruhi konsistensi roti. Air yang tinggi kadar mineralnya akan
mempercepat proses fermentasi, dan adonan yang lebih keras. Sementara air yang rendah kadar
mineralnya akan memiliki efek sebaliknya.

Karena itu perusahaan roti besar melengkapi dapur produksinya dengan mesin filter
reserve osmosis yang mampu mengurangi kadar mineral dan zat kimia kembali ke batas normal.

Secara umum fungsi air dalam pembuatan produk roti dapat disebutkan sebagai berikut:

• Melarutkan bahan – bahan kering menjadi adonan


• Mengatur & mengontrol suhu adonan
• Mengontrol kepadatan adonan
• Membentuk gluten
• Memungkinkan kegiatan enzim / ragi
• Gelatinisasi pati
• Menjaga kualitas roti yang memungkinkan roti menjadi lebih lembab

A.2.4 Mentega (Karakteristik, Fungsi penambahan pada roti)


Karakter mentega biasanya berwarna kuning agak pucat (mirip susu) lebih pucat dan akan
cepat meleleh di dalam suhu ruang. Mentega memiliki aroma harum sehingga banyak digunakan
sebagai campuran bahan pembuatan kue untuk menambah nilai sensorisnya. Tetapi untuk
mendapatkan tekstur kue yang kompak atau tidak mudah rapuh, sebaiknya tidak menambahkan
mentega terlalu banyak, karena daya emulsinya kurang (NURZAKIYAH, U et al, 2018). Mentega
terbuat dari lemak hewani, mengandung 82% lemak susu dan 16% air. Ada 2 jenis mentega, yaitu
yang mengandung garam (asin) dan yang tidak mengandung garam (tawar/unsalted batter).
Mentega yang mengandung garam sebaiknya hanya digunakan untuk adonan yang berair
(batter), kenyal (dough) dan pasta (paste). Komposisi mentega berbeda-beda tergantung
keadaan susu yang digunakan sebagai bahan baku. Fat mengandung mentega, terdiri dari sedikit
lemak yang tidak stabil dan mudah menguap, yang akan mempengaruhi flavor atau aromanya.
Mentega sangat berpengaruh terhadap kualitas cake atau kue, 16 karena mempunyai aroma yang
khas serta titik leleh yang rendah. Selain sebagai bahan untuk pembuatan cake dan pastries,
mentega cocok digunakan sebagai bahan pembuat puff pastry, karena adonan akan menjadi
kaku, dan stabil.

A.2.5 Gula / Garam (Karakteristik, Fungsi penambahan pada roti)

Selama ini gula yang dipakai dalam pembuatan roti adalah gula sukrosa atau gula tebu. Gula
sukrosa merupakan gula non-reduksi sehingga menyebabkan proses karamelisasi yang
menyumbang warna coklat. Ada beberapa alternatif jenis gula yang dapat digunakan sebagai
bahan baku pemanis roti seperti gula glukosa, sirup jagung sebagai sumber fruktosa, dan madu
sebagai sumber glokosa dan fruktosa.

Pada pembuatan roti, garam tidak hanya berfungsi sebagai penambah rasa namun juga berperan
penting dalam proses kimiawi saat pencampuran adonan. Fungsi garam dalam pembuatan roti
dapat disebutkan sebagai berikut:

• Memberikan rasa
• Membangkitkan rasa bahan – bahan yang lain, termasuk butter dan tepung
• Memperkuat jaringan gluten (gluten menjadi liat)
• Mengontrol agar proses fermentasi tidak terjadi terlalu awal
• Menghambat pertumbuhan bakteri
• Menambah umur simpan karena sifat garam yang hidroscopis sehingga menyerap
kandungan air dari udara

A.2.6 Roti (pengertian, karakteristik dan jenis roti)


Roti adalah makanan yang dibuat terutama dari tepung dan air, difermentasi dengan ragi,
tetapi beberapa jenis tidak menggunakan ragi. Namun dengan kemajuan teknologi, orang
membuat roti olahan dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega atau telur untuk
menambah kandungan protein untuk mencapai tekstur dan rasa tertentu. Roti adalah makanan
pokok di banyak negara Barat dan Timur Tengah. Roti adalah bahan dasar pizza dan lapisan luar
sandwich. Roti biasanya dijual dalam bentuk irisan dan dalam keadaan segar terbungkus rapi
dalam plastik.

Roti dibuat melalui dua proses yaitu pembuatan dan pemanggangan, dimana keduanya
sangat penting dalam menentukan mutu produk akhir dari roti. Jenis roti ada berbagai macam
yaitu roti kukus, roti panggang, dan roti goreng. Roti tawar dan roti manis merupakan jenis roti
yang dipanggang. Zat gizi yang terdapat didalam roti yaitu β-karoten, tiamin (vitamin B1), riboflavin
(vitamin B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium dan sebagainya. Roti
juga diperkaya dengan asam amino tertentu untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh.
Kandungan protein yang terdapat dalam roti mencapai 9,7%, lebih tinggi dibandingkan nasi yang
hanya 7,8% (Anggraeni, et al, 2021).

A.2.7 Proses pembuatan roti secara umum

1. Campuran

Pada langkah pencampuran untuk membuat dan mengembangkan sifat perekat gluten.
Tepung mengandung protein yang biasa disebut gluten. Pada tahap pencampuran, perlakuan
dibasahi, diaduk, ditarik dan diremas. Ada dua cara mengaduk adonan roti yaitu cara bolu dan
adonan atau cara dempul dan cara adonan lurus atau cara langsung. Menggunakan metode
babon, sebagian besar tepung, air, ragi roti, garam mineral, dan pengemulsi dicampur dengan
babon. Babun difermentasi selama 3-6 jam. Setelah fermentasi kemudian campurkan dengan
bahan lainnya. Dalam pembuatan babon cair, 25% tepung diubah menjadi babon cair sebelum
menguleni adonan. Proses menguleni adonan lurus lebih sederhana tetapi kurang fleksibel,
karena tidak mudah untuk mengubahnya jika terjadi kesalahan pada fermentasi atau langkah
sebelumnya. Dalam proses ini, semua bahan dicampur menjadi pasta sebelum difermentasi.
Begitu pula dengan cara cepat, semua bahan dicampur sekaligus. Bedanya dengan adonan
bukan pada saat dibentuk langsung atau dimasukkan ke dalam mixer tanpa fermentasi. Tujuan
pencampuran adalah untuk membuat dan mengembangkan pengikat, gluten tidak ada dalam
adonan. Tepung mengandung protein, dan sebagian besar protein akan berbentuk gluten ketika
protein dibasahi, diaduk, ditarik, dan diremas.

2. Fermentasi
Tujuan fermentasi adalah untuk mematangkan adonan agar lebih mudah dibentuk dan
menghasilkan produk yang berkualitas baik. Proses fermentasi berperan dalam membentuk rasa
roti. Selama fermentasi, enzim ragi bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan karbon
dioksida. Perkembangan gas ini menyebabkan adonan mengembang dan membuat adonan
menjadi lebih ringan dan padat. Suhu yang cocok dan normal untuk fermentasi adalah sekitar
26°C dan kelembaban 70-75%.

3. Membentuk

Pada tahap pembentukan, adonan dibagi menjadi beberapa bagian dan dibulatkan.
Pembagian adonan dapat dilakukan dengan pemotong adonan. Proses selanjutnya adalah
intermediate test dimana adonan didiamkan selama 3-25 menit dalam ruangan yang hangat.
Adonan difermentasi dan dikentalkan untuk membuatnya plastis dan membengkak setelah
kehilangan banyak udara, meregang dan sobek selama pembagian. Setelah adonan di sisihkan,
adonan siap untuk diolesi mentega. Setelah dilapisi, tuangkan adonan ke dalam loyang yang
sudah diolesi mentega agar roti tidak lengket di loyang. Selain itu, fermentasi akhir dilakukan untuk
mendapatkan massa dan struktur remah yang optimal. Untuk mempercepat proses, fermentasi
akhir biasanya dilakukan pada suhu sekitar 38°C dengan kelembaban relatif 75-85%. Selama
proses ini, ragi memecah gula dalam adonan dan menghasilkan karbon dioksida.

4. Memanggang

Pada tahap memanggang adonan di dalam oven, volume adonan meningkat pesat. Pada
tahap pemanggangan, enzim amilase menjadi lebih aktif dan terjadi konversi pada pati menjadi
dekstrin, adonan menjadi lebih cair. Pada akhir pembakaran, terjadi pembentukan kerak dan
aroma. Pembentukan kerak terjadi karena reaksi Maillard dan karamelisasi gula.
A.3 METODE

A.3.1 Waktu & Tempat pelaksanaan praktikum

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2022, pada jam 2.45 siang
hingga jam 4.25 sore. Praktikum tersebut dilaksanakan di FPTC (Food Production and Training
Centre) Fakultas teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

A.3.2 Alat & Bahan pembuatan roti (Disertai Gambar)

No. Alat Gambar


1. Planetary Mixer

2. Mixing bowl
3. Loyang

4. Oven

5. Dough scrapper
6. Roller

7. Timbangan digital

8. Penggaris

No. Bahan Gambar


1. Tepung terigu 1 kg

2. Ragi 15 gr

3. 175 gr gula pasir

4. 5 gr Bread improver
5. 20 gr susu bubuk

6. 15 gr garam

7. Margarin 100
gr

8. Air
9. 2 butir telur

A.3.3 Diagram Alir Pembuatan roti

Siapkan bahan dan alat untuk membuat mi cincau

campurkan bahan yang telah disiapkan ke dalam mixer seperti


tepung terigu, tepung tapioka, dan garam. Lalu diaduk selama 2
menit menggunakan plantare mixer dengan kecepatan 1

setelah 2 menit campurkan sari cincau dan telur,


kemudian tambahkan ke dalam mixer

kemudian tambahkan CMC, tunggu adonan hingga


tercampur secara merata selama 5 menit

angkat dari mixer dan tipiskan adonan memakai noodle


maker besar hingga teksturnya lembut

potong menjadi persegi panjang dengan memakai cutter

masukkan setiap potongan adonan ke dalam noodle


maker kecil secara satu per satu

mi akan otomatis terpotong menjadi bagian yang lebih


kecil

Pisahkan setiap porsi mi dengan berat masing-masing


kemasan 40 gram dan ambil 3 helai mi dengan ukuran
panjang yang sama

Dokumentasikan dan catat panjang dan berat 3 helai mi


tersebut dan jangan lupa untuk merebus kembali mi
cincau sebelum proses pemasakan hingga tergelatinisasi
A.4. PEMBAHASAN

A.4.1 Data Hasil Praktikum (DHP) (Data Uji Fisik)

Parameter Warna Tekstur Rasa


Sebelum oven Putih kekuningan Lengket Manis
Setelah oven Kuning kecoklatan Lembut & empuk Manis

Daya Kembang (%)

Volume awal (mentah) = 14,9 cm3

Volume akhir (matang) = 242 cm3

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑎𝑤𝑎𝑙
Daya kembang (%) = 𝑥 100% = 1524%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙

A.4.2 Analisis Prosedur (Prosedur pembuatan roti disertai fungsi alat, bahan dan fungsi
perlakuan, menjelaskan perubahan tekstur dan warna yang terjadi sebelum dan setelah
pemanggangan roti)

Pembuatan roti dilakukan dengan persiapan alat dan bahan yang diperlukan sebelum
proses pembuatan. Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan penyampuran gula, ragi, susu
bubuk, bread improver lalu dilanjut dengan pengadukan adonan menggunakan alat planetary
mixer selama 2 menit sampai semua campuran merata. Sambil menunggu adonan tercampur
rata, siapkan 400 ml air yang dimasak dan 2 butir telur dipecahkan dan dimasukan kedalam
air tersebut. Campurkan adonan tadi dengan air yang sudah dicampur telur kedalam suatu
wadah lalu mixer selama 7 menit. Langkah selanjutnya campurkan margarin dan garam lalu
aduk lagi selama 5 menit. Setelah adonan kalis dan tidak lengket lagi potong adonan dan
timbang dengan berat 45 gr. Bagi adonan menjadi beberapa bagian adonan bulat dan
selanjutnya diamkan adonan selama 2 hingga 3 menit hingga adonan mengembang dan
selanjutnya dibentuk sesuai dengan hal yang diinginkan.

Terjadi perubahan pada roti dimana adonan yang terbuat dari telur dan tepung
tersebut yang awalnya kenyal berubah tekstur menjadi sedikit lebih keras dan matang.
Perubahan warna terjadi dari produk yang berwarna putih menjadi kuning kecoklatan. Suhu
panas yang diberikan membuat roti mengembang.
A.4.3 Pembahasan tentang produk jadi (dibandingkan dengan literatur)

Dalam pembuatan roti terjadi perubahan-perubahan setelah dilakukan


pemanggangan. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan secara fisik, kimiawi maupun
biologis. Perubahan fisik terlihat dari adonan yang awalnya kenyal berubah menjadi roti yang
memiliki crust maupun crumb, selain itu terjadi pengembangan pada volume roti dari 14,9 cm3
menjadi 242 cm3 oleh ragi serta bread improver. Selama fermentasi, enzim pada ragi akan
bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas karbondioksida. Gas karbondioksida
yang terbentuk akan menyebabkan adonan roti menjadi mengembang sehingga adonan
menjadi lebih ringan dan lebih besar. Menurut Purbawati dalam jurnal Haryani et al (2017),
perubahan tekstur pada pemanggangan terjadi karena adanya panas yang dialirkan di dalam
oven. Panas yang dialirkan oven menyebabkan air yang terdapat di permukaan adonan akan
menguap diiringi dengan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Menurut Haryani et
al., (2017) pembentukan warna cokelat pada permukaan roti setelah dilakukan
pemanggangan adalah hasil dari reaksi maillard. Reaksi maillard merupakan reaksi yang
terjadi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino, bagian protein atau
senyawa lain yang terdapat gugus amin.

Setelah melalui proses pemanggangan, terjadi juga perubahan pada aroma.


Reaksi yang terjadi saat pemanggangan berpengaruh pada bau khas. Aroma khas pada
produk yang dipanggang juga dihasilkan oleh beberapa reaksi seperti maillard dan
karamelisasi. Selain itu terjadi juga perubahan dalam segi rasa dimana awalnya adonan yang
tidak memiliki rasa ketika terjadi kematangan maka produk memiliki rasa yang gurih dan sedap
akibat adanya perlakuan pemanggangan. Menurut Latipah dalam Haryani et al (2017), rasa
pada roti yang dihasilkan itu bergantung pada bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
adonan roti seperti yeast, gula garam, lemak, dan telur yang masing-masing memberikan
dampak rasa yang berbeda sehingga tercipta rasa khas pada roti.
A.5 PENUTUP

A.5.1 Kesimpulan

Setelah dilaksanakannya praktikum pembuatan roti, dapat disimpulkan bahwa


pembuatan roti memerlukan persiapan alat dan bahan yang sesuai agar mendapatkan hasil
yang diinginkan. Proses pencampuran bahan serta pemanggangan berpengaruh penting
terhadap bentuk dan pematangan dari adonan menjadi roti yang bertekstur, memiliki rasa
lebih gurih, serta dapat mengembang dengan sempurna. Pengaruh suhu pengovenan pada
adonan berpengaruh pada warna, tekstur, dan rasa yang telah dilakukan sehingga hasil
pembuatan roti bisa berjalan dengan baik.

A.5.2 Saran

Dalam pembuatan roti, disarankan untuk memperhatikan takaran-takaran serta proses


pemanggangan roti sesuai dengan yang dianjurkan pada laporan agar mendapatkan hasil yang
maksimal serta meminimalisir terjadinya kegagalan dalam pembuatan roti.
LAMPIRAN

- Data Hasil Praktikum (DHP) (scan/fotokopi)

- Dokumentasi kegiatan (foto)

DAFTAR PUSTAKA

Respati, A. N. (2010). Pengaruh penggunaan pasta labu kuning (Cucurbita Moschata) muntuk
subtitusi tepung terigu dengan penambahan tepung angkak dalam pembuatan mi kering.

Rakhman, A.(2018). MESIN PENETAS TELUR SISTEM TURNING BERBASIS


MICROCONTROLLER ARM STM32F4 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Gresik).

NURZAKIYAH, U., & AL-GHIFARI, U. N. I. V. E. S. I. T. A. S. 2018. PENGARUH JENIS DAN


KONSENTRASI HIDROKOLOID TERHADAP KARAKTERISTIK MI BASAH TEPUNG
KOMPOSIT (TERIGU DAN BEKATUL).
Anggraeni, B. P., Hastuti, W., Judiono, J., & Isdiany, N. (2021). Analisis Kualitas Roti Formulasi
Taburan Tepung Ikan Patin (Pangasius Sp.) Dan Selai Nanas (Ananas Comosus L.)
Sebagai Makanan Selingan Tinggi Protein Dan Vitamin C Bagi Balita Stunting (Doctoral
dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung).

Haryani, K., Hargono, H., Handayani, N. A., Ramadani, P., & Rezekia, D. (2017). Substitusi terigu
dengan pati sorgum terfermentasi pada pembuatan roti tawar: Studi suhu
pemanggangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(2).
B. PEMBUATAN MI CINCAU

B.1. PENDAHULUAN

B.1.1 Latar Belakang

Mi adalah salah satu makanan yang paling banyak ditemukan di China. Apalagi mi
merupakan salah satu makanan yang populer dan terkenal, terutama di Asia Timur dan Asia
Tenggara (Auliah, 2012). Seiring waktu, mi sendiri menjadi salah satu makanan yang paling
populer, terutama di Indonesia, karena mi sendiri dapat menggantikan nasi dan lebih mudah
disiapkan.

Meningkatnya konsumsi mi sejalan dengan pandangan (Asthami et al., 2016) bahwa


konsumsi mi instan di Indonesia semakin meningkat dan mulai menjadi makanan pokok kedua
setelah nasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh harga mi instan yang murah dan akses yang mudah
untuk semua orang, sehingga produk mi ini menjadi salah satu produk yang populer di kalangan
masyarakat bahkan di daerah lain di tanah air.

Produk mi menjadi semakin populer, menyebabkan munculnya berbagai merek mi dengan rasa
dan inovasi yang berbeda, yang membuat produk mi memiliki banyak pesaing dari berbagai
negara, industri yang berbeda. Namun, di era kreatif ini, dibutuhkan inovasi yang berbeda, seperti
membuat mi dari campuran jeli hitam yang menarik, sehingga ini adalah salah satu kreasi yang
dapat digunakan untuk membuat hidangan lezat, produk mi yang tidak biasa.

B.1.2 Tujuan & Manfaat

Tujuan dilaksanakan praktikum teknologi penanganan dan pengolahan hasil pertanian


pembuatan mi cincau ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan mi, bahan dan alat yang
digunakan dalam pembuatan, manfaat yang bisa di dapatkan serta metode pengolahan yang
benar dan efektif dalam pembuatan mi cincau hitam.
B.2. TINJAUAN PUSTAKA

B.2.1 Cincau Hitam (Potensi cincau di Indonesia, Manfaat, Nilai Gizi)

Cincau hitam (Mesona palustris BL) dikenal dengan nama janggelan. Tanaman cincau
merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam suku Labiate. Tanaman tersebut tumbuh
dengan baik didataran menengah hingga dataran tinggi. Tinggi tanaman sekitar 50 cm. Daun
cincau hitam berwarna hijau, lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing, serta pangkal tepi daun
bergerigi dan berbulu. Tanaman cincau hitam berasal dari daerah Asia dan tersebar di Philipina,
Indonesia dan Myanmar. Tanaman ini banyak didaerah Sulawesi Utara, Jawa, Bali. Cincau hitam
(Mesona palustris BL) mengandung senyawa bioaktif polifenol, oleanolic acid, ursolic acid dan
ceffeic acid yang bersifat antioksidan, antikanker, antimutagenik, antihipertensi, antidiabetes dan
imunomodulator (Septian & Widyaningsih, 2014).

Penambahan rumput laut pada pembuatan mi basah, diharapkan dapat meningkatkan


konsumsi gizi yang lebih variatif bagi masyarakatluas dan pemenuhan gizi terutama gizi mikro,
salah satunya adalah iodium. Selain kandungan iodium, komposisi utama dalam rumput laut
adalah karbohidrat yang sebagian besar kandungannya terditi dari polimer dan polisasikarida
yang berbentuk serat sehingga diharapkan dapat meningkatkan kandungan serat pada mi.

B.2.2 Tepung Terigu (Karakteristik, Fungsi penambahan pada mi)

Tepung terigu merupakan tepung yang diperoleh dari biji gandum yang digiling. Sifat yang
dimiliki tepung terigu yaitu kemampuan dalam membentuk gluten pada adonan membuat adonan
elastis.

Pembentukan gluten diakibatkan oleh interaksi antara gliadin yang memiliki lebih sedikit
polar dalam tepung terigu belam menentukan kemampuan unik dari tepung terigu untuk
membentuk adonan yang kohesif dan dapat mulur. Gluten dalam adonan akan membentuk
struktur yang mampu menahan CO2 yang dihasilkan oleh yeast atau bahan-bahan kimia
pengembang. Gluten merupakan komponen penting dalam pembentukan adonan mi. Pada
proses pembuatan mi, pembentukan lapisan tipis gluten yang baik dan merata akan menghasilkan
mi yang kokoh setelah diseduh, sedikit padatan yang hilang dan permukaan yang tidak lengket
(Yulianingsih, R., 2015). Oleh karena itu jumlah dan mutu protein yang banyak (10-14%) pada
tepung terigu akan menghasilkan mi dengan tekstur elastis dan dapat dikunyah.

B.2.3 Telur (Karakteristik, Fungsi penambahan pada mi)

Telur dalam produksi mi berfungsi sebagai nilai gizi tambahan, pengembangan,


pembentukan warna dan penambah rasa. Selain itu, penambahan telur juga berfungsi untuk
meningkatkan kandungan protein dalam adonan dan menghasilkan adonan yang tidak mudah
putus (Jatmiko dan Estiasih, 2014). Putih telur berfungsi membentuk lapisan tipis dan keras pada
permukaan mi agar bahan tidak tumpah saat direbus, dan kuning telur mengandung lesitin yang
berfungsi menciptakan emulsi dan mempercepat proses hidrasi pada mi. adonan menjadi bubuk
pengembangan.

B.2.4 CMC (Karakteristik, Fungsi penambahan pada mi)

Bahan tambahan pangan yang dapat ditambahkan untuk memperbaiki mutu mi yang
dihasilkan adalah Carboxymetil Cellulose (CMC). Carboxymethyl cellulose adalah salah satu zat
aditif yang sering digunakan pada bahan pangan sebagai pengental dan penstabil emulsi. CMC dapat
disintesis dari selulosa tanaman atau kapas. Kebutuhan CMC di Indonesia setiap tahunnya semakin
meningkat namun produksi CMC di Indonesia masih sangat sedikit. Ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan produksi CMC ini menyebabkan CMC harus diimpor. Oleh karena itu perlu suatu
upaya untuk mensintesis CMC dari selulosa tanaman yang tersedia melimpah di Indonesia dan belum
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan CMC adalah tandan kosong kelapa sawit. Penambahan
CMC kedalam mi basah karena CMC berfungsi sebagai pemberi bentuk, tekstur dan konsistensi.
Penggunaan CMC dalam mi berfungsi sebagai pengembang, CMC dapat mempengaruhi sifat
adonan, memperbaiki ketahanan dalam air, serta mempertahankan keempukan selama
penyimpanan. Selain itu, penambahan CMC dan ekstrak bunga telang berpengaruh terhadap
karakteristik fisik warna, rehidrasi, rendemen, kadar air, kadar abu dan aktivitas antioksidan.

B.2.5 Air (Karakteristik, Fungsi penambahan pada mi)

Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan suatu produk makanan yang bisa
menjadi salah satu indikator yang menyebabkan produk makanan melunak. Menurut Riza et al.
(2021), air merupakan bahan penting yang berperan dalam pembuatan gluten sehingga terbentuk
akibat adanya penggunaan air. Air yang dimasukan kedalam adonan akan menyebabkan
pertambahan volume pada adonan. Air berperan penting dalam perkembangan adonan dan
bentuk yang nantinya dihasilkan sehingga menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam proses
pembuatan adonan.

B.2.6 Garam

Menurut Sarastani (2011), garam yang ditambahkan keadonan mi memberikan karakter


rehidrasi mi yang terasa gurih. Garam dibutuhkan dalam proses pembuatan mi cincau hitam
karena digunakan sebagai pemberi rasa sehingga mi yang dihasilkan tidak terasa hambar.
Menurut Andi Kurniawan (2019), garam merupakan komoditas yang penting yang sering
digunakan secara luas dalam kepentingan konsumsi sampai dengan kegiatan industri sehari-hari.

B.2.7 Mi (Jenis mi, pengertian mi basah, karakteristik mi basah)

Menurut Winarno dan Rahayu dalam jurnal Yanti (2015), mi berdasarkan kadar air dan
tahap pengolahannya, dibagi menjadi lima golongan, yaitu : (1) mi basah mentah/segar, yang
dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35%, (2) mi basah
matang, yaitu mi basah mentah yang telah mengalami perebusan dalam air mendidih sebelum
dipasarkan dengan kadar air 52%, (3) mi kering, yaitu mi basah mentah yang langsung dikering
dengan kadar air 10%, (4) mi goreng, yaitu mi basah mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum
dipasarkan, dan (5) mi instan (mi siap hidang), yaitu mi basah mentah yang telah mengalami
pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mi instan kering atau digoreng sehingga menjadi
mi instan goreng (instant fried noodle). Jenis mi yang banyak diproduksi dan digunakan dalam
rumah tangga adalah mi basah. Jenis ini juga banyak ditemukan di pasar, tukang bakso, penjual
soto, dan lainnya. Mi basah terbagi atas dua yaitu mi basah mentahdan matang. Perbedaan kedua
jenis mi basah tersebut adalah adanya tahapan perebusan atau pengukusan pada proses
pembuatan mi basah matang yang menyebabkan kadar airnya meningkat menjadi 52%,
sedangkan pada mi basah mentah tidak melewati tahapan tersebut sehingga kadar airnya
berkisar 35%.

B.2.8 Proses pembuatan mi basah secara umum

Mi basah mentah biasanya dibuat dari tepung (tepung terigu), air, dan garam
dengan/tanpa penambahan garam alkali. Gandum adalah bahan utama dalam produksi mi
mentah basah. Gandum berfungsi sebagai bahan struktural, sumber karbohidrat, sumber protein,
dan sifat kenyal dari gluten. Tepung yang biasa digunakan adalah Tepung Terigu Tinggi Protein.
Adonan jenis ini akan menghasilkan adonan yang kental. Garam berfungsi untuk memberikan cita
rasa, meningkatkan tekstur dan mengikat air (Astawan, 2006). Dalam proses pembuatan mi
basah, jumlah air yang ditambahkan memegang peranan yang sangat penting. Menurut Badrudin
(1994), jumlah air yang ditambahkan sekitar 34-40%. Jika air ditambahkan kurang dari 34% akan
membuat adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Selama waktu ini,
jika air ditambahkan lebih dari 40%, adonan akan basah dan lengket. Proses pembuatan mi basah
terdiri dari langkah, meliputi penimbangan bahan, pencampuran, pengadukan, pembentukan
piring, istirahat dan pemotongan. Untuk membuat mi basah mentah, dilanjutkan dengan menumis
dengan tapioka, sedangkan mi basah memasak, dilanjutkan dengan merebus atau mengukus dan
mengolesi minyak kenari de coco .Menimbang bahan adalah langkah pertama. Penimbangan
bahan harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
Pencampuran bahan dilakukan secara bertahap.

Campuran air, garam dan STPP dilakukan terlebih dahulu. Setelah menjadi larutan,
kemudian secara bertahap campurkan dengan tepung. Langkah pencampuran bertujuan untuk
menciptakan campuran yang homogen, menghidrasi adonan dengan air, dan membentuk adonan
dari jaringan gluten, agar adonan menjadi elastis dan halus. Setelah pencampuran, komponen
diaduk. Menurut Badrudin (1994), waktu pengadukan yang dipilih adalah sekitar 15-20 menit. Jika
waktu menguleni kurang dari 15 menit 444, adonan menjadi lembut dan lengket. Dan jika waktu
pencampuran lebih dari 20 menit, adonan akan menjadi keras, rapuh dan kering. Adonan artinya
lembut, lembut, tidak lengket, halus, elastis dan mengembang secara normal. Langkah
selanjutnya adalah pembentukan lembaran. Proses tersebut bertujuan untuk menghaluskan serat
gluten dan membentuk adonan menjadi 4.444 lembar (Badrudin, 1994). Situs yang diharapkan
adalah situs yang halus dengan orientasi serat dalam arah yang sama. Setelah plat diistirahatkan,
pemotongan plat dilakukan dengan cara memotong mi menjadi untaian mi dengan ketebalan 1
sampai 3 mm. Untuk mi basah mentah, proses selanjutnya adalah mencampur dengan tepung
tapioka agar mi tidak saling menempel. Sedangkan untuk mi basah yang dimasak, mi
direbus/dikukus segera sehingga terjadi (Badrudin, 1994). Mi rebus/kukus kemudian diolesi
dengan minyak kelapa agar mi tidak saling menempel, memberi rasa dan memperbaiki warna dan
tampilan mi sehingga tampak lebih cerah (Mugiarti, 2001).
B.3. METODE

B.3.1 Waktu & Tempat pelaksanaan praktikum

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2022, pada jam 2.45 siang
hingga jam 4.25 sore. Praktikum tersebut dilaksanakan di FPTC (Food Production and Training
Centre) Fakultas teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

- Alat & Bahan pembuatan mi cincau hitam (Disertai Gambar)

No. Nama Alat Gambar


1. Penggiling mi

2. Timbangan
3. Pisau mi

4. Plantary Mixer

No. Bahan Gambar


1. Garam
2. Tepung cakra

3. Tepung tapioka

4. Telur

5. Air
6. Sari cincau

7. CMC
B.3.2 Diagram Alir Pembuatan mi cincau hitam

Siapkan bahan dan alat untuk membuat mi cincau

campurkan bahan yang telah disiapkan ke dalam mixer seperti tepung


terigu, tepung tapioka, dan garam. Lalu diaduk selama 2 menit
menggunakan plantare mixer dengan kecepatan 1

setelah 2 menit campurkan sari cincau dan telur, kemudian tambahkan ke


dalam mixer

kemudian tambahkan CMC, tunggu adonan hingga tercampur secara


merata selama 5 menit

angkat dari mixer dan tipiskan adonan memakai noodle maker besar
hingga teksturnya lembut

potong menjadi persegi panjang dengan memakai cutter

masukkan setiap potongan adonan ke dalam noodle maker kecil secara


satu per satu

mi akan otomatis terpotong menjadi bagian yang lebih kecil

Pisahkan setiap porsi mi dengan berat masing-masing kemasan 40 gram


dan ambil 3 helai mi dengan ukuran panjang yang sama

Dokumentasikan dan catat panjang dan berat 3 helai mi tersebut dan


jangan lupa untuk merebus kembali mi cincau sebelum proses pemasakan
hingga tergelatinisasi
B.4. PEMBAHASAN

B.4.1 Data Hasil Praktikum (DHP) (Data Uji Fisik, dan Organoleptik)

Parameter Daya Cooking Rehidrasi Kecepatan Warna


Kembang Time Rehidrasi Visual
Mentah - - - - Krem abu-
abu
Matang 32,5% 5 menit 183% 3,67% Coklat tua

• Daya Kembang (%)


Panjang awal (mentah) : 20cm
Panjang akhir (matang) : 26,5 cm
26,5−20
Daya Kembang (%) : 20
𝑥100 = 32,5%

• Cooking Time = 5 menit


• Rehidrasi (%)

Berat awal (mentah) 3 helai : 6 gram

Berat akhir (matang) 3 helai : 17 gram

17−6
Daya Kembang : 6
𝑥 100 = 183%

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑎𝑤𝑎𝑙
Rehidrasi (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%

10 𝑔𝑟𝑎𝑚−7,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rehidrasi (%) = 7,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100% = 31%

• Kecepatan Rehidrasi (g/s)


Waktu perebusan = 300 detik
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟− 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 17 𝑔𝑟𝑎𝑚−6 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kecepatan Rehidrasi (g/s) = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑏𝑢𝑠𝑎𝑛
= 300 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑥100% = 3,67%

B.4.2 Analisis Prosedur (Prosedur pembuatan mi cincau hitam disertai fungsi alat, bahan
dan fungsi perlakuan, menjelaskan perubahan tekstur dan warna yang terjadi sebelum dan
setelah perebusan mi cincau hitam)

Proses kegiatan ini memiliki beberapa langkah. Langkah pertama yang dilakukan adalah
dengan cara menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan mi cincau hitam
tersebut. Selanjutnya adalah dengan mencampurkan bahan kering (Tepung terigu, Tepung
Tapioka, Garam dan CMC) ke dalam satu wadah dan diaduk menggunakan planetary mixer yang
bertujuan agar bahan-bahan tersebut dapat tercampur dengan rata terlebih dahulu, selanjutnya
adalah melarutkan 2 butir telur pada 350 ml air cincau hitam, yang mana hal tersebut bertujuan
untuk melarutkan telur sehingga telur dapat lebih mudah tercampur pada adonan. Fungsi
penambahan telur tersebut adalah untuk meningkatkan nilai gizi dan protein pada mi, serta untuk
melembutkan mi dan menambah warna pada adonan mi tersebut. Sedangkan fungsi
penambahan air cincau hitam adalah sebagai bahan baku alami dan untuk melarutkan adonan
sehingga dapat mudah tercampur dan kalis. Larutan telur dan air cincau hitam tersebut kemudian
dituangkan pada adonan dan dilanjutkan pengadukannya selama 5 menit, sampai adonan
tercampur dengan rata.

Adonan yang telah jadi kemudian dimasukkan kedalam noodle maker hal tersebut
bertujuan agar adonan mi menjadi pipih, membentuk tekstur yang halus, lembut, dan tidak berpori.
Pemipihan adonan dapat dilakukan berkali-kali sesuai keinginan yang dikehendaki untuk
mendapatkan tingkat pipih adonan yang sesuai dengan standar. Adonan yang telah pipih tersebut
lalu dipotong menjadi beberapa bagian menggunakan scrapper yang bertujuan agar adonan tidak
terlalu panjang, dan saat dimasukkan kedalam noodle maker adonan tidak tersangkut. Setelah itu
adonan dibentuk atau dicetak menjadi helaian-helaian mi dengan menggunakan noodle maker
dan mi mentah yang telah dicetak diambil 3 sampel untuk dihitung panjang dan beratnya,
sedangkan sisa mi yang lainnya ditimbang menggunakan timbangan digital dengan berat masing-
masing 40 gram. Ketiga sampel mi yang telah diukur panjang dan beratnya kemudian dilakukan
perebusan selama 4 menit pada air mendidih, dan dilakukan pengamatan pada tiap sampel
tersebut dengan indikator pengamatannya adalah berat, panjang, rehidrasi, kecepatan rehidrasi,
warna, dan daya kembangnya. Air untuk merebus mi cincau mempengaruhi saat memasak. Hal
ini dikarenakan air dalam bahan akan memicu dan mempercepat proses gelatinisasi mi (Faridah
dan Widjarnako, 2014).

B.4.3 Pembahasan tentang Uji Fisik (membahas uji daya kembang, warna, cooking lost,
cooking time, dibandingkan dengan mi basah pada umumnya, pentingnya uji fisik pada
produk mi)

Pada hasil praktikum yang sudah dilakukan didapati hasil bahwa adanya perubahan
warna, tekstur, dan rasa yang didapatkan dari mi yang dihasilkan. Perubahan terjadi setelah
direbus ke dalam air panas yang mana selama 4 menit. Jika waktu yang dipakai berlebihan maka
akan memicu perubahan baik bentuk hingga cita rasa yang seharusnya. Setelah dilakukan
perebusan atau pemanasan makan mi cincau akan menjadi gurih dan lebih kaya rasa sehingga
sudah bisa dipasarkan dan berguna untuk penghasilan atau adanya penambahan ekonomi.
B.5. PENUTUP

B.5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah pembuatan mi jelly dilakukan melalui banyak
tahapan. Merebus mi cincau menyebabkan mi berubah bentuk karena mi menjadi panjang dan
mi itu sendiri menjadi elastis dan pucat atau lunak. Dan ada juga perubahan warna yang
ditimbulkan setelah mi direbus.

B.5.2 Saran

Dalam pembuatan mi cincau disarankan agar menjaga kesterilisasian ruangan dan tangan tiap
individu sehingga produk mi cincau yang dibuat dapat terjamin kehigenisannya.
LAMPIRAN

- Data Hasil Praktikum (DHP) (scan/fotokopi)

- Dokumentasi kegiatan (foto)


DAFTAR PUSTAKA

Septian, B. A., & Widyaningsih, T. D. (2014). Peranan Senyawa Bioaktif Minuman Cincau Hitam
(Mesona palustris Bl.) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi: Kajian Pustaka [IN
PRESS JULI 2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3), 198-202.

Yulianingsih, R. (2015). Optimasi Energi Mi Kering Berbasis Tepung Sukun (Artocarpus


Communis) Modifikasi Fisik Annealing Dan Tepung Kacang Hijau Dengan Metode Linear
Programming (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

YANTI, E. (2015). ANALISIS PENGGUNAAN BORAKS PADA MI BASAH DI PASAR BLANG


PIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN 2014 (Doctoral dissertation, Universitas
Teuku Umar Meulaboh).

Faridah, A. dan Widjanarko, S. 2014. Penambahan tepung porang pada pembuatan mi dengan
substitusi tepung mocaf (modified cassava flour). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
25(1): 98-100
Sarastani, D. (2011). Mi kering berbahan baku ubi jalar (formulasi, proses produksi, karakteristik
produk). Jurnal Sains Terapan, 1(1), 23-29.

Jatmiko, G. P., & Estiasih, T. (2014). Noodles from cocoyam (Xanthosoma sagittifolium): a
review. J Pangan Agroind, 2(2), 127-134.

Anda mungkin juga menyukai