Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi
penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen
dari keseluruhan penduduk Indonesia yang meninggal (Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007). Riset juga menyatakan bahwa setiap 1000 orang terdapat sekitar
4 penderita tumor. Faktor ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya
sehingga dalam kurun waktu 10 tahun (2005-2015) WHO memperkirakan
jumlah kematian karena tumor rata-rata 8,4 juta setiap tahun dan tahun 2015
mencapai 9 juta jiwa.
Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya
pertumbuhan massa (solid/padat) atau jaringan abnormal dalam tubuh yang
meliputi tumor jinak (benignatumor) dan tumor ganas(malignant tumor).
Tumor ganas lebih dikenalsebagai kanker. Massa ini timbul sebagai akibat
dari ketidak-seimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Pertumbuhan sel
yang tidak terkendali disebabkan kerusakan DNA yang mengakibatkan
mutasi (perubahan genetik yang bersifat menurun) pada gen vital yang
bertugas mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan
untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut
disebabkan agen zat-zat kimia atau fisik yang dinamakan sebagai karsinogen.
Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) maupun diwariskan.
Perkembangan kanker ditandai dengan sel-sel tumor berinteraksi dengan
komponen lingkungan di sekitarnya seperti sel normal, sel imun (sel efektor),
maupun agen terapi yang secara eksternal dapat ditambahkan kedalam sistem
tubuh. Agen terapi yang dimaksud adalah kemoterapi dan imunoterapi. Sifat
interaksi lingkungan tumor adalah kompleks dan tergantung pada banyak
faktor, diantaranya adalah umur, jenis kelamin dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perubahan sel tumor menjadi
kompleks.

1
Dilain pihak, terdapat faktor yang dimaksudkan menyerang sistem imun,
salah satunya adalah virus. Virus dapat menginfeksi sel-sel imun yang telah
aktif. Sebagai akibatnya, populasi sel efektor menurun dan sistem imun akan
melemah sehingga dibutuhkan obat yang dapat meningkatkan imun tubuh
seperti Interleukin-2 (IL-2). Kirschner(1998) menyatakan bahwa secara
matematis, terdapat interaksi antara Human Immuno deficiency Virus dengan
sel imun yang aktif. Hadirnya virus akan mengurangi efisiensi sistem imun
dalam memerangi sel tumor.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan, maka rumusan
masalah yang akan di bahas adalah:
1. Mekanisme imun pada tumor dan transpalansi
2. Macam-macam penyakit
3. Jenis pemeriksaan
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini yaitu, untuk
mengetahui lebih luas tentang, Mekanisme imun pada tumor dan transpalansi,
Macam-macam penyakit, Jenis pemeriksaan serta sebagai pengetahuan
tambahan bagi rekan-rekan mahasisiwa baik teman sekelas maupun yang
lainnya yang membaca makalah ini. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunoserologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MEKANISMEIMUN PADA TUMOR DAN TRANSPALANSI


A. Mekanisme imun pada tumor
Respon imun merupakan hasil interaksi antara antigen dengan sel-
sel imunokompeten, termasuk mediator-mediator yang di hasilkan.
Limfosit merupakan unit dasar terbentknya respon imun karena mampu
berdiferensiasi menjadi seri lainnya, juga berperan dalam mengenal
sekaligus bereaksi dengan ntigen. Limfosit T sitotoksik dan sel NK dapat
bertindak sebagai efektor dalam respon imun, tetapi dapt pula bertindak
sebagai regulator respon imun karena kemampuannya dalam
mempengaruhi aktivitas sel imunokompeten lainnya melalui limfokin yang
dilepaskannya.
Respon imun pada dasarnya terdiri dari tiga fase:
1. Fase Kognitif
Fase Kognitif dari respon imun terdiri dari pengikatan
imunogen ke reseptor spesifik dari limfosit mature yang terjadi
sebelum stimulasi imunogenik. Limfosit T hanya mengenal peptida
yang berikatan dengan MHC pada permukaan sel penyaji. Respon
imun diawali dengan peristiwa masuknya imunogen dan penyajian
imunogen tersebut ke reseptor dari limfosit.
2. Fase Aktivasi
Fase Aktivasi dari respon imun merupakan rangkaian kejadian
dimna limfosit terinduksi sebagai konsekuensi dari pengenalan
terhadap imunogen spesifik. Limfosit mengalami dua perubahan
utama dalam respons terhadap imunogen. Pertama, limfosit spesifik
berpoliferasi sehingga jumlahnya bertambah. Kedua, limfosit tersebut
berdiferensiasi menjadi sel yang berfungsi mengeliminasi imunogen
asing. Interaksi makrofag yang menyajikan imunogen dengan limfosit
T spesifik mengakibatkan makrofag mensekresikan IL-1 yang

3
menstimulasi limfosit T helper sehingga menghasilkan IL-2 . Limfosit
T helper berpoliferasi sebagai respon terhadap IL-2 tersebut. Limfosit
T helper Tersebut juga menghasilkan interleukin lain seperti IL-I2
yang dapat menginduksi berbagai sel lain sperti, sel NK.
3. Fase Efektor
Fase Efektor dari respon imun adalah tahap pada waktu limfosit
telah teraktifkan oleh imunogen dan dalam keadaan yang dapat
berfungsi mengeliminasi imunogen tersebut. Pada fase efektor,
imunogen merupakan suatu target untuk dihancurkan seperti sel-sel
tumor.
Respon imun terhadap tumor terbagi atas 2 yaitu:
1. Imunitas Humoral
Meskipun imunitas seluler pada tumor lebih banyak berperan
dibanding imunitas humoral tetapi tubuh membentuk juga antibodi
terhadap antigen tumor. Antibodi tersebut ternyata dapat
menghancurkan sel tumor secara langsung atau dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Yang terakhir memiliki
reseptor fc misalnya sel NK dan makrofag (opsonisasi) atau dengan
jalan mencegah adhesi sel tumor. Pada penderita tumor sering
ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan tumor sifatnya
masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang
bebas (leukimia, metatase tumor) dibanding tumor padat. Hal tersebut
mungkin disebabkan karena antibodi membentuk komplek imun yang
mencegah sitotoksisitas sel T. Efektor imun humoral dan seluler yang
dapat menghancurkan sel tumor in vitro terlihat pada Tabel 16.2

4
Tabel 16.2 Efektor Sistem Imun Humoral dan Seluler Pada Destruksi
Tumor
A. Mekanisme Humoral
1. Lisis oleh antibodi dan komplemen
2. Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen
3. Hilangnya adhesi oleh antibodi
B. Mekanisme Seluler
1. Destruksi oleh sel CTL/Tc
2. Destruksi oleh sel NK
3. Destruksioleh makrofag

2. Imunitas Seluler
Pada pemeriksaan patologi anatomi tumor, sering ditemukan
infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit,
sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun pada beberapa neoplasma,
infiltrat sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang
baik, tetapi pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel
dengan prognosis. sistem imun dapat langsung menghancurkan sel
tumor tanpa sensitasi sebelumnya.
Limfosit matang akan mengenal TTA dalam pejamu, meskipun
TTA merupakan self-protein yang di sandi gen normal. Adanya
limfosit yang self-reaktif nampaknya berlawanan dengan self-tolerans.
Bila sel B dan T menjadi matang dalam sumsum tulang dan timus,
limfosit yang terpajandan berikatan dengan self-antigen akan
mengalami apoptosis. Namun banyak self-antigen tidak diekspresikan
dalam sumsum tulang atau timus. Oleh karena deletion sentral tidak
lengkap dan limfosit self-reaktif yang mengenal antigen tidak
diekspresikan dalam sumsum tulang atau timus, maka sistem imun
biasanya tidak responsif terhadap self-antigen oleh karena ada dalam
keadaan anergi. mengapa sel autoreaktif dipertahankan dalam keadaan

5
inaktif, tidaklah jelas. Diduga limfosit anergik tidak memberikan
respons terhadap self-antigens dengan kadar yang diekspresikan pada
keadaan normal oleh sel sehat, namun responsif terhadap peningkatan
ekspresi antigen pada sel tumor.
a) CTL
Banyak studi menunjukan bahwa tumor yang mengekspresikan
antigen unik dapat memacu CTL/Tc spesifik yang dapat
menghancurkan tumor. CTL biasanya mengenal peptida asal TSA
yang diikat MHC-I. CTL tidak selalu efisien, di samping respons
CTL tidak selalu terjadi pada tumor.
b) Sel NK
Sel NK adalah limfosit sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang
tidak antigen spesifik dan juga tidak MHC dependen. Diduga
bahwa fungsi terpenting sel NK adalah antitumor. Sel NK
mengekspresikan FcR yang dapat mengikat sel tumor yang
dilapisi antibodi dan dapat membunuh sel sasaran melalui ADCC
dan pengelepasan protease, perforin dan granzim.
c) Makrofag
Makrofag memiliki enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas
mediator oksidatif seperti superoksid dan oksida nitrit. Makrofag
juga melepas TNF-α yang mengawali apositosis. Diduga
makrofag mengenal sel tumor melalui IgG-R yang mengikat
antigen tumor. Makrofag dapat memakan dan mencerna sel tumor
dan mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi makrofag dapat
berfungsi sebagai inisiator dan efektor imun terhadap tumor.
imunitas nonspesifik dan spesifik terhadap tumor.

6
Gambar 1. Supresi Imun Tumor
B. Mekanisme Imun pada transpalansi
Pada transplantasi terdapat perbedaan genetik diantara
jaringan/tissue atau organyang di transplantasi.Perbedaan ini dapat dibagi
4, yaitu:
1. Autograph merupakan transplantasi jaringan dari satu bagian tubuh ke
bagian lain pada orang yang sama, tidak dianggap asing oleh sistem
imun, tidak menyebabkan masalah kekebalan tubuh, variasi genetik
tidak adadan molekul major histocompatibility complex (MHC) dapat
mengenal jaringan atauorgan yang baru.
2. Allograf merupakan pencangkokan yang umum, dari satu organisme ke
organisme lain berasal dari spesies yang sama, walaupun mempunyai
latar belakang genetik berbeda. Molekul-2 MHC penerima akan
mengenal bagian cangkokansebagai benda asing, memberitahu sistem
kekebalan tubuh untuk menolaknya.
3. Isograf merupakan transplantsi jaringan atau organ daridonor yang
secara genetik identik dengan resipien atau jaringan dari individu.

7
4. Xenograf merupakan pencangkokan satu spesies suatu organisme ke
spesies lain. Masalahnya variasi genetik yang terlalu besar di antara dua
organisme tersebut. Menimbulkan Penolakan yang sangat cepat ke
jaringan-2atau tissu asing atau organ yg berasaldari respon sel dibantu
oleh Ig.M.
Mekanisme penolakan dari Allograf yang merupakan sistem imun
yang berperan pada penolaka adalah sistem imun yang juga berperan
terhadap mikroba
1. Peran seluler
Reaksi penolakan pada umumnya berlangsung sesuai respon CMI.
Gejala timbul sesudah terjadi vaskularisasi. Mula-mula terjadi invasi
tandur oleh sel limfosit dan monosit melalui pembuluh darah. Reaksi
inflamasi ini segera menimbulkan kerusakan pembuluh darah yang
diikuti nekrosis jaringan tandur.

Gambar 2. Proses Keberhasilan Dan Kegagalan Tandur


Reaksi penolakan ditimbulkan oleh sel Th resipien yang
mengenal antigen MHC alogeneik dan memacu imunitas humoral
(antibodi). Sel CTL/Tc juga mengenal antigen MHC alogeneik dan

8
membunuh sel sasaran melalui imunitas selular. Namun sejumlah studi
pada mencit menunjukkan bahwa bila tidak ada sel CD4+, allograf
dapat diterima selamanya. Memang penolakan dapat diperantai sel
CD4 tanpa adanya sel CD8, mungkin karena sel CD4 kadang potensial
sitotoksi untuk sasaran MHC-II. Namun pada hewan utuh, sekresi
sitokin asal CD4 akan dikerahkan dan mengaktifkan CD8, sel B, sel
NK, dan makrofag yang semuanya mempunyai potensi dan peran dalam
proses penolakan. Makrofag yang dikerahkan ketempat tandur atas
pengaruh limfokin asal sel Th, akan menimbulkan kerusakan, serupa
yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe IV dari Gell dan
Combs/DTH. Selanjutnya, IFN- γ yang dilepas makrofag meningkatkan
ekspresi antigen pada sel tandur sasaran sehingga juga meningkatkan
sitotoksisitas CD8. Peran sel T pada penolakan allograf terlihat pada
gambar 3

Gambar 3. Sel T Berperan Dalam Penolakan Allograf


2. Peran antibodi
Sel alogenik dapat dihancurkan melalui hipersensitivitas tipe II yang
melibatkan ntibodi humoral.

9
2.2 MACAM-MACAM PENYAKIT PADA TUMOR DAN TRANSPALANSI
A. Tumor
Transformasi maligna sel limfoid dapat menimbulkan sejumlah
penyakit Limfoproliferatif seperti leukimia limfosistik kronis, limfoma,
mieloma multipel, makroglobulinemia Waldenstrom dan beberapa jenis
krioglobulinemia
1. Penyakit Hodgkin
Limfoma hodgkin dikenal sebagai penyakit hodgkin merupakan suatu
penyakit yang khas, menyerang usia muda. Biopsi kelenjar limfoid
merupaka keharusan untuk menemukan sel stemberg. Sel tersebut
adalah sel B nukleat besar dengan nukleolus eosinofilik.
2. Limfoma non- Hodgkin
Limfoma non hodgkin paling sering ditemukan pada usia lanjut,
meskipun dapat juga di temukan pada anak-anak dan dewasa.
Diagnosis memerlukan biopsi kelenjar limfoid. Limfoma non hodgkin
dibagi sesuai sel (B ataua T) dan fase kematangan sel.
3. Mieloma multipel
Mieloma multipel (MM) ditemukan pada usia 70 tahun. Ditemukan
serum paraprotein yaitu suatu imunoglobulin abnormal yang
diproduksi klon sel B yang ganas. Meiloma IgG merupakan yang
terbanyak (37%), IgA (27%), IgD (1,5), dan IgM (0,2%), IgE (0,1%).
4. Hairy Cell Leukaemia (HCL)
HCL merupakan penyakit limfoproliferatif sel B yang lain yang
cenderung ditemukan pada usia lanjut. Ditemukan pansitopenia dan sel
limfoid yang ditimbulkan oleh proyeksi sitoplasma halus yang banyak.
Fibrosis sumsum tulang dapat terjadi dan limfosit menunjukkan
ekspresi molekul adhesi CD11c yang abormal.
B. Transplantasi
1. Penyakit Graft versus Host dan Host versus Graft
Penyakit Graft versus Host merupakan keadaan yang terjadi bila sel
yang imunokompeten asal donor (pada transpalansi sumsum tulang)

10
ditransfusikan pada resipien dengan supresi sistem imun atau bila
transfusi darah segar diberikan kepada anak-anak atau neonatus yang
imunokompromais dan menimbulkan reaksi seluler (CMI) diberbagai
tempat. Sel leukosit donor yang terdapat dalam jaringan tandur dan
masuk kedalam sistem limfoid resipien disebut sel passenger.
Tanda dari respon GvH adalah pembesaran kelenjar getah bening,
limfa, hati, diare, kemerahan dikulit, rambut rontok, berat badan
menurun dan pada akhirnya meninggal. Kematian diduga terjadi
karena destruksi sel pejamu dan jaringan akibat respon CMI yang
berlebihan terhadap banyak sel sasaran pada pejamu yang memiliki
antigen MHC-I. Respon GvH ini lebih mudah terjadi bila sebelum
transpalansi tidak diusahakan untuk menyingkirkan semua sel T
matang yang imunokompeten.
2.3 JENIS PEMERIKSAAN PADA TUMOR DAN TRANSPALANSI
A. Tumor
1. Alpha Fetoprotein (AFP)
Alpha Fetoprotein (AFP) merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh
kantung telur yang akan menjadi sel hati pada janin. Protein ini dapat
dijumpai pada 70-95% pasien dengan tumor hati. Pemeriksaan AFP ini
diperiksa pada serum dapat juga diperiksa pada cairan ketuban untuk
mengetahui adanya spinabifida, ancephalia, atresia oesophagus atau
kehamilan ganda.
2. Carcinoeembryonic Antigen (CEA)
Carcinoeembryonic Antigen (CEA) merupakan protein yang dihasilkan
oleh epitel saluran cerna janin yang juga dapat diekstraksi dari tumor
saluran cerna orang dewasa. Pemeriksaan CEA ini bertujuan untuk
mengetahui adanya kanker usus besar, khususnya ardenocarcinoma.
Pemeriksaan CEA merupaka uji laboratorium yang tidak spesifik
karena hanya 70% kasus didapatkan peningkatan CEA pada kanker
usus besar dan pankreas.

11
3. Cancer Antigen 72-4
Antibodi ini meningkat pada keadaan jinak seperti pankreatitis, sirosis
hati, penyakit paru, kelainan ginekologi ovarium dan saluran cerna.
Pemeriksaan pertanda tumor ini dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosik bila diperlukan harus digunakan lebih dari satu pertanda
tumor. Selain itu pemeriksaan CA 72-4 juga dipakai pada pasca
operasi dan waktu relapse.
4. Cyfra 21-1
Cyfra 21-1 dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan
paru yang jinak seperti pneumonia, sarcoidosis, TBC, bronchitis
kronik, asma, dan emfisema. Kadarnya meningkat pada kelainan hati
dan ginjal. Kadar cyfra 21-1 lebih dari 30 ng/ml didapatkan pada
primasy bronchial carcinoma.
B. Transpalansi
1. Cross Matching
Cross Matching serum penderita harus dilakukan untuk meyakinkan
tidak mengandung antibodi yang preformed terhadap antigen/HLA
donor yang dapat memacu penolakan hiperakut. Serum asal resipien
potensial dicampur dengan limfosit donor dan dievaluasi untuk lisis
dengan bantuan komplemen atau teknik pewarnaan imunoflouresen
atau flow cytometry.
2. Tissue Typing
Tissue Typing merupakan identifikasi antigen MHC, MHC-I, yang
diekspresikan pada semua sel dan nukleus tubuh. Sel MHC-I
menentukan antigen permukaan semua sel dalam tubuh yang memiliki
nukleus yang dapat menjadi sasaran penolakan pada transpalansi atas
pengaruh CTL/Tc, antibodi dan komplemen.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Respon imun merupakan hasil interaksi antara antigen dengan sel-sel
imunokompeten, termasuk mediator-mediator yang di hasilkan. Limfosit
merupakan unit dasar terbentknya respon imun karena mampu berdiferensiasi
menjadi seri lainnya, juga berperan dalam mengenal sekaligus bereaksi
dengan ntigen. Limfosit T sitotoksik dan sel NK dapat bertindak sebagai
efektor dalam respon imun, tetapi dapt pula bertindak sebagai regulator respon
imun karena kemampuannya dalam mempengaruhi aktivitas sel
imunokompeten lainnya melalui limfokin yang dilepaskannya.
Respon imun tomor tebagi atas 2 yaitu imunitas selular dan imunitas
humoral. Tetpai imunitas selular lebih banyak berperan di banding dengan
humoral. Karena imunitas selular dapat menghancurkan sel tumor secara
langsung atau dengan bantuan komplemen atau efektor ADCC.
Transplantasi merupakan suatu proses mencangkokkan organ atau
jaringan dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Proses penolakan, proses dimana
tubuh menolak benda asing yg masuk kedalam tubuh. Penolakan yang paling
sering terjadi pada allograf yaitu donor atau resipien dari spesies sama tetapi
genetik tidak identik. Sehingga masalah genetik yang menjdi faktor utamanya.

3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi,
atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Idris, rosila.2011.Modul Transpalansi.Stikes Jayakarta.Jakarta

Garna, Karen B dan Regannis, I. 2010. Imunologi Dasar. FKUI. Jakarta

Septi, tan. 2013. Imunitas Transpalansi Humoral Seluler.UNSRI. Palembang

14

Anda mungkin juga menyukai